Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Model-model Pembelajaran Matematika
Dosen Pengampu :
oleh :
Desi 1304288
PGSD - 6C
JURUSAN PEDAGOGIK
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2016
Educatin is our passport to the future, for tomorrow belongs to the
people who prepare for it today (Malcolm X)
Knowledge will bring you the opportunity to make a difference (Claire
Fagin)
DAFTAR ISI
"Kegagalan memang batu sandungan yang cukup menyakitkan, tapi bukan juga hal
yang dapat menghapus keberhasilan. Maka belajarlah terus untuk meminimalkan
kegagalan." - NN
Kata Pengantar
Kemajuan ilmu masa kini sudah memiliki berbagai perkembangan yang pesat, baik dalam
bidang teknologi maupun pendidikan terutama dalam pembelajaran. Hal penting yang
merupakan pengaruh dari pendidikan yang semakin maju dapat kita lihat dari model atau
penggunaan pembelajaran yang dikemas oleh guru menjadi sekreatif mungkin. Pembelajaran
yang pada zaman dahulu guru sebagai subjek utama sekarang mulai berkembang kepada peserta
didik sebagai subjek utamanya berkat adanya kemajuan inovasi pendidikan.
Beralihnya pusat pembelajaran dari guru ke peserta didik tentu harus membuat
pembelajaran tersebut menjadi lebih aktif dan menyenangkan yang didasarkan pada pengalaman
atau kegiatan yang dialami oleh siswa. Sehingga untuk membuat pembelajaran yang
mengaktifkan siswa diperlukan adanya kegiatan pendidikan yang bersifat saintifik (ilmiah), yaitu
pembelajaran yang berdasarkan percobaan atau eksperimen dan latihan-latihan yang terarah
menuju proses pembelajaran yang selalu tertuju pada peserta didik. Sehingga pada akhirnya
pembelajaran atau penilaian tidak terarah pada hasil belajar, akan tetapi pada proses belajar.
Bandung, 2016
Penyusun,
Education is the movement from darkness to light. ~Allan Bloom
Too often we give children answers to remember rather than problems to solve.
~Roger Lewin
BAB I
A. Konsep kurikulum
B. Kurikulum 2013
Pada saat ini pendidikan seharusnya memberikan kemampuan serta karakter pada siswa
untuk menghadapi berbagai permasalahan yang akan mereka hadapi di masa yang akan datang.
Sehingga mereka perlu dibekali dengan berbagai kemampuan. Kemampuan dalam
berkomunikasi serta menguasai teknologi untuk mempersiapkan berbagai permasalahan dalam
kancah globalisasi. Selain itu mereka juga harus memiliki keterampilan berpikir kreatif dan
inovatif yang dibutuhkan dalam upaya mengembangkan ilmu, teknologi dan seni. Sehingga pada
akhirnya siswa harus dibekali dengan kemampuan belajar sepanjang hayat, belajar berbagai
aneka sumber tidak hanya dari satu sumber saja.Oleh sebab itu, paradigm pembelajaran harus
diubah karena pembelajaran tradisional yang berfokus pada penguasaan materi tidak dapat
digunakan untuk mempersiapkan siswa yang siap untuk berkompetensi di masa depan.
Perubahan paradigma di beberapa Negara maju adalah sebagai berikut :
Permasalahan lain yang timbul di sekitar kita yakni mulai menurunnya nilai persatuan,
semangat gotong royong, keinginan membantu sesama, norma dan peri kemanusiaan.
Masyarakat dengan mudahnya saling menyerang, seorang ayah yang tega melakukan asusila
kepada anaknya, orang tua yang tega membunuh anaknya dan masih banyak lagi permasalahan
yang kini timbul di Indonesia. Sehingga nampaknya tidak ada bekas Pendidikan Moral Pancasila
dan Agama atau Pendidikan Kewarganegaraan dalam kehidupan bermasyarakat. Namun, untuk
menghasilkan lulusan – lulusan yang berkarakter merupakan tugas seorang guru, tenaga
pendidik, orang tua, dan para pemimpin. Sehingga kita harus memutar arah pendidikan agar
dapat menghasilkan lulusan-lulusan yang berkarakter yang dapat menjadi kekuatan untuk bangsa
Indonesia ke depannya. Maka dari itu dengan adanya implementasi kurikulum 2013 yang
memiliki sasaran untuk menghasilkan insan berkarakter yang kreatif dan inovatif dapat
dilaksanakan dengan baik. Dengan adanya implementasi kurikulum 2013 yang dipadu dengan
pendekatan saintifik ini semoga harapan pendidikan bias tercapai untuk menghasilkan siswa
yang berkarakter dan berpikir kritis.
1. Dari siswa diberi tahu menuju siswa mencari tahu ; pembelajaran mendorong siswa
menjadi pembelajar yang aktif. Jika pada kurikulum 2006 saat awal pembelajaran guru
memberitahu materi pembelajaran namun berbeda halnya dengan kurikulum 2013. Pada
awal pembelajaran guru tidak langsung memberitahu materi pembelajaran akan tetapi
merangsang pola berpikir anak dan menumbuhkan rasa ingin tahu pada diri anak
sehingga nantinya akan muncul pertanyaan yang mengarah terhadap materi
pembelajaran. Sehingga guru harus kreatif dalam menyajikan materi yang berupa fakta
atau fenomena yang akan diamati oleh anak.
2. Dari guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis aneka sumber;
pembelajaran berbasis system lingkungan. Dalam memperoleh pembelajarannya tidak
hanya dari guru semata akan tetapi bias dari siswa itu sendiri yang mencari tahu dari
berbagai media seperti misalnya majalah, Koran, perpustakaan, internet, lingkungan
sekitar atau bahkan dari pengalaman diri siswa sendiri. Sehingga pembelajaran tidak
cukup dengan tatap muka dalam kelas saja.
3. Dari pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan penggunaan pendekatan
ilmiah; pergeseran ini membuat guru tidak hanya menggunakan sumber belajar tertulis
akan tetapi guru juga bias menggunakan gambar, diagram, table, mindmaping dan
sebagainya. Kemampuan mempraktikkan sesuatu yang dapat dilihat dari lisannya,
tulisannya, geraknya atau karyanya.
4. Dari pembelajaran berbasis konten menuju pembelajaran berbasis kompetensi;
pembelajaran tidak hanya dilihat dari hasil saja akan tetapi dimulai dari aktivitas, proses
sampai hasil pun ikut dinilai sehingga penilaian menyentuh atau berfokus pada tiga ranah
yaitu afektif, kognitif dan psikomotor.
5. Dari pelajaran parsial menuju pembelajaran terpadu; mata pelajaran dalam pelaksanaan
kurikulum 2013 menjadi komponen system yang terpadu. Semua materi pelajaran
dipadukan untuk menghasilkan kompetensi lulusan.
6. Dari pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal menuju pembelajaran dengan
jawaban yang kebenarannya multi dimensi; di sini siswa belajar menerima kebenaran
yang tidak tunggal. Misalnya siswa melihat beraneka ragam pola pengubinan yang ada di
rumahnya (bisa pola dari kain batik atau lantai rumahnya) kemudian siswa diminta untuk
menggambarkan pola pengubinan yang telah dilihat di rumahnya masing-masing. Mereka
akan menggambarkannya dengan pola yang beragam, akan tetapi semua pola pengubinan
tersebut benar, benar menjadi beragam.
7. Dari pembelajaran verbalisme menuju keterampilan aplikatif; pada waktu pembelajaran
berlangsung ceramah. Segala sesuatu diungkapkan dalam bentuk lisan guru, fakta
disajikan dalam bentuk informasi verbal, sekarang siswa harus lihat faktanya, gambarnya,
videonya, diagramnya, teksnya yang membuat siswa melihat, meraba, merasa dengan
panca inderanya. Siswa belajar tidak hanya dengan mendengar, namun dengan
menggunakan panca indra lainnya.
8. Peningkatan dan keseimbangan antara keterampilan fisikal (hardskills) dan keterampilan
mental (softskills); hasil belajar pada raport tidak hanya melaporkan angka dalam bentuk
pengetahuannya akan tetapi juga sikap dan keterampilannya.
9. Pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan siswa sebagai
pembelajar sepanjang hayat;
10. Pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan (ing ngarso sung
tulodo), membangun kemauan (ing madyo mangun karso), dan mengembangkan
kreativitas siswa dalam proses pembelajaran (tut wuri handayani). Disini guru sebagai
fasilitator yang dapat menjadi teladan, memberi contoh bagaimana hidup selalu belajar,
hidup patuh menjalankan agama dan sebagainya. Guru di depan menjadi teladan, di
tengah siswa menjadi teman belajar, di belakang selalu mendorong semangat siswa
sehingga siswa tumbuh dan mengembangkan potensi dirinya secara optimal.
11. Pembelajaran belangsung di rumah, di sekolah dan di masyarakat; karena itu
pembelajaran dalam kurikulum 2013 memerlukan waktu yang relative lebih banyak dan
memanfaatkan ruang dan waktu secara integrative. Pembelajaran tidak hanya
memanfaatkan waktu dalam kelas.
12. Pembelajaran menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah guru, siapa saja adalah siswa,
dan di mana saja adalah kelas. Prinsip ini menandakan bahwa ruang belajar siswa tidak
hanya dibatasi dengan dinding ruang kelas.
13. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk meningkatkan efisiensi
dan efektivitas pembelajaran; siswa harus mampu menguasai penggunaan TIK sebab di
kehidupan kedepannya siswa akan menghadapi tantangan menjadi pengguna TIK.
Sehingga jika sekolah tidak memfasilitasi pasti daya kompetisi siswa akan tidak
seimbang dari pada siswa yang memperoleh pelajaran tersebut.
14. Pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang budaya siswa, cita-cita, latar
belakang keluarga, cara mendapat pendidikan di rumah, cara pandang, cara belajar, cara
berpikir, keyakinan siswa berbeda-beda. Oleh karena itu, pembelajaran harus melihat
perbedaan itu sebagai kekayaan potensial dan indah jika dikembangkan menjadi kesatuan
yang memiliki unsur keragaman. Hargai semua siswa, kembangkan kolaborasi, dan
biarkan siswa tumbuh menurut potensinya masing-masing dalam kolaborasi dan
kelompoknya.
D. Pembentukan Karakter Melalui Pendidikan
1. Konsep kurikulum untuk Pembentukan karakter
Masyarakat yang baik harus memiliki karakter agar mengembangkan
kreativitasnya untuk kepentingan masyarakat, bukan kepentingan sendiri. Orang kreatif
yang tidak memiliki karakter akan mengembangkan kreativitasnya untuk kepentingan
sendiri dan merugikan masyarakat sekitar. Oleh sebab itu, pembelajaran yang dilakukan
harus dapat melahirkan peserta didik yang produktif, kreatif, inovatif dan berkarakter
melalui penguatan sikap, pengetahuan serta keterampilan yang terintegrasi.
Sikap (Tahu
Mengapa)
Berkarakter
Produktif
Kreatif
Inovatif
Keterampilan
Pengetahuan
(Tahu
(Tahu Apa)
Bagaimana)
Pembentukan karakter siswa dalam dunia pendidikan disesuaikan dengan kurikulum yang
mendukung. Pendidikan harus membentuk kompetensi siswa baik dalam pengetahuan,
keterampilan serta sikap atau perilaku. Di Indonesia kurikulum pada umumnya hanya terfokus
pada pengetahuan saja dan penilaian yang digunakan hanya berupa tes. Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) juga masih berbasis pada materi, walaupun dikatakan Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK). Hal ini jelas bisa kita lihat dari deskripsi kompetensi dan penilaian
yang digunakan di sekolah untuk menentukan kompetensi siswa. Ketentuan untuk menggunakan
penilaian berbasis kelas dalam KBK ternyata tidak dilaksanakan secara efektif karena
penguasaan materi secara umum dapat ditentukan dengan menggunakan tes tertulis dan lisan.
Sehingga untuk memperbaiki permasalahan tersebut pemerintah mengeluarkan kurikulum baru,
yakni kurikulum 2013.
Hasil belajar yang diharapkan dengan melakukan pendidikan karakter disekolah yakni:
pengetahuan tentang moral (moral knowing), tindakan moral (moral action), dan perasaan moral
(moral feeling).
Tindakan
(Mengerjakan
Tindakan yang Baik)
Karakte
r Afektif (Percaya
Pengetahuan dan Merasakan
(Mengetahui Apa Perlunya Berbuat
yang Baik) Baik)
Pembelajaran harusnya dirancang dengan belajar moral dari diri sendiri, lingkungan
keluarga, tetangga, masyarakat, Negara dan dunia internasional. Sehingga materi pembelajaran
di sekolah dasar perlu ditekankan pada upaya untuk membentuk karakter siswa dan tidak
membebani siswa dengan pengetahuan-pengetahuan yang kurang mendukung untuk
pembentukan karakter siswa. Cakupan materi tersebut sesuai dengan teori yang dikemukakan
oleh Bruner bahwa pada pendidikan sekolah dasar seharusnya pembelajaran lebih dominan untuk
membentuk sikap dan perilaku.
2. Metode Pembelajaran untuk Pembentukan Sikap dan Perilaku
a. Mengamati dan Meniru; pembelajaran dengan cara ini melalui pengamatan dan
peniruan. Pembelajaran seperti ini dikenal dengan pembelajaran melalui model (learning
through modeling).
b. Menerima Penguatan; pembentukan siswa dengan cara ini dilakukan melalui penguatan
atas perilaku yang ditunjukkan, yakni dengan menerima atas suatu tindakan yang
ditunjukkan. Penguatan dapat berupa ganjaran (penguatan positif) dan hukuman
(penguatan negatif).
c. Menerima Informasi Verbal; pembentukan sikap dan perilaku dilakukan dengan
menyampaikan informasi baik secara lisan ataupun tulisan. Misalnya, menyampaikan
bahyanya penggunaan narkoba. Selain itu dengan mengajak siswa berpikir tentang
sebuah kondisi yang terkait langsung dengan dirinya. Hal ini bisa dilakukan dengan
Tanya jawab (pengajuan pertanyaan). Pengajuan pertanyaan ini sangat penting dalam
upaya menumbuhkan rasa memiliki terhadap sebuah permasalahn dan mengembangkan
pengetahuan siswa tentang alasan peralas anmemiliki sikap dan perilaku yang
diharapkan.
Negara
Masyarakat
Sekolah
Keluarga
Diri Sendiri
Konsep “menghargai diri sendiri dan orang lain” di sekolah dasar dikembangkan untuk
mempertimbangkan tindakan terhadap orang lain, membuat sekolah bangga, dan membuat
Negara bangga. Sehingga untuk mencapai perilaku atau sikap tersebut kita juga perlu
menghargai siswa. Jadi guru harus menghargai pendapat siswa, menghargai hasil kerja mereka,
tidak menerapkan hukuman, dan selalu membangkitkan kenyamanan bagi siswa dalam belajar.
Tindakan tersebut perlu dilakukan selama proses belajar mengajar dalam mengembangkan
kemampuan siswa menguasai ilmu pengetahuan serta pengembangan minat dan bakatnya. Perlu
diperhatikan bahwa pembentukan karakter harus dilakukan sejak dini, terutama pada jenjang
pendidikan dasar. Pengharagaan terhadap hasil karya mereka dapat membuat mereka
berkembang lebih pesat, sedangkan hukuman akan membuat mereka berhenti untuk
berkarya, bahkan dapat membuat siswa merasa tertekan.
Pembentukan sikap ini dapat dilakukan dengan membiasakan siswa dalam kegiatan
antrean, membantu orang lain, membersihkan lingkungan dan sebagainya. Setiap kegiatan yang
positif akan memberikan pelajaran berharga bagi siswa dalam membentuk etika moralnya,
misalnya dalam kegiatan mengantri, siswa akan belajar hal-hal seperti:
Integritas diri terkait dengan kejujuran, dapat dipercaya, adil dan membela kebenaran.
Sikap dan perilaku ini sangat pentik dibentuk pada diri siswa untuk kelangsungan hidupnya
sehingga mereka bisa sukses di masa yang akan dating. Kegagalan pendidikan dalam mebentuk
lulusan yang memiliki integritas menghasilkan pemimpin yang tidak jujur, tidak dapat
dipercaya dan sebagainya.
Pembentukan sikap dan perilaku yang lain dapat dilakukan secara simultan ketika siswa
mempelajari sebuah tema, misalnya siswa dilatih untuk jujur dalam mengerjakan tugas, disiplin
dan bertanggung jawab dalam mengerjakan tugas rumah (PR), dan sebagainya. Tahapan
pembentukan sikap sangatlah bergantung pada penerimaan siswa terhadap sikap dan perilaku
yang diintegrasikan dalam dirinya. Tahapan tersebut dapat mengikuti taksonomi berikut:
BAB II
PENDEKATAN SAINTIFIK
Berikut ini adalah hal-hal yang dapat guru lakukan untuk dapat mendorong siswa
mengajukan pertanyaan:
a)Guru meminta siswa untuk menuliskan pertanyaannya secara tertulis. Dengan ini
seluruh siswa dapat secara leluasa untuk mengemukakan pemikirannya dan
mengajukan pertanyaan.
b)Guru membantu siswa menunjukan persoalan dari objek yang siswa amati untuk
menjadi bahan pertanyaan.
c)Guru memberikan sejumlah kata kunci sebagai stimulus untuk mendorong siswa agar
mampu mengajukan pertanyaan.
3. Mengumpulkan Informasi/Mencoba
Agar siswa memperoleh hasil belajar yang nyata, siswa harus melakukan percobaan.
Agar pelaksanaan percobaan dapat berjalan lancar, maka guru harus melakukan hal--hal beriku:
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (2008: 98) asosiasi adalah tautan dalam ingatan
pada orang atau barang lain; pembentukan hubungan atau pertalian antara gagasan, ingatan,
atau kegiatan pancaindra. Dalam pendekatan ini, mengasosiasikan diartikan sebagai
pendalaman dari penerapan pemahaman sebuah konsep terhadap konsep lain yang sama
maupun yang berbeda. Permwndikbud Nomor 81a Tahun 2013, kegiatan mengasosiasi adalah
memproses informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari haris
mengumpulkan/eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan
mengumpulkan informasi. Kegiatan ini dilakukan untuk menemukan keterkaitan satu
informasi dengan informasi yang lainnya.
Kegiatan mengasosiasi ini juga dapat diistilahkan sebagai kegiatan menalar. Dalam
Kurikulum 2013, kegiatan menalar merupakan kerangka proses pembelajaran dengan
pendekatan ilmiah untuk menggambarkan bahwa guru dan siswa sama-sama menjadi pelaku
aktif. Menalar merupakan sebuah proses berfikir logis dan sistematis atas faktafakta empiris
yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Berikut adalah
kegiatan yang dapat siswa lakukan dalam proses bernalar:
5. Mengkomunikasikan
Pada dasarnya, karakteristik belajar dibedakan dari usia dan perkembangannya. Anak
dalam usia yang berbeda memiliki cara pemahaman yang berbeda pula. Seperti kita tahu dalam
teori Piaget, anak usia sekolah dasar merupakan anak yang perkembangan intelektualnya belum
pada tahap pemikiran formal dan masih berfikir pada pola konkrit. Mereka memahami sesuatu
dari apa yang mereka lihat atau dapat mereka amati.
Matematika merupakan ilmu yang erat kaitannya dengan bilangan, angka dan juga
simbol. Matematika merupakan ilmu formal yang bersangkutan dengan ide ide dengan kata lain
merupakan ilmu abstrak. Maka sebagai seorang guru, perlu adanya langkah atau cara untuk
menyatukan pola pemikiran siswa dengan teorema matematika agar dapat ditangkap secara
mudah oleh nalar peserta didik
“Seorang guru matematika harus berusaha untuk mengurangi sifat abstrak dari objek
matematika itu sehingga memudahkan siswa menangkap pelajaran matematika di
sekolah. Dengan lain kata seorang guru matemarika, dengan perkembangan penalaran
siswa, harus mengusahakan agar “fakta”, “konsep”, “operasi” ataupun “prinsip” dalam
matematika itu terlihat konkrit. Di jenjang sekolah dasar, sifat konkret objek matematika
itu diusahakan lebih banyak atau lebih besar dari pada di jenjang sekolah yang lebih
tinggi.” R. Soedjadi (2000)
Pola pikir antar guru dan peserta didik tentunya memiliki perbedaan. Maka dari itu cara kita
memahami suatu materi dengan bagaimana siswa memahami materi tersebut juga akan berbeda
disesuaikan dengan tahap perkembangan intelektualnya. Guru harus memahami bagaimana
karakteristik anak didiknya agar dapat memberikan pemahaman kepada peserta didik mengenai
matematika. Tidak dipungkiri bahwa saat ini masih banyak guru yang memberikan konsep
konsep matematika sesuai dengan pola pikirnya, tanpa menyadari bahwa anak didik pada
usianya tidak memiliki pola pikir yang abstrak seperti orang dewasa. Terkadang guru
menyepelekan hal ini dan menganggap siswa mampu memahami materi dengan cara
mengajarnya. Padahal dalam kenyataannya siswa kesulitan memahami materi ajar.
Matematika merupakan ilmu yang abstrak maka untuk memberikan pemahaman konsep
yang abstrak perlu menggunakan alat peraga.. Matematika juga dapat mengubah pola pikir
seseorang menjadi pola pikir yang matematiks, sistimatis, logis, kritis dan cermat. Tetapi sistim
matematika ini tidak sejalan dengan tahap perkembangan mental anak, sehingga yang dianggap
logis dan jelas oleh orang dewasa pada matematika, masih merupakan hal yang tidak masuk akal
dan menyulitkan bagi anak
Bilangan itu tidak dapat ditangkap oleh panca indra kita karena merupakan hasil abstraksi
yang hanya dapat dimengerti oleh pikiran. Maka dari itu guru harus mampu menghantarkan
siswa pada fakta sekitar yang berhubungan.
Contoh (Kelas 1)
Guru ingin menjelaskan mengenai bilangan asli kepada peserta didiknya. Untuk mengenalkan
bilangan asli kepada siswa guru menggunakan alat indera dan benda sekitar kelas sebagai fakta
dari bilangan asli. Sebagaimana manusia memiliki 1 hidung, 2 buah mata, 4 buah jempol, 5 buah
jari tangan kanan, 10 buah jari tangan keseluruhan dsb.
Ada beberapa aspek yang perlu dimiliki oleh seorang pendidik, diantaranya :
Hal tersebutlah yang menjadi dasar dari pemikiran bahwa matematika menjadi sangat
dibutuhkan sejak usia dini, anak didik terutama di sekolah dasar memerlukan matematika untuk
memenuhi kebutuhan dan memecahkan masalah dalam kehidupannya sehari-hari. Misalnya,
dapat menghitung isi dan berat suatu benda menggunakan kalkulator dan komputer serta
menjadikan matematika sebagai dasar dari ilmu selanjutnya seperti fisika, kimia, arsitektur,
farmasi, geografi, ekonomi, dan sebagainya.
Pentingnya belajar matematika tidak terlepas dari perannya dalam berbagai aspek
kehidupan. Selain itu dengan mempelajari matematika sesorang menjadi terbiasa berpiki secara
sistemasi, ilmiah, menggunakan logika, kritis dan mampu meningkatkan daya kreativitasnya.
Mengingat pentingnya matematik dalam kehidupan sehari-hari, maka dari itu matematika perlu
dipahami dan dikuasai oleh semua lapisan masyarakat.
1. Matematika memiliki cara berpikir yang sistematis, yaitu melalui urutan yang teratur dan
tertentu. Dengan seperti itu otak kita akan terbiasa untuk memecahkan masalah secara
sistematis. Sehingga bila diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat
menyelesaikan setiap masalah dengan lebih mudah.
2. Matematika memiliki cara berpikir yang deduktif, yaitu kesimpulan ditarik dari hal-hal
yang bersifat umum, bukan dari hal-hal yang bersifat khusus. Dengan seperti itu kita
menjadi terhindar dengan cara berpikir menarik kesimpulan secara “kebetulan”.
3. Belajar matematika dapat melatih kita menjadi manusia yang lebih teliti, cermat, dan
tidak ceroboh dalam bertindak.
4. Belajar matematika mengajarkan kita untuk menjadi orang yang sabar dalam menghadapi
segala hal yang kita lewati dalam hidup ini. Saat kita mengerjakan soal matematika yang
penyelesaiannya sangat rumit dan panjang, tentu kita harus bersabar dan tidak cepat putus
asa, jika ada lamgkah yang salah, coba untuk diteliti lagi dari awal, jangan-jangan ada
angka yang salah, jangan-jangan ada perhitungan yang salah, sampai kita menemukan
jawaban yang benar. Begitu pula kita dapat mengplikasikan kesabaran itu dalam hidup
kita, terutama bila kita menghadapi suatu masalah.
C. Pentingnya Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
Matematika memiliki fungsi sebagai salah satu alat untuk menyampaikan atau memahami
suatu informasi, dapat melalui persamaan, model-model matematika, soal cerita, maupun soal
uraian. Bila seorang siswa dapat melakukan perhitungan, tetapi tidak tahu alasan mengapa
mereka harus memahami dan melakukan hal tersebut, maka ada yang salah dengan
pembelajarannya atau ada sesuatu yang belum dipahami.
Belajar matematika merupakan pembentukkan pola pikir bagi siswa dalam memahami
suatu pengertian dalam penalaran suatu hubungan diantara pengertian-pengertian itu. Tim
MKPBM jurusan pendidikan matematik (2001:55) menjelaskan “Dalam pembelajaran
matematika, para siswa dibiasakan untuk memperoleh pemahaman melalui pengalaman tentang
sifat-sifat yang dimiliki dan yang tidak dimiliki dari sekumpulan objek (abstrak)”
Dalam hal ini diharapkan siswa mampu menangkap pengertian dari suatu konsep,
maupun menuangkan sesuatu berdasarkan kecenderungan kepada pengalaman atau pengetahuan
yang dikembangkan. Pola pikir induktif maupun deduktif yang semuanya ini harus disesuaikan
dengan perkembangan kemampuan siswa. Sehingga pada akhirnya dapat membantu kelancaran
proses pembelajaran matematika di sekolah.
BAB V
Dalam implementasi pendekatan saintifik, guru harus menciptakan suasana belajar yang
kooperatif, bukan kompetitif. Guru juga diharapkan mampu meningkatkan kesadaran peserta
didik untuk membuat rumusan hasil kajian yang terbuka untuk sebuah perbaikan. Selain itu, guru
harus kreatif dalam menyajikan pembelajaran. Keterampilan Kreatif disini mencakup beberapa
aspek seperti yang digambarkan pada gambar di bawah ini:
Terampil
Mengatur
Terampil Terampil
Bertanya Menyajikan
Guru
Kreatif
Terampil Terampil
Membuat Mencari
Rancangan Hubungan
Terampil
Melakukan
Aktivitas
Guru yang kreatif harus terampil mengatur, terutama mengatur lingkungan belajar yang
menunjang proses pembelajaran. Guru harus mampu mengatur suasana atau kondisi pada saat
pembelajaran agar siswa tetap termotivasi untuk belajar. Siswa akan malas belajar atau
mengembangkan yang kreatif jika pekerjaannya tidak dihargai atau diledek sehingga disini guru
perlu mengatur agar siswa lain tidak mengolok-ngolok siswa yang kurang dalam belajarnya.
Guru yang kreatif harus terampil dalam menyajikan materi secara langsung dan mengatur
cara agar siswa sering merespons. Guru harus berupaya agar siswa tidak merasa jenuh atau bosan
dan guru secara aktif terus memberikan rangsangan afektif serta minat kognitif untuk menarik
perhatian siswa dalam belajar. Penyajian materi atau pembelajaran yang menarik akan menarik
minat siswa untuk belajar dan menstimulus kedua bagian otak untuk berkembang. Oleh karena
itu, guru harus antusias dan memasang harapan yang tinggi pada hasil belajar siswa. Penyajian
materi sebaiknya merupakan materi yang dekat dengan lingkungan anak dan berdasarkan
pengalaman anak sehingga pembelajaran akan lebih mudah dipahami anak dan bermakna.
Guru yang kreatif harus terampil bertanya, maksudnya disini ialah guru harus mampu
mengajukan pertanyaan yang merancang siswa untuk berfikir tingkat tinggi atau berfikir kritis.
Seperti misalnya, berpikir tentang hubungan, alternative dan kemungkinan yang akan timbul jika
terjadi suatu masalah. Guru yang terampil dalam mengajukan pertanyaan adalah guru yang
mampu : (1) Mengajukan banyak pertanyaan; (2) Mengajukan pertanyaan yang membutuhkan
pemikiran mendalam; (3) Sering memberikan pertanyaan lanjutan (tidak langsung menjawab);
(4) Memeriksa jawaban yang benar dan yang keliru; dan (5) mengajukan pertanyaan terbuka
yang membutuhkan pemikiran divergen. Contoh pertanyaan yang merangsang pemikiran
divergen:
Guru yang kreatif harus terampil merancang aktivitas yang beragam dan memungkinkan
siswa terlibat secara penuh selama proses pembelajaran. Siswa akan merasa jenuh apabila
metode yang digunakan tidak bervariasi, namun sebaliknya siswa akan termotivasi untuk belajar
apabila metode yang digunakan bervariasi. Selain itu, guru juga perlu mengetahui gaya belajar
siswa. Selain saintifik guru juga bisa menggunakan model pembelajaran discovery dan inquiry
yang tidak memiliki perbedaan jauh dengan pembelajaran saintifik.
Guru kreatif harus terampil mengomunikasikan perhatian pada kemajuan siswa dalam
berpikir orisinil dan berekspresi kreatif. Guru harus memberikan umpan balik yang konstruktif
dalam mengembangkan kreativitas siswa. Berikan kesempatan pada siswa untuk mengkonstruk
dan mengkomunikasikan hasil yang diperolehnya selama proses pembelajaran. Orisinalitas disini
terkait dengan kemampuan siswa untuk mengembangkan ide atau produk dengan caranya sendiri
(cara baru).
Semua aspek di atas perlu dimiliki guru ketika menerapkan pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan saintifik. Tanpa aspek-aspek di atas maka tujuan dari pembelajaran
dengan pendekatan saintifik akan kurang tercapai. Selain itu, kriteria guru dalam menerapkan
pembelajaran yang berbasis saintifik harus memiliki sikap ilmiah dan terhindar dari sikap ilmiah
serta bijaksana dalam melihat atau menilai hasil dari pembelajaran tersebut.
BAB VI
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dewa Ayu Tri Megawati, I Wayan Wiarta, I.
B. Surya Manuaba yang berjudul “Penerapan Pendekatan Saintifik dengan Penilaian
Proyek untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Hasil Belajar Pengetahuan
Matematika Siswa Kelas IVB SD” menyimpulkan Penerapan pendekatan saintifik dengan
penilaian proyek dapat meningkatkan hasil belajar pengetahuan matematika siswa kelas IVB SD Negeri 1
Peguyangan. Hal ini dapat terlihat dari persentase rata-rata nilai kemampuan penalaran siswa pada
pembelajaran matematika siklus I dari 68,88% atau berada pada kriteria sedang menjadi 82,73% atau
berada pada kriteria tinggi pada siklus II. 3) Kentuntasan klasikal siswa kelas IVB SD Negeri 1 Peguyangan
mencapai 48,71% pada siklus I dan 82,05% pada siklus II dari 32 siswa yang memiliki nilai lebih atau
sama dengan KKM yaitu 75,00. Sehingga indikator keberhasilannya tercapai.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Azhar Sulistiyono yang berjudul “Pendekatan
Scientific dengan Media Realia untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa
Kelas V SD Negeri Blotongan 03 Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga” menyimpulkan
BAB VII