Anda di halaman 1dari 38

PROGRES PEMBUATAN BUKU PENDEKATAN SAINTIFIK

MODEL – MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Model-model Pembelajaran Matematika

Dosen Pengampu :

1. Dr. Dina Mayadiana S, M. Pd


2. Sandi Budi Irawan M. Pd

oleh :

Desi 1304288

Indri Khaira M. 1306390

Neng Santi J. 1304155

Rita Rosmala 1301078

Sarah Debora 1304499

PGSD - 6C

JURUSAN PEDAGOGIK
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2016
Educatin is our passport to the future, for tomorrow belongs to the
people who prepare for it today (Malcolm X)
Knowledge will bring you the opportunity to make a difference (Claire
Fagin)
DAFTAR ISI

BAB I KURIKULUM 2013


a. Konsep Kurikulum
b. Kurikulum 2013
c. Prinsip Pembelajaran Kurikulum 2013
d. Pembentukan Karakter melalui Pendidikan
BAB II PENDEKATAN SAINTIFIK
a. Hakikat Pendekatan Saintifik
b. Tujuan Pendekatan Saintifik
c. Prinsip Pendekatan Saintifik
d. Kaidah-kaidah dalam Pendekatan Saintifik
e. Langkah-langkah Pembelajaran dengan Menggunakan Pendekatan Saintifik

BAB III KARAKTERISTIK SISWA DAN GURU SEKOLAH DASAR


a. Karakteristik Siswa SD
b. Karakteristik Guru SD yang diharapkan

BAB IV MATEMATIKA DALAM PEMBELAJARAN DI SEKOLAH DASAR


a. Karakteristik Matematika di Sekolah dasar
b. Pentingnya matematika secara umum
c. Pentingnya Pembelajaran Matematika di sekolah dasar
d. Materi ajar matematika di sekolah dasar

BAB V KRITERIA GURU PENDEKATAN SAINTIFIK


a. Kriteria Guru Dalam Menerapkan Pembelajaran dengan Menggunakan Pendekatan
Saintifik
BAB VI PENELITIAN YANG MENDUKUNG PENDEKATAN SAINTIFIK
BAB VII SKENARIO PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN
SAINTIFIK
"Lebih baik belajar sedikit demi sedikit tapi rutin, daripada belajar satu buku tapi
langsung sekaligus semalaman." - NN

"Kegagalan memang batu sandungan yang cukup menyakitkan, tapi bukan juga hal
yang dapat menghapus keberhasilan. Maka belajarlah terus untuk meminimalkan
kegagalan." - NN
Kata Pengantar

Kemajuan ilmu masa kini sudah memiliki berbagai perkembangan yang pesat, baik dalam
bidang teknologi maupun pendidikan terutama dalam pembelajaran. Hal penting yang
merupakan pengaruh dari pendidikan yang semakin maju dapat kita lihat dari model atau
penggunaan pembelajaran yang dikemas oleh guru menjadi sekreatif mungkin. Pembelajaran
yang pada zaman dahulu guru sebagai subjek utama sekarang mulai berkembang kepada peserta
didik sebagai subjek utamanya berkat adanya kemajuan inovasi pendidikan.

Beralihnya pusat pembelajaran dari guru ke peserta didik tentu harus membuat
pembelajaran tersebut menjadi lebih aktif dan menyenangkan yang didasarkan pada pengalaman
atau kegiatan yang dialami oleh siswa. Sehingga untuk membuat pembelajaran yang
mengaktifkan siswa diperlukan adanya kegiatan pendidikan yang bersifat saintifik (ilmiah), yaitu
pembelajaran yang berdasarkan percobaan atau eksperimen dan latihan-latihan yang terarah
menuju proses pembelajaran yang selalu tertuju pada peserta didik. Sehingga pada akhirnya
pembelajaran atau penilaian tidak terarah pada hasil belajar, akan tetapi pada proses belajar.

Model pembelajaran saintifik merupakan suatu model pembelajaran yang


menitikberatkan pada proses belajar. Pada proses pembelajaran tersebut siswa dibimbing untuk
melakukan berbagai kegiatan yang menjadi dasar (sintaks) dalam model pembelajaran saintifik.
Sehingga peserta didik akan memiliki keterampilan serta sikap ilmiah. Hal inilah yang
menjadikan pendekatan saintifik digunakan sebagai pendekatan dalam kurikulum 2013.

Bandung, 2016

Penyusun,
Education is the movement from darkness to light.  ~Allan Bloom

Too often we give children answers to remember rather than problems to solve. 
~Roger Lewin
BAB I

KONSEP KURIKULUM 2013 DAN PENDEKATAN SAINTIFIK

A. Konsep kurikulum

Kurikulum merupakan suatu respon pendidikan terhadap kebutuhan masyarakat dan


bangsa untuk membangun generasi muda. Sedangkan apabila ditinjau dari segi ilmu pedagogis
kurikulum merupakan rancangan pendidikan melalui situasi pembelajaran yang menyenangkan
siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya untuk dapat mencapai
cita-cita yang diinginkan masyarakat dan bangsa. Secara yuridis, kurikulum merupakan suatu
kebijakan publik yang didasarkan kepada dasar filosofis bangsa dan keputusan yuridis di bidang
pendidikan.

B. Kurikulum 2013

Pada saat ini pendidikan seharusnya memberikan kemampuan serta karakter pada siswa
untuk menghadapi berbagai permasalahan yang akan mereka hadapi di masa yang akan datang.
Sehingga mereka perlu dibekali dengan berbagai kemampuan. Kemampuan dalam
berkomunikasi serta menguasai teknologi untuk mempersiapkan berbagai permasalahan dalam
kancah globalisasi. Selain itu mereka juga harus memiliki keterampilan berpikir kreatif dan
inovatif yang dibutuhkan dalam upaya mengembangkan ilmu, teknologi dan seni. Sehingga pada
akhirnya siswa harus dibekali dengan kemampuan belajar sepanjang hayat, belajar berbagai
aneka sumber tidak hanya dari satu sumber saja.Oleh sebab itu, paradigm pembelajaran harus
diubah karena pembelajaran tradisional yang berfokus pada penguasaan materi tidak dapat
digunakan untuk mempersiapkan siswa yang siap untuk berkompetensi di masa depan.
Perubahan paradigma di beberapa Negara maju adalah sebagai berikut :

Komponen Model Pembelajaran Tradisional Model Pembelajaran Modern


Peran guru Guru sebagai sumber belajar Guru sebagai fasilitator
Peran siswa Siswa menerima pengetahuan Siswa menyelesaikan permasalahan
Proses belajar Belajar menguasai pengetahuan Belajar menyelesaikan masalah
Pendidikan seharusnya menghasilkan lulusan-lusan yang memiliki karakter agar mereka
tidak menyalahgunakan keterampilan dan pengetahuan yang dimilikinya. Pada masa sekarang,
banyak oknum yang menyalahgunakan pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya.
Misalnya, para pedagang yang menjual makanannya dengan menggunakan berbagai bahan zat
kimia berbahaya tanpa merasa bersalah. Para pelaku tersebut memiliki pengetahuan yang
memadai dan mengetahui dampak yang ditimbulkan dari perbuatannya terhadap orang lain
namun tidak memiliki tanggung jawab sehingga tetap berbuat hal-hal yang merugikan orang lain.

Permasalahan lain yang timbul di sekitar kita yakni mulai menurunnya nilai persatuan,
semangat gotong royong, keinginan membantu sesama, norma dan peri kemanusiaan.
Masyarakat dengan mudahnya saling menyerang, seorang ayah yang tega melakukan asusila
kepada anaknya, orang tua yang tega membunuh anaknya dan masih banyak lagi permasalahan
yang kini timbul di Indonesia. Sehingga nampaknya tidak ada bekas Pendidikan Moral Pancasila
dan Agama atau Pendidikan Kewarganegaraan dalam kehidupan bermasyarakat. Namun, untuk
menghasilkan lulusan – lulusan yang berkarakter merupakan tugas seorang guru, tenaga
pendidik, orang tua, dan para pemimpin. Sehingga kita harus memutar arah pendidikan agar
dapat menghasilkan lulusan-lulusan yang berkarakter yang dapat menjadi kekuatan untuk bangsa
Indonesia ke depannya. Maka dari itu dengan adanya implementasi kurikulum 2013 yang
memiliki sasaran untuk menghasilkan insan berkarakter yang kreatif dan inovatif dapat
dilaksanakan dengan baik. Dengan adanya implementasi kurikulum 2013 yang dipadu dengan
pendekatan saintifik ini semoga harapan pendidikan bias tercapai untuk menghasilkan siswa
yang berkarakter dan berpikir kritis.

Implementasi kurikulum 2013 dipercaya akan menghasilkan siswa yang berkarakter,


akan tetapi permasalahannya saat ini adalah terbatasnya pengetahuan yang dimiliki oleh guru
yang berkaitan dengan pembelajaran dan penilaian yang ditetapkan dalam kurikulum 2013.

Kurikulum 2013 diterapkan dengan menelaah standar kompetensi lulusan (SKL),


Kompetensi Inti (KI), dan Kompetensi Dasar (KD) secara mendetail. Jadi guru perlu
memetakan setiap KD terhadap KI dan SKL yang bersesuaian. Ketika hendak mengajar,
perlu diperhatikan apa yang harus dicapai oleh siswa. Kegiatan belajar harus diarahkan
untuk membentuk siswa menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab sesuai tujuan pendidikan nasional
(Pasal 3 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Jadi, ketika
mengajarkan tentang suatu materi pembelajaran, guru harus memikirkan bagaimana
caranya agar siswa menjadi santun, bertanggung jawab, jujur, dan memiliki karakteristik
akhlak mulia lainnya. Penerapan pendekatan saintifik dapat membantu guru untuk
membentuk siswa yang cakap, kreatif, mandiri serta memiliki ilmu yang dapat
disesuaikan dengan perkembangan kemampuannya. (Ridwan Abdullah Sani.
Pembelajaran Saintifik untuk Implementasi Kurikulum 2013 : 6).

C. Prinsip Pembelajaran Kurikulum 2013

Pelaksanaan pembelajaran pada pelaksanaan kurikulum 2013 memiliki karakteristik yang


berbeda dari pelaksanaan kurikulum 2006. Berdasarkan hasil analisis terhadap kondisi yang
diharapkan terdapat 14 prinsip utama pembelajaran yang perlu guru terapkan, diantaranya :

1. Dari siswa diberi tahu menuju siswa mencari tahu ; pembelajaran mendorong siswa
menjadi pembelajar yang aktif. Jika pada kurikulum 2006 saat awal pembelajaran guru
memberitahu materi pembelajaran namun berbeda halnya dengan kurikulum 2013. Pada
awal pembelajaran guru tidak langsung memberitahu materi pembelajaran akan tetapi
merangsang pola berpikir anak dan menumbuhkan rasa ingin tahu pada diri anak
sehingga nantinya akan muncul pertanyaan yang mengarah terhadap materi
pembelajaran. Sehingga guru harus kreatif dalam menyajikan materi yang berupa fakta
atau fenomena yang akan diamati oleh anak.
2. Dari guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis aneka sumber;
pembelajaran berbasis system lingkungan. Dalam memperoleh pembelajarannya tidak
hanya dari guru semata akan tetapi bias dari siswa itu sendiri yang mencari tahu dari
berbagai media seperti misalnya majalah, Koran, perpustakaan, internet, lingkungan
sekitar atau bahkan dari pengalaman diri siswa sendiri. Sehingga pembelajaran tidak
cukup dengan tatap muka dalam kelas saja.
3. Dari pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan penggunaan pendekatan
ilmiah; pergeseran ini membuat guru tidak hanya menggunakan sumber belajar tertulis
akan tetapi guru juga bias menggunakan gambar, diagram, table, mindmaping dan
sebagainya. Kemampuan mempraktikkan sesuatu yang dapat dilihat dari lisannya,
tulisannya, geraknya atau karyanya.
4. Dari pembelajaran berbasis konten menuju pembelajaran berbasis kompetensi;
pembelajaran tidak hanya dilihat dari hasil saja akan tetapi dimulai dari aktivitas, proses
sampai hasil pun ikut dinilai sehingga penilaian menyentuh atau berfokus pada tiga ranah
yaitu afektif, kognitif dan psikomotor.
5. Dari pelajaran parsial menuju pembelajaran terpadu; mata pelajaran dalam pelaksanaan
kurikulum 2013 menjadi komponen system yang terpadu. Semua materi pelajaran
dipadukan untuk menghasilkan kompetensi lulusan.
6. Dari pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal menuju pembelajaran dengan
jawaban yang kebenarannya multi dimensi; di sini siswa belajar menerima kebenaran
yang tidak tunggal. Misalnya siswa melihat beraneka ragam pola pengubinan yang ada di
rumahnya (bisa pola dari kain batik atau lantai rumahnya) kemudian siswa diminta untuk
menggambarkan pola pengubinan yang telah dilihat di rumahnya masing-masing. Mereka
akan menggambarkannya dengan pola yang beragam, akan tetapi semua pola pengubinan
tersebut benar, benar menjadi beragam.
7. Dari pembelajaran verbalisme menuju keterampilan aplikatif; pada waktu pembelajaran
berlangsung ceramah. Segala sesuatu diungkapkan dalam bentuk lisan guru, fakta
disajikan dalam bentuk informasi verbal, sekarang siswa harus lihat faktanya, gambarnya,
videonya, diagramnya, teksnya yang membuat siswa melihat, meraba, merasa dengan
panca inderanya. Siswa belajar tidak hanya dengan mendengar, namun dengan
menggunakan panca indra lainnya.
8. Peningkatan dan keseimbangan antara keterampilan fisikal (hardskills) dan keterampilan
mental (softskills); hasil belajar pada raport tidak hanya melaporkan angka dalam bentuk
pengetahuannya akan tetapi juga sikap dan keterampilannya.
9. Pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan siswa sebagai
pembelajar sepanjang hayat;
10. Pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan (ing ngarso sung
tulodo), membangun kemauan (ing madyo mangun karso), dan mengembangkan
kreativitas siswa dalam proses pembelajaran (tut wuri handayani). Disini guru sebagai
fasilitator yang dapat menjadi teladan, memberi contoh bagaimana hidup selalu belajar,
hidup patuh menjalankan agama dan sebagainya. Guru di depan menjadi teladan, di
tengah siswa menjadi teman belajar, di belakang selalu mendorong semangat siswa
sehingga siswa tumbuh dan mengembangkan potensi dirinya secara optimal.
11. Pembelajaran belangsung di rumah, di sekolah dan di masyarakat; karena itu
pembelajaran dalam kurikulum 2013 memerlukan waktu yang relative lebih banyak dan
memanfaatkan ruang dan waktu secara integrative. Pembelajaran tidak hanya
memanfaatkan waktu dalam kelas.
12. Pembelajaran menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah guru, siapa saja adalah siswa,
dan di mana saja adalah kelas. Prinsip ini menandakan bahwa ruang belajar siswa tidak
hanya dibatasi dengan dinding ruang kelas.
13. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk meningkatkan efisiensi
dan efektivitas pembelajaran; siswa harus mampu menguasai penggunaan TIK sebab di
kehidupan kedepannya siswa akan menghadapi tantangan menjadi pengguna TIK.
Sehingga jika sekolah tidak memfasilitasi pasti daya kompetisi siswa akan tidak
seimbang dari pada siswa yang memperoleh pelajaran tersebut.
14. Pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang budaya siswa, cita-cita, latar
belakang keluarga, cara mendapat pendidikan di rumah, cara pandang, cara belajar, cara
berpikir, keyakinan siswa berbeda-beda. Oleh karena itu, pembelajaran harus melihat
perbedaan itu sebagai kekayaan potensial dan indah jika dikembangkan menjadi kesatuan
yang memiliki unsur keragaman. Hargai semua siswa, kembangkan kolaborasi, dan
biarkan siswa tumbuh menurut potensinya masing-masing dalam kolaborasi dan
kelompoknya.
D. Pembentukan Karakter Melalui Pendidikan
1. Konsep kurikulum untuk Pembentukan karakter
Masyarakat yang baik harus memiliki karakter agar mengembangkan
kreativitasnya untuk kepentingan masyarakat, bukan kepentingan sendiri. Orang kreatif
yang tidak memiliki karakter akan mengembangkan kreativitasnya untuk kepentingan
sendiri dan merugikan masyarakat sekitar. Oleh sebab itu, pembelajaran yang dilakukan
harus dapat melahirkan peserta didik yang produktif, kreatif, inovatif dan berkarakter
melalui penguatan sikap, pengetahuan serta keterampilan yang terintegrasi.
Sikap (Tahu
Mengapa)

Berkarakter
Produktif
Kreatif
Inovatif

Keterampilan
Pengetahuan
(Tahu
(Tahu Apa)
Bagaimana)

Pembentukan karakter siswa dalam dunia pendidikan disesuaikan dengan kurikulum yang
mendukung. Pendidikan harus membentuk kompetensi siswa baik dalam pengetahuan,
keterampilan serta sikap atau perilaku. Di Indonesia kurikulum pada umumnya hanya terfokus
pada pengetahuan saja dan penilaian yang digunakan hanya berupa tes. Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) juga masih berbasis pada materi, walaupun dikatakan Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK). Hal ini jelas bisa kita lihat dari deskripsi kompetensi dan penilaian
yang digunakan di sekolah untuk menentukan kompetensi siswa. Ketentuan untuk menggunakan
penilaian berbasis kelas dalam KBK ternyata tidak dilaksanakan secara efektif karena
penguasaan materi secara umum dapat ditentukan dengan menggunakan tes tertulis dan lisan.
Sehingga untuk memperbaiki permasalahan tersebut pemerintah mengeluarkan kurikulum baru,
yakni kurikulum 2013.

Kurikulum 2013 menekankan pada pentingnya pembentukan karakter siswa di


sekolah, terutama pada pendidikan dasar. Standar kompetensi lulusan yang dirumuskan
dalam kurikulum 2013 secara umum yang terkait dengan sikap perilaku adalah: pribadi
yang beriman, berakhlak mulia, percaya diri, dan bertanggung jawab dalam berinteraksi
secara efektif dengan lingkungan social, alam sekitar, serta dunia dan peradabannya.
Kompetensi tersebut harus dibentuk dalam diri siswa ketika mengikuti kegiatan belajar
mengajar di sekolah baik sebagai efek pembelajaran maupun sebagai efek pengiring
(nurturant effect). (Ridwan Abdullah Sani. Pendekatan Saintifik untuk Implementasi
Kurikulum 2013.Jakarta.Bumi Aksara ; 27).

Hasil belajar yang diharapkan dengan melakukan pendidikan karakter disekolah yakni:
pengetahuan tentang moral (moral knowing), tindakan moral (moral action), dan perasaan moral
(moral feeling).

Tindakan
(Mengerjakan
Tindakan yang Baik)

Karakte
r Afektif (Percaya
Pengetahuan dan Merasakan
(Mengetahui Apa Perlunya Berbuat
yang Baik) Baik)

Pembelajaran harusnya dirancang dengan belajar moral dari diri sendiri, lingkungan
keluarga, tetangga, masyarakat, Negara dan dunia internasional. Sehingga materi pembelajaran
di sekolah dasar perlu ditekankan pada upaya untuk membentuk karakter siswa dan tidak
membebani siswa dengan pengetahuan-pengetahuan yang kurang mendukung untuk
pembentukan karakter siswa. Cakupan materi tersebut sesuai dengan teori yang dikemukakan
oleh Bruner bahwa pada pendidikan sekolah dasar seharusnya pembelajaran lebih dominan untuk
membentuk sikap dan perilaku.
2. Metode Pembelajaran untuk Pembentukan Sikap dan Perilaku

Pembelajaran untuk pembentukan sikap sangat bergantung terhadap kepribadian dari


setiap siswa. Hal ini dikarenakan setiap siswa memiliki sifat bawaan, seperti; kecerdasan,
temperamen, dan sebagainya yang berpengaruh terhadap pembentukan sikap. Selain itu, siswa
juga memiliki sikap social yang terbentuk dalam keluarga, misalnya; sentiment golongan, agama
dan sebagainya. Namun beberapa ahli psikolog berpendapat bahwa sikap manusia terbentuk dari
proses pembelajaran dan pengalaman. Menurut Klausmeier (1985), ada tiga metode belajar
dalam rangka pembentukan sikap, yakni:

a. Mengamati dan Meniru; pembelajaran dengan cara ini melalui pengamatan dan
peniruan. Pembelajaran seperti ini dikenal dengan pembelajaran melalui model (learning
through modeling).
b. Menerima Penguatan; pembentukan siswa dengan cara ini dilakukan melalui penguatan
atas perilaku yang ditunjukkan, yakni dengan menerima atas suatu tindakan yang
ditunjukkan. Penguatan dapat berupa ganjaran (penguatan positif) dan hukuman
(penguatan negatif).
c. Menerima Informasi Verbal; pembentukan sikap dan perilaku dilakukan dengan
menyampaikan informasi baik secara lisan ataupun tulisan. Misalnya, menyampaikan
bahyanya penggunaan narkoba. Selain itu dengan mengajak siswa berpikir tentang
sebuah kondisi yang terkait langsung dengan dirinya. Hal ini bisa dilakukan dengan
Tanya jawab (pengajuan pertanyaan). Pengajuan pertanyaan ini sangat penting dalam
upaya menumbuhkan rasa memiliki terhadap sebuah permasalahn dan mengembangkan
pengetahuan siswa tentang alasan peralas anmemiliki sikap dan perilaku yang
diharapkan.

3. Kegiatan Belajar untuk Membentuk Sikap dan Perilaku


Karakter dapat terbentuk sebagai dampak langsung dari pembelajaran atau merupakan
dampak pengiring setelah melakukan aktivitas pembelajaran. Beberapa kegiatan belajar yang
dapat dilakukan untuk membentuk sikap dan perilaku pada diri siswa:
a. Kegiatan Belajar untuk Pembentukan Sikap Menghargai Orang lain
Pembelajaran harus dimulai dari diri sendiri kemudian mulai mengenal
lingkungan sekitar. Seperti yang digambarkan pada gambar di bawah ini :

Negara
Masyarakat
Sekolah
Keluarga
Diri Sendiri

Konsep “menghargai diri sendiri dan orang lain” di sekolah dasar dikembangkan untuk
mempertimbangkan tindakan terhadap orang lain, membuat sekolah bangga, dan membuat
Negara bangga. Sehingga untuk mencapai perilaku atau sikap tersebut kita juga perlu
menghargai siswa. Jadi guru harus menghargai pendapat siswa, menghargai hasil kerja mereka,
tidak menerapkan hukuman, dan selalu membangkitkan kenyamanan bagi siswa dalam belajar.
Tindakan tersebut perlu dilakukan selama proses belajar mengajar dalam mengembangkan
kemampuan siswa menguasai ilmu pengetahuan serta pengembangan minat dan bakatnya. Perlu
diperhatikan bahwa pembentukan karakter harus dilakukan sejak dini, terutama pada jenjang
pendidikan dasar. Pengharagaan terhadap hasil karya mereka dapat membuat mereka
berkembang lebih pesat, sedangkan hukuman akan membuat mereka berhenti untuk
berkarya, bahkan dapat membuat siswa merasa tertekan.

b. Kegiatan Belajar untuk Pembentukan Perilaku Bertanggung Jawab

Pembentukan sikap ini dapat dilakukan dengan membiasakan siswa dalam kegiatan
antrean, membantu orang lain, membersihkan lingkungan dan sebagainya. Setiap kegiatan yang
positif akan memberikan pelajaran berharga bagi siswa dalam membentuk etika moralnya,
misalnya dalam kegiatan mengantri, siswa akan belajar hal-hal seperti:

1. Belajar bersabar menunggu giliran tiba;


2. Belajar menghormati hak orang lain;
3. Belajar disiplin;
4. Belajar tabah;
5. Belajar bersosialisasi; dan
6. Belajar manajemen waktu.
c. Kegiatan Belajar untuk Pembentukan Integritas Diri

Integritas diri terkait dengan kejujuran, dapat dipercaya, adil dan membela kebenaran.
Sikap dan perilaku ini sangat pentik dibentuk pada diri siswa untuk kelangsungan hidupnya
sehingga mereka bisa sukses di masa yang akan dating. Kegagalan pendidikan dalam mebentuk
lulusan yang memiliki integritas menghasilkan pemimpin yang tidak jujur, tidak dapat
dipercaya dan sebagainya.

d. Kegiatan Pembelajaran untuk Membentuk Rasa Peduli


Dalam membentuk sikap peduli, siswa perlu dilatih untuk peduli dan mencintai keluarga,
memperhatikan kondisi orang yang kesulitan, menolong teman yang membutuhkan bantuan,
peduli terhdap lingkungan sekitar dan sebgainya. Menumbuhkan sikap peduli tersebut perlu
dilakukan secara terus menerus sehingga siswa akan terbiasa menjalin kebersamaan dan peduli
terhadap lingkungan di sekitar.

Pembentukan sikap dan perilaku yang lain dapat dilakukan secara simultan ketika siswa
mempelajari sebuah tema, misalnya siswa dilatih untuk jujur dalam mengerjakan tugas, disiplin
dan bertanggung jawab dalam mengerjakan tugas rumah (PR), dan sebagainya. Tahapan
pembentukan sikap sangatlah bergantung pada penerimaan siswa terhadap sikap dan perilaku
yang diintegrasikan dalam dirinya. Tahapan tersebut dapat mengikuti taksonomi berikut:

Menerima Menjalankan Menghargai Mengahayati Mengamalkan


"Jangan berusaha atau mengerjakan sesuatu dengan setengah hati, karena hasil yang
akan kamu dapatkan pun akan menjadi setengahnya." ~ NN

BAB II

PENDEKATAN SAINTIFIK

A. Hakikat Pendekatan Saintifik


Pendekatan scientific dikenal sebagai pendekatan ilmiah. Dalam pelaksanannya,
ada yang menyebut scientific sebagai sebuah pendekatan, namun tak jarang juga disebut
sebagai sebuah metode meskipun karakteristiknya hampir sama.
Machin (2014: 28-35) dalam publikasinya menyebutkan bahwa
pembelajaran dengan pendekatan scientific merupakan suatu proses pembelajaran
yang dirancang agar peserta didik secara aktif membangun konsep, prinsip, atau
hukum melalui tahapan-tahapan mengamati, merumuskan masalah, mengajukan,
atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, menarik kesimpulan, dan
mengomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang “ditemukan”.

Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses, pendekatan


scientific dalam pembelajaran meliputi 5M, yaitu : mengamati, menanya, menalar,
mencoba, membentuk jejaring untuk semua mata pelajaran.

B. Tujuan Pendekatan Saintifik


Pendekatan memiliki beberapa tujuan, diantaranya :
1. Meningkatkan kemampuan intelek, khususnya berpikir tingkat tinggi
2. Untuk membentuk kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan suatu
masalah secara sistematik.
3. Terciptanya kondisi pembelajaran dimana peserta didik merasa bahwa
belajar itu merupakan suatu kebutuhan.
4. Diperolehnya hasil belajar yang tinggi
5. Untuk melatih siswa dalam mengkomunikasikan ide-ide, khususnya dalam
menulis artikel ilmiah.
6. Untuk mengembangkan karakter peserta didik.
C. Prinsip Pendekatan Saintifik
Pendekatan Saintifik memiliki beberapa prinsip dalam menerapkannya,
diantaranya :
1. Pembelajaran berpusat pada siswa, sehingga pada saat pembelajaran siswa
dituntut untuk selalu aktif dalam proses pembelajaran. Siswa mencari tahu bahan
belajar dari berbagai sumber atau pengalamannya sendiri. Sehingga guru hanya
berperan sebagai fasilitator bagi siswa.
2. Pembelajaran membentuk student self concept, setelah siswa melakukan kegiatan
berdasarkan langkah kerja pendekatan saintifik (mengamati, menanya,
mengumpulkan informasi/mencoba, mengasosiasikan/menalar dan
mengkomunikasikannya) diharapkan dapat membangun sendiri konsep sesuai
dengan pemahaman atau teori yang telah dibangunnya berdasarkan kegiatan
tersebut. Sehingga siswa akan cenderung lebih memahami pembelajaran, karena
siswa membangun sendiri konsep dari hasil pembelajarannya.
3. Pembelajaran terhindar dari verbalisme. Verbalisme disini yakni kata-kata yang
tidak ada isinya atau tidak penting atau berbelit-belit dalam mengemukakan
konsep yang telah dibangunnya. Verbalisme biasanya didasari dengan asas
praduga sehingga kurang ilmiah. Maka pada pendekatan saintifik pembelajaran
harus terhindar dari verbalisme.
4. Pembelajaran memberikan kesempatan pada siswa untuk mengasimilasi dan
mengakomodasi konsep, hukum, dan prinsip.
5. Pembelajaran mendorong terjadinya peningkatan kemampuan berpikir siswa,
karena pada pendekatan saintifik siswa dituntuk untuk memiliki keterampilan
berpikir kritis atau berpikir tingkat tinggi untuk memecahkan masalah yang
diamatinya.
6. Pembelajaran meningkatkan motivasi belajar siswa dan motivasi mengajar guru.
7. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih kemampuan dalam
komunikasi. Hal ini dikarenakan di akhir pembelajaran siswa dituntut untuk
mengemukakan (mengomunikasikan) hasil yang telah diperolehnya dan membuat
jejaring.
8. Adanya proses validasi terhadap konsep, hukum, dan prinsip yang dikonstruksi
siswa dalam struktur kognitifnya. Guru harus melakukan validasi terhadap
konsep, hokum atau prinsip yang telah dibangun siswa agar terhindar dari
kekeliruan.
D. Kaidah-kaidah Pendekatan Saintifik
Dalam penerapan pembelajaran berbasis pendekatan saintifik tidak bisa
sembarang, akan tetapi ada kaidah-kaidah atau aturan yang harus diterapkan,
diantaranya :
1. Isi materi pembelajaran merupakan sebuah fakta maupun fenomena yang
benar terjadi dan dapat dijelaskan dengan logika
2. Proses pembelajaran harus tidak melibatkan pemikiran dan sifat-sifat yang
non-ilmiah yang meliputi intusi, akal sehat, prasangka, penemuan melalui
coba-coba, dan asal berpikir kritis (Kemendikbud, 2013:142)
E. Langkah-langkah Pembelajaran dengan Menggunakan Pendekatan Saintifik
Dalam proses pembelajaran dengan pendekatan saintifik menyentuh 3 ranah, yaitu
sikap, pengetahuan dan keterampilan. Dalam proses pembelajaran berbasis pendekatan
ilmiah, ranah sikap fokus pada tujuan agar peserta didik yang “tahu mengapa”. Ranah
keterampilan fokus pada tujuan agar peserta didik “tahu bagaimana”. Dan ranah
pengetahuan fokus pada tujuan agar peserta didik “tahu apa”. Sehingga pada hasil
akhirnya berupa peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi
manusia yang baik (softskills) dan manusia yang memiliki kecakapan serta pengetahuan
untuk hidup secara layak (hardskills) dari peserta didik yang mliputi aspek kompetensi
sikap, keterampilan dan pengetahuan.
Langkah-langkah pendekatan ilmiah (saintifik approach) dalam pembelajaran
meliputi menggali informasi melalui pengamatan, bertanya, percobaan, mengolah data,
menyajikan data, dilanjutkan dengan menganalisis, menalar, kemudian menyimpulkan,
dan mencipta.
1.Mengamati
Selain berperan sebagai fasilitator, yakni sebagai penyedia objek pengamatan,
guru juga dituntut untuk menjadi motivator. Guru harus mampu mendorong siswa agar
merasa tertarik dengan objek yang akan mereka amati. Misalnya guru menceritakan
tentang keunikan dan kehebatan dari objek tersebut.
2.Menanya
Ketika siswa mengajukan pertanyaan, terkadang banyak pertanyaan yang siswa
kemukakan tapi diluar konteks pembelajaran atau tidak sesuai dengan materi/tujuan
pembelajaran. Oleh karena itu, agar kegiatan menanya dapat berlangsung secara efektif,
berikut adalah kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan oleh guru:
a)Memberikan penjelasan kepada siswa tentang kriteria pertanyaan yang dapat mereka
ajukan, misalnya terkait dengan materi/tujuan pembelajaran. pertanyaan yang diajukan
juga tidak hanya menntut jawaban ‘ya’ atau ‘tidak’ saja, ,elainkan pertanyaan yang
yang memerlukan jawaban dengan pemikiran yang panjang.
b)Sekalipun pertanyaan yang diajukan siswa tidak sesuai dengan materi/tujuan
pembelajaran, namun diharapkan guru dapat menampung semua pertanyaan yang
siswa ajukan.
c)Setelah menampung semua pertanyaan, barulah guru dapat menyesuaikan pertanyaan-
pertanyaan tersebut dengan kriteria pertanyaan yangguru inginkan.
d)Kemudian, guru dapat menetapkan pertanyaaan-pertanyaan yang layak dan tidak layak
untuk didiskusikan dalam proses pembelajaran.

Bagi guru, mendorong dan menstimulasi siswa untuk dapat mengajukan


pertanyaan merupakan tugas yang sulit. Dalam kegiatan menanya sangat memungkinkan
jika siswa sulit untuk mengajukan/mengemukakan pertanyaan karena mereka belum
terbiasa. Ketika ada pun siswa yang berani bertanya, biasanya hanya 1-2 siswa dan
didominasi orang yang sama. Seperti yang kita tahu kebanyakan dari siswa tidak berani
mengajukan pertanyaan dikarenakan malu, takut salah, bingung, atau merasa tidak ada
masalah yang harus ditanyakan.

Berikut ini adalah hal-hal yang dapat guru lakukan untuk dapat mendorong siswa
mengajukan pertanyaan:

a)Guru meminta siswa untuk menuliskan pertanyaannya secara tertulis. Dengan ini
seluruh siswa dapat secara leluasa untuk mengemukakan pemikirannya dan
mengajukan pertanyaan.
b)Guru membantu siswa menunjukan persoalan dari objek yang siswa amati untuk
menjadi bahan pertanyaan.
c)Guru memberikan sejumlah kata kunci sebagai stimulus untuk mendorong siswa agar
mampu mengajukan pertanyaan.

Berikut adalah kategori pertanyaan yang mungkin diajukan para siswa:

Kategori Arti Contoh


Pertanyaan yang memiliki lebih dari Bangun datar apa saja yang
Terbuka
satu jawaban yang benar. kalian ketahui ?
Pertanyaan yang hanya memiliki satu Bangun datar yang keempat
Tertutup
jawaban yang benar. sisinya sama disebut ?
Sebuah balok kayu
Pertanyaan yang hanya bisa dijawab mempunyai panjang 10 cm,
Produktif melalui pengamatan, percobaan atau lebar 8 cm, dan tinggi 6 cm.
penyelidikan. Berapakah luas balok kayu
tersebut?
Pertanyaan yang dapat dijawab hanya
dengan melihat, tanpa harus melakukan
Tidak produktif Apakah nama benda ini?
ppengamatan, percobaan, atau
penyelidikan.
Apakah yang akan
Interpretatif, pertanyaan yang
dilakukan oleh ibu dengan
Imanjinatif jawabannya di luar
4 loyang martabak yang
benda/gambar/kejadian yang diamati.
dibelinya ?
Pertanyaan yang jawabannya dapat Melalui gambar, guru
Faktual dilihat pada benda/kejadian yang bertanya: “Apa yang
diamati. sedang petani ini lakukan?”

Guru harus memahami kualitas pertanyaan, sehingga menggambarkan tingkatan kognitif


seperti apa yang akan disentuh, mulai dari tingkatan yang rendah sampai tingkatan yang tinggi.
Berkut adalah bobot pertanyaannya:

Tingkatan Sub-tingkatan Kata kunci Pertanyaan


 Apa...
 Siapa...
 Kapan...
 Dimana...
Pengetahuan
 Sebutkan...
(Knowledge)
 Jodohkan atau pasangkan...
 Persamaan kata...
 Golongkan...
 Berilah nama...
 Terangkanlah...
 Bedakanlah...
Kognitif yang  Terjemahkanlah...
Pemahaman
lebih rendah  Simpulkan...
(Komprehension)
 Bandingkan...
 Ubahlah...
 Berikan interpretasi...
 Gunakanlah...
 Tunjukanlah...
 Buatlah...
Penerapan  Demonstrasikanlah...
(Aplication)  Carilah hubungan...
 Tulislah contoh...
 Siapkanlah...
 Klasifikasikanlah...
Kognitif yang Analisis  Anlisislah...
lebih tinggi (analysis)  Kemukakan bukti-bukti...
 Mengapa...
 Identifikasikan...
 Tunjukanlah sebabnya...
 Berilah alasanalasan....
 Ramalkanlah...
 Ciptakanlah...
 Susunlah...
Sintesis
 Rancanglah...
(synthesis)
 Tulislah...
 Apa yang terjadi seandainya...
 Kembangkan...
 Berilah pendapat...
 Alternatif ana yang lebih
baik...
 Stujukan anda...
Evaluasi
 Kritiklah...
(evaluation)
 Berikan alasan...
 Nilailah...
 Bandingkan...
 Bedakanlah...

3. Mengumpulkan Informasi/Mencoba

Agar siswa memperoleh hasil belajar yang nyata, siswa harus melakukan percobaan.
Agar pelaksanaan percobaan dapat berjalan lancar, maka guru harus melakukan hal--hal beriku:

a) Merumuskan tujuan eksperimen/percobaan yang akan dilakukan.


b) Mempersipkan alat dan bahan yang diperlukan.
c) Memperhitungkan tempat dan waktu.
d) Mempersiapkan lembar kerja siswa untuk percobaan.
e) Menjelaskan masalah/materi yang akan diji coba.
f) Membimbing siswa melakukan dan mengamati percobaan.
g) Membimbing siswa untuk mencatat/menarik kesimpulan dari percobaan.
h) Mengumpulkan hasil kerja siswa dan mengevaluasinya.
4. Mengasosiasikan/mengolah Informasi/Menalar

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (2008: 98) asosiasi adalah tautan dalam ingatan
pada orang atau barang lain; pembentukan hubungan atau pertalian antara gagasan, ingatan,
atau kegiatan pancaindra. Dalam pendekatan ini, mengasosiasikan diartikan sebagai
pendalaman dari penerapan pemahaman sebuah konsep terhadap konsep lain yang sama
maupun yang berbeda. Permwndikbud Nomor 81a Tahun 2013, kegiatan mengasosiasi adalah
memproses informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari haris
mengumpulkan/eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan
mengumpulkan informasi. Kegiatan ini dilakukan untuk menemukan keterkaitan satu
informasi dengan informasi yang lainnya.

Kegiatan mengasosiasi ini juga dapat diistilahkan sebagai kegiatan menalar. Dalam
Kurikulum 2013, kegiatan menalar merupakan kerangka proses pembelajaran dengan
pendekatan ilmiah untuk menggambarkan bahwa guru dan siswa sama-sama menjadi pelaku
aktif. Menalar merupakan sebuah proses berfikir logis dan sistematis atas faktafakta empiris
yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Berikut adalah
kegiatan yang dapat siswa lakukan dalam proses bernalar:

a) Membaca berbagai referensi untuk dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang


diajukan.
b) Melakukan observasi atau pengamatan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
bersifat faktual.
c) Melakukan percobaan labolatorium untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang bersifat
ilmiah.
d) Melakukan wawancara terhadap narasumber untuk menjawab pertanyaan bersifat
pendapat ahli.

Kegiatan-kegiatan tersebut dapat dilakukan individu maupun kelompok, berhgantung


kepada kompleksitas permasalahan yang ada. Permasalahan yang sekiranya dapat dijawab
dengan membaca referensi bisa dijadikan kegitan individu atau perorngan. Sementara
permaslah yang bersifat luas dan kompleks dapat menjadi kegiatan kelompok.
Tentu saja, kegiatan menalar tidak akan menjadi efektif jika siswa hanya mengandalkan
pemahaman seadanya. Karena itu, peran guru sebagai fasilitator dalam sarana pembelajaran
antara lain adalah menyipkan berbagai referensi yang mendukung yang dapat siswa gunakan
unruk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.

5. Mengkomunikasikan

Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, kegiatan mengkomunikasikan adalah


menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis
atau media lainnya. Dalam pendekatan sientific ini guru diharapkan dapat memberi
kesempatan kepada siswa untuk mengkomunikasikan apa saja yang mereka pelajari dan
dapatkan selama proses pembelajaran. Jadi, secara sederhana mengkomunikasikan adalah
menyampaikan hasil kegiatan sebelumnya kepada orang lain secara lisan maupun tulisan.
Kegiatan ini dapat dilakukan dengan menuliskan atau menceritakan kembali apa yang siswa
dapat dari kegiatan sebelumnya.

Kegiatan mengkomunikasikan dapat dilaksanakan dengan cara-cara berikut, misalya


siswa/perwakilan kelompok membacakan pendapatnya di depan kelas untuk mendapatkan
tanggapan dari siswa/kelompok lain, siswa dapat menunjukan hasil karyanya di mading
sekolah, siswa/kelompokdapat menyerahkan hasil karyanya kepada siswa/kelompok lain.
Kegiatan mengkomunikasikan sebenarnya tidak menuntut siswa untuk melakukan hal-hal
yang besar atau membuat karya-karya yang besar. Kegiatan ini dapat berupa kesimpulan
pribadi/kelompok, catatan lapangan, ringkasan, laporan kegiatan dan masih banyak lagi.
Guru diharapkan dapat selalu menghargai apapun dan bagaimanapun hasil kreativitas siswa.

Kegiatan mengkomunikasikan sangat penting dalam pembelajaran, ini karena kegiatan


tersebut sebagai bentuk apresiasi guru terhadap siswa atas seluruh kegiatan pembelajaran
yang berlangsung sebelumnya. Adanya kegiatan mengkomunikasikan dapat menjadikan
pembelajaran lebih bermakna bagi siswa, karena mereka akan merasa dihargai dibandingkan
dengan hasil karya-karya/kesimpulan/laporan yang telah mereka buat hanya sekedar tugas
tanpa penilaian yang berlanjut. Selain sebagai apresiasi, kegiatan mengkomunikasikan juga
sangat penting dalam mengembangkan sikap jujur, aktif, percaya diri, teliti, toleransi, dan
bertannggung jawab.
BAB III

KARAKTERISTIK SISWA DAN GURU SEKOLAH DASAR


A. Karakteristik Siswa Sekolah Dasar

Pada dasarnya, karakteristik belajar dibedakan dari usia dan perkembangannya. Anak
dalam usia yang berbeda memiliki cara pemahaman yang berbeda pula. Seperti kita tahu dalam
teori Piaget, anak usia sekolah dasar merupakan anak yang perkembangan intelektualnya belum
pada tahap pemikiran formal dan masih berfikir pada pola konkrit. Mereka memahami sesuatu
dari apa yang mereka lihat atau dapat mereka amati.

B. Karakteristik Guru yang diharapkan dalam pembelajaran Matematika di SD

Dalam proses pembelajaran, guru harus memiliki kemampuan mengintegrasikan ilmu


pengetahuan dengan pola pemahaman peserta didik. Menjadikan suatu definisi atau penjelasan
menjadi lebih sederhana sehingga mudah dipahami oleh peserta didik, dan menghubungkan
antara fakta-fakta sekitar dengan teori yang akan disampaikan.

R. Soedjadi (2000) dalam bukunya menyatakan bahwa penyajian atau pengungkapan


butir-butir matematika yang akan disampaikan disesuaikan dengan pemikiran perkembangan
intelektual peserta didik. Mungkin dengan mengaitkan butir yang akan disampaikan dengan
realitas disekitar siswa atau disesuaikan dengan pemakaiannya.

Matematika merupakan ilmu yang erat kaitannya dengan bilangan, angka dan juga
simbol. Matematika merupakan ilmu formal yang bersangkutan dengan ide ide dengan kata lain
merupakan ilmu abstrak. Maka sebagai seorang guru, perlu adanya langkah atau cara untuk
menyatukan pola pemikiran siswa dengan teorema matematika agar dapat ditangkap secara
mudah oleh nalar peserta didik

“Seorang guru matematika harus berusaha untuk mengurangi sifat abstrak dari objek
matematika itu sehingga memudahkan siswa menangkap pelajaran matematika di
sekolah. Dengan lain kata seorang guru matemarika, dengan perkembangan penalaran
siswa, harus mengusahakan agar “fakta”, “konsep”, “operasi” ataupun “prinsip” dalam
matematika itu terlihat konkrit. Di jenjang sekolah dasar, sifat konkret objek matematika
itu diusahakan lebih banyak atau lebih besar dari pada di jenjang sekolah yang lebih
tinggi.” R. Soedjadi (2000)

Pola pikir antar guru dan peserta didik tentunya memiliki perbedaan. Maka dari itu cara kita
memahami suatu materi dengan bagaimana siswa memahami materi tersebut juga akan berbeda
disesuaikan dengan tahap perkembangan intelektualnya. Guru harus memahami bagaimana
karakteristik anak didiknya agar dapat memberikan pemahaman kepada peserta didik mengenai
matematika. Tidak dipungkiri bahwa saat ini masih banyak guru yang memberikan konsep
konsep matematika sesuai dengan pola pikirnya, tanpa menyadari bahwa anak didik pada
usianya tidak memiliki pola pikir yang abstrak seperti orang dewasa. Terkadang guru
menyepelekan hal ini dan menganggap siswa mampu memahami materi dengan cara
mengajarnya. Padahal dalam kenyataannya siswa kesulitan memahami materi ajar.

Matematika merupakan ilmu yang abstrak maka untuk memberikan pemahaman konsep
yang abstrak perlu menggunakan alat peraga.. Matematika juga dapat mengubah pola pikir
seseorang menjadi pola pikir yang matematiks, sistimatis, logis, kritis dan cermat. Tetapi sistim
matematika ini tidak sejalan dengan tahap perkembangan mental anak, sehingga yang dianggap
logis dan jelas oleh orang dewasa pada matematika, masih merupakan hal yang tidak masuk akal
dan menyulitkan bagi anak

Bilangan itu tidak dapat ditangkap oleh panca indra kita karena merupakan hasil abstraksi
yang hanya dapat dimengerti oleh pikiran. Maka dari itu guru harus mampu menghantarkan
siswa pada fakta sekitar yang berhubungan.

Contoh (Kelas 1)
Guru ingin menjelaskan mengenai bilangan asli kepada peserta didiknya. Untuk mengenalkan
bilangan asli kepada siswa guru menggunakan alat indera dan benda sekitar kelas sebagai fakta
dari bilangan asli. Sebagaimana manusia memiliki 1 hidung, 2 buah mata, 4 buah jempol, 5 buah
jari tangan kanan, 10 buah jari tangan keseluruhan dsb.

Ada beberapa aspek yang perlu dimiliki oleh seorang pendidik, diantaranya :

1. Kompetensi Mendidik (Pedagogy); dalam kompetensi ini guru harus memiliki


pemahaman atau wawasan atau landasan kependidikan, memahami karakteristik gaya
belajar dari setiap peserta didik, mampu merancang pembelajaran dengan baik
(mengembangkan kurikulum, silabus, dan sebagainya), memanfaatkan teknologi
pembelajaran, mampu mengevaluasi pembelajaran dengan baik dan benar, serta
mengaktualisasi kemampuan siswa.
2. Kompetensi kepribadian; seorang guru harus memiliki kepribadian yang mantap (tidak
labil), guru harus stabil (tidak mudah terbawa arus), harus memiliki sikap yang dewasa
(tidak kekanak-kanakan), bijaksana, berwibada serta menjadi teladan bagi siswanya.
3. Kompetensi sosial; guru harus mampu berkomunikasi dengan masyarakat dan siswa,
mampu menggunakan tulisan dan lisan dengan baik.
4. Kompetensi professional; guru harus memiliki landasan pendidikan (filsafat,
metodelogis, psikologis, pedagogi dan sebaginya), perlunya menerapkan landsan
pendidikan, mampu memanajemen administrasi atau data siswa dengan baik (latar
belakang siswa).

Education is not preparation for life; education is life itself.  ~John


Dewey

Bagi orang yang tidak berpendidikan, huruf A hanyalah sebuah


tiga garis. ~ A.A Milne

The one real object of education is to have a man in the condition


of continually asking questions.  ~Bishop Mandell Creighton
BAB IV

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH DASAR


A. Karakteristik Matematika Di Sekolah Dasar
Matematika adalah suatu disiplin ilmu yang universal yang menjadi dasar dari
perkembangan teknologi modern. Matematika dapat meningkatkan kemampuan berpikir logis,
analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta bekerjasama. Dengan demikian pendidikan
matematika mampu menjadikan seseorang sebagai Sumber Daya Manusia yang berkualitas dan
memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi sesuai dengan
tuntutan kebutuhan,

Hal tersebutlah yang menjadi dasar dari pemikiran bahwa matematika menjadi sangat
dibutuhkan sejak usia dini, anak didik terutama di sekolah dasar memerlukan matematika untuk
memenuhi kebutuhan dan memecahkan masalah dalam kehidupannya sehari-hari. Misalnya,
dapat menghitung isi dan berat suatu benda menggunakan kalkulator dan komputer serta
menjadikan matematika sebagai dasar dari ilmu selanjutnya seperti fisika, kimia, arsitektur,
farmasi, geografi, ekonomi, dan sebagainya.

Sekarang, apa yang dimaksud dengan matematika sekolah ?

Matematika sekolah adalah matematika yang telah dipilah-pilah dan disesuaikan


dengan tahap perkembangan intelektual siswa, serta digunakan sebagai salah satu sarana untuk
mengembangkan kemampuan berpikir bagi para siswa. Ada sedikit perbedaan antara matematika
sebagai ilmu dengan matematika sekolah. Perbedaan itu dalam bentuk penyajian, pola pikir,
keterbatasan semesta, dan tingkat keabstrakan (Sumardyono, 1994: 43-44).
Perbedaan tersebut dapat dipaparkan sebagai berikut:
1. Penyajian
Penyajian diawali dengan taraf perkembangan berpikir siswa. Pendekatan yang induktif
dan mengguanakan obyek konkrit merupakan sarana yang tepat untuk membelajarkan
matematika di tingkat Sekolah Dasar, mengingat bahwa kemampuan berpikir siswa
Sekolah Dasar masih dalam tahap operasional konkrit.
Contoh penyajian topik pembagian, pembagian sehrusnya tidak langsung menyajikan
dalam bentuk matematika, semisal 10 : 2 = 5. Di dalam penyajian mungkin akan lebih
mudah untuk dipahami oleh anak Sekolah Dasar apabila menggunakan 10 buah pensil
yang dibagi untuk 2 anakmaka setiap anaknya mendapat 5 buah pensil
2. Pola Pikir
Pembelajaran matematika di sekolah dapat menggunakan pola pikir deduktif maupun pola
pikir induktif.Hal ini dapat disesuaikan dengan topik bahasan dan tingkat intelektual
siswa.Sebagai kriteria umum, biasanya siswa di SD menggunakan pendekatan induktif
terlebih dahulu, sebab hal ini lebih memungkinkan siswa untuk menangkap pengertian
yang dimaksud.
3. Keterbatasan Semesta
Keterbatasan semesta disini adalah menyesuaikan dengan tingkat perkembangan
intelektual siswa.Materi matematika yang disajikan dalam jenjang pendidikan juga
menyesuaikan dalam kerumitan semestanya. Semakin meningkat perkembangan
intelektual siswa, maka semakin semesta matematika semakin luas
4. Tingkat Keabstrakan
Tingkat keabstrakan juga menyesuaikan dengan tingkat perkembangan intelektual
siswa.Di sekolah dasar (SD), untuk memahami materi pelajaran dimungkinkan untuk
mengkonkretkan obyek-obyek matematika.Akan tetapi, hal ini berbeda untuk jenjang
sekolah yang lebih tinggi.Semakin tinggi jenjang sekolah, tingkat keabstrakannya
semakin tinggi pula.
Contoh untuk tingkat SD yaitu saat pembelajaran fakta mengenai bilangan di SD. Siswa
tidak langsung diperkenalkan dengan simbol “1”, “2”, “3”, “4”, ... beserta urutannya,
tetapi dimulai dengan menggunakan benda-benda yang konkret dan menyuguhkan sifat
urutan/relasi sebagai sifat “lebih banyak” atau “kurang banyak”.
Pembelajaran matematika di sekolah terkhusus di Sekolah Dasar lebih diarahkan untuk
pencapaian kompetensi dasar oleh peserta didik.Di dalam kegiatan pembelajaran
matematika tidak berorientasi hanya pada penguasaan materi matematika, tetapi materi
matematika diposisikan sebagai alat dan sarana siswa untuk mencapai kompetensi.Maka
daripada itu, uang lingkup matematika yang dipelajari di sekolah harus disesuaikan
dengan kompetensi siswa.
Berikut di bawah ini peran,fungsi, dan tujuan matematika sekolah :
1. Peran Matematika Sekolah
Matematika dipelajari untuk peserta didik agar dapat memenuhi kebutuhan dan
memecahkan masalah dalam kehidupannya sehari-hari secara praktis, namun tidak hanya
itu matematika dipelajari untuk perkembangan matematika itu sendir, karena jika
matematika tidak dipelajari maka akan punah. Dan melihat secara karakteristiknya yang
hierarkis, unruk mempelajari matematika lebih lanjut harus mempelajari matematika
yang lebih dasar.
Maka jelas sudah bahwa matematika sekolah mempunyai peranan yang angat penting
baik bagi siswa supaya punya bekal pengetahuan dan untuk pembentukan sikap serta pola
pikirnya, warga negara pada umumnya supaya dapat hidup layak, untuk kemajuan
negaranya, dan untuk matematika itu sendiri dalam rangka melestarikan dan
mengembangkannya.
2. Tujuan Matematika Sekolah
Secara umum Tujuan matematika sekolah digolongkan menjadi :
a. Tujuan bersifat formal, menekankan kepada menata penalaran dan membentuk
kepribadian siswa
b. Tujuan bersifat material, menekankan kepada kemampuan memecahkan masalah dan
menerapkan matematika

B. Pentingnya Matematika Secara Umum


Matematika merupakan ilmu yang memiliki peran penting bagi kemajuan manusia. Sejak
dahulu matematika telah dipelajari, dikembangkan dan digunakan untuk menyelesaikan
permasalahan dalam kehidupan sehari-hari, contohnya masalah perdagangan. Sampai saat ini
pun matematika masih digunakan, baik untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan ataupun
membantu dalam mengembangkan disiplin ilmu lain.

Pentingnya belajar matematika tidak terlepas dari perannya dalam berbagai aspek
kehidupan. Selain itu dengan mempelajari matematika sesorang menjadi terbiasa berpiki secara
sistemasi, ilmiah, menggunakan logika, kritis dan mampu meningkatkan daya kreativitasnya.
Mengingat pentingnya matematik dalam kehidupan sehari-hari, maka dari itu matematika perlu
dipahami dan dikuasai oleh semua lapisan masyarakat.

Pembelajaran matematika merupakan pengembangan pikiran yang rasional bagaimana kita


dapat mereflesikan dalam kehidupan sehari-hari. Pentingnya matematika dalam kehidupan
sehari-hari adalah sebagai berikut:

1. Matematika memiliki cara berpikir yang sistematis, yaitu melalui urutan yang teratur dan
tertentu. Dengan seperti itu otak kita akan terbiasa untuk memecahkan masalah secara
sistematis. Sehingga bila diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat
menyelesaikan setiap masalah dengan lebih mudah.
2. Matematika memiliki cara berpikir yang deduktif, yaitu kesimpulan ditarik dari hal-hal
yang bersifat umum, bukan dari hal-hal yang bersifat khusus. Dengan seperti itu kita
menjadi terhindar dengan cara berpikir menarik kesimpulan secara “kebetulan”.
3. Belajar matematika dapat melatih kita menjadi manusia yang lebih teliti, cermat, dan
tidak ceroboh dalam bertindak.
4. Belajar matematika mengajarkan kita untuk menjadi orang yang sabar dalam menghadapi
segala hal yang kita lewati dalam hidup ini. Saat kita mengerjakan soal matematika yang
penyelesaiannya sangat rumit dan panjang, tentu kita harus bersabar dan tidak cepat putus
asa, jika ada lamgkah yang salah, coba untuk diteliti lagi dari awal, jangan-jangan ada
angka yang salah, jangan-jangan ada perhitungan yang salah, sampai kita menemukan
jawaban yang benar. Begitu pula kita dapat mengplikasikan kesabaran itu dalam hidup
kita, terutama bila kita menghadapi suatu masalah.
C. Pentingnya Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

Matematika memiliki fungsi sebagai salah satu alat untuk menyampaikan atau memahami
suatu informasi, dapat melalui persamaan, model-model matematika, soal cerita, maupun soal
uraian. Bila seorang siswa dapat melakukan perhitungan, tetapi tidak tahu alasan mengapa
mereka harus memahami dan melakukan hal tersebut, maka ada yang salah dengan
pembelajarannya atau ada sesuatu yang belum dipahami.

Belajar matematika merupakan pembentukkan pola pikir bagi siswa dalam memahami
suatu pengertian dalam penalaran suatu hubungan diantara pengertian-pengertian itu. Tim
MKPBM jurusan pendidikan matematik (2001:55) menjelaskan “Dalam pembelajaran
matematika, para siswa dibiasakan untuk memperoleh pemahaman melalui pengalaman tentang
sifat-sifat yang dimiliki dan yang tidak dimiliki dari sekumpulan objek (abstrak)”

Dalam hal ini diharapkan siswa mampu menangkap pengertian dari suatu konsep,
maupun menuangkan sesuatu berdasarkan kecenderungan kepada pengalaman atau pengetahuan
yang dikembangkan. Pola pikir induktif maupun deduktif yang semuanya ini harus disesuaikan
dengan perkembangan kemampuan siswa. Sehingga pada akhirnya dapat membantu kelancaran
proses pembelajaran matematika di sekolah.

Pembelajaran matematik di Sekolah Dasar sangat penting, beberapa alasan pembelajaran


matematika penting untuk di pelajari di Sekolah Dasar adalah: (Depdikbud, 1996)

1. Mempersiapkan siswa agar mampu menghadapi perubahan keadaan dalam kehidupan


melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran logis, rasional, kritis, cermat, jujur dan
efektif.
2. Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika
dalam kehidupan sehari-hari dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan.
3. Menambah dan mengembangkan ketrampilan  berhitung dengan bilangan sebagai alat
dalam kehidupan sehari-hari.
4. Mengembangkan pengetahuan dasar matematika dasar sebagai bekal untuk melanjutkan
kependidikan menengah.
5. Membentuk sikap logis, kritis, kreatif, cermat dan disiplin. 
D. Ruang Lingkup Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

Pembelajaran matematika di sekolah dasar memiliki ruang lingkup tersendiri. Menurut


Bafedal ( 2011 : 10 ) ruang lingkup mata pelajaran matematika pada satuan SD / MI meliputi
aspek – aspek sebagai berikut : (1) bilangan. (2) geometri. (3) pengukuran.

BAB V

KRITERIA GURU DALAM PENDEKATAN SAINTIFIK

A. Kriteria Guru Dalam Menerapkan Pembelajaran Dengan Menggunakan


Pendekatan Saintifik

Dalam implementasi pendekatan saintifik, guru harus menciptakan suasana belajar yang
kooperatif, bukan kompetitif. Guru juga diharapkan mampu meningkatkan kesadaran peserta
didik untuk membuat rumusan hasil kajian yang terbuka untuk sebuah perbaikan. Selain itu, guru
harus kreatif dalam menyajikan pembelajaran. Keterampilan Kreatif disini mencakup beberapa
aspek seperti yang digambarkan pada gambar di bawah ini:
Terampil
Mengatur

Terampil Terampil
Bertanya Menyajikan

Guru
Kreatif

Terampil Terampil
Membuat Mencari
Rancangan Hubungan

Terampil
Melakukan
Aktivitas

Guru yang kreatif harus terampil mengatur, terutama mengatur lingkungan belajar yang
menunjang proses pembelajaran. Guru harus mampu mengatur suasana atau kondisi pada saat
pembelajaran agar siswa tetap termotivasi untuk belajar. Siswa akan malas belajar atau
mengembangkan yang kreatif jika pekerjaannya tidak dihargai atau diledek sehingga disini guru
perlu mengatur agar siswa lain tidak mengolok-ngolok siswa yang kurang dalam belajarnya.

Guru yang kreatif harus terampil dalam menyajikan materi secara langsung dan mengatur
cara agar siswa sering merespons. Guru harus berupaya agar siswa tidak merasa jenuh atau bosan
dan guru secara aktif terus memberikan rangsangan afektif serta minat kognitif untuk menarik
perhatian siswa dalam belajar. Penyajian materi atau pembelajaran yang menarik akan menarik
minat siswa untuk belajar dan menstimulus kedua bagian otak untuk berkembang. Oleh karena
itu, guru harus antusias dan memasang harapan yang tinggi pada hasil belajar siswa. Penyajian
materi sebaiknya merupakan materi yang dekat dengan lingkungan anak dan berdasarkan
pengalaman anak sehingga pembelajaran akan lebih mudah dipahami anak dan bermakna.

Guru yang kreatif harus terampil bertanya, maksudnya disini ialah guru harus mampu
mengajukan pertanyaan yang merancang siswa untuk berfikir tingkat tinggi atau berfikir kritis.
Seperti misalnya, berpikir tentang hubungan, alternative dan kemungkinan yang akan timbul jika
terjadi suatu masalah. Guru yang terampil dalam mengajukan pertanyaan adalah guru yang
mampu : (1) Mengajukan banyak pertanyaan; (2) Mengajukan pertanyaan yang membutuhkan
pemikiran mendalam; (3) Sering memberikan pertanyaan lanjutan (tidak langsung menjawab);
(4) Memeriksa jawaban yang benar dan yang keliru; dan (5) mengajukan pertanyaan terbuka
yang membutuhkan pemikiran divergen. Contoh pertanyaan yang merangsang pemikiran
divergen:

1. Apa yang terjadi jika ……… ?


2. Bagaimana hubungan yang terjadi antara ……….?
3. Hal apa lagi yang mungkin terjadi jika ……… ?
Guru yang terampil bertanya biasanya tidak langsung menjawab pertanyaan siswa, akan
tetapi mengajukan pertanyaan lain untuk menjawab pertanyaan tersebut. Pertanyaan yang
diajukan justru akan memicu siswa untuk mengajukan lebih banyak pertanyaan.

Guru yang kreatif harus terampil merancang aktivitas yang beragam dan memungkinkan
siswa terlibat secara penuh selama proses pembelajaran. Siswa akan merasa jenuh apabila
metode yang digunakan tidak bervariasi, namun sebaliknya siswa akan termotivasi untuk belajar
apabila metode yang digunakan bervariasi. Selain itu, guru juga perlu mengetahui gaya belajar
siswa. Selain saintifik guru juga bisa menggunakan model pembelajaran discovery dan inquiry
yang tidak memiliki perbedaan jauh dengan pembelajaran saintifik.

Guru kreatif harus terampil mengomunikasikan perhatian pada kemajuan siswa dalam
berpikir orisinil dan berekspresi kreatif. Guru harus memberikan umpan balik yang konstruktif
dalam mengembangkan kreativitas siswa. Berikan kesempatan pada siswa untuk mengkonstruk
dan mengkomunikasikan hasil yang diperolehnya selama proses pembelajaran. Orisinalitas disini
terkait dengan kemampuan siswa untuk mengembangkan ide atau produk dengan caranya sendiri
(cara baru).

Semua aspek di atas perlu dimiliki guru ketika menerapkan pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan saintifik. Tanpa aspek-aspek di atas maka tujuan dari pembelajaran
dengan pendekatan saintifik akan kurang tercapai. Selain itu, kriteria guru dalam menerapkan
pembelajaran yang berbasis saintifik harus memiliki sikap ilmiah dan terhindar dari sikap ilmiah
serta bijaksana dalam melihat atau menilai hasil dari pembelajaran tersebut.
BAB VI

PENELITIAN YANG MENDUKUNG PENDEKATAN SAINTIFIK

PENELITIAN YANG MENDUKUNG PENDEKATAN SAINTIFIK

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dewa Ayu Tri Megawati, I Wayan Wiarta, I.
B. Surya Manuaba yang berjudul “Penerapan Pendekatan Saintifik dengan Penilaian
Proyek untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Hasil Belajar Pengetahuan
Matematika Siswa Kelas IVB SD” menyimpulkan Penerapan pendekatan saintifik dengan
penilaian proyek dapat meningkatkan hasil belajar pengetahuan matematika siswa kelas IVB SD Negeri 1
Peguyangan. Hal ini dapat terlihat dari persentase rata-rata nilai kemampuan penalaran siswa pada
pembelajaran matematika siklus I dari 68,88% atau berada pada kriteria sedang menjadi 82,73% atau
berada pada kriteria tinggi pada siklus II. 3) Kentuntasan klasikal siswa kelas IVB SD Negeri 1 Peguyangan
mencapai 48,71% pada siklus I dan 82,05% pada siklus II dari 32 siswa yang memiliki nilai lebih atau
sama dengan KKM yaitu 75,00. Sehingga indikator keberhasilannya tercapai.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Azhar Sulistiyono yang berjudul “Pendekatan
Scientific dengan Media Realia untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa
Kelas V SD Negeri Blotongan 03 Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga” menyimpulkan

BAB VII

SKENARIO PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN


PENDEKATAN SAINTIFIK

Anda mungkin juga menyukai