Makalah Bahasa Daerah Kelompok 8
Makalah Bahasa Daerah Kelompok 8
OLEH KELOMPOK 8
Krisna David 2314016033
Rovaldi Al A’Araf Heru Putera 2314016052
Ratnya Sabita Nur Mahmuda 23140160 56
Bintang Maharani 2314016060
SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
PROVINSI KALIMANTAN TIMUR
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang,
kami panjatkan puji dan syukur atas kehadiran-Nya yang telah memberikan
rahmat, bimbingan dan hidayah-Nya kepada kami sehingga dapat terselesaikannya
makalah pada mata kuliah Pengantar Ilmu Budaya yang membahas tentang
Bahasa Daerah Kalimantan Timur Penggunaan Bahasa Banjar di Kota Samarinda.
Makalah ini telah kami persiapkan sebaik mungkin dan kami mendapatkan
bantuan dari berbagai sumber untuk memudahkan penyusunan makalah ini. Untuk
itu kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut serta dalam
penyusunan makaalah ini.
Terlepas dari itu semua, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat
kesalahan baik pada struktur kalimat maupun tata bahasa. Oleh karena itu, kami
menyambut dengan baik segala saran dan kritik pembaca demi penyempurnaan
artikel ilmiah ini.
Akhir kata dari kami, semoga makalah tentang Bahasa Daerah Kalimantan Timur
Penggunaan Bahasa Banjar di Kota Samarinda dapat menambah wawasan pada
pembaca.
Penyusun kelompok 8
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................4
A. Latar Belakang..........................................................................................4
B. Rumusan Masalah.....................................................................................6
C. Tujuan Pembuatan Makalah......................................................................6
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................7
A. Peranan dan Kedudukan Bahasa Banjar....................................................7
B. Bahasa Lain Yang Sering Digunakan di Samarinda..................................7
C. Perbedaan dan Persamaan Bahasa Banjar dan Kutai................................9
D. Jenis-Jenis dan Contoh Kata Bahasa Banjar...........................................11
E. Penggunanaan Bahasa Banjar Dalam Kehidupan Sehari-Hari................14
BAB III PENUTUP...............................................................................................16
B. Kesimpulan..............................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................18
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengertian Bahasa menurut Wibowo adalah sistem simbol bunyi yang bermakna
dan berartikulasi (dihasilkan oleh alat ucap) yang bersifat arbitrer dan
konvensional, yang dipakai sebagai alat berkomunikasi oleh sekelompok manusia
untuk melahirkan perasaan dan pikiran (Wahyu Wibowo, 2001: 3). Sedangkan
daerah adalah tempat sekeliling atau yang termasuk di lingkungan suatu kota
(wilayah dan sebagainya) (W.J.S PoerwaDarminta, 1993: 220). Dari pengertian di
atas dapat disimpulkan bahwa Bahasa daerah merupakan simbol atau bunyi yang
bermakna dan berartikulasi yang digunakan di lingkungan suatu kota atau wilayah
yang dipakai sebagai bahasa penghubung antar daerah di wilayah Republik
Indonesia. Bahasa daerah merupakan bagian dari kebudayaan Indonesia yang
hidup sesuai dengan penjelasan Undang Undang Dasar 45 yang berhubungan
dengan bab XV pasal 36 (Rahman, 2016).
Dalam historiografi tradisional Kutai diwartakan bahwa ketika calon raja
pertama Kutai Kertanegara, Aji Batara Agung Dewa Sakti, masih kanak-kanak,
dilakukan upacara tijak tanah untuk Putri Karang Melanu di Negeri Jaitan Layar.
Lokasi ini sekarang di Desa Kutai Lama, Kecamatan Anggana, Kabupaten Kutai
Kartanegara, sebuah kawasan di hilir Sungai Mahakam dari arah tenggara
Samarinda. Pada ritual tesebut penduduk dari enam negeri Samarinda turut datang
ke Jaitan Layar. Tidak disebutkan secara rinci suku apa yang mendiami enam
negeri tersebut (Sarip, 2017: 23). Namun, berdasarkan linimasa kejadiannya,
dapat dipastikan bahwa penduduk tersebut bukan dari suku Bugis karena
rombongan Bugis Wajo baru merantau ke daerah Samarinda Seberang pada awal
abad ke-18. Sebelum kedatangan rombongan dari Pulau Sulawesi, Samarinda
bukanlah terra incognita atau kawasan kosong yang tidak berpenghuni. Dalih
berdirinya Kota Samarinda karena kedatangan manusia dari pulau seberang,
otomatis gugur karena telah eksis permukiman penduduk di tanah Samarinda jauh
sebelum kehadiran pendatang.
Kerajaan Kutai Kertanegara mempunyai relasi sebagai monarki vasal dari
Kerajaan Banjar sejak zaman Maharaja Suryanata hingga era Kesultanan Banjar
(Poesponegoro & Notosusanto, 2008: 85; Ras, 1990: 323). Hal ini berpengaruh
pada tumbuhnya kultur dan peradaban Banjar di Samarinda. Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia melalui Badan Pengembangan
Bahasa dan Perbukuan telah mengakui dialek Banjar Samarinda sebagai satu di
antara bahasa Melayu yang dipergunakan dalam masyarakat Kalimantan Timur
(Petabahasa.Kemdikbud.go.id, 2019).
Beberapa komunitas pendatang dari luar Kalimantan, yakni Sulawesi, Jawa,
Tiongkok, yang turut bermukim di Samarinda untuk motif ekonomi, juga
terpengaruh dengan kultur Banjar terutama penggunaan bahasa Banjar sebagai
bahasa pergaulan (lingua franca). Dalam konteks ini, bahasa merupakan sebuah
unsur kebudayaan universal yang menunjukkan identitas sebuah komunitas atau
bangsa. Banjar sebagai pembentuk bahasa daerah Samarinda mengindikasikan
hegemoni orang Banjar yang lebih lama daripada etnis lain dalam hal bermukim
di Samarinda. Bahkan, tokoh wartawan tiga zaman Kaltim yang banyak menulis
sejarah, yakni Oemar Dachlan, menyebut "penduduk asli" bagi orang Banjar di
Samarinda. Pernyataan tokoh kelahiran Samarinda 1913 ini dimuat dalam sebuah
surat kabar di Jakarta, Berita Buana, terbitan 25 Juni 1987 (Dachlan, 2000: 206).
Menurut Dachlan asal usul dari kata samarendah dasarnya bukan perumahan
rakit yang sama rendah di tepi Sungai Mahakam. Alasannya juga bukan status
penduduk rendahan di Samarinda Seberang, sebagaimana disebut dalam buku
Provinsi Kalimantan Republik Indonesia, terbitan 1953. Sama-rendah yang
dimaksud, menurut Dachlan, ialah kondisi permukaan daratan di Samarinda yang
sama rendahnya—atau mirip ukuran tingginya—dengan permukaan Sungai
Mahakam. Dalam majalah bulanan Prima terbitan April 1978, Dachlan
menjelaskan, sampai awal dasawarsa tahun 1950-an setiap air Sungai Mahakam
pasang naik, sebagian besar jalan-jalan di Samarinda selalu terendam air. Istilah
sama-rendah merujuk permukaan tanah yang tidak bergerak dan tetap rendah,
bukan ukuran permukaan sungai yang airnya naik-turun. Karena itu, menurut
Dachlan, istilah yang dipergunakan bukan sama-tinggi, melainkan sama-randah.
Dachlan memberikan penekanan kata randah dari bahasa Banjar. Lama-kelamaan
nama tersebut berkembang menjadi diksi yang agak melodius kedengarannya,
Samarinda (Dachlan, 2000, 2000:122). Jadi dapat disimpulkan melalui Sejarah ini
bahasa banjar sebagai penjelas bahwa bahasa Banjar sebagai bahasa pergaulan
(lingua franca). Dalam konteks ini, bahasa banjar merupakan sebuah unsur
kebudayaan universal yang menunjukkan identitas sebuah komunitas atau bangsa.
Karena berperan sebagai Bahasa komunikasi dari beberapa komunitas pendatang
dari luar Kalimantan, yakni Sulawesi, Jawa, Tiongkok, yang turut bermukim di
Samarinda untuk motif ekonomi. Oleh karena itu kami memilih bahasa banjar
sebagai pembahasan dalam tugas pembuatan makalah mata kuliah bahasa daerah.
B. Rumusan Masalah
PEMBAHASAN
Iyem: Ya, arep tumbas apa, Ti? (Ya, mau beli apa, Ti?)
Iyem: Sewu wae, arep pira? (Seribu saja, mau beli berapa?)
2. Banjar Kuala
Dialek Bahasa Banjar Kuala yaitu bahasa yang meliputi Kabupaten
Banjar, Barito Kuala, Tanah Laut, serta kota Banjarmasin dan Banjarbaru.
Karena letaknya yang strategis di sekitar sungai Barito, pemakaiannya
meluas hingga bagian pesisir bagian tenggara Kalimantan yaitu kabupaten
Tanah Bumbu dan Kotabaru sampai ke Kalimantan Timur dan Kalimantan
Tengah. Bahasa Banjar Kuala dituturkan dengan logat datar tanpa intonasi
tertentu, jadi berbeda dengan bahasa Banjar Hulu dengan logat yang kental
(ba-ilun). Dialek Banjar Kuala yang asli misalnya yang dituturkan di
daerah Kuin, Sungai Jingah, Banua Anyar dan sebagainya di sekitar kota
Banjarmasin yang merupakan daerah awal berkembangnya kesultanan
Banjar. Bahasa Banjar yang dituturkan di Banjarmasin dengan
penduduknya yang heterogen berbeda dengan Bahasa Banjar yang
dituturkan di Hulu Sungai dengan penduduknya yang agak homogen.
Perbedaan pada umumnya terletak pada intonasi, tekanan, tinggi-rendah
dan sebagian kosakata. Di Banjarmasin, intonasi terbagi tiga karakter:
BAB
III PENUTUP
B. Kesimpulan
Bahasa Banjar adalah bahasa daerah yang digunakan oleh suku Banjar,
suku asli di Pulau Kalimantan. Bahasa Banjar juga digunakan di Samarinda,
yang merupakan bagian dari Kalimantan Timur. Bahasa Banjar di Samarinda
masih lestari dan terpelihara hingga saat ini, meskipun tidak ada muatan lokal
pelajaran bahasa daerah di sekolah. Bahasa Banjar juga memiliki persamaan
kosa kata dengan Bahasa Indonesia sebagian fonetik dengan arti yang sama.
Menurut sejarah dengan adanya beberapa komunitas pendatang dari luar
Kalimantan, yakni Sulawesi, Jawa, Tiongkok, yang turut bermukim di
Samarinda untuk motif ekonomi, juga terpengaruh dengan kultur Banjar
terutama penggunaan bahasa Banjar sebagai bahasa pergaulan (lingua franca).
Dalam konteks ini, bahasa merupakan sebuah unsur kebudayaan universal yang
menunjukkan identitas sebuah komunitas atau bangsa. Jadi dalam Sejarah,
Bahasa banjar memiliki kedudukan sebagai Bahasa pergaulan(lingua franca)
yang berperan sebagai alat komunikasi dari komunitas pendatang dari luar
Kalimantan Timur seperti Sulawesi, jawa, dan tingkok.
Selain bahasa Banjar, terdapat beberapa bahasa yang banyak juga
digunakan di Samarinda selain bahasa Banjar, yaitu, Bahasa Bugis adalah salah
satu bahasa dari rumpun bahasa Austronesia yang digunakan oleh suku Bugis.
Penutur bahasa Bugis umumnya tinggal di Sulawesi Selatan. Bahasa Bugis
dituturkan oleh masyarakat di Desa Santan Tengah, Kecamatan Marang Kayu,
Desa Muara Badak Ulu, Kecamatan Muara Badak,Desa Sepatin, Kecamatan
Anggana, Kabupaten Kutai Kertanegara (Bahasa Bugis, n.d.). Sekitar tahun
1668, Sultan yang dipertuan Kerajaan Kutai memerintahkan Pua Ado bersama
pengikutnya yang asal tanah Sulawesimembuka perkampungan di Tanah
Rendah. Bahasa Jawa adalah bahasa yang digunakan oleh masyarakat Jawa.
Bahasa Jawa merupakan salah satu bahasa daerah yang digunakan sebagai
sarana komunikasi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa. Di
Samarinda sendiri memiliki daerah yang bernama kampung jawa. tercipta-nya
kampung Jawa terjadi pada tahun 1936,saat itu perkampungan Jawa berada di
bawah kuasa wilayah kepala kampung Teluk Lerong, maka para pemuda dan
masyarakat Kampung Jawa mengadakan musyawarah dengan tujuan memohon
kepada kontroler Hindia Belanda, agar perkampungan Jawa dapat berdiri
sendiri, dan memiliki kepala kampung sendiri.
Bahasa banjar dengan Bahasa kutai memiliki persamaan dan perbedaan
dalam setiap kosa katanya, biasanya perbedaan itu terletak pada Perubahan
Bahasa Banjar dari vokal ‘a’ menjadi ‘e’ pepet dalam Bahasa Kutai contoh
perbedaannya seperti kata kegenangan yang menggunakan huruf vokal ‘e’
berbeda dengan suku banjar yang menggunakan huruf vokal ‘a’ ada kata
kaganangan dan persamaan Bahasa banjar dengan kutai terletak pada kata
kawa, Bahasa banjar dan kutai sama-sama menggunakan huruf vokal ‘a’
sehingga tidak terjadi perbedaan.
Bahasa Banjar (bahasa Banjar: Basa Banjar atau Pandir Banjar)
adalah sebuah bahasa yang dituturkan oleh etnis Banjar yang merupakan etnis
pribumi yang berasal dari daerah Banjar di Kalimantan Selatan, Indonesia. . Di
tanah asalnya di Kalimantan Selatan, bahasa Banjar yang merupakan bahasa
sastra lisan terbagi menjadi dua dialek besar, yaitu Banjar Kuala dan Banjar
Hulu (ENSIKLOPEDIA DUNIA, 2018). Selain kedua dialek tadi, samarinda
juga memiliki dialek yaitu dialek banjar samarinda dituturkan di kecamatan
samarinda kota. Jadi Bahasa banjar yang kami bahas memiliki 3 jenis Bahasa
banjar yaitu, Bahasa banjar hulu, Bahasa banjar kuala, dan Bahasa banjar
samarinda.
Di dalam keseharian Bahasa banjar biasa digunakan di lingkungan
keluarga, Ketika Bersama teman, dan tempat umum. Di lingkungan keluarga,
penggunaan Bahasa banjar dalam kehidupan keluarga biasanya menggunakan
Bahasa banjar yang lebih halus atau biasa kita sebut sopan. Ketika Bersama
teman, penggunaan Bahasa Bersama teman cenderung menggunakan Bahasa
banjar kasar atau kurang sopan jika digunakan untuk berbincang kepada
keluarga ataupun orang lain. Oleh karena itu Bahasa banjar kasar biasanya
digunakam Ketika berbincang kepada teman atau orang yang telah akrab antara
satu sama lain dikarenakan terkesan lebih santai dan tidak kaku. Ketika berada
di tempat umum. Penggunaan Bahasa banjar di tempat umum biasanya Bahasa
yang digunakan sudah menggunakan campuran dengan Bahasa lain, contohnya
seperti Bahasa Indonesia, inggris atau Bahasa lainnya.
DAFTAR PUSTAKA