Anda di halaman 1dari 17

CRITICAL BOOK REVIEW

BAHASA INDONESIA

Dosen Pengampu :

Rina Devianty, S.S., M.Pd

OLEH

NAMA : SASCIA MAHARANI ADITA

NIM : 0309183114

KELAS : PENDIDIKAN IPS 3

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

2018
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT. atas segala rahmat-NYA sehingga makalah ini dapat tersusun
hingga selesai .

Dan harapan penulis semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca tentang bahasa Indonesia ini, untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman penulis, penulis yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

Medan, Desember 2018

Penulis
DAFTAR ISI
IDENTITAS BUKU ....................................................................................................................... 4

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................... 5

A. Latar belakang ..................................................................................................................... 5

B. Tujuan makalah ................................................................................................................... 9

C. Manfaat makalah ................................................................................................................. 9

BAB II RINGKASAN ISI BUKU ................................................................................................ 10

A. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia ........................................................................ 10

B. Bahasa Daerah .................................................................................................................. 11

C. Bahasa Asing .................................................................................................................... 11

D. Bahasa Indonesia Baku ..................................................................................................... 11

BAB III ANALISIS BUKU .......................................................................................................... 14

A. Kelebihan .......................................................................................................................... 14

B. Kekurangan ....................................................................................................................... 14

BAB IV PENUTUP ...................................................................................................................... 16

Kesimpulan ................................................................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………..………………………………..17
IDENTITAS BUKU

JUDUL BUKU : Buku Ajar Mata Kuliah Wajib Umum Bahasa Indonesia

PENGARANG : Ristekdikti

PENERBIT : Direktorat Jenderal Pembelajaran dan


Kemahasiswaan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi
TAHUN TERBIT : Juni, 2016

JUMLAH HALAMAN : 303 halaman

BAHASA TEKS : Bahasa Indonesia.


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Bahasa Indonesia adalah bentuk standar bahasa Melayu yang dijadikan sebagai bahasa resmi
Republik Indonesia dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia diresmikan
penggunaannya setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tepatnya sehari sesudahnya,
bersamaan dengan mulai berlakunya konstitusi. Di Timor Leste, bahasa Indonesia berstatus
sebagai bahasa kerja.

Dari sudut pandang linguistik, bahasa Indonesia adalah salah satu dari banyak ragam bahasa
Melayu. Dasar yang dipakai adalah bahasa Melayu Riau (wilayah Kepulauan Riau sekarang) dari
abad ke-19. Dalam perkembangannya ia mengalami perubahan akibat penggunaanya sebagai
bahasa kerja di lingkungan administrasi kolonial dan berbagai proses pembakuan sejak awal
abad ke-20. Penamaan "bahasa Indonesia" diawali sejak dicanangkannya Sumpah Pemuda, 28
Oktober 1928, untuk menghindari kesan "imperialisme bahasa" apabila nama bahasa Melayu
tetap digunakan. Proses ini menyebabkan berbedanya bahasa Indonesia saat ini dari varian
bahasa Melayu yang digunakan di Riau maupun Semenanjung Malaya. Hingga saat ini, bahasa
Indonesia merupakan bahasa yang hidup, yang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui
penciptaan maupun penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing.

Meskipun dipahami dan dituturkan oleh lebih dari 90% warga Indonesia, bahasa Indonesia
bukanlah bahasa ibu bagi kebanyakan penuturnya. Sebagian besar warga Indonesia
menggunakan salah satu dari 748 bahasa yang ada di Indonesia sebagai bahasa ibu. Penutur
bahasa Indonesia kerap kali menggunakan versi sehari-hari (kolokial) dan/atau
mencampuradukkan dengan dialek Melayu lainnya atau bahasa ibunya. Meskipun demikian,
bahasa Indonesia digunakan sangat luas di perguruan-perguruan, di media massa, sastra,
perangkat lunak, surat-menyurat resmi, dan berbagai forum publik lainnya, sehingga dapatlah
dikatakan bahwa bahasa Indonesia digunakan oleh semua warga Indonesia.
Fonologi dan tata bahasa bahasa Indonesia dianggap relatif mudah. Menurut sebagian orang,
dasar-dasar yang penting untuk komunikasi dasar dapat dipelajari hanya dalam kurun waktu
beberapa minggu.

Masa lalu sebagai bahasa Melayu


Bahasa Indonesia adalah varian bahasa Melayu, sebuah bahasa Austronesia dari cabang bahasa-
bahasa Sunda-Sulawesi, yang digunakan sebagai lingua franca di Nusantara kemungkinan sejak
abad-abad awal penanggalan modern.

Aksara pertama dalam bahasa Melayu atau Jawi ditemukan di pesisir tenggara Pulau Sumatera,
mengindikasikan bahwa bahasa ini menyebar ke berbagai tempat di Nusantara dari wilayah ini,
berkat penggunaannya oleh Kerajaan Sriwijaya yang menguasai jalur perdagangan. Istilah
Melayu atau sebutan bagi wilayahnya sebagai Malaya sendiri berasal dari Kerajaan Malayu yang
bertempat di Batang Hari, Jambi.

Istilah Melayu atau Malayu berasal dari Kerajaan Malayu, sebuah kerajaan Hindu-Budha pada
abad ke-7 di hulu sungai Batanghari, Jambi di pulau Sumatera, jadi secara geografis semula
hanya mengacu kepada wilayah kerajaan tersebut yang merupakan sebagian dari wilayah pulau
Sumatera. Dalam perkembangannya pemakaian istilah Melayu mencakup wilayah geografis
yang lebih luas dari wilayah Kerajaan Malayu tersebut, mencakup negeri-negeri di pulau
Sumatera sehingga pulau tersebut disebut juga Bumi Melayu seperti disebutkan dalam Kakawin
Nagarakretagama.

Ibukota Kerajaan Melayu semakin mundur ke pedalaman karena serangan Sriwijaya dan
masyarakatnya diaspora keluar Bumi Melayu, belakangan masyarakat pendukungnya yang
mundur ke pedalaman berasimilasi ke dalam masyarakat Minangkabau menjadi klan Malayu
(suku Melayu Minangkabau) yang merupakan salah satu marga di Sumatera Barat. Sriwijaya
berpengaruh luas hingga ke Filipina membawa penyebaran Bahasa Melayu semakin meluas,
tampak dalam prasasti Keping Tembaga Laguna.

Bahasa Melayu kuno yang berkembang di Bumi Melayu tersebut berlogat "o" seperti Melayu
Jambi, Minangkabau, Kerinci, Palembang dan Bengkulu. Semenanjung Malaka dalam
Nagarakretagama disebut Hujung Medini artinya Semenanjung Medini.
Dalam perkembangannya orang Melayu migrasi ke Semenanjung Malaysia (= Hujung Medini)
dan lebih banyak lagi pada masa perkembangan kerajaan-kerajaan Islam yang pusat mandalanya
adalah Kesultanan Malaka, istilah Melayu bergeser kepada Semenanjung Malaka (=
Semenanjung Malaysia) yang akhirnya disebut Semenanjung Melayu atau Tanah Melayu. Tetapi
nyatalah bahwa istilah Melayu itui berasal dari Indonesia. Bahasa Melayu yang berkembang di
sekitar daerah Semenanjung Malaka berlogat "e".

Kesultanan Malaka dimusnahkan oleh Portugis tahun 1512 sehingga penduduknya diaspora
sampai ke kawasan timur kepulauan Nusantara. Bahasa Melayu Purba sendiri diduga berasal dari
pulau Kalimantan, jadi diduga pemakai bahasa Melayu ini bukan penduduk asli Sumatera tetapi
dari pulau Kalimantan. Suku Dayak yang diduga memiliki hubungan dengan suku Melayu kuno
di Sumatera misalnya Dayak Salako, Dayak Kanayatn (Kendayan), dan Dayak Iban yang
semuanya berlogat "a" seperti bahasa Melayu Baku. Penduduk asli Sumatera sebelumnya
kedatangan pemakai bahasa Melayu tersebut adalah nenek moyang suku Nias dan suku
Mentawai.

Dalam perkembangannya istilah Melayu kemudian mengalami perluasan makna, sehingga


muncul istilah Kepulauan Melayu untuk menamakan kepulauan Nusantara.

Secara sudut pandang historis juga dipakai sebagai nama bangsa yang menjadi nenek moyang
penduduk kepulauan Nusantara, yang dikenal sebagai rumpun Indo-Melayu terdiri Proto Melayu
(Melayu Tua/Melayu Polinesia) dan Deutero Melayu (Melayu Muda). Setelah mengalami kurun
masa yang panjang sampai dengan kedatangan dan perkembangannya agama Islam, suku Melayu
sebagai etnik mengalami penyempitan makna menjadi sebuah etnoreligius (Muslim) yang
sebenarnya di dalamnya juga telah mengalami amalgamasi dari beberapa unsur etnis.

M. Muhar Omtatok, seorang Seniman, Budayawan dan Sejarahwan menjelaskan sebagai berikut:
"Melayu secara puak (etnis, suku), bukan dilihat dari faktor genekologi seperti kebanyakan puak-
puak lain. Di Malaysia, tetap mengaku berpuak Melayu walau moyang mereka berpuak Jawa,
Mandailing, Bugis, Keling dan lainnya. Beberapa tempat di Sumatera Utara, ada beberapa
Komunitas keturunan Batak yang mengaku Orang Kampong - Puak Melayu

Kerajaan Sriwijaya dari abad ke-7 Masehi diketahui memakai bahasa Melayu (sebagai bahasa
Melayu Kuno) sebagai bahasa kenegaraan. Lima prasasti kuno yang ditemukan di Sumatera
bagian selatan peninggalan kerajaan itu menggunakan bahasa Melayu yang bertaburan kata-kata
pinjaman dari bahasa Sanskerta, suatu bahasa Indo-Eropa dari cabang Indo-Iran. Jangkauan
penggunaan bahasa ini diketahui cukup luas, karena ditemukan pula dokumen-dokumen dari
abad berikutnya di Pulau Jawa[10] dan Pulau Luzon.[11] Kata-kata seperti samudra, istri, raja,
putra, kepala, kawin, dan kaca masuk pada periode hingga abad ke-15 Masehi.
Pada abad ke-15 berkembang bentuk yang dianggap sebagai bahasa Melayu Klasik (classical
Malay atau medieval Malay). Bentuk ini dipakai oleh Kesultanan Melaka, yang
perkembangannya kelak disebut sebagai bahasa Melayu Tinggi. Penggunaannya terbatas di
kalangan keluarga kerajaan di sekitar Sumatera, Jawa, dan Semenanjung Malaya.[butuh rujukan]

Laporan Portugis, misalnya oleh Tome Pires, menyebutkan adanya bahasa yang dipahami oleh
semua pedagang di wilayah Sumatera dan Jawa. Magellan dilaporkan memiliki budak dari
Nusantara yang menjadi juru bahasa di wilayah itu. Ciri paling menonjol dalam ragam sejarah ini
adalah mulai masuknya kata-kata pinjaman dari bahasa Arab dan bahasa Parsi, sebagai akibat
dari penyebaran agama Islam yang mulai masuk sejak abad ke-12. Kata-kata bahasa Arab seperti
masjid, kalbu, kitab, kursi, selamat, dan kertas, serta kata-kata Parsi seperti anggur, cambuk,
dewan, saudagar, tamasya, dan tembakau masuk pada periode ini. Proses penyerapan dari bahasa
Arab terus berlangsung hingga sekarang.

Kedatangan pedagang Portugis, diikuti oleh Belanda, Spanyol, dan Inggris meningkatkan
informasi dan mengubah kebiasaan masyarakat pengguna bahasa Melayu. Bahasa Portugis
banyak memperkaya kata-kata untuk kebiasaan Eropa dalam kehidupan sehari-hari, seperti
gereja, sepatu, sabun, meja, bola, bolu, dan jendela. Bahasa Belanda terutama banyak memberi
pengayaan di bidang administrasi, kegiatan resmi (misalnya dalam upacara dan kemiliteran), dan
teknologi hingga awal abad ke-20. Kata-kata seperti asbak, polisi, kulkas, knalpot, dan stempel
adalah pinjaman dari bahasa ini.

Bahasa yang dipakai pendatang dari Cina juga lambat laun dipakai oleh penutur bahasa Melayu,
akibat kontak di antara mereka yang mulai intensif di bawah penjajahan Belanda. Sudah dapat
diduga, kata-kata Tionghoa yang masuk biasanya berkaitan dengan perniagaan dan keperluan
sehari-hari, seperti pisau, tauge, tahu, loteng, teko, tauke, dan cukong.

Jan Huyghen van Linschoten pada abad ke-17 dan Alfred Russel Wallace pada abad ke-19
menyatakan bahwa bahasa orang Melayu/Melaka dianggap sebagai bahasa yang paling penting
di "dunia timur".[12] Luasnya penggunaan bahasa Melayu ini melahirkan berbagai varian lokal
dan temporal. Bahasa perdagangan menggunakan bahasa Melayu di berbagai pelabuhan
Nusantara bercampur dengan bahasa Portugis, bahasa Tionghoa, maupun bahasa setempat.
Terjadi proses pidginisasi di beberapa kota pelabuhan di kawasan timur Nusantara, misalnya di
Manado, Ambon, dan Kupang. Orang-orang Tionghoa di Semarang dan Surabaya juga
menggunakan varian bahasa Melayu pidgin. Terdapat pula bahasa Melayu Tionghoa di Batavia.
Varian yang terakhir ini malah dipakai sebagai bahasa pengantar bagi beberapa surat kabar
pertama berbahasa Melayu (sejak akhir abad ke-19).[13] Varian-varian lokal ini secara umum
dinamakan bahasa Melayu Pasar oleh para peneliti bahasa.
Terobosan penting terjadi ketika pada pertengahan abad ke-19 Raja Ali Haji dari istana Riau-
Johor (pecahan Kesultanan Melaka) menulis kamus ekabahasa untuk bahasa Melayu. Sejak saat
itu dapat dikatakan bahwa bahasa ini adalah bahasa yang full-fledged, sama tinggi dengan
bahasa-bahasa internasional pada masa itu, karena memiliki kaidah dan dokumentasi kata yang
terdefinisi dengan jelas.
Hingga akhir abad ke-19 dapat dikatakan terdapat paling sedikit dua kelompok bahasa Melayu
yang dikenal masyarakat Nusantara: bahasa Melayu Pasar yang kolokial dan tidak baku serta
bahasa Melayu Tinggi yang terbatas pemakaiannya tetapi memiliki standar. Bahasa ini dapat
dikatakan sebagai lingua franca, tetapi kebanyakan berstatus sebagai bahasa kedua atau ketiga.

B. Tujuan makalah
1. Untuk memahami Bahasa Indonesia
2. Untuk mengetahui bahasa asing maupun bahasa daerah
3. Untuk memenuhi tugas dalam matakuliah

C. Manfaat makalah
1. Mahasiswa mengetahui fungsi bahasa indonesia
2. Mahasiswa mengetahui bahasa bahasa asing maupun bahasa daerah
3. Sebagai pemenuhan tugas dalam mata kuliah dan agar memudahkan pembaca dalam teori
bahasa Indonesia.
BAB II

RINGKASAN ISI BUKU

A. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia

Di Indonesia tumbuh dan berkembang bahasa yang beragam-ragam. Sebagian besar orang
Indonesia menguasai atau menggunakan beberapa bahasa sekaligus. Selain menguasai bahasa
Indonesia dan bahasa daerah, tidak sedikit orang-orang Indonesia yang juga menguasai bahasa
asing. Dalam kondisi penggunaan bahasa seperti itu, perlu diatur agar tidak menimbulkan
dampak yang tidak baik. Setiap bahasa yang ada di Indonesia perlu diletakkan dalam kedudukan
tertentu dan setiap bahasa yang dalam kedudukan itu mempunyai fungsi tertentu pula. Bahasa-
bahasa di Indonesia dikelompokkan menjadi tiga, yaitu bahasa persatuan dan bahasa negara,
bahasa daerah, serta bahasa asing. Yang termasuk bahasa persatuan dan bahasa negara adalah
bahasa Indonesia. Seperti yang telah Anda pelajari pada bagian terdahulu, bahasa Indonesia
ditetapkan sebagai bahasa persatuan melalui Sumpah Pemuda tahun 1928 dan kemudian
dikukuhkan kedudukannya sebagai. bahasa negara pada tahun 1945. Bahasa-bahasa yang
digunakan oleh suku-suku bangsa di Indonesia dikelompokkan sebagai bahasa daerah,
sedangkan bahasa- bahasa yang berasal dari negara lain yang digunakan di Indonesia
dikelompokkan sebagai bahasa asing. Bahasa Nasional dan Bahasa Negara

Bagi bangsa Indonesia, tentu saja bahasa Indonesia memiliki kedudukan yang sangat penting
karena bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara sekaligus.
Sebagai bahasa persatuan, bahasa Indonesia mempunyai fungsi sebagai lambang kebanggaan dan
identitas nasional, serta alat pemersatu berbagai suku bangsa yang berbeda-beda latar belakang
sosial budaya dan bahasanya. Sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi
yang digunakan di dalam penyelenggaraan negara. Secara lebih rinci, dalam kedudukan itu
bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa resmi kenegaraan, bahasa pengantar di dunia
pendidikan, bahasa perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan serta pemerintah, dan bahasa resmi di dalam pengembangan
kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan serta teknologi modern.
B. Bahasa Daerah

Bahasa daerah adalah bahasa-bahasa suku bangsa di Indonesia. Bahasa ini jumlahnya sangat
banyak dan digunakan menyebar di seluruh daerah di Indonesia. Bahasa daerah berfungsi
sebagai lambang kebanggaan dan lambang identitas daerah, alat perhubungan di dalam keluarga
dan masyarakat daerah, dan sarana pendukung budaya daerah dan bahasa Indonesia. Dalam
hubungannya dengan fungsi bahasa Indonesia, bahasa daerah merupakan pendukung bahasa
Indonesia, merupakan bahasa pengantar pada tingkat permulaan di sekolah dasar di daerah
tertentu untuk memperlancar proses pengajaran, selain merupakan sumber kebahasaan untuk
memperkaya bahasa Indonesia.

C. Bahasa Asing

Bahasa asing diberi batasan sebagai bahasa-bahasa di Indonesia selain bahasa Indonesia dan
bahasa daerah. Bahasa asing mempunyai fungsi sebagai alat perhubungan antarbangsa dan
sarana pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi modern untuk pembangunan nasional.
Sehubungan dengan fungsinya sebagai akses untuk memanfaatkan ilmu pengetahuan dan
teknologi modern, bahasa asing sesungguhnya hanya melengkapi fungsi bahasa Indonesia yang
juga dikembangkan agar menjadi sarana serupa.

D. Bahasa Indonesia Baku

Bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang dalam masyarakat multikultural. Oleh karena itu,
bahasa Indonesia mempunyai varian yang sangat banyak, baik varian akibat perbedaan daerah
penggunaan maupun varian akibat kelompok sosial penggunanya. Perbedaan varian itu di satu
sisi dapat dijadikan ciri yang menunjukkan dari daerah mana atau kelompok mana seorang
penutur berasal, di sisi yang lain merupakan perbedaan yang mengganggu interaksi sosial
antarkelompok yang menggunakan bahasa Indonesia. Oleh karena itu, untuk keperluan kedua itu,
perlu ditetapkan bahasa Indonesia baku yang mewakili setiap varian yang ada. Bahasa Indonesia
baku adalah inti semua varian bahasa Indonesia. Anda pasti ingat diagram venn dalam
matematika. Seandainya A = {1, 2, 3, 4, 5, 6}; B = {3, 4, 5,6, 7}; dan C = {5, 6, 7, 8, 9} maka D
= {5, 6}. Anggaplah dalam bahasa Indonesia terdapat dialek A, dialek B, dan dialek C. Bahasa
Indonesia baku adalah anggota irisan dari semua dialek itu. Dengan kata lain, bahasa baku adalah
inti bahasa yang dapat diterima oleh penutur semua dialek bahasa Indonesia. Dalam istilah ilmu
bahasa, anggota himpunan irisan itu disebut inti bersama. Untuk menyebut orang tua laki-laki
kita, misalnya, dalam bahasa A digunakan kata babe, abah, bapak; dalam bahasa B digunakan
kata abah, bapa, bapak; dan dalam bahasa C digunakan kata bapa, bapak, dan rama. Dengan
demikian, kata bapak lah yang dianggap baku. Akan tetapi, kondisi bahasa di Indonesia tidak
sesederhana himpunan A ᴖ B ᴖ C, karena jumlah variasi penggunaan bahasa Indonesia sangat
banyak. Menetapkan bahasa Indonesia baku juga jauh lebih sulit dibandingkan mencari irisan
himpunan A, B, dan C seperti dalam ilustrasi tadi. Dengan bahasa Indonesia baku, Anda dapat
berinteraksi secara baik dengan teman-teman Anda dari daerah mana pun mereka berasal. Itulah
sebabnya, pemerintah selalu mengupayakan pembakuan bahasa, baik ejaan, kosakata, maupun
tata bahasanya, agar komunikasi antara orang Indonesia dari daerah yang satu dan orang
Indonesia dari daerah lain berjalan lancar, tanpa salah pengertian. Dengan memilih inti bersama
varian-varian bahasa Indonesia, bahasa Indonesia baku mempunyai keunggulan dalam dua hal,
yaitu keunggulan jangkauan wilayah penggunaan dan keunggulan waktu penggunaan. Dengan
keunggulan wilayah penggunaan, bahasa Indonesia baku dapat digunakan di wilayah yang sangat
luas jangkauannya. Bahasa Indonesia baku dapat dituturkan dan dimengerti oleh semua orang
Indonesia di mana pun mereka tinggal. Dengan keunggulan waktu penggunaan, bahasa Indonesia
baku dapat digunakan dalam kurun waktu yang relatif lama. Artinya, walaupun sudah dibuat
sepuluh tahun yang lalu, dokumen berbahasa Indonesia baku itu masih dapat dipahami oleh
pembaca saat ini, dan akan dapat dipahami pula oleh pembaca pada masa yang akan datang.

Bahasa Indonesia baku memiliki ciri cendekia. Artinya, bahasa Indonesia baku mencerminkan
cara berpikir yang teratur, logis, dan sistematis. Untuk mengungkapkan gagasan, bahasa
Indonesia baku dapat digunakan untuk menyampaikan isi pikiran secara teratur dan sistematis.
Oleh karenanya, pemahamannya pun dapat dilakukan secara baik. Berpikir teratur, logis, dan
sistematis itu adalah ciri pemikiran yang cendekia.

Penetapan bahasa Indonesia baku bukan berarti melarang penggunaan bahasa Indonesia yang
tidak baku. Bahasa Indonesia baku mempunyai ranah penggunaan yang berbeda dengan ranah
penggunaan bahasa Indonesia tidak baku dan ranah penggunaan bahasa-bahasa lain yang ada di
Indonesia. Kita akan menggunakan bahasa Indonesia untuk berbicara di tingkat nasional atau
berbicara dengan saudara kita dari daerah lain.
Jika forumnya tidak resmi, kita boleh menggunakan bahasa Indonesia yang tidak baku. Yang
penting adalah penggunaan bahasa Indonesia harus disesuaikan dengan konteksnya. Pemilihan
bahasa yang tepat sesuai dengan konteks situasi menunjukkan kecakapan kita menggunakan
bahasa Indonesia.

a. Kerangka Konseptual, Visi, dan Tujuan

1. Pembelajaran Bahasa Indonesia

Konsep nasionalisme Indonesia dibangun oleh para pendiri negara atas dasar atau fondasi
bahasa, bukan fondasi ras/etnis atau agama. Tidak ada satu agama pun yang dijadikan landasan
berdirinya negara bangsa Indonesia.

Meskipun demikian, landasan agama terdapat pada diri setiap warga negara. Konsep kebangsaan
Indonesia pun tidak direpresentasi oleh salah satu di antara ratusan ras/etnis yang ada di
Indonesia, tetapi konsep kesukuan berada dalam diri individu masing-masing di kelompok
masyarakatnya.

Di tengah keragaman etnis dan keyakinan beragama tersebut, keberadaan bahasa Indonesia
disyukuri sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa oleh setiap warga negara dengan
mengaktualisasikan diri dalam komunikasi berbahasa Indonesia baik lisan maupun tulis. Melalui
penyelenggaraan mata kuliah Bahasa Indonesia di perguruan tinggi, penguatan jati diri bangsa
Indonesia mengarahkan sikap spiritual sivitas
BAB III

ANALISIS BUKU

Kelebihan

a. Dalam buku ini banyak penjelasa tentang mengenai bahasa, sehingga kita mudah
mempelajarinya

b. Bahasa Indonesia cukup mudah untuk dipelajari masyarakatnya sendiri, terutama karena
di dalam aturan berbahasa Indoesia yang benar tidak ada perbedaan penggunaan bahasa
untuk kalangan orang yang lebih tua (lebih diohormati), kalangan sebaya, ataupun
kalangan yang lebih muda dari kita (meskipun dalam prakteknya, tentu saja kita harus
selektif dalam memilih kata-kata yang digunakan ketika berbicara dengan orang lain
untuk menjaga nilai-nilai sosial seperti kesopanan, kehormatan, dan kerukunan antar
sesama). Hal ini berbeda dengan bahasa daerah, contohnya bahasa Jawa; di mana dalam
penggunannya, kita harus bisa memilih penggunaan kata untuk berbicara dengan lawan
bicara kita, seperti 'basa krama', digunakan untuk berbicara dengan orang yang lebih tua
dari kita atau orang yang dihormati, kemudian ada 'basa madya', dan juga 'basa ngoko'.

c. Merupakan bahasa persatuan di tanah air kita. Jadi apabila kita sedang berada di kota
mana pun selama kota itu masih berada di wilayah Indonesia, kita tidak perlu khawatir
masalah komunikasi dengan penduduk setempat. Bahkan penduduk suku-suku yang bisa
dikatakan masih tertinggal pun juga terkadang ada yang bisa berbahasa Indonesia.

d. Buku ini merupakan buku ristekdikti, dalam buku tersebut banyak penjelasan dan disertai
gambar sehingga mudah dalam mengartikan landasan teori tersebut dalam buku ini.

Kekurangan

a. Dalam buku ini tidak terdapat ringkasan singkat yang mudah di mengerti.
b. Banyaknya aturan-aturan dalam berbahasa Indonesia yang baik dan benar, baik dalam
berbicara maupun penulisan. Misalnya, di dalam Bahasa Indonesia kita mengenal adanya
EYD (Ejaan yang Disempurnakan), penulisan kata dan kalimat baku, penggunaan kalimat
majemuk, dan sebagainya.

c. Sulit untuk dipromosikan sebagai salah satu bahasa internasional, karena kita masih
tertinggal dalam beberapa bidang seperti teknologi dan ekonomi, yang mana dua hal
tersebut merupakan salah satu kriteria yang digunakan dalam menilai kelayakan suatu
bahasa yang digunakan sebagai bahasa internasional.
BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

Bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing di Indonesia. Hal ini perlu dilakukan untuk
menentukan model pendidikan dan pengajaran bahasa di Indoneisa. Masalah tersebut didasarkan
pada dua asumsi. Di satu sisi, bahasa sering dianggap sebagai bidang yang kurang penting
apabila dibandingkan dengan bidang lain; di sisi lain, pendidikan dan pengajaran bahasa di
Indonesia belum didasarkan pada potensi kedwibahasaan dan prinsip-prinsip literasi. Dengan
membandingkan model-model pendidikan bahasa di sejumlah negara dengan pendidikan bahasa
di Indonesia, pada paper ini ditawarkan sebuah model pendidikan bahasa yang tidak hanya
mengajarkan bahasa sebagai mata pelajaran, tetapi sebagai media pengajaran dengan
mempertimbangkan ketiga kelompok bahasa di atas secara demokratis. Untuk itu, dalam
pengajaran bahasa pemaduan kandungan materi ke dalam bahasa disarankan untuk diterapkan.
DAFTAR PUSTAKA

Ristekdikti, 2016, Buku Ajar Mata Kuliah Wajib Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, Direktorat
Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset Teknologi dan
Pendidikan Tinggi.

Anda mungkin juga menyukai