Anda di halaman 1dari 17

SEJARAH BAHASA INDONESIA

Makalah ini untuk persyratan mengikuti UAS (Ulangan Akhir Semester)

DISUSUN

Nama:Muhammad Mujaidin

Npm : 02072100001

Dosen Pebimbing : dra. Hesti Rosita, Mpd

UNIVERSITAS MUSI RAWAS

FAKULTAS TEKNIK

PRODI TENIK SIPIL

Desa Muara Kati Lama Kec.Lubuk Linggau Kabupaten MusirawasNo.Hp 01541163361

TAHUN AKADEMIK 2021/2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini
dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran
maupun materinya. Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa
masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan
dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Penyusun

M.Mujaidin

ii
DAFTAR ISI
i
KULIT SAMPUL………………………………………………………………….
ii
KATA PENGANTAR……………………………………………………………..
iii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………….
1
BAB 1 PENDAHULUAN…………………………………………………………
A. Latar Belakang………………………………………………………….. 1

B. Rumusan Masalah……………………………………………………….. 1
C. Tujuan Penulis…………………………………………………………… 1
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………… 2
A. Asal Mula Bahasa Indonesia…………………………………………….. 2
B. Sejarah Bahasa Indonesia………………………………………………… 7
C. Kelahiran bahasa Indonesia………………………………………………. 8
D. Bahasa Indonesia Masa Kini……………………………………………..
9
E. Persebaran Bahasa Indonesia……………………………………………..
12
BAB III PENUTUP………………………………………………………………….
12
A. Kesimpulan………………………………………………………………..
12
B. Saran………………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………. 13

ii
ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Adanya kemajemukan dalam berbahasa, membuat Indonesia tercatat sebagai negara
kedua dengan jumlah bahasa terbanyak di dunia setelah Papua Nugini yang memiliki
867 bahasa. Hal ini juga menjadi salah satu alasan dilahirkannya bahasa Indonesia
menjadi bahasa pemersatu bangsa sehingga warga negara Indonesia dapat
berkomunikasi satu sama lain
Perlu nya pemahaman bahasa indonesi yang baik agar msyrakat indonesia yang
memiliki barbagai macam suku bangsa dan bahasa dapat di perstuan oleh kesatun terutm
ahasa yang digunakan

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah daan makalah yaitu ;
1. Dari manakah asal ahasa Indonesia?
2. Bagaimana sejarah bahasa Indonesia?
3. Perubahan bahasa Indonesia?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah yaitu:
1. Mengetahui sejarah bahasa Indonesia?
2. Memahami perubahan bahasa Indonesia?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Asal Mula Bahasa Indonesia


bahasa ini mengalami perubahan akibat penggunaannya sebagai bahasa kerja di
lingkuDasar bahasa Indonesia baku adalah bahasa Melayu Riau.Dalam
perkembangannya, ngan administrasi kolonial dan berbagai proses pembakuan sejak
awal abad ke-20. Penamaan "bahasa Indonesia" diawali sejak dicanangkannya Sumpah
Pemuda pada 28 Oktober 1928, untuk menghindari kesan "imperialisme bahasa" apabila
nama bahasa Melayu tetap digunakan. Proses ini menyebabkan berbedanya bahasa
Indonesia saat ini dari varian bahasa Melayu yang digunakan di Riau dan kepulauan
maupun Semenanjung Malaya. Hingga saat ini, bahasa Indonesia merupakan bahasa
yang hidup, yang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan maupun
penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing.

B. Sejarah bahasa Indonesia


Sejarah Bahasa Indonesia Dilansir dari situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud), bahasa Indonesia lahir pada 28 Oktober 1928. Pada saat itu para
pemuda di pelosok Nusantara sedang berkumpul dalam rapat pemuda. Dalam rapat
tersebut menghasilkan tiga ikrar yang diberi nama Sumpah Pemuda. Baca juga:
Utamakan Pemakaian Bahasa Indonesia di Ruang Publik Tiga ikrar tersebut, yakni
bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia. Berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
Menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Dapatkan informasi, inspirasi dan
insight di email kamu. Daftarkan email Ikrar yang ketiga merupakan tekad bahwa
bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan bangsa Indonesia.
Pada waktu itulah bahasa Indonesia dikukuhkan
kedudukannya sebagai bahasa nasional. Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu.
Bahasa ini tumbuh dan berkembang dari bahasa Melayu yang jaman dulu sudah dipakai
sebagai bahasa perhubungan dan perdagangan. Tidak hanya ke Kepulauan Nusantara
tapi hampir di seluruh Asia Tenggara. Di Asia Tenggara, bahasa melayu sudah dipakai

2
sejak abad ke-7. Kerajaan-kerajaan di Indonesia juga memakai bahasa melayu. Tidak
hanya Kerajaan Majapahit, tapi juga Kerajaan Sriwijaya.Sejumlah prasasti berbahasa
Melayu Kuno dari Sriwijaya ditemukan di pesisir tenggara Pulau Sumatra. Hal ini
menunjukkan bahwa bahasa Melayu menyebar ke berbagai tempat di Nusantara dari
wilayah yang strategis untuk pelayaran dan perdagangan. Istilah Melayu adalah sebutan
untuk Malaya, wilayahnya sendiri, yang sendiri berasal dari Kerajaan Malayu, sebuah
kerajaan Hindu-Buddha yang bertempat di hulu sungai Batang Hari.
Pada awalnya, istilah tersebut merujuk pada
wilayah kerajaan Melayu yang yang merupakan bagian wilayah pulau Sumatra. Namun,
seiring berkembangnya zaman, istilah Melayu mencakup wilayah geografis tidak hanya
merujuk pada Kerajaan Melayu, melainkan negeri-negeri di pulau Sumatra. Karena itu,
Sumatra dijuluki sebagai Bumi Melayu (bahasa Indonesia: Tanah Melayu), yang
disebutkan dalam Kakawin Nagarakretagama.Bahasa Melayu kuno yang berkembang di
Sumatra memiliki logat "o", yang digunakan pada Melayu Jambi, Minangkabau,
Kerinci, Palembang, dan Bengkulu. Dalam Negarakretagama, Semenanjung Malaka
disebut Hujung Medini (Diterjemahkan sebagai Semenanjung Medini, namun memiliki
arti Semenanjung Malaysia).
Dalam perkembangannya, bangsa Melayu melakukan migrasi besar-besaran ke
Semenanjung Malaysia (Hujung Medini) dan kerajaan-kerajaan Islam yang pusat
mandalanya adalah Kesultanan Malaka pada masa perkembangannya. Istilah Melayu
kemudian bergeser kepada Semenanjung Malaka (Semenanjung Malaysia) yang
akhirnya disebut Semenanjung Melayu atau Semenanjung Tanah Melayu. Akan tetapi,
kenyataannya adalah istilah Melayu itu berasal dari Indonesia. Bahasa Melayu yang
berkembang di sekitar daerah Semenanjung Malaka berlogat "e". Pada tahun 1512,
Kesultanan Malaka dimusnahkan oleh Portugis sehingga penduduknya diaspora sampai
ke kawasan timur kepulauan Nusantara. Bahasa Melayu Purba sendiri diduga berasal
dari pulau Kalimantan, yang membuat kemungkinan bahwa pemakai bahasa Melayu
pertama bukanlah penduduk Sumatra, melainkan Kalimantan. Suku Dayak diduga
memiliki hubungan dengan suku Melayu kuno di Sumatra, misalnya: Dayak Salako,
Dayak Kanayatn (Kendayan), dan Dayak Iban. Aksen Melayu pada saat itu berlogat "a"

3
seperti bahasa Melayu baku. Penduduk Sumatra menuturkan bahasa Melayu setelah
kedatangan leluhur suku Nias dan suku Mentawai. Dalam perkembangannya, istilah
Melayu kemudian mengalami perluasan makna, sehingga muncul istilah Kepulauan
Melayu untuk menamakan kepulauan Nusantara.Secara sudut pandang historis, juga
dipakai sebagai nama bangsa yang menjadi nenek moyang penduduk kepulauan
Nusantara, yang dikenal sebagai rumpun Indo-Melayu terdiri Proto Melayu (Melayu
Tua/Melayu-Polinesia) dan Deutero Melayu (Melayu Muda). Setelah mengalami kurun
masa yang panjang sampai dengan kedatangan dan perkembangannya agama Islam,
suku Melayu sebagai etnik mengalami penyempitan makna menjadi sebuah etnoreligius
(Muslim) yang sebenarnya di dalamnya juga telah mengalami amalgamasi dari beberapa
unsur etnik.
M. Muhar Omtatok, seorang seniman, budayawan dan sejarawan menjelaskan sebagai
berikut: "Melayu secara puak (etnik, suku), bukan dilihat dari faktor genekologi seperti
kebanyakan puak-puak lain. Di Malaysia, tetap mengaku berpuak Melayu walau moyang
mereka berpuak Jawa, Mandailing, Bugis, Keling dan lainnya". Beberapa tempat di
Sumatra Utara, ada beberapa komunitas berdarah Batak yang mengaku sebagai Orang
Kampong–Puak Melayu".
Diketahui, kerajaan Sriwijaya menuturkan bahasa Melayu (sebagai bahasa Melayu
Kuno) sebagai bahasa kenegaraan sejak abad ke-7 M. Lima prasasti kuno yang
ditemukan di Sumatra bagian selatan peninggalan kerajaan itu menggunakan bahasa
Melayu yang bertaburan kata-kata pinjaman dari bahasa Sanskerta, suatu bahasa Indo-
Eropa dari cabang Indo-Iran. Jangkauan penggunaan bahasa ini diketahui cukup luas,
karena ditemukan juga dokumen-dokumen dari abad berikutnya di Pulau Jawa dan Pulau
Luzon.[37] Sejak itu, kata-kata seperti istri, raja, putra, kawin, dan lain-lain masuk pada
periode tersebut hingga abad ke-15 M. Melayu sebagai basantaraPada abad ke-15,
berkembang bentuk yang dianggap sebagai bahasa Melayu Klasik (classical Malay atau
medieval Malay). Bentuk ini dipakai oleh Kesultanan Melaka, yang perkembangannya
kelak disebut sebagai bahasa Melayu Tinggi. Penggunaannya terbatas di kalangan
keluarga kerajaan di sekitar Sumatra, Jawa, dan Semenanjung Malaya.[butuh rujukan]
Laporan Portugis, misalnya oleh Tome Pires, menyebutkan adanya bahasa yang

4
dipahami oleh semua pedagang di wilayah Sumatra dan Jawa. Magellan dilaporkan
memiliki budak dari Nusantara yang menjadi juru bahasa di wilayah itu. Ciri paling
menonjol dalam ragam sejarah ini adalah mulai masuknya kata-kata pinjaman dari
bahasa Arab dan bahasa Parsi, sebagai akibat dari penyebaran agama Islam yang mulai
masuk sejak abad ke-12. Kata-kata bahasa Arab seperti masjid, kalbu, kitab, kursi,
selamat, dan kertas, serta kata-kata Parsi seperti anggur, cambuk, dewan, saudagar,
tamasya, dan tembakau masuk pada periode ini. Proses penyerapan dari bahasa Arab
terus berlangsung hingga sekarang.Kedatangan pedagang Portugis, diikuti oleh Belanda,
Spanyol, dan Inggris meningkatkan informasi dan mengubah kebiasaan masyarakat
pengguna bahasa Melayu. Bahasa Portugis banyak memperkaya kata-kata untuk
kebiasaan Eropa dalam kehidupan sehari-hari, seperti gereja, sepatu, sabun, meja, bola,
bolu, dan jendela. Bahasa Belanda terutama banyak memberi pengayaan di bidang
administrasi, kegiatan resmi (misalnya dalam upacara dan kemiliteran), dan teknologi
hingga awal abad ke-20. Kata-kata seperti asbak, polisi, kulkas, knalpot, dan stempel
adalah pinjaman dari bahasa ini.Bahasa yang dipakai pendatang dari Cina juga lambat
laun dipakai oleh penutur bahasa Melayu, akibat kontak di antara mereka yang mulai
intensif di bawah penjajahan Belanda. Sudah dapat diduga, kata-kata Tionghoa yang
masuk biasanya berkaitan dengan perniagaan dan keperluan sehari-hari, seperti pisau,
tauge, tahu, loteng, teko, tauke, dan cukong.Jan Huyghen van Linschoten pada abad ke-
17 dan Alfred Russel Wallace pada abad ke-19 menyatakan bahwa bahasa orang Melayu
atau Melaka dianggap sebagai bahasa yang paling penting di "dunia timur". Luasnya
penggunaan bahasa Melayu ini melahirkan berbagai varian tempatan (lokal) dan
temporal. Bahasa perdagangan menggunakan bahasa Melayu di berbagai pelabuhan
Nusantara bercampur dengan bahasa Portugis, bahasa Tionghoa, maupun bahasa
setempat. Terjadi proses pemijinan di beberapa kota pelabuhan di kawasan timur
Nusantara, misalnya di Manado, Ambon, dan Kupang. Orang-orang Tionghoa di
Semarang dan Surabaya juga menggunakan varian bahasa Melayu pijin. Terdapat pula
bahasa Melayu Tionghoa di Batavia. Varian yang terakhir ini malah dipakai sebagai
bahasa pengantar bagi beberapa surat kabar pertama berbahasa Melayu (sejak akhir abad
ke-19).Varian-varian lokal ini secara umum dinamakan bahasa Melayu Pasar oleh para

5
peneliti bahasa.
Terobosan penting terjadi ketika pada pertengahan abad ke-19 Raja Ali Haji dari istana
Riau-Johor (pecahan Kesultanan Melaka) menulis kamus ekabahasa untuk bahasa
Melayu. Sejak saat itu dapat dikatakan bahwa bahasa ini adalah bahasa yang full-
fledged, sama tinggi dengan bahasa-bahasa internasional pada masa itu, karena memiliki
kaidah dan dokumentasi kata yang terdefinisi dengan jelas.Hingga akhir abad ke-19
dapat dikatakan terdapat paling sedikit dua kelompok bahasa Melayu yang dikenal
masyarakat Nusantara: bahasa Melayu Pasar yang colloquial dan tidak baku serta bahasa
Melayu Tinggi yang terbatas pemakaiannya, tetapi memiliki standar. Bahasa ini dapat
dikatakan sebagai lingua franca, tetapi kebanyakan berstatus sebagai bahasa kedua atau
ketiga.Era kolonial Belanda ,majalah[pranala nonaktif permanen] Keboedajaän dan
Masjarakat (1939) menggunakan ejaan Van Ophuijsen.Pemerintah kolonial Hindia
Belanda menyadari bahwa bahasa Melayu dapat dipakai untuk membantu administrasi
bagi kalangan pegawai pribumi karena penguasaan bahasa Belanda para pegawai
pribumi dinilai lemah. Dengan menyandarkan diri pada bahasa Melayu Tinggi (karena
telah memiliki kitab-kitab rujukan), sejumlah sarjana Belanda mulai terlibat dalam
pembakuan bahasa. Promosi bahasa Melayu pun dilakukan di sekolah-sekolah dan
didukung dengan penerbitan karya sastra dalam bahasa Melayu. Akibat pilihan ini
terbentuklah "embrio" bahasa Indonesia yang secara perlahan mulai terpisah dari bentuk
semula bahasa Melayu Riau-Johor.Pada awal abad ke-20, perpecahan dalam bentuk
baku tulisan bahasa Melayu mulai terlihat. Pada tahun 1901, Indonesia (sebagai Hindia
Belanda) mengadopsi ejaan Van Ophuijsen dan pada tahun 1904 Persekutuan Tanah
Melayu (kelak menjadi bagian dari Malaysia) di bawah Inggris mengadopsi ejaan
Wilkinson.[38] Ejaan Van Ophuijsen diawali dari penyusunan Kitab Logat Melayu
(dimulai tahun 1896) van Ophuijsen, dibantu oleh Nawawi Soetan Makmoer dan
Moehammad Taib Soetan Ibrahim.Intervensi pemerintah semakin kuat dengan
dibentuknya Commissie voor de Volkslectuur ("Komisi Bacaan Rakyat" – KBR) pada
tahun 1908. Kelak lembaga ini menjadi Balai Pustaka. Pada tahun 1910, komisi ini di
bawah pimpinan D.A. Rinkes, melancarkan program Taman Poestaka dengan
membentuk perpustakaan kecil di berbagai sekolah pribumi dan beberapa instansi milik

6
pemerintah. Perkembangan program ini sangat pesat, dalam dua tahun telah terbentuk
sekitar 700 perpustakaan. Badan penerbit ini menerbitkan novel-novel, seperti Siti
Nurbaya dan Salah Asuhan, buku-buku penuntun bercocok tanam, penuntun memelihara
kesehatan, yang tidak sedikit membantu penyebaran bahasa Melayu di kalangan
masyarakat luas.Pada tanggal 16 Juni 1927, Jahja Datoek Kajo menggunakan bahasa
Indonesia dalam pidatonya. Hal ini untuk pertama kalinya dalam sidang Volksraad,
seseorang berpidato menggunakan bahasa Indonesia.

C. Kelahiran Bahasa Indonesia


Keputusan ketiga dari naskah Sumpah Pemuda menyatakan bahwa Bahasa Indonesia
menjadi bahasa persatuan bagi bangsa Indonesia Bahasa Indonesia mendapatkan
pengakuan sebagai "bahasa persatuan bangsa" pada saat Kongres Pemuda II tanggal 28
Oktober 1928 yang menghasilkan Sumpah Pemuda. Penggunaan bahasa Melayu sebagai
bahasa nasional berdasarkan usulan Muhammad Yamin. Dalam pidatonya pada kongres
tersebut, Yamin mengatakan,

"Jika mengacu pada masa depan bahasa-bahasa yang ada di Indonesia dan
kesusastraannya, hanya ada dua bahasa yang bisa diharapkan menjadi bahasa
persatuan yaitu bahasa Jawa dan Melayu. Akan tetapi, dari dua bahasa itu, bahasa
Melayulah yang lambat laun akan menjadi bahasa pergaulan atau bahasa persatuan."

Penggantian nama dari bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia mengikut usulan dari
Mohammad Tabrani pada Kongres Pemuda I yang beranggapan bahwa jika tumpah
darah dan bangsa tersebut dinamakan Indonesia, maka bahasanya pun harus disebut
bahasa Indonesia. Kata "bahasa Indonesia" sendiri telah muncul dalam tulisan-tulisan
Tabrani sebelum Sumpah Pemuda diselenggarakan. Kata "bahasa Indonesia" pertama
kali muncul dalam harian Hindia Baroe pada tanggal 10 Januari 1926. Pada 11 Februari
1926 di koran yang sama, tulisan Tabrani muncul dengan judul "Bahasa Indonesia" yang

7
membahas tentang pentingnya nama bahasa Indonesia dalam konteks perjuangan
bangsa. Tabrani menutup tulisan tersebut dengan:

"Bangsa dan pembaca kita sekalian! Bangsa Indonesia belum ada. Terbitkanlah
bangsa Indonesia itu. Bahasa Indonesia belum ada. Terbitkanlah bahasa Indonesia
itu. Karena menurut keyakinan kita kemerdekaan bangsa dan tanah air kita Indonesia
ini terutama akan tercapai dengan jalan persatuan anak-Indonesia yang antara lain-
lain terikat oleh bahasa Indonesia."

Selanjutnya, perkembangan bahasa dan kesusastraan Indonesia banyak dipengaruhi oleh


sastrawan Minangkabau, seperti Marah Rusli, Abdul Muis, Nur Sutan Iskandar, Sutan
Takdir Alisyahbana, Hamka, Roestam Effendi, Idrus, dan Chairil Anwar. Sastrawan
tersebut banyak mengisi dan menambah perbendaharaan kata, sintaksis, maupun
morfologi bahasa Indonesia. Pada tahun 1933, berdiri sebuah angkatan sastrawan muda
yang menamakan dirinya sebagai Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir
Alisjahbana. Pada tahun 1936, Sutan Takdir Alisjahbana menyusun Tata Bahasa Baru
Bahasa IndonesiaPada tanggal 25-28 Juni 1938, dilangsungkan Kongres Bahasa
Indonesia I di Solo. Dari hasil kongres itu, dapat disimpulkan bahwa usaha pembinaan
dan pengembangan bahasa Indonesia telah dilakukan secara sadar oleh cendekiawan dan
budayawan Indonesia saat itu. Kongres Bahasa Indonesia kemudian rutin digelar lima
tahunan untuk membahasa perkembangan bahasa Indonesia.

D. Bahasa Indonesia masa kini


Meskipun menyandang nama bahasa persatuan, bahasa Indonesia digunakan sebagai
bahasa ibu hanya oleh sebagian kecil saja dari penduduk Indonesia (terutama orang-orang
yang tinggal di sekitar Jakarta dan kota-kota besar lainnya yang sebagian besar berbahasa
Indonesia seperti Medan dan Balikpapan), sedangkan lebih dari 200 juta orang lainnya
menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua, dengan berbagai tingkat kemahiran.
Sensus 2010 menunjukkan hanya 19,94% orang berusia di atas lima tahun yang
menggunakan bahasa Indonesia di rumah. Di negara yang memiliki lebih dari 700 bahasa
daerah dan beragam kelompok suku, bahasa Indonesia memainkan peran penting dalam

8
mempersatukan keberagaman budaya di seluruh Indonesia. Bahasa Indonesia adalah
bahasa utama di media, badan pemerintah, sekolah, universitas, tempat kerja, dll.
Bahasa Indonesia baku digunakan untuk keperluan penulisan buku dan surat kabar,
serta untuk siaran berita televisi/ radio. Bahasa Indonesia baku jarang digunakan dalam
percakapan sehari-hari, sebagian besar terbatas pada keperluan formal saja. Meskipun hal
ini merupakan gejala yang umum terjadi pada kebanyakan bahasa di dunia (misalnya,
bahasa Inggris lisan tidak selalu sesuai dengan standar bahasa tulis), bahasa Indonesia
lisan cukup berbeda/ jauh dari bahasa Indonesia baku, baik dalam hal tata bahasa maupun
kosa kata. Hal itu utamanya disebabkan karena orang Indonesia cenderung
menggabungkan aspek bahasa daerahnya sendiri (misalnya, Jawa, Sunda, dan Bali) dengan
bahasa Indonesia. Hal ini menghasilkan berbagai dialek bahasa Indonesia yang
kedaerahan, jenis inilah yang paling mungkin didengar oleh orang asing saat tiba di sebuah
kota di Indonesia. Fenomena ini diperkuat dengan penggunaan bahasa gaul Indonesia,
khususnya di perkotaan. Tidak seperti varietas baku yang relatif seragam, Bahasa
Indonesia daerah menunjukkan tingkat variasi geografis yang tinggi, meskipun bahasa
Indonesia gaul ala Jakarta berfungsi sebagai norma de facto bahasa informal dan
merupakan sumber pengaruh yang populer di seluruh Indonesia. Pemisahan bahasa
Indonesia baku dan bahasa gaul Jakarta ini, oleh Benedict Anderson, disebut sebagai
gejala kramanisasi.

E. Persbaran Bahasa Indonesia


Bahasa sebagai alat komunikasi manusia, berfungsi untuk memudahkan manusia dalam
berinteraksi. Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari berbagai macam suku dan
budaya. Begitu pula dengan bahasa, Indonesia memiliki beragam bahasa daerah yang
tersebar dari Sabang sampai Merauke. Sejak dikukuhkan bahasa Indonesia sebagai Bahasa
Nasional negara Indonesia, maka di setiap komunikasi kita menggunakan bahasa Indonesia.
Bukan berarti kita bangsa Indonesia melupakan bahasa ibu atau bahasa daerah asal kita.
Keberagaman bahasa daerah yang ada di Indonesia membuat kita membutuhkan satu bahasa
sebagai pemersatu, yaitu Bahasa Indonesia.
Dalam perkembangan masyarakat Indonesia sekarang ini telah terjadi perubahan

9
terutama dalam bidang ilmu dan teknologi. Perkembangan ilmu dan teknologi yang pesat
membuat bahasa Indonesia seperti kehilangan jati dirinya. Lihat saja barang-barang
teknologi yang berdatangan ke Indonesia. Semua berasal dari luar negeri dan menggunakan
bahasa asing. Keadaan ini telah membawa perubahan gaya hidup dan perilaku masyarakat
dalam bertindak dan berbahasa. Masyarakat pun lebih suka menggunakan bahasa asing di
setiap kesempatan.Mereka berpikir menggunakan bahasa asing akan lebih menarik daripada
menggunakan bahasa Indonesia. Hal ini bisa dilihat dari barang-barang elektronik yang
mereka miliki seperti telepon seluler. Kebanyakan dari mereka menggunakan bahasa Inggris
dalam menu telepon selulernya. Belum lagi bahasa-bahasa  di media sosial seperti Facebook,
Twitter, Skype, dan lainnya menuntun mereka menggunakan bahasa asing dengan alasan
lebih menarik dan akan lebih dipandang.
Penggunaan bahasa asing semakin memperoleh tempat dalam kehidupan bermasyarakat
Indonesia. Pusat belanja, permukiman atau apartemen, pertokoan, memberikan peluang
dalam menggunakan bahasa asing. Seperti nama toko, merek dagangan, iklan, ruang
promosi, seminar atau diskusi kecil, hingga judul buku tertulis lebih banyak menggunakan
bahasa asing ketimbang bahasa Indonesia. Alasannya masih sama, bahasa Indonesia kurang
menarik. Sungguh sedih melihat perkembangan bahasa Indonesia
sekarang. Apalagi jika kita kembali  lagi ke sejarah Sumpah Pemuda.  Bayangkan,
bagaimana perjuangan para pemuda/pemudi dalam mempertahankan bahasa persatuan,
bahasa Indonesia hingga sekarang.
Maka dari itu kita sebagai pelajar seharusnya lebih sadar tentang pentingnya bahasa
Indonesia ini, kita harus bisa membudayakan bahasa Indonesia dalam kehidupan kita sehari-
hari, dan hal termudah yang bisa di lakukan sekarang ini adalah menggunakan bahasa
Indonesia yang baik dan benar dalam setiap kesempatan. Jadikanlah bahasa Indonesia
sebagai alat pemersatu bangsa sehingga perjuangan pemuda/pemudi pada zaman dahulu
tidak sia-sia untuk mengikrarkan bahasa indonesia sebagai bahasa pemersatu bangsa kita.
Jadikanlah bahasa Indonesia sebagai bahasa yang memang harus wajib di
gunakan dalam komunikasi. Tidak dengan bahasa asing yang sedang ngetren di kalangan
kita tapi dengan bahasa kita yaitu bahasa Indonesia. Bagaimana cara kita juga
mensosialisasikan bahasa Indonesia ini di lingkungan kehidupan bermasyarakat agar

10
pemahaman orang-orang di sekitar kita bisa ikut mengetahui atau meningkatkan
pengetahuan mereka tentang betapa pentingnya bahasa Indonesia.Yaitu dengan cara
mengajak mereka untuk menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa komunikasi setiap
hari maka lambat laun peningkatan penggunaan bahasa Indonesia di kalangan masyarakat
dapat meningkat sedikit demi sedikit. Sehingga bahasa Indonesia tidak di pandang sebelah
mata lagi dan dapat dikatakan bahasa yang modern  layaknya bahasa asing saat ini.
Selain itu mewujudkan
semangat Sumpah Pemuda juga merupakan tanggung jawab kita bersama karena
konsekuensi kita sebagai warga negara. Salah satunya yaitu dengan berkomunikasi dengan
menggunakan bahasa Indonesia yang berakarkan budaya Indonesia, terbuka dan kritis
terhadap perkembangan zaman. Berbahasa Indonesia adalah berbudaya Indonesia, dan ikrar
kita untuk bersatu.

11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pencarian sejarah bahasa indonesia saya mendaat kan beberaa kesimpulan
yaitu ;
1. Bahasa indoesa merupakan bahasa yang kaya akan searapan dari bahasa yang
digunakan di negara lain
2. Seiring berjalan nya waktu penggunaan bahasa indonesia dari waktu ke waktu
mengalami perubahan baik dalam penggunaan bahasa formal dan informal
3. Sejarah bahasa indonesia merupakan bahasa yang dulu di kenal sebagai bahasa
melayu

B. Saran
Setelah melakukan pencrian dari beberapa info kami memberi saran kepada pembaca
maupun saya sendiri yaitu ;
Mengetahui sejarah tentang bahasa yang kita gunakan agar ketika waktu berjalan bahasa
keindahan dan bahasa yang benar tidak hilang begitu saja melainkan di lestarikan

12
DAFTAR PUTSTAKA
"Bahasa Indonesia (Indonesian language)". sas.fas.harvard.edu. Harvard University:
Faculty of Arts and Sciences.
"Cambridge IGCSE Indonesian - Foreign Language". cambridgeinternational.org.
Cambridge University Press & Assessment.
"Indonesian Studies". arts.adelaide.edu.au. The University of Adelaide, Australia.
"Indonesia's geographic proximity and strategic importance to Australia make it vital to
understand its peoples, politics, history, languages and cultures". The University of
Melbourne.
"Indonesian studies". Monash University, Australia.
Hamish Curry. "Teaching Indonesian in Australian Schools". The University of Melbourne.

13

Anda mungkin juga menyukai