Anda di halaman 1dari 8

Essay

Realisasi Sistem Politik yang Ideal di Indonesia

Mata kuliah: Sistem Politik Indonesia

Dosen: Rifky Febrihanuddin Azis, S.I.P., M.Si

Disusun oleh:

Marsel Rafi Pratama 2216021064

UNIVERSITAS LAMPUNG
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
ILMU PEMERINTAHAN
2022/2023
Tema : Fungsi Input dan Output dalam Sistem Politik

Judul Esai : Realisasi Sistem Politik yang Ideal di Indonesia

A. Latar Belakang Masalah


Negara Indonesia menganut sistem Politik yang Demokratis, artinya rakyat
memegang kekuasaan tertinggi dalam keberlangsungan sistem Politik yang ada.
Dikutip dari www.patikab.go.id, Menurut Drs. Sukarno, sistem politik adalah
sekumpulan pendapat, prinsip, yang membentuk satu kesatuan yang berhubungan
satu sama lain untuk mengatur pemerintahan serta melaksanakan dan
mempertahankan kekuasaan dengan cara mengatur individu atau kelompok individu
satu sama lain atau dengan Negara dan hubungan Negara dengan Negara.
Di Indonesia sendiri, kita dapat melihat fenomena sistem politik yang bekerja
tidak sebagaimana mestinya. Banyak sekali Peraturan-peraturan yang dibuat oleh
pemerintah berupa Undang-Undang tidak sesuai dengan tuntutan ataupun dukungan
dari masyarakat. Hal ini sangat bertolak belakang dengan pendekatan teori yang
digagas oleh David Easton yang sebelumnya telah dijabarkan secara komprehensif.
Output atau peraturan-peraturan yang ada cenderung berorientasi kepada pihak-
pihak tertentu (kaum elite) bukan kepada masyarakat Indonesia. Indonesia yang
seharusnya menganut sistem politik demokrasi terkesan malah mengadopsi sistem
politik oligarki dimana sistem berorientasi kepada pihak-pihak yang berkuasa. Dalam
kasus yang paling ramai dalam satu dekade terakhir adalah UU Cipta Kerja atau
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (disingkat UU Ciptaker
atau UU CK). UU Cipta Kerja disahkan pada 5 Oktober 2020 dan diundangkan pada
2 November 2020 yang memiliki tujuan untuk menciptakan lapangan kerja dengan
cepat dan meningkatkan investasi asing dan dalam negeri dengan mengurangi
persyaratan peraturan untuk izin usaha dan pembebasan tanah yang ada di
Indonesia. Peraturan tersebut dirasa sangat tidak bijaksana karena ditengah krisis
Ekonomi dan Sosial yang disebabkan oleh Covid-19, pemerintah malah mengurusi
perihal lapangan pekerjaan yang tidak menjadi hal urgent pada saat itu. UU Ciptaker
dikecam oleh banyak pihak dan sangat tidak disejutui oleh mayoritas masyarkat
Indonesia, selain dikeluarkan pada situasi yang tidak tepat, pasal-pasal yang terdapat
pada UU Ciptaker juga sangat merugikan masyarakat yaitu terdapat pada pasal 59
tentang kontrak yang tidak memiliki batasan atau kesepakatan, hari libur yang
dipangkas pada pasal 79, pasal 88 yang berisi aturan soal pengupahan yang tidak pro
terhadap masyarakat, pasal 91 yang berisi sanksi tidak dibayar dan upah dihapuskn,
dan hak pemohonan PHK yang dihapus pada pasal 169. Hal tersebut sangat bertolak
belakang dengan input yang dilontarkan oleh masyarakat kepada pemerintah.
Padahal saat itu masyarakat sedang mengalami banyak masalah yang disebabkan
oleh lock down pemerintah sebagai respon dari pandemic virus covid-19 seperti PHK
pekerjaan, krisis interaksi sosial, krisis perekonomian dari masyarakat proletar sampai
borjois, dan permasalahan-permasalahan sosial kemasyarkatan lainnya. Seolah tak
mendengarkan hal tersebut, pemerintah seakan tutup mata dan telinga terhadap
tuntutan-tuntutan masyarakat yang ada. Pemerintah justru melahirkan produk
undang-undang yang berorientasi kepada kepentingan kapitalis atau para pengusaha
agar mereka mendapatkan untung yang lebih besar dengan memberi upah buruh
dengan murah namun mendapatkan kinerja yang semaksimal mungkin. Tentu ada
kesalahan sistem politik yang terjadi di Indonesia pada saat itu, terbukti banyak kritik
dan protes yang disampaikan oleh masyarakat bahkan para mahasiswa seluruh
Indonesia Bersatu untuk mendemo peraturan tersebut agar diganti kepada aturan
yang lebih pro terhadap rakyat. Siklus sistem politik yang terjadi pun tidak berlangsung
sebagaimana mestinya. Input yang diberikan oleh masyarakat kepada pemerintah
adalah berupa keluhan terhadap krisis ekonomi dan sosial politik yang disebabkan
oleh pandemic covid-19, pemerintah mungkin saja bisa merespon bisa tidak karena
dalam tahap proses atau konversi ini dapat dikatakan sebagai black-box karena
masyarakat tidak mengetahui bagaimana proses tersebut belangsung, namun output
yang dihasilkan oleh pemerintah malah berfokus kepada kepentingan kapitalis dan
pengusaha bukan berorientasi terhadap input yang telah dikemukakan oleh
masyarakat, setelah itu output yang telah dikeluarkan oleh pemerintah tadi direspon
Kembali oleh masyarakat yang berupa tuntutan seperti demo dan lain sebagainya.
Terdapat ketidak selarasan input yang disampaikan dengan output yang dikeluarkan.
Artinya terdapat kegagalan Input dan Output dari Sistem Poltik di Indonesia pada saat
itu.

B. Pembahasan
Merujuk pada definisi Sistem Politik yang telah dikemukakan diawal, dalam
Grand Theory yang dikemukakan oleh David Easton, Pendekatan teori sistem politik
menurut David Easton adalah suatu kerangka konseptual untuk memahami sistem
politik sebagai suatu sistem yang terdiri dari input, proses (konversi), output, dan
feedback. Easton mengatakan bahwa sistem politik merupakan suatu sistem yang
beroperasi untuk mengambil keputusan-keputusan yang diperlukan untuk menjaga
kestabilan sistem itu sendiri. Input dalam sistem politik merujuk pada masukan dari
lingkungan atau masyarakat yang dianggap relevan oleh sistem politik dapat berupa
dukungan ataupun tuntutan. Proses atau konversi akan bekerja untuk mengelola input
yang nantinya akan menjadi sebuah keputusan atau output. Output adalah keputusan
dan tindakan yang diambil oleh sistem politik sebagai respon terhadap input yang
telah dikonversi. Sedangkan feedback adalah informasi yang diperoleh sistem politik
sebagai hasil dari output yang dikeluarkan atau respon dari output dan akan Kembali
menjadi input. Easton mengatakan bahwa sistem politik berfungsi untuk menjaga
kestabilan dengan menyeimbangkan kebutuhan dan harapan masyarakat dengan
sumber daya dan kemampuan sistem politik. Dalam hal ini, input yang relevan dari
masyarakat akan diolah dan dijadikan dasar untuk mengambil keputusan atau output
yang sesuai dengan kebutuhan dan harapan masyarakat. Namun, Easton juga
mengakui bahwa sistem politik tidak selalu mampu memenuhi semua kebutuhan dan
harapan masyarakat karena terbatasnya sumber daya dan kemampuan sistem politik.
Oleh karena itu, sistem politik harus mengambil keputusan yang adil dan akomodatif
untuk menjaga kestabilan sistem politik. Artinya, secara ideal sistem politik bekerja
secara siklik dimana terdapat input sebagai bahan baku yang berupa tuntutan ataupun
dukungan dari masyarakat, kemudian diproses atau dikonversi oleh pemerintah yang
nantinya akan diolah atau dianalisis menjadi output, setelah diproses input tadi akan
menjadi output yang dapat berupa kebijakan atau peraturan seperti Undang-Undang,
setelah itu output akan dikembalikan kemasyarakat dan akan mendapatkan feedback
atau respon masyarakat terhadap output yang telah dibuat. Pada akhirnya output yang
diproses dari input tadi Kembali menjadi input baru, maka dari itu tahapan sistem
tersebut dikatakan sebagai siklis karena akan bekerja secara sistematis seperti itu.
Dalam contohnya, saya dapat menganalogikan sistem politik yang
dikemukakan oleh David Easton secara sederhana sebagai berikut. Masyarakat
mengeluhkan harga BBM yang terlalu tinggi (input), Pemerintah menerima keluhan
tersebut yang kemudian memproses dan menganalisis harga BBM apakah memang
terlalu tinggi bagi masyarakat (Konversi/Proses), Pemerintah mengeluarkan kebijakan
atau peraturan baru harga BBM yang lebih rendah dari sebelumnya (output),
Masyarakat yang menerima kebijakan baru tersebut merespon dengan perasaan
senang dan mendukung kebijakan tersebut (Feedback), dukungan masyarakat
terhadap kebijakan baru tersebut akan menjadi input baru.
Latar belakang masalah di Indonesia pada saat pandemi COVID-19
menunjukkan kegagalan dalam sistem politik yang ada. Input dari masyarakat yang
berupa keluhan dan tuntutan terhadap krisis ekonomi dan sosial politik tidak direspon
dengan baik oleh pemerintah, yang malah berfokus pada kepentingan kapitalis dan
pengusaha. Hal ini menunjukkan adanya ketidakselarasan antara input yang
disampaikan oleh masyarakat dengan output yang dihasilkan oleh pemerintah. Data
menunjukkan bahwa dampak dari pandemi COVID-19 sangat dirasakan oleh
masyarakat Indonesia. Banyak pekerjaan yang hilang akibat PHK, terutama di sektor
informal. Dampak ini juga terasa pada sektor perekonomian, di mana banyak
masyarakat yang kesulitan memenuhi kebutuhan dasar mereka. Selain itu, terjadi juga
krisis interaksi sosial dan permasalahan-permasalahan kemasyarakatan lainnya.
Teori sistem politik David Easton dapat digunakan untuk menjelaskan
mengapa terjadi kegagalan dalam sistem politik Indonesia pada saat itu. Menurut
Easton, sistem politik terdiri dari tiga komponen, yaitu input, konversi, dan output. Input
adalah semua tuntutan dan kepentingan yang disampaikan oleh masyarakat kepada
pemerintah. Konversi adalah proses di mana pemerintah memproses input tersebut
untuk menghasilkan output, yaitu kebijakan publik atau program-program pemerintah.
Output ini akan direspons kembali oleh masyarakat, yang kemudian menjadi input lagi
dalam siklus sistem politik. Namun, dalam kasus Indonesia pada saat pandemi
COVID-19, terjadi ketidakselarasan antara input yang diberikan oleh masyarakat
dengan output yang dihasilkan oleh pemerintah. Pemerintah lebih fokus pada
kepentingan kapitalis dan pengusaha, bukan berorientasi pada tuntutan dan
kebutuhan masyarakat. Hal ini menunjukkan adanya kegagalan dalam tahap konversi,
di mana pemerintah tidak memproses input masyarakat dengan baik untuk
menghasilkan output yang sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan mereka.
Konsep yang terkait dengan masalah ini adalah akuntabilitas dan partisipasi
publik dalam sistem politik. Akuntabilitas mengacu pada kewajiban pemerintah untuk
bertanggung jawab atas kebijakan publik yang dihasilkan, dan partisipasi publik
mengacu pada hak masyarakat untuk terlibat dalam proses pembuatan kebijakan
publik. Dalam kasus ini, terlihat bahwa pemerintah tidak bertanggung jawab dengan
baik terhadap kebutuhan dan tuntutan masyarakat, serta kurang melibatkan
masyarakat dalam proses pembuatan kebijakan.
Teori sistem politik mengacu pada pandangan bahwa sistem politik terdiri dari
sejumlah komponen yang saling berinteraksi dan saling memengaruhi. Sistem politik
Indonesia terdiri dari beberapa komponen, termasuk lembaga-lembaga pemerintah,
partai politik, masyarakat sipil, dan media massa. Dalam konteks pandemi COVID-19,
kegagalan input dan output dalam sistem politik Indonesia menunjukkan adanya
ketidakselarasan antara masyarakat sebagai komponen penting dalam sistem politik
dengan pemerintah sebagai lembaga yang berwenang mengambil kebijakan publik.
Konsep partisipasi publik menekankan pentingnya keterlibatan masyarakat dalam
proses pengambilan keputusan publik. Dengan partisipasi publik yang lebih baik,
kebijakan publik yang dihasilkan akan lebih responsif terhadap kebutuhan
masyarakat. Data yang dapat digunakan untuk mendukung pembahasan ini adalah
hasil survei yang menunjukkan tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja
pemerintah selama pandemi COVID-19. Survei yang dilakukan oleh lembaga survei
independen, seperti Lembaga Survei Indonesia (LSI), dapat memberikan gambaran
tentang pandangan masyarakat terhadap kinerja pemerintah dalam menangani
pandemi COVID-19.
Solusi yang dapat diberikan untuk mengatasi masalah yang dihadapi oleh
sistem politik di Indonesia terkait dengan ketidakselarasan antara input yang diberikan
oleh masyarakat dengan output yang dihasilkan oleh pemerintah:
1). Meningkatkan partisipasi publik: Pemerintah harus lebih proaktif dalam
mengadakan dialog dengan masyarakat dan memperluas partisipasi publik dalam
proses pembuatan kebijakan. Dengan melibatkan masyarakat dalam proses
pengambilan keputusan, maka input dari masyarakat dapat diperhitungkan dan
menjadi dasar pembuatan kebijakan yang lebih tepat sasaran.
2). Memperkuat transparansi: Pemerintah harus memperkuat transparansi
dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan kebijakan. Hal ini dapat
dilakukan dengan mempublikasikan informasi yang relevan dan memberikan akses
yang lebih mudah kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan.
3). Meningkatkan akuntabilitas: Pemerintah harus bertanggung jawab terhadap
kebijakan yang dihasilkan dan harus siap menerima kritik dan saran dari masyarakat.
Peningkatan akuntabilitas ini dapat dilakukan melalui mekanisme pengawasan yang
lebih ketat dari pihak-pihak yang independen, seperti lembaga swadaya masyarakat
(LSM) dan media massa.
4). Meningkatkan kapasitas pemerintah: Pemerintah harus meningkatkan
kapasitas dan kualitas sumber daya manusia dalam bidang pengambilan keputusan
dan pengelolaan kebijakan. Dengan begitu, pemerintah dapat merespons dengan
cepat dan tepat terhadap masalah yang dihadapi masyarakat.
5). Memperkuat nilai-nilai demokrasi: Pemerintah harus memperkuat nilai-nilai
demokrasi, seperti kebebasan berpendapat, hak untuk memperoleh informasi, dan
hak untuk melakukan protes secara damai. Dengan memperkuat nilai-nilai demokrasi,
masyarakat dapat terlibat secara aktif dalam proses pengambilan keputusan dan
dapat memberikan masukan yang berharga bagi pemerintah.
Dalam rangka mewujudkan solusi-solusi tersebut, pemerintah harus bekerja
sama dengan semua pihak, termasuk masyarakat, LSM, dan media massa. Dengan
begitu, maka terwujudnya sistem politik yang lebih responsif, akuntabel, dan
berkeadilan dapat dicapai.

C. Kesimpulan
Kesimpulannya, kegagalan input dan output dalam sistem politik Indonesia
pada saat pandemi COVID-19 menunjukkan adanya masalah dalam tahap konversi
yang berujung kepada kesalahan fungsi input dan output dalam sistem politik, di mana
pemerintah tidak memproses input masyarakat dengan baik untuk menghasilkan
output yang sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan mereka justru membuat output
yang sangat merugikan masyarakat. Hal ini menunjukkan perlunya peningkatan
akuntabilitas dan partisipasi publik dalam sistem politik serta meningkatkan kapasitas
pemerintah dalam mengkonversi suatu input tidak lupa nilai demokrasi juga harus
ditanam lebih kuat, agar kebijakan publik yang dihasilkan oleh pemerintah
dapat lebih berorientasi bagi kepentingan masyarakat.
D. Daftar Pustaka
Almod, Gabrield and James S. Coleman. 1960. The Politics of Developing Area.
Princeton: Princeton University Press.

Ashlikhatul Fuaddah, (2012). Input- Proses - Output dalam sistem politik Indonesia.
Politik

Budiardjo, Miriam. 1992. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia.

Easton, D. (1953). The political system: An inquiry into the state of political science.
New York: Knopf.

Easton, David. 1984. Kerangka Kerja Analisis Sistem Politik. Jakarta: Bina Aksara.

Easton, David. 1992. Aproaches to The Study of Politics. New York: Macmillan
Publishing Company.

Irawan, E., & Indrasari, D. (2021). Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap


Perekonomian Indonesia. Jurnal Ekonomi Pembangunan, 22(1), 1-14.

Jawahir Gustav Rizal, Rizal Setyo Nugroho.(2021). Apa Itu Omnibus Law Cipta Kerja,
Isi, dan Dampaknya bagi Buruh?

Kurniawan, D. A. (2020). The COVID-19 response in Indonesia: Between public health


and economic interests. Journal of Public Health Policy, 41(4),

Lembaga Survei Indonesia. (2020). Survei Kepuasan Publik: Kinerja Pemerintah


dalam Menangani Pandemi COVID-19. Jakarta: Lembaga Survei
Indonesia.

Patikab. (n.d.). Sistem politik. Retrieved April 5, 2023, from


https://www.patikab.go.id/berita/sistem-politik

Supriyadi, T. (2020). Menilai RUU Cipta Kerja Berdasarkan Kepentingan Rakyat.


Jurnal Hukum Prioritas, 1(2), 111-128.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
(2020). Sekretariat Negara Republik Indonesia.

W. Finaka, Yuli Nurhanisah, Abdurrahman Naufal. (2020). Perjalanan Omnibus Law


Cipta Kerja Hingga menjadi UU

Anda mungkin juga menyukai