Kasus yang dibahas ini berkenaan dengan terdakwa yang diajukan di muka persidangan
pengadilan ekonomikarena dituduh, bahwa, ia tersangkapada bulan September
1967/Oktober 1967 di Jakarta, telah menaricek sedang ia mengetahui dan/atau menduga
bahwa sejak saat ditariknya cek tersebut tidak tersedia dana yang cukup pada bank atas
nama cek itu ditarik, yaitu tersangka pada waktu dan tempat tersebut telah menarik
cek kosong sebanyak 7 lembar atas nama Bank Kemakmuran dan Bank Ekonomi Nasional
Jakarta.13Untuk itu yang bersangkutan telah didakwa dengan Pasal 1 Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 1964 tentang Larangan Penarikan Cek Kosong, yang menentukan
bahwa, “Barangsiapa menarik suatu cek, sedangkan ia mengetahui atau patut harus
menduga, bahwa sejak saat ditariknya untuk cek tersebut tidak tersedia dana yang cukup
pada bank atas nama cek tersebut ditarik (cek kosong) dipidana dengan mati, pidana
seumur hidup atau pidana 2018penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun dan
pidana denda sebanyak-banyaknya empat kali jumlah yang ditulis dalam cek kosong
yang bersangkutan”.14Pengadilan Ekonomi dalam putusan Nomor 825/EK/1969, 18
November 1969, telah memutuskan menyartakan tertuduh tersebut telah bersalah
melakukan “Dengan sengaja telah menarik cheque sedang ia mengetahui bahwa tidak
tersedia cukup dana di Bank atas nama cheque itu ditarik”. Menghukum ia oleh karena itu
dengan hukuman penjara lamanya 9 (sembilan) bukan penjara, ditambah dengan dengan
hukuman denda besarnya Rp1.300.000,00 (satu juta tiga ratus ribu rupiah) dengan
ketetapan bahwa jika denda itu tidak dibayar oleh tertuduh maka harus diganti dengan
hukuman kurungan lamanya 4 (empat) bulan kurungan.Pengadilan Tinggi Ekonomi
di Jakarta dengan putusan Nomor 11/1970m tanggal 21 November 1970, telah
memperbaiki putusan Pengadilan Ekonomi di Jakarta yang amarnya berbunyi sebagai
berikut: Memperbaiki putusan Pengadilan negeri Ekonomi di Jakarta tertanggal 18
November 1969 No. 825 EK/1969, dalam eprkara Jauw Tjong Tek alias Jauw Tjoe
Liang, yang dimohonkan peradilan tinkat banding sepanjang mengenai nama (kwalifikasi)
dari kejahatan itu dan hukuman yang dijatuhkan kepada terdakwa sdebagai berikut:
Menyatakan terdakwa bersalah melakukan kejahatan:“menarik cheque sedang ia tahu atau
patut menduga bahwa dana untuk itu tidak cukup tersedia di bank atas nama cheque itu
ditarik”;Menghukum ia oleh karena itu dengan hukuman penjara selama: 1 (satu)
tahun 6 (enam) bulan penjara, ditambah dengan hukuman denda Rp1.500.000,00 (satu
juta lima ratus ribu rupiah) dengan ketentuan bahwa apabila denda itu tidakdibayar
harus diganti dengan hukuman kurungasn selama 5 (lima) bulan;
KASUS II
Contoh perkara (kasus) dimana Hakim tidak menilai bahwa Putusan MK tersebut sebagai bentuk dari
perubahan undang-undang.
Dalam sebuah kasus yang terjadi di Surabaya, seorang Terdakwa bernama Sutedjo Gustoro telah
didakwa melakukan perbuatan tidak menyenangkan (Pasal 335 ayat (1) butir ke-1 KUHP)
Peristiwa pidana yang didakwakan kepada Sutedjo terjadi pada tanggal 5 Oktober 2012. Selanjutnya
dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) kepada Terdakwa Sutedjo dibacakan dimuka sidang
Pengadilan Negeri Surabaya tanggal 11 Desember 2013. Selanjutnya, pada tanggal 16 Januari 2014
MK mengeluarkan putusan No. 1/PUU-XI/2013 tersebut, sehingga substansi Pasal 335 ayat (1) butir
ke-1 KUHP telah mengalami perubahan, yang seharusnya berakibat pada hak Terdakwa untuk
diterapkan ketentuan yang lebih menguntungkan baginya, sesuai dengan prinsip Pasal 1 ayat (2)
KUHP tersebut.
Pasal 335 ayat (1) ke-1KUHP menentukan : Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun
atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah: barang siapa secara melawan hukum
memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan
memakai kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, atau
dengan memakai ancaman kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak
menyenangkan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain
Ketentuan Pasal 335 ayat (1) ke-1 KUHP tersebut menjadi berubah dengan adanya putusan
Mahkamah Konstitusi tanggal 16 Januari 2014 No. 1/PUUXI/2013 yang menyatakan bahwa frase
atau unsur “Sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan” dalam Pasal 335
ayat (1) butir 1 KUHP dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945.
Dengan demikian terhitung sejak tanggal 16 Januari 2014 maka Pasal 335 ayat (1) ke-1 KUHP
menjadi sebagai berikut : Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling
banyak empat ribu lima ratus rupiah: barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain
supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, atau
dengan memakai ancaman kekerasan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain.
Pasal 1 ayat (2) KUHP menegaskan bahwa jika ada perubahan dalam perundang-undangan sesudah
perbuatan dilakukan, maka terhadap Terdakwa diterapkan ketentuan yang paling menguntungkan
baginya.2 Ketentuan tersebut sudah jelas, tanpa perlu tafsir, bahwa jika sesudah perbuatan
dilakukan terdapat perubahan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perbuatan
tersebut, maka diberlakukanlah ketentuan yang paling menguntungkan bagi Terdakwa. Artinya, jika
ketentuan peraturan perundangundangan yang baru tersebut lebih menguntungkan bagi Terdakwa
maka ketentuan baru tersebut justru berlaku sebagai pedoman mengadili perbuatan Terdakwa
(berlaku surut). Pasal 1 ayat (2) KUHP jelas memungkinkan berlakunya asas retroaktif khusus. Khusus
dalam arti jika peraturan tersebut lebih menguntungkan Terdakwa.
KASUS III
Kasus serupa juga terjadi kepada dua orang aktivis buruh bernama Agus Budiono dan Abdul Hakam
di Gresik yang juga dijatuhi hukuman karena dinyatakan terbukti sah dan meyakinkan melakukan
perbuatan tidak menyenangkan, sebagaimana putusan Pengadilan Tinggi Surabaya No.
35/PID/2014/PT.Sby., tanggal 11 Maret 2014 yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Gresik
No. 281/Pid.B/2013/PN.Gs. Padahal sebelumnya pada tanggal 16 Januari 2014 MK mengeluarkan
putusan No. 1/PUU-XI/2013 yang telah menghilangkan unsur perbuatan tidak menyenangkan dalam
Pasal 335 ayat (1) butir ke-1 KUHP tersebut.
Pasal 335 ayat (1) ke-1KUHP menentukan : Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun
atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah: barang siapa secara melawan hukum
memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan
memakai kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, atau
dengan memakai ancaman kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak
menyenangkan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain
Ketentuan Pasal 335 ayat (1) ke-1 KUHP tersebut menjadi berubah dengan adanya putusan
Mahkamah Konstitusi tanggal 16 Januari 2014 No. 1/PUUXI/2013 yang menyatakan bahwa frase
atau unsur “Sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan” dalam Pasal 335
ayat (1) butir 1 KUHP dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945.
Dengan demikian terhitung sejak tanggal 16 Januari 2014 maka Pasal 335 ayat (1) ke-1 KUHP
menjadi sebagai berikut : Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling
banyak empat ribu lima ratus rupiah: barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain
supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, atau
dengan memakai ancaman kekerasan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain.