Bab4 Removed
Bab4 Removed
Hasil uji karakteristik awal konsentrasi COD limbah cair yang berasal dari
hasil pengolahan IPAL pabrik gula belum memenuhi baku mutu. Oleh karena itu,
Limbah cair hasil pengolahan pabrik gula perlu melalui tahap pengolahan lanjutan
agar tidak mencemari lingkungan terutama badan air. Pengolahan lanjutan yang
dalam menyisihkan konsentrasi COD limbah cair hasil pengolahan IPAL pabrik
gula. Sedangkan tanaman yang digunakan antara lain yaitu T. angustifolia dan E.
palaefolius.
IPAL pabrik gula. Variasi jumlah tanaman yang digunakan antara lain yaitu 2, 4,
dan 6 individu tanaman, sedangkan waktu kontak yang digunakan yaitu 15 dan 30
hari. Perlakuan jumlah tanaman dan waktu kontak yang bervariasi akan
IPAL pabrik gula selama 15 hari dan 30 hari, maka akan didapatkan hasil rata-rata
64
65
4.1.1 Karakteristik Awal Limbah Cair Hasil Pengolahan IPAL Pabrik Gula
Limbah cair hasil pengolahan IPAL pabrik gula yang digunakan dalam
penelitian berasal dari salah satu pabrik gula yang terletak di Provinsi Jawa Timur.
Limbah cair yang diambil berasal dari titik outlet Instalasi Pengolahan Limbah
(IPAL) pabrik gula tersebut. Limbah cair hasil pengolahan IPAL pabrk gula yang
pencemar yang terdapat dalam limbah tersebut dan kemudian disesuaikan dengan
baku mutu yang telah ditetapkan. Baku mutu yang digunakan terdapat dalam
Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 52 Tahun 2014 Tentang Baku Mutu Air
Limbah Bagi Industri dan/atau Kegiatan Usaha Lainnya pada bagian baku mutu air
limbah bagi pabrik gula dengan kapasitas antara 2.500 sampai dengan 10.000 ton
tebu yang diolah per hari untuk parameter COD, BOD5, TSS dan pH.
hidup dengan kelas air yang dipilih yaitu kelas 3. Kelas air yang dipilih disesuaikan
dengan peruntukan air sungai yang menjadi tempat buangan limbah hasil
pengolahan IPAL pabrik gula. Peruntukan sungai digunakan untuk pengairan lahan
pertanian dan perkebunan serta budidaya ikan air tawar. Penggunaan peraturan
baku mutu yang berbeda disebabkan karena parameter suhu, DO, kekeruhan,
amonia, nitrat, nitrit, total N dan fosfat tidak diatur dalam Peraturan Gubernur Jawa
Timur Nomor 52 Tahun 2014 Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Industri
66
dan/atau Kegiatan Usaha Lainnya. Hasil uji karakteristik awal limbah cair hasil
Tabel 4.1 Hasil Uji Karakteristik Awal Limbah Cair Hasil Pengolahan IPAL Pabrik
Gula
No. Parameter Nilai Satuan Baku Keterangan
Mutu
1. pH 6,7 - 6-9* Memenuhi
2. Suhu 28,9 ℃ Dev 3** Memenuhi
3. DO 1,8 mg/L 3** Tidak Memenuhi
4. COD 460 mg/L 100* Tidak Memenuhi
5. BOD5 254 mg/L 60* Tidak Memenuhi
6. Kekeruhan 266 NTU - -
7. TSS 161 mg/L 50* Tidak Memenuhi
8. Amonia 3,34 mg/L NH3-N 0,5** Tidak Memenuhi
9. Nitrat 39,61 mg/L NO3-N 20** Tidak Memenuhi
10. Nitrit 0,115 mg/L NO2-N 0,06** Tidak Memenuhi
11. Total N 47,10 mg/L NH3-N 25** Tidak Memenuhi
12. Fosfat 0,71 mg/L PO4-P 1** Memenuhi
Sumber: *Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 52 Tahun 2014
**Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021
Berdasarkan Tabel 4.1, hasil uji karakteristik awal limbah cair hasil
pengolahan IPAL pabrik gula untuk parameter COD, BOD, dan TSS tidak
memenuhi baku mutu Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 52 Tahun 2014
Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Industri dan/atau Kegiatan Usaha Lainnya
pada pada bagian baku mutu air limbah bagi pabrik gula dengan kapasitas antara
2.500 sampai dengan 10.000 ton tebu yang diolah per hari. Parameter DO,
Turbiditas, Amonia, Nitrat, Nitrit dan Total N juga tidak memenuhi baku mutu
yang tidak memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan, sehingga limbah cair hasil
Parameter DO, COD, BOD, Turbiditas, dan TSS yang tidak memenuhi baku mutu
67
menunjukkan bahwa kandungan bahan organik dalam limbah cair masih cukup
tinggi.
ekosistem perairan. Kandungan bahan organik yang cukup tinggi akan membuat
kelangsungan hidup biota air (Ismoyo et al., 2017). Selain itu, kandungan bahan
organik yang tinggi dapat menyebabkan penurunan kualitas air akibat adanya
proses dekomposisi bahan organik yang terjadi di dalam ekosistem perairan. Proses
kandungan oksigen terlarut didalam perairan menjadi rendah atau bahkan habis.
senyawa-senyawa yang tidak stabil dan bersifat toksik. Kondisi perairan yang
Uji Range Finding Test (RFT) dilakukan untuk mengetahui batas kritis
konsentrasi limbah cair yang tidak memberikan efek kematian pada tanaman.
palaefolius. Variasi konsentrasi limbah cair pabrik gula yang digunakan dalam
penelitian antara lain yaitu konsentrasi 0% (kontrol), 20%, 40%, 60%, 80%, dan
68
100%. Uji RFT dilakukan selama 7 hari dengan parameter yang diamati berupa
tanaman, jumlah daun, warna daun, dan ketinggian tanaman. Media yang
digunakan pada uji RFT yaitu kerikil setinggi 10 cm dan pasir setinggi 8 cm.
Masing-masing reaktor berisi 8 Liter limbah cair dengan variasi konsentrasi yang
telah ditetapkan. Hasil uji RFT tanaman T. angustifolia dapat dilihat pada tabel 4.2
dan tabel 4.3, sedangkan hasil uji RFT tanaman E. palaefolius dapat dilihat pada
Tabel 4.2 Gambar Hasil Pengamatan Fisik Uji RFT Tanaman T.angustifolia
Hari Gambar
Ke- 0% 20% 40% 60% 80% 100%
1
Tabel 4.4 Gambar Hasil Pengamatan Fisik Uji RFT Tanaman E. palaefolius
Hari Gambar
Ke- 0% 20% 40% 60% 80% 100%
1
7
70
0% 4 tanaman 5-7
4 4 mengalami helai - 1
penambahan
tinggi
Berdasarkan hasil pengamatan uji RFT selama 7 hari, terlihat bahwa tanaman
limbah cair sebesar 60%. Jumlah tanaman pada reaktor yang berisi limbah cair
hari ke 7 tetap berjumlah 4 individu dan memiliki kondisi yang segar. Meskipun
ada satu daun dalam satu reaktor yang memiliki ujung kuning, tetapi kondisi semua
daun yang lain tetap hijau. Semua individu tanaman pada konsentrasi 60% tetap
angustifolia serta muncul daun baru untuk tanaman E. palaefolius. Hal tersebut
menandakan bahwa kedua tanaman tersebut pada konsentrasi limbah sebesar 60%
masih bisa bertahan hidup dengan baik. Oleh karena itu, konsentrasi limbah cair
dapat hidup dengan baik. Pada konsentrasi 80%, dua individu tanaman yang berada
tanaman yang mengering bewarna coklat dan tidak adanya pertambahan tinggi.
Pada reaktor yang berisi tanaman E. palaefolius, dua individu dalam satu reaktor
mengalami kematian. Sedangkan kondisi tanaman lainnya dalam satu reaktor tidak
tampak segar ditandai dengan semua daun yang menguning dan tidak adanya
pertumbuhan tunas bagi tanaman T. angustifolia maupun daun baru bagi tanaman
E. palaefolius.
mengering bewarna coklat dan tidak adanya pertambahan tinggi. Sedangkan reaktor
yang berisi E. palaefolius pada konsentrasi limbah 100%, tiga individu tanaman
mengalami kematian. Sedangkan satu individu yang tersisa juga tidak dalam
kondisi yang baik yaitu ditandai dengan semua daun yang menguning dan tidak
72
adanya pertumbuhan daun baru. Oleh karena itu, konsentrasi limbah cair 80% dan
tanaman dan waktu kontak. Variasi jumlah tanaman yang digunakan antara lain
kontak yang digunakan yaitu 15 dan 30 hari. Parameter yang diukur selama
penelitian utama yaitu COD, pH, suhu, DO, berat basah tanaman dan berat kering
tanaman. Parameter tersebut diukur pada hari ke-0 (sebelum perlakuan), hari ke-15
Morfologi tanaman yang diamati selama penelitian utama antara lain yaitu
warna daun, tinggi tanaman, terbentuknya daun baru untuk tanaman E. palaefolius,
utama berlangsung, setiap reaktor dilakukan penyiraman 3-4 hari sekali. Hal
tersebut bertujuan untuk menyuplai air yang hilang selama proses fotosintesis dan
menjaga tanaman agar tetap segar. Selain itu, penyiraman juga bertujuan untuk
menjaga aliran air di dalam reaktor tetap bertipe subsurface. Efisiensi penyisihan
COD tanaman T. angustifolia dan E. palaefolius pada limbah cair hasil pengolahan
IPAL pabrik gula dihitung dari nilai COD sebelum dan sesudah perlakuan 15 hari
serta sebelum dan sesudah perlakuan 30 hari. Adapun hasil efisiensi penyisihan
73
COD oleh tanaman T. angustifolia dan E. palaefolius dapat dilihat pada Gambar
100
Penyisihan COD (%)
Rata-Rata Efisiensi
80
60
40
20
0
0 Tanaman 2 Tanaman 4 Tanaman 6 Tanaman
(Kontrol)
15 Hari 30 Hari
Gambar 4.1 Efisiensi Penyisihan COD pada Limbah Cair Hasil Pengolahan
IPAL Pabrik Gula Menggunakan Tanaman T. angustifolia
tanaman T. angustifolia pada waktu kontak 15 hari dengan variasi jumlah tanaman
pada waktu kontak 30 hari dengan variasi jumlah tanaman tanaman 0 (kontrol), 2,
COD tertinggi pada waktu kontak 15 hari terdapat pada reaktor dengan variasi 6
tertinggi pada variasi waktu kontak 30 hari juga terdapat pada reaktor dengan
COD tertinggi ada pada variasi waktu kontak 30 hari. Berdasarkan variasi jumlah
penyisihan konsentrasi COD yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan reaktor
100
Penyisihan COD (%)
Rata-Rata Efisiensi
80
60
40
20
0
0 Tanaman 2 Tanaman 4 Tanaman 6 Tanaman
(Kontrol)
15 Hari 30 Hari
Gambar 4.2 Efisiensi Penyisihan COD pada Limbah Cair Hasil Pengolahan
IPAL Pabrik Gula Menggunakan Tanaman E. palaefolius
konsentrasi COD oleh E. palaefolius pada waktu kontak 15 hari dengan variasi
pada waktu kontak 30 hari dengan variasi jumlah tanaman tanaman 0 (kontrol), 2,
4, dan 6 individu tanaman yaitu sebesar 27,63%; 63,14%; 74,26%; dan 83,80%.
Apabila ditinjau dari variasi waktu kontak, efisiensi penyisihan COD tertinggi pada
waktu kontak 15 hari adalah pada reaktor dengan variasi 6 individu tanaman yaitu
sebesar 73,26%. Pada variasi waktu kontak 30 hari, efisiensi penyisihan tertinggi
juga ada pada reaktor dengan variasi 6 individu tanaman yaitu sebesar 83,80%.
Efisiensi penyisihan konsentrasi COD tertinggi ada pada variasi waktu kontak 30
75
hari. Apabila ditinjau dari variasi jumlah tanaman, reaktor dengan variasi 6 individu
Nilai efisiensi penyisihan konsentrasi COD pada reaktor kontrol jauh lebih
penyisihan konsentrasi COD pada limbah cair hasil pengolahan IPAL pabrik gula.
tinggi. Hal tersebut dibuktikan dalam hasil penelitian, dimana efsiensi penyisihan
COD pada reaktor yang berisi 6 individu tanaman jauh lebih besar dibandingkan
dengan reaktor yang berisi 2 individu tanaman dan 4 individu tanaman. Pada sistem
terdapat pada reaktor yang berisi 6 individu tanaman begitupun juga reaktor yang
semakin banyak dan dalam jaringan akar tanaman yang bekerja dalam media
Apabila dilihat dari variasi waktu kontak, efisiensi penyisihan COD tertinggi
ada pada waktu kontak 30 hari baik pada sistem constructed wetland yang
ini sesuai dengan penelitian constructed wetland yang dilakukan oleh Nono et al.
(2020), menyimpulkan bahwa semakin lama waktu kontak yang digunakan, maka
76
semakin banyak pula kesempatan bagi tanaman uji dan mikroorganisme untuk
mendegradasi bahan pencemar organik yang ada didalam limbah cair. Hal tersebut
juga didukung oleh hasil penelitian Nasrullah et al. (2017), yang menyatakan bahwa
semakin lama waktu kontak dengan limbah cair menyebabkan proses degradasi
bahan pencemar organik dapat berlangsung lebih lama sehingga kinerja reaktor
sistem constructed wetland menjadi lebih baik dan konsentrasi pencemar pada hasil
Pada reaktor kontrol yang hanya berisi media dan limbah cair hasil
pengolahan IPAL pabrik gula juga mengalami kenaikan nilai efisiensi penyisihan
COD. Tetapi, nilai efisiensi penyisihan COD pada reaktor kontrol masih berada
penyisihan COD pada reaktor kontrol terjadi akibat adanya proses filtrasi yang
terjadi pada media, selain itu juga adanya peran mikroorganisme yang tumbuh pada
media dalam mendegradasi kandungan bahan pencemar pada limbah cair (Hidayah
et al., 2018).
Limbah cair hasil pengolahan IPAL pabrik gula sebagian besar mengandung
bahan organik yang terdiri atas karbohidrat (Tugiyono et al., 2009). Oleh karena
itu, nilai konsentrasi COD pada limbah cair hasil pengolahan IPAL pabrik gula
cukup besar. Penyisihan bahan pencemar organik dalam suatu sistem constructed
wetland dapat dilakukan melalui proses fisik, kimia dan biologi yang cukup
kompleks dimana terdapat hubungan yang sinergis antara media, tanaman, dan
mikroorganisme (Hidayah dan Aditya, 2010). Bahan pencemar organik yang tidak
77
terlarut sebagian besar akan disisihkan melalui proses fisik oleh substrat media,
sedangkan bahan pencemar organik yang terlarut akan disisihkan melalui proses
kimia dan biologi oleh mikroorganisme dan tanaman. Bahan pencemar organik
Sebaliknya, bahan pencemar organik yang tidak larut lebih sulit untuk
mikrooganisme. Selain itu, media juga memainkan peran penting dalam penyisihan
bahan pencemar karena sebagian besar proses fisik terjadi di lapisan media. Proses
fisik yang terlibat dalam pengolahan limbah cair melalui media yaitu filtrasi
(Hdidou et al., 2022). Filtrasi adalah proses pemisahan padatan dan cairan dengan
Proses filtrasi dilakukan oleh media yang terdapat dalam reaktor. Filtrasi
besar yang terdapat dalam air limbah. Mekanisme filtrasi dapat terbagi menjadi dua
macam yaitu filtrasi permukaan (surface filtration) dan filtrasi kedalaman (depth
yang lebih besar daripada ukuran pori media, sehingga tertahan pada pori-pori
media. Partikel-partikel bahan organik yang lolos pada proses filtrasi, kemudian
akan mengalami mekanisme filtrasi kedalaman dengan cara tertahan dan terikat
pada biofilm yang terdapat di dalam media maupun akar tanaman (Purnama, 2017).
78
dapat mendegradasi bahan pencemar organik baik secara aerob maupun anaerob.
Bahan pencemar organik mengandung sekitar 45-50% karbon (C) yang digunakan
pencemar organik pada limbah cair akan dirombak oleh mikroorganisme yang
sederhana yang tidak berbahaya dan diserap oleh tanaman sebagai nutrien bagi
tanaman tersebut (Hidayah & Aditya, 2010). Mikroorganisme yang bekerja dalam
sistem constructed wetland antara lain yaitu bakteri; yeast; fungi; protozoa; dan
membentuk suatu lapisan tipis yang disebut sebagai biofilm. Partikel bahan organik
yang lolos pada proses filtrasi media, akan tertahan dan terikat pada lapisan biofilm.
Pada lapisan biofilm tersebut, bahan pencemar organik yang berbentuk koloid
maupun terlarut akan diuraikan oleh mikroorganisme (Agustina et al., 2016). Pada
zona aerobik, bahan organik akan diuraikan menjadi senyawa yang lebih sederhana
misalnya CO2 , H2 O, atau NO-3 oleh bakteri aerobik. Pada zona anaerob, bahan
organik akan diuraikan menjadi CH4 , CO2 , atau N2 oleh bakteri anaerob (Qin dan
Chen, 2016). Zona aerobik terbatas pada zona yang berdekatan dengan daerah
rizosfer dan pada lapisan permukaan media tempat difusi oksigen dari atmosfer
79
berlangsung (Vymazal dan Kropfelova, 2009). Semakin dalam dan jauh dari
dalam penyisihan bahan pencemar organik pada sistem construted wetland. Proses
organik selain terfiltrasi oleh permukaan substrat media, juga dapat terfiltrasi oleh
pencemar agar menempel pada akar tanaman. Permukaan akar tanaman pada
constructed wetland dilapisi oleh lapisan biofilm aktif yang disebut sebagai
perifiton. Lapisan biofilm inilah yang dapat menjerap bahan pencemar pada akar
tanaman (USEPA, 1999 dalam Kumar et al., 2018). Akar tanaman yang lebih
80
berserabut akan membantu proses filtrasi lebih optimum karena dapat menjangkau
area yang lebih luas (Ulfah et al., 2010). Akar tanaman pada zona rizosfer
ini, tanaman melepaskan unsur hara berupa eksudat akar. Keberadaan eksudat
pencemar organik. Hasil degradasi kemudian akan diserap oleh tanaman sebagai
tanaman, atau penguraian bahan pencemar di luar tanaman melalui efek senyawa
seperti enzim yang diproduksi oleh tanaman. Bahan pencemar yang terdegradasi
(USEPA, 1999 dalam Kumar et al., 2018). Penyisihan bahan pencemar juga dapat
melalui mekanisme fitovolatilisasi. Bahan pencemar yang telah diserap dan diubah
menjadi senyawa yang tidak berbahaya melalui sistem perakaran akan dipindahkan
Zona tanaman yang paling reaktif pada sistem constructed wetland berada di
rizosfer akar tempat semua proses fisik, kimia dan biologi berlangsung. Proses ini
pencemar (Mthembu et al., 2013). Oleh karena itu, reaktor constructed wetland
penyisihan COD yang lebih tinggi daripada reaktor kontrol yang tidak ditanami.
Hal tersebut terjadi karena zona rizosfer tanaman merangsang kepadatan dan
serta adanya lingkungan aerobik sebagai akibat adanya oksigen dari proses difusi
dengan atmosfer (Vymazal dan Kropfelova, 2009). Hal tersebut juga didukung oleh
pernyataan Ma et al. (2017), dimana pengaruh zona rizosfer pada tanaman membuat
penyisihan bahan pencemar lebih tinggi daripada sistem constructed wetland yang
disuplai langsung dari atmosfer dengan cara disfusi (Rehman et al., 2016). Adanya
suplai oksigen pada zona rizosfer sistem perkaran tanaman akan memungkinkan
menjadi habitat bagi mikroorganisme aerob. Rizosfer merujuk pada wilayah media
yang dipengaruhi langsung oleh sekresi akar, di mana menjadi habitat yang cocok
Oksigen dapat digunakan sebagai sumber energi atau katalis untuk proses
metabolisme mikroorganisme (Suprihatin, 2014). Pada Gambar 4.4 dan 4.5, dapat
dilihat bahwa pada zona rizosfer yang kaya akan oksigen akan membentuk zona
82
aerob dan yang jauh dari sistem perkaran tersebut akan membentuk zona anaerob
(Suprihatin, 2014).
Gambar 4.4 Zona Rizosfer pada Gambar 4.5 Zona Aerob dan Anaerob
Sistem Perakaran Tanaman pada Sistem Perakaran Tanaman
(Sumber: Wetland International, 2003) (Sumber: Suprihatin, 2014)
Penyisihan COD pada limbah cair hasil pengolahan IPAL pabrik gula juga
dipengaruhi oleh parameter pendukung seperti Dissolve Oxygen (DO), suhu, dan
pH. Oksigen terlarut merupakan parameter yang penting dalam suatu sistem
organik didalam limbah cair. Peningkatan proses degradasi bahan organik oleh
penelitian yang dilakukan oleh Salim (2021), bahan organik yang semakin menurun
menjadi berkurang. Oleh karena itu, semakin besar penurunan konsentrasi COD
maka semakin besar pula kandungan DO pada limbah cair. Hal ini dapat terlihat
pada data hasil pengukuran nilai DO pada Gambar 4.6 dan Gambar 4.7.
83
8
7
DO (mg/L)
6
5
4
3
2
1
0
2 Tanaman
6 Tanaman
0 Tanaman
4 Tanaman
6 Tanaman
0 Tanaman
2 Tanaman
4 Tanaman
(Kontrol)
(Kontrol)
15 Hari 30 Hari
Sebelum Perlakuan Sesudah Perlakuan
8
7
DO (mg/L)
6
5
4
3
2
1
0
2 Tanaman
4 Tanaman
0 Tanaman
2 Tanaman
4 Tanaman
6 Tanaman
0 Tanaman
6 Tanaman
(Kontrol)
(Kontrol)
15 Hari 30 Hari
Sebelum Perlakuan Sesudah Perlakuan
Berdasarkan Gambar 4.6 dan Gambar 4.7, terlihat bahwa baik reaktor yang
konsentrasi DO yang tinggi sejalan dengan semakin banyak tanaman dan lama
waktu kontak yang digunakan. Semakin banyak tanaman dan lama waktu kontak
84
yang digunakan membuat penyisihan konsentrasi COD akan semakin tinggi. Hal
tersebut sesuai dengan teori yang telah dijelaskan bahwa semakin besar efisiensi
penyisihan konsentrasi COD yang terjadi, maka kandungan oksigen yang terlarut
suatu larutan dengan cara mengukur konsentrasi ion hidrogen (H+) yang terdapat
pada larutan tersebut. Kadar ion H+ yang semakin tinggi, maka semakin asam
reaksi katalis (Devianasari dan Laksmono, 2011). Pada suatu sistem constructed
menjadi lebih cepat. Saat konsentrasi bahan pencemar organik menurun, gas CO2
dan H2 O yang dihasilkan dari proses penguraian bahan organik juga akan sedikit,
Hasil proses degradasi bahan organik yaitu CO2 akan bergabung dengan
teradsorpsi pada substrat media untuk membentuk bikarbonat yang lebih larut.
Bikarbonat yang terbentuk kemudian diserap oleh sel tanaman melalui dinding sel
85
10
8
6
pH
4
2
0
4 Tanaman
0 Tanaman
2 Tanaman
4 Tanaman
6 Tanaman
0 Tanaman
2 Tanaman
6 Tanaman
(Kontrol)
10
8
6
pH
4
2
0
0 Tanaman
2 Tanaman
4 Tanaman
6 Tanaman
0 Tanaman
2 Tanaman
4 Tanaman
6 Tanaman
(Kontrol)
(Kontrol)
15 Hari 30 Hari
Sebelum Perlakuan Sesudah Perlakuan
Berdasarkan hasil penelitian pada Gambar 4.8 dan Gambar 4.9, didapatkan
banyak jumlah tanaman dan lama waktu kontak yang digunakan, maka nilai pH
kandungan CO2 yang dihasilkan oleh proses degradasi bahan pencemar organik
oleh mikroorganisme.
Suhu juga merupakan variabel penting yang mempengaruhi proses yang ada
di dalam limbah cair. Suhu dapat mempengaruhi kinerja pengolahan limbah cair
yang ada di dalam reaktor constructed wetland karena suhu berpengaruh terhadap
aktivitas mikroorganisme dan tanaman. Suhu yang konstan akan meningkatkan laju
meningkat. Mikroorganisme dapat hidup dan berkembang biak dengan baik pada
rentang suhu 25-35°C. Selain itu, Suhu juga berpengaruh terhadap kemampuan
penyerapan yang dilakukan oleh tanaman, karena suhu berkaitan dengan proses
Suhu limbah cair akan mengalami penurunan setelah melalui proses didalam
perlakuan. Semakin banyak jumlah tanaman dan lama waktu kontak, suhu limbah
cair mengalami penurunan. Data suhu hasil pengukuran pada penelitian dapat
29
Suhu (ͦC)
28
27
26
25
4 Tanaman
0 Tanaman
2 Tanaman
4 Tanaman
6 Tanaman
0 Tanaman
2 Tanaman
6 Tanaman
(Kontrol)
(Kontrol)
15 Hari 30 Hari
Sebelum Perlakuan Sesudah Perlakuan
29
Suhu (ͦC)
28
27
26
25
2 Tanaman
0 Tanaman
2 Tanaman
4 Tanaman
6 Tanaman
0 Tanaman
4 Tanaman
6 Tanaman
(Kontrol)
(Kontrol)
15 Hari 30 Hari
Sebelum Perlakuan Sesudah Perlakuan
Suhu limbah cair dapat diturunkan oleh vegetasi pada sistem constructed
wetland sekitar 2°C (Panrare et al., 2015). Hal tersebut dapat terjadi karena adanya
diserap oleh limbah cair yang ada di dalam media dan tanaman. Radiasi bersih yang
88
Sedangkan sebagian dari radiasi bersih diserap oleh limbah cair akan mendorong
terjadinya penguapan atau evaporasi (Kadlec, 2006). Uap air yang dihasilkan pada
proses transpirasi dan evaporasi dapat menurunkan suhu di sekitar vegetasi dengan
cara adsorpsi panas untuk transformasi fasa dari bentuk cair menjadi uap. Laju
palaefolius berdasarkan variasi jumlah tanaman dan waktu kontak. Analisis statistik
yang pertama kali dilakukan adalah uji normalitas yang bertujuan untuk mengetahui
apakah data penelitian yang ada telah terdistribusi normal atau tidak. Berdasarkan
sebesar 0,200 baik pada data tanaman T. angustifolia maupun E. palaefolius. Nilai
karena memiliki nilai signifikansi lebih dari 0,05 yaitu sebesar 0,721. Begitupun
juga data tanaman E. palaefolius juga telah memenuhi nilai signifikasi lebih dari
89
0,05 yaitu sebesar 0,847. Hasil analisis statistik menunjukkan data tanaman T.
angustifolia dan E. palaefolius telah memenuhi uji normalitas dan uji homogenitas.
Maka dari itu data bisa dilanjutkan dengan untuk uji parametrik. Uji parametrik
bertujuan untuk mengetahui nilai beda signifikansi pada variasi perlakuan jumlah
tanaman dan waktu kontak. Uji beda menggunakan uji Two Way ANOVA untuk
dilanjutkan dengan uji Duncan untuk mengetahui nilai beda signifikan dalam
Hasil yang didapatkan dari uji beda untuk tanaman T. angustifolia pada
variasi jumlah tanaman nilai yaitu memiliki nilai signifikasi <0,001. Hasil nilai
COD berdasarkan variasi jumlah tanaman karena nilai signifikasi kurang dari 0,05.
Begitupun juga uji beda pada variasi waktu kontak memiliki nilai signifikansi
kurang dari 0,05 yaitu sebesar <0,001. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat
signifikansi 0,114 yang artinya tidak terdapat beda efisiensi penyisihan COD pada
variasi hubungan jumlah tanaman dan waktu kontak karena nilai signifikansi lebih
dari 0,05.
Nilai signifikansi uji beda pada tanaman E. palaefolius pada variasi jumlah
terdapat beda pada efisiensi penyisihan COD berdasarkan variasi jumlah tanaman
karena nilai signifikasi kurang dari 0,05. Begitupun juga uji beda pada variasi waktu
90
kontak memiliki nilai signifikansi kurang dari 0,05 yaitu sebesar <0,001. Hal
waktu kontak. Hasil uji beda hubungan variasi jumlah tanaman dan variasi waktu
kontak sebesar 0,084 yang artinya tidak terdapat beda efisiensi penyisihan COD
pada variasi hubungan jumlah tanaman dan waktu kontak karena nilai signifikansi
terdapat beda, maka uji dilanjutkan untuk mengetahui manakah variasi yang
80 d
Rata-Rata Efisiensi Penyisihan
70 c
60 b
50
COD (%)
40
30
a
20
10
0
0 Individu 2 Individu 4 Individu 6 Individu
Variasi Jumlah Individu Tanaman
Keterangan:
Berdasarkan hasil uji Duncan pada Gambar 4.12, tampak bahwa penambahan
90 d
Rata-Rata Efisiensi Penyisihan
80
c
70
60 b
COD (%)
50
40
30 a
20
10
0
0 Individu 2 Individu 4 Individu 6 Individu
Variasi Jumlah Individu Tanaman
Keterangan:
Hasil uji Duncan pada Gambar 4.13 menunjukkan bahwa variasi jumlah
tanaman, 4 individu tanaman, dan 6 individu tanaman. Variasi waktu kontak baik
post hock, karena hanya terdiri dari dua kategori saja yaitu 15 hari dan 30 hari.
4.3 Hasil Pengolahan Limbah Cair Hasil Pengolahan IPAL Pabrik Gula
perlakuan jumlah tanaman dan variasi waktu kontak. Hasil penyisihan COD
tertinggi oleh tanaman T. angustifolia dan E. palaefolius ada pada variasi 6 individu
konsentrasi COD tertinggi oleh T. angustifolia yang didapat yaitu sebesar 77,53%
dengan rerata konsentrasi akhir sebesar 61,77 mg/L. Begitupun juga dengan
efisiensi penyisihan COD tertinggi pada limbah cair hasil pengolahan IPAL pabrik
gula oleh tanaman E. palaefolius sebesar 83,80% dengan rerata konsentrasi akhir
angustifolia dan E. palaefolius telah memenuhi baku pada Peraturan Gubernur Jawa
Timur Nomor 52 Tahun 2014 Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Industri
93
dan/atau Kegiatan Usaha Lainnya pada pada bagian baku mutu air limbah bagi
pabrik gula dengan kapasitas antara 2.500 sampai dengan 10.000 ton tebu yang
Parameter pendukung seperti DO, pH, dan suhu hasil pengolahan limbah cair
memenuhi baku mutu yang ada. Hasil pengolahan limbah cair hasil pengolahan
IPAL pabrik gula oleh tanaman T. angustifolia untuk parameter DO sebesar 7,13
mg/L dan untuk suhu 26,4 ℃. Kedua parameter tersebut telah memenuhi baku mutu
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dengan kelas air yang dipilih yaitu
kelas 3. Parameter pH juga telah memenuhi baku mutu pada Peraturan Gubernur
Jawa Timur Nomor 52 Tahun 2014 Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Industri
pengolahan limbah cair dengan tanaman E. palaefolius telah memenuhi baku mutu,
dimana nilai parameter DO sebesar 7,51 mg/L; parameter pH sebesar 8,53; dan
parameter suhu 26,2 ℃. Adapun hasil pengolahan limbah cair hasil pengolahan
IPAL pabrik gula dengan metode subsurface constructed wetland oleh tanaman T.
angustifolia dan E. palaefolius dapat dilihat pada Tabel 4.6 dan 4.7.
94
Tabel 4.6 Hasil Pengolahan Limbah Cair Hasil Pengolahan IPAL Pabrik Gula
dengan Tanaman T. angustifolia
No. Parameter Nilai Satuan Baku Mutu Keterangan
1. COD 61,77 mg/L 100* Memenuhi
2. DO 7,13 mg/L 3** Memenuhi
3. pH 8 - 6-9* Memenuhi
4. Suhu 26,4 ℃ Dev 3** Memenuhi
Sumber: *Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 52 Tahun 2014
**Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021
Tabel 4.7 Hasil Pengolahan Limbah Cair Hasil Pengolahan IPAL Pabrik Gula
dengan Tanaman E. palaefolius
No. Parameter Nilai Satuan Baku Mutu Keterangan
1. COD 44,53 mg/L 100* Memenuhi
2. DO 7,51 mg/L 3** Memenuhi
3. pH 8,53 - 6-9* Memenuhi
4. Suhu 26,2 ℃ Dev 3** Memenuhi
Sumber: *Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 52 Tahun 2014
**Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021
Wetland
Penyisihan konsentrasi COD limbah cair hasil pengolahan IPAL pabrik gula
test untuk mengetahui beda antara hasil penyisihan konsentrasi COD oleh tanaman
85
angustifolia dan E. palaefolius < 0,05 yaitu masing-masing 0,006 dan 0,007. Nilai
signifikansi menunjukkan bahwa terdapat beda antara hasil penyisihan COD yang
4.14, terlihat bahwa tanaman E. palaefolius memiliki nilai efisiensi penyisihan yang
lebih tinggi. Tanaman E. palaefolius memiliki kemampuan yang lebih baik dalam
penyisihan konsentrasi COD limbah cair hasil pengolahan IPAL pabrik gula
palaefolius lebih panjang, kuat, dan menjalar daripada akar tanaman T. angustifolia,
sehingga mampu menjadi tempat bagi mikroorgonisme untuk melekat lebih banyak
dan mampu mendegradasi bahan pencemar lebih banyak pula (Hadi dan Pungut,
96
2022). Pernyataan tersebut diperkuat oleh Masturah et al. (2014), dimana struktur
dengan ditandai adanya pertambahan berat dan tinggi tanaman. Pengukuran berat
basah dan berat kering tanaman dilakukan untuk mengetahui penambahan berat
palaefolius yang baik ditandai dengan bertambahnya berat, dimana berat basah dan
berat kering tanaman akan mengalami peningkatan. Berat tanaman yang semakin
kandungan air didalam tanaman. Sedangkan Berat kering tanaman merupakan berat
akumulasi hasil fotosintesis yang berupa protein, karbohidrat dan lemak (Ahmad et
al., 2016). Tanaman membutuhkan air dalam jumlah besar, kurang lebih 80% berat
basah sel dan jaringan tanaman terdiri dari air. Pengeringan tanaman bertujuan
untuk menghilangkan semua kandungan air yang berada didalam tanaman dan
dilakukan pada suhu yang relatif tinggi. Berat kering mencerminkan status nutrisi
80
200
Berat Basah (g)
150
100
50
0
2 4 6 2 4 6
Tanaman Tanaman Tanaman Tanaman Tanaman Tanaman
15 Hari 30 Hari
Sebelum Perlakuan Sesudah Perlakuan
peningkatan berat sejalan dengan perlakuan waktu kontak. Semakin lama waktu
dengan sangat baik dengan penambahan limbah cair. Bahan organik yang terdapat
98
pada limbah cair digunakan oleh tanaman T. angustifolia dan E. palaefolius sebagai
20
Berat Kering (g)
15
10
0
2 4 6 2 4 6
Tanaman Tanaman Tanaman Tanaman Tanaman Tanaman
15 Hari 30 Hari
Sebelum Perlakuan Sesudah Perlakuan
30
Berat Kering (g)
25
20
15
10
5
0
2 4 6 2 4 6
Tanaman Tanaman Tanaman Tanaman Tanaman Tanaman
15 Hari 30 Hari
Sebelum Perlakuan Sesudah Perlakuan
Gambar 4.17 dan 4.18 merepresentasikan bahwa berat kering baik tanaman
dengan peningkatan berat basah tanaman. Semakin lama waktu kontak, berat kering
kering sebelum dan sesudah perlakuan apabila diamati pada setiap reaktor maka
hasil keseluruhan reaktor mengalami peningkatan berat basah dan berat kering.
daripada berat keringnya dikarenakan adanya kandungan air. Rata-Rata berat basah
dan kering tanaman E. palaefolius lebih besar dibandingkan dengan rata-rata berat
basah dan kering tanaman T. angustifolia. Ukuran berat suatu tanaman nyatanya
cair.
yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman E. palaefolius dengan berat basah
100 g. Hal tersebut disebabkan karena tanaman E. palaefolius yang memiliki berat
basah lebih besar cenderung memiliki ukuran morfologi yang lebih besar. Tanaman
E. palaefolius yang memiliki berat basah lebih besar akan memiliki akar yang lebih
panjang dan lebat menyebabkan jangkauan areanya lebih dalam dan luas sehingga
palaefolius angustifolia
adanya peran akar dan mikroorganisme pada zona rizosfer untuk mendegradasi
bahan organik di dalam limbah cair. Akar tanaman yang lebih panjang dan lebat
dan akar tanaman yang banyak membuat proses penguraian bahan pencemar
organik menjadi lebih baik, sehingga dapat menurunkan konsentrasi COD yang
ada. Bahan pencemar organik yang diuraikan oleh mikroorganisme akan dirubah
menjadi senyawa lain yang lebih sederhana sehingga dapat diserap oleh tanaman
Selain berat basah dan berat kering, tinggi tanaman merupakan ukuran
tanaman yang sering diamati. Selama proses penyisihan COD berlangsung, tinggi
maupun E. palaefolius dapat tumbuh dengan baik pada reaktor. Adapun rata-rata
tinggi tanaman T. angustifolia dan E. palaefolius dapat dilihat pada Gambar 4.21
90
Tinggi Tanaman (cm)
80
70
60
50
40
30
20
10
0
2 4 6 2 4 6
Tanaman Tanaman Tanaman Tanaman Tanaman Tanaman
15 Hari 30 Hari
Sebelum Perlakuan Sesudah Perlakuan
80
Tinggi Tanaman (cm)
70
60
50
40
30
20
10
0
2 4 6 2 4 6
Tanaman Tanaman Tanaman Tanaman Tanaman Tanaman
15 Hari 30 Hari
Sebelum Perlakuan Sesudah Perlakuan
perlakuan waktu kontak. Semakin lama waktu kontak, tinggi tanaman akan semakin
hidupnya.