Anda di halaman 1dari 4

Volume 9 Nomor 1, April 2016 Hlm.

15-18
http://journal.trunojoyo.ac.id/pamator
ISSN: 1829-7935
Received: Februari 2016; Accepted: April 2016

Stereotip Kesetaraan Gender terhadap Budaya Pernikahan Dini pada Masyarakat


Madura

Anis Miswoni
Program Studi Ilmu Komunikasi, FISIB, Universitas Trunojo Madura

ABSTRAK
Madura masih dikenal sebagai masyarakat yang kental terhadap budaya dan adat istiadat terdahulu
yang masih dipraktikkan hingga sekarang bahkan hukum adat yang dilegalkan yaitu pernikahan dini.
Dalam budaya pernikahan dini di Madura khususnya di desa Sepulu, Kecamatan Sepulu, Bangkalan
terdapat beberapa proses dalam pernikahan dini, yaitu perjodohan dan manipulasi usia pernikahan.
Posisi perempuan dalam pernikahan dini adalah sebagai orang yang dipilih, ditunjuk, dan dinikahi, tanpa
memiliki hak untuk menolak atau mempertimbangkan. Hak perempuan sejak lahir sudah diarahkan oleh
orang tuanya bahkan dalam dunia pendidikan perempuan dianggap tidak terlalu penting. Sehingga para
perempuan tidak memiliki hak kebebasan apapun. Strereotip masyarakat perempuan berada dibawah
laki-laki. Penelitian ini dianggap penting untuk mengetahui Bagaimana posisi perempuan dalam budaya
pernikahan dini di desa Sepulu Kec Sepulu Kabupaten Bangkalan Madura. Penelitian ini menggunakan
jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan etnografi komunikai. Selain itu penelitian ini menggunakan
beberapa hal untuk memperoleh data, yaitu observasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi yang
akhirnya di analisa menggunakan teori Creswell yaitu dengan cara deskripsi, analisis, dan interpretasi.
Kemudian untuk memeriksa keabsahan data yang sudah di analisis menggunakan triangulasi data.

Kata kunci: Budaya, stereotip, Pernikahan Dini, Kesetaraan Gender, Perempuan

PENDAHULUAN Hak kebebasan perempuan dalam memilih dan me-


Madura memiliki banyak budaya yang masih dile- nentukan kehidupannya dirampas sejak masih ke-
starikan hingga saat ini, salah satunya budaya perni- cil, karena ia sudah dijodohkan sejak anak-anak.
kahan dini. Tepatnya di desa Sepulu, kecamatan Dalam Munawara, Dkk, menurut Mulyadi (2011)
Sepulu, Kabupaten Bangkalan, Madura. Budaya “logika yang selalu dimainkan dalam sosial budaya
pernikahan dini tersebut masih tetap dilaksana- masyarakat Madura adalah bahwa keberadaan per-
kan dan menjadi hukum adat masyarakat tersebut. empuan masih sebagai entitas yang harus diawasi,
Pelaksanannya pun sah-sah saja meskipun hal terse- dilindungi, dan diarahkan”.
but bertentangan dengan peraturan. Peraturan terse- Kebanyakan anak perempuan diperintah
but menjelaskan bahwa batas usia minimal menikah untuk segera menikah oleh orang tuanya dengan
laki-laki 25 tahun dan perempuan 21 tahun. alasan mematuhi hukum adat-istiadat yang ada se-
Dalam Hairi (2009) menjelaskan bahwa jak jaman nenek moyang dan anjuran agama. Selain
dikalangan masyarakat adat yang masih kuat prinsip alasan itu ada salah satu alasan yang sangat menarik
kekerabatannya, perkawinan merupakan suatu nilai yaitu “jika ada yang meminta sangkal untuk dito-
hidup untuk meneruskan keturunan, mempertahan- lak”. Hal itu terjadi karena kekhawatiran orang tua
kan silsilah dan kedudukan sosial yang telah retak agar anak perempuannya selamat dari mitos per-
atau menjauh. Dalam masyarakat adat, perkawinan awan tua jika menolak lamaran. Alasan ekonomi
tidak hanya melibatkan suami dan istri, melainkan pun juga menjadi latar belakang orang tua segera
melibatkan kedua orang tua, keluarga, dan kedua menikahkan anaknya perempuannya, sehingga pen-
belah pihak dalam menunjang kehidupan rumah didikan tidak dianggap penting untuk perempuan.
tangga anak menuju perkawinan yang kekal dan ba- Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu, Mengeta-
hagia hui dan memahami bagaimana budaya pernikahan
Pernikahan dini yang masih terjadi di dini di Desa Sepulu Kecamatan Sepulu Kabupaten
desa Sepulu, Kecamatan Sepulu menyebabkan Bangkalan Madura dan mengetahui dan memahami
banyak anak perempuan putus sekolah dan bahkan bagaimana kesetaraan gender dalam budaya perni-
impian-impian yang sudah dirangkai pupus sudah. kahan dini di Desa Sepulu Kecamatan Sepulu Ka-

Corresponding author : 15
Address : Jl. Raya Telang No. 2 Kamal Bangkalan © 2016 LPPM-UTM
Email : anis.miswoni96@gmail.com
16 | Anis Miswoni: Stereotip Kesetaraan Gender

bupaten Bangkalan Madura mereka. Ketiga, berdasarkan kehendak calon pa-


sangan hidupnya atas restu orang tua. Tetapi dalam
METODE PENELITIAN hal ini orang tua tidak memberi hak apapun kepada
Penelitian ini dilakukan di desa Sepulu, Kecamatan anaknya, sehingga semua hal yang menjadi keputu-
Sepulu, Kabupaten Bangkalan, Madura. Penelitian san orang tua harus dipatuhi oleh anaknya.
ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan Perjodohan sejak kecil benar-benar su-
pendekatan studi etnografi komunikasi. Metode ini dah membentuk pola pikir masyarakat dalam me-
dimaksud untuk menggambarkan, menganalisa, dan nanggapi suatu permasalahan dalam kehidupannya.
menjelaskan perilaku komunikasi dari suatu kelom- Masyarakat yang menikah hasil perjodohan pada
pok sosial yang akhirnya membentuk sebuah bu- tahun 1980an kebanyakan cenderung akan menjo-
daya. Dalam mengumpulkan data yang dibutuhkan dohkan anaknya yang masih balita. Sehingga anak
peneliti menggunakan teknik observasi, wawancara akan menikah pada tahun 1990-2000an. Selain
yang mendalam, dan dokumentasi kemudian di ana- karena hal tersebut menjadi tradisi sejak dahulu,
lisa menggunakan teori Creswell yaitu dengan cara rendahnya pendidikan juga melatar belakangi pe-
deskripsi, analisis dan interpretasi. Kemudian untuk mikiran masyarakat. Sehingga masalah pendidikan
memeriksa keabsahan data yang sudah dianalisis untuk anak-anak mereka tidak dianggap penting.
peneliti menggunakan triangulasi data. Sedangkan bagi masyarakat yang menikah pada
Fokus penelitian dalam pandangan peneli- tahun 1990-2000an cenderung menuntaskan du-
tian kualitatif bersifat holistik (menyeluruh, tidak nia pendidikan setinggi mungkin setidaknya sampai
dapat dipisah-pisahkan), sehingga penelitian kuali- ditingkat SMA. Dalam hal menikahpun orang tua
tatif tidak akan menetapkan penelitiannya hanya yang menikah pada tahun 1990-2000an sangat ber-
berdasarkan variabel penelitian. Tetapi keseluruhan harap nasib anaknya tidak sepertinya menikah diu-
situasi sosial yang diteliti yang meliputi aspek tem- sia muda tidak dialami mereka.
pat, pelaku, dan aktivitas yang berinteraksi secara
sinergis (dalam Munawara, menurut Sugiyono, Manipulasi Usia Menikah
2011). Perjodohan dan pernikahan dini di Madura su-
dah menjadi hukum adat, sehingga memanipulasi
HASIL PEMBAHASAN umur pun sudah menjadi hal yang biasa-biasa saja.
Pernikahan dini di desa Sepulu Kecamatan Sepulu, Menurut informan bahwa pencatatan umur di KUA
Bangkalan, Madura sudah menjadi hal yang wajar, itu hanya untuk mendapatkan surat nikah, ada pula
dan kebiasaan sejak jaman dahulu yang masih ada masyarakat yang masih belum memiliki surat nikah
sampai sekarang. Pernikahan dini sudah menjadi karena dianggap tidak penting dan tidak dibutuhkan.
hukum adat setempat sehingga pelaksanaan diang-
gap biasa biasa saja. Dalam pernikahan dini ada Kesetaraan Gender dan Pernikahan Dini
beberapa proses yang biasa dilalui oleh masyarakat Mitos dan Stereotip
yaitu, tradisi perjodohan dan manipulasi umur. Mitos tentang perawan tua menjadi paradigma
Selain itu peran perempuan di desa Sepulu masih masyarakat Madura di desa Sepulu terhadap per-
dianggap tidak penting sehingga masa pendidikan empuan, hal ini membuat para perempuan merasa
anak perempuan tidak diperhitungkan, dalam perni- tidak nyaman dan akan mendapat fitnah jika tidak
kahan dini perempuan juga hanya sebagai orang menurut perintah orang tua untuk segera menikah.
yang ditunjuk, dipilih, dan dinikahi tanpa adanya Selain itu ada sebuah pedoman “jika ada yang me-
pertimbangan dan keputusan dari pihak perempuan. minta sangkal menolak”. Jika dari pihak perempuan
menolak lamaran atau tawaran perjodohan, maka
Budaya Pernikahan Dini di Desa Sepuluh menurut mitos perempuan akan menjadi perawan
Tradisi Perjodohan tua. Sehingga perempuan tidak punya pilihan lain,
Perjodohan yang terjadi di desa Sepulu biasanya di- selain mengikuti apapun yang diperintahkan orang
lakukan sejak anak masih dalam kandungan, anak tuanya. Rasa takut terhadap pembicaraan tetangga,
masih kecil, remaja/dewasa tetapi tetap dilakukan dan umurnya yang mencapai belasan tahun men-
oleh orang tua tanpa persetujuan anak. Menurut jadikan perempuan pasrah pada kemauan orang tua,
Sidiq (dalam Munawara, Dkk, 2015) penentuan termasuk dalam hal perjodohan dan pernikahan.
jodoh orang Madura bedasarkan 3 pola. Pertama, Masyarakat juga menganggap bahwa per-
berdasarkan perjanjian antara orang tua ketika an perempuan dalam rumah tangga hanya sebagai
anak masih dalam kandungan dalam pertimbangan peran pembantu bagi kaum laki-laki. Baik dalam hal
hubungan darah. Kedua, berdasarkan kehendak mengambil keputusan, pendidikan, pekerjaan, dan
orang tua yang menjodohkan anaknya sejak ke- hal-hal yang lain dalam rumah tangga.
cil, baik dengan ijin anak-anak maupun tanpa ijin Pendidikan tinggi dianggap tidak terlalu
Jurnal Pamator, 9(2) April 2016: 15-18| 17

penting. Setelah lulus SD kebanyakan anak dititip- mengaku bahwa perempuan yang masih berusia
kan di pesantren salaf yang hanya mempelajari belia ketika menghadapi masa hamil maka sangat
kitab-kitab. Masyarakat beranggapan bahwa perem- rawan terhadap resiko keguguran. 2). Dalam segi
puan sebagai istri sekaligus anak yang harus patuh fisik, meskipun terlihat sudah dewasa, namun dalam
kepada suami dan orang tua. Sehingga pendidikan biologisnya mereka belum siap dalam menghadapi
agama dianggap sudah cukup sebagai bekal untuk kehamilan. 3). Pada segi mental/jiwa dan rumah
menikah. tangga perempuan di desa Sepulu menanggung
Bahkan ada yang putus sekolah dengan beban kerja yang terlalu tinggi dibanding dengan
alasan calon suaminya memliki pendidikan yang laki-laki, sehingga rawan terhadap stres, selain itu
lebih rendah. Masyarakat yang beranggapan bahwa perempuan yang masih berusia muda dalam kon-
laki-laki tidak boleh berada dibawah perempuan, teks emosionalnya masih labil. Dengan demikian
sehingga alasan-alasan agar pihak perempuan tidak mereka dipaksa untuk berpikir diluar kemamp-
melanjutkan sekolah pun banyak dilakukan oleh uannya hingga pada akhirnya mereka menjadi tua
pihak laki-laki. Seperti cepat-cepat dinikahi kemu- sebelum waktunya. 4). Dalam ranah pendidikan,
dian dibawa merantau, dll. jelas perempuan sudahtidak memiliki kesempatan
lagi, sebab masa kanak-kanaknya sudah direnggut
Perempuan dalam Rumah Tangga dengan pernikahan yang dipaksa keluarga. 5). Pada
Posisi perempuan dalam rumah tangga masih diang- aspek kependudukan, dengan perndidikan yang
gap sebagai peran pembantu suami. Perempuan me- rendah, maka pertumbuhan penduduk akan terasa
mang sudah memiliki hak untuk bekerja, namun di- kaku. Sehingga kesejahteraan hidup juga kurang di-
sisi lain pekerjaan yang dilakukan perempuan hanya rasakan oleh masyarakat. Dalam hal ini perempuan
dianggap sekadar menunjang pekerjaan suami. Pa- akan dikucilkan dari pendidikan tinggi, sehingga
dahal perempuan memiliki beban kerja yang sangat pertumbahan penduduk dilingkungan akan men-
banyak daripada laki-laki. Semua pekerjaan rumah, galami ketimpangan, seperti tidak ada pembelaan
mengurus anak, bahkan masih ada tambahan kerja bahwa sebenarnya mereka berperan penting dalam
lain. terkadang suami jarang memahami posisi se- meningkatkan kesejahteraan rumah tangga diling-
orang istri, sehingga masih ada pertengkaran karena kungan masyarakat.
perempuan kurang memenuhi kewajibannya dalam
rumah tangga. SIMPULAN
Menurut Fakih 2013 (dalam Munawara Pernikahan dini yang ada di Madura khususnya di
2015) bahwa ada beberapa hal tentang ketidakadi- desa Sepulu sudah menjadi budaya turun temurun
lan gender, yaitu stereotip dan beban kerja yang yang tetap dilakukan hingga sekarang yang dilaku-
ditimpahkan pada perempuan. Seperti yang terjadi kan dengan berbagai macam cara, yaitu; perjodohan
dilapangan bahwa stereotip dan beban kerja dit- dan manipulasi umur pernikahan. Selain praktik
impahkan pada perempuan. perempuan dipercaya pernikahan dini, perempuan di Madura dianggap
untuk menjaga rumah dan mempersiapkan segala sebagai makhluk kedua setelah laki-laki, sehingga
kebutuhan rumah tangga. Baru setelah memiliki peran perempuan dalam hal pendidikan, pekerjaan,
anak, perempuan diijinkan untuk bekerja. Namun dan dalam pranata sosial dalam masyarakat tidak
tidak boleh jauh dari rumah, seperti membantu terlalu dianggap. Dalam urusan rumah tangga pun
bercocok tanam, menjual sayur keliling, membuka seorang perempuan juga tidak memiliki kebebasan
toko dirumah dan lain-lain. dalam melakukan semua hal, perempuan hanya
Berbagai macam usaha yang dilakukan ditugaskan menjaga martabat keluarga, memelihara
perempuan, baik secara domestik ataupun publik, rumah, dan melayani suami dengan baik. Selain
masyarakat dikalangan desa Sepulu tetap saja di- itu perempuan di desa Sepulu juga bekerja untuk
anggap sebagai “membantu suami” mereka tetap membantu suami mencari rizki meskipun peker-
diprioritaskan dirumah. Meskipun mereka bekerja jaan tersebut dilakukan dirumah, perempuan harus
dari pagi hingga sore, namun pekerjaan rumah tetap dalam pengawasan suami, sehingga kondisi yang
ditimpahkan pada perempuan. demikian membuat perempuan merasa tidak memi-
liki hak kebebasan dalam hal apapun.
Dampak Pernikahan Dini terhadap Perempuan
Ada banyak dampak yang terjadi pada pernikahan DAFTAR PUSTAKA
dini. Menurut Rahma (2012) Dalam Munawara, Hairi. 2009. “Fenomena Pernikahan di Usia Muda
Dkk, pernikahan dini akan berisiko dalam beberapa di kalangan Masyarakat Muslim Madura
aspek, yaitu; pada segi kesehatan, fisik, mental/jiwa, (studi kasus di Desa Bajur Kecamatan
pendidikan, kependudukan, dan keberlangsungan Waru Kabupaten Pamekasan).” Skripsi.
rumah tangga. 1). Dalam segi kesehatan informan Yogjakarta: Fakultas Ushuluddin, Univer-
18 | Anis Miswoni: Stereotip Kesetaraan Gender

sitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.

Littlejohn, S. W. Dan Foss, K. A. 2014. Teori Komu-


nikasi (theories of Human

Communication). Jakarta: Salemba Humanika

Munawara, Dkk. 2015. “Budaya Pernikahan Dini


Terhadap Kesetaraan Gender

Masyarakat Madura”. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu


Politik, (online), Vol. 4, No. 3, (http://jur-
nalkomunikasi/edu/epaa/, diakses 26 No-
vember 2016)

Anda mungkin juga menyukai