Anda di halaman 1dari 22

PROPOSAL STUDI TENTANG KENAKALAN REMAJA

1.1 Latar Belakang

Remaja adalah usia yang dipenuhi dengan semangat yang sangat tinggi tetapi adakalanya semangat
tersebut mengarah ke yang bersifat negatif sehingga sering disebut dengan kenakalan remaja.Saat ini,
hampir tidak terhitung berapa jumlah remaja yang melakukan hal-hal negatif. Bahkan, Dampak
kenakalan remaja tersebut, banyak sekali kerugian yang terjadi, baik bagi remaja itu sendiri maupun
orang-orang di sekitar mereka. Remaja adalah seorang anak yang bisa dibilang berada pada usia
tanggung, mereka bukanlah anak kecil yang tidak mengerti apa-apa, tapi juga bukan orang dewasa yang
bisa dengan mudah akan membedakan hal mana yang baik dan mana yang berakibat buruk. Akhir-akhir
ini fenomena kenakalan remaja makin meluas, bahkan hal ini sudah terjadi sejak dulu. Para pakar baik
pakar hukum, psikolog, pakar agama dan lain sebagainya selalu mengupas masalah yang tak pernah
habis-habisnya ini. Kenakalan Remaja, seperti sebuah lingkaran hitam yang tak pernah putus, sambung
menyambung dari waktu ke waktu, dari masa ke masa, dari tahun ke tahun dan bahkan dari hari ke hari
semakin rumit. Masalah kenalan remaja merupakan masalah yang kompleks terjadi di berbagai kota di
Indonesia. Sejalan dengan arus globalisasi dan teknologi yang semakin berkembang, arus informasi yang
semakin mudah diakses serta gaya hidup modernisasi, disamping memudahkan dalam mengetahui
berbagai informasi di berbagai media, di sisi lain juga membawa suatu dampak negatif yang cukup
meluas di berbagai lapisan masyarakat. (Kartono, 2003:36) Penyakit sosial atau penyakit masyarakat
adalah segala bentuk tingkah laku yang dianggap tidak sesuai, melanggar norma-norma, adat istiadat,
hukum formal, atau tidak bisa di integrasiklan dalam pola tingkah laku umum.Tingkah laku menyimpang
secara sosial tadi juga disebut sebagai diferensiasi sosial, karena terdapat diferensiasi atau perbedaan
dalam tingkah lakunya, yang berbeda dengan ciri-ciri karakteristik umum, dan bertentangan dengan
hukum atau melanggar peraturan formal.

Ampenan adalah sebuah kecamatan di kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, Indonesia.Daerah ini
dahulunya merupakan pusat kota di Pulau Lombok. Di sebelah barat berbatasan dengan Selat Lombok
(laut yang menghubungkan Pulau Lombok dengan Pulau Bali). Di kecamatan ini terdapat peninggalan
kota tua karena dahulunya merupakan pelabuhan utama daerah Lombok. Salah satu kelurahan atau desa
yang ada d kecamatan Ampenanadalah Pemusungan/Desa Pejeruk diakui keberadaannya oleh
Governement Pemerintah Kolonial Belanda pada tahun 1864 atas prakarsa dan usulan dari Para Tokoh
Agama dan Tokoh Masyarakat antara lain : TGH. Muhammad Amin (Pejeruk Desa), Ninik Alinah (Pejeruk
Desa) dan Bapak Ipah ( Penan ) juga Bapak Sulaiman (Pejarakan).

Pada kenyataanya masyarakat di lingkungan Nurul Yaqin kelurahan Pejeruk Kebun Sari kecamatan
Ampenan kota Mataram, khususnya para remaja banyak yang sudah mengkonsumsi miras,
menggunakan narkoba, melakukan perkelahian maupun perbuatan yang mengarah pada seks bebas.
Mereka tidak menyadari betapa besar akibat dari perbuatan yang mereka lakukan, selain merugikan diri
sendiri juga merugikan orang lain bahkan merugikan semua pihak, terlebih lagi jika umur dari remaja itu
masih sangat muda. melakukan kenakalan adalah kurangnya perhatian dari orang tua, sehingga hal ini
membuka peluang bagi anak-anak untuk mencoba-coba melakukan hal yang bersifat negatif, dan hal
yang paling mempengaruhi adalah faktor lingkungan, emosional yang tidak stabil dan sifat yang
cenderung mencari jati diri, ditambah lagi lingkungan dan pergaulan yang tidak baik sehingga seseorang
berkeinginan untuk mencoba bahkan jadi pecandu. Disisi lain peran pendidikan sangat penting dalam
membentuk Perilaku sang anak, terutama pendidikan di lingkungan keluarga sejak dini, dengan begitu
anak dapat memiliki benteng iman, pengetahuan, ketakwaan dan moral yang kuat sehingga terhindar
dari perilaku yang bersifat negatif. Perubahan sosial pada hakekatnya terbentuk dari terjadinya benturan-
benturan budaya atau masuknya suatu budaya baru pada suatu masyarakat. Melihat letak geografis
lingkungan Nurul Yaqin kelurahan Pejeruk Kebun Sari yang merupakan jalur lintas cepat yang ditambah
lagi dengan teknologi yang sudah sangat merakyat dikalangan masyarakat khususnya dikalangan para
remaja sehingga sangat dapat mempengaruhi perilaku masyarakat, khususnya para remaja yang memiliki
iman yang rendah yang masih lebih gampang dipengaruhi oleh suatu budaya yang baru. Dengan
demikian secara otomatis budaya yang dimiliki oleh masyarakat lingkungan Nurul Yaqin kelurahan
Pejeruk Kebun Sari mengalami pergeseran nilai yang diakibatkan oleh pengaruh dari budaya yang masuk.
Namun pada dasarnya budaya yang kuat pada akhirnya akan dapat mempengaruhi kebudayaan yang
masih baru (lemah).

(Hurlock, 1973) memberi batasan masa remaja berdasarkan usia kronologis, yaitu antara 13 hingga 18
tahun.Masa remaja seringkali dihubungkan dengan mitos dan stereotip mengenai penyimpangan dan
tidakwajaran. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya teori-teori perkembangan yang membahas
ketidakselarasan, gangguan emosi dan gangguan perilaku sebagai akibat dari tekanan-tekanan yang
dialami remaja karena perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya maupun akibat perubahan
lingkungan.

Berdasarkan pada latar belakang diatas, maka penulis mengangkat permasalahan ini dalam sebuah
penelitian dengan sajian judul “ Studi Tentang Kenakalan Remaja Pada Anak Usia 13-18 tahun di
lingkungan Nurul Yaqin kelurahan Pejeruk Kebon Sari kecamatan Ampenan kota Mataram”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah
Bagaimana tingkat kenakalan remaja pada anak usia 13 – 18 tahun di lingkungan Nurul Yaqin kelurahan
Pejeruk Kebun Sari kecamatan Ampenan kota Mataram ?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dalam penelitian ini yakni untuk mengetahui dan mengkaji tingkat kenakalan remaja pada
anak usia 13 – 18 tahun di lingkungan Nurul Yaqin kelurahan Pejeruk Kebun Sari kecamatan Ampenan
kota Mataram.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis


a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan bagi mahasiswa dan
orang tua tentang tingkat kenakalan remaja pada anak usia 13 – 18 tahun di lingkungan Nurul Yaqin
kelurahan Pejeruk Kebun Sari kecamatan Ampenan

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan pada peneliti, masyarakat
selaku orang tua dan juga mahasiswa sebagai wujud antisipasi dalam mendidik anak.

1.4.2 Manfaat Praktis

a. Dari hasil penelitian ini diharapkan kepada masyarakat setempat selaku orang tua dan juga
pemerintah setempat agar lebih memperhatikan perkembangan anak baik itu dari fisik maupun psikis
seorang anak

b. Diharapkan pada peneliti dan masyarakat selaku orang tua dapat menemukan solusi dan cara
terbaik dalam mengatasi kenakalan remaja pada anak usia 13 – 18 tahun di Lingkungan Nurul Yaqin
kelurahan Pejeruk Kebun Sari kecamatan Ampenan.

II. LANDASAN TEORI


2.1. Penelitian Yang Relevan

Penelitian oleh Winda Puspita Sari (skripsi 2012) dengan judul “ Tinjauan Kriminologis terhadap
Kenakalan Remaja (JUVENILE DELINKUENCY)”bahwa hasil penelitian kenakalan remaja diberbagai
tempat. Seperti di wilayah kota Makassar, Kantor Polrestabes Makassar dan Masyarakat umum di Kota
Makassar yang dapat ditarik adalah:

1. Bahwa kenakalan remaja di Kota Makassar sepanjang Tahun 2007 sampai tahun 2011, berdasarkan
jenis kenakalan yang paling sering dilakukan remaja yaitu Balapan liar, karena pada umumnya kenakalan
dipengaruhi oleh ajakan teman atau gengnya. Selain itu, faktor-faktor penyebab seorang remaja
melakukan kenakalan yaitu kurangnya kasih sayang dan pengawasan dari orang tua, lingkungan
pergaulan, peran dari perkembangan iptek yang berdampak negatif, mengalami kekerasan dalam
lingkungan keluarga, kebebasan yang berlebihan dan masalah ekonomi. Hal inilah yang menjadi
faktorfaktor remaja melakukan kenakalan.

2. Dalam hal upaya pencegahan dan penanggulangan kenakalan remaja, maka:

1. Keluarga/orangtua berperan memberikan kasih sayang dan perhatian dalam hal apapun.

2. Guru/sekolah berperan menciptakan suasana sekolah yang kondusif, nyaman buat remaja agar
dapat berkembang sesuai dengan tahap perkembangan remaja. dan masyarakat perlu mengadakan
pengawasan terhadap perkumpulan pemuda, peninjauan dan penindakan secara tegas terhadap
peredaran buku-buku porno, komik, majalah, film dan lain-lain yang merugikan masyarakat. Merupakan
hal penting yang perlu diperhatikan. Adapun langkah yang harus ditempuh oleh pihak Polwiltabes Kota
Makassar yaitu: upaya preventif dan upaya represif. Upaya preventif yakni berpegang teguh pada ajaran
agama, memilih lingkungan pergaulan yang baik, penyuluhan atau bimbingan melalui keluarga, sekolah
dan lembaga kemasyarakatan. Dan upaya represif yakni dengan mengadakan razia,
pengusutan/penyidikan, penahanan, penuntutan dan penghukuman.

Penelitian oleh Dian Mulyasari, (skripsi 2010) yang berjudul (Kenakalanremaja ditinjau dari persepsi
remaja terhadap keharmonisan keluarga dan komformitas teman sebaya).

Hasil penelitian tersebut dapat diketahui :

1. ada hubungan negatif antara persepsi remaja terhadap keharmonisan keluarga dengan kenakalan
remaja, dengan koefisien korelasi sebesar -0.489 dengan p value< 0,05 (α).

2. Ada hubungan positif antara komformitas teman sebaya dengan kenakalan remaja, dengan
koefisien korelasi sebesar 0,966 dengan p value <0,05 (α).

2.2. Tinjauan Pustaka

2.2.1. Pengertian Kenakalan Remaja


Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah
adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional sosial
dan fisik (Hurlock, 1992). Pada masa ini sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena tidak
termasuk golongan anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau tua.Seperti yang dikemukakan oleh
Calon (dalam Monks, dkk 1994) bahwa masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau
peralihan karena remaja belum memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak.

Menurut (Sri Rumini dan Siti Sundari, 2004: 53) masa remaja adalah peralihan dari masa anak dengan
masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek atau fungsi untuk memasuki masa dewasa.

Masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun
sampai dengan 22 tahun bagi pria. Sedangkan pengertian remaja menurut (Zakiah Darajat 1990: 23)
adalahMasa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa. Dalam masa ini anak mengalami masa
pertumbuhan dan masa perkembangan fisiknya maupun perkembangan psikisnya. Mereka bukanlah
anak-anak baik bentuk badan ataupun cara berfikir atau bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang
telah matang.

Hal sama diungkapkan oleh (Santrock,2003:26) bahwaadolescene diartikan sebagai masa perkembangan
transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan social
-emosional.Batasan usiaremaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun.
Rentang waktu usiaremaja ini biasanya dibedakan atas tiga, yaitu 12 – 15 tahun = masa remaja awal, 15 –
18 tahun = masa remaja pertengahan, dan 18 – 21 tahun = masa remaja akhir. Tetapi Monks, Knoers,
dan Haditono membedakan masa remaja menjadi empat bagian, yaitu masa pra-remaja 10 – 12 tahun,
masa remaja awal 12 – 15 tahun, masa remaja pertengahan 15 – 18 tahun, dan masa remaja akhir 18 –
21 tahun (Deswita, 2006: 192).Kenakalan remaja meliputi semua perilaku yang menyimpang dari
norma-norma hukum pidana yang dilakukan oleh remaja. Perilaku tersebut akan merugikan dirinya
sendiri dan orang-orang di sekitarnya.

Para ahli pendidikan sependapat bahwa remaja adalah mereka yang berusia 13-18 tahun. Pada
usiatersebut, seseorang sudah melampaui masa kanak-kanak, namun masih belum cukup matang untuk
dapat dikatakan dewasa. Ia berada pada masa transis.

Definisi kenakalan remaja menurut para ahli

Kenakalan Remaja atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah juvenile delinquency merupakan
perilaku jahat (dursila), atau kejahatan/kenakalan anak–anak muda; merupakan gejala sakit(patologis)
secara sosial pada anak–anak dan remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian social, sehingga
mereka mengembangkan bentuk perilaku yang menyimpang (Kartono, 2003 :6).

Santrock “Kenakalan remaja merupakan kumpulan dari berbagai perilaku remaja yang tidak dapat
diterima secara sosial hingga terjadi tindakan kriminal”.

Masalah kenakalan mulai mendapat perhatian masyarakat secara khusus sejak terbentuknya peradilan
untuk anak-anak nakal (juvenile court) pada 1899 di Illinois, Amerika Serikat.
2.2.2. Karakteristik Remaja Nakal

Menurut (Kartono, 2003:17-19), Remaja nakal mempunyai karakteristik umum yang sangat berbeda
dengan remaja tidak nakal. Perbedaan itu mencakup:

1. Perbedaan struktur intelektual

Pada umumnya intelegensi remaja nakal tidak berbeda dengan intelegensi remaja yang normal, namun
jelas terdapat fungsi – fungsi kognitif khusus yang berbeda. Biasanya remaja nakal ini mendapatkan nilai
lebih tinggi untuk tugas–tugas prestasi dari pada nilai untuk keterampilan verbal (dalam Kartono,
Wechsler, 1939). Remaja nakal kurang toleran terhadap hal – hal yang ambigius pada umunya remaja
kurang mampu memperhitungkan tingkah laku orang lain bahkan tidak mengakuiu pribadi lain dan
menganggap orang lain sebagai cerminan dari diri sendiri.

2. Perbedaan fisik dan psikis

Remaja yang nakal ini lebih “idiot secara moral” dan memiliki perbedaan ciri karakteristik yang jasmaniah
sejak lahir jika dibandingkan dengan remaja normal dan pada umumnya remaja nakal bersifat lebih
agresif.

3. Ciri karakteristik individual

Remaja yang nakal ini mempunyai sifat kepribadian khusus yang menyimpang, seperti:

a. Rata–rata remaja ini hanya berorientasi pada masa sekarang, bersenang–senang dan puas hari ini
tanpa memikirkan masa depan.

b. Kebanyakan dari remaja nakal terganggu secara emosional.

c. Remaja nakal kurang bersosialisasi dengan masyarakat normal sehingga tidak mampu mengenal
norma–norma kesusilaan dan tidak bertanggung jawab secara sosial.

d. Remaja nakal senang menceburkan diri dalam kegiatan tanpa berpikir yang merangsang rasa
kejahatan, walaupun mereka menyadari besarnya resiko dan bahaya yang terkandung di dalamnya.

e. Pada umunya remaja nakal sangat impulsif dan suka tantangan dan bahaya.

f. Hati nurani kurang atau tidak lancar fungsinya.

g. Kurang memiliki disiplin diri dan kontrol diri sehingga remaja menjadi liar dan jahat.

Menurut (Gunarsa: 2004) ada beberapa karakteristik yang terlihat pada remaja delinkuen, diantaranya
adalah:
a. Remaja yang delinkuen lebih sering merasa deprivasi (keterasingan) dibandingkan dengan remaja
non delinkuen. Remaja delinkuen cenderung merasa tidak aman, sengaja berusaha melanggar hokum
dan peraturan defiant).

b. Remaja yang delinkuen memiliki tingkat intelegensi yang lebih rendah dibandingkan dengan
remaja non delinkuen. Remaja yang delinkuen menunjukan bahwa remaja tidak mampu memikirkan
dengan baik konsekuensi dari setiap tindakan remaja delinkuen yang diambil. Obat terlarang dan putus
sekolah merupakan beberapa hal yang dapat meningkatkan munculnya kenakalan remaja.

c. Remaja yang delinkuen tidak menyukai sekolah oleh sebab itu remaja seringkali membolos.
Kegagalan akademis sendiri merupakan salah satu kontributor dari delinkuensi (Santrock dalam
Gunarasa:2004).

d. Sikap yang menonjol pada remaja delinkuen yaitu bersikap menolak (resentful), bermusuhan
(hostile), penuh curiga, tidak konvensional, tertuju pada diri sendiri (self-sentered), tidak stabil emosinya,
mudah dipengaruhi, ekstrovert dan suka bertindak dengan tujuan merusak atau menghancurkan sesuatu
(Cole and Rice dalam Gunarsa : 2004).

e. Remaja yang delinkuen menyukai aktifitas yang penuh tantangan tapi tidak menyukai kompetisi.

f. Remaja yang delinkuen cenderung tidak matang secara emosional, tidak stabil dan cenderung
frustasi. Keadaan – keadaan demikian yang membuat remaja delinkuen tidak bias menyesuaikan diri
dengan baik di rumah, sekoalh dan masyarakat (Cole dalam Gunarsa:2004).

Kedua uraian diatas terlihat penjelasan (Kartono, 2003: 17-19) lebih menyeluruh. Sedangkan uraian yang
diberikan (Gunarsa:2004) melengkapi penjelasan karakteristik remaja nakal yang diungkapkan oleh
(Kartono, 2003: 17-19), sehingga dapat diketahui remaja nakal memiliki karakteristik yang berbeda
dengan remaja yang tidak nakal.

2.2.3. Klasifikasi dan Tipe Kenakalan Remaja

Bentuk – bentuk kenakalan remaja dibagi menjadi empat, bentuk perilaku yang dikemukakan dibagi
berdasarkan factor penyebab dan cirri – cirri tingkah laku yang ditimbulkan (Kartono,2003:49-56) yaitu :

1. Kenakalan Terisolir ( Delikuensi Terisolir )

Kelompok ini merupakan jumlah terbesar dari jumlah remaja nakal. Pada umumnya para remaja tidak
menderita kerusakan psikologis. Perbuatan nakal remaja nakal didorong oleh factor–factor berikut:

a. Kejahatan mereka tidak didorong oleh motivasi kecemasan dan konflik batin yang tidak dapat
diselesaikan dan motif yang mendalam, akan tetapi lebih banyak di rangsan oleh keinginan meniru dan
ingin konformdengan gangnya. Biasanya semuakegiatan mereka lakukan secara bersama – sama dalam
bentuk kegiatan kelompok.
b. Remaja nakal kebanyakan berasal dari daerah kota yang transisional sifatnya yang memiliki
subkultur kriminal. Sejak kecil remaja melihat adanya gang – gang kriminal, sampai kemudian dia ikut
bergabung. Remaja merasa diterima, mendapatkan kedudukan hebat, pengakuan dan prestasi tertentu.

c. Pada umumnya remaja nakal berasal dari keluarga berantakan, tidak harmonis, tidak konsekuen
dan mengalami banyak frustasi.

d. Sebagai jalan keluarnya, remaja memuaskan semua kebutuhan dasarnya di tengah lingkungan
kriminal. Gang remaja nakal memberikan alternative hidup yang menyenangkan.

e. Remaja dibesarkan dalam keluarga tanpa atau sedikit sekali mendapatkan supervis atau latihan
kedisiplinan yang teratur, sebagai akibatnya dia tidak mampu menginternalisasikan norma hidup normal.
Ringkasnya, delinkuen terisolasi itu mereaksi terhadap tekanan dari lingkungan sosial, remaja nakal
mencari panutan rasa aman dari kelompok geng kriminalnya, namun pada usia dewasa, mayoritas
remaja nakal ini meninggalkan perilaku kriminalnya, paling sedikit 60% dari mereka menghentikan
perilakunya pada usia 21 – 23 tahun. Hal ini disebabkan oleh proses pendewasaandirinya sehingga
remaja menyadari adanya tanggung jawab sebagai orang dewasa yang mulai memasuki peran social yang
baru.

2. Kenakalan neurotik (Delinkuen neurotik)

Pada umumnya remaja nakal pada tipe ini mengalami gangguan kejiwaan yang cukup serius, antara lain
kecemasan, merasa selalu tidak aman, merasa bersalah dan berdosa dan lain sebagainya. Ciri-ciri
perilakunya adalah:

a. Perilaku nakalnya bersumber dari sebab - sebab psikologis yang sangat dalam, dan bukan hanya
adaptasi pasif menerima norma dan nilai yang subkultur gang yang kriminal itu saja.

b. Perilaku criminal remaja nakal merupakan ekspresi dari konflik batin yang belum terselesaikan,
karena perilaku jahat merupakan alas pelepas ketakutan, kecemasan dan kebingungan batinnya.

c. Biasanya remaja ini melakukan kejahatan seorang diri, dan mempraktekan jenis kejahatan
tertentu, misalnya suka memperkosa dan membunuh korbannya, criminal dan sekaligus neurotik.

d. Remaja nakal ini banyak yang berasal dari kalangan menengah, namun pada umumnya keluarga
mereka banyak mengalami ketegangan emosional yang parah dan orangtuanya biasanya juga neurotik
atau psikotik.

e. Remaja memiliki ego yang lemah, dan juga cenderung mengisolir diri dari lingkungan.

f. Motif kejahatannya berbeda-beda.

g. Perilakunya menunjukan kualitas kompulsif (paksaan).

3. Kenakalan Psikotik (Delinkuensi psikopatik)


Delikuensi psikopat ini sedikit jumlahnya, akan tetapi dilihat dari kepentingan umum dan segi keamanan,
remaja delinkuen psikopat merupakan oknum kriminal yang paling berbahaya. Ciri tingkah laku remaja
delinkuen psikopat adalah:

a) Hampir seluruh remaja delinkuen psikopat ini berasal dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga
yang ekstrim, brutral, diliputi banyak pertikaian keluarga, berdisiplin keras namun tidak konsisten dan
orangtuanya selalu menyia-nyiakan mereka, sehingga remaja ini tidak mempunyai kapasitas untuk
menumbuhkan afeksi dan tidak mampu menjalin hubungan emosional yang tidak akrab dan baik dengan
orang lain.

b) Remaja delinkuen psikopat ini tidak mampu menyadari arti bersalah, berdosa, atau melakukan
pelanggaran.

c) Bentuk kejahatannya majemuk, tergantung pada suasana hatinya yang kacau dan tidak dapat
diduga. Remaja delinkuen psikotik pada umumnya sangat agresif dan impulsif, biasanya remaja ini
residivis yang berulang kali keluar masuk penjara dan sulit sekali diperbaiki.

d) Remaja ini selalu gagal dalam menyadari dan menginternalisasikannorma–norma sosial yang
umum berlaku, juga tidak perduli terhadap norma subkultur gangnya sendiri.

e) Kebanyakan dari remaja delinkuen psikopatik juga menderita gangguan neurologis, sehingga
mengurangi kemampuan untuk mengendalikan diri sendiri.

Psikopat merupakan bentuk kekalutan mental dengan karakteristik sebagai berikut: tidak memiliki
pengorganisasian dan integrasi diri, orangnya tidak bertanggung jawab secara moral, selalu mempunyai
konflik dengan norma sosial dan hokum. Remaja ini sangat egoistis, anti social dan selalu menantang apa
dan siapapun. Sikapnya kasar, kurang ajar dan sadis terhadap siapapun tanpa sebab.

4. Kenakalan defek moral (Delekuensi defek moral)

Defek (defect, defectus) artinya rusak, tidak lengkap, salah, cedera, cacat, kurang. Delinkuensi defek
moral mempunyai ciri-ciri: selalu melakukan tindakan anti sosial, walaupun pada dirinya tidak terdapat
penyimpangan, namun ada disfungsi pada inteligensinya. Kelemahan para remaja delinkuen tipe ini
adalah mereka tidak mampu mengenal dan memahami tingkah lakunya yang jahat, juga tidak mampu
mengendalikan dan mengaturnya, mereka selalu ingin melakukan perbuatan kekerasan, penyerangan
dan kejahatan, rasa kemanusiaannya sangat terganggu, sikapnya sangat dingin tanpa afeksi jadi ada
kemiskinan afektif dan sterilitas emosional. Terdapat kelemahanpada dorongan instinktif yang primer,
sehingga pembentukan super egonya sangat lemah. Impulsnya tetap pada taraf primitif sehingga sukar
dikontrol dan dikendalikan. Mereka merasa cepat puas dengan prestasinya, namun perbuatan mereka
sering disertai agresivitas yang meledak. Remaja yang defek moralnya biasanya menjadi penjahat yang
sukar diperbaiki. Mereka adalah para residivis yang melakukan kejahatan karena didorong oleh naluri
rendah, impuls dan kebiasaan primitif, di antara para penjahat residivis remaja, kurang lebih 80 %
mengalami kerusakan psikis, berupa disposisi dan perkembangan mental yang salah, jadi mereka
menderita defek mental. Hanya kurang dari 20 % yang menjadi penjahat disebabkan oleh faktor sosial
atau lingkungan sekitar.

Menurut (Jensen dalam sarwono,2002)kenakalan remaja dapat dibagi menjadi empat bentuk yaitu:

a. Kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain,contohnya: perkelahian, perkosaan,
perampokan, pembunuhan, dan lain-lain.

b. Kenakalan yang menimbulkan korban materi, misalnya: perusakan, pencurian, pencopetan,


pemerasan dan lain-lain.

c. Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban di pihak orang lain,misalnya: pelacuran,
penyalahgunaan obat, hubungan seks bebas.

d. Kenakalan yang melawan status, misalnya mengingkari status anak sebagai pelajar dengan cara
membolos, minggat dari rumah, membantah perintah.

(Hurlock, 1973) berpendapat bahwa kenakalan yang dilakukan remaja terbagi dalam empat bentuk,
yaitu:

1) Perilaku yang menyakiti diri sendiri dan orang lain.

2) Perilaku yang membahayakan hak milik orang lain, seperti merampas,mencuri, dan mencopet.

3) Perilaku yang tidak terkendali, yaitu perilaku yang tidak mematuhi orangtua dan guru seperti
membolos, mengendarai kendaran dengan tanpa surat izin, dan kabur dari rumah.

4) Perilaku yang membahayakan diri sendiri dan orang lain, seperti mengendarai motor dengan
kecepatan tinggi, memperkosa dan menggunakan senjata tajam.

Dari beberapa bentuk kenakalan pada remaja dapat disimpulkan bahwa semuanya menimbulkan
dampak negatif yang tidak baik bagi dirinya sendiri dan orang lain, serta lingkungan sekitarnya. Adapun
aspek-aspeknya diambil dari pendapat (Hurlock, 1973) dan (Jensen, 2002).Terdiri dari aspek perilaku
yang melanggar aturan dan status, perilaku yang membahayakan dirisendiri dan orang lain, perilaku yang
mengakibatkan korban materi, dan perilaku yang mengakibatkan korban fisik.

2.2.4. Faktor – Faktor Penyebab Kenakalan Remaja

Ulah para remaja yang masih dalam tarap pencarian jati diri sering sekali mengusik ketenangan orang
lain. Kenakalan-kenakalan ringan yang mengganggu ketentraman lingkungan sekitar seperti sering keluar
malam dan menghabiskan waktunya hanya untuk hura-hura seperti minum-minuman keras,
menggunakan obat-obatan terlarang, berkelahi, berjudi, dan lain-lainnya itu akan merugikan dirinya
sendiri, keluarga, dan orang lain yang ada disekitarnya.
Cukup banyak faktor yang melatar belakangi terjadinya kenakalan remaja. Berbagai faktor yang ada
tersebut dapat dikelompokkan menjadi faktor internal dan faktor eksternal.

Adapun motif yang mendorong remaja melakukan tindakan kejahatan dan kedursilaan itu
(Kartono,2003 :9) anatara lain ialah :

1. Untuk memuaskan kecendrungan keserakahan.

2. Meningkatnya agresivitas dan dorongan seksual.

3. Salah asuh dean salah didik orang tua, sehingga anak menjadi manja dan lemah mentalnya.

4. Hasrat untuk berkumpul dengan kawan senasib dan sebaya dan kesukaan untuk untuk meniru –
niru.

5. Kecendrungan pembawaan yang patologis atau abnormal.

6. Konflik batin sendiri dan kemudian menggunakan mekanisme pelarian diri serta pembelaan diri
yang irrasional (Kartono, 2003:9)

Faktor yang menyebabkan terjadinya kenakalan remaja secara umum dapat dikelompokan ke dalam dua
faktor, yaitu sebagai berikut:

1. Faktor Intern

a. Faktor Kepribadian

Kepribadian adalah suatu organisasi yang dinamis pada systempsikosomatis dalam individu yang turut
menentukan caranya yang unik dalam menyesuaikan dirinya dengan lingkungannya (biasanya disebut
karakter psikisnya). Masa remaja dikatakan sebagai suatu masa yang berbahaya. Pada periode ini,
seseorang meninggalkan masa anak-anak untuk menuju masa dewasa. Masa ini di rasakan sebagai suatu
Krisis identitas karena belum adanya pegangan, sementara kepribadian mental untuk menghindari
timbulnya kenakalan remaja atau perilaku menyimpang.

b. Faktor Kondisi Fisik

Faktor ini dapat mencakup segi cacat atau tidaknya secara fisik dan segi jenis kelamin. Ada suatu teori
yang menjelaskan adanya kaitan antara cacat tubuh dengan tindakan menyimpang (meskipun teori ini
belum teruji secara baik dalam kenyataan hidup). Menurut teori ini, seseorang yang sedang mengalami
cacat fisik cenderung mempunyai rasa kecewa terhadap kondisi hidupnya. Kekecewaan tersebut apabila
tidak disertai dengan pemberian bimbingan akan menyebabkan si penderita cenderung berbuat
melanggar tatanan hidup bersama sebagai perwujudan kekecewaan akan kondisi tubuhnya.

c. Faktor Status dan Peranannya di Masyarakat

Seseorang anak yang pernah berbuat menyimpang terhadap hukum yang berlaku, setelah selesai
menjalankan proses sanksi hukum (keluar dari penjara), sering kali pada saat kembali ke masyarakat
status atau sebutan “eks narapidana” yang diberikan oleh masyarakat sulit terhapuskan sehingga anak
tersebut kembali melakukan tindakan penyimpangan hukum karena meresa tertolak dan terasingkan.

2. Faktor Ekstern

a. Kondisi Lingkungan Keluarga

Khususnya di kota-kota besar di Indonesia, generasi muda yang orang tuanya disibukan dengan kegiatan
bisnis sering mengalami kekosongan batin karena bimbingan dan kasih sayang langsung dari orang
tuanya sangat kurang. Kondisi orang tua yang lebih mementingkan karier daripada perhatian kepada
anaknya akan menyebabkan munculnya perilaku menyimpang terhadap anaknya. Kasus kenakalan
remaja yang muncul pada keluarga kaya bukan karena kurangnyakebutuhan materi melainkan karena
kurangnya perhatian dan kasih sayang orang tua kepada anaknya.

b. Kontak Sosial dari Lembaga Masyarakat Kurang Baik atau Kurang Efektif

Apabila system pengawasan lembaga-lembaga sosial masyarakat terhadap pola perilaku anak muda
sekarang kurang berjalan dengan baik, akan memunculkan tindakan penyimpangan terhadap nilai dan
norma yang berlaku. Misalnya, mudah menoleransi tindakan anak muda yang menyimpang dari hukum
atau norma yang berlaku, seperti mabuk-mabukan yang dianggap hal yang wajar, tindakan perkelahian
antara anak muda dianggap hal yang biasa saja. Sikap kurang tegas dalam menangani tindakan
penyimpangan perilaku ini akan semankin meningkatkan kuantitas dan kualitas tindak penyimpangan di
kalangan anak muda.

c. Kondisi Geografis atau Kondisi Fisik Alam

Kondisi alam yang gersang, kering, dan tandus, dapat juga menyebabkan terjadinya tindakan yang
menyimpang dari aturan norma yang berlaku, lebih-lebih apabila individunya bermental negative.
Misalnya, melakukan tindakan pencurian dan mengganggu ketertiban umum, atau konflik yang bermotif
memperebutkan kepentingan ekonomi.

d. Faktor Kesenjangan Ekonomi dan Disintegrasi Politik

Kesenjangan ekonomi antara orang kaya dan orang miskin akan mudah memunculkan kecemburuan
sosial dan bentuk kecemburuan sosial ini bisa mewujudkan tindakan perusakan, pencurian, dan
perampokan. Disintegrasi politik (antara lain terjadinya konflik antar partai politik atau terjadinya
peperangan antar kelompok dan perang saudara) dapat mempengaruhi jiwa remaja yang kemudian bisa
menimbulkan tindakan-tindakan menyimpang.

e. Faktor Perubahan Sosial Budaya yang Begitu Cepat (Revolusi)

Perkembangan teknologi di berbagai bidang khususnya dalam teknologi komunikasi dan hiburan yang
mempercepat arus budaya asing yang masuk akan banyak mempengaruhi pola tingkah laku anak
menjadi kurang baik, lebih-lebih anak tersebut belum siap mental dan akhlaknya, atau wawasan
agamanya masih rendah sehingga mudah berbuat hal-hal yang menyimpang dari tatanan nilai-nilai dan
norma yang berlaku.

Faktor-faktor kenakalan remaja menurut (Santrock:1996) lebih rinci dijelaskan sebagai berikut:

a. Identitas

Menurut teori perkembangan yang dikemukakan oleh (Erikson dalam Santrock, 1996) masa remaja ada
pada tahap di mana krisis identitas versus difusi identitas harus di atasi. Perubahan biologis dan sosial
memungkinkan terjadinya dua bentuk integrasi terjadi pada kepribadian remaja:

1. Terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam kehidupannya dan

2. Tercapainya identitas peran, kurang lebih dengan cara menggabungkan motivasi, nilai-nilai,
kemampuan dan gaya yang dimiliki remaja dengan peran yang dituntut dari remaja.

Erikson percaya bahwa delinkuensi pada remaja terutama ditandai dengan kegagalan remaja untuk
mencapai integrasi yang kedua, yang melibatkan aspek-aspek peran identitas. Ia mengatakan bahwa
remaja yang memiliki masa balita, masa kanak-kanak atau masa remaja yang membatasi mereka dari
berbagai peranan sosial yang dapat diterima atau yang membuat mereka merasa tidak mampu
memenuhi tuntutan yang dibebankan pada mereka,mungkin akan memiliki perkembangan identitas
yang negatif. Beberapa dari remaja ini mungkin akan mengambil bagian dalam tindak kenakalan, oleh
karena itu bagi Erikson, kenakalan adalah suatu upaya untuk membentuk suatu identitas, walaupun
identitas tersebut negatif.

b. Kontrol diri

Kenakalan remaja juga dapat digambarkan sebagai kegagalan untuk mengembangkan kontrol diri yang
cukup dalam hal tingkah laku. Beberapa anak gagal dalam mengembangkan kontrol diri yang esensial
yang sudahdimiliki orang lain selama proses pertumbuhan. Kebanyakan remaja telah mempelajari
perbedaan antara tingkah laku yang dapat diterima dan tingkah laku yang tidak dapat diterima, namun
remaja yang melakukan kenakalan tidak mengenali hal ini. Mereka mungkin gagal membedakan tingkah
laku yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima, atau mungkin mereka sebenarnya sudah
mengetahui perbedaan antara keduanya namun gagal mengembangkan kontrol yang memadai dalam
menggunakan perbedaan itu untuk membimbing tingkah laku mereka. Hasil penelitian yang dilakukan
baru-baru ini Santrock (1996) menunjukkan bahwa ternyata kontrol diri mempunyai peranan penting
dalam kenakalan remaja. Pola asuh orangtua yang efektif di masa kanak-kanak (penerapan strategi yang
konsisten, berpusat pada anak dan tidak aversif) berhubungan dengan dicapainya pengaturan diri oleh
anak. Selanjutnya, dengan memiliki ketrampilan ini sebagai atribut internal akan berpengaruh pada
menurunnya tingkat kenakalan remaja.

c. Usia
Munculnya tingkah laku anti sosial di usia dini berhubungan dengan penyerangan serius nantinya di masa
remaja, namun demikian tidak semua anak yang bertingkah laku seperti ini nantinya akan menjadi
pelaku kenakalan, seperti hasil penelitian dari (Mc Cord ,2003) yang menunjukkan bahwa pada usia
dewasa, mayoritas remaja nakal tipe terisolir meninggalkan tingkah laku kriminalnya. Paling sedikit 60 %
dari mereka menghentikan perbuatannya pada usia 21 sampai 23 tahun.

d. Jenis kelamin

Remaja laki-laki lebih banyak melakukan tingkah laku anti sosial daripada perempuan. Menurut catatan
kepolisian,(Kartono, 2003: 95) menyebutkan Bahwa pada umumnya jumlah remaja laki-laki yang
melakukan kejahatan dalam kelompok gang diperkirakan 50 kali lipat dari pada gang remaja perempuan
atau 50 : 1.

e. Harapan terhadap pendidikan dan nilai-nilai di sekolah

Remaja yang menjadi pelaku kenakalan seringkali memiliki harapan yang rendah terhadap pendidikan di
sekolah. Mereka merasa bahwa sekolah tidak begitu bermanfaat untuk kehidupannya sehingga biasanya
nilai-nilai mereka terhadap sekolah cenderung rendah. Mereka tidak mempunyai motivasi untuk sekolah.
Riset yang dilakukan oleh(Janet Chang dan Thao N. Lee, 2005)mengenai pengaruh orangtua, kenakalan
teman sebaya, dan sikap sekolah terhadap prestasi akademik siswa di Cina, Kamboja, Laos, dan remaja
Vietnam menunjukkan bahwa faktor yang berkenaan dengan orangtua secara umum tidak mendukung
banyak, sedangkan sikap sekolah ternyata dapat menjembatani hubungan antara kenakalan teman
sebaya dan prestasi akademik.

f. Proses keluarga

Faktor keluarga sangat berpengaruh terhadap timbulnya kenakalan remaja. Kurangnya dukungan
keluarga seperti kurangnya perhatian orangtua terhadap aktivitas anak, kurangnya penerapan disiplin
yang efektif, kurangnya kasih sayang orangtua dapat menjadi pemicu timbulnya kenakalan
remaja.Penelitian yang dilakukan oleh Gerald Patterson dan rekan-rekannya (1996) menunjukkan bahwa
pengawasan orangtua yang tidakmemadai terhadap keberadaan remaja dan penerapan disiplin yang
tidak efektif dan tidak sesuai merupakan faktor keluarga yang penting dalam menentukan munculnya
kenakalan remaja. Perselisihan dalam keluarga atau stress yang dialami keluarga juga berhubungan
dengan kenakalan. Faktor genetik juga termasuk pemicu timbulnya kenakalan remaja, meskipun
persentasenya tidak begitu besar.

g. Pengaruh teman sebaya

Memiliki teman-teman sebaya yang melakukan kenakalan meningkatkan risiko remaja untuk menjadi
nakal. Pada sebuah penelitian (Santrock, 1996) terhadap 500 pelaku kenakalan dan 500 remaja yang
tidak melakukankenakalan di Boston, ditemukan persentase kenakalan yang lebih tinggi pada remaja
yang memiliki hubungan reguler dengan teman sebaya yangmelakukan kenakalan.

h. Kelas sosial ekonomi

Ada kecenderungan bahwa pelaku kenakalan lebih banyak berasal dari kelas sosial ekonomi yang lebih
rendah dengan perbandingan jumlah remaja nakal di antara daerah perkampungan miskin yang rawan
dengan daerah yang memiliki banyak privilege diperkirakan 50: 1 (Kartono, 2003). Hal ini disebabkan
kurangnya kesempatan remaja dari kelas sosial rendah untuk mengembangkan ketrampilan yang
diterima oleh masyarakat. Mereka mungkin saja merasa bahwa mereka akan mendapatkan perhatian
dan status dengan cara melakukan tindakan anti sosial. Menjadi “tangguh” dan“maskulin” adalah contoh
status yang tinggi bagi remaja dari kelas sosial yang lebih rendah, dan status seperti ini sering ditentukan
oleh keberhasilan remaja dalam melakukan kenakalan dan berhasil meloloskan diri setelah melakukan
kenakalan.

i. Kualitas lingkungan sekitar tempat tinggal

Komunitas juga dapat berperan serta dalam memunculkan kenakalan remaja. Masyarakat dengan tingkat
kriminalitas tinggi memungkinkan remaja mengamati berbagai model yang melakukan aktivitas kriminal
dan memperoleh hasil atau penghargaan atas aktivitas kriminal mereka.Masyarakat seperti ini sering
ditandai dengan kemiskinan, pengangguran, dan perasaan tersisih dari kaum kelas menengah. Kualitas
sekolah, pendanaan pendidikan, dan aktivitas lingkungan yang terorganisir adalah faktor-faktor lain
dalam masyarakat yang juga berhubungan dengan kenakalan remaja. Berdasarkan pendapat di atas
dapat disimpulkan bahwa faktor yang paling berperan menyebabkan timbulnya kecenderungan
kenakalan remaja adalah faktor keluarga yang kurang harmonis dan faktor lingkungan terutama teman
sebaya yang kurang baik, karena pada masa ini remaja mulai bergerak meninggalkan rumah dan menuju
teman sebaya, sehingga minat, nilai, dan norma yang ditanamkan oleh kelompok lebih menentukan
perilaku remaja dibandingkan dengan norma, nilai yang ada dalam keluarga dan masyarakat

2.2.5 Upaya Mengatasi Kenakalan Remaja

Masa remaja sebagai periode merupakan suatu periode yang sarat dengan perubahan dan rentan
munculnya masalah (kenakalan remaja). Untuk itu perlu adanya perhatian khusus serta pemahaman
yang baik serta penanganan yang tepat terhadap remaja merupakan faktor penting bagi keberhasilan
remaja di kehidupan selanjutnya, mengingat masa ini merupakan masa yang paling menentukan.

Selain itu perlu adanya kerjasama dari remaja itu sendiri, orang tua, guru dan pihak-pihak lain yang
terkait agar perkembangan remaja di bidang pendidikan dan bidang-bidang lainnya dapat dilalui secara
terarah, sehat dan bahagia.

Berikut Solusi dalam rangka penanggulangan kenakalan remaja (Karono, 2003:94-97):

2.2.5.1 Tindakan Preventif

Usaha penanggulangan kenakalan remaja secara umum dapat dilakukan melalui caraberikut:
1. Meningkatkan kesehjateraan keluarga.

2. Perbaikan lingkungan, yaitu daerah slum, kampung–kampung miskin.

3. Mendirikan klinik bimbingan psikologis dan edukatif untuk memperbaiki tingkah laku dan
membantu remaja dari kesulitan mereka.

4. Menyediakan tempat rekreasi yang sehat bagi remaja.

5. Membentuk badan kesejahteraan anak-anak

6. Mengadakan panti asuhan.

7. Mengadakan lembaga reformatif untuk memberikan latihan korektif, pengoreksian dan asistensi
untuk hidup mandiri dan susila kepada anak-anak dan para remaja yang membutuhkan.

8. Membuat badan supervise dan pengontrol terhadap kegiatan anak delinkuen, disertai program
yang korektif.

9. Mengadakan pengadilan anak.

10. Menyusun undang-undang khusus untuk pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan oleh anak dan
remaja.

11. Mendirikan sekolah bagi anak gembel (miskin).

12. Mengadakan rumah taman khusus untuk anak dan remaja.

13. Menyelenggarakan diskusi kelompok dan bimbingan kelompok untuk membangun kontak
manusiawi diantara para remaja delinkuen dan non delinkuen dengan masyarakat luar.Diskusi tersebut
akan sangat bermanfaat bagi pemahaman kita mengenai jenis kesulitan dan gangguan pada diri remaja.

14. Mendirikan tempat latihan untuk menyalurkan kreatifitas para remaja delinkuen dan yang non
delinkuen. Misalnya berupa latihan vokasional, latihan hidup bermasyarakat, latihan persiapan untuk
bertransmigrasi dan lain-lain.

2.2.5.2 Tindakan Represif ( tindakan hukuman)

Usaha menindak pelanggaran norma-norma sosial dan moral dapat dilakukan dengan mengadakan
hukuman terhadap setiap perbuatan pelanggaran. Dengan adanya sanksi tegas pelaku kenakalan remaja
tersebut, diharapkan agar nantinya pelaku tersebut “jera” dan tidak berbuat hal yang menyimpang lagi.
Oleh karena itu, tindak lanjut harus ditegakkan melalui pidana atau hukuman secara langsung bagi yang
melakukan kriminalitas tanpa pandang bulu. Sebagai contoh, remaja harus mentaati peraturan dan tata
cara yang berlaku dalam keluarga. Disamping itu perlu adanya semacam hukuman yang dibuat oleh
orangtua terhadap pelanggaran tata tertib dan tata cara keluarga. Pelaksanaan tata tertib harus
dilakukan dengan konsisten. Setiap pelanggaran yang sama harus dikenakan sanksi yang sama.
Sedangkan hak dan kewajiban anggota keluarga mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan
dan umur.

2.2.5.3 Tindakan Kuratif dan Rehabilitasi

Tindakan ini dilakukan setelah tindakan pencegahan lainnya dilaksanakan dan dianggap perlu mengubah
tingkah laku pelanggar remaja itu dengan memberikan pendidikan lagi. Pendidikan diulangi melalui
pembinaan secara khusus yang sering ditangani oleh suatu lembaga khusus maupun perorangan yang
ahli dalam bidang ini.Solusi internal bagi usaha penyembuhan anak delinkuen antara lain:

a. Menghilangkan semua sebab musabab timbulnya kejahatan remaja, baik yang berupa pribadi
familial, social ekono0mis dan cultural.

b. Melakukan perubahan lingkungan dengan jalan mencarikan orang tua angkat atau asuh dan
memberikan fasilitas yang diperlukan bagi perkembangan jasmani dan rohani yang sehat bagi anak-anak
remaja.

c. Memindahkan anak-anak nakal ke sekolah yang lebih baik, atau ke tengah lingkungan social yang
baik.

d. Memberikan latihan bagi para remaja untuk hidup teratur, tertib dan berdisiplin.

e. Memanfaatkan waktu senggang di kamp latihan, untuk mebiasakan diri bekerja, belajar dan
melakukan rekreasi sehat dengan disiplin tinggi.

f. Menggiatkan organisasi pemuda dengan program-program latihan vokasional untuk


mempersiapkan anak remaja delinkuen itu bagi pasaran kerja dan hidup ditengah masyarakat.

g. Memperbanyak lembaga latihan kerja dengan program kegiatan pembangunan.

h. Mendirikan klinik psikologi untuk meringankan dan memecahkan konflik emosional dan gangguan
kejiwaan lainnya. Memberiakan pengobatan medis dan terapi psikoanalitis bagi mereka yang menderita
gangguan kejiwaan (Kartono, 2003: 94-97)

Jika berbagai solusi dan pembinaan di atas dilakukan, diharapkan kemungkinan terjadinya kenakalan
remaja ini akan semakin berkurang dan teratasi. Dari pembahasan mengenai penanggulangan masalah
kenakalan remaja ini perlu ditekankan bahwa segala usaha pengendalian kenakalan remaja harus
ditujukan ke arah tercapainya kepribadian remaja yang mantap, serasi dan dewasa. Remaja diharapkan
akan menjadi orang dewasa yang berpribadi kuat, sehat jasmani dan rohani, teguh dalam kepercayaan
(iman) sebagai anggota masyarakat, bangsa dan tanah air.
III. Metode Penelitian

3.1 Rancangan Penelitian

Sesuai dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini, maka jenis penelitian ini adalah
deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif adalah penelitian yang tidak dimaksudkan untuk
menguji hipotesis tertentu, tetapi hanya menggambarkan apa adanya tentang sesuatu variabel, gejala
atau keadaan (Suharsimi,2007: 29).

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif karena data yang akan digunakan dalam penelitian
ini berupa kualitatif yaitu tentang fenomena kenakalan remaja usia 13 – 18 tahun di lingkungan Nurul
Yaqin kelurahan Pejeruk Kebun Sari kecamatan Ampenan kota Mataram.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan lingkungan Nurul Yaqin kelurahan Pejeruk Kebon Sari kecamatan Ampenan kota
Mataram. Lokasi ini dipilih peneliti karena tampak sebagian besar remaja masyarakat lingkungan Nurul
Yaqin tergolong remaja delinkuen.

Adapun batas–batas wilayah lingkungan Nurul Yaqin yakni :

1. Sebelah barat Lingkungan Plenggir

2. Sebelah Timur Lingkungan Karang Baru

3. Sebelah selatan Kelurahan Dasan Agung

4. Sebelah utara Lingkungan Moncok Karya

3.3 Teknik Penentuan Informan

Dikalangan penelitian kualitatif, istialah subjek penelitian biasa disebut dengan istilah informan.
Informan adalah orang yang dianggap mengetahui dengan baik terhadap masalah yang diteliti dan
bersedia untuk memberikan informasi kepada peneliti. Dalam penelitian kualitatif posisi narasuber
sangat penting.

Informan merupakan pengumpulan data bagi peneliti dalam mengungkap permasalahan peneliti
(Arikunto, 2010:188).

Adapun teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik
purposive sampling, karena penelitian ini berusaha memperoleh informasi yang berkenaan dengan
fenomena yang diteliti saat ini (Arikunto, 2010: 27).. Teknik purposive sampling adalah teknik penentuan
sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiono, 2014:85).

Informan adalah orang yang memberi informasi atau orang yang menjadi sumber data dalam penelitian.
Macam - macam informan yaitu :

a. Informan kunci adalah informan yang mengetahui secara mendalam permasalahan yang sedang
diteliti, Informan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah remaja nakal usia 13 – 18 tahun yang
mempunyai ciri kenakalan remaja mengkonsumsi obat – obat terlarang dan minuman keras dan
kenakalan yang lainnya, dan juga teman sebaya ataupun teman bermain dari remaja nakal tersebut.

b. Informan biasa adalah informan yang ditentukan dengan dasar pertimbangan mengetahui dan
berhubungan dengan permasalahan penelitian tersebut, yaitu orang tua remaja nakal tersebut, tokoh
agama, tokoh masyarakat, dan tokoh pemuda.

3.4 Jenis dan Sumber data

3.4.1 Jenis Data

Dalam pelaksanaan penelitian, peneliti memerlukan data pendukung agar hasil kajian dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya. Jenis data ada 2 yaitu data kualitatif dan data kuantitatif
(Sugiono, 2013:26).

Dalam penelitian ini jenis data yang dipergunakan adalah data kualitatif yaitu data yang berupa
gambaran atau deskripsi tentang tingkat kenakalan remaja usia 13 – 18 tahun di lingkungan Nurul Yaqin.

3.4.2 Sumber Data

Sumber data menurut sifatnya dapat digolongkan menjadi 2 yaitu sumber data primer dan data
sekunder. Sumber data primer adalah data yang langsung diberikan kepada pengumpul data atau
peneliti, sedangkan data primer ialah sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada si
pengumpul data misalnya lewat orang lain atau dokumen (Sugiyono, 2013:26).

Untuk mengetahui dari mana data yang didapatkan dalam penelitian sebagai berikut:

a. Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung di lapangan dengan sumber data yaitu
responden dan informan dengan menggunakan teknik pengumpulan data observasi dan wawancara.
b. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari instansi yang terkait, berupa dokumen-dokumen,
laporan-laporan dan buku-buku serta hasil penelitian ilmiah yang dianggap relevan dengan masalah dan
tujuan penelitian.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian tentunya harus ada proses pengumpulan data. Dalam proses pengumpulan data
tersebut akan menggunakan satu atau beberapa metode. Jenis metode yang dipilih tentunya sesuai
dengan sifat dan karakteristik penelitian yang dilakukan (Riyanto, 2001:82).

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu observasi, wawancara, dan
dokumentasi.

3.5.1 Metode Observasi

Menurut (Nasution dalam Sugiono, 2014:226) Observasi merupakan dasar semua ilmu pengetahuan.
Pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian.
Pengamatan dan pencatatan ini dilakukan terhadap objek di tempat terjadi atau berlangsungnya bsuatu
peristiwa.

Ada 2 jenis observasi guna untuk pengumpulan data yaitu :

a. Observasi langsung adalah mengadakan pengamatan secara langsung (tanpa alat) terhadap gejala
– gejala subjek yang diselidiki.

b. Observasi tidak langsung adalah mengadakan pengamatan terhadap gejala – gejala subjek yang
diselidiki dengan perantara sebuah alat (Riyanto, 2001:96).

Metode ini bertujuan untuk mencari data awal tentang daerah penelitian, untuk mendapatkan
gambaran umum daerah penelitian dengan memperhatikan keadaan rill atau fenomena yang ada
dilapangan.

3.5.2 Metode Wawancara

Wawancara yaitu cara penelusuran data yang menghendaki komunikasi langsung antara penyelidik
dengan subjek atau responden (Riyanto, 2001:82) yaitu, remaja nakal usia 13 – 18 tahun yang diambil
dari tiap-tiap Rt sesuai dengan teknik yang digunakan, orang tua remaja yang nakal, tokoh agama, tokoh
pemuda, Tokoh Masyarakat.

Ada dua jenis metode wawancara yakni wawancara terstruktur dan wawancara tidak terstruktur, dalam
penelitian ini metode wawancara yang digunakan yakni wawancara tidak terstruktur.

1. Wawancara terstruktur adalah wawancara yang peneliti atau pewawancaranya menetapkan


sendiri masalah dan pertanyaan yang akan diajukan.

2. Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas yang mana peneliti tidak
menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk
pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis - garis besar
permasalahan yang akan ditanyakan (Sugiyono, 2013:140).

Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara tidak terstruktur dimana
wawancaranya bersifat luas dan tanpa teks yang harus diikuti.

Peneliti mamakai kata–kata pertanyaan yang dapat diubah saat wawancara dengan menyesuaikan
kebutuhan dan situasi wawancara dengan catatan tidak menyimpang dari informasi yang dibutuhkan
dalam penelitian ini.

3.5.3 Metode Dokumentasi

Dokumentasi yaitu mencatat dokuman-dokumen atau arsip-arsip yang dapat memberikan informasi
akurat yang berhubungan dengan penelitian ini. Dokumentasi berarti cara pengumpulan data dengan
mencatat data – data yang sudah ada. Metode ini lebih mudah dengan metode pengumpulan data yang
lain.

Penelitian ini menggunakan metode dokumentasi sesuai dengan data yang dibutuhkan yaitu data
tentang tingkat kenakalan remaja usia 13–18 tahun di Lingkungan Nurul Yaqin kelurahan Pejeruk Kebun
Sari kecamatan Ampenan Kota Mataram baik itu dari aktifitas remaja nakal, lingkungan pergaulan dan
kegiatan kenakalan remaja yang diperbuat.

3.5 Instrumen Penelitian

Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrument atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri
sehingga harus divalidasi. Validasi terhadap peneliti meliputi : Pemahaman metode penelitian kualitatif,
penguasaan wawasan terhadap bidang yang diteliti, kesiapan peneliti untuk memasuki objek penelitian,
baik secara akademik maupun logikanya (Sugiyono, 2014:222). Penelitian kualitatif sebagai human
instrument berfungsi menetapkan focus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan
pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas
temuannya.

Instrumen lain dalam penelitian ini adalah kamera, type recorder, buku, pulpen dan daftar pertanyaan.

3.6 Teknik Analisis Data

Setelah jumlah data berhasil dikumpulkan, maka penulis langsung melakukan analisis data dengan cara
reduksi data, penyajian data dan kesimpulan/interfensi data. (Notoatmodjo, 2006: 135).

1. Reduksi Data

Reduksi data dilakukan sebagai proses memilih, menyeleksi data, menyederhanakan serta
mentransformasikan data kasar yang ditemui dalam penelitian. Adapun maksud dilaksanakannya reduksi
data yaitu menfokuskan, mengarahkan, mengklasifikasikan data yang dibutuhkan dan sesuai dengan
skripsi ini.
2. Penyajian data

Maksud dari penyajian data tersebut adalah untuk menghimpun, menyusun seluruh data dan informasi
dari informan, sehingga dapat diambil suatu kesimpulan.

3. Verifikasi data

Verifikasi data dimaksudkan untuk mengevaluasi atau menarik kesimpulan data dan informasi yang telah
diolah dan diperoleh dari informan serta sumber data dalam penelitian ini.

Anda mungkin juga menyukai