1 Uji Tarik
Uji tarik merupakan salah satu pengujian yang dilakukan pada material untuk
mengetahui karakteristik dan sifat mekanik material terutama kekuatan dan ketahanan
terhadap beban tarik. Beberapa bahan dapat patah begitu saja tanpa mengalami deformasi,
yang berarti benda tersebut bersifat rapuh atau getas (brittle). Bahan lainnya akan meregang
dan mengalami deformasi sebelum patah, yang disebut dengan benda elastis (ductile)
(Hidayat S.T.,M.Eng, 2020).
Kekuatan tarik umumnya dapat dicari dengan melakukan uji tarik dan mencatat perubahan
regangan dan tegangan. Titik tertinggi dari kurva tegangan-regangan disebut dengan
kekuatan tarik maksimum (ultimate tensile strength). Nilainya tidak bergantung pada ukuran
bahan, melainkan karena faktor jenis bahan. Faktor lainnya yang dapat mempengaruhi seperti
keberadaan zat pengotor dalam bahan, temperatur dan kelembaban lingkungan pengujian, dan
penyiapan spesimen.
Dimensi dari kekuatan tarik adalah gaya per satuan luas. Dalam satuan SI, digunakan pascal
(Pa) dan kelipatannya (seperti MPa, megapascal). Pascal ekuivalen dengan newton per meter
persegi (N/m²). Satuan imperial diantaranya pound-gaya per inci persegi (lbf/in² atau psi),
atau kilo-pound per inci persegi (ksi, kpsi).
Prinsip Pengujian :
1. Spesimen diberi beban tarik hingga putus
2. Selama proses penarikan berlangsung di amati kejadian-kejadian yang berlangsung pada
benda tersebut
Hukum Hooke (Hooke's Law)
Untuk hampir semua logam, pada tahap sangat awal dari uji tarik, hubungan antara beban
atau gaua yang diberikan berbanding lurus dengan perubahan panjang bahan tersebut. Ini
disebut daerah linier. Di daerah ini, kurva pertambahan panjang vs beban aturan Hooke.
Stress adalah beban dibagi luas penampang bahan dan strain adalah pertambahan panjang
dibagi panjang awal bahan.
Stress : σ =F / A (2.1)
Strain : ∆ L/ L (2.2)
F : Gaya tarikan
∆ L : Pertambahan panjang
A : Luas penampang
L : Panjang awal
E=σ /ϵ
adalah gradien kurva dalam daerah linier, dimana perbandingan tegangan (σ ) dan regangan (ϵ
) selalut tetap. E diberi nama “Modulus Elastisitas” atau “Young Modulus”. Kurva yang
menyatakan hubungan antara strain dan stress seperti ini kerap disingkat kurva SS (SS
curve).
Mesin uji tarik sering diperlukan dalam kegiatan engineering untuk mengetahui sifat-
sifat mekanik suatu material.
Adapun peralatan atau komponen-komponen pada mekanisme mesin uji tarik sistem hidrolik,
dapat dibagi menjadi beberapa komponen utama yaitu sebagai berikut :
1. Kerangka Mesin
2. Pencekam
3. Penarik
4. Motor
5. Pompa Hidrolik dan Aktuator Hidrolik
1. Square Thread
Ulir dengan luas penampang berbentuk persegi. Ulir persegi seperti pada gambar 2.5
memiliki efisensi yang paling baik disbanding dengan penampang acme dan gergaji (buttres),
tapi sulit dalam proses pembuatan pengetapan dan pencetakan dengan dies. Ulir persegi pada
umumnya dibuat dengan pembubutan.
Gambar 2. 5 Ulir persegi (Khurmy, R.S & Gupta J.K, 2002)
2. Achme Thread
Ulir achme seperti pada gambar 2.6 adalah ulir pengembangan dari ulir persegi dengan
membuat radius dalam pucak ulir, yang berfungsi untuk meningkatkan luas bidang gesek.
Ulir achme lebih mudah dibuat disbanding ulir persegi karena dibuat dengan pengetapan atau
di cetak dengan dies.
3. Buttres Thread
Ulir gergaji (buttres) seperti pada gambar 2.7 paling kuat karena memiliki ketebalan
paling besar dibanding ulir acme dan persegi.
Dari potongan penampangan plat mata bor dapat di tentukan sudut helix:
ρ (2.3)
-Tan α =
πD
Keterangan :
P = Pitch (mm)
D = Diameter Pitch (mm)
b. Mencari Harga Tekanan (P)
Berdasarkan pengaruh besar usaha, sudut helix, dan koefisien gesek maka gaya
dirumuskan:
−P=w . ¿ ¿ (2.4)
Dimana :
P = Gaya (newton)
W = Berat tanah (newton)
α = Sudut Helix
Berdasarkan gaya yang bekerja dan jarak dari pusat core (jari-jari), maka torsi yang
dibutuhkan dapat dihitung dengan rumus :
−T =P . r (2.5)
Dimana :
P = Gaya (N)
r =Jari-jari (mm)
2.4 Gear
Gear atau roda gigi adalah elemen mesin dengan bentuk menyerupai roda yang
memiliki gigi berjarak seragam pada permukaan luarnya. Roda gigi bisa terbuat dari baja,
besi, aluminium, dan lain-lain tergantung keperluannya. Roda gigi bertujuan untuk
meneruskan gerakan dan torsi dari satu poros ke poros lainnya. Roda gigi selalu hadir dalam
pasang-pasangan baik roda gigi yang menggerakkan ataupun yang digerakkan. Pada
pasangan roda gigi, yang memiliki ukuran lebih besar disebut dengan gear sedangkan yang
kecil disebut dengan pinion. Ukuran yang dimiliki masing-masing roda gigi ini nantinya akan
dijadikan perhitungan untuk merancang pasangan roda gigi. Roda gigi dengan ukuran lebih
besar memiliki jumlah gigi yang lebih banyak, sedangkan roda gigi yang memiliki jumlah
gigi lebih sedikit akan memiliki kecepatan putaran yang lebih besar agar pasangan ini dapat
menempuh jarak 1 putaran dalam waktu yang sama. Dampaknya torsi yang dimiliki roda gigi
dengan ukuran lebih kecil ini akah memiliki nilai yang lebih kecil pula. Maka hubungan
antara kecepatan putaran dengan jumlah gigi adalah berbanding terbalik. Sedangkan
hubungan antara jumlah gigi dengan torsi yang dihasilkan akan berbanding lurus.
np N g
=
ng N p (2.6)
np T p
=
ng T g (2.7)
Dimana:
n p = jumlah gigi pinion
n g= jumlah gigi gear
N p = putaran pinion
N g= putaran gear
Ada banyak jenis roda gigi reduksi, di antaranya yaitu roda gigi spur, roda gigi heliks,
roda gigi heliks ganda, roda gigi bevel lurus, roda gigi bevel heliks, roda gigi bevel spiral,
roda gigi cacing, rack and pinion, dan lain-lain. Masing-masing jenis ini memiliki fungsinya
masing-masing (sdp-si, 2017), seperti:
1. Roda gigi spur
Untuk meneruskan daya dan gerakan pada 2 poros sejajar.
2. Roda gigi heliks
Menahan beban yang lebih besar dari roda gigi spur biasa dan bekerja lebih halus.
Namun memiliki kerugian gaya aksial dari bentuk giginya.
3. Roda gigi heliks ganda
Untuk mengatasi kerugian gaya aksial dari roda gigi heliks biasa.
4. Roda gigi bevel lurus
Untuk meneruskan daya dan gerakan pada 2 poros tegak lurus.
5. Roda gigi bevel spiral
Menahan beban yang lebih besar dari roda gigi bevel biasa dan bekerja lebih halus.
6. Roda gigi cacing
Untuk reduksi kecepatan dan torsi tinggi dalam skala besar yang diperlukan.
7. Roda gigi rack and pinion
Untuk mengubah gerak rotasi menjadi gerak linear.
Pada alat uji tarik IMADA ini memiliki mekanisme penggerak antara poros motor
listrik dengan ulir daya yang berada pada posisi saling tegak lurus. Maka jenis roda gigi yang
paling baik untuk digunakan adalah roda gigi bevel.
4. Jumlah gigi
AGMA juga memberikan grafik panduan jumlah gigi pinion roda gigi bevel spiral yang
cocok untuk tiap diameter pitch dan rasio.
Gambar 2. 12 Rekomendasi Jumlah Gigi Pinion Roda Gigi Bevel Spiral (AGMA, 2003)
5. Lebar muka
AGMA memberikan grafik panduan lebar muka pinion roda gigi bevel spiral untuk
poros yang saling tegak lurus. Secara umum lebar muka sebaiknya tidak boleh melebihi
30% jarak konus. Grafik berikut memberikan panduan untuk menentukan lebar muka
pinion.
Gambar 2. 13 Lebar Muka Roda Gigi Bevel Spiral pada Poros Tegak Lurus
(AGMA, 2003)
Gambar 2. 14 Tata Nama Roda Gigi Bevel - Bidang Aksial (AGMA, 2003)
A Back Angle H Face Angle P Pitch Angle
B Back Cone Angle I Face Width Q Pitch Cone Apex
C Back Cone Distance J Front Angle R Pitch Cone Apex to
D Clearance K Mean Cone Distance Crown
E Crown Point L Midface S Pitch Diameter
F Crown to Back M Mounting Distance T Root Angle
G Dedendum Angle N Outer Cone Distance U Shaft Angle
O Outside Diameter V Equivalent Pitch Radius
Gambar 2. 15 Tata Nama Roda Gigi Bevel - Perpotongan Rerata
Perpindahan daya pada motor terjadi akibat adanya 4 sumber, yaitu keberadaan
tegangan listrik, arus listrik, gaya, dan kecepatan (Scolton, 2009). Menurut hukum Lorentz,
adanya arus listrik dan medan magnet pada motor dapat menghasilkan gaya sesuai dengan
rumus berikut.
F=B I L (2.18)
Dimana:
F = gaya Lorentz
B = medan magnet
I = arus listrik
L = panjang kawat
Sedangkan kawat yang dialiri arus listrik bergerak dengan kecepatan tertentu melalui medan
magnet yang berubah-ubah dapat menghasilkan tegangan sesuai dengan rumus berikut.
V =∆ B L v (2.19)
Dimana:
V = tegangan
∆ B = perubahan medan magnet
L = panjang kawat
v = kecepatan kumparan
Motor juga memiliki daya yang bergantung pada besar sumber tegangan dan arus yang
mengalir sesuai dengan rumus berikut.
P=V I (2.20)
Dimana:
P = daya
V = tegangan
I = arus listrik
Kumparan tidak dapat menghasilkan daya dengan efisiensi 100% yang artinya tidak ada
motor ideal karena memiliki hambatan yang menghasilkan panas. Maka daya yang terdisipasi
dapat dihitung dengan rumus berikut.
2
Pdis =I R (2.21)
Dimana:
P = daya
I = arus listrik
R = hambatan
Dari daya tersebut dapat dihitung torsi yang keluar dari motor dan diteruskan ke pinion
dengan rumus berikut.
P P
=
ω N
2x π x
60 (2.22)
Dimana:
P = daya
ω = kecepatan sudut
N = kecepatan putaran motor
2.7 DC Motor Speed Controller
Penggunaan DC motor pada beberapa industri memerlukan keakuratan dalam
kecepatan dan posisi contohnya pada lift, mesin CNC, dan kompresor. Untuk mengatur
gerakan mesin, sebuah potensiometer atau tachometer dapat digunakan. Hal ini dikarenakan
untuk mengatur kecepatan putaran motor maka sumber tegangan harus disesuaikan.
Potensiometer memiliki 3 komponen dasar, yaitu elemen resistif, penyapu (wiper), dan
terminal. Elemen resistif merupakan elemen berbentuk tapak kuda dengan terminal di kedua
ujungnya, lalu ada wiper dengan terminal merupakan penentu gerakan pada jalur elemen
resistif (Tosun et al., 2017). Tujuan wiper ini adalah untuk mengatur nilai resistansi sebuah
potensiometer. Dengan mengatur nilai resistansi maka tegangan yang dihasilkan juga akan
dapat disesuaikan sesuai dengan rumus berikut.
V =I R (2.23)
Dimana:
V = tegangan
I = arus
R = resistansi
Namun dengan mengatur besar tegangan yang masuk ke DC motor melalui potensiometer
dapat menghasilkan disipasi daya. Hal ini karena panas yang ditimbulkan oleh kerja resistif
potensiometer. Daya yang terdisipasi dapat dihitung menggunakan rumus berikut.
2
Pdis =I R (2.24)
Dimana:
P = daya
I = arus listrik
R = hambatan
Spesifikasi Nilai
Torsi yang dihasilkan oleh sistem penggerak harus lebih dari torsi minimum yang
dibutuhkan untuk menggerakan ulir daya dengan beban 500 N agar dapat memenuhi
spesifikasi yang diinginkan.
2. Kecepatan Putar Motor Listrik
Kecepatan putar motor listrik perlu disesuaikan untuk mendapatkan strain rate yang
diinginkan, yaitu sebesar 50 mm/menit. Dengan demikian, dibutuhkan sebuah roda gigi yang
mampu mengurangi kecepatan dari motor listrik menuju ulir daya. Pada komponen yang
sudah ada, didapat sistem roda gigi bevel dengan rasio reduksi 2:3.
Terdapat cara yang dapat dilakukan selain dengan menambahkan rasio reduksi pada
sistem penggerak, yaitu dengan membatasi arus listrik pada motor listrik. Potensiometer
merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk mengurangi kecepatan motor listrik
melalui pengurangan arus listrik yang masuk. Akan tetapi, arus listrik yang berkurang juga
menyebabkan torsi motor listrik menjadi berkurang, sehingga perlu dilakukan penghitungan
lebih lanjut agar pengurangan arus listrik ini tetap dapat menghasilkan torsi untuk menarik
beban 500 N.
3.2.3 Perhitungan Desain Alternatif
Terdapat tiga buah desain alternatif yang dibuat untuk memperbaiki alat uji tarik ini.
Perhitungan torsi dan kecepatan menjadi penentu pada proses desain alternatif yang
ditawarkan.
1. Desain Alternatif 1
Desain Alternatif 1 merupakan solusi yang ditawarkan dengan mengganti motor listrik
yang rusak dengan produk yang sama. Perhitungan dilakukan sebagai berikut:
a. Torsi Minimum
F x Dp
T up= ¿
2
500 N x 0,01986 m
T up= ¿
2
T up=1 , 9 N . m
T x Fos=1 , 9 N .m x 1 , 5
T up min=2 , 85 N . m
b. Kecepatan Sistem Penggerak
● Kecepatan dari motor listrik
RPM out=RPM motor x gearhead ratio
1
RPM out=2500 x
20
RPM out=125 RPM
● Kecepatan setelah Reduksi
RPM gear=RPM out x bevel gear ratio
20
RPM gear=125 x
30
RPM gear=83 RPM
● Kecepatan Linear Ulir Daya (Strain Rate)
V =RPM gear x lead ulir daya
V =83 RPM x 0,0028 m/ putaran
mm
V =232
menit
c. Torsi Aktual
● Torsi motor
9548 x Power(kW )
T motor =
RPM out
9548 x 0 , 03 kW
T motor =
125 RPM
T motor =2 ,3 N . m
● Torsi gear
T gear =T motor x gear ratio
30
T gear=2 ,3 N . m x
20
T gear =3 , 45 N . m
3. Desain Alternatif 3
Desain Alternatif 3 merupakan solusi yang ditawarkan dengan mengganti motor listrik
yang rusak dengan motor yang menghasilkan RPM lebih rendah untuk mendapatkan strain
rate yang diinginkan.