Anda di halaman 1dari 10

Joko Triyono/11230148

Sistem Penunjang Keputusan

a. Definisi Sistem Penunjang Keputusan


Sistem penunjang keputusan adalah rangkaian proses dan mekanisme untuk
memperoleh dan mengolah data untuk diuji dan dijadikan petunjuk yang dapat
digunakan untuk mengidentifikasi persoalan-persoalan sebagai dasar
menjelaskan proses pengambilan keputusan (Rahman & Saudin, 2022, hlm. 69).
Dengan kata lain, SPK dapat diartikan sebagai suatu sistem yang objektif
untuk membantu proses pengambilan keputusan. Di dalam domain
permasalahan dibutuhkan proses kuantifikasi dan proses optimasi untuk
membuat keputusan yang objektif.
Menurut Simon (dalam Rahman & Saudin, 2022, hlm. 69) sistem penunjang
keputusan yang terkadang disebut pula sebagai sistem pendukung keputusan
(SPK) ini dimulai dari tahap penyelidikan untuk mempelajari lingkungan atas
kondisi-kondisi yang memerlukan keputusan.
Beberapa pengertian penunjang keputusan menurut para ahli sebagai berikut :
1. Menurut Scott, sistem penunjang keputusan adalah suatu sistem interaktif
berbasis komputer, yang membantu pengambil keputusan melalui
penggunaan data dan model-model keputusan untuk memecahkan masalah-
masalah yang sifatnya semi terstruktur dan tidak terstruktur, yang intinya
mempertinggi efektifitas pengambil keputusan.
2. Menurut Alavi and Napier, SPK merupakan suatu kumpulan prosedur
pemrosesan data dan informasi yang berorientasi pada penggunaan
model untuk menghasilkan berbagai jawaban yang dapat membantu
manajemen dalam pengambilan keputusan. Sistem ini harus sederhana,
mudah dan adaptif.
SPK atau decision support systems / DSS adalah sebuah sistem (termasuk
perhitungan parameter-parameter yang terlibat, penentuan besaran nilai-
nilainya. dan interaksi di dalamnya atau apa pun itu) yang mendukung /
menunjang (support) para pengambil keputusan (decision maker) di dalam
membuat keputusan (yang logis, rasional, dan terstruktur benar) atas
permasalahan yang kompeks (atau semi kompleks) yang terdapat begitu
banyak parameter yang musti dipertimbangkan.

1
Joko Triyono/11230148

b. Alasan SPK Diperlukan


 SPK membantu para perancang atau pengambil keputusan, baik tingkat
perseorangan ataupun perusahaan, untuk mengambil sebuah tindakan
keputusan yang objektif, dan dapat dipertanggungjawabkan secara logis
dan saintis.
 Mendukung pengambilan keputusan yang kompleks.
 SPK (dengan konsepnya) memungkinkan para pengambil keputusan
membuat keputusan dengan cara yang sangat logis dan benar.
c. Hadirnya SPK
SPK hadir karena memang telah menjadi sebuah keharusan (must), bukan
semata karena kebutuhan (need). Namun dalam hal ini, SPK bukanlah
dipandang sebagai sebuah teknologi (semata), namun sebagai sebuah
prinsip atau kaidah di dalam proses pengambilan keputusan.
Konsep sistem pendukung keputusan pertama kali dicetuskan oleh
Michael S. Scott Morton pada tahun 1970 dengan istilah “Management
Decision System”.
Konsep SPK hadir diikuti dengan temuan-temuan akan konsep-konsep
sistem berbasis algoritma terstruktur (rigid) untuk menyelesaikan pemilihan
keputusan. Karena hakikatnya, pembuatan keputusan adalah proses memilih
salah satu jenis keputusan dan berbagai jenis alternatif keputusan. Maka tidak
dapat dipungkiri, bahwa sistem atau kaidah-kaidah optimasi harus dilibatkan di
dalam proses pembuatan keputusan tersebut.
d. Komponen SPK
 Parameter dan nilai (data dan atau informasi)/ Database Management
Ini termasuk pengelolaan database yang berisi data yang relevan untuk
berbagai situasi dan diatur oleh perangkat lunak yang disebut Sistem
Manajemen Database (DBMS)
 Model Base
Ini melibatkan penggunaan model keuangan, statistik, ilmu manajemen, atau
berbagai model kuantitatif lainnya, yang memberikan kemampuan analitis bagi
sistem, dan memerlukan perangkat lunak manajemen
 Media Komunikasi/ User Interface/ Pengelolaan Dialog

2
Joko Triyono/11230148

Pengguna dapat berkomunikasi dengan dan memberikan perintah pada Sistem


Pendukung Keputusan (DSS) melalui subsistem ini. Ini menyediakan
antarmuka pengguna.
e. Elemen Penting Sistem Pendukung Keputusan
Secara konseptual, ada tiga elemen yang terkait dengan Sistem Pendukung
Keputusan (SPK). Berikut ini adalah penjabaran dari setiap elemen yang terkait
dalam SPK:
 Masalah
Dalam SPK, terdapat beberapa jenis masalah yang dapat dihadapi, yaitu
Masalah Terstruktur, Masalah Semi Terstruktur, dan Masalah Tidak
Terstruktur. Setiap jenis masalah memiliki tingkat kestrukturan yang berbeda
dan memerlukan pendekatan yang sesuai dalam proses pengambilan
keputusan.
 Solusi
Dalam SPK, terdapat berbagai jenis solusi dalam pemecahan masalah.
Beberapa contoh solusi tersebut termasuk Multi Attribute Decision Making
(MADM) seperti Metode Simple Additive Weighting (SAW), Metode Weight
Product (WP), Metode Analytical Hierarchy Process (AHP), Metode TOPSIS,
dan lain-lain. Selain itu, terdapat juga Metode Multi Criteria Decision Making
(MCDM) seperti Metode Promethee, Metode Electre, Metode Oreste, Metode
Entropi, dan lain-lain. Terdapat pula Metode Multi Factor Evaluation Process
(MFEP), Metode Multi Attribute Utility Theory (MAUT), serta Metode FMADM
(Fuzzy Multi Attribute Decision Making) yang meliputi F-AHP, F-SAW, dan lain-
lain.
 Hasil
Hasil atau keluaran dari SPK adalah keputusan yang dapat digunakan sebagai
acuan untuk kebijakan dalam penyelesaian masalah yang diteliti atau dibahas.
Keputusan ini merupakan hasil dari proses pengambilan keputusan, dimana
manajer memilih strategi atau tindakan yang dianggap sebagai solusi terbaik
untuk masalah yang ada.

3
Joko Triyono/11230148

Metode Pengambilan Keputusan

1. Metode Multi Factor Evaluation Process (MFEP)


Proses evaluasi multifaktor (Multifactor Evaluation Process) adalah suatu
pendekatan dalam pengambilan keputusan dengan mempertimbangkan bobot
faktor (factors weighted) dan bobot evaluasi (factors evaluation). Proses
pembobotan dilakukan mulai dari penetapan faktor-faktor yang dianggap
berpengaruh secara signifikan terhadap berbagai alternatif pilihan. Setiap faktor-

faktor yang telah dipilih tersebut diurutkan tingkat kepentingannya. Selanjutnya,


dilakukan evaluasi terhadap alternatif pilihan dengan menggunakan faktor.
Pengambilan keputusan dilakukan dengan membandingkan total bobot evaluasi,
dan memilih alternatif dengan bobot evaluasi yang paling tinggi.
Kelebihan metode MFEP adalah tidak terlalu rumit dibandingkan dengan
metode AHP dan ANP, namun secara logika dapat dipertanggungjawabkan
sepanjang penetapan faktor dan evaluasinya dilakukan dengan hati-hati dan
pertimbangan yang matang.
Kelemahan metode multifaktor adalah dalam hal penetapan faktor-faktor
dan evaluasi yang dilakukan secara subyektif dan intuitif (yang mendasarkan
pertimbangannya pada pikiran atau pendapat yang keluar secara spontan dari
seseorang), ada kemungkinan terjadi perbedaan penetapan bobot antara orang
yang satu dengan yang lainnya, sehingga menyebabkan proses pengambilan
keputusan menjadi bias dan sangat tergantung pada pihak yang melakukan
penilaian.
Setiap faktor diberi bobot (Factor Weights) dalam skala 0 sampai 1
berdasarkan tingkat pentingnya suatu faktor terhadap faktor lainnya secara relatif.
Skala 0 sampai 1 mengindikasikan apakah faktor tersebut sangat tidak penting (0)
sampai dengan level sangat penting sekali (1). Akumulasi atau penjumlahan
bobot dari masing-masing faktor adalah 1 atau 100%.
Selanjutnya masing-masing faktor tersebut dievaluasi tingkat
pemenuhannya (Factor Evaluation). Tingkat pemenuhan mengindikasikan
preferensi seseorang terhadap faktor tertentu, dinilai mulai dari angka 1 sampai
dengan 9. Angka 1 merefleksikan bahwa faktor tersebut tidak memenuhi

4
Joko Triyono/11230148

harapan/tidak memuaskan dan angka 9 menggambarkan bahwa faktor tersebut


sangat memenuhi harapan/memuaskan.

2. Metode Simple Multi Attribute Rating Technique (SMART)


SMART (Simple Multi Attribute Rating Technique) merupakan metode
pengambilan keputusan yang multi-atribut. Metode ini dikembangkan
oleh Edward pada tahun 1971. Teknik pembuatan keputusan multi-atribut ini
digunakan untuk mendukung pembuat keputusan dalam memilih antara beberapa
alternatif. Setiap pembuat keputusan harus memilih sebuah alternatif yang sesuai
dengan tujuan yang telah dirumuskan.
SMART menggunakan linier adaptif model untuk meramal nilai setiap alternatif.
Model yang digunakan dalam SMART ada beberapa tahapan sebagai berikut
(Goodwin and Wright 2004) :
1) Menentukan Kriteria
Menentukan kriteria yang digunakan dalam menyelesaikan masalah
pengambilan keputusan. Untuk menentukan kriteria-kriteria apa saja yang
digunakan dalam sistem pengambilan keputusan ini diperlukan data-data dari
pengambil keputusan atau pihak yang berwenang/kompeten terhadap masalah
yang akan diselesaikan.
2) Menentukan Bobot Kriteria
Memberikan bobot kriteria pada masing-masing kriteria dengan menggunakan
interval 1-100 untuk masing-masing kriteria dengan prioritas terpenting.
3) Normalisasi Bobot Kriteria
Menghitung normalisasi bobot dari setiap kriteria dengan membandingkan nilai
bobot kriteria dengan jumlah bobot kriteria
4) Memberikan Nilai Parameter untuk Tiap Kriteria
Memberikan nilai kriteria untuk setiap alternatif, nilai kriteria untuk setiap
alternatif ini dapat berbentuk data kuantitatif (angka) ataupun berbentuk data
kualitatif, misalkan nilai untuk kriteria harga sudah dapat dipastikan berbentuk
kuantitatif sedangkan nilai untuk kriteria fasilitas bisa jadi berbentuk kualitatif
(sangat lengkap, lengkap, kurang lengkap). Apabila nilai kriteria berbentuk
kualitatif maka kita perlu mengubah ke data kuantitatif dengan membuat

5
Joko Triyono/11230148

parameter nilai kriteria, misalkan sangat lengkap artinya 3, lengkap artinya 2


dan tidak lengkap artinya 1.

5) Menentukan Nilai Utility


Menentukan nilai utility dengan mengkonversikan nilai kriteria pada masing-
masing kriteria menjadi nilai kriteria data baku. Nilai utility ini tergantung pada
sifat kriteria itu sendiri.
 Kriteria Biaya (Cost Criteria)
Kriteria yang bersifat “lebih diinginkan nilai yang lebih kecil” kriteria seperti
ini biasanya dalam bentuk biaya yang harus dikeluarkan (misalkan kriteria
harga, kriteria penggunaan bahan bakar per kilometer untuk pembelian
mobil, periode pengembalian modal dalam suatu usaha, kriteria waktu
pengiriman) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:

Keterangan
 ui(ai) : nilai utility kriteria ke-i untuk alternatif ke-i
 cmax : nilai kriteria maksimal
 cmin : nilai kriteria minimal
 cout : nilai kriteria ke-i
 Kriteria Keuntungan (Benefit Criteria)
Kriteria yang bersifat “lebih diinginkan nilai yang lebih besar”, kriteria
seperti ini biasanya dalam bentuk keuntungan (misalkan kriteria kapasitas
tangki untuk pembelian mobil, kriteria kualitas dan lainnya)
6) Menentukan Nilai Akhir
Menentukan nilai akhir dari masing-masing dengan mengalikan nilai yang
didapat dari normalisasi nilai kriteria data baku dengan nilai normalisasi bobot
kriteria

6
Joko Triyono/11230148

Keterangan:

 u(ai) : nilai total untuk alternatif ke-i

 wj : nilai bobot kriteria ke-j yang sudah ternormalisasi

 uj(ai) : nilai utility kriteria ke-j untuk alternatif ke-i

7) Perangkingan
Hasil dari perhitungan Nilai akhir kemudian diurutkan dari nilai yang terbesar
hingga yang terkecil, alternatif dengan nilai akhir yang terbesar menunjukkan
alternatif yang terbaik.

Kelebihan metode SMART:

o Simple Multi-attribute Rating Technique (SMART) dapat digunakan dengan


cepat mendapatkan skor total tertimbang (Huang 2011).

o SMART adalah salah satu metode MCDM yang paling dapat diterapkan, dan
karena mayoritas para panelis tidak akrab dengan metode MCDM, metode
ini harus sederhana (Yeh dan Chang 2009).

o Metode SMART mudah untuk dimodifikasi ketika pengaruh jumlah kategori


meningkat (Yeh dan Chang 2009).

o Pendekatan SMART menggunakan skala rasio untuk menilai preferensi


panelis (Yeh dan Chang 2009).

o SMART adalah teknik yang bermanfaat karena sederhana, mudah dan


membutuhkan sedikit waktu dalam pengambilan keputusan yang cukup
penting bagi mereka yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan (Gu
et al. 2012).

o Di SMART, mengubah jumlah alternatif tidak akan mengubah keputusan


sejumlah alternatif asli dan ini berguna ketika alternatif baru ditambahkan
(Chen dan Hou 2004; Panagopoulos et al. 2012).

o Menggunakan SMART dalam ukuran kinerja dapat menjadi alternatif yang


lebih baik daripada metode yang lain (Gu et al. 2012).

7
Joko Triyono/11230148

o SMART sangat populer karena analisisnya menggabungkan berbagai


macam kriteria kuantitatif dan kualitatif (Chen dan Hou 2004).

o SMART telah berhasil diterapkan dalam masalah MCDM, pendekatan ini


tidak efektif ketika berhadapan dengan ketidaktahuan yang melekat
penilaian linguistik di pengambilan keputusan (Gu et al. 2012; Chen dan Hou
2004).

o Keuntungan dari model SMART adalah bahwa ia tidak bergantung pada


alternatif (Panagopoulos dkk. 2012; Afshar dkk. 2011).

o Para peserta nonteknis merasa bahwa SMART lebih mudah dipahami


dibandingkan dengan metode Trade-off (Dai et al. 2012).

Kekurangan metode SMART:

o Telah ditekankan bahwa perbandingan tentang pentingnya atribut adalah


tidak berarti, jika tidak mencerminkan rentang konsekuensi dari atribut itu
juga (Von Winterfeldt dan Edwards 1986).

o Salah satu keterbatasan teknik ini adalah bahwa teknik ini mengabaikan
hubungan timbal balik antar parameter (Demirci et al. 2009).

o Peringkat alternatif tidak relatif; mengubah jumlah alternatif dianggap tidak


akan dengan sendirinya mengubah nilai keputusan dari alternatif asli (Valiris
et al. 2005).

o Karena banyaknya atribut, metode SMART akan terlalu sulit untuk


diterapkan dan dipertahankan (Benzerra et al. 2012).

3. Metode Simple Additive Weighting (SAW)


Metode Simple Additive Weighting (SAW) dikenal dengan istilah metode
penjumlahan terbobot. Konsep dasar pada metode SAW adalah mencari
penjumlahan terbobot dari rating kinerja pada setiap alternatif di semua atribut.
Metode SAW membutuhkan proses normalisasi matriks keputusan (X) ke suatu
skala yang dapat diperbandingkan dengan semua rating alternatif yang
ada. Formula untuk melakukan normalisasi tersebut adalah:

8
Joko Triyono/11230148

 rij = nilai rating kinerja ternormalisasi


 xij = nilai atribut yang dimiliki dari setiap kriteria
 Max xij = nilai terbesar dari setiap kriteria ᵢ
 Min xij = nilai terkecil dari setiap kriteria ᵢ
 benefit = jika nilai terbesar adalah terbaik
 cost = jika nilai terkecil adalah terbaik dimana rij adalah rating kinerja
ternormalisasi dari alternatif Ai pada atribut Cj; i=1,2,…,m dan j=1,2,…,n.
Nilai preferensi untuk setiap alternatif (Vi) diberikan sebagai:

Keterangan :
1. Vi = rangking untuk setiap alternatif
2. wj = nilai bobot dari setiap kriteria
3. rij = nilai rating kinerja ternormalisasi
Nilai Vi yang lebih besar mengindikasikan bahwa alternatif Ai lebih terpilih.
Metode ini sendiri sebenarnya masih termasuk dalam
metode MADM atau Multiple Attribute Decision Making. Ini merupakan salah
satu metode MADM klasik untuk menentukan penjumlahan terbobot pada setiap
atribut.
Dengan sistem perankingan seperti ini diharapkan penilaian akan lebih akurat
karena berdasarkan pada nilai kriteria dan bobot yang telah ditetapkan
sebelumnya sehingga nantinya akan diperoleh hasil yang lebih akurat misalnya
untuk karyawan yang akan menerima promosi jabatan.
Untuk mengatasi masalah dalam penilaian kinerja karyawan serta
memberikan gambaran informasi yang tepat untuk si pengambil kebijakan dalam
melakukan pengambilan keputusan, misalnya untuk promosi jabatan, maka perlu
diadakannya suatu sistem pendukung keputusan.

9
Joko Triyono/11230148

Metode SAW sangat banyak memiliki kegunaan dalam implementasi di


kehidupan masyarakat seperti melakukan penilaian suatu karyawan di
perusahaan, pemilihan siswa berprestasi, rekomendasi pencari kerja terbaik, dsb.
Dengan adanya SPK (Sistem Pendukung Keputusan) dan Metode SAW
(Simple Additive Weghting) diharapkan mampu memberi sebuah keputusan
yang mempunyai hasil yang efisien. Dengan penerapan sistem pendukung
keputusan ini, diharapkan akan sedikit mengurangi subyektifitas dalam
pengambilan keputusan.

10

Anda mungkin juga menyukai