Anda di halaman 1dari 66

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL
BAB
I. PENDAHULUAN ……………………………………………………………… 1
1.1. Latar Belakang ………………………………………………………………… 1
1.2. Deskripsi Singkat ……………………………………………………………... 1
1.3. Tujuan Pembelajaran ………………………………………………………… 1
1.4. Materi Pokok …………………………………………………………………... 2
II. PERALATAN PENGEBORAN TAMBANG BAWAH TANAH ……………. 3
2.1. Alat Bor Tangan dan Berpenopang …………………………………………. 3
2.1.1. Jenis Alat Bor Tangan (Hand-held Drill) …………………………………... 3
2.1.2. Jenis Alat Bor Berpenopang (Mounted-Rock Drill) ………………………. 5
2.1.3. Spesifikasi Alat Bor Tangan dan Berpenopang …………………………... 7
2.1.4. Klasifikasi Alat Bor Tangan dan Berpenopang …………………………… 13
2.2. Alat Pendukung Pengeboran ………………………………………………... 15
2.2.1. Kompresor …………………………………................................................ 16
2.2.2. Tabung penyuplai oli (Oiler) ………………………………………………… 21
2.3. Rangkuman ……………………………………………….............................. 23
2.2. Latihan Soal ………………………………………………............................. 24

III. PERLENGKAPAN PENGEBORAN TAMBANG BAWAH TANAH ………. 27


3.1. Jenis dan Fungsi Perlengkapan Pengeboran ……………………………… 27
3.1.1. Batang bor (drill rod) ………………………………………………………… 28
3.1.2. Mata bor (Bit) …………………………………………………………………. 31
3.1.3. Kopling (Coupling) …………………………………………………………… 35
3.2. Rangkuman ……………………………………………….............................. 40
3.3. Latihan Soal ………………………………………………............................. 40
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Jenis-jenis alat bor tangan pada tambang bawah tanah ........................................... 5
Gambar 2 Jenis alat bor berpenopang (jumbo drill) pada tambang bawah tanah. ...................... 6
Gambar 3. Sistem gaya tekan pada alat bor berpenopang ......................................................... 6
Gambar 4. Tipikal alat bor tangan dan bagian-bagiannya........................................................... 8
Gambar 5. Mekanisme operasional tuas kendali ........................................................................ 9
Gambar 6. Tipikal telescopic jackleg untuk penopang mesin bor manual dan penyuplai gaya
tekan ........................................................................................................................................ 10
Gambar 7. Tipikal alat bor jumbo dan elemennya (Kurt, 1982) ................................................. 11
Gambar 8. Cara membawa Jackleg dan drifter (Kurt, 1982) ..................................................... 14
Gambar 9. Klasifikasi kompresor berdasarkan cara kerjanya ................................................... 15
Gambar 10. Mekanis pemampatan udara pada kompresor sistem perpindahan positif ............ 16
Gambar 11. Komponen kompresor portabel (Ingersoll-Rand)................................................... 17
Gambar 12. Tipikal tabung penyuplai oli pengeboran ............................................................... 19
Gambar 13. Proses pelumasan aliran kompresi udara ............................................................. 20
Gambar 14. Posisi tabung oiler (lubrikasi) pada sistem alat bor tangan.................................... 21
Gambar 15. Elemen batang bor integral (Sandvik-Coromant) .................................................. 26
Gambar 16. Tipe-tipe batang bor ekstensi ................................................................................ 27
Gambar 17. Pengukuran D dan L batang bor ekstensi ............................................................. 27
Gambar 18. (a) Tipe Ulir dan (b) Profil pada Tipe Ulir ............................................................... 29
Gambar 19. Tipe mata bor dan bagian-bagiannya.................................................................... 30
Gambar 20. Tipe mata bor yang dirancang khusus .................................................................. 31
Gambar 21. Tipe kopling untuk penyambungan batang bor ..................................................... 32
Gambar 22. Ilustrasi Daur Batuan ............................................................................................ 43
Gambar 23. Proses pengujian kuat tekan batuan di lab............................................................ 45
Gambar 24. Klasifikasi massa batuan berdasarkan intensitas retakan ..................................... 50
Gambar 25. Contoh daftar pemeriksaan (pre-operating) alat bor manual (Jack Leg)................ 53
Gambar 26. Contoh daftar pemeriksaan (pre-operating) alat bor berpenopang (Jumbo Drill) ... 55
Gambar 27. Contoh daftar pemeriksaan (pre-operating) perlengkapan bor .............................. 57
DAFTAR TABEL

Table 1. Klasifikasi alat bor tambang bawah tanah ................................................................... 13


Table 2. Konsumsi udara pada beberapa jenis alat bor ............................................................ 18
Table 3. Spesifikasi batang bor ekstensi (Jimeno, 1995) .......................................................... 33
Table 4. Diameter batang dan mata bor serta kedalaman pengeboran maksimum (Jimeno,
1995) ........................................................................................................................................ 33
Table 5. Diameter mata bor, batang bor dan kopling (Jimeno, 1995)........................................ 34
Table 6. Berat batang bor sesuai diameter dan panjangnya (Jimeno, 1995) ............................ 34
Table 7. Umur layanan perlengkapan pengeboran pada pembuatan tunnel dan drift (Atlas
Copco dLm Nimeno, 1995) ....................................................................................................... 34
Table 8. Rekomendasi penggunaan tipe bit sesuai kondisi batuan........................................... 35
Table 9. Klasifikasi batuan beku berdasarkan kandungan silika ............................................... 40
Table 10. . Ukuran dan jenis batuan sedimen........................................................................... 41
Table 11. Klasifikasi batuan sedimen ....................................................................................... 41
Table 12. Contoh batuan metamorf dan klasifikasinya ............................................................. 42
Table 13. Skala kekerasan Mohs ............................................................................................. 44
Table 14. Klasifikasi kekerasan batuan (Protodyakonov).......................................................... 45
Table 15. Kandungan kuarsa pada beberapa tipe batuan ........................................................ 46
Table 16. Kekerasan dan abrasifitas batuan............................................................................. 47
Table 17. Komposisi mineral pada beberapa jenis batuan........................................................ 48
Table 18. Densitas beberapa jenis batuan................................................................................ 49

an saran-saran penyempurnaan lebih lanjut sangat kami harapkan dari para pembaca.
Kepada para narasumber, penulis dan anggota yang tidak bisa kami sebutkan satu
persatu yang telah memberikan bantuan dan kerja samanya dalam penyusunan modul
ini kami menyampaikan ucapan terima kasih.
Kepada para narasumber, penulis dan anggota yang tidak bisa kami sebutkan satu
persatu yang telah memberikan bantuan dan kerja samanya dalam penyusunan modul
ini kami menyampaikan ucapan terima kasih.
Kepada par
PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL

Petunjuk penggunaan modul yang dipersiapkan dalam unit ini tidak bersifat wajib, namun
digunakan sebagai pedoman atau panduan.

A. Pedoman bagi peserta

1. Pelajari modul ini dengan seksama terutama mulai dari Bab II, kemudian kerjakan
soal-soal yang disediakan pada setiap Bab sampai memperoleh hasil minimal
80%, kemudian proses belajar dlanjutkan ke Bab berikutnya.
2. Periksa semua alat yang akan anda pergunakan
3. Bila anda menemukan masalah, silahkan bertanya kepada Dosen
4. Yakinkan diri anda telah menguasai modul ini, sebelum anda mengikuti ujian
5. Dan lain sebagainya
B. Peran Dosen:

1. Membantu peserta didik dalam merencanakan proses belajar,


2. Membimbing peserta diklat melalui tugas-tugas pelatihan yang dijelaskan dalam
tahap belajar.
3. Membantu peserta diklat dalam memahami konsep dan praktik baru dan
menjawab pertanyaan peserta diklat mengenai proses belajar peserta diklat
4. Membantu peserta didik untuk menentukan dan mengakses sumber tambahan
lain yang diperlukan untuk belajar,
5. Mengorganisasikan kegiatan belajar kelompok jika diperlukan,
6. Merencanakan seorang ahli/pendamping dosen dari tempat kerja untuk
membantu jika diperlukan,
7. Merencanakan proses penilaian dan menyiapkan perangkatnya,
8. Melaksanakan penilaian
9. Menjelaskan kepada peserta diklat tentang sikap pengetahuan dan keterampilan
dari suatu kompetensi, yang perlu untuk dibenahi dan merundingkan rencana
pembelajaran selanjutnya,
10. Mencatat pencapaian kemajuan peserta didik.
GLOSARIUM

̶ Alat pengeboran adalah unit atau kendaraan pembuat lubang bor untuk lubang
ledak atau lubang penguatan massa batuan.
̶ Peralatan pendukung pengeboran adalah komponen dari alat pengeboran yang
cara kerjanya tidak langsung berhubungan dengan proses penghancuran batuan
pada saat pembuatan lubang bor. Contoh peralatan pendukung pengeboran,
diantaranya mesin bor (drifter), boom, under carriage, kompresor, dan oiler.
̶ Drifter adalah mesin bor yang dirancang untuk menghasilkan gaya impak, rotasi,
gaya tekan (feed force atau thrust force) dan proses pembilasan (flushing) dalam
proses pengeboran.
̶ Perlengkapan pengeboran adalah komponen dari peralatan pengeboran yang
berhubungan langsung dengan proses penghancuran batuan saat pembuatan
lubang bor melalui transmisi gaya dari drifter ke batuan. Elemen tersebut adalah
mata bor (bit), batang bor (drill rod), kopling dan shank adaptor.
̶ Aksesori pengeboran adalah alat tambahan atau opsional dalam peralatan
pengeboran yang berfungsi meningkatkan kenyamanan dan keselamatan selama
proses pengeboran, seperti halnya pijakan kaki pada crawler rock drill (CRD), air
conditioning (AC) dalam kabin dan sejenisnya.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peralatan dan perlengkapan pengeboran merupakan sarana pengeboran yang


terintegrasi selama proses pengeboran berlangsung, sehingga diperoleh efektivitas
dan efisiensi yang optimum untuk mencapai produktivitas pengeboran yang tinggi.

1.2 Deskripsi Singkat


Dalam mata kuliah ini dibahas materi mengenai peralatan dan perlengkapan
pengeboran, cara menentukan peralatan dan perlengkapan pengeboran, cara
pemeriksaan alat bor manual dan komponennya, pemeriksaan alat bor mekanis dan
komponennya sesuai dengan prosedur, cara memeriksa dan merangkai
perlengkapan bor manual dan mekanis

1.3 Tujuan Pembelajaran

Peserta didik mampu mengidentifikasi peralatan dan perlengkapan pengeboran dan


menjelaskan kebutuhan, pemeriksaan kelaikan serta persiapan peralatan dan
perlengkapan pengeboran untuk pembuatan lubang ledak serta untuk penguatan
massa batuan di tambang bawah tanah.

Indikator kompetensi teramati ketika peserta dapat menguasai pengetahuan dan


tata cara pemeriksanaan peralatan dan perlengkapan pengeboran, sehingga
tercapai tujuan pembelajaran yang diuraikan di atas.

1.4 Materi Pokok dan Sub Materi Pokok

Memuat materi pokok (KUK) dan Submateri (aspek pengetahuan)

No. Materi pokok Sub materi


1 Peralatan pengeboran a. Jenis alat bor manual (hand-held drill) dan
tambang bawah tanah. alat bor mekanis.
b. Peralatan pendukung/penunjang untuk
pengeboran (kompresor, tabung oiler pada
alat bor manual.
c. Spesifikasi teknis alat bor manual dan
mekanis.
d. Spesifikasi teknis peralatan pendukung.
e. Cara kerja alat bor manual (alat utama dan
pendukung)
2 Perlengkapan pengeboran a. Jenis dan fungsi perlengkapan alat bor
tambang bawah tanah. mekanis yaitu mata bor (bit), batang bor
(drill rod), kopling, dan shank adaptor,
scalling steel
b. Jenis dan fungsi perlengkapan alat bor
manual yaitu mata bor (bit), batang bor (drill
rod) scalling bar
c. Spesifikasi teknis perlengkapan
pengeboran di tambang bawah tanah
3 Menentukan peralatan dan a. Informasi kondisi fisik batuan yang akan di
perlengkapan pengeboran bor (kekerasan batuan menggunakan skala
tambang bawah tanah. mohs, tekstur batuan, komposisi mineral
dalam batuan struktur batuan, komposisi
mineral dalam batuan, dan batas bijih
(hanging wall dan foot wall)
b. Jenis peralatan pengeboran yang sesuai
dengan jenis batuan yang akan dibor
c. Jenis perlengkapan pengeboran yang
sesuai dengan jenis batuan yang akan
dibor
4 Pemeriksaan peralatan dan a. Pemeriksaan alat bor manual dan mekanis
perlengkapan pengeboran. b. Pemeriksaan komponen alat bor manual
dan mekanis
c. Pemeriksaan perlengkapan bor
d. Perangkaian perlengkapan bor
BAB II
PERALATAN PENGEBORAN TAMBANG BAWAH TANAH

Cakupan peralatan pengeboran meliputi uraian tentang alat bor tangan atau manual
yang disebut juga hand-held drill dan alat bor mekanis atau alat bor berpenopang
yang disebut juga mounted-drill (Kurt, 1982). Setelah mempelajari bab ini peserta
diklat diharapkan dapat mengidentifikasi dan menjelaskan aspek-aspek yang
berkaitan kedua jenis alat bor tersebut, diantaranya adalah sarana pendukung,
spesifikasi dan cara kerjanya.

2.1. Alat bor tangan dan berpenopang


Dalam pekerjaan pengeboran di tambang bawah tanah alat bor tangan dan alat bor
berpenopang dapat digunakan untuk membuat lubang ledak pada tahap persiapan
(development) dan tahap produksi bijih di lombong (stope). Pekerjaan pada tahap
development meliputi pembuatan lubang akses horizontal (cross cut, adit, drift dan
level) dan lubang akses vertikal (shaft, raise dan winze) menuju lokasi endapan
bijih, untuk keperluan ventilasi atau jalan manusia dan barang keperluan tambang.

2.1.1 Jenis alat bor tangan (hand-held drill)

Pengertian alat bor tangan atau hand-held drill adalah alat bor yang dapat diangkat
dan dipikul oleh manusia serta dioperasikan langsung untuk membuat lubang pada
batuan. Terdapat tiga jenis alat bor tangan, yaitu (1) jackhammer atau sinker, (2)
jackdrill atau jackleg, dan (3) stoper seperti terlihat pada Gambar 2.1. Perbedaan
jenis tersebut didasarkan pada arah dan fungsi pengeboran.

a. Alat bor tangan jackhammer

Alat bor jackhammer atau sinker digunakan untuk pengeboran umum di tambang
bawah tanah, antara lain untuk pengeboran lubang vertikal atau horizontal yang
pendek dengan kedalaman 1 – 1,5 m, untuk pemasangan baut batuan atau jangkar
mesin dan untuk pembuatan lubang ledak pada secondary blasting. Penggunaan
alat bor tangan jackhammer lebih efektif untuk membuat lubang ledak vertikal ke
arah bawah pada saat pembuatan sumuran (shaft sinking) atau winze, walaupun
dalam keadaan tertentu memungkinkan dioperasikan mengebor ke arah horizontal.

b. Alat bor tangan jackdrill atau jackleg


Alat bor jackdrill atau jackleg adalah alat bor jackhammer yang dilengkapi dengan
silinder pneumatik sebagai kaki penopangnya. Silinder pneumatik memiliki dua
fungsi, yakni (1) menopang (menyangga) berat alat bor jackhammer dan (2)
memberi gaya tekan (feed force atau thrust force) terhadap alat ke arah depan atau
miring ke atas. Alat jackdrill yang lebih modern menyatukan kedua fungsi tersebut
dengan membuat poros engsel pada bagian kaki penopang (leg), sehingga alat bor
jackhammer dengan silinder pneumatik dapat dipisahkan atau digabung kembali.
Pada saat mesin jackhammer digabung untuk melaksanakan pengeboran, seluruh
sistem pengeboran dikontrol pada bagian belakang (back head) alat bor dan kondisi
tersebut memberi kenyamanan bagi Juru Bor. Dengan adanya silinder pneumatik
penopang jackhammer, alat bor tangan ini sangat efektif dioperasikan ke arah
horizontal dan miring ke atas. Alat bor tangan jackdrill dapat digunakan dalam
pembuatan lubang akses horizontal dilakukan dengan cara full-face atau top-
heading. Ketinggian efektif yang dapat dijangkau oleh alat bor tangan jackdrill
antara 4 m sampai 5 m; sedangkan apabila dilakukan dengan cara top-heading,
tinggi efektif lubang akses horizontal bisa mencapai antara 6 m sampai 8 m. Pada
dasarnya efektivitas tinggi bor tangan jackdrill ini tergantung pada kenyamanan dan
keselamatan Juru Bor ketika melaksanakan pengeboran dengan posisi berdiri.

c. Alat bor tangan stoper

Alat bor tangan stoper adalah jackhammer yang dikaitkan pada silinder pneumatik
khusus untuk pembuatan lubang vertikal ke atas atau atap lubang akses.
Kedudukan jackhammer bisa segaris dengan silinder pneumatik yang disebut
dengan stoper in-line cylinder (Gambar 2.1c) atau menempel pada silinder
pneumatik atau stoper offset cylinder (Gambar 2.1d). Alat bor stoper offset cylinder
umumnya digunakan pada pengeboran atap lubang akses yang rendah dengan
ketinggian antara 3 – 4 m. Dengan mempertimbangkan silinder pneumatik sebagai
penopang alat bor stoper, maka pada umumnya diameter silinder dan alat bornya
berukuran sama.
(a)

(b) (c) (d)

Gambar 1. Jenis-jenis alat bor tangan pada tambang bawah tanah


(a) Jack hammer atau sinker, (b) Jackdrill atau jackleg,
(c) stoper in-line, (d) stoper offset
.

2.1.2 Jenis alat bor berpenopang (mounted rock drill)

Pengertian alat bor berpenopang atau mounted rock drill adalah jenis alat bor yang
diletakkan pada suatu penopang atau penunjang karena terlalu berat dan kuat
apabila diangkat oleh tangan manusia. Untuk alat bor berpenopang ini ada juga
yang menyebutnya sebagai drifter. Jenis penopang yang umum digunakan
berbentuk boom hidrolik atau penopang kolom yang dirancang menjadi satu set
dengan sasis ban atau rantai (crawler) agar memiliki mobilitas tinggi saat pindah ke
lokasi pengeboran berikutnya. Jenis alat bor berpenopang yang digunakan pada
pengeboran di bawah tanah adalah Jumbo drill. Alat bor jumbo terdiri dari satu, dua
atau tiga penopang mesin bor yang dilengkapi dengan sebuah platform untuk
tempat berdiri Juru Bor (Gambar 2.2a) atau kabin Juru Bor (Gambar 2.2b). Alat bor
berpenopang digunakan terutama untuk membuat lubang horizontal pada tahap
development dan ada pula yang dirancang untuk pengeboran vertical ke atas.
(a)

(b)

Gambar 2 Jenis alat bor berpenopang (jumbo drill) pada tambang bawah tanah.
(a) Jumbo drill dengan platform, (b) Jumbo drill dengan kabin

Sistem ulir Drifter

Penopang

(a)

Sistem rantai Drifter

Penopang
(b)
Gambar 3. Sistem gaya tekan pada alat bor berpenopang
(a) Sistem ulir, (b) Sistem rantai

Gaya tekan (feed) pada alat bor berpenopang dilakukan dengan sistem ulir atau
sistem rantai. Pada sistem ulir drifter bergerak oleh mekanisme putaran batang
berulir yang mendorong maju drifter sekaligus memberikan gaya tekan atau menarik
mundur drifter apabila selesai membuat lubang (Gambar 2.3a). Demikian juga pada
sistem rantai, gerakan drifter maju dan menghasilkan gaya tekan karena tarikan
rantai. Umumnya apabila tarikan rantai searah jarum jam akan menggerakkan
drifter maju, sedangkan apabila kebalikan jarum jam drifter akan mundur kembali
ke posisi semula.

2.2. Spesifikasi alat bor tangan dan berpenopang

Sebelum mengoperasikan alat bor untuk membuat lubang ledak atau lubang
penguatan massa batuan, Juru Bor harus mengenali spesifikasi alat bor tangan dan
berpenopang. Umumnya spesifikasi alat bor didasarkan pada kemampuan
membuat lubang bor per satuan waktu yang dibedakan atas klasifikasi beratnya.
Namun sebelumnya perlu diketahui terlebih dahulu elemen atau bagian-bagian
penting pada alat bor tangan maupun berpenopang.
2.2.1 Elemen pada alat bor tangan
Seluruh jenis alat bor tangan memiliki elemen yang sama yang terintegrasi dalam
satu unit alat bor seperti terlihat pada Gambar 2.4.
(1) Batang bor disebut juga drill rod, drill string atau drill steel tergolong pada
integral drill dengan diameter mata bor (bit) antara 35 – 41 mm (1⅜ – 1⅝ inci).
(2) Penahan atau retainer merupakan pengait untuk menahan batang bor pada
bagian depan mesin bor. Apabila pengaitnya ditutup batang bor tidak terlepas
dari chuck yang ada di dalam silinder depan, sedangkan bila pengaitnya dibuka
batang bor dapat dilepaskan. Bagian penahan ini biasanya dilengkapi dengan
pegas (per) agar penjepit tidak terbuka karena getaran pada saat operasi
pengeboran berlangsung.
1
3 4
5 6

9
2

10
KETERANGAN: 8
(1) Batang bor (6) Tuas kendali
(2) Penahan (7) Selang udara
(3) Silinder depan (8) Selang air
(4) Peredam (9) Hendel
(5) Silinder belakang (10) Tiang jackleg

Gambar 4. Tipikal alat bor tangan dan bagian-bagiannya

(3) Silinder depan atau front head merupakan tempat pemasangan batang bor di
dalam mesin bor. Pada bagian dalamnya terdapat bantalan logam dengan
lubang (slot) berbentuk segi enam tempat menyisipkan ujung shank batang bor.
Fungsi bantalan untuk memutar batang bor dan slot untuk batang bor sering
disebut chuck.
(4) Peredam disebut juga mufflers atau silencers yang dipasang pada lapisan
silinder mesin bor untuk menyerap suara keras selama proses pengeboran. Alat
peredam tersebut mampu mengurangi suara sampai sekitar 7 dB dan dapat
mempengaruhi laju pengeboran.
(5) Silinder belakang atau back head merupakan tempat penampungan udara
bertekanan tinggi dan air. Udara bertekanan tinggi berfungsi menggerakkan
komponen mekanis di dalam mesin bor, sehingga terjadi gaya impak dan putar
pada batang bor selama proses pengeboran berlangsung. Sedangkan tekanan
air lebih kecil dari tekanan udara. Tekanan air berfungsi untuk membilas serbuk
bor (cutting) sampai ke luar dari lubang bor dan juga sebagai pendingin selama
proses pengeboran berlangsung. Pembilasan serbuk bor dari dalam lubang bor
sampai ke luar dari lubang bor disebut proses flushing.
(6) Tuas kendali atau throttle control adalah tangkai pengatur kecepatan impak dan
rotasi batang bor, pengontrol aliran air dan pembilasan serbuk bor
menggunakan tekanan udara ketika pembuatan lubang telah selesai. Tuas
kendali memiliki empat posisi pengoperasian, yaitu (1) posisi tuas ke arah atas
untuk menghentikan mesin bor, (2) posisi tuas ke arah belakang udara mengalir
masuk ke dalam mesin, (3) posisi tuas ke arah depan batang bor mulai bergerak
untuk membuat titik lubang bor, dan (4) posisi tuas horizontal ke depan
kecepatan pengeboran penuh sampai terbentuk lubang bor (Gambar 2.5).
(7) Selang udara bertekanan (air pressure hose) adalah selang untuk mengalirkan
udara bertekanan dari kompresor ke dalam mesin bor melalui pipa melengkung
(gooseneck atau elbow). Diameter selang pada umumnya 25 mm dan terbuat
dari bahan yang cukup kuat untuk mengalirkan tekanan udara sesuai dengan
spesifikasi pada Tabel 2.1.
(8) Selang air (water pressure hose) adalah selang untuk mengalirkan air ke dalam
mesin bor melalui pipa melengkung (gooseneck atau elbow). Diameter selang
air lebih kecil dibanding selang udara, yaitu antara 13 - 19 mm, dan terbuat dari
bahan yang cukup kuat untuk mengalirkan air yang bertekanan.

Gambar 5. Mekanisme operasional tuas kendali

(9) Hendel adalah pegangan bagi Juru Bor pada saat mengoperasikan alat bor
untuk mengontrol dan mengendalikan proses pengeboran.
(10) Tiang jackleg berfungsi sebagai pendukung mesin bor dan penyuplai gaya
tekan (feed force atau thrust force). Pada saat ini umumnya mekanisme
pengaturan tinggi jackleg dengan gaya hidrolik yang disebut dengan
telescopic jackleg (Gambar 2.6). Tujuan pengaturan tinggi jackleg adalah
untuk menghasilkan gaya tekan batang bor dan bit pada dasar lubang yang
optimal dan kenyamanan Juru Bor saat melakukan pengeboran.
Gambar 6. Tipikal telescopic jackleg untuk penopang mesin bor manual dan penyuplai gaya tekan

2.2.2 Elemen pada alat bor berpenopang

Tipikal bor jumbo atau alat bor berpenopang dengan elemen-elemen untuk
pengoperasiannya tertera pada Gambar 2.7. Bor jumbo yang modern saat ini
biasanya menggunakan ban karet sebagai penariknya atau undercarriage. Pada
beberapa lokasi bor jumbo ditarik oleh rantai (track) atau roda besi yang bergerak
di atas rel. Adapun tenaga pengerak bor jumbo pada umumnya tenaga disel yang
menghasilkan tegangan listrik 3 fase atau AC sekitar 350 – 550 volt.

Pada Gambar 2.7 terlihat sketsa bor jumbo dengan dua unit mesin bor dipasang
pada masing-masing penopangnya (boom) yang digerakkan naik-turun atau
menyamping secara hidrolik (nomor 18). Mesin bor (nomor 20) adalah drifter yang
cukup berat dan bertenaga besar (powerful), sehingga mampu membuat lubang
ledak berdiameter 38 – 57 mm (1½ – 2⅓ inci) dengan kedalaman 1,5 – 5,0 m.

Alat bor tersebut digerakkan oleh listrik AC dengan tegangan 380 – 550 volt sebagai
sumber energi untuk mengoperasikan kompresor dan pompa hidrolik. Terdapat dua
kompresor dengan fungsi yang berbeda, yaitu kompresor khusus untuk
pengereman (nomor 3) dan kompresor untuk pembilasan serbuk bor atau flushing
dan pelumasan bagian pelumasan silinder depan atau front head mesin bor hidrolik
(nomor 6). Tuas kendali proses pengeboran terdapat pada panel pengontrol
pengeboran (nomor 13). Stop kontak untuk mengoperasikan bor jumbo terletak di
dalam kabinet power (nomor 7) yang dilengkapi sistem pengamanan untuk motor
listrik starter dan alat untuk pengubah tegangan listrik 3 fase atau AC menjadi 2 fase
atau DC 24 volt untuk sistem kontrol pengeboran.

Pompa hidrolik pada nomor 4 dihubungkan dengan mesin disel untuk menggerak-
kan boom selama perjalanan menuju lokasi pengeboran.
ennya (Kurt, 1982)
2.2.3 Klasifikasi alat bor tangan dan berpenopang

Alat bor pada tambang bawah tanah yang bervariasi, baik ditinjau dari bentuk, berat,
ukuran silinder penopang, maupun fungsinya, menjadi dasar perlunya pengklasi-
fikasian yang dapat diberlakukan untuk alat bor tangan (hand-held drill) dan alat bor
berpenopang (mounted rock drill). Klasifikasi alat bor tersebut dapat digunakan
sebagai pedoman pemilihannya sesuai dengan tujuan pengeboran.

Kurt dalam Hustrulid, 1982, mengklasifikasikan alat bor pada tambang bawah tanah
berdasarkan berat mesin bor dan diameter silindernya (Tabel 2.1). Alat bor tangan
jackhammer (Gambar 2.1a) dan stoper (Gambar 2.1c) diklasifikasikan berdasarkan
beratnya. Untuk alat bor jackhammer beratnya berkisar antara 7 – 30 kg dan stoper
antara 34 – 45 kg. Sedangkan alat bor jackdrill (Gambar 2.1b) dan drifter atau
mounted rock drill, seperti bor jumbo, diklasifikasikan berdasarkan ukuran silinder
bornya. Alat bor jackdrill memiliki ukuran silinder bor berkisar antara 60 – 83 mm
dan alat bor drifter antara 83 – 114 mm.

Makin berat atau makin besar diameter silinder suatu alat bor diyakini dapat
memberikan produksi pengeboran yang lebih tinggi dibanding alat bor berukuran
kecil. Namun, alat bor berukuran kecil lebih fleksibel dimanfaatkan dalam perawatan
lubang akses dan secondary blasting. Disamping itu dengan berpedoman pada
klasifikasi tersebut, seorang Juru Bor dapat mengukur kemampuannya dalam
membawa jackleg dan mesin bor ke lokasi pengeboran. Untuk membawa jackleg
biasanya dijinjing dengan satu tangan dan mesin bor dipikul di atas bahu seperti
terlihat pada Gambar 2.8. Selanjutnya, Juru Bor harus mengetahui fungsi dari setiap
bagian alat bor tersebut, seperti telah diuraikan di atas, agar dapat mengoperasikan
alat bor dengan aman. Pada umumnya bagian-bagian utama alat bor tangan
maupun bor jumbo untuk berbagai merk sama jenisnya, namun kemungkinan
perbedaannya terletak pada posisi atau letak dari bagian-bagian alat bor tersebut.
Table 1. Klasifikasi alat bor tambang bawah tanah

(Kurt dalam Hustrulid, 1982)

Konsumsi udara Impak Ukuran lubang bor


Dasar
Nama Ukuran Diameter Kedalaman Penggunaan
Klasifikasi (m³/det) (kW)
(mm) (m)
Jack hammer Berat Sangat ringan: < 18 0,024 - 0,033 < 1,49 19 - 32 0,3 - 0,6 Perawatan lubang aks
atau Sinker (kg) Ringan: 18 - 25 0,033 - 0,047 1,49 - 1,86 32 - 38 0,6 - 1,2 Pengeboran lubang
Sedang: 25 - 30 0,047 - 0,057 1,86 - 2,24 35 - 41 1,2 - 2,4 Pengeboran lubang
Berat: > 30 0,057 - 0,066 > 2,24 38 - 44 1,2 - 3,7 Pembuatan sumuran
Jackleg atau Diameter Sedang: 60 - 66 0,071 - 0,085 2,24 - 2,98 32 - 41 1,2 - 3,7 Akses kecil atau lomb
Jackdrill silinder Berat: 68 - 83 0,085 - 0,099 2,98 -3,73 38 - 44 1,2 - 3,7 Akses kecil atau lomb
bor (mm)
Stoper Berat Ringan: < 34 0,071 - 0,080 2,34 - 2,61 32 - 38 1,2 - 3,7 Stoping
(kg) Sedang: 34 - 45 0,080 - 0,090 2,61 - 2,98 35 - 41 1,2 - 3,7 Stoping
Berat: > 45 0,090 - 0,099 2,98 - 3,73 38 - 44 1,2 - 3,7 Stoping
Drifter Diameter Ringan: 83 - 102 0,094 - 0,142 < 4,47 38 - 44 1,2 - 2,4 Akses kecil
silinder Sedang: 102 - 114 0,142 - 0,189 4,47 - 7,46 41 - 51 2,4 - 3,7 Akses medium
bor (mm) Berat: > 114 0,189 - 0,236 > 7,46 44 - 57 3,7 - 30,5 Akses luas dan
pembuatan longhole
Drifter

Jackleg

Gambar 8. Cara membawa Jackleg dan drifter (Kurt, 1982)

2.2. Alat Pendukung Pengeboran


Dalam pekerjaan pengeboran diperlukan sejumlah alat pendukung sebagai bagian
dari komponen pengeboran yang dihubungkan dengan unit bor. Diantara alat
pendukung pengeboran yang vital adalah kompresor dan tabung penyuplai oli atau
oiler. Kompresor berfungsi sebagai alat penyuplai udara bertekanan tinggi untuk
menggerakkan komponen mekanis yang ada di dalam mesin bor dan oiler adalah
alat penyuplai oli untuk melumasi komponen mekanis di dalam mesin bor. Pada alat
bor tangan, kedua alat pendukung ini posisinya terpisah sebagai unit tersendiri,
walaupun pada alat bor tangan modern saat ini oiler sudah menjadi satu set dengan
unit bor kecuali kompresor. Pada alat bor berpenopang atau bor jumbo, kompresor
dan oiler sudah menjadi satu dengan unit bornya. Mempertimbangkan pentingnya
kedua alat pendukung pengeboran tersebut, uraian selanjutnya terkonsentrasi pada
kompresor dan oiler.
2.3.1 Kompresor

Pengertian kompresor atau kompresor angin (air compressor) adalah mesin atau
alat mekanik yang berfungsi untuk (1) menghisap fluida udara atau gas dari
sekitarnya, (2) menampung dan memampatkan udara tersebut sampai bertekanan
tinggi pada suatu tabung berkapasitas tertentu, kemudian (3) mengeluarkan udara
bertekanan atau pneumatik untuk berbagai keperluan. Manfaat udara pneumatik
dari kompresor angin adalah untuk mengoperasikan alat bor batuan, baik alat bor
tangan maupun berpenopang. Disamping udara bertekanan dari kompresor
berfungsi untuk mengeluarkan serbuk bor (cutting) dari dalam lubang bor dan
mendinginkan mata bor (bit) selama proses pengeboran berlangsung.

Klasifikasi kompresor berdasarkan sistem kerjanya terbagi dalam dua kelompok,


yaitu sistem perpindahan positif (positive displacement) dan perpindahan dinamik
(dynamic displacement). Selanjutnya dari setiap metode tersebut dibagi lagi
menjadi beberapa metode seperti terlihat pada Gambar 2.9. Perbedaan prinsip
kerja kedua sistem tersebut dijelaskan di bawah ini.

KOMPRESOR

Perpindahan positif Perpindahan dinamik

Resiprokal Putar Sentrifugal Aksial Ejektor

Piston Diafragma

Lobe Liquid ring Vane Screw

Gambar 9. Klasifikasi kompresor berdasarkan cara kerjanya

(1) Pada sistem perpindahan positif tekanan tinggi diperoleh dengan menekan gas
atau udara yang diisap dari udara disekitarnya ke dalam ruang tertutup dengan
cara mengurangi volume menggunakan gerakan satu atau sejumlah elemen
berupa piston (torak) atau sudu-sudu. Ada dua jenis kompresor dengan sistem
perpindahan positif, yaitu kompresor piston resiprokal dan kompresor putar
(rotary). Jenis-jenis kompresor piston meliputi kompresor piston tunggal, ganda,
dan diafragma.
(1a) Kompresor piston tunggal memanfaatkan perpindahan piston yang
didorong oleh poros engkol (crankshaft) untuk memampatkan udara.
Kondisi pemampatan udara ke dalam tabung atau silinder kompresi terjadi
ketika piston bergerak pada posisi awal dan udara keluar saat piston
bergerak pada posisi akhir (Gambar 2.10a).
(1b) Kompresor piston ganda digunakan untuk menghasilkan tekanan udara
yang lebih tinggi. Udara masuk dikompresi oleh piston pertama, kemudian
didinginkan. Selanjutnya dimasukkan ke dalam silinder kedua untuk
dikompresi oleh piston kedua sampai pada tekanan yang diinginkan.
Pemampatan udara tahap kedua lebih besar dan temperatur udara naik
selama kompresi, sehingga perlu pendinginan dengan memasang system
pendingin menggunakan sirkulasi air (Gambar 2.10b).
(1c) Kompresor diafragma memanfaatkan gerakan piston untuk memompa
membrane fleksibel atau diafragma, jadi gerakan piston tidak langsung
mengisap dan menekan udara. Gerakan diafragma mengakibatkan klep
terbuka atau tertutup pada saat memampatkan udara ke dalam silinder
kompresi (Gambar 2.10c).
Adapun jenis-jenis kompresor putar meliputi kompresor sistem sekrup (screw),
lobe, baling-baling (vane), liquid ring, dan sistem scroll. Prinsip pemampatan
udara pada silinder kompresi menggunakan mekanis pemutaran sekrup, baling-
baling atau mekanik putar lainnya sebagai penggati piston apabila diperlukan
udara bertekanan tinggi dengan volume yang lebih besar (Gambar 2.10d).

Udara masuk

Udara
keluar
(kompresi)
Piston di
bawah
Piston
di atas

Silinder 1 Silinder 2
(a) (b)

Diafragma

(c) (d)

Gambar 10. Mekanis pemampatan udara pada kompresor sistem perpindahan positif

(2) Pada sistem perpindahan dinamik peningkatan tekanan dicapai dengan cara
akselerasi aliran udara dengan suatu elemen rotasi dan aksi posterior dari
sebuah diffuser. Aliran udara dapat masuk dengan arah aksial atau secara
radial. Kecepatan aliran udara diperoleh dengan bantuan satu roda turbin atau
lebih sampai tekanan yang diinginkan. Dalam proses tersebut terjadi perubahan
energi kinetik menjadi energi dalam bentuk tekanan. Jenis kompresor ini cocok
untuk menghasilkan volume udara yang besar.

Bagian-bagian yang bergerak di dalam kompresor memerlukan pendinginan agar


tidak terjadi kelebihan panas (over-heat) selama kompresor beroperasi.
Pendinginan menggunakan aliran air diperlukan untuk engine (mesin pengisap
udara), sedangkan pendinginan udara terpampatkan menggunakan aliran oli
(Gambar 2.11).

Gambar 11. Komponen kompresor portabel (Ingersoll-Rand)

Berdasarkan Gambar 2.11 dapat dilihat bahwa perlengkapan kompresor yang perlu
mendapat perhatian tercantum di bawah ini.
(a) Saringan hampa (vacuum filters) berfungsi menyaring udara luar sebelum
masuk ke dalam sistem kompresor.
(b) Pemisah air (water separator) berfungsi memisahkan uap air dari udara
bertekanan sehingga dihasilkan udara yang kering.
(c) Penyimpan udara (air receiver) berfungsi menyimpan udara bertekanan
apabila kebutuhannya melebihi kapasitas kompresor, juga untuk pendinginan
udara serta mengumpulkan air dan oli ikutan serta menyamakan variasi
tekanan dalam suatu jaringan.
(d) Lubrikator berfungsi melumasi mesin bor dimana oli ditambahkan ke dalam
udara bertekanan.
(e) Penguat tekanan (pressure multiplier atau booster), terutama pengeboran di
tambang bawah tanah dengan alat bor down-the-hole (DTH) yang
memerlukan peningkatan tekanan udara dari 0,7 MPa (yang dihasilkan
kompresor) sampai 1,7 MPa.
(f) Slang fleksibel (flexible hose) yang mampu menahan tekanan kerja 1 MPa
dengan temperature yang diijinkan antara −40°C hingga +100°C.
Dalam memilih kompresor hendaknya dipertimbangkan tekanan udara yang
dibutuhkan oleh suatu alat bor. Jika aliran udara bertekanan tidak mencukupi dapat
mengakibatkan kerugian dalam beberapa hal seperti berikut ini.
(a) Kecepatan pengeboran berkurang akibat penetrasi yang lambat
(b) Biaya pemakaian mata bor dan batang bor meningkat
(c) Konsumsi bahan bakar bertambah
(d) Perlu merawat lebih banyak kompresor
Pada dasarnya fungsi kompresor ialah melayani mesin bor, jadi dalam menentukan
kapasitas dan jumlah kompresor yang diperlukan dalam suatu operasi pengeboran
harus mempertimbangkan hal-hal di bawah ini.
(a) Jumlah dan ukuran mesin bor yang harus dilayani
(b) Ketinggian tempat kerja (berpengaruh pada tekanan udara bebas)
(c) Luas tempat kerja (berpengaruh pada panjang jaringan dan kehilangan
tekanan).
Adapun konsumsi udara dari kompresor pada beberapa jenis alat bor tertera pada
Tabel 2.2 (Lawson dalam Hustrulid 1982).

Table 2. Konsumsi udara pada beberapa jenis alat bor

m³/s pada cfm pada


Alat bor
689 kPa 100 psi
Jackhammer: 6,6 kg 0,021 45
Jackhammer: 22,7 kg 0,046 97
Jackhammer: 27,2 kg 0,050 105
Paving breaker: 27,2 kg 0,026 58
Paving breaker: 36,3 kg 0,035 75
Pneumatic breaker: 949 J 0,160 340
Pneumatic breaker: 1627 J 0,245 520
Jackleg drill: 73 mm bore 0,085 180
Jackleg drill: 76 mm bore 0,104 220
Stoper: 73 mm bore 0,083 175
Stoper: 76 mm bore 0,099 210
Drifter: 76 mm bore 0,109 230
Drifter: 114 mm bore 0,373 790
Drifter: 121 mm bore 0,408 865
Drifter: 140 mm bore 0,477 1010
Drifter: 168 mm bore 0,554 1175
Drifter: 203 mm bore 0,566 1200
2.3.2 Tabung Penyuplai Oli Pelumas (oiler)

Bagian-bagian mekanik di dalam mesin bor harus diberi pelumas agar tidak cepat
aus karena gesekan, dapat menjamin kelancaran pengeboran dan agar umur
layanan mesin umur bisa lama. Tabung penyuplai oli atau oiler biasanya berbentuk
silinder dengan tinggi antara 15 – 20 cm dan diameter antara 20 – 30 cm dan
dimensi tersebut tergantung pada kapasitas oli didalamnya (Gambar 2.12). Di
dalam tabung penyuplai oli terbentang pipa tembus sampai ke dinding yang
berseberangan dengan diameter pipa mengecil dibagian tengahnya. Pada bagian
tengah-atas bentangan pipa berdiameter kecil disambungkan pipa lain berukuran
lebih kecil menjulur sampai cadangan oli dibagian dasar tabung (Gambar 2.13).

Penutup Penyekat
tabung tutup tabung

Pin penyetelan Penyekat pin


konsumsi oli

Lubang
pengisi oli

Tanda penunjuk
arah aliran

Gambar 12. Tipikal tabung penyuplai oli pengeboran

Oli pelumas dapat dialirkan dari tabung penyuplai oli ke dalam mesin bor setelah
terlebih dahulu tabung disambungkan dengan selang udara kompresi. Proses
pencampuran oli dengan udara terkompresi terjadi pada saat terbentuk ruang
hampa udara di dalam bentangan pipa berdiameter kecil. Oli akan mengisi ruang
hampa udara tersebut, kemudian didorong oleh aliran kompresi udara kering
dibelakangnya. Terjadi pencampuran udara terkompresi dengan oli dan campuran
tersebut mengalir bersama-sama ke dalam silinder (mesin) bor untuk menggerak-
kan dan sekaligus melumasi bagian-bagian mekanik didalam mesin bor tersebut.
Posisi tabung penyuplai oli diletakkan sekitar 5 m dari alat bor (Gambar 2.14).
Gambar 13. Proses pelumasan aliran kompresi udara

Pada pengeboran lubang ledak di bawah tanah, disamping kompresi udara dan oli
lubrikasi, disuplai juga air bertekanan melalui selang khusus untuk air dan mengalir
melalui lubang tengah piston masuk kedalam lubang tengah batang bor dan keluar
dari mata bor atau bit. Fungsi air bertekanan adalah untuk pendinginan batang bor
dan mata bor serta untuk pembilasan serbuk bor (cutting) keluar dari dasar lubang
bor. Tekanan udara harus lebih besar dari tekanan air karena apabila tekanan udara
lebih kecil dari tekanan air, maka oli tertekan ke luar dari mesin bor dan beberapa
bagian penggerak mesin bor kehilangan daya lubrikasi. Oleh sebab itu, selang air
pada alat bor umumnya berdiameter lebih kecil daripada selang udara. Selang
udara berdiameter sekitar 25 mm, sedangkan diameter selang air antara 13 – 19
mm.
Gambar 14. Posisi tabung oiler (lubrikasi) pada sistem alat bor tangan

2.4. Rangkuman
Ada dua tipe alat bor untuk pembuatan lubang ledak di bawah tanah meliputi alat
bor tangan atau hand-held drill dan alat bor berpenopang atau mounted drill. Jenis
alat bor tangan adalah jackhammer atau sinker, jackdrill atau jackleg, dan stoper;
sedangkan jenis alat bor berpenopang adalah alat bor jumbo terdiri dari satu, dua
atau tiga penopang mesin bor yang dilengkapi dengan sebuah platform untuk
tempat berdiri Juru Bor atau kabin Juru Bor. Diameter bit alat bor tangan antara 35
– 41 mm (1⅜ – 1⅝ inci) dengan kedalaman lubang antara 1 – 1,5 m dan untuk alat
bor berpenopang 38 – 57 mm (1½ – 2⅓ inci) dan kedalaman antara 1,5 – 5,0 m.
Klasifikasi alat bor tangan jackhammer dan stoper berdasarkan beratnya, masing-
masing antara 7 – 30 kg dan 34 – 45 kg; sedangkan klasifikasi jackdrill dan mounted
rock drill, seperti bor jumbo, berdasarkan ukuran silinder bornya yang masing-
masing ukuran silinder bor antara 60 – 83 mm dan antara 83 – 114 mm.
2.5. Latihan Soal
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat atas pertanyaan di bawah ini.
1) Pernyataan di bawah ini yang merupakan pertimbangan dasar perbedaan alat
bor tangan dan alat bor berpenopang adalah:
A. Alat bor tangan dapat diangkat oleh tangan manusia, dipikul dan langsung
dioperasikan untuk membuat lubang bor, sedangkan alat bor berpenopang
terlalu berat bila diangkat oleh tangan manusia dan harus diletakkan pada
suatu alat penopang.
B. Alat bor tangan dioperasikan oleh tangan manusia, sedangkan alat bor
berpenopang dioperasikan oleh mesin.
C. Alat bor tangan hanya dioperasikan untuk mengebor lubang ledak saja,
sedangkan alat bor berpenopang hanya untuk mengebor lubang rock bolt
pada perkuatan massa batuan.
D. Alat bor tangan hanya digunakan pada tahap development, sedangkan alat
bor berpenopang digunakan pada tanah produksi.
2) Apakah yang dimaksud dengan jackdrill atau jackleg?
A. Alat bor stoper yang dijepitkan pada silinder pneumatik sebagai kaki
penopang.
B. Alat bor tangan yang dijepitkan pada silinder pneumatik sebagai kaki
penopang.
C. Alat bor jackhammer yang dijepitkan pada silinder pneumatic sebagai kaki
penopang.
D. Alat bor drifter yang dijepitkan pada silinder pneumatik sebagai kaki
penopang.
3) Alat bor jackhammer dan stoper diklasifikasikan berdasarkan pada:
A. Ukuran silinder bor
B. Beratnya
C. Berat dan ukuran silinder
D. Jenis penopangnya
4) Apakah yang akan terjadi pada proses pengeboran apabila tekanan udara
terkompresi kurang?
A. Penetrasi pengeboran lambat C. Pembilasan terhambat
B. Pelumasan tidak sempurna D. Semua jawaban benar
5) Tenaga penggerak mesin bor jumbo adalah:
A. Listrik 2 fase sekitar 350 – 550 volt
B. Listrik DC dibantu oleh booster
C. Listrik 3 fase atau AC sekitar 350 – 550 volt
D. Listrik AC dan DC sekitar 220 – 350 volt
6) Penarik alat bor jumbo ada beberapa macam, yaitu:
A. Ban karet C. roda besi pada rel
B. Rantai atau track D. Benar semua
7) Pada alat bor tangan digunakan juga air bertekanan yang berfungsi untuk:
A. Pendinginan batang bor dan bit C. Pembilasan cutting
B. Pembersihan dasar lubang bor D. Benar semua
8) Bagaimana perbedaan tekanan udara dan tekanan air pada alat bor tangan?
A. Tekanan udara harus lebih kecil dari tekanan air
B. Tekanan udara harus lebih besar dari tekanan air
C. Tekanan udara harus sama dengan dari tekanan air
D. Tekanan udara dan air tidak perlu diperhatikan selama alat bisa beroperasi
9) Bagaimana proses oli bisa mengalir bersama dengan udara terkompresi?
A. Karena ada ruang hampa didalam pipa berdiameter kecil yang terbentang
di dalam tabung oiler.
B. Karena oli dipompakan ke dalam pipa yang terbentang di dalam tabung
oiler.
C. Karena oli terisap oleh aliran udara di dalam pipa yang terbentang di dalam
tabung oiler.
D. Karena ada perbedaan beda tinggi antara udara bertekanan dengan oli.

10) Apakah yang akan terjadi apabila tekanan air lebih besar dibanding tekanan
udara terkompresi dalam proses pengeboran?
A. Oli akan berlebih yang mengakibatkan mesin bor kelebihan oli lubrikasi.
B. Air akan masuk ke dalam mesin dan membasahi bagian penggerak mesin
bor sehingga bor macet.
C. Oli akan ke luar dari mesin bor yang mengakibatkan beberapa bagian
penggerak mesin bor kehilangan lubrikasi.
D. Kelebihan tekanan air tidak akan berpengaruh pada pelumasan karena
tekanan air hanya untuk pembilasan serbuk bor.
BAB III
PERLENGKAPAN PENGEBORAN TAMBANG BAWAH TANAH

Dalam proses penghancuran batuan hingga terbentuk lubang bor perlu


perlengkapan pengeboran yang dipasang pada alat bor tangan atau alat bor
berpenopang. Setelah mempelajari bab ini peserta didik diharapkan dapat meng-
identifikasi dan menjelaskan jenis dan fungsi perlengkapan pengeboran serta
spesifikasi teknis yang lazim digunakan pada tambang bawah tanah sebagai
indikator keberhasilan.

3.1. Jenis dan fungsi perlengkapan pengeboran


Pada dasarnya tidak berbeda jenis dan fungsi perlengkapan pengeboran untuk alat
bor tangan maupun alat bor berpenopang. Secara umum fungsi perlengkapan
pengeboran untuk menyalurkan transmisi gaya tekan, impak, dan putar pada
permukaan batuan hingga batuan pecah atau hancur berkeping-keping. Kepingan
hancuran batuan akibat pengeboran dinamakan serbuk bor atau cutting.
Selanjutnya serbuk bor dibilas atau dikeluarkan dari lubang bor menggunakan
hembusan udara atau aliran air bertekanan tinggi, sehingga dasar lubang bor selalu
dalam kondisi bersih. Istilah lain dari proses pembilasan adalah flushing. Apabila
proses pembilasan berlangsung sempurna, maka laju penetrasi dapat berlangsung
dengan cepat. Walaupun pembilasan bukan satu-satunya faktor yang mem-
pengaruhi laju penetrasi, namun peranan pembilasan amat penting karena dapat
menjamin mata bor selalu kontak dengan permukaan dasar lubang dengan
sokongan gaya tekan (feed). Disamping itu, proses pembilasan yang baik tidak akan
memberi peluang terjadinya penghancuran lanjut (overcrush) terhadap serbuk bor
yang dapat mengakibatkan kemacetan mata bor.

Jenis-jenis perlengkapan pengeboran meliputi (1) batang bor dengan nama lain drill
steel, drill string, drill rod atau rod saja, (2) mata bor atau bit, (3) kopling, dan (4)
shank adaptor.

3.1.1 Batang bor (drill rod)

Selama ini dikenal dua jenis batang bor, yaitu batang bor integral (integral drill
steels) dan batang bor ekstensi (extension drill steels). Kedua jenis batang bor
tersebut sangat umum digunakan pada pengeboran di tambang bawah tanah,
demIkian juga pada tambang terbuka dan kuari.

a) Batang bor integral (integral drill steels)

Batang bor ini memiliki panjang tetap atau tidak dapat disambung lagi dengan
diameter antara 22 – 41 mm dan dipasang pada jack hammer atau handheld drill.
Satu set batang bor biasanya terdiri dari ”tangkai jangkar” atau shank yang masuk
ke dalam silinder bor dan mata bor dengan diameter bervariasi (Gambar 3.1). Makin
besar diameter batang bor, maka panjang batang bor akan berkurang. Pada awal
pengeboran, umumnya digunakan dulu batang bor berdiameter besar (panjangnya
sekitar 0,8 m), kemudian diganti dengan batang bor berdiameter lebih kecil yang
lebih panjang sampai kedalaman lubang tercapai. Apabila batang bor rusak, maka
satu set integral drill steels tidak dapat dipakai lagi termasuk mata bornya.

Batang bor integral terbuat dari baja berkandungan karbon tinggi, sehingga memiliki
kekuatan dan daya tahan terhadap abrasi yang cukup tinggi. Umur pakainya sama
dengan mata bor dan tangkai jangkarnya. Namun, pada batuan yang abrasif laju
penetrasinya menjadi rendah.

Jenis mata bor pada batang bor integral meliputi tipe chisel steel, multiple insert
steel dan button steel yang penggunaannya sebagai berikut:
− Mata bor chisel steel sangat umum dipakai untuk mengebor lubang karena
bentuknya sangat sederhana, bila tumpul dapat diasah lagi dan dalam
kondisi tertentu cukup ekonomis.
− Mata bor multiple insert steel biasanya digunakan untuk mengebor atau
membelah batuan yang mempunyai banyak rekahan serta untuk
menghindari terjadinya batang bor terjepit selama pengeboran.
− Batang bor integral dengan mata bor button steel dipakai pada batuan yang
lunak dan dapat memberikan laju penetrasi tinggi.

  
H H

B1 B3 B2
B3

B2

A) Rod G) Marking of manufacture date


B) Bit H) Insert height
B 1) Bit width K) Plastic cap (yellow: standard
B 2) Width of insert rods; Red:special rods
B 3) Width of cutting L) Effective length
edge M) Marking indicates bit
C) Collar diameter
D) Bit diameter R) Radius of insert
E) Shank ) Clearance angle
F) Marking ) Insert angle

Gambar 15. Elemen batang bor integral (Sandvik-Coromant)

b) Batang bor ekstensi (extension drill steels)

Untuk pengeboran lubang ledak yang cukup dalam, misalnya sampai 20 m, dapat
digunakan batang bor yang disambung dinamakan batang bor ekstensi atau
extension drill rod. Di tambang bawah tanah ada alat bor jumbo yang dirancang
untuk mengebor lubang ledak yang cukup dalam dan menggunakan batang bor
ekstensi. Sedangkan pada tambang terbuka batang bor ekstensi dipasang pada
crawler rock drill (CRD) yang mampu membuat lubang sampai kedalaman 35 m
dengan diameter lubang bor antara 38 – 127 mm.

Terdapat 9 jenis batang bor ekstensi yang berbeda dengan tujuan penggunaan
yang berbeda pula (Gambar 3.2). Batang bor ekstensi berupa pipa yang pada
potongan melintang berbentuk segi-enam atau hexagonal (Gambar 3.2.a) dan
melingkar atau round atau tubular (Gambar 3.2.b) serta dibagian tengahnya
berlubang. Diameter batang bor (D) antara 25 – 51 mm dengan panjang batang (L)
antara 3,05 – 6,10 m sesuai spesifikasi dari pembuatnya (Gambar 3.3). Pada kedua
ujungnya terdapat ulir yang berfungsi untuk pemasangan mata bor (bit) dan kopling
(coupling) sebagai penyambung (ekstensi) dengan batang bor yang lain.
(a) Hexagonal

(b) Round or tubular

(c) Double thread

(d) Light

(e) With integral coupling sleeve (MF-rod)

(f) Extension rod for drifting and tunneling

(g) Shanked rod with threaded joint

(h) Shanked rod with tapered joint

(i) Continous thread

Gambar 16. Tipe-tipe batang bor ekstensi

Gambar 17. Pengukuran D dan L batang bor ekstensi

Tipe batang bor ekstensi dengan ulir pada kedua ujungnya memerlukan kopling
agar dapat disambung atau diperpanjang dengan batang bor ekstensi berikutnya.
Namun ada tipe batang ekstensi yang tidak memerlukan kopling untuk
penyambungan karena memiliki kopling terintegrasi pada batang bornya, yaitu
salah satu ujungnya dirancang berulir luar atau male dan ujung lainnya berulir dalam
atau female (Gambar 3.2e). Batang bor tersebut secara umum dinamakan MF-rod.
Disamping itu terdapat batang bor ekstensi yang dirancang dengan ulir ganda
(double thread) atau sepanjang batang bornya berulir semua (Gambar 3.2.c dan
3.2.i). Rancangan batang bor tersebut dibuat dengan mempertimbangkan bagian
ulir yang paling kritis terhadap gesekan dan paling cepat rusak dibanding seluruh
batang bornya. Gambar 3.2.g dan 3.2.h tergolong pada batang bor integral dengan
mata bor yang dapat diganti, baik menggunakan mata bor berulir (thread bit) atau
berpasak (tapered bit). Sedangkan untuk tipe batang bor ekstensi lainnya dapat
dilihat pada Gambar 3.2.

b) Tipe ulir (type of threads)

Fungsi ulir pada batang bor adalah untuk mengikat batang bor dengan shank
adaptor, kopling, batang bor berikutnya dan mata bor selama proses pengeboran
berlangsung. Bentuk ulir harus menjamin adanya ikatan yang kuat antar elemen
tersebut yang seolah-olah menjadi satu kesatuan agar transmisi energi dari mesin
bor terhantar secara langsung menuju mata bor. Namun, pada kondisi yang sama
ikatan antar elemen juga harus mudah dilepas (uncoupling) apabila diperlukan.
Bentuk ulir yang mudah dilepas tergantung pada lebar bentang lengkungan (pitch)
ulir dan sudut profil ulirnya. Sambungan antar elemen mudah dilepas apabila lebar
bentang lengkuran ulir cukup besar dikombinasikan dengan sudut profil yang kecil.
Gambar 3.4.a dan 3.4.b masing-masing memperlihatkan tipe dan profil setiap tipe
ulir pada batang bor. Penggunaan dari setiap tipe ulir dijelaskan sebagai berikut:

– Ulir-R (R-thread); digunakan pada batang bor kecil berukuran diameter antara
22 – 38 mm dan dipasang pada mesin bor putaran kuat dengan pembilasan
udara. Ulir tipe ini memiliki lebar bentang lengkungan 12,7 mm dengan sudut
profil ulir yang besar.
– Ulir-T (T-thread); dapat dipakai pada hampir seluruh kondisi pengeboran dan
dibuat pada batang bor berdiameter 38 – 51 mm. Memiliki bentang lengkungan
yang besar dengan sudut profil ulir yang kecil, sehingga batang bor dengan
kopling lebih mudah dilepas dibandingkan Ulir-R. Pada tipe Ulir-T terbentuk
bagian volume yang rusak lebih banyak (bagian yang diarsir padat) sebagai
indikator bahwa umur layanan lebih lama.
– Ulir-C (C-thread); ulir tipe ini dirancang khusus pada batang bor berdiameter
51 mm. Memiliki bentang lengkungan yang besar dengan sudut profil ulir sama
dengan Ulir-T.
– Ulir-GD atau Ulir-HL (GD-thread); ulir tipe ini memiliki karakteristik antara ulir
tipe R dan T. Ulirnya dirancang memiliki profil ”gigi gergaji” yang tidak simetris
(asimetris) dan diterapkan pada batang bor berdiameter antara 25 – 57 mm.

Gambar 18. (a) Tipe Ulir dan (b) Profil pada Tipe Ulir

3.1.2 Mata bor (bit)

Tipe mata bor ditinjau dari alat potongnya dapat dibedakan menjadi button bit dan
insert bit. Apabila alat potong button dan insert sudah tumpul dapat dipertajam
dengan alat gerinda mata bor. Jenis button bit antara lain (1) model standar yang
digunakan untuk batuan yang lunak sampai sedang dan diameter lubang yang
dibuat antara 76 – 89 mm, (2) model heavy duty yang digunakan pada batuan keras
dengan diameter lubang yang dihasilkan sekitar 89 mm, dan (3) retrac bit yang
dapat digunakan pada formasi batuan yang mudah lepas atau formasi dengan
densitas retakan tinggi. Jenis insert bit antara lain cross bit yang berdiameter 35 –
57 mm dan X-bit berdiameter 64 – 127 mm.

l
g g k
k g i i
D j D l D
m k
j
n
BUTTON BIT X- BIT CROSS BIT

b a. Clearance angle
b. Insert angle
c
c. Insert length
d. Skirt diameter
e. Skirt length
f f. Insert height
h
g. Sludge groove
a h. Length of clearance angle
e i. Hard metal insert
j. Center metal insert
k. Side flushing hole
l. Insert width
m. Center button
n. Gauge button
d D. Bit diameter

Gambar 19. Tipe mata bor dan bagian-bagiannya

Untuk pengeboran tertentu dirancang empat bit yang berbeda disesuaikan dengan
tujuannya, yaitu retrac bits, reaming bits, drop center bits, dan ballistic bits.

(a) Retrac bits


Dilengkapi dengan sayap pada bagian sisi badan bit gunanya untuk membantu
menarik batang bor keatas bila dinding lubang runtuh saat di bor (Gambar 3.6.a).

(b) Reaming bits (pilot bits)


Digunakan pada pengeboran dibawah tanah untuk membuka jalan bagi diameter
bit yang lebih besar agar dihasilkan kecepatan penetrasi tinggi dan lubang yang
lurus pada batuan yang tergolong keras (Gambar 3.6.b).
(a) Sayap bor

(b)
Bit utama
Pilot bit

(c)

Gambar 20. Tipe mata bor yang dirancang khusus

(c) Ballistic bits


Perbedaannya dengan bit konvensional terletak pada button yang lebih panjang dari
button standar (Gambar 3.6.c). Rancangan tersebut menghasilkan beberapa
keunggulan sebagai berikut:
– Proses pembilasan lancar karena jarak (clearance) antara bit dengan dasar
lubang cukup lebar,
– Proses pembersihan serbuk bor efisien,
– Laju penetrasi lebih cepat seitar 25 – 50% dari yang standar.
(d) Drop center bits
Digunakan pada pengeboran batuan yang tergolong tidak keras. Proses
pengeboran pada jenis batuan yang tida keras akan menghasilkan serbuk bor yang
lebih banyak dibanding batuan yang keras. Dengan pertimbangan tersebut
diperlukan ruang pembilasan yang lebar, sehingga jarak antar button pada mata bor
drop center dirancang lebih renggang dibandingkan dengan mata bor konvensional
agar terjamin kelancaran penyaluran serbuk bor dari dalam lubang ke permukaan.

3.1.3 Kopling (coupling)


Kopling berfungsi untuk menyambungkan dua batang bor ekstensi dan dirancang
memiliki ulir dalam. Terdapat dua tipe kopling ditinjau dari bentuk bagian dalamnya,
yaitu kopling sleeve dan bridge.

(a) Kopling Sleeve


Jenis kopling ini memiliki ulir tembus sepanjang kopling seperti terlihat pada
Gambar 3.7.a. Dengan demikian transmisi energi tumbuk dari batang bor ekstensi
di bagian atasnya diteruskan langsung ke batang bor ekstensi dibawahnya.

(b) Kopling Bridge


Pada kopling tipe bridge terdapat pembatas dibagian tengahnya dan ulir terhenti
pada pembatas tersebut (Gambar 3.7.b). Ujung batang bor ekstensi tidak saling
kontak langsung dengan ujung batang bor ekstensi lainnya karena terhalang total
oleh bridge. Pada kondisi ini transmisi energi tumbuk dari batang bor bagian atas
ditransfer melalui bridge ke batang bor bagian bawah, sehingga gaya tumbuk
bekerja dominan pada bridge. Apabila batang bor dengan kopling sleeve cenderung
naik dan mendorong batang bor diatasnya, maka penggunaan kopling
bridge.disarankan.

(a)

(b)

Gambar 21. Tipe kopling untuk penyambungan batang bor

3.2. Spesifikasi teknis perlengkapan pengeboran

Semua jenis perlengkapan pengeboran yang telah diuraikan di atas memiliki


dibatasi berdasarkan teknis penggunaannya. Tabel-tabel di bawah ini merupakan
spesifikasi perlengkapan pengeboran yang banyak beredar di lokasi pertambangan
yang diantaranya terdapat paduan operasional antara batang bor, mata bor, dan
kopling.

Tabel 3.1 menunjukkan diameter dan panjang beberapa batang bor, baik ekstensi
maupun integral, yang umum digunakan. Dari tabel tersebut dapat diamati bahwa
makin besar diameter batang bor, makin panjang lubang bor yang dapat dibuat.
Sedangkan pada Tabel 3.2 terlihat paduan yang cocok antara diameter batang bor
dengan beberapa alternatif diameter mata bor serta kedalaman lubang bor
maksimum yang disarankan. Diameter batang bor terkecil 25 mm bisa dipadukan
dengan mata bor berdiameter 38, 41, 45, atau 51 mm dan dapat mengebor lubang
bor antara 6 m – 8 m. Demikian juga, diameter batang bor 51 mm bisa dipadukan
dengan mata bor berdiameter 89, 102, 115, atau 127 mm dan dapat mengebor
lubang bor antara 25 m – 28 m. Dari Tabel 3.2 terlihat bahwa makin besar diameter
batang bor, makin panjang kedalaman lubang bor yang dapat dibuat.

Table 3. Spesifikasi batang bor ekstensi (Jimeno, 1995)

Tipe batang bor ekstensi Diameter batang bor Panjang batang bor
Heksagonal, normal 25, 28, 32, 38 mm 3050, 3600 mm
Pipa (tubular), normal 32, 38, 45, 51 mm 3050, 3600, 6100 mm
MF-bulat 32, 38, 45, 51 mm 3050, 3660, 6100 mm

Table 4. Diameter batang dan mata bor serta kedalaman pengeboran maksimum (Jimeno, 1995)

Diameter batang bor Kedalaman lubang bor


Diameter mata bor (mm) maksimum yang
(mm) (inci) disarankan (m)
25 1 38, 41, 45, 51 6–8
28 1⅛ 38, 41, 45, 51 8 – 10
32 1¼ 48, 51, 57, 64, 76 12 – 15
38 1½ 64, 70, 76, 89, 102 15 – 18
45 1¾ 76, 89, 102, 115 18 – 22
51 2 89, 102, 115, 127 25 – 28

Perpaduan yang ideal antara diameter mata bor dan batang bor dengan diameter
kopling tertera pada Tabel 3.3. Diameter batang bor 25 mm dapat disambung
dengan batang bor berukuran sama menggunakan kopling berdiameter 36 mm.
Untuk perpaduan batang bor dengan kopling juga berlaku ketentuan bahwa makin
besar diameter batang bor, makin besar juga diameter kopling yang harus dipasang.
Table 5. Diameter mata bor, batang bor dan kopling (Jimeno, 1995)

Diameter mata bor Diameter batang bor Diameter kopling


(mm) (inci) (mm) (inci) (mm) (inci)
41 1⅝ 25 1 36 1 7 16
45 1¾ 28 1⅛ 40 1⅝
51 2 32 1¼ 44 1¾
57 2¼ 32 1¼ 44 1¾
64 2½ 38 1½ 555 2 5 32
32
70 2¾ 38 1½ 55 2
76 3 45 1¾ 63 2 3164
89 3½ 51 2 72 2⅞
Diameter dan panjang batang bor menentukan berat setiap batang bor. Makin besar
diameter dan makin panjang batang bornya membuat batang bor tersebut semakin
berat (Tabel 3.4). Berat batang bor berhubungan dengan kemampuan seseorang
untuk mengangkat, membawa dan memasangnya pada mesin bor. Penyambungan
batang bor pada alat bor jumbo pada tahap persiapan tambang (development)
kemungkinan besar masih bisa dilakukan oleh tenaga manusia, tetapi pada alat bor
produksi yang diameter batang bornya lebih besar harus menggunakan alat khusus
untuk memasang atau menyambung batang bor. Pada umumnya alat bor lubang
ledak berukuran besar pada tahap produksi sudah dilengkapi dengan tangan
mekanik yang mampu menggenggam dan menyambung antarbatang bor.

Table 6. Berat batang bor sesuai diameter dan panjangnya (Jimeno, 1995)

Diameter pipa Panjang pipa Ukuran ulir Berat batang


(mm) (mm) standard API bor (kg)
76 1500 2⅜” 15
76 3000 2⅜” 25
89 1500 2⅜” 22
89 3000 2⅜” 44
89 4500 2⅜” 63
114 1500 3½” 45
114 3000 3½” 61
114 6100 3½” 170
115 7600 3½” 199
127 6100 3½” 204

Table 7. Umur layanan perlengkapan pengeboran pada pembuatan tunnel dan drift (Atlas Copco dLm
Nimeno, 1995)

Umur layanan (meter) pada tipe batuan


Perlengkapan
Abrasif Sedikit abrasif
Batang bor intergral
Interval penggerindaan 20 – 25 150
Umur layanan 200 – 300 700 – 800
Threaded insert bit
Interval penggerindaan 20 – 25 150
Umur layanan 250 – 350 900 – 1200
Threaded button bit
Umur layanan 250 – 550 1000 – 1300
Batang bor ekstensi
Umur layanan
- Pneumatic rock drill 1000 – 1500
- Hydraulic rock drill 1600 - 2400
Batang bor integral berulir
Umur layanan 600 – 800
Kopling sleeves
Umur layanan 100% dari umur layanan batang bor
Shank adaptor
Umur layanan
- Pneumatic rock drill 1200 – 1600
- Hydraulic rock drill 2500 – 3500

Table 8. Rekomendasi penggunaan tipe bit sesuai kondisi batuan

Insert bit Button bit


Kondisi batuan Heavy Heavy
Normal Retrac Normal Retrac
duty duty
Lunak R N N R N N
Agak keras S R N R S N
Keras N S N S R N
Heavy gauge wear N R N N S N
Heavy frontal wear N S N S R N
Moderate frontal wear N N N R S N
Terkekarkan N N R N N R

3.3. Rangkuman
Perlengkapan pengeboran berhubungan dengan media yang mentransmisikan
gaya dari mesin bor menuju permukaan batuan. Media tersebut meliputi (1) batang
bor dengan nama lain drill steel, drill string, drill rod atau rod saja, (2) mata bor atau
bit, (3) kopling, dan (4) shank adaptor. Untuk melancarkan proses pengeboran
dengan penetrasi tinggi dan terhindar dari adanya penghancuran ulang serbuk bor
(overcrush), dilakukan proses flushing agar permukaan dasar lubang bor harus
selalu bersih dan menjamin mata bor kontak dengan permukaan dasar lubang bor.
Proses flushing dilakukan oleh udara atau air bertekanan tinggi. Batang bor terdiri
dari dua tipe, yaitu batang bor integral dan batang bor ekstensi. Jenis-jenis mata
bor meliputi button bit dan insert bit. Jenis button bits terdiri dari tipe standar
(normal), heavy duty dan retrac; sedangkan insert bits terdiri dari tipe cross bit dan
X-bit. Kopling pengeboran sebagai perlengkapan untuk penyambungan terdiri dari
sleeve atau berlubang tembus, semi-bridge dan tipe full-bridge.

2.4. Latihan Soal


Pilihlah satu jawaban yang paling tepat atas pertanyaan di bawah ini.
1) Apakah yang dimaksud dengan batang bor integral?
A. Batang bor yang memiliki ciri bagian tangkai jangkar, batang bor dan mata
bor terpisah atau tidak menyatu dalam satu batang bor.
B. Batang bor yang memiliki ciri bagian tangkai jangkar, batang bor dan mata
bor terintegrasi atau menyatu menjadi satu batang bor.
C. Batang bor yang memiliki ciri panjang batang bor antara 3 – 4 m.
D. Batang bor yang memiliki cirii bagian batang bor berbentuk tubular.
2) Apakah yang dimaksud dengan batang bor ekstensi?
A. Batang bor yang memiliki ciri bagian tangkai jangkar, batang bor dan bit
menjadi satu batang terintegrasi.
B. Batang bor yang memiliki panjangnya antara 0,5 – 1,5 m.
C. Batang bor yang memiliki ciri pada kedua ujungnya memiliki ulir atau
seluruh panjangnya berulir untuk disambung dengan batang bor berikutnya
D. Batang bor yang sudah dilengkapi dengan mata bor
3) Batang bor berbentuk pipa atau tubular karena terdapat lubang ditengah-tengah
sepanjang batangnya. Apakah fungsi lubang tersebut?
A. Untuk ruang yang akan memberi kemudahan dalam proses pengeboran.
B. Untuk ruang udara yang akan meningkatkan gaya rotasi.
C. Untuk jalan aliran udara atau air bertekanan pada proses flushing.
D. Untuk jalan udara agar proses impak menjadi lebih baik.
4) Apakah yang terjadi pada proses pengeboran apabila pembilasan tidak
berlangsung sempurna?
A. Mata bor dapat terjepit.
B. Akan terjadi penggerusan ulang (overcrush).
C. Pengeboran bisa terhenti.
D. Jawaban betul semua.
5) Di bawah ini ada penyataan yang benar tentang manfaat spesifikasi batang bor
berdasarkan beratnya, kecuali:
A. Mengetahui batang bor dapat diangkat, dipikul dan dipasang oleh manusia.
B. Mengetahui batang bor bisa dipotong dan digerinda kemudian digunakan
kembali
C. Mengetahui batang bor harus diangkat dan dipasang dengan batuan
tangan mekanis.
D. Mengetahui batang bor tergolong ringan atau berat
6) Ditinjau dari alat potongnya mata bor atau bit terbagi menjadi dua jenis, yaitu:
A. Drop bit dan retrac bit.
B. Ballistic bit dan insert bit.
C. Button bit dan reaming bit.
D. Button bit dan insert bit.

7) Apakah nama Gambar S7 di bawah ini dan sebutkan bagian-bagiannya?

(a)
Bit utama
Pilot(b)
bit
Gambar S7

A. Namanya reaming bit. Bagian (a) insert bit dan (b) retrac bit.
B. Namanya reaming bit. Bagian (a) bit utama dan (b) pilot bit
C. Namanya batang bor hexagonal. Bagian (a) mata bor dan (b) retrac bit.
D. Namanya batang bor tubular. Bagian (a) insert bit dan (b) button bit.
8) Apakah fungsi bagian (b) dari perlengkapan pada Gambar S7?:
A. Untuk mengawali pembuatan lubang pada batuan yang keras.
B. Untuk membuat lubang bor yang lurus.
C. Untuk membuka jalan bagi diameter bit yang lebih besar.
D. Semua jawaban benar.
9) Apabila X: perpaduan antara batang bor kecil dengan diameter bit antara 38 –
51 mm, dan Y: perpaduan antara batang bor besar dengan diameter bit antara
89 – 127 mm. Bandingkan kedalaman lubang bor yang dihasilkan X dan Y.
A. Kedalaman lubang dari X lebih dalam dibanding Y.
B. Kedalaman lubang dari X lebih dangkal dibanding Y.
C. Kedalaman lubang dari X sama dengan dari Y.
D. Semua jawaban salah.
10) Apakah tipe kopling pada gambar di bawah ini?

a) A. a) Sleeve, b) Semi-bridge
B. a) Sleeve, b) Full-bridge
C. a) Helical, b) Sleeve
b)
D. a) Blade, b) Full-bridge.
BAB IV
PENENTUAN DAN PEMERIKSAAN PERALATAN DAN
PERLENGKAPAN PENGEBORAN

Topik bahasan tentang ”penentuan” peralatan dan perlengkapan pengeboran


bertumpu pada informasi kondisi fisik batuan yang mempengaruhi pemilihan jenis
bor yang digunakan. Sedangkan ”pemeriksaan” peralatan dan perlengkapan
pengeboran menjelaskan tentang tata cara melihat dengan teliti keadaan alat bor
manual dan mekanis serta komponen-komponennya sebelum dioperasikan.
Setelah mempelajari bab ini peserta diklat diharapkan dapat menjelaskan cara
menentukan dan memeriksa peralatan dan perlengkapan pengeboran yang lazim
digunakan di tambang bawah tanah.

4.1. Karakteristik batuan yang mempengaruhi pengeboran

Massa batuan berasal dari magma yang mengalami proses pendinginan dan
pemadatan pada kedalaman tertentu di dalam kerak bumi, sehingga menghasilkan
jenis dan karakteristik batuan yang berbeda. Adanya perbedaan jenis dan karakter
batuan tersebut menjadi faktor yang harus dipertimbangkan dan difahami oleh Juru
Bor di dalam memilih metode pengeboran yang tepat agar diperoleh laju penetrasi
pengeboran yang memuaskan.

4.1.1. Jenis batuan

Massa batuan diklassifikasikan berdasarkan genesanya menjadi tiga jenis, yaitu


batuan beku (igneous rocks), batuan sedimen (sedimentary rocks), dan batuan
metamorf (metamorphic rocks). Perbedaan jenis batuan tersebut dapat dijadikan
sebagai indikator karakteristiknya yang dapat mengontrol keberhasilkan proses
pengeboran.

(1) Batuan Beku

Batuan beku terbentuk dari pemadatan atau solidifikasi magma panas cair yang
merupakan campuran larutan batuan dan gas. Massa batuan yang terbentuk di
dalam kerak bumi sebagai hasil pendinginan magma secara perlahan memper-
lihatkan tekstur butir yang kasar karena pemadatan mineral-mineral sesuai dengan
temperaturnya masing-masing. Dengan demikian kandungan mineral dalam massa
batuan tersebut dapat dikenali tanpa bantuan mikroskop. Batuan ini tergolong
dalam massa batuan Plutonik atau Intrusi. Magma panas cair terus bergerak melalui
kekar sampai ke permukaan bumi dan mengalami pendinginan dan solidifikasi
secara cepat. Akibatnya mineral-mineral tidak mendapat kesempatan untuk
memisahkan diri secara alamiah, sehingga terbentuk batuan bertekstur butir sangat
halus dan untuk melihat mineralnya harus menggunakan mikroskop. Jenis batuan
ini disebut batuan Volkanik atau Ekstrusi.

Adakalanya magma yang bergerak ke permukaan bumi sudah membeku terlebih


dahulu sebelum muncul di permukaan atau dekat permukaan. Kelompok ini
dinamakan massa batuan Hipabisal. Tekstur butir batuan yang mencirikannya
berukuran lebih kecil dibanding batuan intrusi, tetapi lebih besar dari batuan
ekstrusi. Ciri lain biasanya terdapat endapan berbentuk lembaran hasil dari material
pengisi di dalam kekar atau fissures. Tabel 4.1 memperlihatkan klasifikasi batuan
beku berdasarkan komposisi silikanya.

Table 9. Klasifikasi batuan beku berdasarkan kandungan silika

Acid (Asam) Intermediate Basic (Basa)


Texture
> 66% Silica 52% - 66% Silica < 52% Silica
PLUTONIC (Kasar) Granite Syenite Diorite Gabbro
HYPABYSSAL Mica-Granite --- --- Dolerite Peridotite
Rhyolite
VOLCANIC (Halus) Trachyte Andesite Basalt Basalt
Obsidian
Quartz Orthoclase Plagioclase Augite Augite
Kandungan Mineral- Plagioclase
Orthoclase Plagioclase Hornblende Hornblende
mineral Utama
(Mica) (Mica) Orthoclase Olivine
(2) Batuan Sedimen

Batuan sedimen terbentuk dari hasil pelapukan massa batuan yang kemudian
terendapkan dan terakumulasi oleh gerakan air, angin, atau es. Pelapukan dapat
terjadi akibat proses dekomposisi kimia atau disintegrasi mekanis terhadap massa
batuan yang berakhir menjadi produk seperti batulempung, batugaram, dan butiran-
butiran mineral misalnya kuarsa, zircon, rutile, dan magnetite.

Terdapat dua kelompok batuan sedimen, yaitu batuan sedimen klastik dan non-
klastik.
a) Batuan sedimen klastik terdiri dari fragmen atau agregat lepas hasil
penghancuran sembarang batuan yang telah ada sebelumnya. Umumnya
batuan sedimen klastik terbentuk karena proses mekanis terhadap massa
batuan yang tahan terhadap reaksi kimia. Air atau angin merupakan media
transportasi utama terbentuknya batuan sedimen klastik yang akhirnya
terendapkan dalam bentuk lapisan-lapisan. Ukuran fragmen batuan sedimen
seperti terlihat pada Tabel 4.2. Contoh batuan sedimen klastik antara lain
konglomerat, batupasir, dan shale. Konglomerat adalah suatu massa batuan
hasil sedimentasi melalui perekatan atau sementasi butiran pasir dan krakal.
Sebagai media perekat atau semen adalah silika, kalsium karbonat, atau besi
oksida.
Table 10. . Ukuran dan jenis batuan sedimen

Diam. fragmen, Agregat Agregat terkonsolidasi


Keterangan
mm lepas (batuan sedimen)
Krakal Konglomerat Fragmen bulat
>2
Krikil Breksi Fragmen runcing
Mengandung banyak
1/16 – 2 Pasir Batupasir (Sandstone)
kuarsa
1/256 – 1/16 Lanau (Silt) Batulanau (Siltstone)

Lempung Termasuk shale dan


< 1/256 Batulempung (Claystone)
(Clay) mudstone
b) Batuan sedimen non-klastik terbentuk oleh adanya proses kimia atau adanya
peranan aktif zat-zat organik yang hasilnya diendapkan di laut atau danau-
danau. Contoh batuan sedimen non-klastik antara lain pengendapan sisa-sisa
organisme laut seperti koral dan karang. Contoh batuan sedimen diperlihatkan
pada Tabel 4.3.

Table 11. Klasifikasi batuan sedimen

Ukuran partikel atau


Kondisi asli Tekstur Nama batuan
komposisi
Campuran–granular besar Konglomerat
Detrital Klastik Pasir Batupasir
Lanau dan lempung Shale atau mudstone
Kalsit (CaCO3) Batugamping
Sifat kimia Klastik dan non- Dolomit (CaMg(CO3) 2) Dolomit
- Inorganik klastik Halite (NaCl) Garam
Gypsum (CaSO4 2H2O) Gypsum
Klastik dan non- Kalsit (CaCO3) Batugamping
- Biokimia
klastik Sisa tumbuhan Batubara

(3) Batuan Metamorf

Batuan metamorf terjadi pada massa batuan yang mengalami perubahan


kandungan mineral, tekstur, atau kedua-duanya, baik berasal dari batuan beku atau
sedimen. Proses rekristalisasi terjadi pada temperatur dan tekanan tinggi. Sifat-sifat
batuan yang dihasilkan tergantung pada sifat-sifat yang terkena metamorfosa dan
seberapa jauh deformasi yang berhubungan dengan prosesnya.

Tekanan berasal dari berat lapisan batuan diatasnya atau karena pergerakan
lempeng. Tekanan dan panas (2040 − 9820 C) berlangsung sangat lama yang dalam
perkembangannya membuat suatu perubahan atau metamorfosa terhadap
susunan atom-atom di dalam mineral dan membentuk mineral baru. Porositas
batuan berkurang akibat tekanan tersebut, sehingga batuan menjadi padat,
kekuatan bertambah, dan berat satuan material bertambah. Batuan metamorf
diklasifikasi berdasarkan teksturnya ke dalam batuan masif dan foliated (Tabel 4.4).

Table 12. Contoh batuan metamorf dan klasifikasinya

Nama Tekstur batuan Perubahan dari batuan


UNFOLIATED (MASSIVE)
Quartzite Granular (breaks through grains) Sandstone
Marble Granular Limestone, dolomite
Hornfels Dense Fine-grained rocks
FOLIATED
Slate Fine-grained Shale, mudstone
Phyllite Fine-grained Shale, mudstone
Schist Fine-grained Shale, mudstone, andesite, basalts
Gneiss Coarse-grained Granite

(4) Daur Batuan (Rock Cycle)

Pembentukan suatu massa batuan akan selalu berlangsung atau tidak berhenti
setelah menghasilkan suatu jenis massa batuan. Misalnya, batuan beku yang
terbentuk pada kurun waktu geologi tertentu kemungkinan akan berubah pada
waktu geologi yang akan datang; demikian juga dengan jenis massa batuan yang
lain. Kejadian ini memperlihatkan suatu daur atau siklus batuan yang tidak berhenti.
Salah satu kondisi yang mungkin terjadi adalah sebagai berikut:

a) Magma yang mengalami pendinginan akan membentuk batuan beku (intrusi,


hipabisal, atau ekstrusi).
b) Batuan beku yang tersingkap ke permukaan bumi sudah pasti akan menderita
pelapukan, baik mekanis maupun kimiawi. Hasil pelapukan akan diangkut oleh
air atau angin dan mengalami dekomposisi, kompaksi dan sementasi, serta
membentuk lapisan-lapisan massa batuan yang baru. Terjadi perubahan dari
batuan beku ke batuan sedimen.
c) Apabila batuan sedimen mengalami metamorfosa akibat tekanan dan
temperatur yang tinggi dalam kurun waktu geologi yang cukup lama akan
terbentuk massa batuan metamorf.
d) Batuan metamorf yang berada di dalam kerak bumi dan yang kontak dengan
massa magma akan melebur bersatu kembali dengan magma yang sudah ada.
Proses di atas berlangsung terus-menerus dan memperlihatkan suatu daur batuan
yang tidak berhenti, sehingga dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 4.1. Perlu
dicermati bahwa urutan pendauran tidak selalu seperti contoh di atas, karena
mungkin terjadi loncatan atau jalan pintas perubahan jenis batuan asal ke jenis
batuan yang baru karena proses ini dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan
geologi disekitarnya.

Gambar 22. Ilustrasi Daur Batuan

4.1.2. Sifat batuan yang mempengaruhi pengeboran

(1) Kekerasan (hardness)

Kekerasan didefinisikan sebagai ketahanan material terhadap abrasi atau goresan.


Nilai kekerasan batuan tergantung pada beberapa hal, diantaranya komposisi
butiran mineralnya, porositas, dan kelembabannya. Kekerasan batuan umumnya
diuji menggunakan Skala Mohs yang menerapkan perbandingan relatif antara
batuan yang akan diuji dengan batuan lain yang sudah diketahui kekerasannya.
Metode skala ini diperkenalkan pertama kali oleh Friedrich Mohs pada tahun 1820
dengan memilih dan menetapkan 10 jenis mineral yang dianggap mewakili derajat
kekerasan semua jenis mineral seperti terlihat pada Tabel 4.5.

Table 13. Skala kekerasan Mohs

Derajat Derajat
Mineral Mineral
Kekerasan Kekerasan
Talc Orthoclase (Feldspar)
1 6
Mg3(Si4O10)(OH)2 K(AlSi3O8)
Gypsum Quartz
2 7
CaSO4.2H2O SiO2
Calcite Topaz
3 8
CaCO3 Al2(SiO4)(F,OH)2
Fluorite Corundum
4 9
CaF2 Al2O3
Apatite Diamond
5 10
Ca5(F,Cl,OH)(PO4)3 C

Untuk menguji kekerasan suatu batuan yaitu dengan menggoreskan material yang
ujungnya dipertajam dan sudah diketahui skala kekerasannya terhadap batuan
yang akan diuji. Permukaan batuan yang diuji harus benar-benar rata dan bersih
dari debu. Apabila permukaan batuan yang diuji tergores, berarti kekerasan relatif
batuan tersebut lebih rendah dibanding batuan/material pengujinya. Sebaliknya,
apabila terlihat ujung material penguji yang dipertajam tersebut patah-patah atau
tergerus, maka kekerasan relatif batuan penguji lebih rendah dari yang diuji. Batuan
dengan kekerasan 2½ dapat menggores gypsum atau talc, tetapi akan tergores oleh
calcite atau mineral lain yang kekerasannya lebih dari 2½.

(2) Kekuatan (strength)

Kekuatan batuan merupakan sifat mekanik batuan untuk melawan atau menahan
upaya penghancuran oleh gaya dari luar, baik gaya statik maupun dinamik. Pada
dasarnya nilai kekuatan batuan kekuatan batuan tergantung pada komposisi
mineralnya. Batuan mampu menahan gaya tekan secara maksimal yang
menggambarkan kuat tekannya, tetapi terhadap tarikan hanya mampu menahan
10% - 15% dari kuat tekan tersebut. Hal ini disebabkan oleh kerapuhan batuan
akibat banyak retakan dan bentuk cacat lain didalamnya dan akibat kohesi yang
rendah antar partikel pembentuk batuan.
Untuk mengetahui kekuatan massa batuan dilakukan pengujian kuat tekan atau
uniaxial compressive strength (UCS) di laboratorium mekanika batuan (Gambar
4.2). Sampel batuan hasil pengeboran eksplorasi berbentuk inti bor (core) dengan
diameter sekitar 5 cm (ukuran NX) dan panjang 10 cm ditekan secara hidrolik oleh
alat kuat tekan sampai pecah. Ketika batu pecah, besar tekanannya ditunjukkan
oleh jarum skala (gauge), kemudian kuat tekan dihitung menggunakan rumus:
P
σc =
A

Di mana: σc = Kuat tekan, kg/cm2


P = Tekanan beban vertical, kg
A = luas permukaan sampel, cm2

Skala tekanan

Core batuan

Gambar 23. Proses pengujian kuat tekan batuan di lab

Nilai kuat tekan dapat diestimasi berdasarkan pendekatan nilai kekerasannya.


Terdapat beragam jenis batuan, sehingga beragam pula nilai kuat tekan dan
kekerasannya. Berdasarkan pada keadaan tersebut dibuat klasifikasi kekerasan
batuan seperti terlihat pada Tabel 4.6 (Protodyakonov Classification). Pada tabel
tersebut dapat diamati bahwa makin tinggi kekerasan relatif suatu batuan, semakin
besar kuat tekannya.

Table 14. Klasifikasi kekerasan batuan (Protodyakonov)

KEKERASAN SKALA MOHS KUAT TEKAN, MPa*)


Sangat keras (Extremely hard) >7 > 200
Keras (Hard) 6–7 120 – 200
Agak keras (Medium hard) 4½ – 6 60 – 120
Agak lunak (Quite soft) 3 – 4½ 30 – 60
Lunak (Soft) 2–3 10 – 30
Sangat lunak (Extremely soft) 1–2 < 10
*)1 MPa = 1 MN/m2 = 10 kg/cm2 = 142.2 psi

(3) Abrasifitas (abrasiveness)

Abrasifitas adalah parameter yang menunjukkan kemampuan batuan untuk


mengikis atau mengores mata bor selama pengeboran berlangsung. Batuan yang
keras dan kuat meninggalkan goresan yang lebih dalam akibat gesekan terhadap
mata bor dibanding batuan yang lunak. Dengan demikian, abrasifitas mempenga-
ruhi tingkat keausan atau umur mata bor.

Faktor-faktor yang meningkatkan abrasivitas batuan sebagai berikut:


− Kekasaran butiran batuan. Batuan mengandung banyak butiran kuarsa
didalamnya lebih abrasif dibanding batuan yang lebih sedikit kandungan
kuarsanya.
− Bentuk butiran batuan. Butiran yang menyudut atau runcing (angular) lebih
abrasif dibanding bentuk membulau (rounded).
− Ukuran butiran.
− Porositas batuan. Batuan dengan porositas tinggi memberikan permukaan
kontak kasar terhadap konsentrasi tegangan local.
− Heterogenitas. Batuan polimineral dengan kekerasan yang sama lebih
abrasif karena meninggalkan permukaan kasar seperti halnya butiran kuarsa
dalam granit.

Kandungan kuarsa dianggap sebagai indikator yang dapat dipercaya untuk


mengukur tingkat keausan mata bor karena batuan menjadi sangat abrasif. Dengan
demikian dapat diasumsikan bahwa keausan mata bor sebanding dengan
komposisi kuarsa di dalam batuan. Tabel 4.7. memperlihatkan derajat abrasi suatu
tipe batuan dengan indikasi kandungan kuarsanya.

Table 15. Kandungan kuarsa pada beberapa tipe batuan

Kandungan Kuarsa, Kandungan Kuarsa,


Tipe Batuan Tipe Batuan
% %
Amphibolite 0– 5 Mica Gneiss 0 – 30
Anorthosite 0 Mica Schist 15 – 35
Diabase 0– 5 Norite 0
Diorite 10 – 20 Pegmatite 15 – 30
Gabbro 0 Phyllite 10 – 25
Gneiss 15 – 50 Quartzite 60 – 100
Granite 20 – 35 Sandstone 25 – 90
Greywacke 10 – 25 Slate 10 – 35
Limestone 0– 5 Shale 0 – 20
Marble 0 Taconite 0 – 10

Kekerasan dan abrasifitas tidak tergantung pada jenis batuannya, tetapi lebih banyak
disebabkan oleh proses keterjadiannya yang melibatkan kuantitas komposisi mineral,
waktu proses pembentukan, dan kondisi fisik yang membuat batuan tersebut padat atau
kompak. Tabel 4.8 memperlihatkan kekerasan dan abrasifitas beberapa jenis batuan
yang dikelompokkan pada batuan beku, sedimen, dan metamorf.

Table 16. Kekerasan dan abrasifitas batuan

BATUAN BEKU

Keras dan abrasif Sedang Kurang abrasif Dekomposisi


Ryolite Olivine basalt Andesite Serpentine
Aplite Dacite Basalt “Red” basalt
Felsite Danite Trachyte Kaolinized
Granodiorite Olivine gabbro Dolerite Granite
Pegmatite Quartz diorite Diorite
Quartz porphyry Gabbro
Granite Syenite
BATUAN SEDIMEN
Abrasif Abrasif Abrasif Tidak abrasif Tidak abrasif
Keras Kurang keras Rapuh Keras Lunak
Flint Siltstone Sandstone rapuh Limestone Marl
Calcareous
Chert Debu volcanic Mudstone Mudstone
Sandstone
Quartzite Siliceous
Grits Freestone Shale
Tersedimentasi Limestone
Greywacke Tuff Chalk
Quartz Gritstone Batubara
Conglomerate Agglomerate Oolite
BATUAN METAMORF
Keras dan abrasif Sedang Lunak
Granulite Hornblende schist Slate
Quartz schist Mica schist Phyllite
Quartzite Dolomite Chlorite schist
Gneiss Marble
Mica gneiss

(4) Kandungan Mineral Dalam Batuan

Substansi kimiawi dalam mineral yang abrasif, terutama silika (Si), mempengaruhi
kinerja pengeboran dan peledakan, baik pekerjaan tersebut dilakukan pada batuan
beku, sedimen, maupun metamorf. Tabel 4.9 menyajikan beberapa contoh batuan,
baik yang mengandung mineral dengan silika tinggi maupun rendah.

Dari Tabel 4.9 tersebut dapat dilihat bahwa hampir semua contoh batuan
mengandung silika lebih dari 90%, yaitu: granite, basalt, amphibolite, schist, shale,
dan sandstone (batupasir). Berarti batuan tersebut sangat abrasif dan apabila
pekerjaan pengeboran dilakukan pada jenis batuan di atas pemilihan kualitas mata
bor serta batang bor harus mendapat perhatian serius agar umur pakainya relatif
lama. Sementara itu batuan yang tidak abrasif menurut tabel di atas hanya
limestone (batugamping) dengan kandungan kalsium lebih dari 90%.

Table 17. Komposisi mineral pada beberapa jenis batuan

Batuan
Batuan beku Batuan sedimen
metamorf
Kandungan mineral
Amphi- Sand- Lime-
Granite Basalt Schist Shale
bolite stone stone
Quartz
30 -- -- 32 17 97 3
(SiO2)
Alkali feldspar
60 5 -- -- -- 1 1
K Al(Si3O8)
Plagioclase *)
5 45 42 18 -- -- --
Na Al(Si3O8) (1)
Pyroxene *)
-- 40 -- -- -- -- --
Ca Mg(Si2O6) (2)
Amphibole *)
-- -- 50 -- -- -- --
(Mg,Fe)7(Si8O22)(OH)2 (3)
Olivine
-- 5 -- -- -- -- --
(Mg,Fe)2(SiO4)
Biotite
4 -- 5 7 -- -- --
K(Mg,Fe)2(AlSi3O10)(OH)2
Muscovite
-- -- -- 38 1 1 --
Kal2(AlSi3O10)(OH)2
Magnetite
1 5 3 3 1 1 1
Fe5O4
Staurolite
-- -- -- 2 -- -- --
Fe2Al9O7(SiO4)4(OH)
Clay minerals *)
-- -- -- -- 80 -- 1
Al4(Si4O10)(OH)8 (4)
Calcite
-- -- -- -- 1 -- 94
CaCO3
Total 100 100 100 100 100 100 100
*) Merupakan nama grup mineral dan rumus kimia dibawahnya adalah salah satu contoh mineral
yang dipilih yang urutan nama-namanya dari atas ke bawah: (1) albite, (2) diopside, (3)
anthophyllite, dan (4) kaolinite.

(5) Tekstur Batuan

Tekstur batuan mengacu pada struktur butiran dalam batuan yang biasanya
diwujudkan dengan parameter porositas, densitas, ukuran butir, dan keterikatan
antar partikel. Pengaruhnya terhadap aktifitas pengeboran dapat memberikan
tingkat kemudahan relatif, karena semua parameter tersebut mengindikasikan
tingkat kekompakan atau soliditas batuan. Keadaan ini terlihat pada Tabel 4.10.
bahwa ukuran butir yang halus membuat porositas batuan jadi rendah, sehingga
tingkat kekuatan batuannya tinggi. Sedangkan densitas batuan tidak tergantung
pada porositas, tetapi dipengaruhi oleh jenis minerat berat yang terkandung di
dalam batuan.

Table 18. Densitas beberapa jenis batuan

Densitas, Ukuran Swell Kuat tekan,


Jenis batuan
ton/m3 butir, mm factor MPa
Diorite 2.65 – 2.85 1.50 – 3.00 1.50 170 – 300
BATUAN BEKU
Gabbro 2.85 – 3.20 2.00 1.60 260 – 350
Intrusi
Granite 2.70 0.10 – 2.00 1.60 200 – 350
Andesite 2.70 0.10 1.60 300 – 400
BATUAN BEKU Basalt 2.80 0.10 1.50 250 – 400
Ekstrusi Rhyolite 2.70 0.10 1.50 120
Trachyte 2.70 0.10 1.50 330
Conglomerate 2.60 2.00 1.50 140
Sandstone 2.50 0.10 – 1.00 1.50 160 – 255
BATUAN Shale 2.70 1.00 1.35 70
SEDIMEN Dolomite 2.70 1.00 – 2.00 1.60 150
Limestone 2.60 1.00 – 2.00 1.55 120
Limerock 1.50 – 2.60 1.00 – 2.00 1.0 – 1.6 30 – 100
Gneiss 2.70 2.00 1.50 140 – 300
Marble 2.70 0.10 – 2.00 1.60 100 – 200
BATUAN Quartzite 2.70 0.10 – 2.00 1.55 160 – 200
METAMORF Schist 2.70 0.10 – 1.00 1.60 60 – 400
Serpentine 2.60 -- 1.40 30 – 150
Slate 2.70 0.10 1.50 150

Porositas menunjukkan tingkat kerapatan ruang pori yang diduduki oleh udara atau
air di dalam batuan. Tingkat kerapatan tersebut ditentukan oleh bentuk butir, besar
butir, pemadatan, sementasi dan bahan-bahan organik pengisi rongga. Oleh sebab
itu harga porositas (n) didefinisikan sebagai perbandingan antara volume pori (Vp)
dengan volume spesimen (Vs), seperti ditunjukkan pada rumus di bawah ini:
Vp
n= x 100%
Vs
Berat jenis batuan (SG) adalah perbandingan berat batuan di udara terhadap berat
yang sama dengan volume air yang dipindahkan pada temperatur air 4 0 C dan
tekanan 1 atm. Harga berat jenis sering disamakan dengan densitas yang
dinyatakan dalam satuan tertentu, misalnya gr/cm3, ton/m3, atau kg/liter. Pengujian
berat jenis cukup sederhana, yaitu dengan menimbang specimen batuan di udara
(Wu) dan di dalam air (Wa), kemudian berat jenis dihitung sebagai berikut:
Wu
SG =
Wu − Wa
Dasar perhitungan di atas mengacu pada hukum Archimides bahwa berat benda
dalam air sama dengan berat dari volume air yang dipindahkan.

(6) Struktur Geologi

Struktur geologi yang mempengaruhi operasi pengeboran antara lain patahan,


retakan, bidang perlapisan, skistositas dan tipe kontak batuan, serta jurus dan
kemiringan. Kondisi struktur tersebut terutama berpengaruh pada derajat kelurusan
dan laju penetrasi pemboran karena adanya perbedaan kekuatan antar lapisan dan
mungkin gangguan rongga di dalam batuan.

Kerapatan retakan suatu massa batuan mempengaruhi kekuatannya karena


retakan disinyalir sebagai bidang geser dari keruntuhan batuan. Spasi retakan yang
renggang atau tidak rapat pada suatu massa batuan menandakan batuan tersebut
cukup kuat dibanding massa batuan dengan spasi retakan yang sangat rapat.
Gambar 4.3 memperlihatkan salah satu klasifikasi massa batuan berdasarkan
intensitas retakannya yang cocok diterapkan sebagai bahan pertimbangan dalam
proses pengeboran baik di tambang terbuka maupun bawah tanah. Adapun rincian
klasifikasinya sebagai berikut:
− Klas A: Batuan sangat kuat, padat, spasi retakan > 100 cm
− Klas B: Batuan kuat, sedikit ada pelapukan, spasi retakan antara 20 – 100 cm
− Klas C: Batuan sedang, ada pelapukan, spasi retakan antara 4 – 20 cm
− Klas D: Batuan lunak, mudah hancur, spasi retakan < 4 cm.

Gambar 24. Klasifikasi massa batuan berdasarkan intensitas retakan


4.2. Pemeriksaan peralatan dan perlengkapan pengeboran

Pemeriksaan adalah melihat dengan teliti untuk mengetahui keadaan peralatan dan
perlengkapan pengeboran agar siap dioperasikan. Pekerjaan tersebut dilakukan
dengan prosedur yang telah disiapkan oleh perusahaan sesuai dengan alat bor dan
perlengkapannya. Prosedur pemeriksaan pada umumnya berbentuk formulir isian
(check list) yang disiapkan secara sederhana agar proses pemeriksaannya
berlangsung dengan cepat dan efektif. Formulir isian pada umumnya disiapkan
dalam bentuk tabel yang memuat daftar komponen operasi setiap alat/unit bor dan
kolom untuk mencentang kondisi komponen yang telah diperiksa. Selama
melakukan pemeriksaan kemungkinan ditemukan komponen bor yang tidak layak
operasi atau di luar standar yang ditetapkan (rusak atau hampir rusak). Oleh sebab
itu diperlukan kolom catatan khusus untuk menuliskan adanya ketidaklayakan
operasi dan saran tindakan yang harus dilakukan berdasarkan pengetahuan atau
pengalaman yang dimiliki oleh petugas pemeriksa.

4.2.1. Pemeriksaan alat bor dan komponennya sesuai prosedur

Pemeriksaan yang dilakukan terhadap peralatan pengeboran adalah pemeriksaan


unit bor secara utuh sebelum dioperasikan (pre-operating check), baik unit alat bor
manual maupun mekanis. Perbedaan antara kedua unit bor tersebut terletak pada
kompleksitas komponen yang ada pada setiap unit. Komponen alat bor manual,
yaitu jack hammer atau jack leg, lebih sederhana dibanding alat bor berpenopang,
yaitu jumbo drill, sehingga waktu pemeriksaannya pun lebih singkat.

Prosedur atau langkah-langkah pemeriksaan disiapkan oleh perusahaan sesuai


alat yang dipakai. Kemudian disiapkan pula formulir isian (check list) untuk
mempermudah pemeriksaan alat bor sebelum dioperasikan.

Jenis pemeriksaan alat bor sebelum dioperasikan meliputi pemeriksaan umum dan
pemeriksaan detail. Pemeriksaan umum adalah melihat dengan cermat komponen
yang ada dibagian luar alat, sedangkan pemeriksaan detail dilakukan terhadap
komponen yang bergerak, keadaan oli pelumas, keadaan bahan bakar dan mesin
(unit) penggeraknya. Pelaksanaan pemeriksaan pada setiap jenis alat bor adalah
sebagai berikut:
(1) Alat bor Manual

Pemeriksaan umum alat bor manual dapat dilakukan dalam waktu singkat karena
ukurannya kecil, yaitu melihat dengan cermat komponen yang ada dibagian luarnya
seperti terlihat pada Gambar 4.4.a, yaitu komponen nomor 1 sampai 6. Fokus
pemeriksaan umum pada baut-baut dan tuas-tuas pengendali kecepatan
pengeboran. Sepasang batang samping atau side rod (komponen no. 4) diperkuat
oleh bautnya masing. Fungsi batang samping ini sebagai pengencang silinder
dengan back head dan front head agar komponen mekanis bagian dalam stabil
pada kedudukannya. Dengan melepas masing-masing baut batang samping,
silinder dapat dilepas dan komponen mekanis bagian terlihat. Baut pengencang
batang samping berpotensi mengendor akibat getaran pada saat bor dioperasikan.

Oleh sebab itu baut-baut tersebut harus selalu diperiksa diperiksa dan segera
dikencangkan apabila kendor. Pipa melengkung (gooseneck) penyambung selang
udara dan air harus bebas bergerak agar mudah mengatur posisi selang dengan
silinder bor ketika bor beroperasi. Bila terasa agak macet sambungannya dapat
dilumasi dan rantai pengamannya terpasang dengan kuat . Demikian juga tuas-tuas
kendali yang terpasang pada back head (throttle block) perlu dilumasi bagian
engselnya agar mudah digerakkan.

Komponen yang bergerak pada alat bor manual hampir seluruhnya terdapat pada
bagian dalam mesin bornya (Gambar 4.4.b). Operator bor umumnya tidak diberi
kewenangan membongkar mesin bor. Apabila mesin tidak dapat dioperasikan
karena masalah atau macet pada komponen didalamnya (jamming), maka menjadi
kewenangan mekanik untuk memeriksa dan memperbaiki (maintenance service).
(a) Komponen bagian luar:
(1) Silinder (a
(2) Back head/throttle )
block
(3) Front head
(4) Batang samping (side
rod) bagian
(b) Komponen
dalam:
(7) Rifle bar
(8) Rifle nut
(9) Ratchet ring
(10) Ratchet pawl
(11) Pawl pin
(12) Klep (
(13) Blok klep b
(14) Dudukan klep
(15) Chuck rotasi
(16) Chuck rotation nut
(17) Chuck rotation jaw
(18) Chuck bushing
(19) Silinder bushing
(20) Silinder washer

Gambar 4.4. Komponen mekanis bagian dalam alat bor manual

Prosedur atau langkah-langkah pemeriksaan disiapkan oleh perusahaan sesuai


alat yang dipakai. Kemudian disiapkan pula formulir isian (check list) untuk
mempermudah pemeriksaan alat bor sebelum dioperasikan seperti contoh pada
Gambar 25. Isilah Form (check list) ini sebelum menjalankan alat. Bila ada kelainan
(tidak layak) jangan dioperasikan dan lapor pada Supervisor/Foreman
Anda. Pada akhir shift kumpulkan Form ini pada Supervisor/Foreman.
Lokasi : Shift :
No/Kode Alat : Anggota :
Tanggal :

No. Komponen yang diperiksa L TL


1. Kondisi alat bor keseluruhan
2. Kondisi mesin bor (drifter )
3. Kondisi kaki/tiang penyangga (jack leg )
4. Tabung oli (oiler )
5. Tabung pelumas Almo
6. Selang air (water hose )
7. Gooseneck selang air
8. Selang udara (air hose )
9. Gooseneck selang udara
10. Pegangan kontrol kaki (control leg handle )
11. Tuas pengatur kecepatan (throtle )
12. Rantai pengaman (safety chain )
13. Penahan baja (retainer )
14. Baut-baut (bolts )
15. Kebersihan alat (house keeping )
L = LAYAK ; TL = TIDAK LAYAK
Catatan:

Operator Bor : No. ID:


Foreman/
: No. ID:
Supervisor

Gambar 25. Contoh daftar pemeriksaan (pre-operating) alat bor manual (Jack Leg)
(2) Alat bor berpenopang

Pemeriksaan alat bor berpenopang, yaitu jumbo drill, sebelum dioperasikan harus
dilakukan dengan cermat karena setiap saat bekerja di bawah tanah dengan ruang
kerja terbatas, banyak belokan pada lubang akses, jarak pandang terbatas dan
kelembaban tinggi. Pada kondisi tersebut gesekan antara badan jumbo drill dengan
dinding lubang akses sering terjadi dengan tingkat keparahan yang berbeda-beda.

Sebelum dioperasikan, alat bor berpenopang diperiksa secara umum dengan cara
mengitari alat bor tersebut sambil memeriksa komponen penggerak, kondisi
pelumas dan kondisi bahan bakar (walk around check). Bentuk komponen
penggerak (undercarriage) untuk memobilisasi alat bor berpenopang (jumbo drill)
adalah rantai (crawler), ban atau bergerak di atas rel. Pemeriksaan rutin pada
masing-masing komponen penggerak sebagai berikut:

− Pada penggerak rantai (crawler undercarriage) dilakukan dengan membersih-


kan tanah yang menempel pada rantai dan mengencangkan baut-baut rantai
yang kendur.
− Pada penggerak ban (pneumatic-tired undercarriage) dilakukan antara lain
dengan menambah tekanan udara ban apabila terlihat kurang udara (kempis),
melihat tebal kembangan ban, dan membuang batu serta memberihkan tanah
yang menempel pada celah-celah kembangan ban.
− Pada penggerak di atas rel (rail undercarriage) dilakukan dengan
mengencangkan baut-baut rel terhadap bantalannya, menata kembali batu-
batu dudukan rel (ballast), melihat kelurusan dan kecacatan rel serta kondisi
rodanya.

Mesin bor bergerak sepanjang platform yang disangga oleh boom hidrolik (Gambar
2.7). Sedangkan platform merupakan tempat kedudukan rel sebagai jalur mesin bor
bergerak maju dan rantai untuk menarik mesin bor kembali ke posisi belakang.
Pemeriksaan batang rel mesin bor dan boom hidrolik meliputi:

− Kondisi pelumas (grease) pada rel atau jalur mesin bor (drifter).
− Rantai penarik mesin bor.
− Oli hidrolik pada sistem hidrolik boom tidak bocor.
− Mesin bor diperiksa dengan prosedur sama seperti pada pemeriksaan alat bor
manual
− Boom untuk platform kerja dan kerangkeng tempat berdiri operator dalam
kondisi baik.

Adapun kondisi oli mesin dan bahan bakar diperiksa dengan melihat pada indikator
levelnya mesing-masing.

Seluruh pemeriksaan bor jumbo di atas dilakukan sebelum menghidupkan mesin


(walk around check). Disamping itu, untuk bor jumbo dilakukan juga pemeriksaan
sesudah menghidupkan mesin. Kondisi yang diperiksa pada saat menghidupkan
mesin hidup diantaranya adalah rem, lampu-lampu, hidrolik boom mesin bor
maupun platform kerja.

Hasil pemeriksaan dituangkan pada formulir isian (check list) yang telah disiapkan
oleh perusahaan. Contoh formulir pemeriksaan sebelum proses pengeboran
dimulai tertera pada Gambar 4.6. Komponen yang diperiksa pada contoh tersebut
bukan merupakan komponen standar yang terdapat pada alat bor berpenopang,
tetapi sebagai komponen minimum pada umumnya. Adapun daftar komponen yang
diperiksa lebih spesifik tergantung pada jenis dan tipe alat bor berpenopang yang
digunakan di lokasi tambang masing-masing.
No. Jumbo : Engine Hours : Shift :
Tanggal : L/H Drifter Hours : Lokasi :
R/H Drifter Hours :
PEMERIKSAAN SEBELUM MENGHIDUPKAN MESIN L TL
1. Tidak ada kerusakan & kebocoran dari mesin atau selang
2. Level oli mesin, transmisi dan hidrolik berada diantara tanda "MIN" dan "MAX"
3. Oli kompresor dapat dilihat jelas melalui compressor sight glass
4. Shank Lube Container diisi dengan oli dan air kondensasi dikeluarkan
5. Kabin operator dalam keadaan bersih dan bebas dari material lepas
6. Tangki bahan bakar lebih dari seperempat penuh
7. Pendingin mesin bekerja dengan baik
8. Klakson berfungsi dengan baik
9. Fire Suppression System Activator bekerja dengan baik
10. Pemadam kebakaran berada pada tempatnya dan dapat digunakan
11. Semua lampu berfungsi
12. Tidak ada kerusakan atau kebocoran pada selang rem
13. Tidak ada kerusakan atau kebocoran pada ban dan rim
14. Tidak ada bagian yang sobek dan aus pada V-belt
15. Engine bay dalam keadaan bersih (tidak ada kain bekas, dll)
16. Semua kabel, selang dan batang bor sudah aman
17. Area disekitar Jumbo sudah aman
PEMERIKSAAN SESUDAH MENGHIDUPKAN MESIN L TL
18. Rem berfungsi
19. Rem kaki berfungsi
20. Semua gauge menunjukkan kisaran operasional yang normal
Apabila ditemukan gangguan isilah kolom Catatan di bawah ini, kemudian segera dilaporkan ke Supervisor
dan pihak Maintenance. Dilarang mengoperasikan alat jika terdapat gangguan atau alat Tidak Layak ( TL ).
Catatan:

Nama Operator Bor: Tanda tangan: No. ID:


Nama Supervisor : Tanda tangan: No. ID:

Gambar 26. Contoh daftar pemeriksaan (pre-operating) alat bor berpenopang (Jumbo Drill)
4.2.2. Pemeriksaan perlengkapan pengeboran

Perlengkapan pengeboran terdiri dari mata bor (bit), batang bor (drill rod), kopling
dan shank adaptor yang terkadang disebut shank saja. Seluruh jenis perlengkapan
tersebut merupakan media transmisi gaya impak, tekan dan rotasi dari mesin bor
ke dasar batu dan sebagai media penyalur udara dan/atau air untuk proses
pembilasan (flushing) serbuk bor atau cutting. Oleh sebab itu, perlengkapan bor
terus menerus mengalami gesekan dengan batuan. Diantara perlengkapan bor
yang paling menderita adalah mata bor karena kontaknya dengan dasar batu
meimbulkan tegangan radial, tangensial, vertikal dan tegangan geser. Dampak dari
tegangan tersebut membuat mata bor menjadi lebih cepat aus dibanding
perlengkapan lainnya.

Terdapat beberapa kondisi paling kritis pada setiap jenis perlengkapan bor, yaitu:

− Mata bor : chisel atau button memendek karena aus/terkikis dan


lubang pembilas tersumbat.
− Batang bor : bengkok dan lubang pembilas tersumbat
− Kopling : Retak
− Shank adaptor : Retak dan giginya gompal

Formulir isian (check list) sebelum operasi pengeboran disiapkan oleh perusahaan
yang isinya merangkum semua jenis perlengkapan bor seperti terlihat pada Gambar
4.7. Apabila pilihan jenis kerusakan perlengkapan bor tidak ada pada formulir
tersebut, maka dapat dituliskan pada kolom catatan. Pada dasarnya operator bor
tidak diperkenankan menggunakan perlengkapan bor yang cacat karena dapat
mengurangi laju penetrasi bor, sehingga efisiensi kerja rendah.
Isilah Form (check list) ini sebelum menjalankan alat. Bila ada kelainan (tidak
layak) jangan digunakan dan lapor pada Supervisor/Foreman untuk meng-
gantinya dengan perlengkapan baru. Pada akhir shift kumpulkan Form ini pada
Foreman/Supervisor

MATA BOR (BIT)


1. Pemotong batu (chisel atau botton ) Tumpul Normal
2. Muka pemotong (cutting face ) Robek Normal
3. Badan mata bor (bit body ) Retak Normal
4. Lubang saluran udara pembilas Tersumbat Normal

BATANG BOR (DRLL ROD)


1. Kelurusan (aligment ) Bengkok Normal
2. Ulir (thread ) Terkikis Normal
3. Lubang saluran udara pembilas Tersumbat Normal

KOPLING (COUPLING)
1. Ulir (thread ) Terkikis Normal
2. Badan kopling Retak Normal

SHANK ADAPTOR
1. Ulir (thread ) Terkikis Normal
2. Kondisi gigi Gompal Normal
3. Badan shank Retak Normal
4. Lubang saluran udara pembilas Tersumbat Normal

Catatan:

Operator Bor : No. ID:


Foreman/ Supervisor : No. ID:

Gambar 27. Contoh daftar pemeriksaan (pre-operating) perlengkapan bor

4.3. Rangkuman

Pemilihan perlengkapan pengeboran dipengaruhi oleh kondisi fisik batuan yang


diklasifikasikan batuan sangat keras, keras, sedang, lunak dan sangat lunak.
Klasifikasi tersebut berlaku untuk semua jenis batuan, yaitu batuan beku, sedimen
dan batuan metamorf. Disamping itu perlu pula diketahui kandungan kuarsa (silika)
di dalam batuan karena kuarsa dapat mengikis mata bor lebih cepat dibanding jenis
batuan yang tanpa kuarsa. Kikisan kuarsa terhadap mata bor menjadikan mata bor
cepat aus, sehingga umur layanannya pendek dan biaya pengeboran meningkat
karena mata bor sering diganti. Untuk memeriksa kondisi alat bor dan perlengkapan
pengeboran sebelum dioperasikan (pre-operation) disiapkan formulir isian (check
list). Dengan demikian diharapkan pada saat operasi pengeboran berlangsung tidak
terdapat kendala. Apabila dalam pemeriksaan ditemukan kondisi alat bor atau
perlengkapan yang tidak layak dioperasikan, maka operator (juru) bor harus
melaporkan ke Foreman/Supervisor.

4.4. Latihan Soal


Pilihlah satu jawaban yang paling tepat atas pertanyaan di bawah ini.
1) Apakah yang dimaksud dengan kekerasan pada batuan?
A. Sifat batuan untuk melawan upaya penghancuran oleh gaya dari luar.
B. Sifat ketahanan batuan terhadap abrasi atau goresan.
C. Kemampuan batuan untuk mengikis mata bor selama pengeboran.
D. Kekuatan batuan pada saat dibor.
2) Apakah yang dimaksud dengan kekuatan (strength) batuan?
A. Sifat batuan untuk melawan upaya penghancuran oleh gaya dari luar.
B. Sifat ketahanan batuan terhadap abrasi atau goresan.
C. Kemampuan batuan untuk mengikis mata bor selama pengeboran.
D. Kekuatan batuan pada saat dibor.

3) Apakah yang dimaksud dengan abrasivitas batuan?


A. Sifat batuan untuk melawan upaya penghancuran oleh gaya dari luar.
B. Sifat ketahanan batuan terhadap abrasi atau goresan.
C. Kemampuan batuan untuk mengikis mata bor selama pengeboran.
D. Kekuatan batuan pada saat dibor.
4) Mengapa kuarsa dalam batuan dapat dianggap sebagai indikator yang mata bor
cepat aus?
A. Karena kuarsa tetap bertahan pada batuan saat sedang dibor.
B. Karena kuarsa tahan terhadap goresan
C. Karena kuarsa terdapat pada semua jenis batuan.
D. Karena kuarsa mineral yang sangat keras dan tajam.
5) Pada tekstur batuan yang bagaimana suatu massa batuan sulit dibor?
A. Pada tekstur yang kasar dengan porositas tinggi dan keterikatan antar butir
rendah.
B. Pada tekstur yang halus dengan porositas sangat kecil dan keterikatan
antar butir sangat kuat.
C. Pada tekstur yang halus dengan densitas rendah dan ukuran butir besar
dengan ikatan antar butir kurang.
D. Pada tekstur yang halus dengan densitas tinggi dan ukuran butir besar serta
mengandung kuarsa yang tinggi.
6) Fokus pemeriksaan pada mata bor terutama pada beberapa aspek di bawah ini
A. Chisel atau botton terlihat aus, lubang pembilas tersumbat, muka pemotong
gompal dan badan mata bor retak.
B. Batang bor bengkok, lubang pembilas tersumbat, badan mata bor retak,
C. Lubang pembilas tersumbat, kopling retak, muka pemotong gompal dan ulir
terkikis
D. Gigi-giginya retak, lubang pembilas tersumbat, ulir terkikis dan badan mata
bor retak.
DAFTAR PUSTAKA

1. Hartman, H.L., 1990, Drilling , “Surface Mining 2nd Edition”, B.A.Kennedy (Ed.),
Society for Mining, Metallurgy, and Exploration,Inc., Colorado, pp. 513 – 523.

2. Home L.W, 1982, Underground Rotary Blasthole Drills, “Underground Mining


Methods Handbook”, W.A. Hustrulid (Ed.); Section 5 “Underground Equipment”,
P. Russel (Sect. Ed.), the American Institute of Mining, Metalurgical, and Petro-
leum Engineers, Inc., New York, pp.1077 – 1082.

3. Kurt, E.H., 1982, Convestional Small Drilling Equipment, “Underground Mining


Methods Handbook”, W.A. Hustrulid (Ed.); Section 5 “Underground Equipment”,
P. Russel (Sect. Ed.), the American Institute of Mining, Metalurgical, and Petro-leum
Engineers, Inc., New York, pp.999 – 1033.

4. Naapuri, J. (editor), 1988, Surface Drilling and Blasting, Tamrock.

5. Roos, H.H., 1982, Percussion-Drill Jumbos, “Underground Mining Methods Hand-


book”, W.A. Hustrulid (Ed.); Section 5 “Underground Equipment”, P. Russel
(Sect. Ed.), the American Institute of Mining, Metalurgical, and Petroleum Engineers,
Inc., New York, pp.1034 – 1049.

6. Tandanand, S., 1973, Principles of Drilling, “SME Mining Engineering Handbook”,


Cummin & Given (Ed.); Section 11 “Fragmentation”, J.M. Ehrhorn (Sect. Ed.), the
American Institute of Mining, Metalurgical, and Petroleum Engineers, Inc., New York,
pp.11-5 – 11-24.

Anda mungkin juga menyukai