Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji
dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia
dan nikmat yang tiada terkira. Salah satu dari nikmat tersebut adalah keberhasilan
penulis dalam menyelesaikan Tugas Rancangan Elemen Mesin yang meliputi
Perencanaan Kopling dan Roda Gigi pada mobil New Avanza 1,5 dengan Daya :
104 PS dan Putaran 6000 RPM
Banyak pihak telah membantu dalam menyelesaikan Tugas Rancangan
Elemen Mesin ini, untuk itu penulis menghaturkan rasa terimakasih yang tulus
dan dalam kepada:
1. Bapak Munawar Alfansury Siregar, S.T., M.T selaku Dekan Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.
2. Chandra A Siregar, S.T., M.T selaku Ketua Program Studi Teknik Mesin,
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.
3. Bapak Faisal Lubis, S.T., M.T selaku Dosen Pembimbing, Universitas
Muhammadiyah Sumatera Utara yang telah membimbing dalam
menyelesaikan Tugas Rancangan ini.
4. Seluruh Bapak/Ibu Dosen di Program Studi Teknik Mesin, Universitas
Muhammadiyah Sumatera Utara yang telah banyak memberikan ilmu kepada
penulis.
5. Orang tua saya yang telah bersusah payah membesarkan dan membiayai studi
penulis.
6. Bapak/Ibu Staf Administrasi di Biro Fakultas Teknik, Universitas
Muhammadiyah Sumatera Utara.
7. Kawan-kawan kelas C1 Pagi Stambuk 2018 yang selalu berdiskusi untuk
menyelesaikan tugas rancangan ini.
iv
Tugas Rancangan Elemen Mesin ini tentunya masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu penulis berharap kritik dan masukan yang konstruktif
untuk menjadi bahan pembelajaran berkesinambungan penulis di masa depan.
Semoga Tugas Rancangan Elemen Mesin ini dapat bermanfaat bagi dunia
konstruksi Teknik Mesin
v
DAFTAR ISI
vi
BAB 3 PERHITUNGAN BAGIAN UTAMA..................................................32
3.1 Kopling...........................................................................................32
3.1.1 Poros ............................................................................ 32
3.1.2 Spline dan Naf.............................................................. 39
3.1.3 Plat Gesek .................................................................... 48
3.1.4 Pegas ............................................................................ 55
3.1.5 Bantalan ....................................................................... 60
3.1.6 Baut dan Mur ............................................................... 65
3.1.7 Paku Keling.................................................................. 68
3.2 Roda Gigi ................................................................................. 73
3.2.1 Perhitungan Roda Gigi Kecepatan Satu....................... 74
3.2.2 Perhitungan Roda Gigi Kecepatan Dua ....................... 79
3.2.3 Perhitungan Roda Gigi Kecepatan Tiga....................... 84
3.2.4 Perhitungan Roda Gigi Kecepatan Empat ................... 89
3.2.5 Perhitungan Roda Gigi Kecepatan Lima ..................... 93
3.2.6 Perhitungan Roda Gigi Kecepatan Mundur ................. 98
3.2.7 Bantalan ....................................................................... 104
3.2.8 Baut dan Mur .............................................................. 108
BAB 4 PERAWATAN ................................................................................. 112
4.1. Kopling ..................................................................................... 112
4.2. Roda Gigi .................................................................................. 112
BAB 5 KESIMPULAN ................................................................................ 118
5.1. Kopling .................................................................................. 118
5.2. Roda Gigi......................................................................................119
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................122
LAMPIRAN
LEMBAR ASISTENSI
SPESIFIFIKASI MOBIL
SURAT BIMBINGAN
GAMBAR TEKNIK KOPLING
GAMBAR TEKNIK RODA GIGI
vii
DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
ix
Gambar 2.30. Nama-nama Bagian Roda Gigi.......................................................27
Gambar 2.31. Posisi Gigi Netral............................................................................28
Gambar 2.32. Posisi Gigi 1....................................................................................29
Gambar 2.33. Posisi Gigi 2....................................................................................29
Gambar 2.34. Posisi Gigi 3....................................................................................30
Gambar 2.35. Posisi Gigi 4....................................................................................30
Gambar 2.36. Posisi Gigi 5....................................................................................31
Gambar 2.37. Posisi Gigi Mundur........................................................................31
Gambar 3.1. Poros................................................................................................32
Gambar 3.2. Faktor Koreksi Tegangan β untuk pembebanan momen punter
statis dari suatu poros bulat dengan pengecilan diameter yang
diberi filet........................................................................................36
Gambar 3.3. Faktor koreksi tegangan α untuk pembebanan punter statis
Dari dari suatu poros bulat dengan alur pasak persegi yang
diberi filet........................................................................................36
Gambar 3.4. Spline...............................................................................................39
Gambar 3.5. Naf...................................................................................................43
Gambar 3.6. Plat Gesek........................................................................................48
Gambar 3.7. Pega.................................................................................................55
Gambar 3.8. Bantalan Gelinding..........................................................................61
Gambar 3.9. Baut dan Mur...................................................................................65
Gambar 3.11. Paku Keling.....................................................................................69
Gambar 3.12. Roda Gigi Lurus..............................................................................73
x
DAFTAR NOTASI
A Luas Penampang
a Tebal Plat Gesek/Jarak Sumbu Poros
b Lebar
C Faktor Koreksi
c Indeks Pegas
Ck Keonggaran Puncak Roda Gigi
Cb Faktor Keamana Terhadap Beban Lentur
d Diameter
ds Diameter Poros
d0 Diameter Lingkaran Jarak Bagi
dk Diameter Kapala
df Diameter kaki
D Diameter Major
E Kerja Penghubung
F Gaya
Fr Beban Radial
Fa Beban Aksial
Fb Beban Lentur yang dizinkan
Ft Gaya Tangensial
fk Luas Permukaan Gesek
fc Faktor Koreksi
fh Faktor Umur Bantalan
fn Faktor Kecepatan
fv Faktor Dinamis
H Kedalaman Potongan
Hc Panjang Padat Pegas
Hf Tinggi Bebas Pegas
Hl Tinggi Pegas Pada Lendutan Maksimum
Hs Tinggi Awal Pegas Terpasang
h Tinggi
xi
i Prbandingan Gigi
K Faktor Tegangan
Lp Lama Pemakaian
Lh Umur Nominal Bantalan
l Panjang
m Mudul Pahat
n Putaran/Jumlah
Nml Umur dalam Jumlah Penghubung
P Tegangan Geser
Pd Daya Rencana
Pv Tekanan Tumbuk Izin
Q Gaya untuk melepas kopling
T Torsi
Ta Momen Start
Tae Kerja Penghubung yang Sesungguhnya
v Beban Putar Pada Cincin Dalam/Kecepatan Keliling
W0 Beban awal Terpasang
z Jumlah Gigi
xii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
Dalam perencanaan elemen mesin haruslah benar-benar akurat atau teliti,
maka khusus dalam perencanaan kopling dan Roda Gigi ini terdapat beberapa
tujuan yang hendak dicapai agar memiliki efisiensi yang tinggi, antara lain :
1
1. Mendapatkan kekuatan kopling yang baik dengan dasar bahwa faktor
keamanan yang dimilikinya adalah optimal yang ditunjang dengan
pemilihan bahan yang sesuai.
2. Mendapatkan kopling yang kuat tapi ekonomis.
3. Agar dapat menghitung tegangan yang terjadi pada kopling.
4. Agar dapat memilih dan mengetahui bahan-bahan dan jenis bahan dalam
perencanaan Kopling dan Roda Gigi
5. Mampu merancang sistem transmisi sesuai dengan daya dan putaran yang
diinginkan.
6. Agar dapat menghitung tegangan yang terjadi pada roda gigi.
7. Agar dapat mengetahui hal-hal yang harus diperhatikan dalam merancang
sistem transmisi roda gigi.
8. Secara umum untuk memperdalam ilmu elemen mesin yang didapat dari
perkuliahan berupa teori dan mengenal roda gigi dan bagian-bagiannya.
9. Sebagai salah satu syarat mahasiswa jurusan Teknik Mesin di Universitas
Muhammadiyah Sumatera Utara untuk memperoleh gelar sarjananya.
Daya : 104 PS
Putaran : 6000 rpm
2
belakang, tujuan penulisan, batasan masalah, dan sistematika penulisan.. Bab 2
berikan Tinjauan Pustaka berisikan tentang pengertian, dan fungsi kopling, serta
klasifikasi kopling. Bab 3 akan dibahas menenai Perencanaan Perhitungan Bagian
Utama Kopling berisikan tentang:
1. Perhitungan Komponen Kopling, meliputi
a. Perhitungan ukuran poros,
b. Perhitungan ukuran spline dan naaf,
c. Perhitungan ukuran plat gesek, pegas,
d. Perhitungan ukuran bantalan,
e. Perhitungan ukuran baut dan mur, dan
f. Perhitungan ukuran paku keling.
BAB 4 beriskan tentang Perwatan Komponen Kopling dan Roda Gigi, Serta Bab
5 berisikan tentang Kesimpulan dari perhitungan kopling. Dan di akhiri dengan
Daftar Pustaka, Lembar Asistensi, Spesifikasi Mobil, Surat Bimbingan, Lampiran
dan Gambar Teknik.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTKA
2.1. Kopling
2.1.1. Pengertian Kopling
Kopling adalah suatu elemen mesin yang berfungsi untuk
mentransmisikan daya dari poros penggerak ( driving shaft ) ke poros yang
digerakkan ( driven shaft) secara perlahan, dimana putaran inputnya akan sama
dengan putaran outputnya. Tanpa kopling, sulit untuk menggerakkan elemen
mesin sebaik-baiknya. Dengan adanya kopling pemindahan daya dapat dilakukan
dengan teratur dan seefisien mungkin sehingga menghindarkan poros mesin dari
beban putaran yang berlebihan.
“Kopling berfungsi sebagai sambungan dua buah poros atau sebagai
sambungan poros elemen mesin yang dengan terus menerus atau kadang-kadang
harus ikut berputar dengan poros tersebut” (Ir. Jac. Stolk dan Ir. C. Kros, 1993).
Elemen mesin seperti itu ialah umoamanya puli-sabuk, puli-tali, dan puli-rantai,
roda gigi, serta tromol. Sehubungan dengan tujuannya, terdapat bemacam-macam
prinsip kopling.
1. Kalau harus dibuat suatu sambungan mati, dipergunakan kopling lekat.
2. Kalau kopling harus membolehkan gerakan poros yang satu terhadap
poros yang lain-dalam arah memanjang sebagai akibat perubahan yang
diakibatkan perubahan temperatur; dalam arah radial sebagai akibat
ketidaktelitian ketika memasang dan sebaginya-maka dipasang kopling
yang dapat bergerak atau yang fleksibel.
3. Suatu hubungan yang dapat mengrangi tumbukan lewat akumulasi kerja
dan lewat perubahan kerja menjadi kalor dan yang banyak atau sedikit
meredam getaran dinamakan kopling elastik; kopling ini sekaligus
memiliki keuntungan kopling fleksibel.
4. Apabila sambungan dapat dibuat nekerja hanya kalau sedang berhenti,
tetapi dapat dilepaskan selama sedang bergerak, maka kita sedang
berhadapan dengan kopling yang dapat dilepaskan. Kopling ini
kebanyakan dilaksanakan sebagai kopling-cakar.
4
5. Apabila sambungan sembarang waktu selama sedang bergerk harus
dihubungkan dan dilepaskan, maka dipergunakan ialah kopling yang dapat
dihubungkan: kopling gesek, kopling-hidraulik atau kopling-induksi
elektromagnetik.
6. Untuk pekerjaan berat atau pekerjaan yang peka, dipergunakan kopling-
aman untuk menghindari tumbukan dalam bagian yang peka dalam
perkakas yang digerakkan atau beban terlampau besar dalam mesin
penggerak, motor dan sebagainya. Untuk yang belakangan ini juga
diterapkan kopling-starter.
5
Susunan pemasangan komponen-komponen pada kopling otomatis akan
menempatkan kanvas kopling dan pelat kopling merenggang, hal ini berbeda
dengan susunan pemasangan komponen-komponen pada kopling manual, dimana
antara pelat dan kanvas kapling merapat. Pada saat mesin putaran lambat, kanvas
dan pelat kopling masih merenggang sehingga putaran mesin dari poros engkol
belum terhubung menuju transmisi dan roda belakang. Pada saat putaran mesin
bertambah gaya sentrifugal mulai bekerja pada pemberat kopling sehingga
pemberat bergerak menekan pelat kopling, hal ini akan menghasilkan merapatnya
kanvas dan pelat kopling sehingga putaran mesin dan poros engkol akan
dihubungkan ke transmisi dan akan dilanjutkan ke roda belakang.
Faktor kenyamanan menjadi kelebihan kopling otomatis, karena
pengemudi hanya perlu menggunakan pedal gas saja untuk membuat mobil
melaju atau berhenti, kecepatan akan disesuaikan dengan putaran mesin. Namun
kopling otomatis juga memiliki kekurangan seperti akselarasi awal yang kurang
responsif, konstruksi yang lebih rumit karena memiliki beberapa sistem sensor
otomatis, dan biaya perbaikan yang relatif mahal.
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh sebuah kopling adalah:
1. Mampu menahan adanya kelebihan beban.
2. Mengurangi getaran dari poros penggerak yang diakibatkan oleh gerakan
dari elemen lain.
3. Mampu menjamin penyambungan dua poros atau lebih.
4. Mampu mencegah terjadinya beban kejut.
6
tidak, kopling akan berayun. (Apanbila titik-berat terletak dalam garis-
sumbu, maka kopling telah disetimbangkan statik).
4. Kopling harus dapat dipasang dan dilepaskan dengan mudah.
5. Bagian menonjol haris dicegah atau ditutupi sedemikian rupa sehingga
tidak menimbulkan bahaya.
2.1.2. Fungsi Kopling
Kopling digunakan dalam permesinan untuk berbagai tujuan diantaranya:
1. Untuk menghubungkan dua unit poros yang dibuat secara terpisah, seperti
poros motor dengan roda atau poros generator dengan mesin. Kopling
mampu memisahkan dan menyambung dua poros untuk kebutuhan
perbaikan dan penggantian komponen.
2. Untuk mendapatkan fleksibilitas mekanis, terutama pada dua poros yang
tidak berada pada satu aksis.
3. Untuk mengurangi beban kejut ( shock load ) dari satu poros ke poros
yang lain.
4. Untuk menghindari beban kerja berlebih.
5. Untuk mengurangi karakteristik getaran dari dua poros yang berputar.
2.1.3. Jenis-jenis Kopling
Secara umum koling diklasifikasikan menjadi tiga jenis yaitu :
1. Kopling Tetap
2. Kopling Fluida
3. Kopling Tak Tetap
7
1. Kopling Kaku
Kopling kaku dipergunakan bula kedua poros dihubungkan dengan sumbu
segaris. Kopling ini dipakai pada poros mesindan trasmisi umum di pabrik-pabrik.
Koling ini tidak mengizinkan sedikitpun ketidak lurusan sumbu kedua poros serta
tidak dpat mengurangi tumbukan dan getaran trasmisi. Yang termasuk kopling
kaku adalah kopling bus, kopling flens kaku, kopling dan flens tempa.
a. Kopling Bus
Kopling bus terdiri atas subuah slongsong (bus) dan baut-baut yang
dibenamkan pada kedua ujung poros. Dan sering juga dipakai berupa
pasak yang dibenamkan pada ujung-ujung porosnya. Pada pemasangannya
harus dijaga agar sumbu antara kedua porosnya berada pada satu garis
lurus. Kopling ini digunakan hanya untuk mentransmisikan daya-daya
kecil saja.
8
Gambar 2.2. Kopling Flens Kaku (Sularso, 2004)
9
Gambar 2.4. Kopling Bunbungan Tekan Minyak (Sularso, 2004)
10
Gambar 2.5. Kopling Rantai (Sularso, 2004)
b. Kopling Universal
Kopling universal digunakan untuk menyambung poros yang tidak terletak
pada garis lurus, tetapi garis-sumbunya yang saling memotong.
11
Yang termasuk dalam kopling jenis ini adalah kopling piringan karet, kopling
cincin karet, kopling ban karet, dan kopling selongsong pena.
12
Gambar 2.8. Kopling Karet Ban (Sularso, 2004)
2.1.3.2.Kopling Fluida
Kopling ini disebut kopling fluida, dimana antara kedua poros tidak
terdapat hubungan mekanis. Bila suatu impeler pompa dan suatu raner turbin
dipasang saling berhadapan diman keduanya berada dalam ruangan yang berisi
fluida, maka jika poros impeler yang dihubungkan dengan impeler pompa diputar,
fluida yang mengalir dari impeler tersebut akan menggerkkan raner turbin tang
13
dihubungkan dengan poros output (Gambar 2.10). momen puntir yang diteruskan
berbanding lurus dengan pangkat lima dari diameter luar kopling dan kuadrat dari
putaran.
Kopling ini sangat cocok untuk mentrasmisikan putaran tinggi dan daya
yang besar. Keuntungan dari kopling ini adalah bahwa getaran dari sisi penggerak
dan tumbukan dari sisi beban tidak saling diteruskan. Demikian pula pada saat
terjadi pembebanan lebih, penggerak mulanya tidak akan terkena momen yang
melebihi batas kemampuan. Pada saat ini kopling jenis fluida banyak digunkan
pada mobil-mobil dengan transmisi automatic pengganti dari kopling plat gesek,
kopling ini disebut juga Torque Corverter.
2.1.3.3. Kopling Tak Tetap
Kopling tak tetap merupakn suatu elemen mesinyang menghubungkan
poros yang digerakkan dan poros penggerak, dengan putaran yang sama dalam
meneruskan daya, serta dapat memutuskan hubungan kedua poros tersebut dengan
baik dalam keadaan diam maupun berputar.
Kopling tak tetap memilik macam-macam bentuk menurut mekanisme
kerja dan kontruksinya, antara lain :
1. Kopling Cakar,
2. Kopling Plat,
3. Kopling Kerucut, dan
4. Kopling Friwil.
1. Koling Cakar
14
Kopling ini meneruskan momen dengan kontak positif (tidak dengan
perantara gesekan) hingga tidak dapat slip. Ada dua bentuk kopling cakar yaitu
persegi dan kopling cakar spiral. kopling ini adalah kopling yang paling sederhana
diantara kopling tak tetap yang lain (Gambar 2.11).
Kopling cakar persegi dapat meneruskan momen dalam arah putaran, tapi
tidak dapat dihungkan dalam keadaan berputar.dengan demikian tidak dapat
berfungsi sepenuhnya sebagai kopling tak tetap yang sebenarnya. Sebaliknya
kopling cakar spiral dapat dihubungankan dalam keadaan berputar, tetapi hanya
baik untuk arah putaran tertentu saja. Namun demikian, kerana timbulnya
tumbukan yang besar jika dihubungkan dalam keadaan berputar, maka cara
menghubungkan semacam ini hanya boleh dilakuakn jika poros penggerak
mempunyai putaran kurang dari 50 rpm.
Gambar 2.11. (a) Kopling Cakar Persegi (b) Kopling Cakar Spiral (Sularso, 2004)
2. Kopling Plat
Kopling ini meneruskan momen dengan perantaraan gesekan. Dengan
demikian pembebanan yang berlebihan pada poros penggerak pada waktu
dihubungkan, dapat dihindari. Selain itu, karena terjadi slip, maka kopling ini
sekaligus juga dapat berfungsi sebagai pembatas momen.
Menurut jumlah platnya kopling ini dapat dibagi atas kelopok plat tunggal,
dan kelompok plat banyak, dan menurut cara pelayanannya dapat dibagi atas cara
manual, dan cara hidrolik, dan cara magnetik. Kopling ini disebut juga kering bila
plat-palt gesek bekerja dalam keadaan kering, dan disebut basah apa bila terendam
atau dilumasi dengan pelumas.
15
Gambar 2.12. Kopling Plat (Sularso, 2004)
3. Kopling Kerucut
Kopling kerucur adalah suatu kopling gesek dengan konstruksi sederhana
dan mempunyai dimana dengan gaya aksial yang kecil dapat ditransmisikan
momen yang besar. Kopling jenis ini banya digunakan; tetapi sekarang tidak lagi,
karena daya yang diteruskan tidak seragam. Meskipun demikan dalam keaadan
dimana bentuk plat yang tidak dikehendaki, dan ada kemungkinan terkena
minyak, kopling ini lebih aman.
16
Gambar 2.14 Kopling Friwil (Sularso, 2004)
Jika porors penggerak berpurar berlawana arah jarum jam, atau jika poros
yang digerakkan berputar berputas lebih cepat dari poros penggerak, maka bola
atau rol akan lepas dari jepitan hingga tidak terjadi penerusan momen lagi. Suatu
bentuk dari kopling semacam ini, menggunakan bentuk kam (nok) sebagai
pengganti bola atau rol dan disebut kopling kam (Gambar 2.14 (b)).
17
Dengan pertimbangan diatas, maka dalam perancangan ini yang dipilih
adalah kopling plat. Berikut ini hal - hal yang harus diperhatikan yaitu:
18
Gambar 2.15. Bagian Bagian Kopling
19
Gambar 2.16.Kopling Posisi Terhubung
20
Gambar 2.17. Kopling Posisi Terlepas/bebas
21
Sesuai dengan fungsinya roda gigi adalah merupakan elemen mesin yang
dapat mentransmisikan daya dan putaran. Aspek yang harus diperhatikan dalam
perencanaan ini adalah efek - efek yang diakibatkan dalam pemindahan daya dan
putaran. Dalam pemindahan daya dan putaran tersebut masih ada alat yang
berperan sebagai pemindah daya dan putaran yaitu sabuk 8 rantai.
Diluar transmisi diatas ada pula cara lain untuk memindahkan daya,
misalnya dengan sabuk (belt) dan rantai (chain), tetapi transmisi dengan roda gigi
jauh lebih unggul dibandingdengan sabuk dan rantai, faktor slip pada roda gigi
jauh lebih kecil dan putaran lebih tinggi tepat serta daya yang dipindahkan lebih
besar. Namun untuk merencanakan sebagai alat pemindah daya pada transmisi
(gear box) harus benar - benar mampu memindahkan roda gigi sebagai alat
pemindah daya.
Oleh karena itu di dalam perencanaan roda gigi harus benar-benar teliti
untuk perencanaan dan pembuatannya sehingga pada putaran yang tinggi tidak
terjadi slip yang dapat mengakibatkan putaran roda gigi tidak bekerja
sebagaimana yang diinginkan dalam perencanaan ini.
22
Roda gigi dapat diklasifikasikan menurut poros arah putaran dan bentuk
gigi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.1 dibawah ini:
Tabel 2.2. Klasifikasi Roda Gigi Menurut arah Putaran dan Bentuk Roda Giggi
(Sularso, 1978)
Dari tabel di atas maka roda gigi ini dapat dibedakan atau diklasifikasikan
menjadi sebagi berikut :
23
1. Roda Gigi Lurus
Roda gigi lurus adalah jenis roda gigi yang dapat mentransmisikan daya dan
putaran antara dua poros yang sejajar, pada roda gigi lurus ini dalam meneruskan
daya dan putaran tidak terjadi gaya aksial.
24
Gambar 2.20. Roda Gigi Miring Ganda (Sularso, 2004)
25
1. Roda Gigi Kerucut Lurus
Adalah roda gigi yang paling mudah dan paling sering digunakan / dipakai,
tetapi sangat berisik karena perbandingan kontaknya yang kecil. Konstruksinya
juga tidak memungkinkan pemasangan bantalan pada kedua ujung porosnya.
26
2.2.2.3. Roda gigi dengan poros silang / tegak lurus.
Yang termasuk pada jenis ini adalah roda gigi miring silang, batang gigi
miring silang (kontak gigi gerakan lurus dan berputar), roda gigi cacing silindris,
roda gigi cacing selubung ganda (globoid), roda gigi cacing samping, roda gigi
tipe hiperboloid, roda gigi hipoid, roda gigi permukaan silang.
27
4. Roda Gigi Hypoid
Roda gigi ini mempunyai jalur gigi berbentuk spiral pada bidang kerucut
yang sumbunya saling bersilangan dan pemindahan gaya pada permukaan gigi
berlangsung secara meluncur dan menggelinding. Roda gigi ini dipakai pada
deferensial.
28
3. Jarak bagi diametral adalah jumlah gigi per inchi diameter jarak bagi lingkar.
4. Pada roda gigi luar, bagian gigi diluar lingkaran jarak bagi disebut kepala dan
tingginya disebut tinggi kepala atau addendum yang biasanya sama dengan
modul dalam mm atau 1/DP dalam inchi.
5. Bagian gigi disebelah dalam lingkaran jarak bagi disebut kaki dan tingginya
disebut tingi kaki atau dedendum.
6. CK adalah Kelonggaran puncak yaitu celah antara lingkaran Kepala dan
lingkaran kaki dari gigi pasangannya
7. Pada lingkaran diameter jarak bagi terdapat tebal gigi dan celahnya yaitu
setengah jarak bagi lingkar.
8. Titik potong antara profil gigi dengan lingkaran jarak bagi disebut titik jarak
bagi. Sudut yang dibentuk garis normal pada Kurva bentuk profil pada jarak
bagi dengan garis Singgung lingkaran jarak bagi (juga pada titik jarak bagi)
disebut sudut tekanan. Roda gigi yang mempunyai sudut tekanan yang sama
besar serta proporsinya seperti diuraikan diatas disebut roda gigi standar.
Roda gigi ini dapat saling bekerja sama tanpa dipengaruhi oleh jumlah
giginya. Sehingga dapat pula disebut roda gigi yang dapat dipertukarkan.
29
2. Posisi 1
Pada saat pengemudi menempatkan tuas transmisi pada posisi 1 maka
shift fork akan menggeser synchromesh sehingga unit synchromesh akan
berhubungan dengan gear tingkat 1. Saat transmisi pada posisi 1 maka
putaran pada output transmisi akan lambat tetapi untuk momen yang
dihasilkan pada output transmisinya sangat besar.
3. Posisi 2
Pada saat pengemudi menempatkan tuas transmisi pada posisi 2 maka
shift fork akan menggeser synchromesh sehingga unit synchromesh akan
berhubungan dengan gear tingkat 2. Saat transmisi pada posisi 2 maka
putaran pada output transmisi akan lebih cepat dibandingkan dengan
posisi 1 tetapi untuk momen yang dihasilkan pada output transmisinya
lebih kecil dibanding transmisi pada posisi 1.
30
4. Posisi 3
Pada saat pengemudi menempatkan tuas transmisi pada posisi 3 maka
shift fork akan menggeser synchromesh sehingga unit synchromesh akan
berhubungan dengan gear tingkat 3. Saat transmisi pada posisi 3 maka
putaran pada output transmisi akan lebih cepat dibandingkan dengan
posisi 2 tetapi untuk momen yang dihasilkan pada output transmisinya
lebih kecil dibanding transmisi pada posisi 2.
31
6. Posisi 5
Pada saat pengemudi menempatkan tuas transmisi pada posisi 5 maka
shift fork akan menggeser synchromesh sehingga unit synchromesh akan
berhubungan dengan gear tingkat 5. Saat transmisi pada posisi 5 maka
putaran pada output transmisi akan sangat cepat dibandingkan dengan
posisi transmisi lainnya tetapi untuk momen yang dihasilkan pada output
transmisinya akan sangat kecil dibanding transmisi pada posisi lainnya.
32
BAB 3
PERHITUNGAN BAGIAN UTAMA
3.1. Kopling
3.1.1. Poros
Poros merupakan salah satu bagian yang terpenting dasi setiap mesin,
termasuk perancangan kopling. Hampir semua mesin meneruskan tenaga
bersama-sama dengan putaran. Peranan utama yang dalam transmisi seperti itu
dipegang oleh poros.
Untuk merancang sebuah poros, ada bebrapa hal yang perlu diperhatikan,
sebagai berikut :
1. Kekuatan poros,
2. Kekakuan poros,
3. Putaran kritis,
4. Korosi, dan
5. Bahan poros.
Pada perencanaan ini poros memindahkan Daya (N) sebesar 104 PS dan
Putaran (n) sebesar 6000 rpm. Jika daya di berikan dalam daya kuda (PS) maka
harus dikalikan 0,735 untuk mendapatkan daya dalam (kW). Dari data tersebut
dapat diperoleh harga Torsi (T) dengan faktor koreksi (fc) untuk daya maksimum
adalah 0,8-1,2 (diambil 1,2) seperti tabel berikut :
Tabel 3.1 Faktor-faktor koreksi daya yang akan di transmisikan, fc (Sularso, 1978)
32
Daya (P) : 104 Ps
Putaran : 6000 rpm
Dimana : 1 Ps = 0,735 kW
P = 104 x 0,735
= 76,44 kW
Maka :
Pd = P . fc (kW)
= 76,44 . 1,12
= 89,328 kW
Jadi daya rencana adalah 89,328 kW, sehingga besar Torsi (momen puntir) untuk
daya rencana adalah :
Pd
𝑇 = 9,74 𝑥 105 mm ....................(Sumber; Sularso 1983. Hal 7)
n
5
76,44 kW
= 9,74 𝑥 10
6000
= 13897,81 Kg. mm = 13,9 Kg. m
Tabel 3.2 Baja karbon untuk konsrtuksi mesin dan baja yang difinis dingin untuk
bahan poros (Sularso, 1978)
Perlakuan Kekuatan
Standar dan macam Lambang
panas Tarik
Keterangan
(Kg/
S30C Penormalan mm48)
2
33
Bahan yang dipilih untuk poros adalah bahan yang difinis dingin SC35C-D
dengan kukutan Tarik 𝜎B = 53 Kg/mm2, dapat dilihat pada table diatas.
Maka tegangan geser yang diizinkan :
𝑟𝑎 = 𝜎𝐵/(𝑆ƒ1𝑥𝑆ƒ2)..........................(Sumber; Sularso 1983. Hal 8
Dimana :
𝑟𝑎 = 53 /(6 x 1,85)
𝑟𝑎 = 4,77 Kg/mm2
Maka :
34
5,1 1⁄
𝑑𝑠 = [ 2,25 . 1,87 .13897,81 ] 3
4,77
𝑑𝑠 = 41,45 mm
𝑑𝑠 = 42 mm (diambil sesuai table diameter poros)
Keterangan :
1. Tanda * menyatakan bahwa bilangan yang bersangkutan dipilih dari
bilangan standart.
2. Bilangan di dalam kurung hanya di pakai untuk bagian di mana akan di
pasang bantalan gelinding.
35
Jari-jari filet = (48 − 42)/2 = 3 mm
𝑟
= 3 mm
𝑑𝑠 = 0,071
42 mm
𝐷
= 47 mm
𝑑𝑠 = 1,14
42 mm
Gambar 3.2 Faktor koreksi tegangan β untuk pembebanan momen puntir statis
dari suatu poros bulat dengan pengecilan diameter yang diberi filet
(Sularso, 1978)
36
Gambar 3.3 Faktor koreksi tegangan α untuk pembebanan puntir statis dari
suatu poros bulat dengan alur pasak persegi yang diberi filet (Sularso, 2004)
Dari diameter 42 mm diperoleh:
ds
𝑏 = = 42 mm = 10,5 mm
4
4
ds
𝑡 = = 42 mm
8 = 5,25 mm
8
37
𝑟𝑎 . 𝑆ƒ2
> 𝐶𝑏 . 𝐾𝑡 . 𝑟
𝛼
4,77 𝐾𝑔/𝑚𝑚 . 1,85 2
END
5. Bahan poros, perlakuan panas, kekuatan tarik σB (kg/mm2) Apakan poros bertangga atau ber- alur pasak
Faktor Keamanan Sf1, Sf2
9. Jari-jari fillet dari poros bertangga r (mm) Ukuran pasak dan alur pasak
38
10. Faktor koreksi tegangan pada poros bertangga β, pada pasak α
3.1.2. Spline dan Naf
Putaran dari poros penggerak akan diteruskan ke flywheel dan plat gesek
melalui plat penekan. Dengan berputarnya plat gesek maka poros yang digerakkan
akan ikut berputar dengan perantaraan naaf dan spline. Fungsi spline adalah sama
dengan pasak, yaitu meneruskan daya dan putaran dari poros ke komponen-
komponen lain yang terhubung dengannya, ataupun sebaliknya. Perbedaannya
adalah spline menyatu atau menjadi bagian dari poros sedangkan pasak
merupakan komponen yang terpisah dari poros dan memerlukan alur pada poros
untuk pemasangannya. Selain itu jumlah spline pada suatu konstruksi telah
tertentu (berdasarkan standar SAE).
Keterangan Gambar :
D = diameter luar spline
h = tinggi spline
w = lebar spline
L = panjang spline
d = diamater dalam spline (diameter poros)
Ukuran spline untuk berbagai kondisi operasi telah ditetapkan dalam standar
SAE pada tabel:
39
Tabel 3.4 Spesifikasi spline untuk berbagai kondisi operasi (standar SAE)
Pada kopling New Avanza 1.5 jenis spline yang dipergunakan adalah spline
dengan jumlah 16 buah pada kondisi meluncur saat tidak dibebani (to slide when
not under load). Dari Tabel 3.4 diperoleh data sebagai berikut :
ℎ = 0,070 . 𝐷
𝑑 = 0,860 . 𝐷
𝑤 = 0,098 . 𝐷
𝐷3
𝑙 =
𝑑2
𝑙 = 48,83
3
422
𝑙 = 66,03 mm
maka :
13807,81 Kg. mm
𝐹 =
22,77 mm
𝐹 = 611,43 kg
Karena spline menyatu dengan poros maka bahannya sama yaitu Bahan SC35C-D
dengan kekutan tarik sebes
ar.......................(
𝜎B = 53 Kg/mm Statika
2 , Ferdinan
, maka F Beer,
tumbukan hal 151)
yang
pada spline ditentukan dengan persamaan berikut :
𝐹
𝑃 =
i.ℎ. 𝑤
dimana :
𝑃 = tegangan geser yang terjadi pada spline (kg/mm2)
i = jumlah gigi spline
41
ℎ = tinggi spline(kg)
𝑤 = lebar spline (mm)
maka :
611,43 𝑘𝑔
𝑃=
16 . (3,41 ) . (4,78 mm)
𝑃 = 2,34 Kg/mm2
Kekuatan tarik dari bahan yang direncanakan adalah 60 kg/mm 2 dengan faktor
keamanan untuk pembebanan dinamis (8 – 10) diambil 9 untuk meredam getaran
yang terjadi.
dimana :
53 Kg⁄mm2
𝜎𝑡𝑟𝑘 =
9
𝜎𝑡𝑟𝑘 = 5,8 Kg⁄mm2
maka :
𝑟gi = 0,8 . 5,8 Kg⁄mm2
𝑟gi = 4,71 Kg⁄mm2
Maka spline aman terhadap tegangan geser yang terjadi, dimana dapat dibuktikan
:
𝑟gi ≥ 𝑟g
4,71 Kg⁄mm2 ≥ 0,1210 Kg/mm2
42
Tegangan geser yang terjadi lebih kecil dari tegangan geser yang diizinkan.
Terkadang ukuran spline dan naf disamakan dalam suatu rancangan, namun
dalam kondisi yang sebenarnya terdapat perbedaan ukuran yang sangat kecil
antara spline dan naf. Walaupun perbedaannya adalah kecil tetapi dapat menjadi
sangat berpengaruh apabila mesin tersebut memerlukan ketelitian yang tinggi atau
bekerja pada putaran tinggi. Oleh karena pertimbangan kemungkinan putaran
mesin yang tinggi maka ukuran naf akan dihitung tersendiri berdasarkan pada
ukuran spline yang telah dihitung.
Standar yang digunakan dalam perancangan naf adalah sama dengan yang
digunakan dalam perancangan spline, yaitu berdasarkan standar SAE (Society of
Automotive Engineering). Simbol-simbol yang dipakai adalah:
43
Dari data ukuran spline yang telah diketahui, lebar gigi naaf dapat diperoleh dari :
𝜋 . 𝐷𝑠𝑝𝑙 − i . 𝑤𝑠𝑝𝑙
𝑤=
i (Perencanaan Tehnik Mesin, Joseph, hal 112)
dimana :
w = lebar gigi naf (mm)
Dspl = diameter luar spline (perhitungan spline sebesar 46,51 mm)
wspl = lebar spline (perhitungan spline sebesar 4,55 mm)
i = jumlah spline / gigi naaf, yaitu 16 buah,
maka :
𝜋 . 48,83 − 16 . 4,78
𝑤=
16
𝑤 = 4,80 mm
44
panjang naf diperoleh dari rumus yang sama dengan panjang spline :
𝐷3
𝑙 =
𝑑2
3
𝑙 = 49,05
42,192
𝑙 = 63,17 mm
)
dimana :
𝐹 = gaya-gaya yang bekerja pada naf (Kg)
𝑇 = momen torsi rencana (Kg.mm)
𝑟𝑚 = jari-jari spline (mm)
maka :
13897,81 Kg. mm
𝐹 =
22,81 mm
𝐹 = 609,02 kg
Bahan yang digunakan untuk naf sama dengan spline dan poros yaitu SC45C-D
dengan kekutan tarik sebesar 𝜎B = 60 Kg/mm2, maka tumbukan yang terjadi
pada naf ditentukan dengan persamaan berikut :
𝐹
𝑃 = .........................( Statika , Ferdinan F Beer, hal 151
i. ℎ. 𝑙
)
dimana :
𝑃 = tegangan geser yang terjadi pada spline (kg/mm2)
45
i = jumlah gigi spline
ℎ = tinggi naf (kg)
𝑙 = panjang naf (mm)
maka :
609,02𝑘𝑔
𝑃 =
16 . (3,43) . (66,52)
𝑃 = 0,1668 Kg/mm2
Kekuatan tarik dari bahan yang direncanakan adalah 53 kg/mm 2 dengan faktor
keamanan untuk pembebanan dinamis (8 – 10) diambil 9 untuk meredam getaran
yang terjadi.
53 Kg⁄mm2
𝜎𝑡𝑟𝑘 =
9
𝜎𝑡𝑟𝑘 = 5,8 Kg⁄mm2
maka :
Maka naf aman terhadap tegangan geser yang terjadi, dimana dapat dibuktikan :
46
𝑟gi ≥ 𝑟g
4,71 Kg⁄mm2 ≥ 0,1192 Kg/mm2
Tegangan geser yang terjadi lebih kecil dari tegangan geser yang diizinkan.
1. Diameter poros 𝑑𝑠 = 42 𝑚𝑚
2. Jumlah spline dan naf = 16 Lebar spline dan naf b = 10 mm Diameter luar D = 46,51
8. Faktor keamanan
𝑟𝑔𝑖 > 𝑟𝑔
47
STOP
END
3.1.3. Plat Gesek
Plat gesek berfungsi untuk meneruskan momen akibat terjadinya gesekan
pada plat, sekaligus berfungsi sebagai penahan dan penghindar dari adanya
pembebanan yang berlebihan dan sebagai pembatas momen.
Syarat plat gesek antara lain :
1. Tahan pada suhu yang tinggi
2. Tahan pada gesekan
Berikut ini sket pelat gesek yang direncanakan beserta simbol-simbol yang
digunakan :
Keterangan gambar :
𝐷1 = diameter dalam plat gesek
𝐷2 = diameter luar plat gesek
𝑑𝑠 = diameter poros
48
Pada perencanaan ini bahan yang digunakan ialah besi cor dan asbes.
Dengan asumsi material sangat baik untuk menghantar putaran serta tahan pada
temperature tinggi. Koefisien gesekan µ antara berbagai permukaan diberikan
pada Tabel dibawah. Harga-harga koefisien gesekan dalam tabel tersebut
ditentukan dengan memperhitungkan keadaan bidang gesek yang sudah agak
menurun gesekannya karena telah terpakai beberapa waktu, serta didasarkan atas
harga tekanan yang diizinkan yang dianggap baik.
Tabel 3.5 Harga µ dan Pa (Sularso, 2004)
µ
Bahan permukaan kontak
𝑃𝑎 (Kg⁄mm2)
Kering Dilumasi
1. Besi cor dan perunggu 0,10-0,20 0,10-0,20 0,05-0,08
2. Besi cor dan asbes (ditenun) 0,35-0,65 - 0,007-0,07
3. Besi cor dan serat 0,05-0,10 0,05-0,10 0,005-0,03
4. Besi cor dan kayu - 0,10-0,35 0,02-0,03
Sesuai dengan Tabel 3.5 harga tekanan yang diizinkan untuk bahan asbes dan besi
cor pada kondisi kering adalah, Pa = 0,007 – 0,07 kg/mm2 (diambil harga rata-
ratanya yaitu 0,02 kg/mm2)
𝜋
𝐹 = (𝐷2 − 22) 𝑃 …………...…(Sumber; Sularso 198 Hal 63)
4 2 1 𝑎
𝜋
= (1 − 0,8 ) 0,02 Kg⁄mm2
2 2
4
= 0,00565 𝐷2
2
49
𝑟𝑚 = (𝐷1 + 𝐷2)/4
= (0,8 + 1 )𝐷2/4
= 0,45 𝐷2
Dari tabel 3.5 koefisien gesekan untuk besi cor dan asbes adalah 0,5, dan seluruh
gaya gesekan dianggap bekerja pada keliling rata-rata bidang gesek, maka momen
gesekan T adalah :
𝐷1+𝐷2
𝑇 = 𝜇.𝐹 ( )..........................(Sumber; Sularso 1983. Hal 63)
4
= 𝜇 . 𝐹 . 𝑟𝑚
= 0,2 . 0,00565 𝐷2 . 0,44 𝐷2
2
= 0,0005085 𝐷3
2
−6
= 508,5 𝑥 10 𝐷3
2
𝐷2 = 301,220 mm ≈ 310 mm
Dari perhitungan diameter luar plat gesek D2 diperoleh sebesar 310 mm.
Dengan memasukkan harga ini ke data yang telah diketahui di atas doperoleh:
𝐷1 = 0,8 . 310 mm
𝐷1 = 248 mm
𝐷2 − 𝐷1
𝑏 =
2
310 mm − 248 mm
𝑏 =
2
𝑏 = 31 mm
Untuk menentukan tebal plat gesek yang sesuai, terlebih dahulu perlu diketahui
besarnya daya yang hilang akibat gesekan, yang mana dapat diperoleh dari :
50
𝑇 𝐷3 𝑛 𝑡 𝑧 ………(Sumber ; Machine and Design,hal
𝑃 = (9,74𝑥 105)3600
425)
dimana :
𝑃 = daya hilang akibat gesekan (kW)
P = momen gesek (Kg . mm)
𝐷 = diameter luar plat gesek (mm)
𝑛 = kecepatan sudut (putaran mesin dari spesifikasi)
𝑡 = waktu penyambungan kopling, diambil 0,3
𝑧 = jumlah kerja tiap jam, direncanakan 200 hb/jam
(508,5 𝑥 10−6) (310)3 . 6000 . 0,3 . 200
𝑃 =
(9,74𝑥 105)3600
𝑃 = 0,5553 𝑘W
𝑃 = 0,744669 𝐻𝑝
𝜋
𝐴= (𝐷2 − 𝐷2)
4 1 2
�
� (3102 − 2482)
𝐴=
4
𝐴 = 27171,63 mm2 = 271,7162 cm2
51
Maka tebal plat gesek yang direncanakan :
(3000) . (0,744669 )
𝑎 =
( 271,7163) . (8 )
𝑎 = 1,027 cm ≈ 1,1 cm
𝑎 = 11 mm
Tabel 3.6 Momen punter gesek untuk kopling plat tumggal kering (Sularso, 2004)
GD2 sisi rotor 0,0013 0,0034 0,0080 0,0221 0,0822 0,2192 0,4124 1,1257
GD2 sisi stator 0,0022 0,0052 0,0150 0,0322 0,1004 0,2315 0,5036 1,0852
Diameter lubang 12 20 25 30 40 50 60 70
dH7 Alur pasak 5x2 5x2 7x3 7x3 10 x 3,5 15 x 5 15 x 5 18 x 6
0
+0,3
dE9 x t
Dengan diameter lubang 42 mm dari table 3.6 diperoleh GD2 sisi rotor (dengan
interpolasi).
GD2 = 0,2320 (Kg.m),
Putaran Relatif, nr = 6000
Waktu penghubung rencana te = 0,3 s
Faktor keamana kopling fc = 1,7
Momen start :
52
𝐺𝐷2 𝑛𝑟
𝑇𝑎 = + 𝑇𝑙1
375 ƒ𝑐
(0,2320) (6000)
𝑇𝑎 = + 13,89781
375 (0,3)
𝑇𝑎 = 26,71 Kg. m
Nomor kopling 42, momen gesek statis (Tso) = 42 kg.m, momen gesek dinamis
(Tdo) = 44,6 kg.m > 25,54 kg.m, frekwensi penghubungan (z) = 200 hb/h, maka
kerja penghubung yang diizinkan (Ea) = 400 kg.m
Waktu penghubung yang sesungguhnya
𝐺𝐷2𝑛𝑟
𝑡𝑎𝑒 =
375 (𝑇𝑑0 − 𝑇𝑙1)
(0,232) (6000)
𝑡𝑎𝑒 =
375 (44,6 − 13,9)
𝑡𝑎𝑒 = 0,011 (𝑠)
0,12 (𝑠) < 0,3 (𝑠), baik
Tabel 3.8. Batas keausan Rem dan Kopling Elektromagnetik Plat Tunggal Kering
(Sularso, 2004)
53
Batas Keausan Permukaan
2,0 2,0 2,5 2,5 3,0 3,0 3,5 3,5
(mm)
Volume Total pada Batas
7,4 10,8 22,5 33,5 63,5 91,0 150 210
Keausan (cm3)
Bahan plat gesek paduan tembaga sinter, dari (Table 3.7) laju keausan permukaan
w = 6 × 10-7 cm3/(kg.m), dan nomor kopling 42 dari (Tabel 3.8) volume keausan
yang diizinkan adalah (dengan interpolasi):
40 − 70
𝐿3 = 91,5 + [( ) . (150 − 91) ]
41 − 40
𝐿3 = 95 cm3
START
a
1.Daya yang akan ditansmisikan = 76,69kw putaran poros motor nm = 6000 (rpm)
15. Bahan gesek
Volume kehausan yang diizinkan L3 (cm3)
5.Momen beban pada saat start Tl1 (kg/m) Momen beban setelah start Tl2 (kg/m)
18. Nomor kopling elektro magnit , Bahan gesek
Waktu penggantian bahan gesek
54
10.Kerja penghubungan yang diizinkan Ea (kg.m)
<
<
Hf
55
Baja Pegas KawatSUP
baja keras 8 x 103
Kawat piano
SW 8 x 103
Kawan distemper dengan minyak SWP 8 x 103
Kawat baja tahan karat -- 8 x 103
(SUS 27, 32, 40)
SUS 7,5 x 103
Kawat kuningan
Kawat perak nikel BsW 4 x 103
Kawat perunggu fosfor NSWS 4 x 103
Kawat tembaga berilium PBW 4,5 x 103
BeCuW 5 x 103
Diketahui :
𝑇 = 13897,81 Kg. mm
𝑛 = 4 (direncanakan)
𝑑 = 5 mm
Beban maksimun, Wl
𝑇 = (𝐷⁄2) W𝑙..............................(Sumber; Sularso 1983. Hal
315)
W𝑙 = 𝑇
(𝐷⁄2)
W𝑙 = 13897,81
20/2
W𝑙 = 1387,78 Kg
𝑐 = 𝐷⁄𝑑
𝑐=4
56
Faktro tegangan
:
𝐾
4𝑐 − 1
= 4𝑐 − 4
0,615
… … … … … … (𝑆𝑢𝑚𝑏𝑒𝑟; 𝑆𝑢𝑙𝑎𝑟𝑠𝑜 1983. 𝐻𝑎𝑙 316)
+ 𝑐
16 − 1 0,615
𝐾= +
16 − 4 4
𝐾 = 1,4
Tegangan geser, τ :
𝑟 = 𝐾 8 𝐷 W𝑙
𝜋 𝑑3
8 (20) (1387,78)
𝑟 = 1,4
𝜋 (5)3
𝑟 = 310 Kg/mm2
Bahan p egas SUP4 (Baja pegasn) dengan tegangan geser maksimum yang
diizinkan
a
kg / mm2 , Modulus G kg / mm2 (berdasarkan
65 geser 8000
tabel 3.9).
Tegangan rencana :
𝑟𝑑 = 𝑟𝑎 . 0,8
𝑟𝑑 = 65 . 0,8
𝑟𝑑 = 52 Kg/mm2
W𝑙
𝑘 =
𝛿
1389,78
𝑘 =
20
𝑘 = 69,48 Kg/mm
57
𝐺 𝑑4
𝑘 =
8𝑛 𝐷3
(8000) 54
69,48 =
8𝑛 (20)3
𝑛 = 1,1
Lendutan total :
𝛿 = 20 1,1 = 19,56
1,233
𝛿 = 19,5 mm → (18 − 20) baik
Jumlah lilitan untuk masing-masing ujung diambil 1, maka panjang padat pegas,
𝐻𝑐 = (𝑛 + 1,5) 𝑑
𝐻𝑐 = (1,1 + 1,5) 5
𝐻𝑐 = 13 mm
Tinggi pegas pada lendutan maksimum (Hl), Cl = 0,2 -0,6 mm (diambil 0,6 mm)
𝐶𝑙 = (𝐻𝑙 − 𝐻𝑐)⁄𝑛 + 1,5
0,5 = (𝐻𝑙 − 13)⁄1,1 + 1,5
𝐻𝑙 − 13 = 1,56
𝐻𝑙 = 14,56 m
58
Lendutan awal terpasang
𝛿0 = 𝐻ƒ − 𝐻𝑠
𝛿0 = 34,07 − 17,16
𝛿0 = 16,91 mm
Lendutan efektif h,
ℎ = 𝛿 − 𝛿0
ℎ = 19,5 − 16,91
ℎ = 2,59 mm
𝐻𝑙 > 𝐻𝑐
14,56 mm > 13 mm (baik)
Kelonggaran kawat pada awal terpasang antara (Cs) antara 1,0 – 2,0 mm, maka
diambil 1,6 mm
Kelonggaran kawat pada awal terpasang antara (Cl) antara 0,2 -0,6 mm, maka
diambil 0,6 mm
𝐻ƒ ⁄𝐷 < 5
1,7 < 5
Diameter kawat, 5 mm
59
Bahan pegas SUP4 ( Baja pegas ) perlakuan
panas Jumlah lilitan yang bekerja n, 1,1 lilitan
Lilitan yang mati 1 pada setiap ujung
Lendutan efektif h, 2,59 mm
Lendutan total δ, 19,5 mm
Tinggi tekan Hc, 13 mm
Beban awal terpasang W0, 1174,
a
START b
c d f
c f
d
> 14.
4. Tegangan geser : τ (kg/mm2)
<
5. Bahan pegas SUP4 (Baja pegas) Tegangan geser maksimum yang diizinkan : τa = 65 kg/mm2 Modulus geser : G = 8000 kg/mm2 Teg
15. Kelonggaran kawat pada awal terpasang : Cs = 1,5 mm Kelon
lendutan maksimum : Cl = 0,4 mm
T 16.
STOP
END
3.1.5. Bantalan
Bantalan adalah elemen mesin yang menumpu poros yang berbeban
sehingga putaran dan getaran bolak - balik dapat berputar secara halus, dan tahan
lama. Bantalan harus kokoh untuk memungkinkan poros serta elemen mesinnya
bekerja dengan baik, jika bantalan tidak berfungsi dengan baik maka prestasi
seluruh sistem akan menurun atau tidak berkerja semestinya.
61
Momen yang ditransmisikan dari poros (T) 13897,81 Kg.mm dan putaran
(n) 6000 rpm.
Untuk bantalan bola alur dalam 𝐹𝑎⁄𝐶𝑎 = 0,014 (direncanakan) dari tabel 3.11. di
bawah ini :
62
Baris
Baris ganda
tunggal
pada cincin
pada cincin
Beban putar
Beban putar
Baris Baris
E tunggal ganda
Jenis bantalan
Fa / VFr > e Fa /VFr ≤ e Fa /VFr > e
V X Y X Y X Y X0 Y0 X0 Y0
Fa /C0 =
0,014 2,30 2,30 0,19
= 0,028 1,99 1,99 0,22
Bantalan = 0,056 1,71 1,71 0,26
bola alur = 0,084 1 1,2 0,56 1,55 1 0 0,56 1,55 0,28 0,6 0,5 0,6 0,5
dalam = 0,11 1,45 1,45 0,30
= 0,17 1,31 1,31 0,34
= 0,28 1,15 1,15 0,38
= 0,42 1,04 1,04 0,42
= 0,56 1,00 1,00 0,44
Dari tabel 3.11 dapat diketahui harga beban radial Fr dengan menggunakan
persamaan:
𝐹𝑎
>𝑒
𝑣 .
𝐹𝑟
Dimana:
v = beban putar pada cincin dalam
e = 0,19
Maka:
𝐹𝑎
𝑣.𝑒
63
14,14
1 . 0,19 = 74,42 Kg
𝑃 = X . 𝐹F + 𝑌. 𝐹𝑎
Dimana:
P = beban ekivalen (kg)
Fr
= beban radial (kg)
Fa
= beban aksial (kg)
X ,Y
= harga - harga baris tunggal yang terdapat dalam
(tabel 3.12) di atas
Jika C (kg) menyatakan beban nominal dinamis spesifik dan P (kg) beban
ƒ𝑛 = ( 33,3)1/3
𝑛
33,3
ƒ𝑛 = ( 6000)1/3
ƒ𝑛 = 0,1770
Faktor umur
bantalan fh :
ƒℎ = ƒ𝑛 𝐶
𝑃
1310
ƒℎ = 0,1770
74,1927
ƒℎ = 3,1729
64
𝐿ℎ = 500 (ƒℎ)3
65
𝐿ℎ = 500 (3,1729)3
𝐿ℎ = 15972,0697 jam
START
4. faktor kecepatan : fn
Faktor umur : fh
a b
a b
5. Umur : Lh = jam
66
STOP
END
Baut dan mur merupakan alat pengikat yang sangat penting untuk
mencegah kecelakaan atau kerusakan pada mesin. Pemilihan baut dan mur sebagai
alat pengikat harus dilakukan dengan seksama untuk mendapatkan ukuran yang
sesuai. Di dalam perencanaan kopling ini. Baut dan mur berfungsi sebagai
pengikat gear box. Untuk menentukan ukuran baut dan mur, berbagai faktor harus
diperhatikan seperti sifat gaya yang bekerja pada baut, syarat kerja, kekuatan
bahan, kelas ketelitian, dan lain-lain.
67
13897,81
𝐹=
8 . 40
𝐹 = 43,43 Kg
𝑑1 4 . 43,43
≥ √ 𝜋.6
𝑑1 ≥ 9,4 mm
Dari hitungan diatas dan menurut table 3.12 d1 = 10,106 mm (pada tabel) > 9,4
mm (pada hutungan). Baut yang digunakan adalah M12.
68
W𝑑
𝑟𝑏 = 𝜋 . . 𝑘. 𝑝. 𝑧 (dimana 𝑘 = 0,84)
𝑑
1
83. ,35
𝑟𝑏 =
𝜋 . 4,917 . 0,84 .1 . 4
𝑟𝑏 = 1,6 Kg⁄mm2
Tegangan geser akar ulir baut (τb) dan tegangan geser akar ulir mur (τn) lebih kecil
dari tegangan geser yang diizinkan (τa), maka baut dan mur yang direncanakan
aman terhadap tegangan geser.
Bahan baut dan mur baja liat dengan kadar karbon 0,22 %.
Diameter nominal ulir : Baut = M 6, dan Mur = M 6, tinggi mur = 4 mm
START a
b
3. Beban rencana : Wd = kg
11. Jumlah ulir mur : z’ = mm
4. Bahan baut : baja liat 12. Tegangan geser akar ulir baut : τb = kg/mm2 Tega
Kekuatan tarik : σB = 42 kg/mm2 Faktor keamanan : Sf = 7 Tegangan geser yang
diizinkan : τa = 6 kg/mm2
6
5. Diameter inti yang diperlukan : d1 = mm
τb : τa
> 13.τn : τa
6. Pemilihan ulir standar Diameter luar : d = mm Diameter inti : d1 = mm Jarak bagi : p = mm
8. Diameter luar ulir dalam : D = mm Diameter efektif ulir dalam : D2 = mm Tinggi kaitan gigi dalam : H1 = mm
STOP
b a END
69
Gambar 3.10. Paku Keling
Karena paku keling terletak di tengah - tengah kopling plat gesek, sehingga:
𝐷1+ 𝐷2
𝑟𝑚 =
4
Dimana:
rm = Jarak paku keeling dari sumbu poros
D1 = Diameter dalam plat gesek
D2 = Diameter luar plat gesek
248 + 310
𝑟𝑚 =
4
𝑟𝑚 = 139,5 mm
70
Gaya yang bekerja pada paku keeling adalah:
𝑇
𝐹=
𝑟𝑚
dimana :
F = Gaya yang bekerja pada paku keling (kg)
T = Momen puntir yang bekerja pada poros sebesar
(13897,81 kg.mm)
rm = Jarak antara paku keling (mm)
Maka,
13897,81
𝐹=
139,5
𝐹 = 99,6 kg
99,6
𝐹′ = 24
𝐹′ = 4,15 kg
Jadi setiap paku keling menerima gaya F’ = 4,10 kg
71
37
𝜎i =
9
𝜎i = 4,11 Kg⁄mm2
𝑟gi > 𝑟g
3,2280 > 1
72
3. Gaya yang bekerja pada paku keling : F = 709,57 kg
6. Tegangan tarik : τb = 88
11. Bahan paku keling Baja St 37 Diameter paku keling : d = 4 mm Banyaknya paku keling : n =
STOP
END
3,769
1st
Perbandingan Gigi (Gear Ratio) 2,045
2nd
1,376
3rd
73
4ht 1,000
0,838
5t 4,128
h
Revers
e
Perbandingan Gigi Akhir (Final Gear Ratio) 4,875
Kecepatan 3
Rendah v 0,5 10 ms fv
3v
Kecepatan 6
Sedang v 5 20 m s fv
6v
Kecepatan 5,5
Tinggi v 20 50 m s fv
5,5 v
Seri ke-1 Seri ke-2 Seri ke-3 Seri ke-1 Seri ke-2 Seri ke-3
74
0,1 3,5
0,15 4
0,2 4,5
0,25 5
0,3 5,5
0,35 6
0,4 7
0,45 8 3,75
0,5 9
0,55 10
0,6 11
0,65 12 6,5
0,7 14
0,8 0,75 16
18
1 0,9 20
1,25 22
1,5 25
28
2 1,75 3.25 32
36
2,5 2,25 40
45
3 2,75 50
Faktor koreksi (fc) daya maksimum yang diperlukan 0,8 – 1,2 (diambil 1,2)
Maka daya yang direncanakan adalah (Pd) :
Pd = P . fc (kW)
= 76,44 . 1,12
= 89,328 kW
75
2 . 200
𝑑1 =
1 + 3,769
𝑑1 = 83,87 mm
2.𝑎.i
𝑑2 =
1+i
2 . 200 . 3,769
𝑑1 =
1 + 3,769
𝑑1 = 316,12 mm
Jumlah gigi
Y
z
DF10 0,201
11 0,226
12 0,245
13 0,261
14 0,276
15 0,289
𝑚 = 𝑑 →𝑧= 𝑑
𝑧 𝑚
𝑧1 = 𝑑1
𝑚
𝑧1 = 83,87
6
𝑧1 = 13,97 ≈ 14
𝑑2
𝑧2 =
𝑚
76
316,12
𝑧2 =
6
𝑧2 = 52,68 ≈ 53
𝑑02 = 𝑧2. 𝑚
𝑑02 = 53 . 6
𝑑02 = 318
Kelonggaran sisi 𝑐0 = 0
Kelonggaran puncak (Ck) :
𝐶𝑘 = 0,25 . 𝑚
𝐶𝑘 = 0,25 . 6
𝐶𝑘 = 1,5
77
𝑑𝑘1 = 96
𝑑𝑘2 = (𝑧2 + 2) . 𝑚
𝑑𝑘2 = (53 + 2) . 6
𝑑𝑘2 = 330
𝑑ƒ2 = (𝑧2 − 2) . 𝑚 − 2 . 𝐶𝑘
𝑑ƒ2 = (53 − 2) . 6 − 2 . 1,5
𝑑ƒ2 = 303 mm
78
102 . 89,328
𝐹𝑡 =
26,38
𝐹𝑡 = 345,39 Kg
79
𝐹′ = 𝜎𝐵2 . 𝑚 . 𝑌2 . ƒ𝑣
�
𝐹′ = 9 . 6 . 0,412 . 0,521
�
𝐹′ = 11,59 Kg/mm
�
Faktor koreksi (fc) daya maksimum yang diperlukan 0,8 – 1,2 (diambil 1,2)
Maka daya yang direncanakan adalah (Pd) :
Pd = P . fc (kW)
= 76,44 . 1,12
= 89,328 kW
2.𝑎.i
𝑑2 =
1+i
80
2 . 200 . 2,045
𝑑2 =
1 + 2,045
𝑑2 = 268,63 mm
𝑚 = 𝑑 →𝑧= 𝑑
𝑧 𝑚
𝑧1 = 𝑑1
𝑚
𝑧1 = 131,36
6
𝑧1 = 21,89 ≈ 22
𝑑2
𝑧2 =
𝑚
268,63
𝑧2 =
6
𝑧2 = 44,77 ≈ 45
𝑑02 = 𝑧2. 𝑚
𝑑02 = 45 . 6
𝑑02 = 270
81
Jarak sumbu poros (a0):
𝑑01 + 𝑑02
𝑎0 =
2
132 + 270
𝑎0 =
2
𝑎0 = 201
Kelonggaran sisi 𝑐0 = 0
Kelonggaran puncak (Ck) :
𝐶𝑘 = 0,25 . 𝑚
𝐶𝑘 = 0,25 . 6
𝐶𝑘 = 1,5
𝑑ƒ2 = (𝑧2 − 2) . 𝑚 − 2 . 𝐶𝑘
𝑑ƒ2 = (45 − 2) . 6 − 2 . 1,5
𝑑ƒ2 = 255 mm
82
𝐻 = 2 . 𝑚 + 𝐶𝑘
𝐻 = 2 . 6 + 1,5
𝐻 = 13,5 mm
𝐹′ = 𝜎𝐵2 . 𝑚 . 𝑌2 . ƒ𝑣
�
𝐹′ = 9 . 6 . 0,3994 . 0,48
�
𝐹′ = 10,35 Kg/mm
�
84
Harga minimum adalah 𝐹′ = 5,46 Kg/mm dari 𝐹′
𝑚i𝑛 𝐻
Faktor koreksi (fc) daya maksimum yang diperlukan 0,8 – 1,2 (diambil 1,2)
Maka daya yang direncanakan adalah (Pd) :
Pd = P . fc (kW)
= 76,44 . 1,12
= 89,328 kW
2.𝑎.i
𝑑2 =
1+i
2 . 200 . 1,376
𝑑2 =
1 + 1,376
𝑑2 = 231,64 mm
𝑚 = 𝑑 →𝑧= 𝑑
𝑧 𝑚
𝑧1 = 𝑑1
𝑚
85
168,35
𝑧1 =
6
𝑧1 = 28,05 ≈ 28
𝑑2
𝑧2 =
𝑚
231,64
𝑧2 =
6
𝑧2 = 38,6 ≈ 39
𝑑02 = 𝑧2. 𝑚
𝑑02 = 39 . 6
𝑑02 = 234
Kelonggaran sisi 𝑐0 = 0
Kelonggaran puncak (Ck) :
86
𝐶𝑘 = 0,25 . 𝑚
𝐶𝑘 = 0,25 . 6
𝐶𝑘 = 1,5
𝑑𝑘2 = (𝑧2 + 2) . 𝑚
𝑑𝑘2 = (39 + 2) . 6
𝑑𝑘2 = 246 mm
𝑑ƒ2 = (𝑧2 − 2) . 𝑚 − 2 . 𝐶𝑘
𝑑ƒ2 = (39 − 2) . 6 − 2 . 1,5
𝑑ƒ2 = 219 mm
87
Kecepatan keliling (v) :
𝜋 . 𝑑01 . 𝑛
𝑣 =
60 . 1000
𝜋 . 168 . 6000
𝑣 =
60 . 1000
𝑣 = 52,77 m/s
88
Tegangan lentur yang dizinkan :
S 45 C (𝜎𝑎1) = 30 Kg/mm2
FC 20 (𝜎𝑎2) = 9 Kg/mm2
Faktor tegangan kontak antara baja karbon kekerasan 200 Hb dengan besi cor
maka, KH
0,079 Kg/mm2
𝐹′ = 𝜎𝐵2 . 𝑚 . 𝑌2 . ƒ𝑣
�
𝐹′ = 9 . 6 . 0,386 . 0,43
�
𝐹′ = 8,96 Kg/mm
�
89
Faktor koreksi (fc) daya maksimum yang diperlukan 0,8 – 1,2 (diambil 1,2)
Maka daya yang direncanakan adalah (Pd) :
Pd = P . fc (kW)
= 76,44 . 1,12
= 89,328 kW
2.𝑎.i
𝑑2 =
1+i
2 . 200 . 1,376
𝑑2 =
1 + 1,376
𝑑2 = 200 mm
𝑚 = 𝑑 →𝑧= 𝑑
𝑧 𝑚
𝑧1 = 𝑑1
𝑚
𝑧1 = 200
6
𝑧1 = 33,3 ≈ 34
𝑑2
𝑧2 =
𝑚
200
𝑧2 =
6
𝑧2 = 33,3 ≈ 34
90
Perbandingan gigi (i) :
𝑧2
i =
𝑧1
34
i =
34
i =1
𝑑02 = 𝑧2. 𝑚
𝑑02 = 34 . 6
𝑑02 = 201 mm
Kelonggaran sisi 𝑐0 = 0
Kelonggaran puncak (Ck) :
𝐶𝑘 = 0,25 . 𝑚
𝐶𝑘 = 0,25 . 6
𝐶𝑘 = 1,5
91
𝑑𝑘1 = 213 mm
𝑑𝑘2 = (𝑧2 + 2) . 𝑚
𝑑𝑘2 = (34 + 2) . 6
𝑑𝑘2 = 213 mm
𝑑ƒ2 = (𝑧2 − 2) . 𝑚 − 2 . 𝐶𝑘
𝑑ƒ2 = (34 − 2) . 6 − 2 . 1,5
𝑑ƒ2 = 186 mm
92
102 . 𝑃𝑑
𝐹𝑡 =
𝑣
102 . 89,328
𝐹𝑡 =
64,08
𝐹𝑡 = 142,18 Kg
𝐹′ = 𝜎𝐵2 . 𝑚 . 𝑌2 . ƒ𝑣
�
𝐹′ = 9 . 6 . 0,371 . 0,4
�
𝐹′ = 8,01 Kg/mm
�
Faktor koreksi (fc) daya maksimum yang diperlukan 0,8 – 1,2 (diambil 1,2)
Maka daya yang direncanakan adalah (Pd) :
Pd = P . fc (kW)
= 76,44 . 1,12
= 89,328 kW
Diameter lingkaran sementara jarak bagi :
2.𝑎
𝑑1 =
1+i
94
2 . 200
𝑑1 =
1 + 0,838
𝑑1 = 217,62 mm
2.𝑎.i
𝑑2 =
1+i
2 . 200 . 0,838
𝑑2 =
1 + 0,838
𝑑2 = 182,37 mm
𝑚 = 𝑑 →𝑧= 𝑑
𝑧 𝑚
𝑧1 = 𝑑1
𝑚
𝑧1 = 217,62
6
𝑧1 = 36,27 ≈ 36
𝑑2
𝑧2 =
𝑚
182,37
𝑧2 =
6
𝑧2 = 30,395 ≈ 31
𝑑02 = 𝑧2. 𝑚
𝑑02 = 31 . 6
𝑑02 = 186 mm
Kelonggaran sisi 𝑐0 = 0
Kelonggaran puncak (Ck) :
𝐶𝑘 = 0,25 . 𝑚
𝐶𝑘 = 0,25 . 6
𝐶𝑘 = 1,5
𝑑𝑘2 = (𝑧2 + 2) . 𝑚
𝑑𝑘2 = (31 + 2) . 6
𝑑𝑘2 = 198 mm
Diameter kaki (𝑑ƒ )
𝑑ƒ1 = (𝑧1 − 2) . 𝑚 − 2 . 𝐶𝑘
𝑑ƒ1 = (36 − 2) . 6 − 2 . 1,5
𝑑ƒ1 = 201 mm
𝑑ƒ2 = (𝑧2 − 2) . 𝑚 − 2 . 𝐶𝑘
96
𝑑ƒ2 = (31 − 2) . 6 − 2 . 1,5
𝑑ƒ2 = 171 mm
97
5,5
ƒ𝑣 =
5,5 + √𝑣
5,5
ƒ𝑣 =
5,5 + √59,74
ƒ𝑣 = 0,39
𝐹′ = 𝜎𝐵2 . 𝑚 . 𝑌2 . ƒ𝑣
�
𝐹′ = 9 . 6 . 0,361 . 0,39
�
𝐹′ = 8 Kg/mm
�
Beban permukaan yang diizinkan persatuan lebar :
𝐹′ = ƒ . 𝑘 . 2 . 𝑧2
.
𝑑
𝐻 𝑣 𝐻 01
𝑧1 + 𝑧2
98
2 . 31
𝐹′ = 0,39 . 0,079 . 168 .
𝐻
37 + 31
𝐹′ = 4,71 Kg/mm
�
Faktor koreksi (fc) daya maksimum yang diperlukan 0,8 – 1,2 (diambil 1,2)
Maka daya yang direncanakan adalah (Pd) :
Pd = P . fc (kW)
= 76,44 . 1,12
= 89,328 kW
2.𝑎.i
𝑑2 =
1+i
2 . 200 . 4,128
𝑑2 =
1 + 4,128
𝑑2 = 321,99 mm
99
𝑑 𝑑
𝑚 = →𝑧=
𝑧 𝑚
𝑑1
𝑧1 =
𝑚
78
𝑧1 =
6
𝑧1 = 13
𝑑2
𝑧2 =
𝑚
321,99
𝑧2 =
6
𝑧2 = 53,66 ≈ 54
𝑑02 = 𝑧2. 𝑚
𝑑02 = 54 . 6
𝑑02 = 324 mm
100
𝑎0 = 201 mm
Kelonggaran sisi 𝑐0 = 0
Kelonggaran puncak (Ck) :
𝐶𝑘 = 0,25 . 𝑚
𝐶𝑘 = 0,25 . 6
𝐶𝑘 = 1,5
𝑑𝑘2 = (𝑧2 + 2) . 𝑚
𝑑𝑘2 = (54 + 2) . 6
𝑑𝑘2 = 336 mm
𝑑ƒ2 = (54 − 2) . 𝑚 − 2 . 𝐶𝑘
𝑑ƒ2 = (31 − 2) . 6 − 2 . 1,5
𝑑ƒ2 = 309 mm
101
Faktor bentuk gigi (Y):
dari table 3.14
𝑧1 = 13 → 𝑌1 = 0,261
𝑧2 = 54 → 𝑌2 = 0,413 (Intepolasi)
102
Kekuatan Tarik (𝜎𝐵2) = 20 Kg/mm2
Kekerasan permukaan gigi (𝐻𝐵2) = 170 (rata-rata)
𝐹′ = 𝜎𝐵2 . 𝑚 . 𝑌2 . ƒ𝑣
�
𝐹′ = 9 . 6 . 0,413 . 0,2
�
𝐹′ = 4,46 Kg/mm
�
a
START
103
13. Bahan masing - masing gigi Kekuatan tarik : σB1, σB2 (kg/mm2) K
5 2. Faktor koreksi fc
3. Daya rencana Pd (kW) 14. Tegangan lentur yang diizinkan : σa1, σa2 (kg/mm2)
Faktor tegangan kontak : kH (kg/mm2)
15. Beban lentur yang diizinkan persatuan lebar : F’b1, F’b2 (kg/mm)
Beban permukaan yg diizinkan persatuan lebar : F’H (kg/mm)
Harga minimum : F’H = F’min (kg/mm)
5. Modul pahat : m
9. Diameter kepala : dk1, dk2 (mm) Diameter kaki : df1, df2 (mm) Kedalaman pemotongan : HE(mm)
ND
104
Gambar. 3.8 Bantalan gelinding
Momen yang ditransmisikan dari poros (T) 13897,81 Kg.mm dan putaran
(n) 6000 rpm.
105
Kapasitas nominal dinamis spesifik, C = 1310 Kg
Kapasitas nominal statis spesifik, C0 = 1010 Kg
Untuk bantalan bola alur dalam 𝐹𝑎⁄𝐶𝑎 = 0,014 (direncanakan) dari tabel 3.11. di
bawah ini :
Baris
Baris ganda
tunggal
pada cincin
pada cincin
Beban putar
Beban putar
Baris Baris
E tunggal ganda
Jenis bantalan Fa / VFr > e Fa /VFr ≤ e Fa /VFr > e
V X Y X Y X Y X0 Y0 X0 Y0
Fa /C0 =
0,014
2,30 2,30 0,19
= 0,028
1,99 1,99 0,22
Bantalan = 0,056 1,71 1,71 0,26
bola alur = 0,084 1 1,2 0,56 1,55 1 0 0,56 1,55 0,28 0,6 0,5 0,6 0,5
= 0,11 1,45 1,45 0,30
dalam = 0,17 1,31 1,31 0,34
= 0,28 1,15 1,15 0,38
= 0,42 1,04 1,04 0,42
= 0,56 1,00 1,00 0,44
Bantalan α = 20o 0,43 1,00 1,09 0,70 1,63 0,57 0,42 0,84
= 25o 0,41 0,87 0,92 0,67 1,41 0,68 0,38 0,76
bola = 30o 1 1,2 0,39 0,76 1 0,78 0,63 1,24 0,80 0,5 0,33 1 0,66
sudut = 35o 0,37 0,66 0,66 0,60 1,07 0,95 0,29 0,58
= 40o 0,35 0,57 0,55 0,57 0,93 1,14 0,26 0,52
106
Dari tabel 3.11 dapat diketahui harga beban radial Fr dengan menggunakan
persamaan:
𝐹𝑎
>𝑒
𝑣 .
𝐹𝑟
Dimana:
v = beban putar pada cincin dalam
e = 0,19
Maka:
𝐹𝑎
𝑣.𝑒
14,12
= 74,42 Kg
1 . 0,19
𝑃 = X . 𝐹F + 𝑌. 𝐹𝑎
Dimana:
P = beban ekivalen (kg)
Fr = beban radial (kg)
Fa
= beban aksial (kg)
X,
= harga - harga baris tunggal yang terdapat dalam
Y
(tabel 3.12) di atas
ƒ𝑛 = ( 33,3)1/3
𝑛
33,3
ƒ𝑛 = ( 6000)1/3
ƒ𝑛 = 0,1770
107
Faktor umur
bantalan fh :
ƒℎ = ƒ𝑛 𝐶
𝑃
1310
ƒℎ = 0,1770
74,1927
ƒℎ = 3,1729
𝐿ℎ = 500 (ƒℎ)3
𝐿ℎ = 500 (3,1729)3
𝐿ℎ = 15972,0697 jam
a b
a b
4. faktor kecepatan : fn
Faktor umur : fh
108
5. Umur : Lh = jam
STOP
END
Baut dan mur merupakan alat pengikat yang sangat penting untuk
mencegah kecelakaan atau kerusakan pada mesin. Pemilihan baut dan mur sebagai
alat pengikat harus dilakukan dengan seksama untuk mendapatkan ukuran yang
sesuai. Di dalam perencanaan kopling ini. Baut dan mur berfungsi sebagai
pengikat gear box. Untuk menentukan ukuran baut dan mur, berbagai faktor harus
diperhatikan seperti sifat gaya yang bekerja pada baut, syarat kerja, kekuatan
bahan, kelas ketelitian, dan lain-lain.
109
Diameter jarak lingkaran baut,r : 168 mm
Bahan mur dipakai baja liat dengan kadar karbon 0,22 %, dengan tegangan geser
yang diizinkan 6 Kg/mm2.
𝑑1 4 . 6,89
≥ √ 𝜋.6
𝑑1 ≥ 2,92 mm
Dari hitungan diatas dan menurut table 3.12 d1 = 4,917 mm (pada tabel) > 2,219
mm (pada hutungan). Maka pemilihan ulir standar adalah M6.
Ulir dalam
Ulir Diameter Diameter Diameter
Jarak Tinggi luar D efektif D2 dalam D1
bagi kaitan
p H1 Ulir luar
1 2 3 Diameter Diameter Diameter
luar d efektif d2 inti d1
M6 1 0,541 6,000 5,350 4,917
M7 1 0,541 7,000 6,350 5,917
M8 1,25 0,677 8,000 7,188 6,647
M9 1,25 0,677 9,000 8,188 7,647
M 10 1,5 0,812 10,000 9,026 8,376
M 11 1,5 0,812 11,000 10,026 9,376
110
M 12 1,75 0,947 12,000 10,863 10,106
M 14 2 1,083 14,000 12,701 11,835
M 16 2 1,083 16,000 14,701 13,835
M 18 2,5 1,353 18,000 16,376 15,294
M 20 2,5 1,353 20,000 18,376 17,294
M 22 2,5 1,353 22,000 20,376 19,294
M 24 3 1,624 24,000 22,051 20,752
M 27 3 1,624 27,000 25,051 23,752
M 30 3,5 1,894 30,000 27,727 26,211
M 33 3,5 1,894 33,000 30,727 29,211
M 36 4 2,165 36,000 34,402 31,670
M 39 4 2,165 39,000 36,402 34,670
Dari hitungan diatas dan menurut table 3.12 d1 = 4,917 mm (pada tabel) > 4,4 mm
(pada hitungan).
START a
b
111
3. Beban rencana : Wd = kg
11. Jumlah ulir mur : z’ = mm
4. Bahan baut : baja liat 12. Tegangan geser akar ulir baut : τb = kg/mm2 Tega
Kekuatan tarik : σB = 42 kg/mm2 Faktor keamanan : Sf = 7 Tegangan geser yang
diizinkan : τ = 6 kg/mm2
τb : τa
> 13.τn : τa
6. Pemilihan ulir standar Diameter luar : d = mm Diameter inti : d1 = mm Jarak bagi : p = mm
8. Diameter luar ulir dalam : D = mm Diameter efektif ulir dalam : D2 = mm Tinggi kaitan gigi dalam : H1 = mm
STOP
b a END
112
BAB 4
PERAWATAN
112
Sedangkan luas penampang yang mengeluarkan gesekan adalah :
𝑍 . 𝜋 . (𝐷2 − 𝑑2)
𝐴g =
4
Dimana :
Jumlah gigi terkecil (Z) adalah 13 buah
Diameter luar (nomor bantalan) adalah 68 mm
Diameter dalam (nomor bantalan) adalah 40 mm
𝐴g =
13 . 𝜋 . (682 − 402)
4
𝐴g = 30875,57 mm2
Kecepatan Keliling
𝜋.𝐷.
𝑉𝑡 =
𝑛 60
𝜋 . 0.042 . 6000
𝑉𝑡 =
60
𝑉𝑡 = 13,19 m⁄s
113
∆𝑇 = 40,16
114
Dinggap Temperatur Kamar, 𝑇∞ = 27 maka temperature kerja adalah:
𝑇𝑘 = 𝑇∞ + ∆𝑇
𝑇𝑘 = 67,16
4.2.2. Pelumasan
Permukaan roda gigi berguna untuk melunasi bagian permukaan yang saling
bergerak atau bergesekan agar keausan dapat dicegah / dikurangi dan juga
berguna sebagai pendingin.
Dimana :
𝜌60 = berat jenis minyak pelumas pada 60 oC, dipilih oli gear = 0,9135
Tk = Temperatur Kerja dalam Farenheit
115
𝑇 = 67,16 + 32
𝑇 = 99,16 E
Maka:
𝜌 = 0,9135 − 0,000365 (99,16 − 60)
𝜌 = 35,67
Viskositas pelumas :
𝑍 = 𝜌 . 0,22 . 𝑆𝑈𝑆 − 80
120
Bulan 1 6 12 18 24 30 36 42 48 54 60
Pembacaan Odomet x 1000km 1 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
No. Bagian yang Disesrvis KODE SERVIS BERKALA
1 Pedal kopling P P P P P P P P P P P
2 Pedal rem & fungsi rem P P P P P P P P P P P
3 Kanvas & tromol rem - P P P P P P P P P P
5 Minyak rem P P P P G P P P G P P
6 Minyak kopling P P P P G P P P G P P
7 Pipa & saluran minyak - - P - P - P - P - P
8 Minyak power steering P P P P P P P P P P P
9 Side slip - - P - P - P - P - P
10 Ball joint & penutup debu - P P P P P P P P P P
11 Oli gigi differensial - - P - G - P - G - P
12 Oli transmisi manual - - P - G - P - G - P
Minyak transmisi
13 - - - - P - - - G - -
otomatis
Suspensi depan &
14 P - P - P - P - P - P
belekang
15 Kekecangan mur & baut K K K K K K K K K K K
16 Saringan bahan bakar - - - - - - - - G - -
17 Saringan pembersih udara - P P P G P P P G P P
18 Semiua tali kipas P - P - P - P - P - P
19 Oli mesin P G G G G G G G G G G
117
20 Saringan oli mesin - G G G G G G G G G G
Slang & persambungan
21 P - - - P - - - P - P
sistem pendingin, heater
22 Cairan pendingin mesin P P P P G P P P G P P
23 Pipa –pipa gas buang P - P - P - P - P - P
Keterangan : G = Ganti atau tukar, P = Periksa dan perbaiki atau bila perlu
ganti
K = kencangkan pada momen yang ditentukan, ( - ) = tidak ada instruksi servis
118
BAB 5
KESIMPULAN
5.1. Kopling
Dari perhitungan rancangan Kopling NEW AVANZA 1.5 dapat diambil
kesimpulan :
1. Perhitungan Poros
Moment Torsi (T) = 13897 Kg mm
Bahan Poros = S45C-D
Diameter Poros = 42 mm
4. Perhitungan Pegas
Bahan Pegas Matahari dan Pegas Matahari = SUS 316 WPA
Panjang Pegas Maksimum = 34,07 mm
Jari-jari plat pegas = 10 mm
5. Perhitungan Bantalan
Bahan Bantalan = FC45C-D
Beban dinamis spesifikasi = 1310 Kg
119
Diameter Luar = 68 mm
Diameter dalam (d) = 40 mm
Lebar bantalan = 15 mm
6. Perhitungan Baut
Bahan Baut = S50C-D
Diameter inti Baut = 4,4 mm
Jarak Bagi (p) = 1 mm
Tegangan Geser Ijin = 3 Kg/mm 2
Tegangan Tarik = 1,47 Kg/mm 2
120
Diameter lingkaran jarak bagi ( d01 ) = 132 mm
Diameter kepala ( dk1 ) = 282 mm
Diameter kaki ( df1 ) = 117 mm
Beban permukaan diizinkan ( F’H ) = 9 kg/mm
121
Jumlaah gigi ( z1 ) = 13
Diameter lingkaran jarak bagi ( d01 ) = 78 mm
Diameter kepala ( dk1 ) = 90 mm
Diameter kaki ( df1 ) = 63 mm
Beban permukaan diizinkan ( F’H ) = 9 kg/mm
7. Perhitungan Bantalan
Diameter bantalan ( D ) = 40 mm
Lebar bantalan ( B ) = 15 mm
Beban ekivalen dinamis bantalan ( P ) = 74,19kg
Umur nominal bantalan ( Lh ) = 15792 jam
122
DAFTAR PUSTAKA
Ir. Sularso, MSME dan Kyokatsu Suga, 1983, Dasar Perencanaan dan Pemilihan
Elemen Mesin, P.T. Pradya Paramitha Jakarta.
Ir. Jack Stolk dan Ir. C. Kros, 1993, Elemen Mesin ( Elemen Kostruksi Bangunan
Mesin ), PENERBIT Erlangga, Jakarta Pusat.
https://www.teknik-otomotif.com/2016/11/cara-kerja-transmisi-manual
kecepatan.html
122