Anda di halaman 1dari 11

Mayza Ariella N – 1B (Hubungan Internasional)

2310631260008

RANGKUMAN PKN
1. Sejarah Pancasila
Pancasila merupakan pandangan hidup, kesadaran cita-cita moral yang
meliputi kejiwaan yang mengajarkan bahwa hidup manusia akan mencapai
kebahagiaan jika dapat dikembangkan keselarasan dan keseimbangan yang baik
dalam hidup manusia sebagai jati diri dan jiwa kepribadian bangsa Indonesia.
Pancasila telah dikenal sejak zaman Majapahit pada abad XIV, yaitu terdapat dalam
buku karangan Empu Panca yang berjudul Negara Kertagama dan dalam buku
Sutasoma karangan Empu Tantular. Istilah Pancasila yang terdapat dalam buku
Sutasoma dan buku Negara Kertagama dimaknai sebagai lima kaidah tingkah laku
utama bagi pemeluk agama Budha, yaitu tidak boleh membunuh, tidak berzina, tidak
mencuri, tidak mabuk-mabukan dan tidak berbohong. Pengamalan ajaran Pancasila
dengan baik dan benar merupakan sebuah kewajiban yang harus dilakukan bagi
pemeluk agama Budha.
Eksistensi Pancasila sebagai dasar negara termuat dalam Pasal 1 ayat 2 UUD
1945 yang menjelaskan hubungan Pancasila tepatnya sila ketiga dengan bentuk
negara yang dianut oleh Indonesia sebagai negara kesatuan. Pancasila memang pada
dasarnya tidak dapat dipisahkan dari situasi menjelang lahirnya negara Indonesia yang
merdeka. Setelah mengalami pergulatan pemikiran, pendiri bangsa akhirnya sepakat
dengan lima pasal yang kemudian dijadikan sebagai landasan hidup dalam berbangsa
dan bernegara.
Pancasila dirumuskan dengan pemikiran yang berbeda-beda oleh para
perumusnya dimasa lalu, sempat mengalami beberapa perubahan dari waktu ke waktu
hingga mencapai rumusan yang sah secara konstitusional. Salah satu tokoh penting
yang berjasa dalam perumusan Pancasila adalah Mohammad Yamin. selain
merumuskan dasar negara beliau juga berperan penting dalam pembentukan Piagam
Jakarta sebagai ruh Undang-Undang Dasar 1945. Piagam Jakarta yang dibuat lahir
dari prakarsa panitia kecil yang berjumlah 9 orang. Yamin memberi hasil rumusan
dalam bentuk rancangan pembukaan hukum dasar yang diberi dengan nama Jakarta
Charter atau biasa disebut Piagam Jakarta yang akan berkembang menjadi Undang-
undang Dasar 1945 yang didalamnya termuat mengenai Pancasila.
Mohammad Yamin lahir di Sawah Lunto (Sumatra) pada tanggal 22 Agustus
1903. Beliau merupakan putra dari Utsman Baginda Khatib dan Sa’adah. Pendidikan
yang ditempuh Muhammad Yamin di sekolah melayu atau sekolah dasar Bumi Putra
Angka II. Setelah tamat dari sekolah dasar Bumi Putra Angka beliau melajutkan
pembelajaran ke Hollandsch Inlandsche School atau disingkat dengan HIS. Pada
tahun 1927 Mohammad Yamin menamatkan pelajarannya di AMS, selanjutnya beliau
memasuki Sekolah Tinggi Hukum Rechts Hooge School atau RHS. Sekolah Tinggi
Hukum ini Muhammad Yamin menamatkan studinya tepat pada waktunya yaitu
selama lima tahun. Selama mengenyam pendidikan, kegiatan Yamin dalam dunia
politik mulai terlihat dari keterlibatan beliau menjadi anggota PPPI, Kongres Pemuda,
Perkumpulan Indonesia Muda dan Partai Indonesia. Latar belakang pendidikan inilah
yang menjadi dasar untuk lahirnya berbagai gagasan-gagasan pemikiran Mohammad
Yamin.
Kondisi sebelum terbentuknya konsep Pancasila berawal pada masa
kependudukan Jepang, Yamin terpilih menjadi pejabat tinggi bangsa Indonesia yang
bertugas sebagai penasehat Badan Pemerintahan Militer Jepang. Selanjutnya Yamin
berperan penting dalam pembentukan dasar Negara, selain itu ada dua tokoh lain yaitu
Supomo dan Soekarno sebagai Badan Penyelidik Usaha-Usaha Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI) yang dibentuk oleh pemerintah Jepang. Dalam sidang BPUPKI
tersebut yamin sebagai pembicara pertama yang mengemukakan dasar Negara
Indonesia.
Konsep Pancasila dalam pemikiran Mohammad Yamin meliputi peri
kebangsaan, peri kemanusiaan, peri ketuhanan, peri kerakyatan, dan kesejahteraan
rakyat.8 Gagasan tersebut termuat dalam pidato yang diucapkan pada tanggal 29 Mei
1945 yang dilengkapi dengan melampirkan suatu rancangan sementara Undang-
Undang Dasar Republik Indonesia yang dirumuskannya:
Habislah pembicaraan tentang azas kemanusiaan, kebangsaan, kesejahteraan,
dan dasar yang tiga, yang diberkati kerahmatan Tuhan, yang semuanya akan
menjadi tiang negara keselamatan yang akan dibentuk. Dengan ini saja
mempersembahkan kepada sidang lampiran suatu rancangan sementara berisi
perumusan Undang-undang dasar Republik Indonesia.
Naskah rancangan Undang-undang dasar yang disampaikan Mohammad
Yamin berisikan lima dasar negara yakni ketuhanan yang maha esa, kebangsaan
persatuan Indonesia, rasa kemanusiaan yang adil dan beradab, kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksaan dalam permusyawaratan perwakilan, dan keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Yamin menyatakan bahwa kelima sila itu
dirumuskan berakar dari sejarah, peradaban, agama dan hidup ketatanegaraan yang
telah berkembang. Implementasi konsep Pancasila dalam Pemikiran Mohammad
Yamin merupakan perwujudan dari setiap sila Pancasila yang diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari sebagai ideologi bangsa Indonesia. Oleh karena itu proses
integrasi nilai-nilai Pancasila dalam masyarakat menjadi hal yang penting sebagai
langkah dalam membangun bangsa Indonesia yang lebik baik agar tercipta suasana
yang harmonis.

2. Pancasila Era Pra Kemerdekaan


Asal mula Pancasila secara budaya, Menurut Sunoto (1984) melalui kajian
filsafat Pancasila, menyatakan bahwa unsur-unsur Pancasila berasal dari bangsa
Indonesia sendiri, walaupun secara formal Pancasila baru menjadi dasar Negara
Republik Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945, namun jauh sebelum tanggal
tersebut bangsa Indonesia telah memiliki unsur-unsur Pancasila dan bahkan
melaksanakan di dalam kehidupan merdeka. Sejarah bangsa Indonesia memberikan
bukti yang dapat kita cari dalam berbagai adat istiadat, tulisan, bahasa, kesenian,
kepercayaan, agama dan kebudayaan pada umumnya. (Sunoto, 1984: 1). Dengan rinci
Sunoto menunjukkan fakta historis, diantaranya adalah :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa : bahwa di Indonesia tidak pernah ada putus-putusnya
orang percaya kepada Tuhan.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab : bahwa bangsa Indonesia terkenal ramah
tamah, sopan santun, lemah lembut dengan sesama manusia.
3. Persatuan Indonesia : bahwa bangsa Indonesia dengan ciri-cirinya guyub, rukun,
bersatu, dan kekeluargaan.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan : bahwa unsur-unsur demokrasi sudah ada dalam
masyarakat kita.
5. Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia : bahwa bangsa Indonesia dalam
menunaikan tugas hidupnya terkenal lebih bersifat social dan berlaku adil
terhadap sesama.
Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia, ditetapkan pada tanggal 18
Agustus 1945 sebagai dasar negara, maka nilai-nilai kehidupan berbangsa, bernegara
dan berpemerintahan sejak saat itu haruslah berdasarkan pada Pancasila, namun pada
kenyataannya, nilai-nilai yang ada dalam Pancasila telah dipraktekkan oleh nenek
moyang bangsa Indonesia dan kita praktekkan hingga sekarang. Hal ini berarti bahwa
semua nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila telah ada dalam kehidupan rakyat
Indonesia sejak zaman nenek moyang.Pada tanggal 22 Juni 1945, Panitia Sembilan
berhasil merumuskan Rancangan pembukaan Hukum Dasar, yang oleh Mr. M. Yamin
dinamakan Jakarta Charter atau Piagam Jakarta. Di dalam rancangan pembukaan
alinea keempat terdapat rumusan Pancasila yang tata urutannya tersusun secara
sistematis:
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-
pemeluknya
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Selain itu, dalam piagam Jakarta pada alenia ketiga juga memuat rumusan teks
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang pertama berbunyi “Atas berkat rahmat
Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya
berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini menyatakan
kemerdekaannya”.Kalimat ini merupakan cetusan hati nurani bangsa Indonesia yang
diungkapkan sebelum Proklamasi kemerdekaan, sehingga dapat disebut sebagai
declaration of Indonesian Independence.

3. Pancasila Era Kemerdekaan


Dijatuhkannya bom atom di kota Hiroshima oleh Amerika Serikat pada
tanggal 6 Agustus 1945 yang mulai menurunkan moral semangat tentara Jepang.
Sehari kemudian BPUPKI berganti nama menjadi PPKI menegaskan keinginan
dan tujuan mencapai kemerdekaan Indonesia.
Kemudian dijatuhkan di Nagasaki bom atom yang ke dua, dengan begitu
membuat Jepang menyerah kepada Amerika dan sekutunya. Dengan adanya
Peristiwa ini dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamasikan
kemerdekaannya, untuk merealisasikan tekad tersebut, maka pada tanggal 16
Agustus 1945 terjadi perundingan antara golongan muda dan golongan tua dalam
penyusunan teks proklamasi yang berlangsung singkat, mulai pukul 02.00-04.00
dini hari. Teks proklamasi sendiri disusun oleh Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta dan
Mr. Ahmad Soebardjo di ruang makan Laksamana Tadashi Maeda tepatnya di
jalan Imam Bonjol No 1. Konsepnya sendiri ditulis oleh Ir. Soekarno. Sukarni
(dari golongan muda) mengusulkan agar yang menandatangani teks proklamasi
itu adalah Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia.
Kemudian teks proklamasi Indonesia tersebut diketik oleh Sayuti Melik. Isi
Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 sesuai dengan semangat yang
tertuang dalam Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945.

4. Pancasila Era Orde Lama


Masa orde lama terjadi selama 20 tahun lamanya, dimulai sejak
proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945 hingga berakhir di tahun
1966. Orde lama terjadi pada tiga periode berbeda yaitu periode 1945-1950,
periode 1950- 1959, serta periode 1959-1966.
Di tahun 1945-1950, Indonesia sebagai negara peralihan dari bangsa
terjajah menjadi bangsa yang merdeka menjalani proses adaptasi penerapan
ideologi bangsa, yaitu Pancasila. Beberapa masyarakat ada yang setuju dan
sebagian merasa keberatan.
Kemudian di tahun 1950-1959, sistem demokrasi berhasil diterapkan
melalui pemilu 1955 yang dilakukan untuk memilih anggota konstituante. Akan
tetapi, para anggota yang terpilih tidak dapat menyusun UUD seperti yang
diharapkan. Sehingga, pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno
mengeluarkan Dekrit Presiden 1959 untuk membubarkan konstituante dan
membatalkan UUDS 1950 menjadi UUD 1945.
Pada periode 1959-1966, Soekarno selaku presiden mengubah sistem
pemerintahan menjadi sistem Demokrasi Terpimpin. Selain itu, presiden
memperluas peran militer dalam unsur politik dengan menggabungkan POLRI
dan TNI menjadi ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia).
Pada masa orde lama Terdapat dua pandangan besar terhadap Dasar Negara
yang berpengaruh terhadap munculnya Dekrit Presiden. Pandangan tersebut yaitu
mereka yang memenuhi “anjuran” Presiden/ Pemerintah untuk “kembali ke
Undang-Undang Dasar 1945” atas kejadian tersebut menyebabkan Presiden
Soekarno turun tangan dengan sebuah Dekrit Presiden yang disetujui oleh
kabinet pada tanggal 3 Juli 1959, yang kemudian dirumuskan di Istana Bogor
pada tanggal 4 Juli 1959 dan diumumkan secara resmi oleh presiden pada tanggal
5 Juli 1959 pukul 17.00 di depan Istana Merdeka. Dekrit Presiden tersebut berisi:
1. Pembubaran konstituante
2. Undang-Undang Dasar 1945 kembali berlaku
3. Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara.

5. Pancasila Era Orde Baru

Masa Orde Baru merupakan tatanan kekuasaan yang berada di bawah


kepemimpinan Presiden Suharto. Era tersebut berlangsung selama 32 tahun,
menggantikan masa Order Lama. Pada era Orde Baru, segala bentuk kehidupan
masyarakat Indonesia mengalami kemajuan, seperti inflasi menurun dan mata
uang nasional yang stabil. Awalnya masa ini untuk menata kembali kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD
1945.

Namun, pemerintahan tersebut dinilai tidak konsisten dalam


melaksanakan cita- cita awal Orde Baru. Selama 32 tahun memimpin, ternyata
Presiden Suharto justru mementingkan kelompok-kelompok tertentu saja, Sebab
terjadinya perubahan masyarakat pada masa Orde Baru karena masyarakat mulai
merasa kesulitan mendapatkan kebutuhan pokok. Retaknya kekuasaan Orde
baru Pada tahun 1997, Indonesia mengalami krisis moneter yang dipicu nilai
tukar bath terhadap dolar Amerika. Hal tersebut kemudian menular hingga
seluruh kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Setelah itu, pemerintahan
Orde Baru mulai retak. Hal ini disebabkan dari penerapan sistem sentralistik dan
militeristik. Dimana pemerintah mengabaikan kemampuan unsur masyarakat
dan bangsa. Hal tersebut membuat perilaku yang tidak wajar di bidang politik,
ekonomi, sosial, dan budaya di masyarakat. Sementara hubungan bertumpu pada
presiden dan menimbulkan penilaian bahwa presiden merupakan cerminan dari
sistem itu sendiri.

6. Pancasila Era Reformasi


Gerakan reformasi terjadi atas tuntutan rakyat kepada pemerintah.
Ketidakadilan terjadi di berbagai bidang, seperti politik, hukum, dan ekonomi.
Reformasi merupakan suatu perubahan tatanan kehidupan lama dengan
kehidupan baru dan secara hukum menuju ke arah yang baik. Pola kehidupan
masyarakat ikut berubah seiring berubahnya pola pemerintahan dari Orde Baru
ke masa reformasi. Perubahan ini terjadi dalam berbagai bidang antara lain
dalam kehidupan politik, ekonomi, dan sosial budaya. Terdapat beberapa sebab
dan akibat terjadinya perubahan masyarakat Indonesia pada masa Orde Baru
hingga masa Reformasi, yaitu:
1. Pembangunan tidak merata
Pada masa Orde Baru, pemerintah memfokuskan pembangunan di Pulau
Jawa dan tidak memperhatikan wilayah-wilayah yang lainnya. Hal tersebut
mengakibatkan, beberapa daerah di luar Jawa tetap merasakan kemiskinan.
Padahal mereka juga turut menyumbang devisa lebih besar untuk negara,
seperti Kalimantan, Riau, dan Papua.
2. Politik di dominasi Golkar
Di era Orde Baru, terjadi enam kali pemilihan umum yang selalu
dimenangkan oleh partai Golongan Karya. Hal ini karena semua elemen
pemerintahan (pegawai negeri) diharuskan untuk memilih partai tersebut.

7. Pancasila Era Pasca Reformasi


Pancasila Pascareformasi me- narik untuk ditinjau dan dilihat kembali.
Pancasila merupakan bagi- an dari jati diri dan identitas bangsa Indonesia. Membahas
tentang Indo- nesia tidak dapat lepas dari Panca- sila. Berbagai bentuk sendi-sendi
kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia apabila hendak dikaji lebih jauh
selalu berkaitan dengan ideologi dan cita-cita bangsa- nya. Pancasila memiliki peran
pen- ting dalam proses pembentukan negara bangsa. Keberadaan Pancasila di
Indonesia tidak hanya sebatas ideologi dalam pengertian keyakinan politik tetapi
Pancasila memiliki dimensi yang majemuk. Pancasila era Pascareformasi dapat
dilihat dari aspek pemahaman dan pemaknaan yang berkembang di masyarakat.
Pemahaman dan pemaknaan Panca- sila muncul dan berkembang sesuai konteks
zamannya. Dalam aspek sejarah, Pancasila diletakkan sebagai dasar negara Indonesia
merdeka memiliki kedudukan yang jelas dan konkret dalam kehidupan kenega- raan.
Pada era Pascareformasi, Pan- casila dianggap kurang memiliki peran dan fungsinya,
pemahaman dan pemaknaan tentang peran dan fungsi Pancasila yang kurang memi-
liki manfaat yang besar banyak disampaikan oleh para kelompok akademisi yang
menolak keberadaan Pancasila dalam ruang publik dan akademik.
Pancasila dianggap hadir dalam ruang hampa karena minat terhadap Pancasila
mulai melemah dengan adanya berbagai dinamika politik yang berkembang di
Indonesia lebih mengarah pada politik kekuasaan bukan politik kebangsaan. Pancasila
Pascareformasi lebih banyak menjadi “alat permainan” politik yang dila- kukan oleh
para elit politik. Pancasila pernah ditafsirkan oleh MPR RI sebagai “pilar”. Tafsir
sesat atas Pancasila ini banyak diikuti oleh kalangan akademisi yang tidak kritis dan
mengikuti model pemahaman dan pemaknaan yang dilakukan oleh MPR RI melalui
program 4 Pilarnya (Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika).
Pancasila juga pernah dianggap hanya sekedar alat penguasa untuk “menggebug” para
lawan politiknya. Pemahaman dan pemaknaan yang dikembangkan dalam versi ini
lebih menekankan penafsiran Pancasila sebagai fungsi politik kekuasaan. Dalam
perkemba- ngan, Pancasila juga dimaknai oleh sebagian kelompok produk rezim orde
baru yang telah usang dan tidak perlu diajarkan atau dipakai lagi. Pancasila
Pascareformasi menunjuk- kan fenomena dan dinamika bahwa Pancasila hanya
sekedar dianggap sebagai ideologi politik penguasa bukan menjadi dasarnya suatu
negara dan pedoman berbangsa dan berne- gara. Ragamnya penafsiran yang
dilakukan oleh elit politik dalam memaknai dan memahami Pancasila memunculkan
dampak terkait dengan posisi dan peran Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara itu seperti apa.
Pemahaman Pancasila semakin kabur karena tidak ditemui rohnya.
Pemahaman Pancasila yang kabur karena Pancasila dianggap berdiri sendiri dan tidak
dikaitkan dengan landasan dan proses berdirinya negara. Negara diperlukan karena
bertitik tolak dari watak dan hakikat manusia membutuhkan kehadiran negara
(Rothbard, 2018:ix). Kehadir- an negara sebagai bentuk memba- ngun dan membina
peradaban manu- sia. Kaburnya pemahaman tentang Pancasila karena roh dari
Pancasila sebagai konstruksi berbangsa dan bernegara tidak ditemui dalam dia-
lektika membangun negara di kala- ngan para penafsir dan pengkaji Pancasila yang
berkembang saat ini. Problem dasar yang dapat ditangkap dari persoalan kaburnya
pemahaman Pancasila karena mentalitas yang dibangun para elit bukan lagi pada
upaya mengutamakan keselamatan bangsa dan negara tetapi lebih pada hasrat
kekuasaan semata. Koentjara ningrat menggambarkan karakteristik mental Indonesia
sangat kompleks. Ia membuat tiga kategori karakteris- tik mental Indonesia yang
berkem- bang yaitu: 1). karakteristik mental orang lokal Indonesia (indigenous),
karakteristik mental ini tumbuh dan berkembang sejak berabad-abad lamanya
bersamaan dengan perkem- bangan etnik budaya bangsa Indo- nesia yang beragam,
2). Karakteristik mental orang Indonesia yang ber- kembang pada masa periode
kolonial, karakteristik mental yang berkembang pada periode kolonial bersamaan
dengan dominasi dan hegemoni politik kolonial terhadap masyarakat, 3).
Karakteristik mental orang Indonesia yang berkembang paska perang dunia II,
karakteristik mental ini belum menjadi bagian dari sistem nilai budaya yang ada di
Indonesia dan belum sempat diinter- nalisasikan. Karakteristik mentalitas yang
dibangun ini muncul dalam era perubahan. Norma-norma lama dihi- langkan tetapi
belum diganti dengan norma yang baru (Koentjaraningrat, 1988:107-108).
Anatomi pemahaman Pancasila Pascareformasi menunjukkan pola
dekonstruksi atas tatanan nilai-nilai yang sudah ada menjadi nilai-nilai yang
dipahami sebatas pengetahuan dan pemahaman umum dari penafsir tentang
Pancasila. Fachrudin dalam tulisanya berjudul “Polemik Tafsir Pancasila”
menjelaskan Pancasila didalam dirinya mengandung potensi mengalami tarik ulur
penafsiran yang tidak dapat dilepaskan dari konteks periode zamannya (Fachrudin,
2018: 19).

8. Pancasila Era Revolusi Mental


Pada era revolusi mental, Pancasila memainkan peran yang sangat penting
dalam membentuk kondisi sosial, politik, dan budaya di Indonesia. Revolusi
mental merupakan upaya untuk mengubah mindset dan pola pikir masyarakat agar
lebih berorientasi pada nilai-nilai Pancasila. Dalam kondisi saat ini, di mana
masyarakat sering kali terjerumus dalam konflik sosial dan kehidupan yang
individualistik, penting bagi kita untuk kembali menggali makna dan penerapan
Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kondisi ini, revolusi mental
bertujuan untuk mengubah pola pikir dan perilaku masyarakat agar lebih
mengutamakan nilai-nilai Pancasila dalam segala aspek kehidupan.
Salah satu kondisi yang perlu diperhatikan adalah meningkatnya polarisasi
dan konflik antarindividu atau kelompok di tengah masyarakat. Revolusi mental
dengan mengedepankan nilai-nilai Pancasila seperti gotong royong, persatuan, dan
keadilan sosial dapat menjadi solusi untuk mengatasi kondisi ini. Dengan
membangun kesadaran akan pentingnya saling menghargai dan bekerja sama, kita
dapat menciptakan harmoni dan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat.
Selain itu, perubahan sosial yang cepat dan perkembangan teknologi yang
pesat juga menjadi kondisi yang harus dihadapi di era revolusi mental ini.
Pancasila sebagai landasan ideologi negara dapat menjadi pedoman dalam
menanggapi perubahan sosial dan perkembangan teknologi ini. Dengan
menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila seperti keadilan, demokrasi, dan
kesejahteraan, kita dapat menjaga keseimbangan antara kemajuan teknologi dan
kepentingan sosial serta keadilan dalam masyarakat.
Pancasila sebagai ideologi negara mengajarkan lima prinsip dasar, yaitu
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan
Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat
Indonesia. Dalam era revolusi mental, kondisi ini mendorong masyarakat untuk
secara aktif memahami dan mengimplementasikan nilai-nilai tersebut dalam
kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, diharapkan tercipta suasana harmonis,
adil, dan sejahtera bagi semua warga negara.
Namun, meskipun Pancasila dijadikan dasar negara, implementasinya tidak
selalu berjalan mulus. Terdapat beberapa kendala dan tantangan yang ditemui
dalam mewujudkan Pancasila di era revolusi mental ini. Salah satunya adalah
masih adanya pemahaman yang salah atau kurang tepat terhadap nilai-nilai
Pancasila. Oleh karena itu, diperlukan upaya yang lebih intensif dalam
memberikan pemahaman yang benar dan mendalam tentang Pancasila kepada
masyarakat agar mereka dapat mengimplementasikannya dengan baik dalam
kehidupan sehari-hari.
Dalam menyikapi kondisi ini, pemerintah perlu mengambil langkah-
langkah konkret untuk mendorong revolusi mental dan memperkuat implementasi
Pancasila. Diperlukan kepemimpinan yang kuat dan komitmen yang tinggi dalam
memperbaiki sistem pendidikan dan mendorong partisipasi aktif masyarakat
dalam proses pembangunan negara. Selain itu, perlu juga dilakukan kerjasama
yang erat antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga-lembaga terkait untuk
meningkatkan pemahaman dan kesadaran akan nilai-nilai Pancasila. Dengan
langkah-langkah ini, diharapkan Pancasila dapat menjadi landasan yang kokoh
dalam membangun masyarakat yang adil, makmur, dan berkeadilan.
Dapat disimpulkan bahwa Pancasila di era revolusi mental menjadi sangat
penting untuk menghadapi kondisi sosial dan budaya yang semakin kompleks.
Dengan mengedepankan nilai-nilai Pancasila, kita dapat mengatasi polarisasi dan
konflik sosial yang ada, serta tanggap terhadap perubahan sosial dan
perkembangan teknologi. Melalui revolusi mental, kita dapat membangun
masyarakat yang lebih harmonis, adil, dan sejahtera.

Anda mungkin juga menyukai