Anda di halaman 1dari 3

Hukum Internasional

Terdapat lima alasan mengapa orang mau mentaati hukum. Kelimanya adalah :
Pertama, orang menaati hukum karena takut akan sanksi (hukuman). Sanksi itu adalah petaka
bagi yang terkenanya. Hukuman itu dijatuhkan kepada seseorang yang terbukti melanggar
hukum dan diputus bersalah oleh pengadilan. Hukuman pada dasarnya adalah perwujudan
konkretisasi kekuasaan negara dalam pelaksanaan kewajibannya untuk dapat memaksakan
ditaatinya hukum. Dengan adanya sanksi itulah, secara normalnya manusia pasti ada rasa takut
karena kehidupannya di penjara menjadi serba terbatas dengan ketat aturan yang ada. Kebebasan
dan hak-hak yang sehari-hari dinikmatinya menjadi jelaslah berbeda, sehingga derita nestapalah
yang terbayangkan di dalam alam pikirannya. Usaha-usaha untuk melarikan diri dari penjara
adalah konfirmasi bahwa di dalam sana kebebasan dan ruang gerak sangat tidak bebas. Sisi baik
dari penjara adalah bahwa melalui sanksi itu dapat diredam terjadinya perbuatan yang sama yang
akan merugikan masyarakat karena pelakunya menjalani hukuman di penjara dalam waktu
tertentu. Artinya, sifat sanksi dalam hal ini memberi efek kejeraan kepada pelakunya dan
melindungi dari perbuatan tercela terhadap masyarakat. Sifatnya mendidik dan diharapkan
terpidana tidak mengulangi perilakunya kembali setelah selesai menjalani masa hukumannya.
Menakutkan memang, tetapi tidak selalu demikian apabila sanksi dilihat sebagai proses
pembelajaran kehidupan pelakunya yang sementara tersesat di jalan kesalahan dan merugikan
masyarakat umum.
Kedua, orang menaati hukum karena ia memang orang yang taat dan soleh serta dapat
membedakan antara yang baik dan buruk. Kehidupan itu bagaikan sebuah pilihan di mana
manusia dihadapkan kepada dua pilihan yang sulit untuk menolak atau memilih dua-duanya.
Berbuat kebaikan akan membawa konsekuensi baik terhadapnya. Kedamaian, ketenangan dan
kebahagian terbuka jalan luas dalam kehidupannya. Sebaliknya, berbuat buruk atau jahat kepada
pihak lain berimplikasi negatif terhadap pelakunya. Jadi, dalam situasi kehidupan yang normal
sesungguhnya manusia dapat menggunakan pilihannya, namun karena keadaan dan situasi
tertentu dapat saja memilih dan berbuat jahat dan salah, baik dengan sengaja atau tidak sengaja,
sehingga akibat perbuatannya itu merugikan orang lain. Namun, akan berbeda halnya apabila
orang memegang teguh agamanya dan memiliki etika dan pola perilaku kehidupan yang pada
akhirnya dapat membedakan mana yang baik dan buruk, maka orang tersebut akan tahu dan
dapat membedakan mana yang baik dan buruk dalam setiap langkahnya sehingga terhindar dari
perbuatan yang dapat merugikan orang lainnya. Dengan keteguhan pegangan hidup itu (sebagai
orang yang taat dan soleh), maka dapat membedakannya mana yang boleh dan mana yang tidak
boleh yang kesemuanya akan bermuara kepada hidup dan kehidupan sehari-harinya akan berlalu
berusaha taat kepada aturan, norma, ada istiadat dan ketentuan lainnya dalam menjalankannya.
Ketaatan yang berasal dari kepercayaan agama dan adat istiadat yang dipegangnya, sehingga
ketakutan atas berbuat salah dan merugikan orang lain akan selalu dihindarinya.
Ketiga, orang menaati hukum karena pengaruh masyarakat sekelilingnya. Manusia tidak
mungkin dapat sendirian, namun selalu hidup bersama dengan masyarakat. Masyarakat secara
langsung atau tidak langsung, dapat memberikan warna dan pengaruh, baik ataupun buruk,
terhadap warganya. Masyarakat dapat mempengaruhi baik apabila lingkungan di sekitarnya juga
baik dan begitu pula sebaliknya dimana masyarakatnya berperilaku tidak baik, maka
masyarakatnya juga akan terkena dampak yang tidak baik. Besarnya pengaruh masyarakat
terhadap perilaku seseorang atau keluarga adalah realitas yang ada dan tidak dapat dibantah. Hal
ini terjadi, karena masyarakat dan hukum dapat saling mempengaruhi, sehingga keduanya
memang dapat saling mengisi yang akan tergantung pada pola perilaku masyarakatnya.
Kemungkinan itu ada, karena dimana ada masyarakat maka di situ pulalah akan ada hukumnya.
Dengan dasar berpikir demikian, maka jelaslah bahwa ketaatan masyarakat terhadap hukum
sangat besar pengaruhnya. Melalui jalan ini dapat dipahami bahwa ketaatan masyarakat terhadap
hukum dan dominasi kebiasaan untuk taat sangat berperan besar sekali. Budaya ketaatan
mengantri atau menggunakan seat belt di mobil adalah refleksi masyarakatnya untuk taat kepada
hukum yang berlaku. Begitu halnya dengan ketidakaatan pengendara motor yang melawan arus
adalah potret masyarakatnya itu sendiri yang tidak taat kepada hukum dimana pengaruh
masyarakat sangat besar adanya. Artinya, ketaatan dan ketidaktaatan terhadap hukum itu juga
akan bergantung kepada masyarakatnya yang menjadi salah satu kontributornya.
Keempat, orang menaati hukum atau mengikutinya peraturan hukum dikarenakan tidak ada
pilihan lain. Di dalam hidup dan kehidupan manusia dihadapkan kepada dua pilihan dalam hal
ketaatan. Pilihan jatuh kepada cenderung untut taat kepada aturan, tetapi juga ada orang yang
memang tidak berkehendak tidak taat kepada aturan. Menjadi hidup taat dan teratur bagaikan
jalan terjal berbanding terbalik dengan tidak taat di mana kemudahan dan tidak repotnya
menjadi dasar untuk melakukannya. Hal ini, karena secara alamiah manusia memang tidak
mudah menjalani kehidupan susah dan salah satunya adalah taat kepada aturan yang berlaku.
Ketaatan terhadap aturan adalah sebuah pilihan yang baik dan menjadikan hidupnya menjadi
damai, aman tentram dan tenang. Namun, terkadang manusia juga terpaksa melanggar aturan
(tidak taat), sehingga harus bertanggung-jawab atas perbuatannya itu. Dengan dasar kerangka
konsekuensinya inilah, manusia sedapat mungkin tidak melanggar aturan yang berlaku karena
melanggar berarti sama saja akan sanksi hukumnan terhadapnya. Artinya, terpaksalah manusia
memang harus mentaati aturan sebagai pilihan dan jalan terbaik, sehingga mentaatinya itu karena
memang tidak ada hak kepadanya untuk dapat memilih. Hal ini bagaikan peribahasa “bagai
makan buah simalakama” yang dalam tulisan ini mengandung arti tidak punya pilihan. Pilihan
yang mau ke kiri salah, ke kanan salah, maju salah, mundur pun salah, sehingga memang hanya
satu yang harus dipilihnya yaitu terpaksalah taat sebagai jalan terbaik karena memang tidak ada
pilihan lainnya. Jatuhnya pilihan taat karena tidak pilihan lainnya dengan satu celah
kemungkinan tidak terpaksa taat yaitu berupa akan terjadinya penghukuman sanksi terhadap
orang berbuat salah dan melanggar aturan yang berlaku.
Kelima, orang menaati hukum itu karena kombinasi keempat faktor tersebut di atas. Hal ini
adalah konsekuensi logis gabungan dari keempat penyebab mengapa orang menaati hukum.
Artinya, dapat saja orang menaati hukum itu disebabkan oleh salah satu atau lebih, bahkan
mungkin semuanya, sebagai hal yang menjadi latar belakang ketaatannya. Maksudnya,
bergantung pada kejadian masing-masing, yang bisa berbeda atau sama. Dengan demikian,
ketaatan orang dalam kehidupan manusia mengikuti penyebabnya yang bersifat personal
pelakunya. Apakah dikarenakan penyebab pertama, kedua, ketiga atau keempat dan bahkan
sangat terbuka bahwa realitasnya dapat saja terjadi gabungan keseluruhannya. Yang terpenting
adalah bahwa masing-masing penyebabnya memiliki karakteristik yang tidak sama atau berbeda
sehingga dalam mencari akar mengapa orang taat kepada aturan hukum menjadi lebih jelas
adanya. Tidak dengan menduga-duga karenanya.

Anda mungkin juga menyukai