Anda di halaman 1dari 8

1. Hukum dan kekuasaan merupakan dua hal yang berbeda namun saling mempengaruhi satu sama lain.

Hukum adalah suatu sistem aturan-aturan tentang perilaku manusia. Sehingga hukum tidak merujuk
pada satu aturan tunggal, tapi bisa disebut sebagai kesatuan aturan yang membentuk sebuah sistem.
Sedangkan kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau suatu kelompok untuk mempengaruhi
perilaku seseorang atau kelompok lain, sesuai dengan keinginan perilaku. Bisa dibayangkan dampak
apabila hukum dan kekuasaan saling berpengaruh. Di satu sisi kekuasaan tanpa ada sistem aturan maka
akan terjadi kompetisi seperti halnya yang terjadi di alam.

Dari dasar pemikiran diatas maka bisa disimpulkan bahwa antara hukum dan kekuasaan saling
berhubungan dalam bentuk saling berpengaruh satu sama lain

2. Hukum alam adalah hukum yang ditemukan pada alam dimana hukum itu sesuai dan bersinergi
dengan alam. Hukum Alam sendiri sebenarnya bukan merupakan jenis hukum, tetapi itu merupakan
penamaan seragam untuk banyak ide yang dikelompokan dalam satu nama, yaitu hukum alam. Ini
berarti dalam hukum alam sendiri terdapat beberapa teori hukum yang memiliki persamaan dan
perbedaan. Dalam teori hukum alam terdapat ke khasan yaitu tidak dipisahkannya secara tegas antara
hukum dan moral. Penganut aliran ini memandang hukum dan moral sebagai pencerminan dan
pengaturan secara internal dan eksternal kehidupan manusia dan hubungan sesama manusia.

sumber hukum Alam :

·         Hukum alam yang bersumber dari Tuhan (Irrasionalisme)

·         Hukum alam yang bersumber dari rasio manusia (Rasionalisme)

·         Hukum alam yang bersumber dari panca indera manusia (Empirisme)

1.      Hukum Alam Bersumber dari Tuhan

Kelompok ini berpendapat bahwa sumber hukum alam adalah kitab suci, manusia dikuasai oleh hukum
alam dan adat kebiasaan.
2.      Hukum Alam yang bersumber dari Rasio Manusia

Kelompok ini berpendapat bahwa hukum yang universal dan abadi itu berasal dari rasio manusia.
Hukum alam muncul dari pikiran manusia tentang apa yang baik, benar atau buruk diserahkan kepada
moral alam.

3.      Hukum alam yang bersumber dari panca indera manusia

Kelompok ini berpendapat bahwa pengetahuan tentang kebenaran yang sempurna tidak diperoleh
melalui akal, melainkan di peroleh atau bersumber dari panca indera manusia, yaitu mata, lidah, telinga,
kulit dan hidung. Dengan kata lain, kebenaran adalah sesuatu yang sesuai dengan pengalaman manusia.

3. MANFAAT MEMPELAJARI FILSAFAT HUKUM

Dari tiga sifat yang membedakannya dengan ilmu-ilmu lain manfaat filsafat hukum dapat dilihat.Filsafat
memiliki karakteristik menyeluruh/Holistik dengan cara itu setiap orang dianggap untuk menghargai
pemikiran, pendapat, dan pendirian orang lain. Disamping itu juga memacu untuk berpikir kritis dan
radikal atas sikap atau pendapat orang lain. Sehingga siketahui bahwa manfaat mempelajari filsafat
hukum adalah kreatif, menetapkan nilai, menetapkan tujuan, menentukan arah, dan menuntun pada
jalan baru.

4.

A. Prof. Dr. B. Arief Sidharta, S.H. yang dapat dengan baik menjelaskannya. Dengan bahasa akademis
yang enak dibaca dan berkualitas untuk dipahaminya guru besar FH Unpar Bandung ini telah
memberikan pencerahan pemikirannya tentang hal ini. Di balik keserderhaannya, Pak Arief (begitu
sapaan beliau) telah berhasil membahas dan menganalisisnya dengan mendalam. Terdapat lima alasan
mengapa orang mau mentaati hukum. Kelimanya adalah :
Pertama, orang menaati hukum karena takut akan sanksi (hukuman). Sanksi itu adalah petaka bagi yang
terkenanya. Hukuman itu dijatuhkan kepada seseorang yang terbukti melanggar hukum dan diputus
bersalah oleh pengadilan. Hukuman pada dasarnya adalah perwujudan konkretisasi kekuasaan negara
dalam pelaksanaan kewajibannya untuk dapat memaksakan ditaatinya hukum. Dengan adanya sanksi
itulah, secara normalnya manusia pasti ada rasa takut karena kehidupannya di penjara menjadi serba
terbatas dengan ketat aturan yang ada. Kebebasan dan hak-hak yang sehari-hari dinikmatinya menjadi
jelaslah berbeda, sehingga derita nestapalah yang terbayangkan di dalam alam pikirannya. Usaha-usaha
untuk melarikan diri dari penjara adalah konfirmasi bahwa di dalam sana kebebasan dan ruang gerak
sangat tidak bebas. Sisi baik dari penjara adalah bahwa melalui sanksi itu dapat diredam terjadinya
perbuatan yang sama yang akan merugikan masyarakat karena pelakunya menjalani hukuman di
penjara dalam waktu tertentu. Artinya, sifat sanksi dalam hal ini memberi efek kejeraan kepada
pelakunya dan melindungi dari perbuatan tercela terhadap masyarakat. Sifatnya mendidik dan
diharapkan terpidana tidak mengulangi perilakunya kembali setelah selesai menjalani masa
hukumannya. Menakutkan memang, tetapi tidak selalu demikian apabila sanksi dilihat sebagai proses
pembelajaran kehidupan pelakunya yang sementara tersesat di jalan kesalahan dan merugikan
masyarakat umum.

Kedua, orang menaati hukum karena ia memang orang yang taat dan soleh serta dapat membedakan
antara yang baik dan buruk. Kehidupan itu bagaikan sebuah pilihan di mana manusia dihadapkan kepada
dua pilihan yang sulit untuk menolak atau memilih dua-duanya. Berbuat kebaikan akan membawa
konsekuensi baik terhadapnya. Kedamaian, ketenangan dan kebahagian terbuka jalan luas dalam
kehidupannya. Sebaliknya, berbuat buruk atau jahat kepada pihak lain berimplikasi negatif terhadap
pelakunya. Jadi, dalam situasi kehidupan yang normal  sesungguhnya manusia dapat menggunakan
pilihannya, namun karena keadaan dan situasi tertentu dapat saja memilih dan berbuat jahat dan salah,
baik dengan sengaja atau tidak sengaja, sehingga akibat perbuatannya itu merugikan orang lain. Namun,
akan berbeda halnya apabila orang memegang teguh agamanya dan memiliki etika dan pola perilaku
kehidupan yang pada akhirnya dapat membedakan mana yang baik dan buruk, maka orang tersebut
akan tahu dan dapat membedakan mana yang baik dan buruk dalam setiap langkahnya sehingga
terhindar dari perbuatan yang dapat merugikan orang lainnya. Dengan keteguhan pegangan hidup itu
(sebagai orang yang taat dan soleh), maka dapat membedakannya mana yang boleh dan mana yang
tidak boleh yang kesemuanya akan bermuara kepada hidup dan kehidupan sehari-harinya akan berlalu
berusaha taat kepada aturan, norma, ada istiadat dan ketentuan lainnya dalam menjalankannya.
Ketaatan yang berasal dari kepercayaan agama dan adat istiadat yang dipegangnya, sehingga ketakutan
atas berbuat salah dan merugikan orang lain akan selalu dihindarinya.    

Ketiga, orang menaati hukum karena pengaruh masyarakat sekelilingnya. Manusia tidak  mungkin dapat
sendirian, namun selalu hidup bersama dengan masyarakat. Masyarakat secara langsung atau tidak
langsung, dapat memberikan warna dan pengaruh, baik ataupun buruk, terhadap warganya. Masyarakat
dapat mempengaruhi baik apabila lingkungan di sekitarnya juga baik dan begitu pula sebaliknya dimana
masyarakatnya berperilaku tidak baik, maka masyarakatnya juga akan terkena dampak yang tidak baik.
Besarnya pengaruh masyarakat terhadap perilaku seseorang atau keluarga adalah realitas yang ada dan
tidak  dapat dibantah. Hal ini terjadi, karena masyarakat dan hukum dapat saling mempengaruhi,
sehingga keduanya memang dapat saling mengisi yang akan tergantung pada pola perilaku
masyarakatnya. Kemungkinan itu ada, karena dimana ada masyarakat maka di situ pulalah akan ada
hukumnya. Dengan dasar berpikir demikian, maka jelaslah bahwa ketaatan masyarakat terhadap hukum
sangat besar pengaruhnya. Melalui jalan ini dapat dipahami bahwa ketaatan masyarakat terhadap
hukum dan dominasi kebiasaan untuk taat sangat berperan besar sekali. Budaya ketaatan mengantri
atau menggunakan seat belt di mobil adalah refleksi masyarakatnya untuk taat kepada hukum yang
berlaku. Begitu halnya dengan ketidakaatan pengendara motor yang melawan arus adalah potret
masyarakatnya itu sendiri yang tidak taat kepada hukum dimana pengaruh masyarakat sangat besar
adanya. Artinya, ketaatan dan ketidaktaatan terhadap hukum itu juga akan bergantung kepada
masyarakatnya yang menjadi salah satu kontributornya.

Keempat, orang menaati hukum atau mengikutinya peraturan hukum dikarenakan tidak ada pilihan lain.
Di dalam hidup dan kehidupan manusia dihadapkan kepada dua pilihan dalam hal ketaatan. Pilihan jatuh
kepada cenderung untut taat kepada aturan, tetapi juga ada orang yang memang tidak  berkehendak
tidak taat kepada aturan. Menjadi hidup taat dan teratur bagaikan jalan terjal  berbanding terbalik
dengan tidak taat di mana kemudahan dan tidak repotnya menjadi dasar untuk melakukannya. Hal ini,
karena secara alamiah manusia memang tidak mudah  menjalani kehidupan susah dan salah satunya
adalah taat kepada aturan yang berlaku. Ketaatan terhadap aturan adalah sebuah pilihan yang baik dan
menjadikan hidupnya menjadi damai, aman tentram dan tenang. Namun, terkadang manusia juga
terpaksa melanggar aturan (tidak taat), sehingga harus bertanggung-jawab atas perbuatannya itu.
Dengan dasar kerangka konsekuensinya inilah, manusia sedapat mungkin tidak melanggar aturan yang
berlaku karena melanggar berarti sama saja akan sanksi hukumnan terhadapnya. Artinya, terpaksalah
manusia memang harus mentaati aturan sebagai pilihan dan jalan terbaik, sehingga mentaatinya itu
karena memang tidak ada hak kepadanya untuk dapat memilih. Hal ini bagaikan peribahasa “bagai
makan buah simalakama” yang dalam tulisan ini mengandung arti tidak punya pilihan. Pilihan yang mau
ke kiri salah, ke kanan salah, maju salah, mundur pun salah, sehingga memang hanya satu yang harus
dipilihnya yaitu terpaksalah taat sebagai jalan terbaik karena memang tidak ada pilihan lainnya.
Jatuhnya pilihan taat karena tidak pilihan lainnya dengan satu celah kemungkinan tidak terpaksa taat
yaitu berupa akan terjadinya penghukuman sanksi terhadap orang berbuat salah dan melanggar aturan
yang berlaku.

Kelima, orang menaati hukum itu karena kombinasi keempat faktor tersebut di atas. Hal ini adalah
konsekuensi logis gabungan dari keempat penyebab mengapa orang menaati hukum. Artinya, dapat saja
orang menaati hukum itu disebabkan oleh salah satu atau lebih, bahkan mungkin semuanya, sebagai hal
yang menjadi  latar belakang ketaatannya. Maksudnya, bergantung pada kejadian masing-masing, yang
bisa berbeda atau sama. Dengan demikian, ketaatan orang dalam kehidupan manusia mengikuti
penyebabnya yang bersifat personal pelakunya. Apakah dikarenakan penyebab pertama, kedua, ketiga
atau keempat dan bahkan sangat terbuka bahwa realitasnya dapat saja terjadi gabungan
keseluruhannya. Yang terpenting adalah bahwa masing-masing penyebabnya memiliki karakteristik yang
tidak sama atau berbeda sehingga dalam mencari akar mengapa orang taat kepada aturan hukum
menjadi lebih jelas adanya. Tidak dengan menduga-duga karenanya.

B. Apakah sebabnya negara berhak menghukum seseorang?

Dasar mengikatnya hukum bagi Negara yang dapat menghukum seseorang terkait dengan wewenang
Negara untuk menghukum warganya yang melanggar hukum, dan mengakibatkan goncangan dalam
masyarakat, membahayakan masyarakat serta  meruntuhkan sendi-sendi kehidupan masyarakat.

Membahas tentang dasar kekuatan mengikat dari hukum sebagai jawaban atas pertanyaan, apakah
sebabnya negara berhak menghukum seseorang?. Kita mengenal berbagai teori kedaulatan
sebagaimana diatas tersebut, maka seseorang dapat dilihat sebab mengapa mereka tunduk dan taat
hukum. Adapun jawaban berbagai teori kedaulatan adalah sebagai berikut;

1.      Teori Kedaulatan Tuhan ( Teokrasi), mencoba menjawab orang dapat dihukum karena dia dapat
merusak dan membahayakan serta meruntuhkan sendi-sendi kehidupan masyarakat. Negara adalah
badan yang mewakili Tuhan (Allah) didunia yang mempunyai kekuasaan penuh untuk
menyelenggarakan ketertiban hokum di dunia.[1]

2.      Teori Perjanjian Masyarakat, mencoba menjawab orang dapat di hukum karena negara mempunyai
otoritas negara yang bersifat monopoli pada kehendak masyarakat itu sendiri adanya kedamaian serta
ketentraman dalam masyarakat.

3.      Teori Kedaulatan Negara, mencoba menjawab orang dapat di hukum karena negaralah yang
berdaulat sehingga hanya negara itu sendiri yang berhak menghukum seseorang yang melanggar
ketertiban dalam masyarakat. Negara dianggap sebagai sesuatu yang mencipatakan peraturan-
peraturan hukum.
Menurut Lili Rasjidi, negara memiliki tugas yang sangat berat, mewujudkan cita-cita
bangsa, sehingga negara akan memberi hukuman kepada siapapun yang menghambat usaha mencapai
cita-cita tersebut.

Karena Negara yang memiliki kedaulatan , maka hanya negara itu sendiri yang berhak menghukum
seseorang yang mencoba mengganggu ketertiban dalam masyarakat. 

5. Pancasila dikatakan sebahai filsafat, karena Pancasila merupakan hasil permenungan jiwa yang


mendalam yang dilakukan oleh the faounding father kita, yang dituangkan dalam suatu sistem (Ruslan
Abdul Gani). Filsafat Pancasila memberi pengetahuan dan penngertian ilmiah yaitu tentang hakikat dari
Pancasla (Notonagoro).

6. Pengertian Hukum Islam (Syari’at Islam) – Hukum syara’ menurut ulama ushul ialah doktrin (kitab)
syari’ yang bersangkutan dengan perbuatan orang-orang mukallaf yang bersangkutan dengan perbuatan
orang-orang mukallaf secara perintah atau diperintahkan memilih atau berupa ketetapan (taqrir).
Sedangkan menurut ulama fiqh hukum syara ialah efek yang dikehendaki oleh kitab syari’ dalam
perbuatan seperti wajib, haram dan mubah .

Berdasarkan uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa hukum Islam adalah syariat yang  berarti
hukum-hukum yang diadakan oleh Allah untuk umat-Nya yang dibawa oleh seorang Nabi, baik hukum
yang berhubungan dengan kepercayaan (aqidah) maupun hukum-hukum yang berhubungan dengan
amaliyah (perbuatan).

7. Kesimpulan dan Saran

Filsafat ilmu Hukum memberikan prespektif bahwa keadilan diwujudkan dalam hukum. Filsafat

hukum berupaya memecahkan persoalan, menciptakan hukum yang lebih sempurna, serta
membuktikan bahwa hukum mampu memberikan penyelesaian persoalan-persoalan yang hidup dan

berkembang di dalam masyarakat dengan menggunakan sistim hukum yang berlaku suatu masa,

disuatu tempat sebagai Hukum Positif.

Tugas filsafat hukum masih relevan untuk menciptakan kondisi hukum yang sebenarnya, sebab

tugas filsafat hukum adalah menjelaskan nilai-nilai, dasardasar hukum secara filosofis serta mampu

memformulasikan cita-cita keadilan, ketertiban di dalam kehidupan yang relevan dengan kenyataan-

kenyataan hukum yang berlaku, bahkan tidak menutup kemungkinan hukum menyesuaikan, guna

memenhui kebutuhan perkembangan hukum pada suatu masa tertenu, suatu waktu dan pada suatu
tempat.

Rasa keadilan harus diberlakukan disetiap kehiduapn manusia yang terkait dengan masalah hukum,

sebab hukum tertutama filsafat hukum menghendaki tujuan hukum tercapai yaitu: Mengatur

pergaulan hidup secara damai, Mewujudkan suatu kedilan , Meciptakan kondisi masyarakat yang

tertib, aman dan damai Hukum melindungi setiap kepentingan manusia dalam bermasyarakat, dan

Meningkatkan kesejahteraan umum.


Rasa keadilan yang dirumuskan hakim mengacu pada pengertian-pengertian aturan baku yang dapat

di pahami masyarakat dan berpeluang untuk dapat dihayati, karena rasa keadilan merupakan “soko

guru” dari konsep-konsep “the rule of law”. Hakim merupakan lambang dan benteng dari hukum

jika terjadi kesenjangan rasa keadilan. Jika rasa keadilan hakim dan rasa keadilan masyarakat tidak

terjadi maka semakin besar ketidakpeduliannya terhadap hukum, karena pelaksanaan hukum

menghindari anarki.

Anda mungkin juga menyukai