Anda di halaman 1dari 12

JUDUL

PROLOG

Musim Dingin,

Menara Kastil Iffreycombe, Roothallow

Malam ini adalah malam saat hidup mereka akan berakhir. Pada Usia dua belas tahun,
Vander Maximillian, Penerus takhta kedelapan Kerajaan Crescentia, berharap memiliki cukup
keberanian untuk bisa menghadapi kematian dengan tenang dan punya nyali besar seperti
harapan dan tuntutan ayahnya sebagai seorang Pangeran Mahkota. Tapi nyatanya ia begitu
ketakutan, mulutnya begitu kering, ia bahkan tak mampu meludah untuk menghina siapa pun
yang mendatanginya.

Di dalam menara kuno itu, tidak ada perapian yang memberikan suasana rumah. Tapi
kalaupun ada yang membangun perapian di tembok batunya, ia ragu pamannya, Lord Lorcan
Maximillian akan dengan murah hati menyalakan api untuk mereka. Pamannya bahkan tidak
menyediakan selimut untuk menangkal embusan angin dingin yang menyusup dari jeruji di
jendela. Yang mereka miliki hanya pakaian yang melekat di badan, saat mereka digiring menuju
menara dengan alasan “untuk keselamatan mereka sendiri”, tak lama setelah para pelayat
pergi setelah menghadiri pemakaman ayah mereka di mausoleum keluarga kerajaan pagi itu.

Vander menduga pamannya berharap mereka akan menemui ajal mereka dengan mati
kedinginan dan kelaparan, dengan begitu ia tak perlu repot-repot membunuh mereka. Tapi saat
Vander memandang keluar satu-satunya jendela mungil yang ada dimenara itu, ia tidak melihat
bulan, hanya bintang-bintang. Rasanya malam itu luar biasa tepat untuk melenyapkan tiga
bocah yang merepotkan..

Axel : “Aku lapar.. Aku tidak mengerti alasan kenapa kita tidak bisa makan setup kalkun
yang tersaji tadi”
Victor : “Karena bisa jadi hidangan itu telah diracuni..”

Vander mendengar suara mendamba dalam suara adik-adiknya. Mereka semua


kelaparan. Dan meskipun terlalu angkuh, ia juga ingin mengakui mereka bertiga juga
ketakutan..

Axel : “Tapi kenapa juru masak mau meracuni kita? Dia menyukaiku. Dia memberiku
beberapa biskuit lebih secara sembunyi-sembunyi”
Victor : “Bukan juru masaknya, bodoh! Tapi Paman!..”
Percekcokan mereka terdengar cukup lirih ditelinga Vander yang tengah memandang ke
luar pada malam terkelam yang pernah dilihatnya. Tidak ada obor yang berkelip yang
menandakan ada penjaga atau pelayan yang sedang berpatroli. Tidak ada yang sedang
berkeliling, hal ini nampak seyakin pamannya bahwa mereka aman disini.

Beberapa waktu yang lalu, jam besar di tengah bangunan utama kastil pasti sudah
berdentang menandakan tengah malam. Ia dan saudara-saudaranya seharusnya sudah pergi
tidur di kasur yang empuk dan kamar yang hangat. Tapi ia tidak berniat mati tanpa perlawanan.
Vander memeriksa jeruji jendela itu, mereka tentu tidak bisa keluar melewatinya. Hanya
burung gagak kecil yang bisa melewatinya. Kesempatan mereka untuk melarikan diri
nampaknya sangat sulit.

Vander merasa bersyukur bahwa ibu mereka, Sang Permaisuri, telah meninggal saat
melahirkan Axel. Hal itu setidaknya menjadikan ibu mereka tidak harus merasakan duka akibat
kehilangan anak-anaknya, walaupun mungkin Lord Lorcan juga akan menghabisi ibu mereka,
agar ia tak harus berduka..

Axel : “Tapi aku kedinginan..”

Bukan salahnya kalau Axel tidak lebih tegar. Ia baru berusia 8 tahun, dan sebagai anak
bungsu, ia memang selalu dimanja..

Victor : “Kalau kau tidak berhenti merengek, aku akan memberimu sesuatu yang benar-
benar akan kau keluhkan! Seperti hidung yang berdarah!”
Vander : “Biarkan saja, Victor..”

Vander hanya lebih tua dua puluh menit dari Victor, saudara kembarnya. Tapi jeda dua
puluh menit itu membawa kekuasaan, kedudukan, dan tanggungjawab yang lebih, bahkan
sangat tinggi, bukan hanya untuk keluarganya, namun untuk seluruh rakyat Kerajaan. Ia
khawatir tidak bisa bertindak sesuai dengan tuntutan tiga hal itu, ia takut mengecewakan
ayahnya yang juga telah ada didalam kubur.

Victor : “Tapi rengekannya menyebalkan sekali, Vander!”


Vander : “Kalian berdua, diamlah! Aku sedang berusaha untuk berfikir!”

Vander suara langkah diseret, dan seketika Victor berdiri disampingnya. Mereka tidak
memiliki lilin, lentera, maupun lampu. Tapi ia tak perlu cahaya untuk melihat Victor dengan
jelas dalam benaknya. la tampak benar-benar mirip Vander. Tergolong jangkung untuk
seumurnya, dengan rambut hitam lurus agak berantakan yang terus-menerus jatuh menutupi
mata alexandrite biru yang tajam. Kaum gipsy menyebutnya “mata hatu”. Ayahnya meyakinkan
mereka bahwa itu warna mata khas keturunan Maximillian. Seperti matanya sendiri, dan mata
paman terkutuk mereka.
Lord Lorcan telah memimpin membawa jasad Sang Raja dengan kondisi yang
memprihatinkan kembali ke Istana Roothallow, rumah utama keluarga Maximillian. Paman
mereka mengatakan bahwa ayah mereka jatuh dari kudanya di medan perang. Tapi setau
mereka bahwa Sang Raja adalah penunggang yang luar biasa mahir. Vander berpikir mungkin
ayahnya turun dari kudanya diluar medan perang dan seseorang menyerangnya dari belakang
dengan sangat keras. Vander yakin siapa seseorang yang dimaksud itu.

Victor : “Jadi apa rencana besarmu untuk mengeluarkan kita dari sini?”
Vander : “Aku tidak akan mengatakannya..”
Victor : “Kau akan menyeret kami dalam rencanamu, sedangkan kau tidak mau
menyampaikannya pada kami!?”
Vander : “Ya, bahkan jika aku harus disiksa di penjara bawah tanah paling dalam di
Crescentia..”

Penjara bawah tanah adalah tempat semua peralatan penyiksaan, peninggalan dari
masa Raja Crescentia pertama dan melakukan beberapa hukuman berat lainnya. Tampaknya
kecenderungan haus darah memang mengalir dalam keluarga Maximillian. Vander tidak bisa
menepiskan perasaan bahwa pamannya menginginkan apa yang dimiliki ayahnya, dan itu
berarti tiga kali lagi pembunuhan.

Victor : “Apa kau benar-benar punya rencana, Vander?”


Vander : “Sebatas kau dan aku akan serempak menerjang siapapun yang masuk dari pintu.
Kau menyerang lututnya, dan aku menyerangnya dari atas..”
Victor : “Lalu apa?”
Vander : “Kita memasang pelana kuda dan kita kabur secepat kilat”
Victor : “Aku lebih memlih tetap tinggal dan menghadapi Paman sekarang. Kita bunuh dia
dengan cepat, dan semuanya selesai..”
Vander : “Apa kau begitu bodoh, Victor? Sampai kau tidak juga mengerti? Fakta bahwa
kita berada disini sekarang berarti kita tidak punya sekutu maupun pendukung!”
Victor : “Kita pasti punya sekutu. Kau calon raja yang sah!”
Vander : “Tapi siapa? Siapa yang bisa kita percaya? Tidak, tindakan terbaik kita saat ini
adalah melarikan diri, lalu berpencar. Kita akan kembali setelah kita menjadi pria
dewasa yang tangguh, mengambil kembali hak kita”
Victor : “Bukti apa yang akan kita miliki untuk menyatakan hal itu?”
Vander : “Menurutmu, berapa banyak saudara kembar dengan warna mata seperti kita
diluar sana? Aku juga memiliki kalung dengan liotin cincin turun temurun sebagai
pangeran mahkota Crescentia.. Suatu hari kelak ......”
Victor : “Aku tidak setuj .....”
Vander : “Ssst!”

Vander mendengar langkah diseret, bergesek bertambah kencang dan semakin


mendekat..
Vander : “Ada yang datang..”

Mereka tidak punya kekuatan dipihak mereka meskipun bergelar pangeran. Semua
tunduk akan kekejaman dan ancaman Lord Lorcan. Senjata terbaik mereka saat ini adalah
serangan kejutan dan ketangkasan..

Vander : “Jangan ragu. Bergerak cepat dan pasti. Kerahkan semua tenagamu. Axel,
menyingkirlah ke sudut!”
Axel : “Kenapa?”
Vander : “Jangan bertanya. Lakukan saja..”

Axel terlalu muda untuk membantu; lagi pula sudah jadi tugas Vander untuk
melindunginya. Vander bergegas menuju pintu, sadar dengan gerakan Victor yang
mengikutinya. Sambil menahan nafasnya, Vander merapatkan tubuhnya di tembok batu yang
dingin menusuk tubuhnya. Ia mendengar suara kunci dimasukkan ke lubang pintu, berderak
saat pintu bergerak. Pintu tinggi itu terbuka, remang cahaa dari luar mulai masuk.. Ia maju
menerjang ......

Seorang gadis secepat kilat melingkarkan lengannya ke leher jenjang Vander,


memeluknya erat.. Air mata gadis itu terasa dingin di pelipis Vander.

Vander : “Kau masih hidup?”


... : “Aku begitu takut aku sudah terlambat!”

Gadis itu menggigil. Sebuah lenteran di ujung koridor memancarkan sinar remang-
remang ke dalam ruangan. Gadis itu pasti membawanya dan meletakkannya disana saat ia
mulai menuju pintu..

Vander : “Ssstt, Azurre.. Pelankan suaramu. Apa yang kau lakukan di tempat ini?”

Lady Azurre Desiree of Forstford, putri Sekretaris Kerajaan sekaligus pemilik wilayah
Forstford, Count Edwin Desiree of Forstford, tersedu-sedu di bahu Vander.

Azurre : “Aku mencari kalian. Aku mendengarnya.. aku mendengar.. dia bilang.. dia bilang
akan membunuh kalian..”
Vander : “Mendengar siapa?”
Azurre : “Lord Lorcan..”
Victor : “Bangsat, keparat! Sudah Kuduga!”
Vander : “Pelankan suaramu..” dengan nada lembut namun tegas

Azurre melepas pelukannya, tubuh gadis itu begitu kurus. Vander memegang bahunya,
dan memandang ke dalam mata sebiru batu safir itu. Lebih muda dua tahun dari Vander, Azurre
adalah gadis yang lincah dan seringkali menyelinap keluar dari estate ayahnya untuk
mengunjungi Vander, tanpa pengasuh maupun pendamping. Pondasi benteng paling utara
Istana Rosemarry adalah tempat favorit mereka. Minggu lalu, Azurre berani mencium pipi
Vander disana. Sebagai seorang Pangeran, Vander tahu jika ayahnya mengetahui bahwa ia
membalas ciuman gadis itu, ia pasti dalam masalah besar. Berbagai peraturan dan SOP Istana
serta keluarga kerajaan harus selalu dipatuhinya. Kini, Vander melihat wajah Azurre yang sangat
pucat..

Vander : “Dia mengatakannya kepada siapa?”


Azurre : “Aku tidak melihatnya. Aku mengendap-endap mencarimu. Saat itulah aku
mendengar pamanmu mengatakan hal itu. Aku bergegas menuju kamarmu yang
sudah tidak lagi penjagaan disana, dan saat aku tahu kau tidak ada disana, aku
berpikir untuk memeriksa tempat ini..”
Vander : “Bagaimana bisa kau berada begitu jauh dari Ibu Kota maupun Frostford? Apakah
ayahmu bersamamu?”
Azurre : “Ayah mengatakan bahwa selama waktu berkabung terhadap kematian Raja, kita
akan pergi dari Istana Cerevaux dan tinggal didekat Mausoleum Keluarga
Kerajaan. Sekarang Ayah, Perdana Menteri, Para Menteri dan keluarga kerajaan
lainnya, termasuk Lord Lorcan ada di Istana Roothallow. Banyak tamu yang
sepertinya sangat penting berdatangan, serta para bangsawan. Prajurit dan para
penjaga memfokuskan penjagaan pada pertemuan-pertemuan tersebut. Aku
tahu kau pasti sedih dengan kematian ayahmu. Aku ingin menemanimu... seperti
kau dulu yang dapat menemaniku saat ibuku pergi ke surga.”
Vander : “Kalau begitu kita harus bergegas. Victor, jangan jauh-jauh dari Axel!”
Axel : “Aku tidak perlu diawasi..”
Victor : “Tutup mulutmu! Ini bukan permainan. Paman sungguh-sungguh akan
membunuh kita!”
Axel : “Kenapa?”
Vander : “Karena kita jadi penghalang baginya untuk mendapatkan segalanya. Ayo cepat!”

Vander menarik tangan Azurre dan melangkah ke luar ruangan. Azurre mengambil
lentera di lantai dan mereka bergegas menuruni tangga. Vander mendengar adik-adiknya
mengikuti di belakang mereka. Di dasar tangga, penjaga tergeletak di lantai, sepotong dahan
besar tergeletak di sebelahnya.

Azurre : “Aku mengendap-endap dibelakangnya dan memukul kepalaya”


Vander : “Bagus sekali, Azurre”

Mereka bergegas keluar. Mereka sudah bersahabat selama bisa Vander ingat. Vander
tak pernah bertemu dengan seseorang yang mempunyai rambut merah auburn seperti rambut
Azurre.

Mereka berlari menuju istal. Begitu tiba di sana, Vander dan adik-adiknya langsung
memasang pelana pada kuda masing-masing. Kecemasan merayapi pikiran Vander,
bagaimanapun, dia adalah seorang Pangeran, ia dibesarkan sebagai Pangeran Mahkota dan
dididik untuk menjadi penguasa negeri.

Vander : “Azurre, bolehkah kupinjam syalmu?”

Azurre menyerahkan syal yang dilipat segitiga dan menghiasi lehernya itu tanpa
bertanya. Vander berlutut..

Victor : “Vander, apa yang sedang kau lakukan? Kita tak punya banyak waktu untuk
omong kosong! Kita harus pergi!”

Tapi Vander tidak bisa pergi tanpa membawa sedikit rumahnya bersamanya. Ia
mencakar, menggaruk dan meraup sekepal tanah subur yang pernah dilewati kuda-kuda tujuh
raja sebelumnya, bahkan beberapa ratu. Ia membungkus tanah itu dengan sapu tangannya,
mengikatnya dengan syal tersebut dan memasukkannya ke dalam saku.

Azurre : “Tinggallah di Manoir Sekretaris Kerajaan, tidak jauh dari sini. Aku akan berbicara
dengan ayah ku. Kau tahu kalau ayahku abdi setia Raja, dia akan membantumu..”
Vander : “Akan sangat berbahaya bagimu dan keluargamu”
Azurre : “Kalau begitu aku akan ikut denganmu..”
Vander : “Tidak! Kau tak boleh ikut ke tempat tujuan kami!”
Azurre : “Kemana kalian akan pergi?”
Vander : “Sebaiknya kau tidak tahu.. Sehingga kalaupun kau disiksa untuk mengatakannya,
kau memang tidak tahu..”
Azurre : “Jangan tinggalkan aku, Vander. Bawa aku bersamamu..”
Vander : “Aku seorang Maximillian. Aku tidak bida membawamu bersamaku, tapi aku
berjanji untuk kembali. Lima belas tahun dari sekarang, pada malam yang sama,
di reruntuhan benteng paling utara Rosemarry”

Vander menunduk dan mencium Azurre, mengecup bibirnya begitu cepat dan ringan
seperti sentuhan sayap kupu-kupu.

Vander : “Terimakasih, Azurre. Aku takkan pernah melupakan apa yang telah kau lakukan
untuk kami, untuk para Pangeran Crescentia”
Azurre : “Kau harus berhati-hati..”
Vander : “Tentu. Selalu..”
Azurre : “Kabari aku kalau kalian sudah aman..”
Vander : “Tak peduli apapun yang terjadi, Azurre, jangan pernah katakan kepada siapapun
apa yang telah kau dengar atau apa yang telah kau perbuat. Ini harus tetap
dirahasiakan, berjanjilah, demi keselamatan kita semua”
Azurre : “Aku janji..”

Vander menaiki kudanya, memacunya, bersama adik-adiknya yang menunggang


beriringan, meninggalkan Azurre. Saat mereka berpacu di tengah kegelapan malam, menuju
masa depan yang masih misteri, Vander bersumpah bahwa suatu hari kelak ia akan kembali ke
Crescentia untuk merebut kembali semua yang menjadi haknya. Tidak ada yang lebih penting
daripada itu. Sumpah itu akan menjadi sumpah yang membentuknya menjadi pria dewasa.
CHAPTER I

Awal Musim Panas,

Ibu Kota Dalmellingtown

Jika rasa penasaran dapat membunuh seseorang, Lady Azurre Desiree menduga ia akan
mati sebelum malam itu berakhir. Bagaimanapun, rasa pensaranlah yang menggodanya untuk
menghadiri pesta masquerade Lady Portia Maximillian. Azuree tidak terlalu mengenal wanita
itu, kecuali bahwa ia telah menikasi Lord Lorcan Maximillian musim semi lalu. Itulah yang
membuatnya penasaran sehingga ia kini berada di salah satu sudut ruangan pesta bersama
sepupunya, Yvaine, dan dua gadis lainnya. Nampaknya sudut itu tempat yang sempurna untuk
mengamati siapa yang datang dan pergi.

Azurre tidak peduli saat para tamu yang datang diumumkan. Ia jauh lebih berminat
memperhatikan tuah dan nyonya rumah. Tertarik untuk mencoba mengartikan apa yang sedang
mereka rencanakan, dan bagaimana para jajaran bangsawan menerima mereka.

Sudah bertahun-tahun Azurre tidak melihat Lord Lorcan. Terutama setelah ketiga
keponakannya, para Pangeran Crescentia menghilang. Lord Lorcan meninggalkan Roothallow.
Azuree menduga pria itu tinggal disalah satu estatnya yang lain, walaupun mungkin Lord Lorcan
tinggal di Istana Cerevaux Dalmellingtown sepanjang tahun.

Kediaman yang berbentuk manoir ini begitu berkilau dan cemerlang, seolah dirawat
dengan sangat telaten. Malam ini banyak tamu yang nampak bekilau dan cemerlang juga. Tidak
ada yang menduga, putra kedua Raja ke 6 Crescentia akan memperoleh perhatian sebanyak itu.
Tapi Lord Lorcan mempunyai masa lalu yang pahit yang selalu dilebih-lebihkannya. Kecelakaan
kakaknya yang memilukan; lalu hilangnya ketiga keponakannya tanpa penjelasan, apakah
mereka melarikan diri (?) Apakah mereka diculik untuk tebusan, dan kemudian dibunuh
kemudian (?) Ataukah mereka diculik untuk tujuan yang keji (?) Ditempatkan disebuh kapal
mungkin (?) kemudian dijual menjadi budak di negeri antar berantah (?) bahkan seluruh prajurit
tidak dapat menemukannya, dan para diplomat kerajaan pun tidak ada yang tahu. Hingga saat ini
mereka menjadi legenda para Pangeran Crescentia yang hilang~

Yvaine : “Pernahkah kau datang ke pesta yang lebih menjemukan dan membosankan?”
Azurre : “Aku tidak bisa membayangkan Lord Lorcan dikenal sebagai seorang pemimpin
yang menyenangkan. Lagipula, seberapa menyenangkannya seorang pria dengan
kemalangan seperti dia?”

Ucap sinis Azuree itu membuat Yvaine melirik tajam, tapi hal itu nyaris tidak disadari
dua gadis lain yang bergabung bersama mereka. Mereka terlalu sibuk meneliti kerumunan,
nampak seperti memperhatikan mangsa mereka.
Prymros : “Dia tak pernah menyelenggarakan pesta sebelumnya”
e
Vanille : “Tapi dulu dia memang belum menikah. Kudengar dari pamanku yang mendapat
berita dari sepupunya bahwa Lady Portia menikahi Lord Lorcan karena pria itu
diharapkan akan menjadi Raja kedelapan sebelum musim berakhir. Dan tentunya
wanita itu akan menyukai gelar barunya sebagai Ratu. Tidak ada yang mau
ketinggalan dapat mengenal dekat seorang Ibu Ratu. Karena itu, tamu pesta
malam ini membludak..”

Azurre diberi tahu ayahnya bahwa Lord Lorcan telah mengirimkan petisi kepada Perdana
Menteri Kerajaan dan Pengadilan Agung dalam menuntut klain untuk dinobatkan menjadi Raja
Crescentia, hal tersebut karena para keponakannya belum juga ditemukan. Sudah lebih dari lima
tahun sejak Pangeran yang paling bungsu mencapai usia dewasa. Tapi tidak satupun dari mereka
muncul untuk mengklaim takhta Raja, dan itu berarti satu hal, mereka benar-benar sudah tewas.

Azurre tak bisa membantah argumen itu, tak peduli betapa menyakitkannya baginya
menerima kenyataan pahit itu. Selama bertahun-tahun, ia tak pernah menerima kabar apa pun
dari mereka. Walaupun mungkin saja jika ia menerimanya, ayahnya, Sang Sekretaris Kerajaan
akan melenyapkannya.

Azurre sudah mengingkari janjinya kepada Vander. Malam itu Azurre langsung menemui
ayahnya dan memberitahukan apa yang dilihatnya dan bagaimana ia membantu para pemuda itu
melarikan diri. Ketika itu Azurre berharap ayahnya akan bertindak dan mengonfrontasi seluruh
rakyat kerajaan. Sebaliknya, ia malah kecewa karena sang ayah bahkan takut pada bayangannya
sendiri, pada posisinya, gelarnya, dan bayang-bayang Lord Lorcan, yang dengan senang hati
menguasai Istana Cerevaux. Ayahnya lalu mengirim Azurre ke sekolah biara agar Azurre bisa
merenungkan perbuatannya. Sekretaris Kerajaan tak percaya bahwa di zaman ini, seseorang akan
menghalalkan segala cara demi mendapatkan gelar.

Yvaine : “Sungguh menyedihkan, para Pangeran tewas karena dimakan serigala..”

Salah satu rumor yang beredar tentang kematian mereka mengatakan kalau potongan
tubuh para Pangeran ditemukan di ujung danau belakang Kastil Ilffreycombe, dan Yvaine selalu
memilih berita yang dramatis daripada yang biasa. Versi lain mengatakan bahwa para Pangeran
meninggal karena demam. Tapi dalam kedua kasus itu, tak pernah ada yang berhasil
menghadirkan jenazah mereka. Dari waktu ke waktu selama bertahun-tahun, ada orang yang
mengaku melihat para Pangeran di Ibu Kota, di tepi pantai, di dalam hutan, tapi tanpa bukti
nyata. Nasib mereka yang sebenarnya masih menjadi misteri.

Azurre yakin bahwa para Pangeran memang telah meninggal di suatu tempat selama
tahun-tahun dalam pengasingan. Jika para Pangeran masih hidup, mereka pasti kembali sesuai
janji. Vander pasti akan kembali kepadanya. Tidak ada yang akan menghentikan Vander untuk
menepati janji itu. Kecuali kematian. Azurre tak ingat lagi berapa banyak malam dihabiskannya
untuk meratapi kematian mereka, dan terbangun keesokan harinya yakin bahwa para Pangeran
masih hidup di suatu tempat. Mungkin ada beberapa alasan yang menghambat kepulangan
mereka. Tapi dengan berlalunya waktu, semakin tipis harapan bahwa para Pangeran akan
kembali, bahwa ada salah satu dari mereka yang berhasil bertahan hidup.

Dari sudut matanya, Azurre melihat Lord Lorcan menuju koridor di kejauhan. Pria bengis
itu mempunyai figur yang berwibawa, berpakaian mewah, dan itu nampak sangat
menjengkelkan. Seharusnya pria itu berpunggung bongkok dan berwajah buruk.

Azurre membutuhkan segenap kendali diri untuk tidak meluapkan emosinya ketika
sebelumnya, Lord Lorcan tersenyum kepadanya sambil berlalu. Mata pria itu menyiratkan
kelicikan yang tampaknya hanya bisa dilihat Azurre seorang. Semua orang tampak terkagum-
kagum kepada Lord Lorcan, terpikat pada pesonanya. Setidaknya pria itu masih memiliki akal
sehat untuk tidak menyentuh tangan Azurre yang memakai sarung tangan dan menciumnya.

Azurre bertanya-tanya apa sebaiknya ia dan Yvaine meninggalkan pesta. Ia tidak lagi
yakin apa yang akan dicapainya dengan datang ke sini. Sejauh ini, ia hanya membuat
pencernaannya melilit setiap kali ia memikirkan bagaimana Lord Lorcan berhasil memiliki
Manoir ini, dan sebentar lagi, jika petisi Lord Lorcan dikabulkan, pria itu akan memperoleh lebih
banyak lagi. Menduduki takhta Raja kedelapan Crescentia, Lord Lorcan akan memperoleh
segalanya.

Azurre tidak bisa membiarkan itu terjadi. Ia akan menulis surat pada Perdana Menteri dan
Pengadilan Agung, serta menjelaskan apa yang telah dilakukan Lord Lorcan, apa yang
didengarnya, apa yang terjadi pada malam ketika ketiga Pangeran itu menghilang. Akankah kata-
katanya dipercaya ataukah cerita itu hanya akan dianggap dongeng baru yang menambah
perbendaharaan misteri mengenai seputar hilangnya para Pangeran Crescentia?

Perenungan Azurre terhenti ketika dua orang pria yang memiliki paras serupa datang
untuk mengajak Lady Prymrose dan Lady Vanille berdansa. Tampaknya kedua pria itu juga
merupakan saudara kembar dengan wajah yang tentunya rupawan. Azurre merasa tergelitik saat
mengingat betapa sulitnya para pelayan istana membedakan Pangeran Vander dan Pangeran
Victor.

Yvaine : “Aku tidak percaya kau akan segera menikah akhir bulan ini”

Azurre juga tak bisa memercayainya. Selama menghadiri pesta masquerade pertamanya
ia telah menarik perhatian Marquess Dominic of Mountgomery. Ketertarikan tersebut diikuti
pendekatan menggebu yang melibatkan kiriman bunga yang berlimpah, jalan-jalan di taman, dan
menghabiskan sore bersama di ruang tamu. Mereka mempunyai selera yang sama dalam bidang
musik, sastra, dan seni. Percakapan mereka selalu terasa menyenangkan, dan Azurre tidak yakin
mengapa ia kadang-kadang merasa seharusnya percakapan itu bisa lebih serius. Tampaknya
Azurre sudah melupakan hari-hari pemberontakannya.

Azurre : “Aku merasa sedikit bersalah. Seharusnya pesta pernikahan akhir musim ini
adalah milikmu”
Yvaine : “Musim ini tidak akan berakhir bersamaan dengan berakhirnya bulan ini. aku
masih bisa menemukan cinta sejatiku..”

Memang benar, Azurre menyukai Lord Dominic. Tindak tanduk dan cara berpakaian
Lord Dominic tak bercela. Azurre membayangkan jika Vander masih hidup, pria itu pasti mirip
sekali dengan Dominic, santun, mempesona, dan seringkali menampakkan kecerdasannya.
Azurre juga nampak nyaman dan diterima baik oleh orang tua Dominic yang nampak sangat
menyayangi Azurre.

Azurre : “Pria yang mendapatkamu akan sangat beruntung”


Yvaine : “Kau memang pintar memuji orang. Ngomong-ngomong soal pria yang beruntung,
itu Lord Dominic datang..”

Azurre memalingkan perhatiannya ke arah yang ditunjukkan Yvaine, dna melihat


tunangannya berjalan menghampirinya. Marq Dominic beberapa tahun lebih tua dari Azurre,
jarak umur yang memberinya aura kedewasaan dan ketenangan yang tidak dimiliki para lord
yang lebih muda. Tinggi dan ramping, berkulit putih, dan murah senyum, pria itu kini
menyunggingkan senyumnya yang memesona kepada Azurre.

Dominic : “Kau tampak terlihat sangat cantik, Lady Azurre”


Azurre : “Terimakasih, My Lord..”
Dominic : “Dan, begitu pula dirimu, Lady Yvaine..”
Yvaine : “Kau terlalu baik, My Lord”
Dominic : “Bukan begitu, aku hanya bicara yang sebenarnya..”
“Lady Azurre, apakah kau dapat mengosongkan waktumu untuk berdansa wajib
untukku?”

Dominic adalah pria yang mudah curiga, tapi itu hanya membuatnya terlihat semakin
sayang kepada Azurre. Tujuh adalah angka keberuntungannya, mungkin.

Azurre : “Tentu saja”


Dominc : “Bagus. Kau tidak keberatan kami permisi, Lady Yvaine?”
Yvaine : “Tentu saja, My Lord”

Azurre tidak mengerti kenapa para pria tidak mengerubungi sepupunya itu. Dominic
memegang pinggang Azurre dan menuntunnya menuju lantai dansa..

Azurre : “Maukah kau berdansa dengannya setelah ini?”


Dominic : “Dengan siapa?”
Azurre : “Lady Yvaine, sepupuku”
Dominic : “Kalau itu dapat membuatmu senang”
Azurre : “Itu akan membuatku sangat senang”
Dominic : “Mungkin aku akan membuatmu sedikit cemburu?”
Azurre : “Ya, tapi yang paling utama adalah membuat sepupuku senang. Aku tak mengerti
kenapa tak banyak pria yang memperhatikan Yvaine”
Dominic : “Karena jika dibandingkan dengamu, dia tampak pucat”

Alunan musik waltz yang ringan dan ceria menggema ke penjuru ruangan saat Dominic
merengkuh tubuh Azurre. Sentuhan pria itu lembut dan santun. Banyak yang beranggapan
Azurre tak banyak dilirik orang, tapi nyatanya ia sekarang bersama seorang pengagum padahal ia
tak pernah berpikir akan mempunyai satu pun pengagum.

Ditambah lagi, pada saat Azurre masih lebih muda ia hidup dalam ketakutan kalau Lord
Lorcan akan mengejarnya seperti pria itu menghancurkan hidup ketiga keponakannya. Azurre
tahu rahasia-rahasia pria itu, dosa-dosanya. Azurre juga tahu dirinya sering bertindak gegabah,
sering bertindak tanpa berpikir matang, tapi kalau ia tidak memercayai instingnya malam itu ......

“His Royal Majesty, Pangeran Mahkota Crescentia!”

Panggilan yang asing dan tak terduga itu membuat semua orang terkesiap. Termasuk Azurre.

Dominic : “Ya Tuhan!”


: “Apakah ini tujuan pesta ini sebenarnya? Apakah petisinya sudah disetujui? Lord
Lorcan benar-benar pintar membuat kejutan dan pertunjukan”

Jika Lord Lorcan sekarang menyandang gelar itu, berarti para keponakannya sudah
dinyatakan tewas. Azurre menegakkan lehernya...

“His Royal Majesty, Pangeran Victor Maximliian!”

Azurre menelan ludahnya, lututnya melemas..

“His Royal Majesty, Pangeran Axel Maximliian!”

Dunia Azurre menyempit, menggelap di ujung- ujungnya, mengancam untuk menelannya...

Anda mungkin juga menyukai