Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH FETOMATERNAL

ASMA DALAM KEHAMILAN

Disusun Oleh:

Amalia Azzahro P07124218043

JURUSAN KEBIDANAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN


YOGYAKARTA

TAHUN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga tugas makalah yang berjudul “Makala Manajemen Organisasi dan Kepemimpinan”
ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini
adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Fetomaternal makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang Asma pada kehamilan bagi para pembaca dan juga bagi
penulis.

Saya menyadari, dalam penulisan makalah ini mungkin terdapat kesalahan yang masih
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya
nantikan demi kesempurnaan makalah ini.Demikian saya ucapkan terimakasih atas waktu
yang telah diluangkan untuk membaca makalah ini.

Yogyakarta, 05 Juni 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

JUDUL ..................................................................................................................................
KATA PENGANTAR ...........................................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Resume Webinar “Kenali dan Atasi Asma”.............................................................3
B. Patofisiologi Asma dalam Kehamilan.......................................................................5
C. Pengaruh Asma terhadap Kehamilan .......................................................................7
D. Pengaruh Kehamilan terhadap Asma .......................................................................7
E. Penanganan asma pada Kehamilan...........................................................................8
F. Pencegahan Asma pada Kehamilan..........................................................................10
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................12

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu indikator yang menjadi
tolak ukur pembangunan kesehatan di suatu negara. Upaya kesehatan ibu dan
anak menyangkut pelayanan dan pemeliharaan ibu dalam masa kehamilan,
persalinan, nifas dan menyusui serta bayi sampai anak prasekolah (Kemenkes RI,
2017). Keberhasilan dari upaya kesehatan ibu dan anak, dapat dilihat dari
indikator Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). AKI
adalah jumlah kematian ibu selama masa kehamilan, persalinan, dan nifas yang
disebabkan oleh kehamilan, persalinan dan nifas di setiap 100.000 kelahiran
hidup.
Asuhan antenatal merupakan upaya preventif program pelayanan
kesehatan obstetri untuk mengoptimalisasi kesehatan maternal dan neonatal
melalui serangkaian kegiatan yaitu dengan melakukan pemantauan rutin selama
kehamilan (Prawirohardjo, 2014). Pada kehamilan sering dijumpai komplikasi
atau penyakit penyerta, salah satunya yaitu asma. Asma sebagai gangguan
inflamasi pada saluran pernapasan dan hipersensitivitas bronkus terhadap
berbagai rangsangan (allergen) yang ditandai oleh penyempitan saluran
pernapasan yang reversible dengan atau tanpa pengobatan (Global Initiative For
Astham, 2015). Asma dalam kehamilan yang tidak terkontrol mampu
menyebabkan hiperemesis gravidarum, berat badan turun, cairan dan elektrolit
dalam tubuh tidak seimbang, perdarahan pervaginam dan komplikasi kehamilan,
sedangkan pada persalinan dapat menyebabkan kelahiran premature, BBLR, dan
hipoksia neonatus (Saifuddin, 2010). Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh
Agustina, (2017) menyebutkan bahwa penyakit asma berdampak penting bagi
wanita dan janin selama kehamilan dan persalinan, dampak yang dapat terjadi
berupa kelahiran premature, BBLR, hipoksia dan seksio sesarea. Maka dari itu
perlunya dilakukan beberapa penanganan terhadap asma dalam kehamilan agar
dapat terkontrol sehingga tidak membahayakan kesehatan baik ibu dan janin.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana patofisiologi asma dalam kehamilan?
2. Apa pengaruh asma dalam kehamilan?
3. Bagaimana pengaruh kehamilan terhadap asma?
4. Bagaimana manajemen dan tata laksana penanganan asma pada kehamilan?
5. Apa yang harus dilakukan untuk pencegahan agar tidak terjadi serangan asma
selama dalam masa kehamilan?
C. Tujuan
1. Mengetahui tentang patofisiologi asma dalam kehamilan
2. Mengetahui mengenai pengaruh asma dalam kehamilan
3. Mengetahui tentang pengaruh kehamilan terhadap asma
4. Mengetahui tatalaksana penaganan asma dalam kehamilan
5. Mengetahui pencegahan yang dapat dilakukan agar tidak terserang asma
selama kehamilan

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Resume Webinar “Kenali dan Atasi Asma”


1. Definisi asma
Asma merupakan penyakit paru dengan karakteristik sebagai berikut
yaitu terjadi obstruksi saluran nafas yang reversibel baik secara spontan maupun
dengan pengobatan., adanya inflamasi saluran nafas , serta terjadi peningkatan
respon saluran nafas/ hipereaktivitas bronkus.
2. Klasifikasi Asma
a. Asma Alergi
Asma alergi sering dimulai sejak kanak-kanak dan berhubungan dengan
riwayat alergi dalam keluarga seperti eksim, rhinitis alergi atau alergi
terhadap makanan. Umumnya respon baik dengan menggunakan Inhalasi
kortikosteroid.
b. Asma nonalergi
Asma non alergi yaitu asma yang tidak berhubungan dengan alergi,
responnya singkat terhadap Inhalasi kortikosteroid.

c. Asma Awitan/ onset lambat

Terjadi pada beberapa orang dewasa, terutama wanita, timbul asma


pertama kali disaat dewasa. Pasien ini cendrung non alergi, cendrung
memerlukan ICS dosis tinggi atau relatif refrakter terhadap terapi
kortikosteroid.

d. Asma dengan obstruksi saluran nafas menetap

Beberapa penderita Asma yang sudah diderita lama akan


menjadi/mengalami keterbatasan aliran udara menetap atau reversibel
sebagian / inkomplit, diperkirakan ini disebabkan ”airway wall
remodelling”.

e. Asma dengan obesitas

Beberapa pasien Asma dengan obesitas mengalami gejala respirasi


yang prominent dan disertai sedikit ‘eosinophilic airway
inflammation’.

3
3. Epidemiologi

Asma merupakan penyakit kronik saluran nafas pada 1-18%


populasi di negara maju/berkembang. Untuk prevalensi kasus asma pada
dewasa yaitu 3-5% lebih rendah daripada anak-anak yaitu sekitar 7-10%.
WHO memperkirakan sekitar 300 juta penduduk dunia menderita asma dan
diperkirakan akan terus meningkat mencapai 400 juta di tahun 2025.
Bersumber dari riskesdas tahun 2018, prevalensi asma di indonesia yaitu
sekitar 2,4% dan kasus terbanyak berada di kota DIY, Kalimantan Timur
dan Bali.

4. Patofosiologi Asma

Asma yaitu gangguan kronik saluran nafas yang menimbulkan obstruksi


berkaitan dengan hipereaktivitas bronkus . Inflamasi saluran nafas → pusat dari
patofisiologi asma → mengakibatkan disfungsi saluran nafas melalui pelepasan
mediator inflamasi & remodelling dinding saluran nafas (Hipersensitivitas tipe 1).

5. Faktor Risiko

a. Predisposisi genetik
b. Atopi
c. Hiperaktivitas bronkus
d. Inflamasi jalan napas
e. Jenis kelamin
f. Ras/etnik
g. Hipotesis higiene
h. Obesitas
i. Depresi

6. Gambaran Klinis/Gejala Asma

a. Adanya serangan episodik batuk


b. Mengi
c. Sesak napas
d. Rasa berat di dada
e. Kadang disertai pilek dan bersin

7. Penegakan Diagnosis

a. Anamnesis

Dalam anamnesis dilakukan pemeriksaan subjektif kepada pasien


yaitu dengan dijumpai lebih dari 1 gejala asma 9mengi, sesak, batuk, dada
terasa berat), selanjutnya gejala umumnya lebih berat di malam atau awal pagi
hari, terdapat gejalabervariasi dengan waktu dan intensitas, serta dijumpai
pencetus atau pajanan terhadap alergen tertentu.

4
b. Pemeriksaan fisik

Dalam pemeriksaan fisik dapat ditegakn diagnosa asma apabila


ekspirasi memanjang, ada mengi, ditemukan hiperinflasi dada serta adanya
napas cepat hingga dijumpai sianosis.

c. Pemeriksaan Penunjang

 Spirometri

Respon terhadap bronkodilator → peningkatan VEP1 sebanyak ≥ 12%


atau ≥ 200 mL , VEP1/ KVP < 75 %

 Uji Provokasi Bronkus → dengan histamin, metakolin, kegiatan


jasmani, udara dingin, garam hipertonik dll → penurunan VEP1 20%
atau lebih
 Pemeriksaan sputum → sputum eosinophil karakteristik pada asma
sedangkan neutrofil dominan pada bronkitis kronik
 Pemeriksaan eosinofil total
 Uji alergi/skin prick test
 Ekshalasi nitric oxide → konsentrasi fraksional ekshalasi dengan nitric
oxide (FeNO) meningkat pada asma eosinofilik
 Pemeriksaan kadar IgE total dan IgE spesifik pada sputum ✓ Rontgen
dada
 Analisis Gas Darah → pada asma berat

B. Patofisiologi Asma dalam Kehamilan


Asma merupakan penyakit inflamasi kronis saluran pernapasan dengan
komponen genetik yang utama. Peningkatan respon dari saluran pernapasan dan
inflamasi subakut yang persisten telah banyak dihubungkan dengan gen-gen pada
kromosom 5, 11, dan 12 yang meliput kumpulan gen sitokin, gen reseptor β-
adrenegik dan glukokortikoid, seta gen reseptor antigen sel T. Selain itu, juga
dijumpai adanya stimulan alergen lingkungan seperti virus influenza dan asap rokok
pada penderita-penderita yang rentan.
Asma bronkiale merupakan penyakit obstruksi saluran nafas yang sering
dijumpai pada kehamilan dan persalinan, diperkirakan 1%-4% wanita hamil
menderita asma. Efek kehamilan pada asma tidak dapat diprediksi. Turner et all
dalam suatu penelitian yang melibatkan 1054 wanita hamil yang menderita asma
menemukan bahwa 29% kasus membaik dengan terjadinya kehamilan, 49% kasus
tetap seperti sebelum terjadinya kehamilan, dan 22% kasus memburuk dengan
bertambahnya umur kehamilan. Sekitar 60% wanita hamil yang mendapat serangan

5
asma dapat menyelesaikan kehamilannya dengan baik. Sekitar 10% akan mengalami
eksaserbasi pada persalinan. Mabie dkk (1992) melaporkan peningkatan 18 kali lipat
resiko eksaserbasi pada persalinan dengan seksio sesarea dibandingkan dengan
pervaginam.
Asma bronkiale merupakan penyakit yang ditandai dengan meningkatnya
kepekaan saluran trakeobronkial terhadap berbagai rangsangan. Pada serangan asma
terjadi bronkospasme, pembengkakan mukosa dan peningkatan sekresi saluran nafas,
yang dapat hilang secara spontan atau dengan pengobatan. Gejala klinik yang klasik
berupa batuk, sesak nafas, dan mengi (wheezing), serta bisa juga disertai nyeri dada.
Serangan asma umumnya berlangsung singkat dan akan berakhir dalam beberapa
menit sampai jam, dan setelah itu penderita kelihatan sembuh secara klinis. Pada
sebagian kecil kasus terjadi keadaan yang berat, yang mana penderita tidak
memberikan respon terhadap terapi (obat agonis beta dan teofilin), hal ini disebut
status asmatikus.
Pengaruh kehamilan terhadap timbulnya serangan asma pada setiap penderita
tidaklah sama, bahkan pada seorang penderita asma serangannya tidak sama pada
kehamilan pertama dan kehamilan berikutnya. Biasanya serangan akan timbul mulai
usai kehamilan 24 minggu sampai 36 minggu, dan akan berkurang pada akhir
kehamilan.Pengaruh asma pada ibu dan janin sangat bergantung dari frekuensi dan
beratnya serangan asma, karena ibu dan janin akan mengalami hipoksia. Keadaan
hipoksia jika tidak segera diatasi tentu akan memberikan pengaruh buruk pada janin,
berupa abortus, persalinan prematur, dan berat janin yang tidak sesuai dengan umur
kehamilan.

C. Pengaruh Asma dalam Kehamilan


Pada kehamilan, asma dapat menimbulkan komplikasi baik pada ibu maupun
pada janin. Terapi asma dengan menggunakan obatobatan asma perlu disesuaikan
dengan kehamilan dan serangan asma yang terjadi pada ibu hamil harus ditangani
secara agresif.
Asma yang tidak terkontrol dalam kehamilan dapat menimbulkan komplikasi
pada janin dan ibu berupa kematian perinatal, pertumbuhan janin terhambat, lahir
premature, berat badan lahir rendah, preeklamsia, perdarahan post partum, dan
peningkatan insidensi seksio sesarea, tergantung pada derajat beratnya penyakit

6
asma. Prognosis bayi yang lahir dari ibu dengan asma terkontrol sebanding dengan
prognosis bayi yang lahir dari ibu tanpa asma. Suatu studi perspektif menunjukkan
ibu hamil dengan asma ringan ataupun sedang yang terkontrol dapat memiliki luaran
ibu dan janin yang baik
Pada asma berat, hipoksia janin dapat terjadi mendahului hipoksia pada ibu.
Hipoksia janin akan menyebabkan gawat janin sebagai akibat penurunan sirkulasi
uteroplasenter dan aliran darah balik maternal. Peningkatan pH (alkali) akan
menggeser ke kiri kurva disosiasi oksihemoglobin. Hipoksemia maternal
menyebabkan penurunan aliran darah pada tali pusat, peningkatan resistensi vaskular
pulmonar dan sistemik, dan penurunan curah jantung.

D. Pengaruh Kehamilan terhadap Asma


Keadaan hormonal selama kehamilan sangat berbeda dengan tidak hamil dan
mengalami perubahan selama kehamilan. Perubahan ini akan memberikan pengaruh
terhadap fungsi paru. Pada saat kehamilan terjadi peningkatan kadar estrogen dan
progesteron. Progesteron meningkat dan stabil sampai dengan trimester pertama
kehamilan. Pada usia kehamilan tiga bulan kadar progesteron meningkat secara
linear dapat mencapai 900% lebih tinggi saat akhir gestasi dan estrogen juga
meningkat hingga mencapai puncaknya pada trimester akhir. Paralel dengan kondisi
ini, ibu hamil dengan asma didapatkan perbaikan gejala asma selama kehamilan
dengan angka kejadian serangan paling rendah selama 4 minggu terakhir kehamilan.
Sejumlah penelitian hewan percobaan mendapatkan hasil bahwa progesteron dan
estrogen dapat menurunkan kontraktilitas dan meningkatkan relaksasi otot polos
bronkus. Progesteron diketahui dapat meningkatkan ventilasi semenit selama
kehamilan normal, merelaksasi otot polos sehingga dapat berperan dalam perbaikan
dan perlindungan terhadap serangan asma selama kehamilan. Progesteron
memberikan pengaruh awal dengan meningkatkan sensitifitas terhadap
karbondikosida (CO2) yang menyebabkan hiperventilasi ringan disebut sebagai
dispneu selama kehamilan.
Kadar kortisol bebas dan total plasma meningkat selama kehamilan. Peningkatan
kadar kortisol ini memberikan efek perbaikan atau perlindungan terhadap serangan
asma selama kehamilan karena sifat antiinflamasi kortisol namun kenyataan tidak
demikian. Beberapa ibu hamil refrakter terhadap kortisol meskipun terjadi
peningkatan kadar dalam serum 2-3 kali lipat yang mungkin disebabkan terjadi

7
kompetisi pada reseptor glukokortikoid oleh progesteron, deoksikortikosteron
aldosteron yang meningkat selama kehamilan. Peningkatan kadar matabolit
prostalandin PGF2-Alfa yang merupakan suatu bronkokonstriktor kuat dalam serum
sebesar 10%-30% tidak selalu memberikan pengaruh buruk pada pasien asma selama
persalinan.15 Eksaserbasi serangan asma sering terjadi pada trimester III atau saat
persalinan sehingga sering menimbulkan pendapat pengaruh perubahan faktor
hormonal yaitu penurunan progesteron dan peningkatan prostaglandin.

E. Penanganan Asma dalam Kehamilan


Tatalaksana asma pada kehamilan sama dengan tanpa kehamilan. Manajemen
tatalaksana asma yang menjadi pedoman di Indonesia mengikutipedoman dari
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia(PDPI) dan Global Initiative for Asthma
(GINA). Sebagian besar perempuan hamil dengan
Asma mengurangi atau menghentikan pengobatan selama kehamilan yang
mengakibatkan kurangnya kepatuhan dalam menggunakan obat asma dan infeksi
virus sering menjadi pencetus serangan asma saat kehamilan. Prinsip dasar
pengobatan asma pada ibu hamil adalah memberikan terapi optimal sehingga dapat
mempertahankan asma yang telah terkontrol bertujuan untuk mempertahankan
kesehatan dan kualitas hidup ibu serta pertumbuhan janin yang normal selama
kehamilan. Pasien asma harus diberikan informasi jelas mengenai potensi
komplikasi asma yang dapat terjadi dan perubahan fungsi paru selama masa
kehamilan. Edukasi dan penggunaan obat inhalasi secara tepat merupakan faktor
terpenting menghindari pencetus asma dan segera berkonsultasi ke dokter jika
muncul gejala asma.
Mengontrol asma pada kehamilan bertujuan untuk mencegah eksaserbasi akut,
mencegah hipoksemia dan gangguan janin serta menghindari kebutuhan obat yang
berlebihan. Semua obat asma secara umum dapat dipakai saat kehamilan kecuali
komponen alfa-adrenergik, bromfeniramin dan epinefrin. Obat inhalasi
kortikosteroid inhalasi sangat bermanfaat untuk mengontrol asma dan mencegah
serangan akut terutama saat kehamilan. Obat inhalasi agonis beta-2, leukotrien dan
teofilin dengan kadar yang termonitor dalam darah terbukti tidak meningkatkan
kejadian abnormalitas janin. Pemilihan obat asma pada pasien yang hamil dianjurkan
berupa obat inhalasi dan sebaiknya memakai obat-obat asma yang pernah dipakai
pada kehamilan sebelumnya yang sudah terdokumentasi dan terbukti aman.

8
Telah banyak bukti keamanan penggunaan obat asma selama kehamilan yaitu
beta2 agonis kerja cepat, teofilin dan ICS. Keamanan steroid oral untuk asma selama
kehamilan masih belum jelas seperti terlihat pada dua penelitian kohort prospektif
berkala besar yang mendapatkan hubungan antara penggunaan steroid oral dan
peningkatan risiko persalinan prematur. Penelitian yang ada tidak didapatkan
perubahan perkembangan janin pada ibu hamil yang menggunakan beklometason,
budesonid atau flutikason dibandingkan dengan kontrol namun hingga saat ini belum
ada studi spesifik menelitipengaruh beta2 agonis kerja lama (salmeterol, formoterol)
secara tunggal atau kombinasi dengan ICS selama kehamilan. Eksaserbasi akut yang
terjadi harus segera diatasi agresif dengan pemberian oksigen, agonis beta-2 kerja
singkat secara nebulisasi dan kortikosteroid sistemik jika ada indikasi. Pasien dan
keluarga diupayakan berperan aktif dalam mencegah eksaserbasi melalui kontrol
lingkungan dan melakukan pengobatan sesuai perencanaan yang dibicarakan
bersama antara dokter, pasien dan keluarga.
Tatalaksana asma intermiten, persisten ringan, persisten sedang dan persisten
berat selama kehamilan tidak berbeda dengan tanpa kehamilan. Pasien dengan asma
intermiten dapat menggunakan inhalasi beta-2 agonis untuk menghilangkan gejala
dan tidak memerlukan obat pengontrol. Asma persisten ringan dberikan inhalasi
kortikosteroid dosis rendah atau teofilin lepas lambat selain beta-2 agonis. Pada
asma persisten sedang diberikan inhalasi kortikosteroid dosis sedang ditambah
bronkodilator kerja lama untuk mengontrol gejala asma. Pada asma persisten berat
memerlukan tatalaksana terapi yang lebih kompleks dan obatobatan yang optimal
yaitu kortikosteroid dosis tinggi dikombinasi dengan inhalasi beta-2 agonis kerja
lama atau teofilin lepas lambat. Terapi eksaserbasi akut asma pada pasien dengan
kehamilan sama dengan yang tidak hamil termasuk pemberian kortikosteroid
sistemik.

F. Pencegahan Asma dalam Kehamilan


Menghindari faktor pemicu serangan asma merupakan langkah yang sangat
penting. Langkah ini bisa dilakukan dengan beberapa cara berikut ini:
1. Konsumsi obat-obat anti asma
2. Hindari alergen pemicu asma, misalnya debu, asap, dan bulu binatang.
3. Hindari berdekatan dengan orang yang sedang menderita infeksi pernapasan.
4. Jangan merokok, dan jauhi asap rokok.

9
5. Rajin berolahraga, misalnya berenang, senam hamil, yoga, atau olahraga lain
yang dianjurkan dokter.
6. Jika memiliki penyakit refluks asam lambung (gastroesophageal reflux
disease/GERD), segera tangani dengan berobat ke dokter. GERD dapat
memperburuk gejala asma saat hamil.
7. Kontrol secara teratur
8. Menghindari obesitas
9. Melakukan kegiatan fisik seperti senam asma

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengaruh asma pada ibu dan janin dipengaruhi frekuensi dan berat
serangan asma yang mengakibatkan hipoksia pada ibu dan janin. Keadaan
hipoksia yang tidak segera diatasi akan memberikan pengaruh buruk berupa
abortus, persalinan prematur dan berat janin tidak sesuai dengan umur kehamilan

10
atau pertumbuhan janin terhambat. Prinsip dasar pengobatan asma pada ibu hamil
adalah memberikan terapi optimal sehingga dapat mempertahankan asma
terkontrol sehingga kesehatan dan kualitas hidup ibu dan janin yang normal
selama kehamilan dapat tercapai.

DAFTAR PUSTAKA

1. Murphy VE, Gibson PG, Smith R, Cliton VL. Asthma during pregnancy: mechanism
and treatment implications. Eur Respir Rev. 2005;25:731-50.
2. Gaga M, Zervas E. Breathing for two: pregnancy, asthma and respiratory failure. Eur
Respir Rev. 2014;23:5-7.
3. Murphy VE. Managing asthma in pregnancy. Breathe. 2015;11:258-67.
4. Murphy VE, Schatz. Asthma in pregnancy: a hit for two. Eur Respir Rev 2014; 23: 64
8.
5. Maselli DJ, Adams SG, Peters JI, Levine SM. Management of asthma during
pregnancy. Ther Adv Respir Dis. 2013;7:87-100.

11
6. Namazy JA, Schatz M. Management of asthma during pregnancy: optimizing
outcomes and minimizing risk. Semin Respir Crit Care Med. 2018;39:29-35.
7. Mangunnegoro H, Widjaja A, Sutoyo DK, Yunus F, Padjnaparamita, Suryanto E, et
al. Asma:Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpunan Dokter
Paru Indonesia. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.2004.
8. Sutoyo DK, Setyanto DB, Rengganis I, Yunus F, Sundaru H. Pedoman tatalaksana
asma. Dewan Asma Indonesia. Jakarta.2011.
9. LoMauro A, Aliverti A. Respiratory physiology of pregnancy. Breathe. 2015;11:297-
301.
10.Shedd GC, Hays CN. The pregnant patient with asthma: Assessment and management.
The Journal for Nurse Practitioners. 2016;12:1-6.
11.R. Hariadi. Ilmu Kedokteran Fetomaternal. Najoan Nan Warouw. Asma Bronkiale
Dalam Kehamilan. Himpunan Kedokteran Fetomaternal. Surabaya. 2004: p. 549-58
12.Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Spong CY, Dashe JS, Hoffman BL, et al.
Pulmonary disorders: Asthma. In: Cunningham FG, editors. Williams Obstetrics. 24th
ed. New York: McGraw-Hill Education;2014.p.6059-73.
13.Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan asma di
Indonesia. Jakarta: PDPI; 2019.
14.Global Initiative for Asthma. Global strategy for asthma management and prevention
(Updated 2019) [cited 2020 Mar 27]. Available from: https://ginasthma.org/GINA-
2019-main-reportJune-2019-wms/.

12

Anda mungkin juga menyukai