Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

PENYAKIT ASMA DALAM KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Obstetri
Dosen Pengampu : Bu Kurniaty Ulfah, M.Keb

Oleh :

Hasnah Aribah Hanifah P17324118001


Milania Raihan Putri S P17324118028
Nanda Ayu Wulan P17324118021
Nida Fatimah Azahra P17324118012
Rozanah Fulki P17324118047
Rukmini Rahayu P17324118054
Vivi Adriyani P17324118009

POLTEKKES KEMENKES BANDUNG


JURUSAN KEBIDANAN BANDUNG
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya, penulis dapat menyusun makalah ini dengan baik dan
benar.  Sholawat serta salam kita panjatkan kepada suri tauladan, Nabi besar kita Nabi
Muhammad SAW, tidak lupa pada keluarga, sahabat dan para pengikutnya hingga akhir zaman.

Hanya dengan ridha Allah SWT, makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Obstetri. Banyak hambatan dan masalah selama mengerjakan makalah ini. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan makalah ini. 

Menyadari sebagai manusia yang tidak lepas dari kesalahan dan kekhilafan, wajar
kiranya ditengah penulisan makalah ini terdapat kekurangan.

Bandung, 24 Januari 2020

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................1
DAFTAR ISI...................................................................................................................................2
BAB I...............................................................................................................................................3
PENDAHULUAN...........................................................................................................................3
A. Latar Belakang......................................................................................................................3
B. Rumusan Masalah.................................................................................................................3
C. Tujuan...................................................................................................................................4
BAB II............................................................................................................................................5
PEMBAHASAN..............................................................................................................................5
A. Definisi.................................................................................................................................5
B. Etiologi.................................................................................................................................6
C. Faktor Predisposisi................................................................................................................6
D. Diagnosis..............................................................................................................................7
E. Dampak.................................................................................................................................9
F. Penanganan.........................................................................................................................11
G. Contoh Kasus.....................................................................................................................16
BAB III..........................................................................................................................................25
PENUTUP.....................................................................................................................................25
A. Kesimpulan.........................................................................................................................25
B. Saran...................................................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................28

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia berdasarkan SKDI survei tahun 2007
sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup. Secara kuantitatif trend AKI di indonesia
cenderung menurun sejak tahun 1994. Namun angka ini masih tertinggi di Asia. Secara
distribusi persentase penyumbang AKI secara berturut-turut adalah sebagai berikut:
perdarahan (28%), eklamsia (24%), infeksi (11%), abortus (5%), persalinan tidak maju
(5%), emboli osbtruktif (3%), dan lain-lain.1 Asma dalam kehamilan merupakan salah
satu keadaan yang dapat meningkatkan morbiditas serta mortalitas ibu hamil bila tidak
ditangani dengan baik.
Global Initiative for Asthma (GINA) mendefinisikan asma sebagai gangguan
inflamasi kronik pada saluran pernapasan yang melibatkan banyak sel inflamasi dan
hipersensitivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan (alergen) yang ditandai oleh
penyempitan saluran pernapasan yang reversibel dengan atau tanpa pengobatan. Hingga
saat ini, asma masih merupakan masalah di dunia dengan angka kejadian sebanyak
3.000.000 penduduk dan angka kematian sebanyak 250.000 penduduk setiap tahunnya.
Pada kehamilan, tingkat keparahan asma sendiri dapat berubah, baik menjadi
semakin ringan, berat, atau tidak berubah sama sekali. Walaupun adanya kekhawatiran
akan penggunaan obat-obatan selama kehamilan, asma yang tidak terkontrol dapat
mengakibatkan efek yang tidak diinginkan terhadap janin berupa peningkatan mortalitas
perinatal, angka kejadian prematuritas, dan angka kejadian berat badan bayi lahir rendah
sehingga penanganan asma yang baik dengan pemantauan ketat serta pengobatan asma
dengan prinsip reliever dan controller akan menurunkan morbiditas serta mortalitas ibu
hamil dengan asma, sehingga dapat menghasilkan outcome maternal dan fetal yang
maksimal.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari penyakit asma dalam kehamilan, persalinan, dan nifas ?
2. Apa etiologi dari penyakit asma dalam kehamilan, persalinan, dan nifas ?
3. Apa faktor predisposisi penyakit asma dalam kehamilan, persalinan, dan nifas ?

3
4. Bagaimana diagnosis pada penyakit asma dalam kehamilan, persalinan, dan nifas ?
5. Apa dampak penyakit asma dalam kehamilan, persalinan, dan nifas ?
6. Bagaimana penanganan penyakit asma dalam kehamilan, persalinan, dan nifas ?
7. Bagaimana contoh kasus penanganan penyakit asma dalam kehamilan, persalinan,
dan nifas ?

C. Tujuan
1. Mengetahui definisi penyakit asma dalam kehamilan, persalinan, dan nifas.
2. Mengetahui etiologi penyakit asma dalam kehamilan, persalinan, dan nifas.
3. Mengetahui faktor predisposisi penyakit asma dalam kehamilan, persalinan, dan
nifas.
4. Mengetahui diagnosis penyakit asma dalam kehamilan, persalinan, dan nifas.
5. Mengetahui dampak penyakit asma dalam kehamilan, persalinan, dan nifas.
6. Mengetahui penanganan penyakit asma dalam kehamilan, persalinan, dan nifas.
7. Mengetahui contoh kasus penanganan penyakit asma dalam kehamilan, persalinan,
dan nifas.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Asma umum terjadi pada wanita muda dan dengan demikian sering ditemukan
selama kehamilan. Prevalensi asma meningkat secara stabil di berbagai negara dimulai
pada pertengahan 1970, tapi mendatar di Amerika Serikat selama dekade terakhir (Eder
dkk., 2006), Menurut Fanta (2009) dan National Center for Health Statistics (2007),
hampir 8 persen populasi umum mengalami asma. Kwon dkk. (2006) memperkirakan
prevalensi asma pada kehamilan berkisar antara 4 dan 8 persen. Selain itu, Namazy dan
Schatz (2005) melaporkan bahwa prevalensi pada wanita hamil terlihat meningkat.
Asma merupakan gangguan jalan napas inflamatori kronik dengan komponen
herediter mayor. Peningkatan responsivitas jalan napas dan inflamasi subakut yang
persisten berkaitan dengan gen pada kromosom 5, 11, dan 12 yang meliputi kumpulan
gen sitokin, gen reseptor β-adrenergik dan glukokortikoid, dan gen reseptor antigen sel-T
(McFadden, 2005). Ada stimulan alergik lingkungan yang harus dihindari oleh individu
yang rentan, seperti influenza atau asap rokok (Hartert dkk., 2003 ).
Tanda-tanda khas asma adalah obstruksi jalan napas yang reversibel akibat
kontraksi otot polos bronkus, kongesti vaskular, mukus yang kental, dan edema mukosa.
Terdapat inflamasi jalan napas dan peningkatan responsivitas terhadap beberapa stimulan
meliputi iritan, infeksi virus, aspirin, udara dingin, dan olah raga. lnflamasi disebabkan
oleh respons sel mast, eosinofil, limfosit, dan epitel bronkus. Sejumlah mediator
inflamasi oleh sel tersebut dan sel lainnya yang meliputi histamin, leukotrien,
prostaglandin, sitokin, dan banyak lainnya. IgE juga berperan penting dalam patofisiologi
(Strunk dan Bloomberg, 2006).
Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus
terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan napas yang
luas dan derajatnya dapat berubah-ubah, baik secara spontan maupun sebagai hasil
pengobatan (Muttaqin, 2008).
Asma dalam kehamilan gangguan adalah inflamasi kronik jalan napas terutama
sel mast dan eosinofil sehingga menimbulkan gejala periodik berupa mengi, sesak napas,

5
dada terasa berat, dan batuk yang ditemukan pada wanita hamil. Asma mungkin
membaik, memburuk atau tetap tidak berubah selama masa kehamilan, tetapi pada
kebanyakan wanita gejala-gejalanya cenderung meningkat selama tiga bulan terakhir dari
masa kehamilan. Dengan bertumbuhnya bayi dan membesarnya rahim, sebagian wanita
mungkin sering mengalami sesak nafas. Tetapi ibu - ibu yang tidak menderita asmapun
mengalami hal tersebut karena gerakan diafragma / sekat rongga badan menjadi terbatas.
(Febrianti, 2008).

B. Etiologi
Sampai saat ini etiologi dari Asma Bronkhial belum diketahui. Suatu hal yang
menonjol pada penderita Asma adalah fenomena hiperaktivitas bronkus. Bronkus
penderita asma sangat peka terhadap rangsangan imunologi maupun non-imunologi.
Adapun rangsangan atau faktor pencetus yang sering menimbulkan Asma adalah:
1. Faktor ekstrinsik (alergik): reaksi alergik yang disebabkan oleh allergen atau alergen
yang dikenal seperti debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang.
2. Faktor intrinsik (non-alergik): tidak berhubungan dengan alergen, seperti common
cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan lingkungan dapat
mencetuskan serangan.
3. Asma gabungan: Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai
karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik (Smeltzer&Bare,2002).

C. Faktor Predisposisi
1. Alergen
Dimana alergen dapat dibagai menjadi 3 jenis, yaitu :
a. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan Ex : debu, bulu binatang, serbuk
bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
b. Ngestan, yang masuk melalui mulut Ex : Makanan dan obat-obatan 3.
c. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Ex : perhiasan, logam, dan
jam tangan.
2. Perubahan Cuaca Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu

6
terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim,
seperti : musim hujan, musim kemarau, musim bunga,. Hal ini berhubungan dengan
arah angin serbuk bunga dan debu.
3. Stress Stress / gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga
bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang
timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress / gangguan emosi
perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya
belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
4. Lingkungan Kerja Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan
asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja
dilaboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polusi lalu lintas. Gejala ini
membaik pada waktu libur atau cuti.
5. Olahraga / aktifitas jasmani yang berat Sebagian besar penderita asma akan mendapat
serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling
mudah menim.

D. Diagnosis
Diagnosis asma tidak sulit, terutama bila dijumpai gejala yang klasik seperti sesak
nafas, batuk dan mengi. Serangan asma dapat timbul berulang-ulang dengan masa remisi
diantaranya. Serangan dapat cepat hilang dengan pengobatan, tetapi kadang-kadang dapat
pula menjadi kronik sehingga keluhan berlangsung terus menerus.
Adanya riwayat asma sebelumnya, riwayat penyakit alergik seperti rinitis alergik,
dan keluarga yang menderita penyakit alergik, dapat memperkuat dugaan penyakit asma.
Selain hal-hal di atas, pada anamnesa perlu ditanyakan mengenai faktor pencetus
serangan.
Penemuan pada pemerikasaan fisik penderita asma tergantung dari derajat
obstruksi jalan nafas. Ekspirasi memanjang, mengi, hiperinflasi dada, takikardi,
pernapasan cepat sampai sianosis dapat dijumpai pada penderita asma dalam serangan.
Dalam praktek tidak sering ditemukan kesulitan dalam menegakkan diagnosis asma,
tetapi banyak pula penderita yang bukan asma menimbulkan mengi sehingga diperlukan
pemeriksaan penunjang.

7
Diagnosis asma ditegakkan berdasar gejala episodic obstruksi aliran jalan nafas,
yang bersifat reversibel atau reversibel sebagian. Derajat berat asma dapat
dikelompokkan sebagai asma intermiten, asma persisten ringan, asma persisten sedang
dan asma persisten berat, tergantung pada frekwensi dan derajat berat gejalanya,
termasuk gejala malam, episode serangan dan faal paru (Sharma, 2004).
Kelompok kerja National Asthma Education and Prevention Program (NAEPP)
berpendapat bahwa pasien asma persisten harus dievaluasi minimal setiap bulannya
selama kehamilan. Evaluasi termasuk riwayat penyakit (frekuensi gejala, asma malam
hari, gangguan aktivitas, serangan dan penggunaan obat ), auskultasi paru, serta faal paru
(NAEPP, 2005).
Uji spirometri dilakukan pada diagnosis pertama kali, dan dilanjutkan dengan
pemantauan rutin pada kunjungan pasien selanjutnya, tetapi pengukuran APE dengan
peak flow meter biasanya sudah cukup. Pasien dengan VEP1 60-80% prediksi
meningkatkan risiko terjadinya asma pada kehamilan, dan pasien dengan VEP1 kurang
dari 60% prediksi memiliki risiko yang lebih tinggi (NAEPP, 2005).
Asma pada kehamilan berhubungan dengan kejadian Intra Uterine Growth
Retardation (IUGR) dan kelahiran prematur, sangatlah penting untuk menegakkan waktu
kehamilan secara akurat melalui pemeriksaan USG pada trimester pertama. Menurut
pendapat kelompok kerja NAEPP, evaluasi aktivitas dan perkembangan janin dengan
pemeriksaan USG rutin dipertimbangkan bagi :
1. wanita dengan asma terkontrol;
2. wanita dengan asma sedang sampai berat, mulai kehamilan minggu ke-32
3. wanita setelah pulih dari serangan asma berat (NAEPP, 2005).

Diagnosis Differensial
1. Bronchitis kronis
2. Bronchiectasis
3. Hypogammaglobulinemia
4. Emfisema
5. Obstruksi laring
6. Endobronchial space-occuping lesion

8
7. Disfungsi glottis cardiac disease
8. Multiple pulmonary emboli
9. Eosinophilic pneumonia syndromes
10. Systemic vasculitis
11. Gastroesophageal reflux
12. Cough secondary to drigs
13. Carcinoid

E. Dampak
Tidak ada bukti bahwa kehamilan memiliki efek yang dapat diprediksikan pada
pasien asma sebagai penyakit penyerta. Pada tinjauannya terhadap enam studi prospektif
pada lebih dari 2.000 wanita hamil, Gluck dan Gluck (2006) melaporkan bahwa sekitar
sepertiga masing-masing membaik, tidak berubah, atau sangat memburuk. Pada sebuah
studi oleh Schatz dkk. (2003), keparahan pada awal berkorelast dengan morbiditas asma
selama kehamilan. Pada penyakit ringan, 13 persen mengalami eksaserbasi dan 2,3
persen memerlukan perawatan inap; pada penyakit sedang, angkanya adalah 26 dan 7
persen; dan pada asma berat, 52 dan 57 persen. Murphy dkk. (2005) melaporkan
observasi yang sama. Hendler dkk. (2006) melaporkan bahwa wanita dengan penyakit
berat memiliki kemungkinan lebih besar mengalami eksaserbasi selama kehamilan. Dan
Carroll serta rekan (2005) melaporkan morbiditas berat pada wanita kulit hitam
dibandingkan wanita kulit putih.
Sekitar 20 persen wanita dengan asma ringan atau sedang dilaporkan mengalami
eksaserbasi intrapartum (Schatz dkk., 2003). Sebaliknya, Wendel dkk. (1996) melaporkan
eksaserbasi pada saat persalinan hanya pada 1 persen wanita. Mabie dkk. (1992)
melaporkan peningkatan risiko eksaserbasi 18 kali lipat pasca pelahiran caesar
dibandingkan pelahiran per vagina.
Dengan kontrol asma yang baik, hasil akhir perinatal biasanya juga baik. Sebagai
contoh, pada penelitian MFMU Network yang dinyatakan di atas, tidak ditemukan
sekuele neonatal yang bermakna akibat asma (Dombrowski dkk., 2004a ).
Kekurangannya adalah bahwa asma berat tidak sering pada kelompok yang mendapatkan
pemantauan ketat ini. Tetapi bila terjadi alkalosis respiratorik, baik penelitian pada hewan

9
maupun manusia menunjukkan bahwa hipoksemia janin terjadi sebelum alkalosis
mengganggu oksigenasi maternal (Rolston dkk., 1974). Telah dihipotesiskan bahwa janin
mengalami ancaman akibat penurunan aliran darah uterina, penurunan aliran balik vena
maternal, dan pergeseran kurva disosiasi oksihemoglobin ke kiri yang dicetuskan oleh
alkalin.
Respons janin terhadap hipoksia maternal adalah penurunan aliran darah
umbilikalis, peningkatan resistensi vaskular sistemik dan pulmonal, dan penurunan
keluaran jantung. Observasi oleh Bracken dkk., (2003) mengonfirmasi bahwa insiden
gangguan perkembangan janin meningkat dengan keparahan asma. Kenyataan bahwa
fetus dapat mengalami gangguan serius akibat keparahan asma yang meningkat
menekankan perlunya tatalaksana agresif. Pemantauan respons janin, sebagai efek,
merupakan indikator status maternal.
Kemungkinan efek samping pada fetus atau efek teratogen obat yang diberikan
untuk mengontrol asma telah menjadi pertimbangan. Untungnya, dan seperti yang telah
dibahas pada Bab 14 (hal. 315), sejumlah data tidak menunjukkan bukti bahwa obat yang
biasanya digunakan sebagai obat anti-asma berbahaya (Blais dkk., 2007; Källén, 2007;
Namazy dan Schatz, 2006). Selain itu, Enriquez dkk.; (2006) melaporkan penurunan
penggunaan agonis-β dan kortikosteroid yang dipicu oleh pasien pada 13 sampai 54
persen kasus dengan kehamilan antara 5 dan 13 minggu.

1. Dampak asma pada kehamilan bagi ibu


Asma tak terkontrol dapat menyebabkan stres yang berlebihan bagi ibu.
Komplikasi asma tak terkontrol bagi ibu termasuk : 1) Preeklampsia (11 %), ditandai
dengan peningkatan tekanan darah, retensi air serta proteinuria; 2) Hipertensi
kehamilan, yaitu tekanan darah tinggi selama kehamilan; 3) Hiperemesis gravidarum,
ditandai dengan mual-mual, berat badan turun serta ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit; 4) Perdarahan pervaginam Induksi kehamilan dan atau komplikasi
kehamilan (OSUMC, 2005).Komplikasi ini bergantung pada derajat penyakit asma.
Status asmatikus dapat menyebabkan gagal napas, pneumotoraks,
pneumomediastinum, kor pulmonale akut, dan aritmia jantung. Mortalitas meningkat
pada penggunaan ventilasi mekanik. Penyulit yang mengancam nyawa adalah

10
pnemotoraks, pneumomediastinum, kor pulmonale akut, aritmia jantung, dan
kelelahan otot disertai henti napas. Angka kematian secara substantive meningkatkan
apabila asmanya memerlukan ventilasi mekanis. (Obstetri Williams, 1376-1377)
2. Dampak asma pada kehamilan bagi janin
Kekurangan oksigen ibu ke janin menyebabkan beberapa masalah kesehatan
janin, termasuk : 1) Kematian perinatal; 2) IUGR (12 %) , gangguan perkembangan
janin dalam rahim menyebabkan janin lebih kecil dari umur kehamilannya; 3)
Kehamilan preterm (12 %); 4) Hipoksia neonatal, oksigen tidak adekuat bagi sel-sel;
5) Berat bayi lahir rendah (OSUMC, 2005). Satu studi mencatat kematian janin
disebabkan oleh asma berat sebagai akibat episode wheezing yang tidak terkontrol.
Mekanisme penyebab berat bayi lahir rendah pada wanita asma masih belum
diketahui, akan tetapi terdapat beberapa factor yang mendukung seperti perubahan
fungsi plasenta, derajat berat asma dan terapi asma (Murphy et al., 2003; Clifton et al.,
2001).Plasenta memegang peranan penting dalam mengontrol perkembangan janin
dengan memberi suplai nutrisi dan oksigen dari ibu. Plasenta juga mencegah transfer
konsentrasi kortisol dalam jumlah besar dari ibu ke janin. Enzim plasenta 11β-
hidroksisteroid dehidrogenase tipe-2 (11β- HSD2) berperan sebagai barier dengan
memetabolisme kortisol menjadi kortison inaktif, sehingga dapat menghambat
perkembangan janin (NAEPP, 2003; Clifton et al., 2001).
Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa selain factor lingkungan, faktor genetik
ikut menentukan kerentanan seseorang terhadap penyakiit asma. Penyakit ini dapat
dijumpai pada ibu yang sedang hamil, dan dapat menyebabkan komplikasi pada 7%
kehamilan (Blaiss, 2004).

F. Penanganan
1. Manajeman Asma Kronik
Panduan manajemen terkini dari Working Group on Asthma and Pregnancy
meliputi:
a. Edukasi pasien—manajemen asma secara umum dan efeknya pada kehamilan.
b. Faktor pencetus dari lingkungan—penghindaran dan kontrol.

11
c. Penilaian objektif fungsi paru dan kesejahteraan janin—monitor dengan PEFR
atau FEV1 .
d. Terapi farmakologis—dengan kombinasi dan dosis yang sesuai untuk
memberikan kontrol dasar dan terapi eksaserbasi (National Heart, Lung and
Blood Institute, 2004).
Secara umum, wanita dengan asma sedang hingga berat harus mengukur dan
mencatat baik FEV, maupun PEFR-nya dua kali sehari. FEV, idealnya >80 persen
yang diprediksikan. Untuk PEFR, nilai yang diprediksikan berkisar dari 380 sampai
550 L/menit. Setiap wanita memiliki nilai dasar masing-masing, dan penyesuaitin
terapi dapat digunakan dengan menggunakan data ini (American College of
Obstetricians and Gynecologists, 2008; Rey dan Boulet, 2007).
Terapi bergantung pada keparahan penyakit. Meskipun agonis-β membantu
mengatasi bronkospasme, kortikosteroid mengobati komponen inflamasi. Untuk
asma ringan, inhalasi agonis-β jika perlu biasahya memadai. Untuk asma persisten,
inhalasi kortikosteroid diberikan setiap 3 hingga 4 jam. Tujuannya adalah untuk
mengurangi penggunaan agonis-β untuk pemulihan gejala. Sebuah studi kasus-
kontrol dari Kanada dengan kohort lebih dari 15.600 wanita tidak hamil dengan asma
menunjukkan bahwa korrtikosteroid yang diinhalasi mengurangi perawatan inap di
rumah sakit hingga 80 persen (Blais dkk., 1998). Dan Wendel dkk., (1996)
mendapatkan reduksi 55 persen pada perawatan inap kembali untuk eksaserbasi berat
pada pasien asma yang hamil yang diberikan terapi rumatan berupa kortikosteroid
inhalasi bersamaan dengan terapi agonis-β.
Teofilin adalah metilxantin, dan garain-garamannya merupakan bronkodilator
serta kemungkinan merupakan zat anti-inflamasi. Obat ini lebih jarang digunakan
sejak tersedianya kortikosteroid inhalasi. Beberapa derivat teofilin dianggap
bermanfaat untuk terapi rumatan oral jika respons awal tidak optimal terhadap
inhalasi kortikosteroid dan agonis-β (lihat tabel 46-3). Dombrowski dkk. (2004b)
melakukan percobaan acak pada hampir 400 wanita hamil dengan asma sedang.
Teofilin oral dibandingkan dengan beklometason inhalasi untuk rumatan. Pada kedua
kelompok, sekitar 20 persen mengalami eksaserbasi. Wanita yang mengonsumsi

12
teofilin lebih sering melakukan diskontinuasi secara bermakna karena efek
sampingnya. Hasil akhir kehamilan sama pada kedua kelompok.
Leukotriene modifiers menghambat sintesisnya dan meliputi zileuton, zafirinkast,
dan montelukast. Obat tersebut diberikan secara oral atau melalui inhalasi untuk
pencegahan, tetapi tidak efektif untuk gangguan akut. Untuk rumatan, obat tersebut
digunakan bersamaan dengan inhalasi kortikosteroid untuk memungkinkan dosis
minimal. Sekitar separuh pasien asma akan membaik dengan obat ini (McFadden,
2005). Obat ini tidak se-efektif kortikdsteroid inhalasi (Fanta, 2009). Akhimya,
hanya sedikit pengalaman penggunaanya pada kehamilan (Bakhireva dkk., 2007).
Kromolin dan nedokromil menghambat degranulasi sel mast. Obat ini tidak
efektif untuk asma akut dan digunakan secara kronis untuk pencegahan.
Kemungkinan obat-obatan ini tidak seefektif kortikosteroid inhalasi dan secara
umum telah digantikan oleh leukotriene modifiers (Fanta, 2009). Tidak ada
pengalaman pada wanita hamil dengan omalizumab, suaturekombinan humanized
monoclonal anti-IgE antibody. Zat tersebut mengikat IgE yang bersirkulasi untuk
mendeaktivasikannya.
2. Manajemen Asma Akut
Terapi asma akut pada kehamilan serupa dengan terapi pada penderita asma yang
tidak hamil. Pengecualiannya adalah penumnan ambang batas perawatan inap secara
bermakna. Hidrasi intravena dapat membantu membersihkan sekresi pulmonal, dan
suplementasi oksigenasi diberikan melalui masker. Tujuan terapi adalah untuk
mempertahankan pO2 lebih dari 60 mmHg, dan sedapat mungkin normal, bersamaan
dengan saturasi oksigen 95 persen. Pemeriksaan fungsi paru awal meliputi FEV, dan
PEFR. Pulse oximetry kontinu dan pemantauan janin secara elektronik dapat
memberikan informasi yang berguna. Terapi lini-pertama untuk asma akut meliputi
agonis-β adrenergik, seperti terbutaline, albuterol, isoetharine, epine-phrine,
isoproterenol, atau metaproterenol, yang diberikan secara subkutan, oral, ataupun
inhalasi. Obat-obat ini berikatan dengan reseptor permukaan-sel spesifik dan
mengaktivasi adenilil siklase untuk meningkatkan siklik-AMP intraselular dan
memodulasi relaksasi otot polos bronkus. Sediaan long-acting digunakan untuk terapi
pasien rawat jalan. Jika sebelumnya tidak diberikan sebagai rumatan, kortikosteroid

13
inhalasi diberikan bersamaan dengan terapi agonis-β yang intensif. Untuk eksaserbasi
berat, diberikan inhalasi ipratropium bromida. Kortikosteroid hams diberikan secara
dini pada semua pasien dengan asma akut berat. Kecuali terdapat lamanya waktu
respons, diberikan preparat oral atau parenteral. Metilprednisolone intravena, 40-60
mg, setiap 6 jam sering digunakan. Dosis ekuipoten hidrocortisone melalui infus
atau. prednisone oral juga dapat diberikan. Karena awitan kerjanya brberapa jam,
kortikosteroid diberikan pada awalnya dengan agonis-βuntuk asma akut. Tahapan
Terapi Asma Kronik Selama Kehamilan Tahapan Terapi Inhalasi diagonis jika perlu.
Tingkat Keparahan Intermiten ringan Persisten ringan Inhalasi kortikosteroidb dosis-
rendahb Alternatif—cromolyn, antagonis leukotrien, atau teofilin Persisten sedang
Inhalasi kortikosteroid dosis-rendah dan diagonis kerja-lamac atau inhalasi steroid
dosis sedang dan diagonis kerja-lama jika perlu Alternatif—inhalasi steroid dosis-
rendah (atau sedang jika perlu) dan baik teofilin atau antagonis leukotrien Persisten
berat Inhalasi kortikosteroid dosis-tinggi dan diagonis kerja-lama dan steroid oral
jika perlu Alternatif—inhalasi kortikosteroid dosis-tinggi dan theophyline dan steroid
oral aAlbuterol merupakan pilihan karena lebih banyak data pada manusia mengenai
keamanan pada kehamilan. bTudesonid merupakan pilihan karena lebih
berpengalaman pada kehamilan. cSalmeterol merupakan pilihan karena
ketersediaannya yang sudah cukup lama di negara ini. Dari Dombroski (2006); Fanta
(2009); Namazy dan Schatz (2006): National Heart, Lung and Blood Institute,
National Asthma Education and Prevention Program Working Group Report (2004).
Gangguan Pulmonal 1001BAB 46 Tata laksana selanjutnya bergantung pada respons
terhadap terapi. Jika terapi awal dengan agonis-I3 berkaitan dengan perbaikan FEV,
atau PEFR hingga di atas 70 persen data awal, pasien dapat dipertimbangkan untuk
rawat jalan. Beberapa wanita mungkin memerlukan observasi. Altema-tifnya, untuk
wanita dengan distres pemapasan yang jelas, atau jika FEV, atau PEFR kurang dari
70 persen nilai prediksi setelah tiga dosis agonis-f3, disarankan untuk perawatan
Map. Terapi intensif meliputi inhalasi agonis-I3, kortikosteroid intravena, dan
observasi ketat untuk perburukan distres pemapasan atau kelelahan saat Iemapas
(Wendel dkk., 1996). Wanita tersebut dirawat di unit kebidanan atau unit perawatan
intermediate atau intensif (Dombrowski, 2006).

14
3. Status Asmatikus dan Gagal Napas
Asma berat dengan jenis apapun yang tidak memberikan respons setelah 30
sampai 60 menit dengan terapi intensif disebut status asmatikus. Braman dan
Kaemmerlen (1990) telah menunjukkan bahwa tatalaksana pasien yang tidak hamil
dengan status asmatikus di perawatan intensif memberikan hasil yang baik pada
sebagian besar kasus. Pertimbangan hams diberikan untuk dilakukan intubasi secara
dini bila status respirasi maternal memburuk meskipun dengan terapi agresif (lihat
Gbr. 46-1). Kelelahan, retensi karbon dioksida, dan hipoksemia merupakan indikasi
untuk ventilasi mekanik.
4. Persalinan dan Pelahiran
Medikasi rumatan dilanjutkan selama persalinan. Kortikosteroid dosis-stress
diberikan pada .setiap wanita yang diberikan terapi steroid sistemik dalam 4 minggu
sebelumnya. Dosis umumnya adalah hidrokortison 100 mg yang diberikan. secara
intravena setiap 8 jam selama persalinan dan untuk 24 jam setelah pelahiran. PEFR
dan FEV1 hams ditentukan pada saat masuk perawatan, dan pengukuran serial
dilakukan jika terjadi perkembangan gejala.
Oksitosin atau prostaglandin Et atau EZ untuk pematangan serviks dan induksi.
Narkotika pelepas-nonhistamin seperti fentanil dapat menjadi pilihan untuk
membantu persalinan, dan analgesia epidural merupakan pilihan ideal. Untuk
pelahiran dengan pembedahan, analgesia konduksi dipilih karena intubasi trakea
dapat memieu bronkospasme berat. Perdarahan pascapartum diterapi dengan
oksitosin atau prostaglandin E2. Prostaglandin F2α oatau derivat ergotamin
dikontraindikasikan karena dapat menyebabkan bronkospasme yang signifikan.

Langkah Penanganan Asma Pada Kehamilan, Persalinan Dan Nifas


Sebelum kehamilan Konseling mengenai pengaruh kehamilan dan asma,serta
pengobatan, penyesuaian terapi maintenance untuk optimalisasi
fungsi respirasi,hindari factor pencetus,allergen.
Rujukan dini pada pemeriksaan antenatal.
Selama kehamilan Penyesuaian terapi untuk mengatasi gejala. Pemantauan kadar
teofilkin dalam darah, karena selama hamil terjadi hemodilusi
sehingga memerlukan dosisi yang tinggi .
Pengobatan untuk mencegah serangan dan penanganan dini bila
terjadi serangan.
Pemberian obat sebaiknya inhalasi, untuk menghindari efek sistemik

15
pada janin.
Pemeriksaan fungsi paru.
Pada pasien yang stabil, NST dilakukan pada akhir trimester
II/awaal trimester III.
Konsultasi anestesi untuk persiapan persalinan.
Saat persalinan Pemeriksaan FEV,PEVR saat masuk rumah sakit dan diulang bila
timbul gejala.
Pemberian oksigen adekuat.
Kortikosteroid sistemik (hidrokartison 100 mg .i.v tiap 8 jam)
diberikan 4 minggu sebelum persalinan dan terapi maintenance
diberikan selama prsalinan.
Anestesi epidural dapat digunakan selama proses persalinan. Pada
persalinan operatif lebih baik digunakan anestesi regional untuk
menghindari rangsangan pada intubasi trakea.penanganan hermoragi
pascapersalinan sebaiknya menggunakan uterotonika atau PGE2
kerena PEG dapat merangsang bronkospasme.

Pascapersalinan Fisioterapi untuk membantu pengeluaran mucus paru, latihan


pernafasan untuk mencegah atau meminimalisasi atelaksis, mulai
pemberian terai.
Tabel 2.1

G. Contoh Kasus
Wanita usia 31 tahun datang ke Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Abdul Moeloek
Provinsi Lampung dengan keluhan sesak napas yang timbul jika cuaca dingin dan debu,
bertambah berat pada malam hari dan saat berbaring terlentang. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan suara napas vesikuler dengan ekspirasi memanjang yang disertai suara mengi.
Pada pemeriksaan obstetri dan USG abdomen ditemukan bahwa pasien sedang dalam
keadaan hamil janin tunggal hidup dengan usia kehamilan sesuai dengan 35 minggu 3 hari.
Pasien didiagnosis dengan G1P1A0 hamil 35 minggu dengan asthma bronkiale janin tunggal
hidup presentasi kepala dan terapi direncanakan secara konservatif, dengan memberikan O2
2-3 L/menit, IVFD RL 20 tpm, inj. dexamethason 5 mg/12 jam, salbutamol nebulizer /8 jam,
membatasi aktivitas/tirah baring, dan melakukan observasi tanda vital ibu, denyut jantung
janin, tanda-tanda inpartu. Pasien dirawat selama tiga hari dan diperbolehkan pulang setelah
gejala asma menghilang dan mendapatkan edukasi.

16
DOKUMENTASI ASUHAN KEBIDANAN PADA MULTIFRAVIDA HAMIL 35
MINGGU DENGAN ASMA PADA KEHAMILAN
Hari/tanggal : Jumat, 06 Juni 2014
No. Medrec : 0086572
Tempat : Rumah Sakit Abdul Malik

A. Data Subjektif
1. Identitas
Nama Istri : Ny. B Nama Suami : Tn. D
Usia : 31 tahun Usia : 32 Tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Karyawan Swasta
Alamat : Jl. Lampung Selatan Alamat : Jl. Lampung Selatan

2. Keluhan utama
Ibu datang diantar keluarga dengan Keluhan Sesak Nafas
3. Riwayat perkawinan
Ibu menikah 1 kali, menikah pertama kali usia 22 tahun, Usia pernikahan 12 Tahun.
4. Riwayat haid
- Menarche : 14 tahun
- Siklus : 28 hari
- Teratur : Ya
- Lamanya : 6 hari
- Banyaknya : 2-3× ganti pembalut per hari
- Dismenore : Kadang-kadang
- HPHT : 03 Mei 2014
- Taksiran persalinan : 10 Februari 2015

17
- Usia Kehamilan : 35 minggu
5. Riwayat Obstetri
G2P1A0

Penyu
Kehamilan Persalinan Nifas lit KET
N Tahu
Nifas
o. n
U Penyu Keada
UK Penyulit Cara Tempat BB PB Seks
K lit an
39 39
1 2008 Asma normal RS - 2500 g 45cm - - - -
mg mg
Kehamilan
2 2014                    
  ini

6. Riwayat Keluarga Berencana


a. Jenis : IUD
b. Lama : ± 5 tahun
c. Masalah : Tidak ada
7. Riwayat Kesehatan
a. Ibu
Ibu mengatakan penyakit asma diakui pasien sejak kecil dan riwayat penyakit kronik
lain disangkal pasien. Sesak napas dirasakan hilang timbul sejak 3 bulan yang lalu,
sesak tidak dipengaruhi oleh aktivitas, sesak timbul jika cuaca dingin dan debu, sesak
bertambah berat pada malam hari dan pada saat berbaring terlentang, sehingga
mengganggu tidur.

b. Keluarga
Ibu mengatakan Ayah pasien mempunyai riwayat penyakit asma yang serupa dengan
pasien.
8. Riwayat Kehamilan Sekarang
G2P1A0
a. ANC Trimester I
1) Frekuensi : 1 kali
2) Tempat : BPM
3) Umur kehamilan : 15 Minggu
4) Imunisasi : Belum diberikan

18
5) Pergerakan anak: Teraba pada umur kehamilan 18 minggu
6) Nasehat : Makan- makanan yang bergizi dan istirahat yang cukup
7) Pengobatan : Vit B, kalsium
8) Masalah : Mual muntah dan pusing, serta mudah lelah
b. ANC Trimester II
1) Frekuensi : 2 kali
2) Tempat : BPM
3) Umur kehamilan : 24 Minggu dan 28 minggu
4) Imunisasi : Sudah ( 28 minggu)
5) Pergerakan anak : (+) positif
6) Nasehat : Makan-makanan bergizi, personal hygiene dan
tanda bahaya kehamilan.
7) Pengobatan : Fe, vit c, asam folat
8) Masalah : Asthma bronkiale

c. ANC Trimester III


1) Frekuensi : 2 kali
2) Tempat : BPM
3) Umur kehamilan : 32 Minggu dan 34 minggu
4) Imunisasi : Sudah
5) Pergerakan anak : (+) positif
6) Nasehat : Makan-makanan bergizi dan diet rendah lemak
serta cukup protein, personal hygiene dan tanda bahaya
kehamilan.

7) Pengobatan : Fe, vit c, asam folat


8) Masalah : Asthma bronkiale
1. Pola Kebutuhan Nutrisi
a. Nutrisi
i. Makanan
- Jenis yang dikonsumsi : Nasi, sayur timun, labu, wortel, daun

19
singkong, ditambah daun katuk, telur rebus, ikan,
ayam, pepaya, pisang, semangka, nanas
- Frekuensi : 3x sehari
- Porsi : ± 1-2 piring
- Pantangan : Tidak ada
- Masalah : Tidak ada
ii. Minuman
- Jenis yang dikonsumsi: Air putih, sirup,susu ibu hamil, teh
- Frekuensi : ± 6x sehari
- Porsi : 1 gelas
- Pantangan : Tidak ada
- Masalah : Tidak ada
b. Eliminasi
a) BAB
- Frekuensi : 1x sehari
- Konsistensi : Lembek
- Warna : Kuning kecoklatan
b) BAK
- Frekuensi : 4-6x sehari
- Warna : Kuning jernih
- Bau : Khas (pesing)
c. Personal Hygiene
a) Frekuensi mandi : 2x sehari
b) Frekuensi Gosok gigi : 3x sehari
c) Frekuensi ganti pakaian : Ibu mengganti celana dalam apabila
merasa lembab atau basah
d. Aktifitas
Ibu masih mulai sulit untuk melakukan pekerjaan rumah seperti biasa memasak,
mencuci dan menyapu serta ibu mengurangi pekerjaan yang berat-berat. sesak
timbul jika cuaca dingin dan debu, sesak bertambah berat pada malam hari dan
pada saat berbaring terlentang, sehingga mengganggu tidur.

20
e. Tidur dan Istirahat
a) Siang hari : ±1 jam
b) Malam hari : ±5 jam
c) Masalah : Sesak Nafas bertambah ketika malam hari

f. Pola Seksual
a) Frekuensi : Tidak tentu
b) Masalah : Tidak ada
2. Data Psikososial dan Spiritual
a. Tanggapan ibu terhadap keadaan dirinya saja : Ibu merasa terganggu Istirahatnya
jika Asmanya sedang Kambuh

b. Tanggapan ibu terhadap kehamilannya : Ibu merasa senang

c. Ketaatan ibu beribadah : Ibu taat beribadah

d. Pengetahuan ibu terhadap kehamilannya : Keluarga dan Bidan

e. Lingkungan yang berpengaruh

Ibu tinggal bersama : Suami

Hewan Peliharaan : Tidak ada

f. Penentu pengambil keputusan dalam keluarga : Suami

g. Jumlah penghasilan keluarga : Cukup

h. Yang menanggung biaya ANC dan persalinan : Suami

B. OBJEKTIF DATA
1. Pemeriksaan umum
a. Keadaan umum : Sedang
b. Kesadaran : Compos Mentis
c. Berat badan
Sebelum hamil : 50 kg
Saat hamil : 61 kg

21
d. Tinggi badan : 151 cm
e. LILA : 28 cm
f. Tanda-tanda vital
1) TD : 110/70 mmHg
2) Nadi : 96 x/m
3) Suhu : 36,7 0c
4) Respirasi : 28 x/menit
2. Pemeriksaan khusus
a. Inspeksi
1) Muka : Tampak tidak pucat, tidak tampak chloasma
gravidarum, tidak tampak oedem
2) Mata : Bentuk tampak simetris, konjungtiva tidak
tampak pucat, dan sklera tidak tampak kuning

3) Leher : Tidak tampak pelebaran/penyempitan vena jugularis


dan kelenjar tiroid
4) Dada : Tampak simetris pada saat inspirasi dan ekspirasi
5) Mamae : Bentuk tampak simetris, puting susu tampak
menonjol, terdapat hiperpigmentasi pada areola dan
tidak tampak benjolan abnormal
6) Perut : Tidak terdapat jaringan parut, terdapat linea
nigra dan tidak ada bekas operasi
7) Tungkai : Tidak tampak varises dan terdapat oedema
b. Palpasi
1) Leher : Tidak teraba pembengkakan vena jugularis dan
kelenjar tyroid
2) Mamae : Tidak teraba benjolan abnormal
3) Abdomen
a) Leopold I : TFU teraba 3 jari bawah simfisis, teraba bulat, keras dan
melenting
b) Leopold II : Pada bagian kiri perut ibu teraba keras (PU-KI) dan pada
bagian kiri Ibu teraba bagian kecil janin

22
c) Leopold III : Pada bagian terbawah janin teraba bagian bulat, Keras,
Melenting.
d) Leopold IV : Pada bagian terbawah janin belum masuk PAP (konvergen)
4) TFU : 28 cm’
5) TBJ : 2.325 gram
6) Tungkai : Tidak teraba varises dan terdapat oedema

c. Auskultasi
DJJ (+) , terdengar jelas dan irama teratur, frekuensi 145x/menit.

d. Perkusi
1) Refleks Patella : Kiri / Kanan , (+) / (+)
2) Cek ginjal : Kiri / Kanan, (-) / (-)
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium : 13 g/dL
b. Golongan darah : B
c. USG : janin tunggal hidup dengan presentasi kepala,
biometri sesuai dengan kehamilan 35 minggu 3 hari, cairan ketuban cukup dan
plasenta terletak di fundus bagian depan.
d. Protein uria : - (Negatif)
e. Reduksi : - (Negatif)

C. ANALISA DATA
1. Diagnosa Kebidanan : G2P1A0 hamil 35 minggu dengan Asthma bronkiale
2. Masalah : Asthma bronkiale
3. Kebutuhan : KIE dan health education, edukasi Asthma bronkiale

D. PENATALAKSANAAN

23
1. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan keadaan umum dan didapat hasil
sebagai berikut yaitu, keadaan umum: baik, kesadaran: compos mentis, tanda-tanda
vital ;
TD: 110/70 mmHg, nadi: 96 x/, suhu: 36,70c, Respirasi: 28 x/menit, BB sebelum
hamil: 50 kg, BB saat hamil: 65 kg, tinggi badan:151 cm, LILA: 28 cm. Usia
kehamilan 35 minggu, taksiran persalinan 10 Februari 2015.
Evaluasi : Keluarga mengetahui hasil pemeriksaan.
2. Menganjurkan ibu agar menjaga pola makan serta asupan nutrisi yang
dikonsumsinya. Ibu dianjurkan untuk diet cukup protein, rendah karbohidrat dan
lemak. Ibu dianjurkan untuk mengurangi konsumsi makanan yang digoreng.
Evaluasi : Ibu mengerti dan akan mengikuti anjuran.
3. Terapi direncanakan secara konservatif, dengan memberi O2 2-3 L/menit, IVFD RL
20 tpm, inj. dexamethason 5 mg/12 jam, salbutamol nebulizer/8 jam.
Evaluasi ; Ibu dan keluarga menyetujui
4. Membatasi aktivitas/istirahat baring, melakukan observasi tanda vital ibu, denyut
jantung janin, dan tanda-tanda inpartu.
Evaluasi : Ibu dan Keluarga mengerti dan bersedia mengikuti anjuran
5. Pasien dirawat selama tiga hari dan dibolehkan pulang setelah gejala asma
menghilang dan mendapatkan edukasi
Evaluasi : Ibu dan Keluarga mengerti dan bersedia mengikuti anjuran

24
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus
terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan napas yang
luas dan derajatnya dapat berubah-ubah, baik secara spontan maupun sebagai hasil
pengobatan 
Asma dalam kehamilan gangguan adalah inflamasi kronik jalan napas terutama
sel mast dan eosinofil sehingga menimbulkan gejala periodik berupa mengi, sesak napas,
dada terasa berat, dan batuk yang ditemukan pada wanita hamil. Asma mungkin
membaik, memburuk atau tetap tidak berubah selama masa kehamilan.
Etiologi asma antara lain yaitu karena faktor ekstrinsik (alergik), faktor intrinsik
(non-alergik) atau asma gabungan yang mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan
non-alergik.
Faktor predisposisinya Alergen, Perubahan Cuaca, Stress, Lingkungan, dan
Olahraga / aktifitas jasmani.
Diagnosis asma adalah dijumpai gejala yang klasik seperti sesak nafas, batuk dan
mengi. Serangan asma dapat timbul berulang-ulang dengan masa remisi diantaranya.
Serangan dapat cepat hilang dengan pengobatan, tetapi kadang-kadang dapat pula
menjadi kronik sehingga keluhan berlangsung terus menerus.
Sebelum kehamilan Konseling mengenai pengaruh kehamilan dan asma,serta
pengobatan, penyesuaian terapi maintenance untuk optimalisasi fungsi respirasi,hindari
factor pencetus,allergen. Dan rujukan dini pada pemeriksaan antenatal.
Selama kehamilan adalah penyesuaian terapi untuk mengatasi gejala. Pemantauan
kadar teofilkin dalam darah, karena selama hamil terjadi hemodilusi sehingga
memerlukan dosisi yang tinggi. Pengobatan untuk mencegah serangan dan penanganan
dini bila terjadi serangan. Pemberian obat sebaiknya inhalasi, untuk menghindari efek
sistemik pada janin. Pemeriksaan fungsi paru. Pada pasien yang stabil, NST dilakukan
pada akhir trimester II/awal trimester III. Dan terakhir konsultasi anestesi untuk persiapan
persalinan.

25
Saat persalinan yaitu pemeriksaan FEV,PEVR saat masuk rumah sakit dan
diulang bila timbul gejala. Pemberian oksigen adekuat. Kortikosteroid sistemik
(hidrokartison 100 mg .i.v tiap 8 jam) diberikan 4 minggu sebelum persalinan dan terapi
maintenance diberikan selama persalinan. Anestesi epidural dapat digunakan selama
proses persalinan. Pada persalinan operatif lebih baik digunakan anestesi regional untuk
menghindari rangsangan pada intubasi trakea.penanganan hermoragi pascapersalinan
sebaiknya menggunakan uterotonika atau PGE2 kerena PEG dapat merangsang
bronkospasme.
Pascapersalinan Fisioterapi untuk membantu pengeluaran mucus paru,
latihan pernafasan untuk mencegah atau meminimalisasi atelaksis, mulai pemberian terai.
Manajeman Asma Kronik termasuk pada ibu hamil dan terapi asma akut pada
kehamilan serupa dengan terapi pada penderita asma yang tidak hamil. Pada terapi asma
akut pengecualiannya adalah penumnan ambang batas perawatan inap secara bermakna.
Hidrasi intravena dapat membantu membersihkan sekresi pulmonal, dan suplementasi
oksigenasi diberikan melalui masker. Tujuan terapi adalah untuk mempertahankan pO2
lebih dari 60 mmHg, dan sedapat mungkin normal, bersamaan dengan saturasi oksigen 95
persen. Pemeriksaan fungsi paru awal meliputi FEV, dan PEFR. Pulse oximetry kontinu
dan pemantauan janin secara elektronik dapat memberikan informasi yang berguna. Tata
laksana selanjutnya bergantung pada respons terhadap terapi.
Asma berat dengan jenis apapun yang tidak memberikan respons setelah 30
sampai 60 menit dengan terapi intensif disebut status asmatikus. Pertimbangan untuk
dilakukan intubasi secara dini bila status respirasi maternal memburuk meskipun dengan
terapi agresif.

26
B. Saran

1. Untuk Petugas

a. Mampu melasanakan asuhan kebidanan pada ibu yang menderita penyakit asama
dalam persalinan

b. Meningkatkan usaha pencegahan infeksi baik untuk klien maupun petugas.

c. Mampu memberikan KIE yang dibutuhkan pada kala I, II, III & IV

2. Untuk pasien dan keluarga

a. Lebih kooperatif dalam pelaksanaan asuhan kebidanan yang diberikan

b. Melaksanakan anjuran-anjuran yang diberikan

3. Untuk Mahasiswa

a. lebih menguasai teori sehingga mampu menerapkan dalam praktek

b. Lebih banyak membaca buku-buku / referensi untuk meningkatkan pengetahuan


dan keterampilan

27
DAFTAR PUSTAKA
Bare & Smeltzer.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &. Suddart (Alih bahasa
Agung Waluyo) Edisi 8 vol.3. Jakarta :EGC
Carroll KN, Griffin MR, Gebretsadik T, et al: Racial differences in asthma morbidity during
pregnancy. Obstet Gynecol 106(1):66, 2005
Cuningham. 2012. Obstetri Williams. Edisi 23, Volume 1. Jakarta : EGC
Dombrowski MP, Schatz M, Wise R, et al: Asthma during pregnancy. Obstet Gynecol 103:5,
2004a
Eder W, Ege MJ, von Mutius E: The asthma epidemic. N Engl J Med355:2226, 2006
Fanta CH: Asthma. N Engl J Med 360:1002, 2009
Gluck JC, Gluck PA: The effect of pregnancy on the course of asthma. Immunol Allergy Clin N
AM 26:63, 2006
Hartert TV, Neuzil KM, Shintani AK, et al: Maternal morbidity and perinatal outcomes among
pregnant women with respiratory hospitalizations during influenza season. Am J Obstet
Gynecol 189:1705, 2003
Hendler I, Schatz M, Momirova V, et al: Association of obesity with pulmonary and
nonpulmonary complications of pregnancy in asthmatic women. Obstet Gynecol 108(1):77,
2006
Kwon HL, Triche EW, Belander K, et al: The epidemiology of asthma during pregnancy:
Prevalence, diagnosis, and symptoms. Immunol Allergy Clin North Am 26:29, 2006
Mabie WC, Barton JR, Wasserstrum N, et al: Clinical observations on asthma in pregnancy. J
Matern Fetal Med 1:45, 1992
McFadden ER: Asthma. In Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, et al (eds): Harrison’s Principles of
Internal Medicine, 16th ed. New York, McGraw-Hill, 2005, p 1508
Murphy VE, Gibson P, Talbot P, et al: Severe asthma exacerbations during pregnancy. Obstet
Gynecol 106(5):1046, 2005
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika.
Namazy JA, Schatz M: Pregnancy and asthma: Recent developments. Curr Opin Pulm Med
11:56, 2005
National Center for Health Statistics: Asthma prevalence, health care use and morbidity: United
States, 2003-05. www.cdc.gov/nchs/products/pubs/hestats/asthma03-05 (last reviewed
January 11, 2007). Accessed October 13, 2007
National Education and Prevention Program (NAEPP). 2007. Guidelines for the diagnosis and
management of asthma. United States: National Heart, Lung and Blood Institute (NHLBI) of
National institutes of Health (NIH) Publication.
Rolston DH, Shnider SM, de Lorimer AA: Uterine blood flow and fetal acid–base changes after
bicarbonate administration to the pregnant ewe. Anesthesiology 40:348, 1974
Strunk RC, Bloomberg GR: Omalizumab for asthma. N Engl J Med 354(24):2689, 2006
Wendel PJ, Ramin SM, Hamm CB, et al: Asthma treatment in pregnancy: A randomized
controlled study. Am J Obstet Gynecol 175:150, 1996

28

Anda mungkin juga menyukai