Dosen Pengampu:
Dr.Nur’aini,MS
Disusun Oleh:
Nama:Josafat Franata L. Sormin
NIM:6221121035
1.1 BUKU 1
Judul : : PSIKOLOGI PERKEMBANGAN Pendekatan Sepanjang Rentang
kehidupan
Pengarang : Kayyis Fithri Ajhuri, M.A
Penerbit : : Penebar Media Pustaka
Tahun : 2019
DAFTAR PUSTAKA
Elfi Yuliana Rochmah, “Hubungan Perkembangan(Sepanjang Rentang Hidup)”,
Ponorogo: STAIN Po Press,Ponorogo, 2014.
2. Buku 2
42
dan juga aktif dimana individu yang mempengaruhi lingkungan. Penyesuaian diri yang
pasif dimana individu yang mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan disebut
juga dengan penyesuaian diri yang autoplastis. Sedangkan penyesuaian diri yang
aktif dimana individu mengubah lingkungan sesuai dengan keinginannya disebut juga
dengan penyesuaian diri yang aloplastis. Ada dua kemungkinan yang terjadi
sehubungan dengan penysuaian diri individu. Jika individu dapat berhasil memenuhi
kebutuhannya sesuai
dengan lingkungannya dan tanpa menimbulkan gangguan atau kerugian bagi
lingkungannya, maka ia disebut dapat melakukan penyesuaian dengan baik (well
adjusted). Sebaliknya, jika ia gagal dalam proses penyesuaiannya, ia disebut tidak
punya kemampuan menyesuaikan diri (maladjusted). Menurut Freud dalam Sobur
(2009), maladjusted (pada neurosis) itu berasal dari tuntutan anak akan cinta (love)
dan kesenangan (pleasure) dan berasal dari sikap anak terhadap orang-orang yang
menghambat tercapainya kebutuhan tersebut. Dalam kehidupan sehari-hari, individu
secara terus menerus menyesuaikan diri dengan cara-cara tertentu hingga membentuk
suatu pola tersendiri. Bentuk-bentuk penyesuaian diri dapat diklasifikasikan dalam dua
kelompok, yaitu penyesuaian normal dan penyesuaian menyimpang. Penjabarannya
adalah sebagai berikut.
1. Penyesuaian normal
Individu yang memiliki penyesuaian normal (well adjusted) ciri-cirinya
adalah mampu merespon kebutuhan dan masalah secara matang, efisien, puas, dan
sehat (wholesome). Adapun karakteristik penyesuaian yang normal adalah sebagai
berikut.
a. Absence of excessive emotionality, yaitu terhindar dari ekspresi emosi
43
c. Absence of the sense of personal frustration, yaitu terhindar dari perasaan
frustasi atau perasaan kecewa karena tidak terpenuhi kebutuhannya.
d. Rational deliberation and self-direction, yaitu memiliki pertimbangan dan
pengarahan diri yang rasional.
e. Ability to learn, yaitu mampu belajar dan megambangkan kualitas dirinya.
f. Utilization of past experience, yaitu mampu memanfaatkan pengalaman
masa lalu untuk mengembangkan kualitas hidup yang lebih baik.
g. Realistic and objective attitude, yaitu bersikap objektif dan realistis dalam
hidup.
2. Penyesuaian menyimpang
Penyesuaian diri yang menyimpang atau tidak normal merupakan
prosespemenuhan kebutuhan atau upaya pemecahan masalah dengan cara-cara yang
tidak wajar atau bertentangan dengan norma yang dijunjung tinggi oleh masyarakat.
Penyesuaian yang menyimpang ini ditandai dengan respon-respon sebagai berikut.
a. Perasaan rendah diri (inferiority)
Inferiority merupakan perasaan atau sikap yang pada umumnya tidak disadari yang
berasal dari kekurangan diri baik secara nyata maupun maya (imajinasi). Sikap ini
dipengaruhi oleh kondisi fisik, psikologis, dan kondisi lingkungan yang tidak kondusif.
Gejala-gejala yang ditunjukkan antara lain peka, senang mengkritik, senang menyendiri,
pemalu, penakut, dan lain sebagainya.
b. Perasaan tidak mampu (inadequacy)
Inadequacy merupakan ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi tuntutan-
tuntutan dari lingkungan. Faktor penyebabnya adalah frustasi dan konsep diri yang tidak
sehat.
c. Perasaan gagal (failure)
Seseorang yang merasa bahwa dirinya tidak mampu cenderung mengalami
kegagalan untuk melakukan sesuatu atau mengatasi masalah yang dihadapinya.
44
d. Perasaan bersalah (guilty)
Perasaan ini mucul setelah seseorang melakukan perbuatan yang melanggar aturan
45
Purwadarminto menyatakan moral diartikan sebagai ajaran baik dan buruk
perbuatan dan kelakuan, akhlak, kewajiban, dan sebagainya. Dalam moral diatur segala
perbuatan yang dinilai baik dan perlu dilakukan, dan suatu perbuatan yang dinilai tidak
baik dan perlu dihindari. Moral berkaitan dengan kemampuan untuk membedakan
antara perbuatan yang baik dan perbuatan yang salah. Dengan demikian moral
merupakan kendali dalam bertingkah laku. Dalam makna secara kebahasaan perkataan
moral sendiri berasal dari ungkapan bahasa latin yaitu mores yang merupakan
bentuk jamak dari perkataan mos yang berarti adat kebiasaan. Dengan kata lain
dapat dijelaskan bahwa Perkembangan moral adalah perubahan penalaran, perasaan,
dan perilaku tentang standar mengenai benar dan salah. Perkembangan moral memiliki
dimensi intrapersonal, yang mengatur aktifitas seseorang ketika dia terlibat dalam
interaksi sosial dan dimensi interpersonal yang mengatur interaksi sosial dan
penyelesaian konflik. Santrock, (2007), Papalia, Old & Feldman (2008) menjelaskan
Perkembangan moral berkaitan dengan aturan-atuaran dan ketentuan tentang apa
yang seharusnya dilakukan oleh seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain.
Untuk mempelajari aturan-aturan tersebut, Santrock memfokuskan pada 4
pertanyaan
dilihat dan dipelajari dalam rangka pengembangan moralitasnya. Orientasi moral
diidentifikasikan dengan moral position atau ketetapan hati, yaitu sesuatu yang
dimiliki seseorang terhadap suatu nilai moral yang didasari oleh aspek motivasi
kognitif dan aspek motivasi afektif. Menurut teori Lawrence Kohlerg tahapan
46
perkembangan moral seseorang akan melewati 3 fase, yaitu premoral,
conventional dan autonomous.
a. Fase premoral (pra-konvensional)
Pada tingkat ini anak tanggap terhadap aturan-aturan budaya dan
terhadap ungkapan-ungkapan budaya mengenai baik dan buruk, benar dan
salah. Akan tetapi hal ini semata ditafsirkan dari segi sebab akibat fisik atau
kenikmatan perbuatan (hukuman, keuntungan, pertukaran dan kebaikan).
Tingkatan ini dapat dibagi menjadi dua tahap
1) Orientasi kepatuhan dan hukuman
Anak menganggap baik atau buruk berdasarkan akibat yang
ditimbulkan nya. Ia menganggab pada stadium ini bahwa setiap
aturan-aturan yang ada ditentukan oleh kekuasaan yang tidak bisa
diganggu gugat, dan apabila ia tidak mematuhinya maka akan
mendapatkan hukuman.
2) Orientasi minat pribadi
Pada ahap ini anak tidak lagi tergantung pada aturan yang ada diluar
dirinya, atau yang ditentukan oleh orang lain melainkan didorong
oleh keinginan dan kebutuhannya sendiri.
b. Fase conventional
Pada tingkat ini anak hanya menuruti harapan keluarga, kelompok
atau bangsa. Anak memandang bahwa hal tersebut bernilai bagi dirinya
sendiri, tanpa mengindahkan akibat yang segera dan nyata. Sikapnya bukan
hanya konformitas terhadap harapan pribadi dan tata tertib sosial, melainkan
juga loyal (setia) terhadapnya dan secara aktif mempertahankan, mendukung
dan membenarkan seluruh tata-tertib atau norma-norma tersebut serta
mengidentifikasikan diri dengan orang tua atau kelompok yang terlibat di
dalamnya. Tingkatan ini memiliki dua tahap
1) Orientasi kesepakatan antara pribadi atau orientasi “sikap anak baik”
Pada tahap ini anak mulai memasiki umur sebelas tahun dimana
akan memperlihatkan orientasi perubahan yang dapat dinilai baik
47
dan buruk oleh orang lain. Masyarakat atau orang lain adalah faktor
penentu disini apakah dia melakukan sesuatu dengan benar atau
tidak. Mencoba bersikap baik dan menjadi anak yang manis adalah
hal penting pada saat ini.
2) Orientasi hukuman dan ketertiban
Tahap ini adalah stadium dimana mempertahankan norma sosial dan
otoritas menjadi penting. Pada tahap ini bersikap manis atau baik
tidak hanya untuk dapat diterima atau dihargai oleh orang lain, tetapi
juga merupakan bagian dari usaha untuk mempertahankan aturan
atau norma yang sudah berlaku. Sehingga bebuat baik menjadi
sebuah kewajiban untuk mengikuti aturan yang ada dan tidak berbuat
kekacauan.
48
menekankan apakah sesuatu dikatakan benar dan salah tidak hanya
berdasarkan etika pribadi tetapi juga pada etika sosial.
Bahasa merupakan suatu urutan kata-kata, dan bahasa dapat digunakan untuk
menyampaikan informasi mengenai tempat yang berbeda atau waktu yang berbeda.
Vygostsky (1978) berpendapat bahwa perkembangan bahasa seriring dengan
perkembangan kognitif, malahan saling melengkapi, keduanya berkembang dalam satu
lingkup sosial. Hal ini dijelaskan Piaget dalam Santrock (2007) yang berpendapat bahwa
berfikir itu mendahului bahasa dan lebih luas dari bahasa. Bahasa adalah salah
satu cara yang utama untuk mengeskpresikan pikiran dan dalam seluruh
perkembangan kognitif. Bahasa dapat mengarahkan perhatian anak pada benda-
benda baru atau hubungan baru yang ada dilingkungan, mengenalkan anak pada
pandangan yang berbeda dan memberikan informasi baru pada anak. Hal ini dapat
dikatakan bahwa bahasa merupakan sebagian komponen yang ada didalam sistem
kognitif pada perkembangan manusia.
1. Prinsip-prinsip perkembangan bahasa
Seperti yang dijelaskan bahwa perkembangan bahasa sangat erat
dengan perkembangan berfikir individu. Perkembangan kognitif individu
tampak dalam perkembangan bahasanya yaitu kemampuan membentuk
pengertian menyusun pendapat, dan menarik kesimpulan. Yusuf (2009)
menjelaskan perkembangan pikiran itu dimulai pada usia 1,6-2,0 tahun yaitu
saat anak dapat menyusun kalimat dua atau tiga kata. Laju perkembangan itu
sebagai berikut :
a. Usia 1,6 tahun, anak dapat menyusun pendapat positif seperti “bapak
makan”
49
b. Usia 2,6 tahun, anak dapat menyusun pendapat negatif seperti “bapak
tidak makan”.
c. Pada usia selanjutnya, anak dapat menyusun pendapat :
1) Kritikan: “ini tidak boleh, tidak baik”
2) Keragua-raguan: berangkali, mungkin, bisa jadi.
3) Menarik kesimpulan analogi: seperti saaat anak melihat
ayahnya tidur karena sakit, pada waktu lain anak melihat
ibunya tidur, dia mengatakan bahwa ibunya sakit.
Sejalan dengan hal itu maka terdapat dua prinsip yang mempengaruhi
penyatuan pemikiran dan bahasa, yaitu:
a. Semua fungsi mental memiliki asal usul eksternal atau sosial. Anak-
anak harus menggunakan bahasa dan mengkomunikasikannya kepada
orang lain sebelum mereka berfokus ke dalam ke proses mental
mereka sendiri.
b. Anak-anak harus berkomunikasi secara eksternal dan menggunakan
bahasa selama periode waktu yang lama sebelum transisi dari
kemampuan berbicara secara eksternal ke internal berlangsung.
50
bahasa orang lain dengan cara memahami gerakan atau bahasa tubuh
yang menyertai ucapan tersebut.
b. Pengembangan perbendaharaan kata, perbendaharaan kata-kata
anak berkembang dimulai secara lambat pada usia dua tahun pertama,
kemudia memasuki dengan tempo yang lebih cepat saat akan masuk
pada masa-masa sekolah dan terus bertambah seiring dengan fase
perkembangan yang ada.
c. Penyusunan kata-kata menjadi kalimat, kemampuan seseorang
menyusun kata-kata menjadi kalimat pada umumnya mulai
berkembang sebelum usia 2 tahun, bentuk kalimat pertama yang
disusun adalah kalimat tunggal yang disertai dengan bahasa tubuh
untuk melengkapi cara berfikir. Contoh :menyebutkan sebuah benda
atau mainan dengan sambil menunjukkan jari mereka ke hal tersebut
yang dimana dalam hal ini yang dimaksud oleh sang anak adalah
“ambilkan benda tersebut” atau mungkin “lihatlah benda itu”
d. Ucapan, kemampuan mengucapkan kata-kata merupakan hasil belajar
melalui imitasi terhadap suara-suara yang didengar anak dari orang
lain.
.
1. KELEBIHAN BUKU
a. Buku 1
- Kelebihan buku ini terdapat dalam susunan atau skema penulisan yang
teratur dan saling berhubungan, bahasa yang digunakan tidak berbelit-belit
- Dengan menggunakan bahasa resmi yang mudah dipahami oleh pembaca;
- Buku ini cukup lengkap dalam membahas masalah perkembangan peserta
didik;
- Sampul depan atau cover buku ini juga terlihat menarik dengan gambar
pensil warna yang tertata indah;
b. Buku 2
Buku ini sangat bermanfaat bagi calon guru untuk menghadapi sikap para
anak didik yang mulai beranjak remaja. Cover pada buku ini juga menarik
sehingga menarik minat pembaca. Kertas dan cetakan tulisan pada buku ini bagus
dan menarik sehingga enak untuk dibaca.
2. KEKURANGAN BUKU
a. Buku 1
Pada dasarnya, buku ini hampir tidak ada kekurangan. Hal ini disebabkan
karena penulis dengan cerdas dan teliti memaparkan deskripsi mengenai hal-hal
yang berkenaan dengan perkembangan peserta didik. Buku ini dinilai cukup untuk
mengetahui perihal perkembangan peserta didik.
b. Buku 2