Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan ini ada dua hal yang sangat berkaitan erat selama proses

kehidupan, kedua hal tersebut yakni pertumbuhan dan perkembangan. Kedua proses ini

berlangsung secara interdepedensi yakni saling bergantung satu sama lain. Pertumbuhan

berkaitan dengan perubahan kuantitaif yang menyangkut peningkatan ukuran dan struktur

biologis sedangkan perkembangan merupakan suatu proses yang menggambarkan perilaku

kehidupan sosial psikologi manusia pada posisi yang harmonis di dalam lingkungan.

Anak yang sehat, cerdas, dan berpenampilan menarik dan berakhlak mulia

merupakan dambaan setiap orang tua, untuk mencapai hal tersebut terdapat berbagai

kriteria yang harus terpenuhi dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Salah satunya

adalah faktor keturunan dan genetika, Kualitas seorang anak dapat dinilai dari proses

tumbuh kembang. Proses tumbuh kembang merupakan hasil interaksi faktor genetik dan

faktor lingkungan. Faktor genetik adalah faktor yang berhubungan dengan gen yang

berasal dari ayah dan ibu, sedangkan faktor lingkungan meliputi faktor biologis, fisik dan

psiologis dan sosial.

Selain peroses perkembangan dari sejak dalam kandungan, masa bayi, masa anak-

anak, masa anak- anak akhir, masa remaja, masa dewasa awal, dan masa dewasa akhir.

Selain itu, sebagai manusia juga akan berada pada tahap tua atau lansia. Pada usia lansia

ini, manusia cenderung berpikir bahwa jatah hidupnya di dunia sudah tidak lama lagi. Hal

ini dapat menyebabkan kecemasan pada sebagian lansia karena cenderung berpikir tentang

kematian (Kimmel dalam Miftahul, 2017).

1
Banyak faktor yang membuat seseorang takut mati salah satunya yaitu seseorang

yang tidak menemukan tujuan atau kegunaan dalam kehidupannya, kematian akan menjadi

suatu pengalaman yang mencemaskan (Durlak dalm wicaksono, 2015). Sedangkan Wilis

dalam Atien 2009 berpendapat bahwa kecemasan tentang kematian adalah suatu hal yang

berkaitan dengan berbagai faktor seperti usia, keyakinan religius, dan tingkat dimana

individu mempunyai kehidupan yang memuaskan.

Dari kedua pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa kecemasan terhadap

kematian merupakan suatu hal yang sering dirasakan oleh manusia pada saat usia lanjut,

yang berhubungan erat dengan keyakinannya akan kehidupan dimasa setelah kehidupan.

Ketakutan yang berlebihan terhadap kematian seringkali menimbulkan gangguan

fungsi-fungsi emosional normal manusia. Penelitian menunjukkan keterkaitan positif

antara ketakutan terhadap kematian dengan gangguan emosional seperti neurotisme,

depresi, gangguan psikosomatis (Feifel dan Nagy, 1981). Pentingnya penelitian terhadap

ketakutan terhadap kematian menyandarkan pada premis bahwa setiap manusia akan mati.

Selain itu, dampak negatif yang muncul dari ketakutan akan kematian ini banyak

menimbulkan akibat yang seharusnya tak perlu terjadi.

Untuk mengatasi kecemasan menghadapi kematian, salah satu hal yang sangat

berperan penting dalam menghalau kecemasan dan ketakutan yang terjadi akibat dari

ketidakpastian dan ketidaktahuan yang dialami dalam hidup adalah dengan meningkatkan

religiulitas, hal ini dikarenakan bahwa keyakinan religius memiliki hubungan yang positif

terhadap kecemasan terhadap kematian, dimana orang yang memiliki motivasi religius

yang tinggi akan memiliki kecemasan yang rendah terhadap kematian sehingga dapat

membuat pikiran menjadi lebih positif dalam mempersiapkan diri menghadapi usia dimasa

tua atau usia lanjut.

2
B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang berkaitan dengan tahapan- tahapan perkembangan

psikologis manusia dan psikologi kematian yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana tahapan- tahapan perkembangan psikologi manusia?

2. Apa saja konsep perbedaan, perkembangan, dan pertumbuhan?

3. Apa saja aspek-aspek perkembangan psikologi manusia?

C. Batasan Masalah

Sesuai dengan judul makalah ini maka penulis membuat batasan masalah seputar “

tahapan perkembangan psikologi manusia” yang akan membahas beberapa poin pada bab

selanjutnya antara lain yaitu tahapan perkembangan psikologi manusia yang terdiri dari

delapan tahap, aspek-aspek perkembangan psikologi manusia terdiri dari enap aspek,

faktor- faktor yang mempengaruhi perkembangan psikologi manusia terdiri dari empat

fakror, dan prinsip- perkembangan manusia terdiri dari sembilan prinsip perkembangan.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Tahapan Perkembangan Psikologi Manusia

1. Pengertian psikologi manusia

Psikologi perkembangan merupakan cabang dari psikologi. Secaraetimologi,

psikologi berasal dari kata psyche dan logos (bahasa Yunani). Psyche berarti jiwa atau

ruh sedangkan logos berarti ilmu. Jadi secara etimologis psikologi adalah ilmu yang

mempelajari jiwa atau ruh. Seiring dengan berkembanganya ilmu ilmiah, definisi

psikologi mulai dipertanyakan sebagai sebuah ilmu jiwa. Hal ini karena jiwa “soul”

memiliki konsep yang terlalu abstrak, sedangkan ilmu pengetahuan menghendaki

objeknya dapat diamati, dicatat dan diukur (observable). Ada beberapa pengertian

mengenai psikologi perkembangan menurut beberapa ahli diantaranya sebagai berikut:

Dalam Papalia, Olds, dan Feldman (2009) disebutkan bahwa perkembangan

manusia merupakan suatu studi ilmiah tentang pola-pola perubahan dan stabilitas di

sepanjang rentang kehidupan manusia. Hal itu menunjukkan bahwa manusia mengalami

perubahan dalam beberapa hal, misalnya dalam hal tinggi dan berat badan,

perbendaharaan kata, dan kematangan berpikir secara rasional.

Sementara, perkembangan menurut Reo (2017) adalah proses terjadinya

berbagai perubahan yang bertahap yang dialami individu atau organisme menuju tingkat

kedewasaan atau kematangannya (maturation) yang berlangsung secara sistematis,

progresif, dan berkesinambungan baik terhadap fisiknya maupun psikisnya.

4
Sedangkan perkembangan menurut Della (2009) merupakan perubahan

psikofisis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi psikis dan fisis yang

ditunjang oleh faktor lingkungan dan proses belajar pada waktu tertentu.

Berdasarkan ketiga pendapat ahli diatas terkait dengan pengertian perkembangan

psikologi manusia maka dapat disimpulkan bahwa psikologi perkembangan merupakan

suatu studi ilmiah tentang pola-pola perubahan dan stabilitas disepanjang rentang

kehidupan manusia yang disertai dengan berbagai perubahan yang bertahap yang

dialami individu atau organisme menuju tingkat kedewasaan atau kematangannya yang

berlangsung secara sistematis, progresif, dan berkesinambungan.

Jadi, sedikitnya ada empat istilah yang berdekatan bahkan saling terkait

pengertiannya. Pertama, pertumbuhan (growth), Kedua Perkembangan (development),

Kematangan (maturation), dan Keempat perubahan (change). Berikut akan dicoba

dibahas secara singkat tentang hakikat keempat konsep tersebut agar dapat dibedakan

satu dengan yang lain.

a. Pertumbuhan (Growth)

Dalam perkembangan maka terjadi pula yang namanya sebuah pertumbuhan

(growth). Istilah pertumbuhan atau growth ini merupakan sebuah kata yang lazimnya

digunakan dalam disiplin ilmu biologi oleh sebab itu dalam memahamini akan lebih

bersifat biologis. Pertumbuhan dapat dijelaskan sebagai sebuah proses kenaikan

massa dan volume yangdikarenakan adanya tambahan substansi dan perubahan

bentuk yang terjadi selamaproses tersebut. Jadi, dapat disimpulkan bahwa

pertumbuhan ialah suatu perubahan secara biologi yang dialami oleh makluk hidup

yaitu berupa pertambahan ukuran, baik volume, bobot, maupun jumlah sel yang

bersifat irreversible. Perubahan yang bersifat irreversible ini maksudnya suatu

5
perubahan yang tidak dapat kembali ke semula, contohnya seokor bayi harimau yang

tumbuh menjadi dewasa maka tidak dapat kembali menjadi bayi harimau lagi.

b. Perkembangan (development)

Perkembangan ialah perubahan yang terjadi selama proses pertumbuhan

menuju keadaan yang lebih dewasa dibanding sebelumnya sehingga terbentuk organ-

organ atau sel-sel yang memiliki fungsi dan struktur yang berbeda pula. Dengan kata

lain perkembangan adalah suatu gejala perubahan dalam fungsi dari organ-organ

yang telah mengalami pertumbuhan tersebut. Pada aspek ini lebih ditekankan pada

perubahan fungsi atau psikis yang lebih kompleks sehingga pada perkembangan ini

tidak dapat diukur dengan mudah tetapi hanya bisa dilihat gejala perubahannya. Jadi,

proses perkembangan ini berjalan seiring dengan terjadinya pertumbuhan pada

makhluk hidup (Santrock dalam Miftahul dkk, 2017)

c. Kematangan (Maturitation)

Santrock dalam Miftahul dkk, 2017 menyatakan bahwa kedawasaaan atau

kematangan (maturation) ialah urutan perubahan yang teratur yang disebabkan oleh

cetak biru genetik yang kita miliki masing-masing. Dengan kata lain dapat dijelaskan

bahwa kematangan terlihat dari kemampuan seseorang untuk memahami,

menghayati, serta mengaplikasikan nilai-nilai luhur dalam kehidupan sehari-hari.

Atau bisa juga dikatakan bahwa kematangan (Maturity) adalah kemampuan untuk

mengendalikan diri (self control) dan tidak mudah terpancing oleh reaksi yang

provokatif, yang ditandai dengan :

1). Bertahan untuk tidak impulsif

2). Mengendalikan emosi (rasa marah, frustrasi, dll)

3). Mampu berespon secara kalem dalam situasi frustrasi

6
4). Mampu mengelola stress secara efketif

5). Mengendalikan emosi negatif dan bertindak secara konstruktif untuk mencari

penyelesaiannya

6). Mampu menenangkan orang lain disamping menenangkan diri sendiri.

d. Perubahan (change)

Desmita dalam Della (2009) bahwa perubahan-perubahan dalam

perkembangan bertujuan untuk memungkinkan orang menyesuaikan diri dengan

lingkungan dimana ia hidup. Upaya atau tujuan yang ada dalam setiap perubahan ini

dapat dianggap sebagai suatu dorongan untuk melakukan sesuatu yang tepat, untuk

menjadi manusia seperti yang diinginkan baik secara fisik maupun psikis, kesemua

hal tersebut merupakan sebuah upaya dalam mewujudkan aktualisasi dalam diri

individu. Desmita dalam Della (2009) juga menjelaskan bahwa secara garis besar

perubahan yang terjadi dalam perkembangan dibagi menjadi empat bentuk:

1). Perubahan dalam ukuran besarnya

2). Perubahan-perubahan dalam proporsinya

3). Hilangnya bentuk atau ciri-ciri lama

4). Timbulnya atau lahirnya bentuk atau ciri-ciri baru.

2. Tahapan- Tahapan Perkembangan Manusia

Ada beberapa tahapan- tahapan perkembangan yang harus dilalui oleh manusia,

diantaranya yaitu sebagai berikut:

a. Periode Paranatal dan Kelahiran

Masa pranatal merupakan periode pertama dalam rentetan tahap perkembangan

seorang manusia. walaupun begitu periode ini dipahami sebagai periode yang paling

singkat dibandingkan masa periode yang lainnya, sekaligus sebagai periode yang

7
penting bahkan sangat penting diantara periode yang lain. Walaupun sebagai periode

yang singkat, periode pranatal memiliki beberapa ciri atau karakteristik yang setiap

ciri yang ada memliki pengaruh dalam perkembangan selama rentang kehidupan

(Hurlock dalam Miftahul, 2017) :

1). Pada saat ini sifat-sifat bauran, yang berfungsi sebagai dasar bagi perkembangan

selanjutnya, diturunkan sekali untuk selamanya.

2). Kondisi-kondisi yang baik dalam tubuh ibu dapat menunjang perkembangan sifat

bawaan sedangkan kondisi yang tidak dapat menghambat dan menggannggu

pola perkembangan

3). Jenis kelamin individu yang baru diciptakan sudah dipastikan pada saat

pembuahan dan kondisi dalam tubuh ibu tidak mempengaruinya

4). Perkembangan dan pertumbuhan yang normal lebih banyak terjadi selama periode

pranatal dibandingkan pada periode lainnya

5). Periode pranatal merupakan masa yang mengandung banyak bahwa baik bersifat

fisik maupun psikologis.

6). Periode pranatal merupakan saat dimana orang-orang yang berkepentingan

mementuk sikap-sikap pada diri individu yang baru diciptakan.

b. Masa Bayi

Tahap ini berlangsung pada masa oral, kira-kira terjadi pada umur 0-1 atau 2

tahun. Erikson dalam Feist & Feist dalam Wicaksono (2015) menjelaskan

menumbuhkan dan mengembangkan kepercayaan tanpa harus menekan

kemampuan untuk hadirnya suatu ketidakpercayaan sangatlah penting.

Kepercayaan ini akan terbina dengan baik apabila dorongan oralis pada bayi

terpuaskan, misalnya untuk tidur dengan tenang, menyantap makanan dengan

8
nyaman dan tepat waktu, serta dapat membuang kotoron (eliminsi) dengan

sepuasnya. Oleh sebab itu, pada tahap ini ibu memiliki peranan yang secara

kualitatif sangat menentukan perkembangan kepribadian anak yang masih kecil.

Apabila seorang ibu bisa memberikan rasa hangat dan dekat, konsistensi dan

kontinuitas kepada bayi mereka, maka bayi itu akan mengembangkan perasaan

dengan menganggap dunia khususnya dunia sosial sebagai suatu tempat yang

aman untuk didiami, bahwa orang-orang yang ada didalamnya dapat dipercaya

dan saling menyayangi. Kepuasaan yang dirasakan oleh seorang bayi terhadap

sikap yang diberikan oleh ibunya akan menimbulkan rasa aman, dicintai, dan

terlindungi. Melalui pengalaman dengan orang dewasa tersebut bayi belajar untuk

mengantungkan diri dan percaya kepada mereka. Hasil dari adanya kepercayaan

berupa kemampuan mempercayai lingkungan dan dirinya serta juga mempercayai

kapasitas tubuhnya dalam berespon secara tepat terhadap lingkungannya.

Sebaliknya, jika seorang ibu tidak dapat memberikan kepuasan kepada

bayinya, dan tidak dapat memberikan rasa hangat dan nyaman atau jika ada hal-

hal lain yang membuat ibunya berpaling dari kebutuhankebutuhannya demi

memenuhi keinginan mereka sendiri, maka bayi akan lebih mengembangkan rasa

tidak percaya, dan dia akan selalu curiga kepada orang lain.

c Masa anak- anak awal

Masa anak-anak telah menjadi masa begitu unik sehingga sulit untuk kita

bayangkan bahwa masa tersebut tidak selalu dianggab berbeda dengan masa

dewasa. Era baru telah mempelajari anak dimulai dengan munculnya beberapa

perkembangan penting sejak tahun 1800-an. Menurut Montessori (Hurlock, dalam

purwadi: 2004) anak usia 3-6 tahun adalah anak yang sedang berada dalam

9
periode sensitif atau masa peka, yaitu suatu periode dimana suatu fungsi tertentu

perlu dirangsang, diarahkan sehingga tidak terhambat perkembangannya.

Sedangkan, Sandra (2011) memandang periode usia 4-6 tahun sebagai fase

sense of initiative. Pada periode ini anak harus didorong untuk mengembangkan

prakarsa, seperti kesenangan untuk mengajukan pertanyaan dari apa yang dilihat,

didengar dan dirasakan. Jika anak tidak mendapat hambatan dari lingkungannya,

maka anak akan mampu mengembangkan prakarsa, dan daya kreatifnya, dan hal-

hal yang produktif dalam bidang yang disenanginya. Guru yang selalu menolong,

memberi nasehat, dan membantu mengerjakan sesuatu padahal anak dapat

melakukannya sendiri, menurut Erikson dapat membuat anak tidak mendapatkan

kesempatan untuk berbuat kesalahan atau belajar dari kesalahan itu.

Masa kanak-kanak awal (early childhood) juga ditandai adanya

kecenderungan autonomy -shame, doubt. Pada masa ini sampai batas-batas

tertentu anak sudah bisa berdiri sendiri, dalam arti duduk, berdiri, berjalan,

bermain, minum dari botol sendiri tanpa ditolong oleh orang tuanya, tetapi di

pihak lain dia telah mulai memiliki rasa malu dan keraguan dalam berbuat,

sehingga seringkali minta pertolongan atau persetujuan dari orang tuanya. Pada

tahap kedua adalah tahap anus-otot (anal-mascular stages), masa ini biasanya

disebut masa balita yang berlangsung mulai dari usia 18 bulan sampai 3 atau 4

tahun. Tugas yang harus diselesaikan pada masa ini adalah kemandirian (otonomi)

sekaligus dapat memperkecil perasaan malu dan raguragu. Apabila dalam

menjalin suatu relasi antara anak dan orangtuanya terdapat suatu sikap/tindakan

yang baik, maka dapat menghasilkan suatu kemandirian.

10
d. Masa anak- anak akhir

Tahap keempat ini dikatakan juga sebagai tahap laten yang terjadi pada usia

sekolah dasar antara umur 6 sampai 12 tahun. Salah satu tugas yang diperlukan

dalam tahap ini ialah adalah dengan mengembangkan kemampuan bekerja keras

dan menghindari perasaan rasa rendah diri. Saat anak-anak berada tingkatan ini

area sosialnya bertambah luas dari lingkungan keluarga merambah sampai ke

sekolah, sehingga semua aspek memiliki peran.

Tingkatan ini menunjukkan adanya pengembangan anak terhadap rencana

yang pada awalnya hanya sebuah fantasi semata, namun berkembang seiring

bertambahnya usia bahwa rencana yang ada harus dapat diwujudkan yaitu untuk

dapat berhasil dalam belajar. Anak pada usia ini dituntut untuk dapat merasakan

bagaimana rasanya berhasil, apakah itu di sekolah atau ditempat bermain. Melalui

tuntutan tersebut anak dapat mengembangkan suatu sikap rajin. Berbeda kalau

anak tidak dapat meraih sukses karena mereka merasa tidak mampu (inferioritas),

sehingga anak juga dapat mengembangkan sikap rendah diri. Oleh sebab itu,

peranan orang tua maupun guru sangatlah penting untuk memperhatikan apa yang

menjadi kebutuhan anak pada usia seperti ini.

Dalam lingkungan yang ada pola perilaku yang dipelajari pun berbeda dari

tahap sebelumnya, anak diharapkan mampu untuk mengerjakan segala sesuatu

dengan mempergunakan cara maupun metode yang standar, sehingga anak tidak

terpaku pada aturan yang berlaku dan bersifat kaku. Peristiwa tersebut biasanya

dikenal dengan istilah formal. Sedangkan pada pihak lain jikalau anak mampu

mengerjakan segala sesuatu dengan mempergunakan cara atau metode yang sesuai

dengan aturan yang ditentukan untuk memperoleh hasil yang sempurna.

11
e. Masa Remaja

Tahap kelima merupakan tahap adolesen (remaja), yang dimulai pada saat

masa puber dan berakhir pada usia 18 atau 20 tahun. Masa Remaja (adolescence)

ditandai adanya kecenderungan identity – Identity Confusion. Sebagai persiapan

ke arah kedewasaan didukung pula oleh kemampuan dan kecakapan-kecakapan

yang dimilikinya dia berusaha untuk membentuk dan memperlihatkan identitas

diri, ciri-ciri yang khas dari dirinya. Dorongan membentuk dan memperlihatkan

identitasdiri ini, pada para remaja sering sekali sangat ekstrim dan berlebihan,

sehingga tidak jarang dipandang oleh lingkungannya sebagai penyimpangan atau

kenakalan. Dorongan pembentukan identitas diri yang kuat di satu pihak, sering

diimbangi oleh rasa setia kawan dan toleransi yang besar terhadap kelompok

sebayanya.

Masa pubertas terjadi pada tahap ini, kalau pada tahap sebelumnya

seseorang dapat menapakinya dengan baik maka segenap identifikasi di masa

kanakkanak diintrogasikan dengan peranan sosial secara “aku”, sehingga pada

tahap ini mereka sudah dapat melihat dan mengembangkan suatu sikap yang baik

dalam segi kecocokan antara isi dan dirinya bagi orang lain, selain itu juga anak

pada jenjang ini dapat merasakan bahwa mereka sudah menjadi bagian dalam

kehidupan orang lain. Semuanya itu terjadi karena mereka sudah dapat

menemukan siapakah dirinya. Identitas ego merupakan kulminasi nilai-nilai ego

sebelumnya yang merupakan ego sintesis. Dalam arti kata yang lain pencarian

identitas ego telah dijalani sejak berada dalam tahap pertama/bayi sampai

seseorang berada pada tahap terakhir atau tua.

12
f. Masa Dewasa Awal

Masa Dewasa Awal (Young adulthood) ditandai adanya kecenderungan

intimacy- isolation. Kalau pada masa sebelumnya, individu memiliki ikatan yang

kuat dengan kelompok sebaya, namun pada masa ini ikatan kelompok sudah

mulai longgar. Mereka sudah mulai selektif, dia membina hubungan yang intim

hanya dengan orang orang tertentu yang sepaham. Jadi pada tahap ini timbul

dorongan untuk membentuk hubungan yang intim dengan orang-orang tertentu,

dan kurang akrab atau renggang dengan yang lainnya.

Jenjang ini menurut Erikson adalah ingin mencapai kedekatan dengan orang

lain dan berusaha menghindar dari sikap menyendiri. Periode diperlihatkan

dengan adanya hubungan spesial dengan orang lain yang biasanya disebut

dengan istilah pacaran guna memperlihatkan dan mencapai kelekatan dan

kedekatan dengan orang lain. Di mana muatan pemahaman dalam kedekatan

dengan orang lain mengandung arti adanya kerja sama yang terjalin dengan orang

lain. Akan tetapi, peristiwa ini akan memiliki pengaruh yang berbeda apabila

seseorang dalam tahap ini tidak mempunyai kemampuan untuk menjalin relasi

dengan orang lain secara baik sehingga akan tumbuh sifat merasa terisolasi.

Erikson menyebut adanya kecenderungan maladaptif yang muncul dalam periode

ini ialah rasa cuek, di mana seseorang sudah merasa terlalu bebas, sehingga

mereka dapat berbuat sesuka hati tanpa memperdulikan dan merasa tergantung

pada segala bentuk hubungan

Oleh sebab itu, kecenderungan antara keintiman dan isoalasi harus berjalan

dengan seimbang guna memperoleh nilai yang positif yaitu cinta. Dalam konteks

13
teorinya, cinta berarti kemampuan untuk mengenyampingkan segala bentuk

perbedaan dan keangkuhan lewat rasa saling membutuhkan.

g. Masa Dewasa Akhir

Erikson dalam Atien, (2009) percaya bahwa orang dewasa tengah baya

menghadapi persoalan hidup yang signifikan-generativitas vs stagnasi, adalah

nama yang diberikan Erikson pada fase ketujuh dalam teori masa hidupnya.

Generativitas mencangkup rencana-rencana orang dewasa yang mereka harap

dapat dikerjakan guna meninggalkan warisan dirinya sendiri pada generasi

selanjutnya.

Melalui generativitas biologis, orang dewasa hamil dan melahirkan anak.

Melalui generativitas parental (orang tua), orang dewasa memberikan asuhan dan

bimbingan kepada anak-anak. Melalui generativitas kultural, orang dewasa

menciptakan, merenovasi atau memelihara kebudayaan yang akhirnya bertahan.

Dalam hal ini objek generatif adalah kebudayaan itu sendiri. Melalui

generativitas kerja, orang dewasa mengembangkan keahlian yang diturunkan

kepada orang lain. Dalam hal ini, individu generaf adalah seseorang yang

mempelajari keahlian.

Melalui generativitas, orang dewasa mempromosikan dan membimbing

generasi berikutnya melalui aspek-aspek penting kehidupan seperti menjadi

orang tua (parenting), memimpin, mengajar dan melakukan sesuatu yang

bermanfaat bagi masyarakat. Orang dewasa generatif mengembangkan warissan

diri yang posif dan kemudian memberikannya sebagai hadiah pada generasi

berikutnya.

14
h. Masa Usia Lanjut

Tahap terakhir dalam teorinya Erikson disebut tahap usia senja yang

diduduki oleh orang-orang yang berusia sekitar 60 atau 65 ke atas. Masa hari tua

(Senescence) ditandai adanya kecenderungan ego integrity – despair. Pada masa

ini individu telah memiliki kesatuan atau intregitas pribadi, semua yang telah

dikaji dan didalaminya telah menjadi milik pribadinya. Pribadi yang telah mapan

di satu pihak digoyahkan oleh usianya yang mendekati akhir. Mungkin ia masih

memiliki beberapa keinginan atau tujuan yang akan dicapainya tetapi karena

faktor usia, hal itu sedikit sekali kemungkinan untuk dapat dicapai. Dalam situasi

ini individu merasa putus asa. Dorongan untuk terus berprestasi masih ada, tetapi

pengikisan kemampuan karena usia seringkali mematahkan dorongan tersebut,

sehingga keputusasaan acapkali menghantuinya.

Tahap ini merupakan tahap yang sulit dilewati menurut pemandangan

sebagian orang dikarenakan mereka sudah merasa terasing dari lingkungan

kehidupannya, karena orang pada usia senja dianggap tidak dapat berbuat apa-

apa lagi atau tidak berguna. Kesulitan tersebut dapat diatasi jika di dalam diri

orang yang berada pada tahap paling tinggi dalam teori Erikson terdapat

integritas yang memiliki arti tersendiri yakni menerima hidup dan oleh karena itu

juga berarti menerima akhir dari hidup itu sendiri. Namun, sikap ini akan

bertolak belakang jika didalam diri mereka tidak terdapat integritas yang mana

sikap terhadap datangnya kecemasan akan terlihat. Kecenderungan terjadinya

integritas lebih kuat dibandingkan dengan kecemasan dapat menyebabkan

maladaptif yang biasa disebut Erikson berandai-andai, sementara mereka tidak

mau menghadapi kesulitan dan kenyataan di masa tua. Sebaliknya, jika

15
kecenderungan kecemasan lebih kuat dibandingkan dengan integritas maupun

secara malignansi yang disebut dengan sikap menggerutu.

B. Aspek- Aspek Perkembangan Manusia

Setiap fase perkembangan yang ada, memiliki beberapa aspek perkembangan yang

sama tetapi berbeda tingkatan atau kematangan pada setiap fasenya. Berikut ini akan

dijelaskan beberapa aspek perkembangan yang menyertai individu selama tingkat

perkembangannya yaitu sebagai berikut:

1. Aspek perkembangan fisik

Fisik atau tubuh manusia merupakan sistem organ yang kompleks dan sangat

mengagumkan. Semua organ ini terbentuk pada periode pranatal (dalam kandungan).

Berkaitan dengan perkembangan fisik ini Hurlock dalam Soeparno (2011)

mengemukakan bahwa perkembangan fisik individu meliputi empat aspek, yaitu:

a. Sistem syaraf, yang sangat mempengaruhi perkembangan kecerdasan dan emosi

b. Otot-otot, yang mempengaruhi perkembangan kekuatan dan kemampuan motorik

c. Kelenjar endokrin, yang menyebabkan munculnya pola-pola tingkah laku baru,

seperti pada usia remaja berkembang perasaan senang untuk aktif dalam suatu

kegiatan, yang sebagian anggotanya terdiri atas lawan jenis

d. Struktur fisik/ tubuh, yang meliputi tinggi, berat, dan proporsi.

2. Aspek perkembangan Kognitif

Kognitif atau sering disebut kognisi mempunyai pengertian yang luas mengenai

berfikir dan mengamati. Ada yang mengartikan bahwa kognitif adalah tingkah laku-

tingkah laku yang mengakibatkan orang memperoleh pengetahuan atau yang

dibutuhkan untuk menggunakan pengetahuan. Selain itu kognitif juga dipandang

sebagai suatu konsep yang luas dan inklusif yang mengacu kepada kegiatan mental yang

16
terlibat di dalam perolehan, pengolahan, organisasi dan penggunaan pengetahuan.

Proses utama yang digolongkan di bawah istilah kognisi mencakup mendeteksi,

menafsirkan, mengelompokkan dan mengingat informasi; mengevaluasi gagasan,

menyimpulkan prinsip dan kaidah, mengkhayal kemungkinan, menghasilkan strategi

dan berfantasi.

3. Aspek perkembangan emosi

Ikalor (2004) menyatakan bahwa perkembangan pada aspek emosi ini merupakan

segala pengalaman afaktif yang terjadi dalam kehidupan manusia yang membantu

mereka dalam mengenali dan merespon segala bentuk gajala emosi yang ada didalam

dirinya meliputi kemampuan untuk mencintai, merasa nyaman, berani, gembira, takut,

dan marah, serta bentuk-bentuk emosi lainnya. Perlu ditekankan bersama bahwa emosi

dan perasaan merupakan sesutau hal yang berbeda satu sama lain. Walaupun demikian

arti keduanya tidak dapat dibedakan secara eksplisit atau tegas. Hal ini karena pada

kondisi tertentu secara afektif dapat dikatakan secara perasaan, tetapi juga dapat

dikatakan sebagai emosi sebagai contoh marah dengan diam atau tertawa dalam

kesedihan. Emosi diartikan sebagai pengalaman afektif yang disertai penyusuaian dari

dalam diri individu tentang keadaan mental fisik dan berwujud suatu tingkah laku yang

tampak.

Sunarto & Hartono dalam Ikalor (2004) menjelaskan beberapa ciri emosi dalam

mempengaruhi bentuk-bentuk perubahan fisik yang ditandai dengan aktifitas sebagai

berikut :

1). Reaksi Elektris pada kulit : meningkat bila terpesona

2). Peredaran darah : bertambah cepat apabila marah

3). Denyut jantung : semakin cepat bila terkejut.

17
4). Pernapasan : bernapas panjan jika kecewa.

5). Pupil mata : membesar bila marah.

6). Liur : mengereng saat takut atau tegang.

7). Bulu norma : berdiri kalau takut.

8). Pencernaan : mencret atau bermasalah saat tegang.

9). Otot : mengeras atau menegang saat takut atau ketegangan.

10). Komposisi darah : komposisi darah akan berubah saat emosi berubah diakibatkan

kelenjar-kelanjar yang lebih aktif.

Berikut ini beberapa teori emosi menurut para ahli, teori- teori tersebut antara lain:

a. Canon Bard menyatakan bahwa teori tentang pengaruh fisiologis terhadap emosi

menurut teori ini emosi merupakan situasi yang menimbulkan rangkaian pada proses

syaraf.

b. James dan Lange. Teori ini menyatakan bahwa emosi itu timbul karena pengaruh

perubahan jasmaniah atau kegiatan individu.

c. Lindsley: activation theory (teori penggerakan). Menurut teori ini emosi disebabkan

oleh pekerjaan yang terlampau keras dari susunan syaraf terutama otak.

Sedangkan Herlina (2009) menyebutkan kematangan emosi adalah kemampuan

remaja dalam mengekspresikan emosi secara tepat dan wajar dengan pengendalian diri,

memiliki kemandirian, memiliki konsekuensi diri, serta memiliki penerimaan diri yang

tinggi. Pengendalian diri adalah kemampuan remaja dalam mempertahankan

doronganemosi, serta memahami emosi diri untuk diarahkan kepada tindakan-

tindakanpositif. Kemandirian adalah keadaan dimana remaja tidak menggantungkan

dirinya kepada orang lain. Rasa konsekuen adalah rasa tanggung jawab remaja dengan

kesadaran untuk menjalankan keputusan, serta berani bertanggung jawabterhadap semua

18
akibat dan keputusan yang telah diambil. Penerimaan diri adalahkemampuan remaja

untuk dapat menerima keadaan diri sendiri, baik kelemahan maupun kelebihan,

menerima diri secara fisik maupun psikis dengan baik.

4. Aspek perkembangan sosial

Yusuf (2009) menyatakan bahwa Perkembangan sosial merupakan pencapaian

kematangan dalam hubungan sosial. Perkembangan sosial dapat pula diartikan sebagao

proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan

tradisi, meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan kerja

sama. Hubungan sosial (sosialisasi) merupakan hubungan antar manusia yang saling

membutuhkan. Hubungan sosial mulai dari tingkat sederhana dan terbatas, yang didasari

oleh kebutuhan yang sederhana. Semakin dewasa dan bertambah umur, kebutuhan

manusia menjadi kompleks dan dengan demikian tingkat hubungan sosial juga

berkembang amat kompleks.

5. Aspek perkembangan moral

Pengetahuan moral merupakan aspek utama dalam perkembangan sisi

kemanusiaan kita. Untuk menciptakan moral yang baik bagi inidividu khususnya

dimulai dari anak-anak adalah menciptakan komunikasi yang harmonis antara individu

yang ada sepertihalnya aspek sosial dan bahasa yang telah dijelaskan sebelumnya

sepertihalnya orangtua dan anak. Menurut teori Lawrence Kohlerg tahapan

perkembangan moral seseorang akan melewati 3 fase yaitu:

a. Fase premoral (pra-konvensional)

b. Fase conventional

c. Fase autonomous (pasca-konvensional)

19
6. Aspek perkembangan bahasa

Vygossky dalam Ikora (2004) berpendapat bahwa perkembangan bahasa seriring

dengan perkembangan kognitif, malahan saling melengkapi, keduanya berkembang

dalam satu lingkup sosial. Bahasa adalah salah satu cara yang utama untuk

mengeskpresikan pikiran dan dalam seluruh perkembangan kognitif. Bahasa dapat

mengarahkan perhatian anak pada bendabenda baru atau hubungan baru yang ada

dilingkungan, mengenalkan anak pada pandangan yang berbeda dan memberikan

informasi baru pada anak. Hal ini dapat dikatakan bahwa bahasa merupakan sebagian

komponen yang ada didalam sistem kognitif pada perkembangan manusia. Yusuf

(2009) menjelaskan perkembangan pikiran itu dimulai pada usia 1,6-2,0 tahun yaitu saat

anak dapat menyusun kalimat dua atau tiga kata. Laju perkembangan tersebut yaitu

sebagai berikut:

a. Usia 1,6 tahun, anak dapat menyusun pendapat positif seperti “bapak makan”, “ ibu

minum”

b. Usia 2,6 tahun, anak dapat menyusun pendapat negatif seperti “bapak tidak makan”,”

ibu tidak minum”.

c. Pada usia selanjutnya, anak dapat menyusun pendapat :

1) Kritikan: “ini tidak boleh, tidak baik”

2) Keragua-raguan: berangkali, mungkin, bisa jadi, sepertinya

3) Menarik kesimpulan analogi: seperti saaat anak melihat ayahnya tidur karena

sakit, pada waktu lain anak melihat ibunya tidur, dia mengatakan bahwa ibunya

sakit atau sedang ibunya sedang beristirahat sejenak. Kata- kata ini dapat disusun

sedikit demi sedikit seiring dengan pertumbuhan dan perkembangannya dari tahun

ke tahun.

20
C. Faktor- faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan

Ada tiga aliran yang membahas tentang faktor- faktor yang mempengaruhi

perkembangan, ketiga aliran tersebut yaitu sebagai berikut:

a. Aliran Nativisme

Tokoh aliran ini adalah Schoupen Howern. Menurut aliran ini perkembangan

organisme ditentukan oleh faktor pembawaan (nativus). Aliran ini mengemukakan

bahwa manusia yang baru dilahirkan telah memiliki bakat dan pembawaan baik karena

berasal dari keturunan orang tuanya maupun karena memang ditakdirkan demikian. Jika

individu pembawaannya baik, maka akan baik pula individu tersebut begitu juga

sebaliknya. Menurut aliran ini, pendidikan tidak dapat diubah dan senantiasa

berkembang dengan sendirinya.

b. Aliran Empirisme

Salah satu tokoh aliran ini adalah John Locke, yang mengembangkan teori “tabula

rasa”. Menurutnya manusia bagaikan “tabula rasa”, yakni meja lilin yang putih bersih

belum tergoreskan apapun. Mau dijadikan gambar gambar apa saja meja lilin tersebut

terserah pelukisnya. Meja lilin di sini diibaratkan sebagai bayi yang baru lahir yang

akan berkembang, sedangkan pelukis adalah lingkungan yang akan membentuk jadi

apapun anak yang baru lahir ini. Dengan kata lain, aliran empirisme sangat yakin bahwa

perkembangan organisme ditentukan oleh lingkungan. Bahkan J. B. Watson, yang

terkenal sebagai behaviorist dari Amerikat Serikat, pernah sesumbar “Beri aku bayi, lalu

mintalah kepada ku mau dijadikan apa pun bayi itu. Mau dijadikan dokter, lawyer, guru,

bahkan dijadikan criminal. Mintalah kepadaku”.

21
c. Aliran Konvergensi

Tokoh aliran konvergensi adalah William Stern. Aliran ini meyakini bahwa baik

factor pembawaan maupun faktor lingkungan sama penting bagi perkembangan

organism. Dengan kata lain Aliran ini mempercayai bahwa faktor yang mempengaruhi

perkembangan manusia tidak hanya berasal dari lingkungan (pengalaman) saja atau

pembawaan saja, tapi dipengaruhi oleh keduanya. Faktor pengalaman tidak berarti apa-

apa tanpa faktor pengalaman begitu juga sebaliknya. Perkembangan yang sehatakan

berkembang jika ada kombinasi dari fasilitas yang diberikan oleh lingkungan dan

potensial kodrati anak bisa mendorong berfungsinya segenap kemampuan anak.

D. Prinsip- Prinsip Perkembangan Psikologi Manusia

Pada dasarnya, setiap fase perkembangan psikologi manusia satu dengan lainnya

saling berkaitan erat. Hal ini membuktikan bahwa manusia merupakan satu kesatuan yang

utuh. Adapun tujuan perkembangan adalah untuk menjadikan individu manusia dewasa

yang mandiri. Sedangkan prinsip-prinsip perkembangan itu adalah sebagai berikut.

1. Perkembangan tidak terbatas pada pertumbuhan secara fisik, namun mencakup

rangkaian perubahan yang bersifat progresif, teratur, koheren, dan berkesinambungan.

2. Perkembangan selalu menuju proses diferensiasi dan integrasi.

3. Perkembangan dimulai dari respon-respon yang sifatnya umum menuju khusus.

4. Setiap orang akan mengalami tahapan perkembangan yang berlangsung secara

berantai.

5. Setiap individu mempunyai tempo kecepatan perkembangannya sendirisendiri.

6. Di dalam perkembangan, dikenal adanya irama atau naik turunnya proses

perkembangan.

22
7. Setiap individu seperti halnya organisme lainnya memiliki dorongan dan hasrat

mempertahankan diri dari hal-hal yang negatif seperti rasa sakit, rasa tidak aman,

kematian, dan sebagainya.

8. Dalam perkembangan terdapat masa peka, yaitu suatu masa dalam perkembangan

individu dimana suatu fungsi jasmani ataupun rohani dapat berkembang dengan cepat

jika mendapat latihan yang baik dan kontinu.

9. Perkembangan tiap-tiap individu pada dasarnya tidak hanya dipengaruhi oleh faktor

pembawaan sejak lahir, tetapi juga oleh lingkungan

Dari kesembilan prinsip perkembangan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa

pada dasarnya perkembangan tidak terbatas pada pertumbuhan secara fisik, namun

mencakup rangkaian perubahan yang bersifat progresif, teratur, koheren, dan

berkesinambungan. Selain itu, di dalam perkembangan, dikenal adanya irama atau naik

turunnya proses perkembangan, karena setiap individu seperti halnya organisme

lainnya memiliki dorongan dan hasrat mempertahankan diri dari hal-hal yang negatif

seperti rasa sakit, rasa tidak aman, dan kematian. Prinsip perkembangan ini tentunya

sudah mutlak terjadi pada setiap fase perkembangan individu secara bertahap yang

tidak hanya dipengaruhi oleh faktor pembawaan sejak lahir tetapi juga oleh faktor

lingkungan. Faktor lingkungan merupakan salah satu factor yang sangat mempengaruhi

tahapan perkembangan seseorang mulai dari perkembangan fisik maupun pola tingkah

laku seseorang. Hal ini bias terjadi karena adanya sosialisasi atau interaksi seseorang

ketika bergaul dengan lingkungan sekitar atau masyarakat sekitar pada kehidupan

sehari- hari.

23
BAB III

KESIMPULAN DAN PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada bagian ini, penulis akan menyimpulkan beberapa hal terkait dengan judul

makalah yaitu “Tahapan- tahapan perkembangan psikologi maniusia” sekaligus sebagai

jawaban terhadap rumusan masalah yang telah ditentukan. Adapun kesimpulannya yaitu

sebagai berikut:

a. Tahapan–tahapan perkembangan psikologi manusia meliputi tahapan perkembangan

pranatal dan kelahiran, masa bayi, masa anak anak akhir, masa remaja, masa dewasa

awal, masa dewasa akhir dan masa usia lanjut (lansia).

b. Konsep pertumbuhan (growth) yaitu suatu perubahan secara biologi yang dialami oleh

makluk hidup yaitu berupa pertambahan ukuran, baik volume, bobot, maupun jumlah

sel yang bersifat irreversible. Perubahan yang bersifat irreversible ini maksudnya suatu

perubahan yang tidak dapat kembali kesemula, contohnya seokor bayi harimau yang

tumbuh menjadi dewasa maka tidak dapat kembali menjadi bayi harimau lagi.

Sedangkan konsep perkembangan yaitu perubahan yang terjadi selama proses

pertumbuhan menuju keadaan yang lebih dewasa dibanding sebelumnya sehingga

terbentuk organ-organ atau sel-sel yang memiliki fungsi dan struktur yang berbeda pula.

c. Aspek perkembangan manusia meliputi beberapa fase yaitu aspek perkembangan fisik,

aspek perkembangan kognitif, aspek perkembangan emosi, aspek perkembangan sosial,

aspek perkembangan moral, dan aspek perkembangan bahasa. Masing –masing aspek

tersebut memiliki tingkat perkembangan yang berbeda- beda berdasarkan jenis

perkembangannya.

24
B. Penutup

Alhamdullillahirobbil’alamin, demikianlah makalah ini disusun semoga bermanfaat

dan menambah khasanah keilmuan kita semua. Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh

dari kesempurnaan seperti yang diharapkan oleh pembaca. Sebagai mana pepatah

mengatakan “No Body Perpect in This World”, begitu juga dengan makalah ini. Untuk itu

penulis sangat mengharapkan saran yang membangun untuk perbaikan makalah ini agar

menjadi lebih sempurna dari saat ini sebagai bahan pelajaran yang bisa bermanfaat untuk

pembaca dan kita semua. Atas perhatian dan dukungannya penulis selaku penyusun

makalah ini mengucapkan banyak terima kasih.

25
DAFTAR PUSTAKA

Atien, Nur C. 2009. Early Detection of Disorders of Child Development Growth. International
Journal of Social Education. Vol 5 No 2 November 2009.

Della, Agustina. 2009. The Relationship of Spiritual Intelligence with Readiness in Facing
Death for the Elderly Person. International Journal of Psycology. ISSN 2009 – 8884,
NO. 1, 57 -70.

Herlina, SW. 2009. Conceptual Theoretical Platform of Psychology From Various


Intelligence Theories. UAD: Yogyakarta. International journal Psycology Humanties
Vol. 6 No.1 Januari

Ikalor, Alvalina. 2004. Growth and Development. International Journal of Development.


ISSN: 2104-1994 Volume: 7, Nomor 1, Mei 2013: 1-6.Accredited : 97/DIkti/Kep/
2004.

Iswinarti, at all. 2016. The Influence of Traditional Games with Experiental Learning Method
on Social Competence. International Journal of Recent Scientific Research.Vol. 7,
Issue, 4, pp. 10147-10155, April, 2016

Miftahul, ett all. 2017. Life Span Development in Islam. International Journal of Child and
Gender Studies. Vol. 3, No.1, Maret .97 m.

Papalia, Olds, dan Feldman. 2009. Development of Human Psychology Based on Differences
Age. International journal of psychology development. ISSN 2009 – 8884, NO. 1, 57
– 70.

Purwadi. 2004. The Process of Establishing Youth Self Identity. International Journal
Psychologycal. Vol 1 Januari 43-52.

Reo, Murniati. 2018. The Concept of Fear of Death and Wild Race. International Journal of
Elderly psychology. journal. INSIGHT Volume 10, Nomor 1. Vol. 10, No. 5, 2014,
pp. 189-198 . DOI:10.3968/4546.

Sandra, L. 2011. Social psychology: The Passion of Psychology. International Journal. Gajah
Mada University. Volume 19, No.1, 2011:16-28 ISSN:0854-7108.

Soeparno. 2011. Academic Psychology. Faculty of Psychology Bulletin. Gadjah Mada


University. Volume Volume 19, No.3,:16-28 ISSN:0854-7108.

Wicaksono, Wahyu. 2015. Fear of Death in Terms of Wisdom and Religious Orientation in
The Late of Adolescence Period with Status of Student. International Journal of
psychology. ISSN 0215 – 8884 2003, NO. 1, 57 – 65.

26

Anda mungkin juga menyukai