Perspektif Teori Dalam Sosiologi
Perspektif Teori Dalam Sosiologi
NIM : 23050830079
Kelas : C
A. Pengertian Perspektif
Menurut KBBI, perspektif merupakan sudut pandang manusia dalam
memilih opini dan kepercayaan mengenai suatu hal. Perspektif dapat disebut
juga dengan point of view. Dalam kajian beberapa sosiolog, perspektif di
definisikan sebagai himpunan asumsi dan keyakinan tentang sesuatu yang
sedang diamati berdasarkan cara-cara tertentu. Perspektif mempengaruhi
perilaku manusia untuk bertindak menanggapi sebuah konteks situasi yang
sedang terjadi dan atau yang akan terjadi.
B. Macam-macam perspektif
Dalam sosiologi perspektif dikenal dengan berbagai maca, contohnya sebagai
berikut:
1. Perspektif Fungsionalis
Perspektif fungsionalis merupakan sebuah perspektif yang
memandang manusia sebagai suatu jaringan kelompok yang bekerja sama
secara terorganisasi dan teratur, serta memiliki seperangkat aturan dan nilai
yang dianut Sebagian besar anggota masyarakat tersebut jadi manusia dapat
dilihat sebagai suatu system yang stabil, selaras dan seimbang dalam
pandangan perspektif fungsional.
Pada perspektif fungsional berkonsentrasi pada keteraturan dan
kesetabilan dalam bermasyarakat. Lembaga-lembaga sosial yang ada dalam
masyarakat antara lain seperti keluarga, instansi Pendidikan dan agama
dianalisis dalam bentuk bagaimana Lembaga-lembaga tersebut dapat
membantu dan mencukupi kebutuhan masyarakat.
2. Perspektif Konflik
Perspektif konflik merupakan perspektif yang memandang masyarakat
sebagai sesuatu yang selalu berubah akibat dari dinamika pemegang
kekuasaan yang senantiasa berusaha memelihara dan meningkatkan
kedudukannya. Perspektif ini beranggapan bahwa di dalam masyarakat
terdapat kelompok-kelompok yang memiliki tujuan tersendiri dan
keberagaman serta tidak pernah terintegrasi
3. Perspektif Interaksionis
Merupakan sebuah perspektih atau pemikiran yang menolak adanya
tanggapan bahwa fakta sosial adalah sesuatu yang determinan terhadap fakta
sosial yag lain. Dalam perspektif ini, diyakini bahwa manusia memiliki
perasaan dan pikiran.
Melalui dua hal tersebut manusia mampu untuk memberikan makna
terhadap situasi yang ditemui dan bertingkah laku sesuai dengan
interpretasinya sendiri bukan semata-mata diatur atau di paksa oleh struktur
yang berada diluarnya (yang membingkainya) ataupun masyarakat lainnya,
sehingga dalam perspektif ini manusia dianggap tidak hanya memiliki
kemampuan mempelajari, memahami serta melaksanakan nilai norma
masyarakat, tetapi bisa juga menemukan, menciptakan serta membuat nilai
dan norma sosial.