Anda di halaman 1dari 10

Modul 4

Modul 4
BAB
PERSPEKTIF
3
DALAM ILMU KOMUNIKASI

Tujuan Intruksional Khusus:

Mahasiswa mampu menjelaskan dan membedakan perspektif yang ada dalam


kajian ilmu sosial umumnya dan ilmu komunikasi khususnya.

3.1. Hakikat Perspektif

erspektif dilihat secara sepintas sama dengan persepsi. Namun sebenarnya


P perspektif bukan persepsi melainkan pemandu persepsi kita; perspektif
mempengaruhi apa yang kita lihat dan bagaimana kita menafsirkan apa
yang kita lihat.
Joel M.Charon (dalam Mulyana, 2001:7) meringkaskan makna perspektif
sebagai berikut:

Kerangka konseptual
Perangkat asumsi Mempengaruhi
Perspektif Mempengaruhi
Perangkat nilai tindakan dalam
persepsi kita
Perangkat gagasan situasi

Perspektif dalam bidang keilmuan sering juga disebut paradigma (paradigm),


kadang-kadang disebut pula mazhab pemikiran (school of though) atau teori.
Menurut Ritzer (1980), paradigma adalah “.... a fundamental image of the subject
matter within a science ...” jadi paradigma ialah “gambaran dasar mengenai pokok
bahasan suatu ilmu”
Istilah-istilah lain yang sering diidentikkan dengan pespektif adalah model,
pendekatan, strategi intelektual, kerangka konseptual, kerangka pemikiran, dan
pandangan dunia (worldview). Aubrey Fisher seorang pakar komunikasi
menggunakan istilah perpektif daripada teori, karena ia tidak yakin apa yang disebut
teori dan karena komunikasi belum mengembangkan teori-teori yang memperoleh

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Farid Hamid S.Sos.,MSi


TEORI KOMUNIKASI
Farid Hamid – PKK Fikom UMB 30

parsimoni (hemat, universal) seperti yang diperoleh ilmu-ilmu alam (natural


sciences). Argumen Fisher dapat dipahami. Membicarakan teori pada dasarnya
membicarakan perspektif yang melatarbelakanginya. Keduanya memang terpaut
erat, kadang-kadang dicampuradukkan. Pakar komunikasi lainnya Stephen W.
Littlejohn menggunakan istilah teori (struktural fungsional; kognitif dan behavioral;
konvensional interaksionis, interpretif dan kritis), yang oleh banyak pakar malah
disebut perpektif.
Perspektif sering juga disebut paradigma. Paradigma adalah suatu cara
pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Menurut Anderson (dalam
Mulyana, 2001:9) makna paradigma adalah: “ideologi dan praktik suatu komunitas
ilmuwan yang menganut suatu pandangan yang sama atas realitas, memiliki
seperangkat kriteria yang sama untuk menilai aktivitas penelitian, dan
menggunakan metode serupa”.
Dalam perspektif ilmu sosial terdapat beberapa perspektif lagi (biasa juga
disebut pendekatan atau teori). Masing-masing disiplin seperti ilmu komunikasi,
psikologi, sosiologi, dan antropologi juga bisa disebut perspektif yang berlainan.
Sementara perspektif lama masih berkembang dalam ilmu-ilmu sosial kini telah
muncul perspektif-perspektif baru seperti, teori feminis, hermeneutika, semiotika,
cultural studies, postmodernism, postcolonialism, dll.

3.2. Perspektif dan Realitas


Jenis perspektif atau teori yang dikemukakan oleh teoretisi tergantung pada
bagaimana teoretisi itu memandang manusia yang menjadi objek kajian mereka.
Perbedaan perspektif ini pada dasarnya merupakan perbedaan penafsiran tentang
apa itu realitas, dan dalam ilmu sosial, bagaimana kedudukan manusia dalam
realitas itu. Ilmu-ilmu sosial itu sendiri seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,
dapat dianggap sebagai perpanjangan ilmu alam, tetapi juga mengandung unsur
ilmu-ilmu humaniora. Untuk melihat perbedaan ini kita harus menjelaskan
pandangan-pandangan yang berbeda mengenai kedudukan manusia.
Menurut Immanuel Kant (dalam Mulyana, 2001:19) ada dua jenis realitas,
yaitu dunia fenomena dan noumena.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Farid Hamid S.Sos.,MSi


TEORI KOMUNIKASI
Farid Hamid – PKK Fikom UMB 31

a. Fenomena
Dunia fenomena adalah dunia yang kita alami dengan pancaindra kita.
Sebuah dunia yang didekati dengan pengalaman empiris. Kedudukan manusia
dalam dunia ini adalah sama dengan hewan, batu-batuan, air dan tumbuhan.
Sebagai bagian dari alam ada kekuatan mutlak yang merupakan hukum alam yang
merupakan kekuatan alami yang mendorong dunia alami tanpa bisa dilawan.
Misalnya, grafitasi bumi, benda yang dilempar keatas pasti jatuh juga kebawah.
Termasuk juga manusia, setinggi apapun dia melompat pasti akan jatuh juga
kebawah. Singkatnya, dunia ini memiliki ketertiban atau tatanan yang sempurna
dalam alam: setiap peristiwa atau keadaan memiliki sebab.

b. Noumena
Dunia noumena tidak dapat didekati dengan pengamatan empiris karena hal
itu tidak bersifat fisik atau. Meskipun banyak orang berupaya mendekati dunia ini
lewat nalar, mereka gagal. Kant berpendapat bahwa meskipun kita dapat
memikirkan dunia noumena, nalar dan sains yang sebatas dunia fenomena, tidak
dapat menelitinya.
Kesulitan untuk meneliti manusia adalah karena kedudukannya yang rumit.
Bila makhluk-makhluk lain seperti hewan, tumbuhan, juga udara, air, bebatuan, dan
sebagainya tergolong dunia fenomena, dan malaikat, jin, serta setan masuk dalam
dunia noumena, maka seperti dijelaskan kant, manusia sekaligus termasuk ke
dalam fenomena dan noumena. Sebagai fenomena kita terikat oleh hukum-hukum
alam sebaliknya manusia juga adalah noumena yang punya jiwa, mempunyai
kemauan bebas. Manusia dikonseptualisasikan di sini sebagai sekaligus pasif
dalam arti manusia disebabkan, dibentuk dan didorong oleh kekuatan-kekuatan di
luar kendalinya, dan manusia juga aktif, mengontrol, membentuk, bertindak, dan
bebas.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Farid Hamid S.Sos.,MSi


TEORI KOMUNIKASI
Farid Hamid – PKK Fikom UMB 32

3.3. Perspektif Obyektif – Subyektif

Sehubungan dengan dua pandangan yang berbeda tentang manusia (pasif


versus aktif), ada dua perspektif atau pendekatan utama yang sejajar, yang disebut
pendekatan objektif dan pendekatan subjektif. Istilah Obyektif dan Subyektif di
sini sekedar merujuk kepada pandangan-pandangan berbeda mengenai kehidupan.
Tidak ditujukan untuk menunjukkan mana yang lebih baik atau lebih buruk.

Pendekatan Obyektif

Pendekatan ini disebut “obyektif” berdasarkan pandangan bahwa objek-


objek, perilaku-perilaku dan peristiwa-peristiwa eksis di suatu dunia yang dapat
diamati oleh pancaindra (penglihatan, pendengaran, peraba, perasa, dan pembau),
dapat dikur dan diramalkan.
Pendekatan obyektif cenderung menganggap manusia yang mereka amati
sebagai pasif dan perubahannya disebabkan kekuatan-kekuatan sosial di luar diri
mereka. Pendekatan ini juga berpendapat, hingga derajat tertentu perilaku manusia
dapat diramalkan, meskipun ramalan tersebut tidak setepat ramalan perilaku alam.
Dengan kata lain, hukum-hukum yang berlaku pada perilaku manusia bersifat
mungkin (probabilistik). Misalnya, kalau mahasiswa lebih rajin belajar, mereka
(mungkin) akan mendapatkan nilai lebih baik; kalau kita ramah kepada orang lain,
orang lain (mungkin) akan ramah kepada kita; bila suami isteri sering bertengkar,
mereka (mungkin) akan bercerai. Kaum objekyivis berkilah bahwa jika perilaku
manusia bebas sama sekali, maka perilaku mereka akan sama sekali acak dan
sama sekali tidak dapat diramalkan.
Dua varian utama dalam pendekatan ini adalah pendekatan behavioristik
dan struktural fungsional. Kedua pendekatan tersebut mirip dalam arti sama-sama
memandang perilaku manusia sebagai disebabkan kekuatan-kekuatan di luar
kemampuan mereka sendiri.

Behavioralistik

Menurut kaum behavioris, konsep-konsep seperti tindakan, keinginan,


kepercayaan, merupakan kendala untuk menemukan generalisasi. Menurut
pandangan ini, perilaku manusia dapat dijelaskan tanpa merujuk kepada pikiran.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Farid Hamid S.Sos.,MSi


TEORI KOMUNIKASI
Farid Hamid – PKK Fikom UMB 33

Tujuan kaum behavioris bekanlah untuk memahami pikiran, melainkan untuk


mensistematisasikan perilaku yang dapat diamati.
Dalam kajian ilmu komunikasi cukup banyak teori dan model yang sejalan
dengan perspektif ini, diantaranya: model Aristoteles, Teori Informasi Claude
Shannon dan Weaver; Teori Belajar Sosial Albert Bandura; Teori Jarum Hipodermik
Wilbur Scramm, Teori Pertukaran Sosial Thibaut dan Kelley, Teori Disonansi
Kognitif Leon Festinger; Teori Kultivasi George Gerbner, dll.

Struktural Fungsional

Perspektif ini menolak gagasan-gagasan tentang jiwa, spirit, kemauan,


pikiran, kesadaran, seperti dalam pendekatan subyektif, karena konsep-konsep ini
tidak dapat diamati secara obyektif berdasarkan pengamatan indrawi. Pendekatan
ini pada manusia intinya berusaha mengukur pengaruh struktur sosial terhadap
identitas, respon dan perilaku manusia melalui peran, sosialisasi dan keanggotaan
kelompok mereka. Pendekatan ini jelas menekankan orientasi peran dalam arti
bahwa ia memandang manusia pada dasarnya ditentukan secara sosial.
Bagi perspektif ini, struktur sosial sangat kukuh dan mempengaruhi perilaku
manusia. Struktur sosial terbentuk lama sebelum kita lahir dan akan tetap ada
setelah kita mati. Kita tidak dapat memilih posisi kita dalam struktur sosial tersebut.
Struktur sosiallah yang mempengaruhi manusia berpikir, berperilaku dan mewarnai
identitas mereka. Singkatnya manusia dikontrol oleh struktur di luar dirinya.
Dalam kajian ilmu komunikasi, banyak teori/model yang sejalan dengan
perspektif ini, misalnya: model ABX Newcomb, model komunikasi antarbudaya
Gudykunst dan Young Yun Kim, Teori Perbedaan Individu, Teori Penggolongan
Sosial, Teori Hubungan Sosial, dan Teori Norma Budaya dari Melvin DeFleur; Teori
Uses and Gratifications; Teori Spiral of Silence dari Elizabeth Noelle-Neumann.

Pendekatan Subyektif
Pendekatan subyektif cenderung memandang manusia yang mereka amati
sebagai aktif, dinamis, serta mampu melakukan perubahan lingkungan di sekeliling
mereka.
Kaum subjektivis menjelaskan makna perilaku dengan menafsirkan apa
yang orang lakukan. Interpretasi atas perilaku ini tidak bersifat kausal, dan tidak bisa
dijelaskan melalui generalisasi seperti yang dilakukan kaum objektivis. Fokus

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Farid Hamid S.Sos.,MSi


TEORI KOMUNIKASI
Farid Hamid – PKK Fikom UMB 34

perhatian kaum subjektivis adalah bagian perilaku manusia yang disebut tindakan
(action), bukan sekedar gerakan tubuh, yang mencakup ucapan, bukan dengkuran;
melompat bukan tejatuh; bunuh diri, bukan sekedar kematian. Singkatnya manusia
berbeda dengan hewan, tumbuhan, bebatuan, karena manusia mempunyai pikiran,
kepercayaan, keinginan, niat, maksud, dan tujuan. Semua hal itu memberi makna
kepada kehidupan dan tindakan mereka, dan membuat kehidupan dan tindakan
tersebut dapat dijelaskan.
Studi yang menggunakan pendekatan subjektif sering disebut studi
humanistik dan karena itu sering juga disebut hamaniora (humanities).
Dalam kajian ilmu komunikasi beberapa teori yang termasuk dalam
perspektif ini antara lain: fenomenologis, etnometodologi, interaksionisme simbolik,
labelling theory, dll.
Secara singkat penjelasan mengenai perspektif obyektif dan subyektif dapat
dilihat dari gambar di bawah ini:

REALITAS

Fenomena Imanuel Kant Noumena

Manusia Terikat Oleh Alam Manusia Tidak Terikat


(Hukum Alam) Oleh Alam
(Hukum Alam)

Pandangan
Tentang Manusia
Pasif -- Terikat Aktif -- Bebas

Pendekatan Pendekatan
Obyektif Subyektif

Perspektif obyektif maupun subyektif juga memiliki beragam nama lain,


antara lain dapat dilihat pada bagan berikut:

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Farid Hamid S.Sos.,MSi


TEORI KOMUNIKASI
Farid Hamid – PKK Fikom UMB 35

Pendekatan Obyektif Pendekatan Subyektif

Ilmiah (saintifik), empiris, behavioristik, Humanistik, interpretif, fenomenologis,


struktural, positivistik, fungsionalis, konstruktivis, naturalistik, interaksionis,
mekanistik, deterministik, linear, statis, induktif, holistik, eksploratori, mikro,
deduktif, makro, klasik, konservatif, kontemporer, dinamis, transaksional,
tradisional, etic, kuantitatif. kualitatif, emic.

Perspektif Griffin

Suatu cara untuk mengkompromikan pendekatan obyektif dengan


pendekatan subyektif adalah dengan meletakkan keduanya pada suatu skala,
seperti yang dibuat oleh Griffin.
Menggunakan rentang tersebut, dan dengan menggunakan berbagai
perspektif atau teori ilmu sosial (ilmu komunikasi, sosiologi dan psikologi), kita
dapat melihat dengan jelas posisi teori-teori pada sepanjang kontinum tersebut,
mulai dari ujung yang paling obyektif hingga yang paling subyektif. Letak masing-
masing perspektif atau teori pada skala itu, apakah berada di ujung objektif, di
dekatnya, di tengah-tengah, atau mendekat ke ujung subjektif, bergantung pada
asumsi-asumsi perspektif atau teori tersebut mengenai realitas beserta asumsi-
asumsi yang menyertainya mengenai tabiat manusia, dari yang sangat obyektif
hingga yang sangat subjektif.
Lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan berikut ini:

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Farid Hamid S.Sos.,MSi


TEORI KOMUNIKASI
Farid Hamid – PKK Fikom UMB 36

Klarifikasi Teori Komunikasi Dalam Skala


Perspektif Obyektif – Subyektif Menurut Griffin

NAMA MODEL OBJEKTIF -SUBJEKTIF

1. Interaksional (Interaksi Simbolik) ♦


2. Semiotika ♦
3. Analisis Wacana/Framing ♦
4. Muted Group Theory ♦
5. Uncertainty Reduction Theory ♦
6. Cognitive Dissonance Theory ♦
7. Model Lasswell ♦
8. Model Scramm ♦
9. Elaboration Likelihood Model ♦
10. Groupthink ♦
11. Dramaturgis ♦
12. Symbolic Convergence Theory ♦
13. Kultivasi ♦
14. Cultural Studies ♦
15. Spiral Keheningan ♦
16. Agenda Setting ♦
17. Uses & Gratification ♦

Sumber: diadaptasikan dari Em Griffin. 1997. A First Look at Communication


Theory. New York: McGraw-Hill,

3.4. Perspektif Fisher


Fisher mengemukakan empat perspektif utama dalam ilmu komunikasi, yaitu
perspektif:

a. Mekanistis
Perspektif ini menganggap komunikasi merupakan suatu proses satu arah.
Dalam perspektif ini proses komunikasi sangat dipengaruhi oleh perspektif ilmu-ilmu
alam.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Farid Hamid S.Sos.,MSi


TEORI KOMUNIKASI
Farid Hamid – PKK Fikom UMB 37

Perspektif ini menekankan pada unsur saluran fisik komunikasi. Karena


berfokus pada saluran sebagai tempat untuk mencari fenomena komunikatif. Maka
implikasi yang menonjol antara lain; titik berat pada efek, hambatan dan kegagalan,
fungsi penjaga gawang (gate keeping).

b. Psikologis
Perspektif psikologis tentang komunikasi manusia memfokuskan
perhatiannya pada individu baik secara teoretis maupun empiris. Secara lebih
sfesifik lagi, yang menjadi fokus utama dari komunikasi adalah mekanisme internal
penerimaan dan pengolahan informasi. Fokus ini menimbulkan orientasi komunikasi
manusia yang berpusat pada si penerima. Walaupun bidang psikologis sebenarnya
yang dipinjam perspektif ini masih tidak jelas, unsur-unsur perantara dari
behaviorisme S-R/S-O-R dan psikologi kognitif, khususnya teori keseimbangan,
cenderung untuk mendominasi penelitian para ilmuwan komunikasi yang
mempergunakan perspektif psikologis.
Orientasi Stimulus – Response cukup menonjol dalam perpektif psikologis
tentang komunikasi manusia. Perspektif ini menganggap bahwa manusia berada
dalam suatu medan stimulus, yang secara bebas disebut sebagai suatu lingkungan
informasi. Di mana arus stimulus yang hampir tidak terbatas jumlahnya, semuanya
dapat diproses melalui organ-organ indra penerima.

c. Interaksional
Walaupun asal mula perspektif interaksional komunikasi manusia dapat
ditelusuri sampai pada filsafat eksistensialisme dan bahkan ke Socrates, sumbernya
yang khusus dan komprehensif dari perspektif ini secara langsung ataupun tidak
langsung adalah interaksionisme simbolik dalam sosiologi.
Perspektif ini menonjolkan keagungan dan nilai individu diatas nilai pengaruh
yang lainnya. Manusia di dalam dirinya memiliki esensi kebudayaan, bersosialisasi
dengan masyarakat, dan menghasilkan buah pikiran tertentu. Tiap bentuk interaksi
sosial itu dimulai dan berakhir dengan mempertimbangkan diri manusia.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Farid Hamid S.Sos.,MSi


TEORI KOMUNIKASI
Farid Hamid – PKK Fikom UMB 38

d. Pragmatis
Perspektif pragmatis tentang komunikasi manusia didasarkan pada asumsi
pokok sistem dan informasi. Perspektif ini menyajikan alternatif paradigma yang
berbeda dengan tiga perspektif sebelumnya.
Penelitian dalam perspektif pragmatis banyak berpusat pada setting
interpersonal dan kelompok, walaupun perspektif dengan tingkat generalitas sistem
yang berlaianan mengemukakan bahwa perspektif itu dapat diterapkan kepada
setiap tingkat sistemis, termasuk komunikasi organisasi dan massa.

Kepustakaan
Fisher, B, Aubrey. 1986. Teori-Teori Komunikasi. Penerj. Soejono Trimo. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Griffin, Em. 1991. A First Look at Communication Theory. New York: McGraw Hill.
Littlejohn, Stephen. 1996. Theories of Human Communication. Wadsworth
Publishing Company Inc Belmont.
Mulyana, Deddy. 2001. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Rosdakarya
Sendjaja, Sasa Djuarsa. 1993. Teori Komunikasi. Jakarta: Universitas Terbuka

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Farid Hamid S.Sos.,MSi


TEORI KOMUNIKASI

Anda mungkin juga menyukai