Kompetensi guru mengacu kepada kemampuan guru yang diwujudkan dalam pikiran
maupun tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab sebagai syarat untuk dianggap mampu
oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas pendidikan setelah mengalami proses
pembelajaran tertentu. Secara tidak langsung, kompetensi guru adalah himpunan pengetahuan,
kemampuan dan keyakinan yang dimiliki seorang guru dan ditampilkan untuk situasi mengajar.
Apabila guru tidak mampu memenuhi kompetensi, maka akan gugur keguruannya.
Kompetensi guru juga dapat diartikan sebagai kebulatan pengetahuan, keterampilan dan
sikap yang ditampilkan dalam bentuk perilaku cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki
seorang guru dalam menjalankan profesinya. Jelas bahwa seorang guru dituntut memiliki
kompetensi atau kemampuan dalam ilmu yang dimilikinya, kemampuan penguasaan mata
pelajaran, kemampuan berinteraksi sosial baik dengan sesama peserta didik maupun dengan
sesama guru dan kepala sekolah, bahkan dengan masyarakat luas.
Guru juga dituntut selalu mengembangkan dan memperkaya diri dengan cara belajar dan
mencari informasi baru yang berkaitan dengan pembelajaran dan peningkatan kualitas
pendidikan pada umumnya, mereka harus terbiasa membaca, untuk memperoleh informasi
dan melakukan perubahan di sekolah sesuai dengan perubahan masyarakat dan perkembangan
zaman.
Sardiman (2016, hlm. 163) menyatakan terdapat sepuluh indikator yang menunjukkan
kompetensi pedagogik guru, 10 kompetensi pedagogik guru tersebut adalah sebagai berikut.
2. Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian adalah sifat-sifat unggul seseorang, seperti sifat ulet, tangguh, atau
tabah dalam menghadapi tantangan atau kesulitan, dan cepat bangkit apabila mengalami
kegagalan, memiliki etos belajar dan etos kerja yang tinggi, berpikir positif terhadap orang lain.
Contoh penerapan kompetensi kepribadian adalah sebagai berikut.
1. Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan
rasa percaya diri.
2. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil dewasa, arif, dan berwibawa.
3. Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional
Indonesia.
4. Mampu menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi
peserta didik dan masyarakat.
5. Menjunjung tinggi kode etik profesi guru.
3. Kompetensi Sosial
4. Kompetensi Profesional
1. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung
mata pelajaran yang diampu.
2. Menguasai standar kompetensi dan Kompetensi Dasar mata pelajaran/bidang
pengembangan yang diampu.
3. Mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif.
4. Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan
tindakan reflektif.
5. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dan komunikasi untuk
berkomunikasi dan mengembangkan diri.
Terdapat beberapa peran guru dalam pembelajaran tatap muka yang di kemukakan
oleh Moon (1989),yaitu sebagai berikut:
Jadi, dengan waktu yang sedikit atau terbatas tersebut, guru dapat merancang
dan mempersiapkan semua komponen agar berjalan dengan efektif dan efisisen.2
2. Guru Sebagai Sumber Belajar
Peran guru sebagai sumber belajar, merupakan peran yang sangat penting. Peran
sebagai sumber belajar berkaitan erat dengan penguasaan materi pelajaran. Kita
bisa menilai baik atau tidaknya seorang guru hanya dari penguasaan materi
pelajaran. Dikatakan guru yang baik manakala ia sdapat menguasai materi pelajaran
dengan baik, sehingga benar-benar berperan sebagai sumber belajar bagi anak
didikya. Apa pun yang ditanyakan siswa sekaitan dengan materi pelajaran yang
sedang diajarkannya, ia akan dapat menjawab dengan penuh keyakinan.
Sebagai sumber belajar dalam proses pembelajaran hendaknya guru melakukan
hal-hal sebagai berikut:
2
Hamzah B.Uno, Profesi Kependidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), hlm. 22-23.
Sebaiknya guru memiliki bahan referensi yang lebih banyak dibandingkan dengan
siswa. Hal ini untuk menjaga agar guru memiliki pemahaman yang lebih baik
tentang materi yang akan dikaji bersama siswa.
Guru dapat menunjukkan sumber belajar yang dapat di pelajari oleh siswa yang
biasanya memiliki kecepatan belajar di atas rata-rata siswa yang lain.
Guru perlu melakukan pemetaan tentang materi pelajaran. Misalnya dengan
menentukan mana materi inti , yang wajib dipelajari siswa, mana materi
tambahan mana materi yang harus diingat kembali karena pernah dibahas dan
lain sebagainya. Melalui pemrtaan semacam ini akan memudahkan bagi guru
dalam melaksanakan tugasnya sebagai sumber belajar.3
5
Wina Sanjaya., 0p. Cit., hlm. 283.
Guru sebagai demonstrator berperan untuk mempertunjukkan kepada siswa
segala sesuatu yang dapat membuat siswa lebih mengerti dan memahami setiap
pesan yang disampaikan.
a. Guru harus menunjukkan sifat-sifat terpuji. Sebagai demonstrator guru berperan
sebagai model dan teladan bagi setiap siswa.
b. Guru harus dapat mengatur strategi pembelajaran yang lebih efektif.
6. Guru Sebagai Pembimbing
Siswa adalah individu yang unik. Keunikan itu bisa dilihat dari adanya setiap
perbedaan. Perbedaan itulah yang menuntut guru harus berperan sebagai
pembimbing. Membimbing siswa agar dapat menemukan berbagai potensi yang
dimilikinya sebagai bekal hidup mereka, membimbing siswa agar dapat mencapai
dan melaksanakan tugas-tugas perkembangan mereka.
Agar guru berperan sebagai pembimbing yang baik, maka ada beberapa hal yang
harus dimiliki:
a. Guru harus memiliki pemahaman tentang anak yang sedang dibimbingnya.
b. Guru harus terampil dalam merencanakan tentang tujuan dan kompetensi yang
hendak dicapai, maupun merencanakan proses pembelajaran.6
7. Guru Sebagai Motivator
Sebagai motivator, guru hendaknya dapat mendorong anak didik agar bergairah
dan aktif belajar. Dalam upaya memberikan motivasi, guru dapat menganalisis motiv-
motiv yang melatarbelakangi anak didik malas belajar dan menurun prestasinya di
sekolah. Motivasi dapat efektif bila dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan
anak didik. Peran guru sebagai motivator sangat penting dalam interaksi edukatif,
karna menyangkut esensi pekerjaan mendidik yang membutuhkan kemahiran sosial,
menyangkut performance dalam personalisasi dan sosialisasi diri.7
6
Ibid., hlm. 282-287.
7
Syaiful Bahri Djamarah., Op.cit. hlm. 45.
Sebagai konselor guru diharapkan akan dapat memproses segala masalah tingkah
laku yang terjadi dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, guru harus
mempersiapkan agar:
8
Suyanto,Menjadi Guru Profesional, (Jakarta: Erlangga,2013),hlm.85-86
kurikulum sebagai pedoman tidak akan efektif. asanSencari gageorang guru haruslah
memiliki tanggung jawab untuk mengembangkan kurikulum, selain tugas utamanya
Pembina kurikulum.ini berarti bahwa guru dituntut untuk selalu mencari gagasan baru
demi penyempurnaan praktik pendidikan dan praktik pembelajaran pada khususnya.
Hal ini harus dilakukan agar hasil belajar peserta didik dapat ditingkatkan dari waktu ke
waktu. Seorang guru harus menganggap bahwa kurikulum sebagai program
pembelajaran yang harus diberikan kepada peserta didik bukan sebagai barang mati,
sehingga apa yang terdapat dalam kurikulum dapat dijabarkan oleh guru menjadi
suatu materi yang menarik untuk disajikan pada peserta didik selama proses
pembelajaran nerlangsung. Dalam proses pengembangan kurikulum peran guru lebih
banyak dalam tataran kelas. Murray Printr (1993)mencatat peran guru dalam level ini
adalah sebagai:
Implementers
Adapters
Developers
Researchers
12. Guru Sebagai Supervisor
Sebagai supervisor,guru hendaknya dapat membantu, memperbaiki, dan menilai
secara krirtis terhadap proses pengajaran. Teknik-teknik supervisor harus guru kuasai
dengan baik agar dapat melakukan perbaikan terhadap situasi belajar mengajar
menjadi lebih baik. Kelebihan yang dimiliki supervisor bukan hanya karena posisi atau
kedudukan yang ditempatinya, akan tetapi juga karena pengalamannya,
pendidikannya, kecakapannya, atau keterampilan-keterampilan yang dimilikinya., atau
karena memiliki sifat-sifat kepribadian yang menonjol daripada orang-orang yang
disupervisinya. Dengan semua kelebihan yang dimiliki, ia dapat melihat, menilai atau
mengadakan pengawasan terhadap orang atau sesuatu yang disupervisi.
Faktor-faktor Mempengaruhi Pembelajaran
1.Faktor Guru
Guru adalah faktor utama dalam proses pembelajaran. Berhasil atau tidaknya sebuah
pembelajaran bergantung pada bagaimana cara seorang guru membelajarkan sebuah materi
terhadap siswa-siswanya. Ada dua jenis faktor, yakni :
Bayangkan saja, apabila ada seorang guru yang buta warna tetapi ia mengajarkan materi
mewarnai atau mengenal warna terhadap siswanya. Jelas tidak mungkin, bukan?
Jadi, sebaiknya seorang guru membelajarkan kepada siswanya mengenai materi yang tidakk
bertentangan dengan kondisi fisiknya. Jika ia buta warna, mungkin sebaiknya ia engajarkan
materi yang tidak berhubungan dengan warna misalnya mata pelajaran matematika, bahasa
Indonesia, IPS, dll.
Siswa mungkin trauma terhadap guru yang telah atau bahkan sering melampiaskan emosinya
kepada mereka. Bahkan yang lebih dikhawatirkan apabila ia tidak hanya trauma terhadap
guru tersebut saja, akan tetapi kepada guru-guru lain juga.
2.Faktor Siswa
a. kondisi fisik
siswa yang sakit tidak mungkin mengikuti pelajaran sebaik ia mngikuti pelajaran ketika ia
sedang dalam keadaan sehat. Dipaksakan seperti apapun, kefahaman akan sulit sekali masuk
dalam diri anak. Karenanya, guru yang megetahui ada siswanya yang sakit, sebaiknya
menyuruh siswanya untuk beristirahat.
b. kondisi psikis
Anak terlahir dengan anugrah kemampuan yang berbeda-beda. Maka dari itu, tugas guru
adalah membantu siswa mengembangkan kemampuan mereka. Siswa yang mempunyai
kemampuan menggambar sebaiknya diberi stimulus lebih dalam menggambar. Begitu pula
sebaliknya, siswa yang mempunyai kemampuan menggambar sebaiknya tidak diberi
pelajaran menyanyi lebih banyak.
Maka dari itu, sebaiknya sekolah memberikan ekstrakurikuler sebagai wadah pengembangan
bakat minat siswa.
3.faktor tujuan
Meliputi faktor:
a. Kejelasan
b. Urgensi
apa jadinya jika anak tidak suka pelajaran IPA (mis: biologi, fisika, dan kimia) tetap diajarkan
materi-materi IPA? Berhasilkah pembelajaran itu?
Mungkin tidak akan berhasil kecuali jika anak berusaha mati-matian. Tapi itu hanya sebagian
kecil. Maka dari itu, disinilah faktor pentingnya kelas peminatan atau penjurusan di SMA/MA.
c. Tingkat Kesulitan
Mengapa sekolah di Indonesia dibuat berjenjang? Ada jenjang SD, SMP, dan SMA? Karena
pmerintah memperhatikan faktor kesulitan materi yang dipelajari anak.
Bukan hanya kelas yang berjenjang. Pembelajaran materi pun harus diperhatikan dari yang
termudah ke yang tersulit, dari yang konkret menuju ke yang abstrak. Hal tersebut
dimaksudkan untuk membantu memudahkan siswa dalam belajar.
d. Kesesuaian Materi
Meliputi:
-Kejelasan materi
a. Lingkungan Fisik
b. Lingkungan sosial
Tata letak sekolah juga harus diperhatikan. Sebaiknya tidak didepan pasar, mall, tempat
karaoke, atau tempat hiburan yang lain.