Anda di halaman 1dari 68

KESESUAIAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN

PARIWISATA DI WILAYAH PESISIR KABUPATEN TANAH

BUMBU

Oleh:

FALYANSURI ARSI SYAFARAH

1935201110007

PROGRAM STUDI S1 PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN

2023

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI....................................................................................................2
DAFTAR TABEL............................................................................................4
DAFTAR GAMBAR........................................................................................5
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................6
1.1 Latar Belakang.........................................................................6
1.2 Rumusan Masalah....................................................................9
1.3. Tujuan Penelitian....................................................................9
1.4 Manfaat Penelitian...................................................................9
1.5 Batasan Penelitian....................................................................10
1.6 Sistematika Pembahasan.........................................................11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................13
2.1 Landasan Teori.........................................................................13
2.1.1 Pariwisata dan Wisata..........................................................13
2.1.2 Pesisir.....................................................................................14
2.1.3 Sistem Informasi Geografis (SIG).......................................18
2.1.4 Daya Dukung Kawasan........................................................23
2.1.5 Kesesuaian Lahan.................................................................24
2.1.6 Penelitian Terdahulu............................................................26
BAB III METODE PENELITIAN...................................................................29
3.1 Jenis Penelitian.........................................................................29
3.1.1 Metode Penelitian..................................................................29
3.1.2 Metode Penelitian..................................................................34
3.1.3 Lokasi Penelitian...................................................................34
3.2 Waktu Penelitian......................................................................36
3.3 Teknik Pengumpulan Data......................................................36

2
3.3.1 Pengumpulan Data Sekunder..............................................36
3.3.2 Pengumpulan Data Primer...................................................37
3.4 Penelitian Terdahulu...............................................................37
3.4.1 Pendekatan Penelitian..........................................................37
3.4.2 Variabel Penelitian................................................................38
3.4.3 Alat Analisis...........................................................................40
Bab VI 50
HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................50
4.1 Karakteristik Oceanografi......................................................50
4.1.1 Kedalaman.............................................................................50
4.1.2 Suhu........................................................................................51
4.1.3 Kecerahan..............................................................................52
4.1.4 Kecepatan Arus.....................................................................53
4.1.5 Salinitas..................................................................................54
4.1.6 Angin......................................................................................55
4.2 Kesesuaian Lahan Untuk Pariwisata Pantai.........................56
4.2.1 Analisis Spasial......................................................................56
4.3 Integrasi analisi atribut dan spasial.......................................59
4.4 Kajian Pengembangan.............................................................60
4.4.1 Analisis Sosial........................................................................60
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................66

3
DAFTAR TABEL

Tabel 3. 1 Lokasi Wisata Di Daerah Pesisir Tanah Bumbu....................................................28

Tabel 3. 2 Penelitian Terdahulu.............................................................................................35

Tabel 3. 3 Matriks Kesesuaian Untuk Pariwisata Pantai........................................................43

Tabel 3. 4 Sistem Penilaian Kelayakan Untuk Pariwisata Pantai...........................................44

4
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Gambar Overlay Data Source.................................................................15

Gambar 2. 2 Howard T Fisher Ahli Geografi Dan Katografi......................................16

Gambar 3. 1 Kondisi Wilayah Pesisir Kabupaten Tanah Bumbu..............................28

Gambar 3. 2 Aktivitas Pembangunan.........................................................................34

Gambar 3. 3 Teknik Overlay......................................................................................35

5
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kabupaten Tanah Bumbu berada di Provinsi Kalimantan Selatan. Daerah ini

merupakan salah satu wilayah yang memiliki potensi perikanan laut dan wilayah

pesisir. Kabupaten ini merupakan daerah hasil pemekarandari Kabupaten Kotabaru

(2003). Secara geografis Kabupaten Tanah Bumbu memiliki luas wilayah 5.066,96

km 2 (506.696 Ha) atau 13, 50 persen dari total luas Provinsi Kalimantan Selatan

(BPS Kabupaten Tanah Bumbu, 2022). Menurut data BPK Perwakilan Kalimantan

Selatan (2021) pariwisata menjadi salah satu sektor tumpuan yang diharapkan dapat

memberikan kontribusi besar dalam upaya mendorong pertumbuhan wilayah

Kabupaten Tanah Bumbu yang sedang berkembang, khususnya dalam memacu

penerimaan devisanegara dan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Peluang

pengembangan sektor pariwisata di Kabupaten Tanah Bumbu masih sangat terbuka

lebar dandapat dijadikan sebagai salah satu unggulan. Keunggulan tersebut

antaralainsebagai daerah tujuan wisata dengan beberapa obyek berupa wisata bahari

(Terumbu Karang), wisata alam, wisata panorama, dan wisata budaya. Sumber daya

alam yang dimiliki Pantai Batu Buaya, Desa Sungai Cuka yang juga terkenal di

Kabupaten Tanah bumbu. Menurut Hidayat (2017).

6
Pembangunan kegiatan pariwisata Kabupaten Tanah Bumbu, dapat dijadikan

sebagai prioritas utama dalam menunjang pembangunan daerah. Seperti halnya

Kabupaten Tanah Bumbu yang sedang serius dalam mengoptimalkan potensi

wilayahnya untuk kegiatan pariwisata guna menunjang pembangunan daerah. Salah

satu potensi bidang perairan pesisir lautnya ialah untuk pariwisata. Pesisir Tanah

Bumbu mempunyai pasir yang berwarna putih, hutan mangrove, cemara yang rindang

serta pemandangan alam yang indah. Selain menunjang pembangunan daerah sektor

pariwisata juga merupakan salah satu komponen penting dalam meningkatkan

pendapatan Kabupaten Tanah Bumbu, berbagai kegiatan ekonomi pada sektor wisata

dapat meningkatkan pendapatan daerah, membuka lapangan kerja masyarakat, dapat

meningkatkan potensi kepariwisataan dengan melakukan pendayagunaan dan

pengembangan pada lokasi tersebut. Pariwisata pada umumnya diketahui sebagai

produk, sehingga perlu dilakukannya susunan dalam pengembangan pariwisata dan

perencanaan yang tepat baik di tingkat regional maupun Nasional untuk menjaga

kelestarian lingkungan hidup dan kepribadian Bangsa

Modal tersebut dapat dimanfaatkan melalui pembangunan kepariwisataan di

wilayah pesisir, sebagaimana tujuan kepariwisataan di Indonesia yang diarahkan

untuk meningkatkan pendapatan daerah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan

dan kemakmuran rakyat, memperluas dan memeratakan kesempatan berusaha dan

lapangan kerja, dan mendorong pembangunan daerah (Undang- Undang Nomor 9

Tahun 1990). Kemajuan dan kesejahteraan yang semakin tinggi telah menjadikan

pariwisata sebagai bagian pokok kebutuhan atau gaya hidup manusia, dan mampu

7
menyediakan pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam hal kesempatan kerja,

pendapatan, taraf hidup dan dalam mengaktifkan sektor produksi lain di daerah tujuan

wisatawan. Bagi Kabupaten Tanah Bumbu kehadiran wisatawan luar daerah turut

memberikan konstribusi bagi pendapatan daerah dan meningkatkan pendapatan

masyarakat.

Pembangunan kepariwisataan harus ditingkatkan dan dikembangkan untuk

memperbesar penerimaan devisa, memperluas dan pemerataan kesempatan berusaha

dan lapangan kerja, mendorong pembangunan daerah, meningkatkan kesejahteraan

dan kemakmuran rakyat, memperkaya kebudayaan nasional dengan tetap

mempertahankan kepribadian bangsa dan tetap terpeliharanya nilai-nilai agama,

mempercepat persahabatan antar bangsa, memupuk rasa cinta tanah air, serta

memperhatikan kelestarian fungsi dan mutu lingkungan hidup. Pembangunan

kepariwisataan juga diarahkan untuk mendorong pengembangan produk Kabupaten

Tanah Bumbu, yang juga mempunyai pengaruh dalam aspek politik, dimana terdapat

resort dan resto yang sering digunakan sebagai tempat istirahat para tamu

pemerintahan untuk melakukan rapat internal. Namun dari kondisi yang ada masih

ditemukan beberapa permasalahan yang meliputi pengembangan sektor pariwisata

yaitu perlunya mengoptimalkan sarana dan prasarana untuk objek wisata, dan atraksi

wisata di Kabupaten Tanah Bumbu itu sendiri. Untuk itu perlu menyusun strategi

pengembangan mengenai potensi dan kendala yang terdapat di lokasi objek wisata di

Kabupaten Tanah Bumbu agar dapat menambah citra Kabupaten Kabupaten Tanah

Bumbu dengan penekanan sosial, ekonomi dan budaya.

8
1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana kesesuaian lahan kawasan wisata pesisir Kabupaten Tanah

Bumbu?

2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan pariwisata di

daerah pesisir Kabupaten Tanah Bumbu?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui daya dukung kawasan wisata Kabupaten Tanah Bumbu?

2. Menganalisis indeks kesesuaian lahan kawasan wisata pesisir Kabupaten

Tanah Bumbu?

1.4 Manfaat Penelitian

Perencanaan Daerah Pesisir memiliki peran yang sangat penting dalam

mengoptimalkan potensi pariwisata budaya di Kabupaten Tanah Bumbu. Berikut ini

adalah beberapa manfaat perencanaan daerah pesisir terhadap potensi pariwisata

budaya di kabupaten tersebut:

1. Pelestarian budaya lokal melalui perencanaan daerah pesisir yang baik, dapat

dilakukan upaya pelestarian budaya lokal di Kabupaten Tanah Bumbu.

Dengan mempertahankan dan menghidupkan tradisi, adat istiadat, dan

kesenian lokal, destinasi pariwisata budaya akan menjadi daya tarik bagi

wisatawan. Hal ini akan membantu melestarikan identitas dan warisan budaya

masyarakat setempat.

9
2. Pelestarian lingkungan hidup melalui perencanaan daerah pesisir, dapat

dilakukan pengelolaan yang baik terhadap lingkungan pesisir di Kabupaten

Tanah Bumbu. Dengan memperhatikan aspek keberlanjutan dan perlindungan

lingkungan, pariwisata budaya dapat berkembang secara harmonis dengan

alam. Ini akan memastikan bahwa sumber daya alam dan keindahan alam di

sekitar destinasi tetap terjaga untuk dinikmati oleh generasi mendatang.

3. Penyadaran masyarakat akan nilai budaya perencanaan daerah pesisir dapat

berperan dalam meningkatkan kesadaran masyarakat tentang nilai-nilai

budaya mereka sendiri. Melalui pengembangan pariwisata budaya,

masyarakat akan semakin memahami pentingnya menjaga tradisi dan budaya

lokal mereka. Hal ini akan mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam

melestarikan warisan budaya dan menciptakan kehidupan budaya yang lebih

dinamis.

Dengan memanfaatkan perencanaan daerah pesisir secara optimal, Kabupaten Tanah

Bumbu dapat mengembangkan potensi pariwisata budaya mereka dengan

berkelanjutan, memperkuat ekonomi lokal, dan melestarikan warisan budaya yang

berharga.

1.5 Batasan Penelitian

Batasan masalah adalah perumusan batasan atau lingkup topik yang akan

dibahas dalam sebuah penelitian atau kajian. Dalam konteks perencanaan daerah

10
pesisir terhadap potensi pariwisata budaya di Kabupaten Tanah Bumbu, berikut

adalah beberapa contoh batasan masalah yang dapat menjadi fokus penelitian:

1. Potensi pariwisata : Fokus penelitian ini terbatas pada potensi pariwisata yang

ada di Kabupaten Tanah Bumbu. Potensi ini mencakup aspek-aspek seperti

warisan budaya lokal, kegiatan budaya tradisional, situs bersejarah, kearifan

lokal, seni dan kerajinan tradisional, serta festival budaya.

2. Perencanaan daerah pesisir: Fokus penelitian ini terbatas pada aspek

perencanaan daerah yang berkaitan dengan pariwisata budaya di kawasan

pesisir Kabupaten Tanah Bumbu. Hal ini mencakup kebijakan, regulasi,

rencana tata ruang, pengembangan infrastruktur, pengelolaan sumber daya

alam, pengaturan aksesibilitas, serta peran aktor-aktor terkait dalam

perencanaan dan pengembangan pariwisata budaya di daerah tersebut.

Batasan-batasan masalah tersebut dapat membantu dalam menyusun rencana

penelitian yang fokus dan terarah dalam mempelajari hubungan antara

perencanaan daerah pesisir dan potensi pariwisata budaya di Kabupaten Tanah

Bumbu.

1.6 Sistematika Pembahasan

Sistematika Pembahasan dari praktek kerja lapangan ini adalah ;

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini membahas tentang asal mula judul dan pokok pembahasan yang

akan dilakukan pada penelitian. adapun sub bahasannya adalah latar belakang,

11
rumusan masalah, Batasan masalah, Tujuan dan Manfaat, dan Sistematika

Penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini membahas tentang Gambaran umum, penelitian terdahulu dan

Landasan Teori.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini membahas tentang Metode penelitian, Waktu penelitian dan bagaimana

caranya dalam menggumpulkan data.

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi tentang implementasi dan juga menjelaskan hasil serta pembahasan

penelitian.

BAB V PENUTUP

Bab ini berisi tentang Kesimpulan dan Saran dari hasil analisis dan interpretasi

data yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya. Sedangkan saran berisi

uraian mengenai langkah-langkah yang perlu diambil oleh pihak-pihak terkait

dengan hasil penelitian yang bersangkutan

12
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pariwisata dan Wisata

Kepariwisataan merupakan sejumlah kegiatan, terutama yang ada kaitannya

dengan masuknya, adanya pendiaman dan bergeraknya orang-orang asing keluar

masuk suatu kota, daerah atau negara (Herman V. Schulalard 1910). Pariwisata

adalah aktivitas perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu dari tempat tinggal

semula ke daerah tujuan. Tujuannya bukan untuk menetap atau mencari nafkah

melainkan hanya untuk bersenang-senang, memenuhi rasa ingin tahu, menghabiskan

waktu senggang atau waktu libur serta tujuan-tujuan lainnya (Koen Meyers 2009).

Kepariwisataan dalam arti sempit, adalah lalu lintas orangorang yang meninggalkan

tempat kediamannya untuk sementara waktu, untuk berpesiar di tempat lain, semata-

mata sebagai konsumen dari buah hasil perekonomian dan kebudayaan guna

memenuhi kebutuhan hidup dan budayanya atau keinginan yang beraneka ragam dari

pribadinya (Kurt Morgenroth).

Dari sejumlah penjelasan tentang pariwisata di atas, bisa ditarik kesimpulan

bahwa pariwisata adalah kegiatan wisata di suatu kota yang dilakukan seseorang

dalam waktu singkat dan didukung berbagai fasilitas seperti penginapan dan lain-lain.

Adapun wisata menurut UU RI nomor 10 tahun 2009 adalah kegiatan

perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan

13
mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau

mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam waktu sementara.

Jadi, walau sekilas pengertiannya hampir sama, ada perbedaan mendasar antara

pariwisata dan wisata. Pariwisata merupakan kegiatan wisata, sementara wisata

merupakan kegiatan perjalanannya. Adapun orang yang melakukan wisata disebut

sebagai wisatawan.

2.1.2 Pesisir

Wilayah pesisir merupakan wilayah peralihan antara darat dan laut yang

bagian lautnya masih dipengaruhi oleh aktivitas daratan, seperti sedimentasi dan

aliran air tawar, dan bagian daratannya masih dipengaruhi oleh aktivitas lautan seperti

pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin (Ketchum, 1972). GESAMP1

(2001) mendefinisikan wilayah pesisir sebagai wilayah daratan dan perairan yang

dipengaruhi oleh proses biologis dan fisik dari perairan laut maupun dari daratan, dan

didefinisikan secara luas untuk kepentingan pengelolaan sumber daya alam. Sehingga

deliniasi wilayah pesisir ini dapat berbeda tergantung dari aspek administratif,

ekologis, dan perencanaan.

Definisi wilayah pesisir seperti yang sudah dijelaskan memberikan suatu

pengertian bahwa ekosistem pesisir merupakan ekosistem yang dinamis dan

mempunyai kekayaan habitat yang tinggi dan beragam, serta saling berinteraksi

antara habitat tersebut. Selain mempunyai potensi yang besar, wilayah pesisir juga

merupakan ekosistem yang paling mudah terkena dampak kegiatan manusia. Lebih

14
lanjut, umumnya kegiatan pembangunan, secara langsung maupun tidak langsung,

dapat berdampak buruk bagi ekosistem pesisir.

Undang-Undang (UU) No. 27 Tahun 2007 sebagaimana telah diubah dengan

UU No.1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulaupulau Kecil

mendefinisikan wilayah pesisir sebagai daerah peralihan antara ekosistem darat dan

laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. Dalam konteks ini, ruang

lingkup pengaturan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil meliputi daerah peralihan

antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut, ke

arah darat mencakup wilayah administrasi kecamatan dan ke arah laut sejauh 12 (dua

belas) mil menurut batas yurisdiksi suatu Negara.

Batas wilayah pesisir ke arah darat semacam ini sama seperti yang dianut oleh

United States (US) Coastal Management Act dan California sejak tahun 1976. Ke

arah laut hendaknya meliputi daerah laut yang masih dipengaruhi oleh pencemaran

yang berasal dari darat, atau suatu daerah laut dimana kalau terjadi pencemaran

(misalnya tumpahan minyak), minyaknya akan mengenai perairan pesisir. Batasan

wilayah pesisir yang sama dapat berlaku, jika tujuan pengelolaannya adalah untuk

mengendalikan penebangan hutan secara semena-mena dan bertani pada lahan

dengan kemiringan lebih dari 40%.

Transisi antara daratan dan lautan di wilayah pesisir telah membentuk

ekosistem yang beragam dan sangat produktif serta memberikan nilai ekonomi yang

luar biasa terhadap manusia. Konsekuensi dari tekanan terhadap pesisir ini adalah

15
masalah pengelolaan yang berasal dari konflik pemanfaatan yang timbul akibat

berbagai kepentingan yang ada di wilayah pesisir.

Sebagai wilayah peralihan darat dan laut yang memiliki keunikan ekosistem,

dunia memiliki kepedulian terhadap wilayah ini, khususnya di bidang lingkungan

dalam konteks pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Secara

historis, kota-kota penting dunia bertempat tidak jauh dari laut. Alasannya, kawasan

ini memiliki potensi sumber daya kelautan dan perikanan, serta memudahkan

terjadinya perdagangan antar daerah, pulau, dan benua. Selain itu, wilayah pesisir

juga merupakan daerah penghambat masuknya gelombang besar air laut ke darat,

yaitu dengan keberadaan hutan mangrove.

Karakteristik umum wilayah laut dan pesisir adalah sebagai berikut.

1. Pesisir merupakan kawasan yang strategis karena memiliki topografi yang

relatif mudah dikembangkan dan memiliki akses yang sangat baik (dengan

memanfaatkan laut sebagai “prasarana” pergerakan).

2. Pesisir merupakan kawasan yang kaya akan sumber daya alam, baik yang

terdapat di ruang daratan maupun ruang lautan, yang dibutuhkan untuk

memenuhi kebutuhan manusia.

Berdasarkan uraian tersebut, maka untuk kepentingan pengelolaan menjadi

kurang begitu penting untuk menetapkan batas-batas fisik suatu wilayah pesisir

secara kaku (rigid). Akan lebih berarti, jika penetapan batasbatas suatu wilayah

pesisir didasarkan atas faktor-faktor yang mempengaruhi pembangunan

(pemanfaatan) dan pengelolaan ekosistem pesisir dan lautan beserta segenap sumber

16
daya yang ada di dalamnya, serta tujuan dari pengelolaan itu sendiri. Jika tujuan

pengelolaan adalah mengendalikan atau menurunkan tingkat pencemaran perairan

pesisir yang dipengaruhi oleh aliran sungai, maka batas wilayah pesisir ke arah darat

hendaknya mencakup suatu DAS (daerah aliran sungai) dimana buangan limbah akan

mempengaruhi kualitas perairan pesisir.

Sementara itu, jika tujuan pengelolaan suatu wilayah pesisir untuk

mengendalikan erosi pantai, maka batas ke arah darat cukup hanya sampai pada lahan

pantai yang diperkirakan terkena abrasi, dan batas ke arah laut adalah daerah yang

terkena pengaruh distribusi sedimen yang paling dekat dengan garis pantai. Dengan

demikian, meskipun untuk kepentingan pengelolaan sehari-hari (day to day

management) kegiatan pembangunan di lahan atas atau di laut lepas biasanya

ditangani oleh instansi tersendiri, namun untuk kepentingan perencanaan

pembangunan wilayah pesisir, segenap pengaruh atau keterkaitan tersebut harus

dimasukkan pada saat menyusun perencanaan pembangunan wilayah pesisir.

Terdapat definisi wilayah pesisir dalam dua pendekatan, yaitu definisi

scientific dan definisi yang berorientasi pada kebijakan.

a. Menurut definisi scientific, wilayah pesisir yang diibaratkan sebagai pita yang

terbentuk dari daratan yang kering dan ruang yang berbatasan dengan laut (air

dan tanah di bawah permukaan laut) dimana proses-proses dan pemanfaatan

lahan yang terjadi di daratan secara langsung mempengaruhi proses-proses

dan pemanfaatan di laut dan sebaliknya. (Ketchum, 1972 dalam Kay dan

Alder, 1999).

17
b. Definisi yang berorientasi pada kebijakan yang dikemukakan ada dua definisi

yaitu:

1) Definisi wilayah pesisir mencakup daerah sempit sebagai pertemuan

antara darat dan laut yang berkisar antara ratusan dan beberapa

kilometer, meluas dari darat mencapai batas perairan menuju batas

jurisdiksi nasional di perairan lepas pantai. Definisi ini tergantung

pada seperangkat issue dan faktor-faktor geografi yang relevan pada

setiap bentangan pesisir yang ada (Hildebrand dan Norena, 1992;

Kay dan Alder, 1999).

2) Manajemen wilayah pesisir melibatkan manajemen yang kontinu dari

pemanfaatan lahan di pesisir dan perairan beserta sumber daya yang

ada dalam areal yang sudah ditetapkan, dimana batas-batasnya

ditetapkan secara politik melalui perundang-undangan atau aturan

yang ditetapkan oleh eksekutif (Jones dan Westmacott, 1993).

Dari kedua definisi yang berorientasi politik tersebut pada tingkat kebijakan,

batas-batas wilayah pesisir didefinisikan dalam empat cara, yaitu (1) berdasarkan

jarak yang tetap, (2) berdasarkan jarak yang beragam, (3) berdasarkan pemanfaatan,

dan (4) merupakan perpaduan dari ketiga hal tersebut.

2.1.3 Sistem Informasi Geografis (SIG)

Sistem Informasi Geografis atau SIG atau yang lebih dikenal dengan GIS

mulai dikenal pada awal 1980-an. Sejalan dengan berkembangnya perangkat

18
komputer, baik perangkat lunak maupun perangkat keras, SIG mulai berkembang

sangat pesat pada era 1990an dan saat ini semakin berkembang. Sistem Informasi

Geografis (SIG) atau Geographic Information System (GIS) merupakan sistem

informasi berbasis komputer yang digunakan untuk mengolah dan menyimpan data

atau informasi geografis (Aronoff, 1989). SIG merupakan alat yang bermanfaat untuk

pengumpulan, penimbunan, pengambilan kembali data yang diinginkan dan

penayangan data keruangan yang berasal dari kenyataan dunia (Barrough, 1986).

Secara umum pengertian SIG adalah Suatu komponen yang terdiri dari perangkat

keras, perangkat lunak, sumberdaya manusia dan data yang bekerja bersama secara

efektif untuk memasukan, menyimpan, memperbaiki, memperbaharui, mengelola,

memanipulasi, mengintegrasikan, menganalisa dan menampilkan data dalam suatu

informasi berbasis geografis ”. SIG mempunyai kemampuan untuk menghubungkan

berbagai data pada suatu titik tertentu di bumi, menggabungkannya, menganalisa dan

akhirnya memetakan hasilnya. Data yang akan diolah pada SIG merupakan data

spasial yaitu sebuah data yang berorientasi geografis dan merupakan lokasi yang

memiliki sistem koordinat tertentu, sebagai dasar referensinya. Sehingga aplikasi SIG

dapat menjawab beberapa pertanyaan seperti; lokasi, kondisi, trend, pola dan

pemodelan. Kemampuan inilah yang membedakan SIG dari sistem informasi lainnya.

Kelahiran SIG pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dari perkembangan

komputer dengan segala macam perangkat keras dan lunak. Perkembangan teknologi

komputer yang semakin cepat dalam beberapa dekade ini, sangat memungkinkan

untuk ber kembangnya berbagai inovasi aplikasi software (perangkat lunak) sebagai

19
wahana penyimpanan, analisis, dan penayangan data geosfer. SIG dianggap sebagai

suatu sistem karena merupakan produk yang melibatkan banyak komponen yang

saling terkait.

Gambar 2. 1 Gambar Overlay Data Source

20
Awal kemunculan SIG secara komputerisasi pada 1964 yang ditujukan untuk

menganalisis pengumpulan data lahan yang berkaitan dengan pengembangan lahan

pertanian. Dari pertengahan 1960 sampai 1970, pengembangan SIG berlangsung di

laboratorium Universitas Harvard. Pada 1964, Howard T. Fisher mendirikan

laboratorium komputer grafik Harvard. Laboratorium Harvard menghasilkan angka-

angka pada aplikasi kerja SIG termasuk SYMAP (Synagraphic Mapping System),

CALFORM, SYMVU, GRID, POLYVRT, and ODYSSEY. ODYSSEY merupakan

vektor SIG modern dan kebanyakan dari bentuk-bentuknya akan membentuk dasar

untuk aplikasi komersial di masa depan.

Gambar 2. 2 Howard T Fisher Ahli Geografi Dan Katografi

21
Sistem pemetaan otomatis mulai dikembangkan oleh agen intelijen Amerika

Serikat (CIA) pada akhir 1960-an. Proyek ini merupakan bayangan dari bank data

dunia CIA, kumpulan dari garis pantai, sungai, dan batas politik, serta kumpulan

software CAM yang menghasilkan peta-peta dengan skala yang berbeda. Hasil

pengembangannya merupakan database peta secara sistematik yang pertama.

Pada 1969, Jack Dangermond yang belajar di labolatorium komputer grafik

Harvard menemukan program Environmental Systems Research Institute (ESRI).

ESRI telah mampu menghasilkan software ArcInfo dan ArcView. Penggunaan SIG

berawal pada 1970 dan dilakukan oleh Roger Tomlinson dan Duane Marble.

Pada 1980 dan 1990, aplikasi SIG untuk berbagai kepentingan mulai

merambah ke banyak negara. Model-model software yang baru mulai bermunculan.

Beberapa jenis aplikasi komersial dipublikasikan selama periode ini, seperti ArcInfo,

ArcView, MapInfo, SPANS GIS, PAMAP GIS, INTERGRAPH, dan

SMALLWORLD.

Saat ini SIG memungkinkan untuk membuat tampilan peta khususnya dalam

kajian Perencanaan Wilayah dan Kota. SIG juga digunakan untuk menggambarkan

dan menganalisa informasi yang pola dan kecenderungannya tersembunyi. Khusus

untuk mendukung Perencanaan Wilayah dan Kota dapat digunakan untuk:

Inventarisasi Sumber Daya Alam, Disaster Management, Penataan Ruang dan

Pembangunan sarana-prasarana, Investasi Bisnis dan Ekonomi, memprediksi

pergerakan asap akibat kebakaran hutan atau asab limbah beracun dan perkembangan

22
daerah berpopulasi tinggi, yang membantu perencanaan pembangunan fasilitas

publik.

2.1.4 Daya Dukung Kawasan

Daya dukung adalah suatu konsep dasar sebagai pengembangan dalam

pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan yang berkelanjutan. Daya dukung

sendiri merupakan istilah untuk sebuah karakter lingkungan dan kemampuan

mengakomodasi suatu kegiatan tertentu yang dampaknya tidak dapat diterima. Daya

dukung sendiri dalam praktiknya dikenal sebagai suatu jumlah kegiatan usaha yang

menjadi pendukung di suatu area, ekosistem sudah digambarkan (GESAMP, 2001).

Daya dukung Kawasan (DDK) yaitu dengan menghitung luas kawasan yang selaras

pada setiap kegiatan wisata serta memastikan jumlah maksimal wisatawan yang

secara fisik dapat menampung pada kawasan tersebut yang telah disediakan dengan

waktu tertentu serta tanpa mengakibatkan adanya gangguan bagi makhluk hidup yang

ada disekitarnya. Daya Dukung Kawasan (DDK) merupakan jumlah maksimum

wisatawan yang dapat ditampung dengan waktu tertentu tanpa adanya dampak yang

menimbulkan gangguan pada alam dan manusia di kawasan tersebut. Analisis daya

dukung kawasan menujukkan pada pengembangan wisata pantai dengan

memanfaatkan potensi sumber daya pantai, pesisir dan pulau – pulau kecil

(Adharianti, 2007). Menurut Scones (1993) dalam Prasita (2007) daya dukung dibagi

menjadi dua bagian yaitu daya dukung ekonomis dan daya dukung ekologis atau

lingkungan. Daya dukung ekonomis adalah tingkat produksi yang dapat memberikan

23
keuntungan secara maksimum dengan tujuan usaha yang nantinya dapat

meningkatkan perekonomian. Daya dukung ekologis adalah jumlah maksimum

hewan yang berada pada wilayah tersebut tanpa mengakibatkan kematian karena

faktor kerusakan lingkungan dan kepadatan wisatawan.

2.1.5 Kesesuaian Lahan

Kesesuaian lahan adalah kecocokan lahan untuk penggunaan tertentu.

Kesesuaian lahan adalah kesesuaian sifat-sifat fisik lingkungan, iklim, tanah,

topografi, hidrologi, dan drainase untuk usaha tani atau komoditas pertanian yang

produktif (Ritung et al., 2011).

Kesesuaian lahan merujuk kepada kemampuan suatu lahan untuk melakukan

kegiatan produksi tanaman secara berkelanjutan. Evaluasi kesesuaian lahan

menyediakan informasi mengenai kendala dan peluang pemanfaatan lahan secara

optimal (Bandyopadhyay et al., 2009).

Struktur klasifikasi kesesuaian lahan mengacu pada “Framework of Land

Evaluation” (FAO, 1976) dengan 4 kategori, yaitu ordo, kelas, subkelas, dan unit.

Ordo merepresentasikan kesesuaian lahan secara umum. Pada tingkat ordo

kesesuaian lahan dibedakan atas lahan tergolong ordo sesuai (S) dan lahan tergolong

tidak sesuai (N). Kelas merepresentasikan tingkat kesesuaian lahan dalam ordo. Pada

tingkat kelas, lahan yang tergolong ordo sesuai (S) dibedakan atas lahan sangat sesuai

(S1), cukup sesuai (S2), dan sesuai marginal (S3). Sedangkan lahan tergolong tidak

sesuai (N) tidak dibedakan.

24
Kelas sangat sesuai (S1) : Lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang

berarti atau nyata terhadap penggunaan berkelanjutan atau hanya mempunyai faktor

pembatas bersifat minor dan tidak menurunkan produktivitas lahan secara nyata.

Kelas cukup sesuai (S2): Lahan mempunyai faktor pembatas yang mempengaruhi

produktivitasnya, memerlukan tambahan masukan (input). Pembatas tersebut

umumnya masih dapat diatasi oleh petani. Kelas cukup marginal

(S3): Lahan mempunyai faktor pembatas berat yang mempengaruhi

produktivitasnya, memerlukan tambahan masukan yang lebih banyak dari lahan

tergolong S2. Untuk mengatasi faktor pembatas S3 diperlukan modal dan usaha

perbaikan yang tinggi. Kelas tidak sesuai (N): Lahan yang tidak sesuai (N) karena

mempunyai faktor pembatas sangat berat dan/atau sulit diatasi.

Subkelas merepresentasikan tingkat kesesuaian lahan dalam kelas. Kelas

kesesuaian lahan dapat dibedakan atas subkelas kesesuaian lahan berdasarkan kualitas

dan karakteristik lahan yang menjadi faktor pembatas terberat. Tergantung faktor

pembatas dalam subkelas, kelas kesesuaian lahan yang dihasilkan dapat diperbaiki

ssesuai dengan masukan yang diperlukan.

Unit merepresentasikan tingkat kesesuaian lahan dalam subkelas yang

didasarkan pada sifat tambahan yang berpengaruh terhadap pengelolaannya

Kesesuaian lahan dibagi menjadi dua yaitu, kesesuaian lahan kualitatif dan

kuantitatif. Kesesuaian lahan kualitatif hanya didasarkan pada kondisi fisik lahan,

tanpa mempertimbangkan aspek ekonomi. Kesesuaian lahan kuantitatif didasarkan

pada kondisi fisik lahan dan aspek ekonomi. Masing – masing kesesuaian lahan

25
tersebut dapat dinilai secara aktual maupun potensial. Kesesuaian lahan aktual adalah

kesesuaian lahan yang dihasilkan oleh penilaian berdasarkan kondisi lahan saat ini

(actual land suitability), tanpa masukan perbaikan. Kesesuaian lahan potensial

(potential land suitability) adalah kesesuaian lahan yang dihasilkan pada kondisi

lahan telah diberikan masukan perbaikan. (FAO, 1976)

2.1.6 Penelitian Terdahulu

Pada penelitian ini tidak lepas dengan penelitian terdahulu, adapun penelitian

terdahulu yang di kutip dari beberapa penelitian sebagai berikut :

1 Andi Handoko (2004) Penelitian dilakukan di daerah pesisir selatan Kabupaten

Kebumen dengan judul Kajian Potensi Obyek Wisata Pantai di Wilayah Pesisir

Pantai Selatan Kabupaten Kebumen. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui

potensi pantai yang belum berkembang di daerah penelitian dan pengaruh sarana

jalan terhadap tingkat potensi obyek pantai. Analisa yang digunakan yaitu analisis

data primer dan data sekunder, dengan klasifikasi potensi internal dan eksternal.

Faktor ketersediaan sarana trasportasi memberikan pengaruh yang nyata terhadap

perkembangan obyek wisata pantai di Kabupaten Kebumen.

2 Widi Hartanto (2004) Penelitian Widi yang berjudul Analisis Potensi Obyek

Wisata di Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali, bertujuan untuk mengetahui

klasifikasi potensi obyek-obyek wisata di kecamatan Boyolali dan faktor-faktor

yang menyebabkan terjadinya perbedaan potensi. Dengan menggunakan metode

analisis data sekunder maka didapatkan hasil:

26
a. Klasifikasi obyek-obyek wisata di Kecamatan Selo dibagi menjadi tiga

yaitu rendah, sedang dan tinggi.

b. Obyek wisata yang paling berpotensi untuk dikembangkan yaitu obyek

wisata Punung Merapi dan Gunung Merbabu.

c. Rendahnya jumlah pengunjung obyek wisata di kecamatan Selo karena

potensi obyek wisata di daerah.

3 Retno Hastuti (2005) Dalam penelitianya yang berjudul Analisis Potensi Wisata

Alam di Daerah Pesisir Selatan Kabupaten Gunung Kidul, memiliki tujuan

potensi wisata daerah pantai dan faktor pembeda kunjungan wisatawan. Metode

yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei dan analisis data sekunder

dengan observasi dan didapat hasil:

a. Daerah penelitian mempunyai tiga potensi yaitu tinggi, sedang dan rendah.

b. Faktor yang berpengaruh terhadap perbedaan kunjungan wisata adalah

industri pariwisata dan sarana pengunjung. Berdasarkan pada telaah

pustaka dan penelitian sebelumnya, peneliti mengacu pada penelitian dari

Andi (2004), Widi (2004) dan Retno (2005) karena terdapat persamaan

dalam meneliti potensi obyek wisata. Adapun persamaan dan perbedaan

penelitian ini dengan peneliti sebelumnya, khususnya pada penelitian

Retno mempunyai kesamaan daerah penelitian yaitu Kabupaten

Gunungkidul, namun perbedaanya Retno mengambil obyek wisata pantai

yang telah berkembang pada tahun 2003 yaitu pantai Baron, Pantai

Krakal, Pantai Kukup, Pantai Sundak, Pantai Drini dan Pantai Wediombo.

27
Seiring perkembangan pariwisata di Kabupaten Gunungkidul, muncul

obyek wisata pantai baru yang dikembangkan yaitu yaitu Pantai

Sepanjang, Pantai Slili, Pantai Ngandong, Pantai Nguyahan, Pantai

Ngobaran, Pantai Gesing, pantai inilah yang dijadikan daerah dalam

penelitian ini.

28
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

3.1.1 Metode Penelitian

Kabupaten Tanah Bumbu adalah salah satu kabupaten yang terletak di

provinsi Kalimantan Selatan, Indonesia. Secara geografis, Kabupaten Tanah Bumbu

terletak antara 2°50' - 3°30' Lintang Selatan dan 115°30' - 116°20' Bujur Timur.

Kabupaten Tanah Bumbu memiliki wilayah yang cukup luas, dengan total

luas sekitar 4.625,50 kilometer persegi. Wilayah ini berbatasan dengan beberapa

kabupaten lain di Kalimantan Selatan, yaitu Kabupaten Kotabaru di sebelah timur,

Kabupaten Tabalong di sebelah barat, Kabupaten Balangan di sebelah utara, dan

Kabupaten Hulu Sungai Selatan di sebelah selatan.

Kabupaten Tanah Bumbu terletak di bagian tengah Kalimantan Selatan dan

sebagian besar wilayahnya merupakan daerah dataran rendah dengan beberapa bukit

dan perbukitan. Sungai merupakan ciri khas geografis kabupaten ini, dengan

beberapa sungai besar yang melintasi wilayahnya, seperti Sungai Barito dan Sungai

Riam Kanan. Sungai-sungai ini memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat

setempat, baik sebagai jalur transportasi maupun sumber air.

Wilayah Kabupaten Tanah Bumbu juga dikenal dengan keberadaan hutan

tropis yang luas. Hutan ini meliputi hutan rawa gambut, hutan mangrove, dan hutan

tropis dataran rendah. Di kabupaten ini juga terdapat Taman Nasional Tanjung

29
Putting yang terkenal dengan populasi orangutan liar dan keanekaragaman hayati

yang tinggi.

Secara umum, Kabupaten Tanah Bumbu memiliki iklim tropis dengan suhu

rata-rata berkisar antara 24 hingga 32 derajat Celsius. Musim hujan biasanya terjadi

antara Oktober hingga April, sementara musim kemarau terjadi antara Mei hingga

September.

Dengan kekayaan alam dan keindahan geografisnya, Kabupaten Tanah

Bumbu memiliki potensi pariwisata yang menarik. Beberapa tempat wisata yang

populer di kabupaten ini antara lain Pantai Pasir Panjang, Desa Wisata Benua Anyar,

Air Terjun Sipangku, dan Bukit Siguntang.

Dibawah ini adalah ruang lingkup perencanaan gambar peta Kabupaten Tanah

Bumbu yang berada di Provinsi kalimantan selatan.

Dalam kajian kebijakan rippda provinsi kalimantan selatan tahun 2012-2027

terdapat visi, misi dan tujuan pengembangan pariwisata yaitu, meliputi :

1. visi visi pengembangan pariwisata daerah provinsi kalimatan selatan tahun

2012-2027 adalah terwujudnya kalimantan selatan yang berkembang, maju,

unggul, nyaman, sejahtera dan damai (bermunajad).

2. Misi pengembangan pariwisata daerah kalimatan selatan tahun 2012-2027

mengemban misi, yaitu sebagai berikut :

30
a. Destinasi pariwisata yang berdaya saing dan berkelanjutan yang

mampu meningkatkan pendapatan daerah dan menyejahterakan

masyarakat.

b. mengembangkan pemasaran pariwisata yang sinergis, efektif dan

bertanggung jawab untuk meningkatkan kunjungan wisatawan

nusantara dan mancanegara.

c. mengembangkan industri pariwisata yang berdaya saing, kredibel,

bertanggung jawab terhadap lingkungan, meningkatkan pendapatan

daerah dan menyejahterakan masyarakat.

d. mengembangkan kelembagaan pariwisata dengan tata kelola yang

efektif dan efisien dalam rangka mendorong pembangunan

kepariwisatan yang berdaya saing dan berkelanjutan

Selain itu penyusunan Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Daerah (RIPPDA)

Kabupaten Tanah Bumbu adalah semua elemen-elemen dari kepariwisataan yang

terdiri dari :

a. Tinjauan kebijaksanaan mengenai program-program pariwisata secara

nasional, regional sampai tingkat lokal (kabupaten)

b. Karakteristik kawasan dan obyek serta sarana dan prasarana pendukung di

kawasan atau obyek wisata beserta potensi untuk pengembangan.

c. Karakteristik wisatawan mengenai jumlah dan jenis wisatawan,

perkembangan selama lima tahun terakhir, pola perjalanan wisatawan, motif

31
perjalanan wisatawan serta perilaku wisatawan dalam berwisata di Kabupaten

Tanah Bumbu.

d. Karakteristik sarana dan prasarana pendukung wisata yang berada di kawasan

maupun diluar kawasan, yaitu pada usaha sarana dan jasa wisata, antara lain

akomodasi, restoran, biro perjalanan, jasa pariwisata dan lain sebagainnya

e. Karakteristik infrastruktur pada sarana dan prasarana transportasi (darat dan

udara) terutama mengenai akses pencapaian ke kawasan atau obyek.

f. Kelembagaan atau institusi baik pihak pemerintah, swasta maupun masyarakat

yang terlibat dalam perencanaan, pengembangan dan pemasaran pariwisata di

Kabupaten Tanah Bumbu.

Tabel 3. 1 Lokasi Wisata Di Daerah Pesisir Tanah Bumbu

ODTW
Cakupan Pusat
WPP Tujuan
Wilayah Obyek Wisata Pesisir Pelayanan
Utama

WPP - Kec. Kusan Wisata - Pantai Pagatan Kecamatan

Hilir Budaya - Pantai Rindu Alam


Tengah Kusan
- Kec. Sungai Mappanretasi - Pantai Tanjung Petang
Hilir
Loban - Pantai Cemara Indah Pulau

- Kec. Kuranji Salak

- Kec. Kusan - Pantai Sei Lembu

32
ODTW
Cakupan Pusat
WPP Tujuan
Wilayah Obyek Wisata Pesisir Pelayanan
Utama

Hulu - Pantai Tanjung Batu

- Pantai Madani

WPP - Kec. Angsana Pantai - Pantai Bunati Indah Kecamatan

- Kec. Satui Angsana - Pantai Angsana


Barat Daya Angsana
- Pantai Sungai Cuka

Gambar 3. 1 Kondisi Wilayah Pesisir Kabupaten Tanah Bumbu


3.1.2 Metode Penelitian

Metode dibagi menjadi dua tahap, metode pengumpulan data dan metode

analisis. Metode pengumpulan data dibagi menjadi dua jenis, data primer dan data

sekunder. Data primer berupa pengamatan langsung dilapangan yaitu mengukur

kedalaman, tipe pantai, lebar pantai, material dasar perairan, kecepatan arus,

kecerahan perairan, kemiringan pantai dan penutup lahan pantai. Data yang diambil

menggunakan metode wawancara yaitu mengambil data biota berbahaya dan

ketersediaan air tawar. Sedangkan metode analisis menggunakan analisis deskriptif.

Data sekunder yaitu berupa data dari instansi terkait seperti data curah hujan. Curah

33
hujan yang tinggi akan mengganggu kenyamana dan keamanan wisatawan yang

datang berkunjung kelokasi tersebut. Nelayan yang akan pergi melaut akan terganggu

dengan adanya hujan dan angin. Angin yang bertiup akan berpengaruh terhadap

gelombang sehingga nelayan yang akan pergi melaut menjadi terganggu. Metode

yang digunakan dalam penelitian ini yaitu berupa survei langsung, pengukuran,

pemetaan, wawancara dan analisis data. Data yang didapatkan akan dianalisis

sehingga mencapai tujuan dalam penelitian ini.

3.1.3 Lokasi Penelitian

Indonesia memiliki 37 provinsi, salah satunya adalah provinsi Kalimantan

Selatan. Provinsi Kalimantan Selatan secara geografis terletak di antara 114° 19' 33" -

116° 33' 28" Bujur Timur dan 1° 21' 49" - 1° 10" 14" Lintang Selatan. Provinsi

Kalimantan Selatan memiliki 96 obyek wisata diantaranya adalah obyek wisata pantai

yang sangat potensial untuk dikembangkan. Obyek wisata pantai tersebut hanya ada

di 3 kabupaten, yaitu: kabupaten Tanah Laut, kabupaten Tanah Bumbu dan kabupaten

Kotabaru. Potensi wisata pantai yang saat ini sangat potensial untuk dikembangkan

salah satunya adalah Pantai Pagatan yang terletak di Kecamatan Kusan Hilir,

Kabupaten Tanah Bumbu. Pantai Pagatan memiliki hamparan pasir putih yang

terbentang dengan panjang 1,5 km dengan luas area mencapai 1,5 hektare. Pantai

pagatan merupakan salah satu objek yang menjadi wisata andalan di Kalimantan

Selatan.

34
Lokasi penelitian dilaksanakan di lokasi objek wisata di Kabupaten Tanah

Bumbu. Pemilihan lokasi ini atas dasar pertimbangan yakni :

a) Potensi kawasan wisata di Kabupaten Tanah Bumbu belum dimanfaatkan

seoptimal mungkin dengan melihat potensi fisik kawasan

b) Kegiatan wisata dan Sarana prasarana kepariwisataan yang belum memadai

sehingga belum mampu menarik wisatawan yang lebih banyak untuk

berkunjung kelokasi wisata

c) Pemberdayaan masyarakat sekitar dalam usaha pemanfaatan sumber daya

alam sebagai peningkatkan perekonomian masyarakat setempat.

Adapun batas administrasi di lokasi penelitian adalah sebagai berikut :

Sebelah Utara : Kecamatan Batulicin

Sebelah Timur : Selat Makassar

Sebelah Barat : Kecamatan Sungai Loban

Sebelah Selatan : Laut Jawa

3.2 Waktu Penelitian

………………………

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Sumber data adalah segala sesuatu yang dapat memberikan informasi

mengenai data.Berdasarkan sumbernya, data dibedakan menjadi dua, yaitu data

primer dan data skunder

35
3.3.1 Pengumpulan Data Sekunder

1. Badan Pusat Statistik Kab. Tanah Bumbu Data kependudukan menyangkut

jumlah penduduk, pesebaran, kepadatan penduduk, luas lokasi penelitian, data

topografi, iklim dan curah hujan dan data statistik lain

2. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Tanah Bumbu jumlah

wisatawan, peta lokasi, luas lokasi penelitian, masalah dan potensi yang ada,

serta program dan kebijakan pengembangan pada lokasi penelitian wisata

Pantai Tamarunang

3. Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Tanah

Bumbu Data kebijakan pemerintah terhadap pengembangan objek wisata di

Kabupaten Tanah Bumbu, serta Rencana Strategisnya

3.3.2 Pengumpulan Data Primer

1. Observasi yaitu teknik pengumpulan data dengan cara melakukan pengamatan

secara langsung dan pencatatan secara sistematik mengenai kondisi yang ada

di Pantai Tamarunang.

2. Wawancara yaitu teknik pengumpulan data dengan cara berkomunikasi

langsung dengan narasumber

3.4 Penelitian Terdahulu

3.4.1 Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan konsep pendekatan permodelan. Pendekatan

permodelan merupakan penanganan masalah perencanaan dengan merepresentasikan

36
kondisi sebenarnya, atau dengan kata lain model merupakan representasi dari suatu

sistem nyata, atau juga disebut penyederhanaan dari gambaran sistem yang nyata.

Adapun sistem nyata, merupakan sistem yang sedang berlangsung dalam kehidupan

atau sistem yang dijadikan titik perhatian permasalahan (Ramdhani dan Suryadi,

1998: 82). Jadi dalam penelitian ini, untuk dapat mengatasi permasalahan dalam

penyimpangan pemanfaatan ruang yang ada dilakukan penyederhanaan suatu

kegiatan penentuan kesesuaian pemanfaatan ruang wilayah pesisir. Penyederhanaan

tersebut dibentuk dalam sebuah model yang berfungsi sebagai pendukung dalam

pengambilan keputusan penentuan pemanfaatan ruang dengan Sistem Informasi

Geografis. Sehingga melalui pengembangan model tersebut, akan diperoleh

gambaran pemanfaatan ruang yang memperhatikan kesesuaian lahannya dan dapat

dijadikan sebagai pendukung keputusan perumusan kebijakan tata ruang wilayah

pesisir.

37
Tabel 3. 2 Penelitian Terdahulu

3.4.2 Variabel Penelitian

Penelitian mengenai model penentuan pemanfaatan ruang wilayah pesisir ini

menggunakan empat variabel baik dalam proses analisis ataupun pada proses

permodelan. Adapun variabel utama yang dikaji tersebut antara lain,

1 Karakteristik biogeofisik wilayah pesisir,

2 Kelas kesesuaian pembangunan wilayah pesisir.

3 Kriteria untuk masing-masing aktivitas pembangunan,

38
4 Peruntukan wilayah pesisir dalam rencana

Karakteristik biogeofisik adalah segala sesuatu tentang kondisi fisik pesisir

antara lain menyangkut prasyarat pembangunan wilayah pesisir. Karakteristik ini

meliputi keadaan topografi, jenis tanah, curah hujan, kedalaman efektif tanah, dsb.

Sedangkan untuk menentukan aktivitas pembangunan

yang tepat untuk wilayah pesisir dilihatlah kriteria untuk masing-masing

aktivitas pembangunan seperti industri, pertanian, pemukiman, tambak, dan

konservasi.

Gambar 3. 2 Aktivitas Pembangunan

39
3.4.3 Alat Analisis

Alat analisis yang digunakan untuk menunjang metode dalam penelitian ini

adalah analisis overlay. Overlay adalah proses tumpang susun peta yang memuat

beberapa informasi serta variabel terkait dengan pemanfaatan ruang (Dahuri, 2001:

164). Dengan proses overlay menggunakan SIG ini akan diperoleh kesesuaian

pemanfaatan ruang dengan skor tertentu. Hal tersebut akan mempermudah pencarian

ruang dengan sistem map query yaitu hanya dengan 45 memasukan kriteria yang

diinginkan untuk suatu jenis pemanfaatan ruang, maka secara otomatis ruang yang

diinginkan akan ditandai oleh perangkat lunak SIG tersebut melalui visualisasi peta..

Untuk model overlay peta pada penelitian ini, keakuratan dan pola data yang

digunakan diukur dengan menggunakan teknik skoring sederhana dengan ketentuan

skor diperoleh dari penelitian sebelumnya.

Gambar 3. 3 Teknik Overlay

40
3.5 Analisis Kesesuaian Lahan

3.5.1 Faktor Fisik Perairan Dangkal

a. Kedalaman Perairan

Kedalaman perairan suatu pantai sangat menentukan apakah

suatu kawasan cocok dikembangkan wisatawan atau tidak. Perairan

yang relative dangkal merupakan kondisi yang sangat menunjang

untuk rekreasi di pantai, dimana para penunjang dapat bermain air dan

berenang dengan aman. Kedalaman perairan 0 – 5 m serta topologi

dasar laut landai (< 25o) merupakan kondisi yang paling sesuai untuk

pariwisata pantai. Sementara perairan dengan kedalaman 5-10 m,

merupakan kawasan yang masih bisa diberi toleransi, sedangkan

kedalaman lebih dari 10 m merupakan kawasan yang kurang ideal

untuk kegiatan wisata.

b. Substrat

Substrat dasar perairan sangat berpengaruh terhadap kecerahan

maupun tingkat turbiditas suatu perairan, selain itu substrat dasar

perairan juga akan berpengaruh terhadap kebersihan perairan. Dengan

demikian pantai dengan substrat pasir merupakan lokasi yang sangat

ideal untuk kegiatan wisata. Toleransi diberikan kepada pantai dengan

substrat pasir berkarang atau karang berpasir, dengan hancuran karang

yang relative lebih sedikit dibandingkan dengan karangnya maupun

pasir berlumpur dengan perlakuan khusus. Pantai dengan substrat

41
lumpur maupun karang merupakan lokasi yang tidak sesuai untuk

kegiatan berenang dan bermain air, karena berpengaruh terhadap

keselamatan dan kebersihan pengunjung.

c. Kecepatan Arus dan Gelombang

Kecepatan arus sangat berpengaruh terhadap keamanan dan

keselamatan para wisatawan dalam melakukan kegiatan wisata. Pantai

dengan kecepatan arus yang relative lemah berkisar 0 – 0,17 m/detik

dan gelombang kecil ( arus menyusur pantai ) merupakan kawasan

yang sangat ideal untuk kegiatan wisata pantai seperti berenang,

berperahu, olah raga air dan sebagainya. Toleransi di berikan bagi

pantai dengan kecepatan arus 0,17 – 0,34 m/detik, sedangkan pantai

yang mempunyai kecepatan arus > 0,51 m/detik adalah lokasi yang

tidak sesuai untuk kegiatan wisata .

d. Kecerahan Perairan

Kecerahan perairan merupakan salah satu daya tarik bagi

wisatawan dalam menikmati wisata pantai seperti berenang dan

bermain air. Pantai yang memiliki kecerahan perairan 15 – 20 m

merupakan kawasan yang sangat cocok untuk kegiatan wisata pantai,

kecerahan perairan 5 – 10 m merupakan toleransi yang dapat diberikan

bagi suatu pantai untuk

kegiatan wisata, sedangkan pantai yang mempunyai kecerahan perairan

<5 m merupakan lokasi yang tidak sesuai bagi kegiatan wisata.

42
3.5.2 Faktor Fisik Pantai

a. Tipe Pantai

Pantai dengan tipe pantai berpasir dan landai merupakan

kawasan yang paling ideal untuk kegiatan wisata, hal ini

memungkinkan para wisatawan melakukan berbagai aktifitas rekreasi

seperti berjemur, berolah raga, berenang dan sebagainya. Toleransi

dapat diberikan pada pantai berpasir dengan sedikit karang maupun

daerah yang sedikit terjal, sedangkan pantai berlumpur berkarang dan

terjal merupakan kawasan yang tidak sesuai untuk kegiatan wisata.

b. Penutupan Lahan

Penutupan lahan pantai merupakan salah satu factor sekunder

yang menentukan kesesuaian kegiatan pariwisata, meskipun

penutupan lahan ini dapat diubah sesuai dengan kemauan pengelola,

namun pantai dengan penutupan lahan berupa tanaman alami pantai

seperti kelapa dan cemara laut, merupakan kawasan yang sangat sesuai

untuk kegiatan wisata, toleransi diberikan bagi pantai dengan

penutupan lahan berupa semak belukar rendah sedangkan pantai

dengan penutupan lahan berupa pemukiman dan Pelabuhan merupakan

kawasan yang tidak sesuai untuk kegiatam wisata.

43
c. Ketersediaan Air

Salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam kegiatan

wisata di suatu pantai adalah ketersediaan air tawar. Air tawar selain

untuk konsumsi juga digunakan untuk MCK dan bilas setelah mandi,

bermain air laut dan bermain pasir. Ketersediaan air tawar dilihat dari

seberapa jauh jarak sumber air tersebut terhadap pantai. Pantai

mempunyai sumber daya air bersih dengan jarak < 2 km merupakan

kawasan yang sangat ideal untuk kegiatan wisata, sedangkan pantai

yang mempunyai sumber air berjarak > 2 km merupakan kawasan

yang kurang baik untuk kegiatan wisata.

Dari parameter-parameter tersebut diatas, maka disusun

matriks kesesuaian untuk parwisata pantai. Kelas kelas kesesuaian

pada matriks tersebut menggambarkan tingkat kecocokan dari suatu

kawasan untuk kegiatan wisata. Dalam penelitian ini kelas kesesuaian

dibagi ke dalam empat kelas, sebagai berikut :

Kelas S 1 : Sangat sesuai ( high suitable )

Daerah ini tidak mempunyai pembatas (penghanbat) yang serius untuk

menetapkan perlakuan yang diberikan atau hanya mempunyai pembatas

yang tidak berarti atau berpengaruh secara nyata terhadap penggunaannya

dan tidak akan menaikan tingkatan perlakukan yang diberikan.

44
Kelas S 2 : Sesuai (Moderately Suitable)

Daerah ini mempunyai pembatas (penghambat) yang agak serius untuk

mempertahankan tingkat perlakuan yang harus ditetapkan. Pembatas ini

akan meningkatkan tingkatan perlakuan yang diperlukan.

Kelas S 3 : Sesuai Bersyarat (Marginally Suitable)

Daerah ini mempunyai pembatas (penghambat) yang serius untuk

mempertahankan tingkat perlakuan yang harus diterapkan. Pembatas akan

lebih meningkatkan masukan/ tingkatan perlakuan yang diperlukan.

Kelas N : Tidak Sesuai (Not Suitable)

Daerah ini mempunyai pembatas (penghambat) permanen sehingga

mencegah segala kemungkinan perlakuan.

Matriks kesesuaian lahan untuk kegiatan pariwisata dibutuhkan untuk

membantu dalam menetapkan peruntukkan lahan sesuai dengan kondisi

biofisiknya, hal ini bertujuan agar pemanfaatan ruang atau lahan tidak

menimbulkan dampak negatif bagi ruang atau kawasan itu sendiri. Matriks

ini sangat penting disusun, karena dari mamiks tersebut akan dapat

diketahui parameter data dan cara menganalisis sampai kepada hasil akhir

dan analisis tersebut. Parameter dan kriteria penentuan kawasan wisata

yang digunakan disajikan pada Tabel 1. berikut :

45
Tabel 3. 3 Matriks Kesesuaian Untuk Pariwisata Pantai

No Parameter SI S2 S3 N
(Sangat (Cukup (Sesuai (tidak Sesuai)
Sesuai) Sesuai) Marginal)
1 Kedalaman 0-5 dan 5-10 - >10
Dasar landai
perairan
2 Substrat Pasir Karang pasir Karang
berpasir berlumpur berlumpur
3 Kecepatan 0-0,17 0,17-0,34 0,34-0,51 >0,51
arus (m/det)
4 Kecerahan 15-20 10-15 2-20 <5
perairan (m)
5 Tipe pantai berpasir, Berpasir Pasir Lumpur,
landai sedikit berkarang Karang, terjal
sedikit
terjal
6 Penutupan Lahan Semak Belukar Hutan bakau,
Lahan terbuka _ belukar tinggi pemungkiman,
kelapa rendah pelabuhan
7 ketersediaan Jarak 2 km 2,5 km >2,5 km
air tawar <2km
Sumber : Bakosurtanal 1996 dalam Sugianrti, 2000

Dengan demikian untuk pariwisata pesisir maka lahan yang ada dapat

dikategorikan berdasarkan kisaran total skor yang diperoleh (selang nilai

akan ditentukan oleh hasil analisa) yaitu: (i) S1 (sangat sesuai), (ii) S2

(sesuai), (iii) S3 (sesuai bersyarat), dan (iv) N (tidak sesuai). Dari matriks

kesesuaian tersebut selanjutnya disusun tabel sistem penilaian kelayakan,

sebagai berikut:

46
Tabel 3. 4 Sistem Penilaian Kelayakan Untuk Pariwisata Pantai

No Paramete Bobot S1 S S2 Skr S3 Skr N Skr


r kr
1 Kedalam 20 0-5 4 5-10 3 >10 2 - 1
an
Perairan(
m)
2 Substrat 15 Pasir 4 Karang 3 Pasir 2 lumpur 1
Berpasi berlum
r pur
3 Kec.Arus 25 0-0,17 4 0,17- 3 5-10 2 <5 1
(m/dtk) 0,34
4 Keceraha 10 15-29 4 Berpasi 3 Pasir & 2 lumpur,k 1
n r berkara arang,
perairan( sedikit ng mangrov
m) karang sedikit e
terjal
5 Tipe 10 Berpa 4 berpasir 3 Pasir, 2 Mangrov 1
pantai sir ,sedikit & e
karang berkara pemungk
ng iman
sedikit pelabuha
terjal n
6 Penutupa 10 Lahan 4 Semak 3 Belukar 2 Mangrov 1
n lahan terbuk belukar tinggi e
a rendah pemungk
kelapa iman
pelabuha
n
7 ketersedi 10 <2 km 4 2km 3 2,5km 2 >2,5 km 1
aan air
tawar
Total 100
Sumber : Modifikasi dari Bakosurtanal 1996 dalam sugiarti, 2000

47
Dengan demikian untuk pariwisata pantai, wilayah yang ada termasuk

kedalam kategori-kategori tersebut bila berada pada kisaran : (Lampiran 10

S 1 (Sangat sesuai) = 350-400


S 2(Sesuai) = 250-349
S 3(sesuai bersyarat) = 150-249
N (tidak sesuai) = < 149

Keunggulan sistem informasi geografis adalah adanya integrasi antara data spasial

dan data atribut secara bersamaan. Fungsi-fungsi yang akan dilakukan pada tahap

analisis ini adalah: (1) pencarian / klasifikasi/pengukuran, (ii) operasi tumpang tindih

(overlay), (iii) operasi lingkungan, (iv) Fungsi keterkaitan.

Dari hasil analisis kesesuaian lahan untuk kegiatan pengembangan pariwisata

diperoleh peta yang mendeskripsikan pola penggunaan lahan yang sesuai bagi

peruntukkan kawasan tersebut. Dengan adanya tekhnik SIG, diharapkan kendala-

kendala pengembangan kawasan ini dapat diperkecil, disamping itu perubahan luas

satu jenis penggunaan tanah untuk kegiatan tertentu pada setiap tempat dapat berbeda

tergantung faktor lokasi. Hal ini dapat dilakukan tentunya setelah diadakan analisis

terhadap parameter-parameter pendukung lainnya. Dengan demikian diharapkan

pemilihan lokasi untuk kegiatan pariwisata di kawasan ini akan memberikan dampak

positif bagi masyarakat pengguna ruang maupun Pemda Kabupaten Padang

Pariaman. Untuk penentuan ruang bagi pengembangan wisata pesisir kriteria

pendukung yang digunakan adalah: (Sugiarti, 2000).

48
1. Buffer garis pantai 0-300 m

2. Aksesibilitas < 1 km

3. Penggunaan lahan (Lahan terbuka, tegalan)

4. Tipe pantai berpasir

5. Tidak rawan bencana

49
Bab VI

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Oceanografi

4.1.1 Kedalaman

Pantai Kabupaten Tanah Bumbu merupakan garis pantai sebagian besar

relative lurus dengan tipe pantai berpasir. Kedalaman perairan pesisir Kabupaten

Tanah Bumbu bervariasi antara 1,5 meter – 300 meter. Sedangkan perairan sekitar

pantai mempunyai kedalaman antara 1,5 meter – 20 meter.

Gambar 4. 1 Peta Kedalaman Dasar Perairan

50
4.1.2 Suhu

Suhu merupakan faktor yang cukup penting dalam lingkungan perairan.

Perubahan suhu perairan dapat mempengaruhi proses-proses biologis dan ekologis

yang terjadi di dalam air dan pada akhirnya akan mempengaruhi komunitas biologis

didalamnya (Abel, 1989). Suhu perairan laut disepanjang pantai Kabupaten Tanah

Bumbu berkisar natar 28 OC-30,5OC. suhu minimum 28 OC terjadi pada bulan

September sampai dengan Februari sedangkan suhu maksimum 31 OC terjadi pada

bulan Maret sampai dengan Agustus

Gambar 4. 2 Peta Suhu

51
4.1.3 Kecerahan

Kecerahan perairan menunjukan besarnya intensitas cahaya matahari yang

menembus lapisan air pada kedalaman tertentu. Faktor kecerahan sangat menentukan

bagi kehidupan biota didalam perairan, karena cahaya matahari merupakan sumber

energi yang dibutuhkan dalam proses fotosintesis. Tingkat kecerahan juga

dipengaruhi oleh masukan (limpasan) air sungai yang mengandung atau membawa

lumpur dan bahan organik lainnya dari lahan atas. Bagi suatu perairan, tingkat

kekeruhan dapat berpengaruh terhadap produktifitas primer, karena tingkat kekeruhan

menentukan tingkat transparansi atau intensitas cahaya matahari untuk menembus

kedalaman perairan.

Gambar 4. 3 Peta Kecerahan Perairan

52
4.1.4 Kecepatan Arus

Kecepatan arus diperairan dipengaruhi oleh angin, refraksi gelombang,

densitas,pasang surut dan aliran sungai (PKSPL – IPB ,2000). Kecepatan arus

diperairan laut sepanjang pantai Kabupaten Tanah Bumbu dipengaruhi oleh angin

dari laut Jawa dengan ketinggian gelombang maksimum 3 m yang terjadi pada bulan

Juli dan Desember. Secara umum pola sirkulasi air diperairan Kabupaten Tanah

Bumbu, sejajar dengan orientasi pantai. Pola ini dapat dikatakan tetap sepanjang

tahun, kecuali pada bulan Agustus arus bergerak kearah sebaliknya. Kecepatan arus

0.17 knot terjadi sekitar air pasang dan 0,51 knot terjadi waktu air surut, sedangkan

kecepatan arus non pasut 0,34 knot.

53
Gambar 4. 4 Peta Kecepatan Arus

4.1.5 Salinitas

Salinitas bersama – sama dengan suhu merupakan komponen yang berperan

penting dalam mengontrol densitas air laut dan juga mempengaruhi kehidupan biota

laut. Fluktuasi salinitas di suatu perairan dan perbedaan salinitas satu perairan lainnya

karena adanya pengaruh masukan air tawar dan sungai. Salinitas rata-rata pada

perairan Kabupaten Tanah Bumbu berkisar antara 24 ppm – 28 ppm. Salinitas 21

ppm terdapat pada perairan dekat pantai karena adanya pengaruh masukan air tawar

54
dari sungai di Kabupaten Tanah Bumbu, sedangka salinitas 30 ppm terdapat pada

perairan laut lepas.

Gambar 4. 5 Peta Salinitas

4.1.6 Angin

Perbedaan angin musim Barat dan angin musim Timur tidak begitu menyolok

keadaan angin sepanjang tahun dominan menunjukkan dari arah barat Barat Daya

sampai Barat Laut. Angin darat dan angin laut sangat berpengaruh pada angin musim.

Angin musim barat pada malam hari diperkuat oleh angin darat sedangkan angin

timur diperkuat oleh angin laut. Angin musim barat berlangsung bulan november

55
sampai dengan maret dengan variasi angin dari barat sampai timur laut. Kecepatan

maksimum dan tetap terjadi bulan Desember-Januari dengan kecepatan 25 knot.

Angin musim timur berlangsung dari bulan Mei sampai Oktober, angin bervariasi

dari Barat Daya dan kadang-kadang dari Selatan, kecepatan angin maksimum tetap

pada bulan Juli- Agustus dengan kecepatan 20 knot.

4.2 Kesesuaian Lahan Untuk Pariwisata Pantai

4.2.1 Analisis Spasial

Dalam menentukan kesesuain lahan bagi pengembangan pariwisata sangat

ditentukan oleh jenis kegiatan wisata apa yang akan dikembangkan di suatu kawasan.

Untuk menentukan kelas kesesuain lahan bagi kegiatan pariwisata pantai

diukur dengan pemberian bobot dan skor pada parameter (faktor pembatas). Adapun

parameter yang digunakan yaitu : (1) kedalaman dasar perairan, (2) substrat, (3)

kecepatan arus, (4) kecerahan perairan, (5) tipe pantai, (6) penutupan lahan, dan (7)

ketersediaan air tawar. Pemberian bobot didasarkan kepada tingkat kepentingan bagi

kegiatan pariwisata dari masing masing parameter yang ada.

Untuk kegiatan wisata pantai seperti berenang dan bermain air serta

keselamatan bagi wisatawan, parameter kedalaman perairan dan kecepatan arus

sangat menentukan, sehingga kedua parameter ini diberikan bobot paling tinggi yaitu

dengan nilai 20 dan 25 (bobot tertinggi). Sedangkan jenis substrat yang ada di beri

bobot 15, sementara parameter kecerahan, penutupan lahan dan ketersediaan air tawar

56
mempunyai bobot lebih kecil yaitu 10, karena parameter pembatas ini bisa diatasi,

seperti ketersediaan air tawar dapat diatasi dengan mendatangkan air tawar dari

daerah lain, sedangkan penutupan lahan tidal begitu masalah asalkan di kawasan

tersebut ada pantai berpasir, demikian juga dengan pembatas lainnya yang memiliki

bobot yang sama. Perbedaan pembobotan ini selain ditentukan oleh besarnya tingkat

pengaruh terhadap kegiatan, juga ditentukan oleh pemberian syarat minimal, syarat

optimal dan syarat ideal bagi pengembangan kegiatan pariwisata di suatu kawasan.

Adapun kesesuaian lahan bagi kegiatan pariwisata meliputi :

a. Sangat Sesuai (S1)

Kawasan yang termasuk dalam kategori S1 adalah wilayah yang tidak

mempunyai faktor pembatas untuk di kembangkan menjadi kawasan wisata

pantai seperti berenang dan kegiatan lainnya. Semua parameter yang ada

membuat wilayah ini sangat sesuai untuk pengembangan pariwisata pantai,

walaupun diantara parameter pembatas ada yang termasuk kategori S2 dan S3,

namun secara komulatif nilainya termasuk kategori S1.

b. Sesuai (S2)

Daerah ini mempunyai pembatas yang agak serius untuk dijadikan

kawasan wisata pantai, namun masih termasuk kategori sesuai.

57
c. Sesuai Bersyarat (S3)

Daerah ini mempunyai pembatas-pembatas yang sangat serius untuk

dijadikan pengembangan kawasan wisata pantai, dengan kata lain daerah ini

disebut sesuai bersyarat yakni apabila lokasi ini ditetapkan sebagai kawasan

pengembangan wisata maka diperlukan syarat-syarat tertentu.

d. Tidak Sesuai (N)

Wilayah ini mempunyai pembatas permanen untuk dijadikan kawasan

pengembangan wisata pantai, semua parameter yang ada memiliki

keterbatasan untuk dijadikan kawasan wisata.

58
Gambar 4. 6 Peta Kesesuaian Pariwisata Bahari

59
Gambar 4. 7 Peta Kesesuaian Pariwisata Pantai

4.3 Integrasi analisi atribut dan spasial

Berdasarkan hasil analisi spasial dengan menggunakan pendekatan SIG

dibantu perangkat lunak ArcMap dengan metode tumpeng susun (overlay) dari

beberapa peta tematik yaitu peta Batimetri,Peta Kecepatan Arus, Peta Jenis

Substrat,Peta Buffer Pantai, Peta Kecerahan dan Peta Administrasi serta Peta

Penggunaan Tanah, diperoleh hasil kesesuain ruang atau lahan untuk kegiatan

60
pariwisata pantai dalam pengertian penggunaan lahan yang dimanfaatkan untuk

pengembangan pariwisata bahari, khususnya wisata pantai.

4.4 Kajian Pengembangan

4.4.1 Analisis Sosial

Keberhasilan pelaksanaan pembangunan di suatu kawasan sangat ditentukan

oleh bentuk respon yang timbul dari masyarakat, sehingga dapat diketahui apa dan

bagaimana suatu kegiatan pembangunan dapat dilaksanakan, siapa yang menjadi

pelakunya serta pada situasi dan kondisi yang bagaimana hal tersebut dapat

dilakukan.

Pada umumnya pemahaman penduduk (responden) baik yang berprofesi

sebagai nelayan, petani, pedagang dan tokoh masyarakat, menyadari akan arti penting

sumber daya pesisir dan laut yang mereka miliki bagi kelangsungan kehidupan dan

mata pencaharian mereka. Sebagian besar Responden (78%) menyatakan setuju bila

di kawasan pantai dikembangkan kegiatan wisata karena dapat membuka peluang

usaha baru, membuka lapangan kerja dan memasarkan hasil pertaninan dan industri

kerajinan, dan 80 % dari responden yang setuju menginginkan agar dalam

perencanaan dan pembangunan serta pengelolaan wisata melibatkan masyarakat

setempat.

61
Sebagian besar responden menyatakan bahwa kegiatan wisata selain dapat

meningkatkan perekonomian masyarakat dan menjadi sumber pendapatan daerah

juga dapat merusak adat budaya dan tradisi masyarakat. Responden mengharapkan

agar kegiatan wisata yang dikembangkan adalah wisata pantai yang menjunjung nilai-

nilai agama dan wisata yang sesuai dengan budaya masyarakat setempat.

Pembahasan dampak kegiatan pariwisata pantai bagi masyarakat lokal dan

wilayah berkaitan erat dengan pemanfaatan ruang untuk pariwisata, kesesuain lahan

dan daya dukung kawasan. Semakin besar kegiatan pariwisata disuatu kawasan, maka

semakin luas dampak yang ditimbulkannya. Dengan pemanfaatan ruang yang tepat

dan kesesuaian lahan serta daya dukung yang memadai, maka semakin tepat ruang

yang dimanfaatkan sesuai peruntukkannya dan semakin tinggi kesesuaian lahan serta

semakin besar daya dukung, tentunya akan semakin banyak pula jumlah wisatawan

yang datang, dan semakin meningkat kegiatan pembangunan fisik bagi penyediaan

sarana dan prasarana, yang pada akhirnya akan mengakibatkan semakin besar pula

dampak yang ditimbulkan bagi masyarakat lokal dan wilayah.

Untuk menganalisis dampak yang timbul akibat pengembangan pariwisata,

berdasarkan luas dan arah serta objek yang terkena dampak, dalam penelitian ini

digunakan pendekatan Analisa SWOT,yaitu analisi kualitatif yang dapat digunakan

untuk mengidentfikasi berbagai faktor secara sistematis untuk memformulasikan

strategi dalam suatu kegiatan. Kemudian untuk mentrasformasikan SWOT ke dalam

62
dampak kegiatan pariwisata bagi masyarakat lokal dan wilayah dilakukan dengan

melihat kombinasi faktor eksternal dengan faktor internal. Lingkungan eksternal

berupa peluang dan ancaman ( Opportunities dan Threats) dan disingkat dengan

EFAS (External Strategic Factors Summary), sedangkan lingkungan internal berupa

kekuatan dan kelemahan (Strenghs dan Weaknesses) yaitu disingkat dengan IFAS

(Internal Strategic Factors Summary).

Langkah selanjutnya dari analisis SWOT adalah menyusun strategi, strategi

yang dimaksud disini adalah bagaimana memaksimalkan kekuatan (strength) dan

peluang (opportunities) suatu kegiatan pariwisata baik terhadap masyarakat lokal

maupun terhadap wilayah , sementara sisi lain secara bersamaan bagaimana

meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan anacaman (treats) khusunya bagi

masyarakat setempat. Dalam analisi SWOT untuk menentukan strategi dilakukan

melalui teknik strategi silang ke empat faktor tersebut, yaitu :

- Strategi SO, yaitu strategi memanfaatkan seluruh kekuatan guna merebut

peluang.

- Strategi WO, yaitu strategi meminimalkan kelemahan untuk merebut peluang.

- Strategi ST, yaitu strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi

ancaman.

- Strategi WT, yaitu strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari

ancaman.

63
Berdasarkan teknik penentuan strategi diatas, menyajikan konsep penanggulangan

dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan wisata pantai.

Tabel 4.1 Formulasi Strategi Antisipasi Dampak Pengembangan Pariwisata Terhadap

Masyarakat

KEKUATAN KELEMAHAN (WEAKNESS)


(STRENGTH) (S) (W)
Internal - Potensi biofisik  Pendidikan rendah
- Potensi tenaga kerja  Keterampilan rendah
Eksternal - Dukungan masyarakat
- Potensi sosbud
- Transportasi lokal
PELUANG (OPPORTUNITIES) (O) STRATEGI, SO STRATEGI, WO
 Kesempatan kerja Peningkatan ekonomi masyarakat Peningkatan Kualitas SDM,
 Eksport produksi  Pemanfaatan tenaga kerja lokal melalui :
 Diversifikasi usaha  Memberi peluang usaha  Penyuluhan dan pelatihan
 Kesempatan berusaha  Bantuan dana  Peningkatan prasarana
 Promosi budaya adat  Magang
 Studi banding
TREATS (T) STRATEGI, ST STRATEGI, WT
 Konflik pemanfaatan ruangan Penguatan peranan dari kelembagaan Pembinaan masyarakat
 Pergeseran nilai budaya  Kegiatan adat & agama  Penyuluhan adat
 Kerusakan sumberdaya  Lingkungan budaya
 Limbah  Usaha nelayan  Penyuluhan lingkungan
dan sumberdaya
 Diverifikasi usaha
Sumber : hasil analisi

64
Tabel 4.2 Formulasi Strategi Antisipasi Dampak Pengembangan Pariwisata Terhadap

Wilayah

KEKUATAN KELEMAHAN (WEAKNESS)


(STRENGTH) (S) (W)
Internal - Potensi beragam  Data (potensi) terbatas
- Fasilitas sarana prasarana  Ego sectoral
Eksternal - Pembangunan bandara  Luas terbatas
- Dukungan pemerintah
- Keamanan
PELUANG (OPPORTUNITIES) (O) STRATEGI, SO STRATEGI, WO
 Tersedia lapangan kerja Meningkatkan koordinasi antar berbagai Pengelolaan kawasan
 Meningkatkan PAD sektor pelaku pembangunan berwawasan lingkungan
 Keseimbangan pembangunan  Pemerintah  Efesiensi pemanfaatan
 Penyebaran penduduk  Pengusaha ruang dan wilayah
 Pemanfaatan prasarana  Masyarakat  Penetapan kawasan
 Kerjasama pengelola pesisir pariwisata
 Pembangunan pariwisata  Penyediaan sarana dan
prasarana
ANCAMANA TREATS (T) STRATEGI, ST STRATEGI, WT
 Tumpeng tindih Penyusunan tata ruang Penegakan hukum
pemanfaatan ruang  Penetapan zonasi  Pembuatan perda
 Pencemaran  Penegakan sangsi
 Kerusakan ligkungan

Berdasarkan analisa SWOT diatas dapat dirumuskan berbagai strategi yang dapat

diterapkan dalam mengantisipasi pengaruh pengembangan pariwisata terhadap

masyarakat lokal

a. Strategi Antisipasi Dampak Pengembangan Pariwisata Terhadap Masyarakat

1. Peningkatan ekonomi masyarakat melalui kegiatan pemanfaatan tenaga

kerja lokal dalam kegiatan proyek memberi peluang dan pembinaan usaha

bagi masyarakat dan memberi bantuan dana bagi kegiatan usaha

masyarakat

65
2. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, melalui kegiatan penyuluhan

dan studi pelatihan, peningkatan prasarana Pendidikan, magang dan studi

banding kedaerah wisata yang dikelola cukup baik dan melibatkan

masyarakat.

3. Penguatan peranan dari kelembagaan yang ada melalui kegiatan adat dan

agama, pengelolaan lingkungan dan kegiatan usaha nelayan.

4. Pembinaan terhadp masyarakat dalam pengelolaan lingkungan yang

berkelanjutan melalui penyuluhan tentang adat dan budaya, penyuluhan

lingkungan dan diversifikasi usaha.

b. Strategi Antisipasi Dampak Pengembangan Pariwisata Terhadap Wilayah

1. Meningkatkan koordinasi antar sektor pelaku pembangunan, baik antar

instansi pemerintah maupun antara pemerintah dengan swasta dan

masyarakat

2. Pengelolaan kawasan yang berwawasan lingkungan melalui kegiatan

efesiensi pemanfaatan ruang dan wilayah, penetapan kawasan wisata dan

penyediaan sarana dan prasarana bagi masyarakat.

3. Penyusunan tata ruang dan penetapan zonasi kawasan lindung, kawasan

penyangga dan kawasan pemanfaatan bagi masing-masing kegiatan sesuai

dengan kondisi biofisik,ekonomi dan social budaya masyarakat.

4. Penegakan hukum melalui kegiatan pembuatan Perda dan penegakan

sangsi.

66
DAFTAR PUSTAKA

Rahmawati, R. (2019). Analisis Potensi Pariwisata Budaya dan Upaya

Pengembangannya di Kabupaten Tanah Bumbu. Jurnal Kepariwisataan Dan

Perhotelan, 4(1), 45-60.

Dharma, G. N. (2020). Perencanaan Pariwisata Budaya di Kawasan Pesisir

Kabupaten Tanah Bumbu. Jurnal Planologi, 1(1), 37-47.

Fauziah, L., & Satria, A. (2017). Pengembangan Pariwisata Budaya di Desa Wisata

Pampang Kota Banjarbaru. Jurnal Pariwisata Dan Perhotelan, 4(2), 197-

208.

Wijayanti, S., & Haryono, T. (2020). Pengembangan Pariwisata Budaya di Desa

Wisata Pakudui. Jurnal Perencanaan Wilayah Dan Kota, 31(2), 271-286.

Ronting, I. A., Prasetya, J. D., & Santoso, D. H. (2021). Evaluasi Kesesuaian Lahan

Pariwisata Di Pantai Ngandong, Desa Sidoharjo, Kecamatan Tepus,

Kabupaten Gunungkidul, DI Yogyakarta. Prosiding Satu Bumi, 3(1).

Wunani, D., Nursinar, S., & Kasim, F. (2013). Kesesuaian Lahan dan Daya Dukung

Kawasan Wisata Pantai Botutonuo, Kecamatan Kabila Bone, Kabupaten

Bone Bolango. The NIKe Journal, 1(2).

Fauzi, Y., Susilo, B., & Mayasari, Z. M. (2009, December). Analisis Kesesuaian

Lahan Wilayah Pesisir Kota Bengkulu Melalui Perancangan Model Spasial

67
dan Sistem Informasi Geografis (SIG). In Forum Geografi (Vol. 23, No. 2,

pp. 101-111)

.Muhsoni, F. F. (2009). Arahan Pemanfaatan Ruang Wilayah Pesisir Untuk

Pariwisata Dengan Memanfaatan Citra Satelit Dan Sistem Informasi

Geografis Di Sebagian Bali Selatan. Jurnal Kelautan: Indonesian Journal of

Marine Science and Technology, 2(2), 135-140.

Suryono, H. (2020). Kesesuaian Lahan Objek Wisata Pantai Labuan Lemo Di Desa

Talaga Kecamatan Dampelas Kabupaten Donggala. GEOSEE, 1(2).

ERLINSUGIARTA, E. (2020). ANALISIS DAYA TARIK DAN KESESUAIAN OBJEK

WISATA KAWASAN PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL KECAMATAN

POTOTANO (Doctoral dissertation, Universitas_Muhammadiyah_Mataram).

Wati, H. K., & Arifien, M. (2019). Analisis Daya Dukung Kawasan dan Kesesuaian

Wisata Pantai Alas Samudra Wela di Kabupaten Rembang. Geo-Image,

8(2), 101-108.

Mappa, F. (2012). Strategi Pengembangan Pantai Tamarunang Sebagai Objek

Wisata Pantai di Kabupaten Jeneponto (Doctoral dissertation, Universitas

Hasanuddin).

MIFTAHUS, S. (2020). ANALISIS POTENSI PENGEMBANGAN OBYEK WISATA

PANTAI BALAT DI KECAMATAN TALIWANG KABUPATEN SUMBAWA

BARAT (Doctoral dissertation, Universitas_Muhammadiyah_Mataram).

68

Anda mungkin juga menyukai