Anda di halaman 1dari 3

1. Apa makna klinis Tn.

Andi sudah tidak mampu beraktivitas sehari-hari, merasa


hampa, pikiran kosong, sering menangis, sering menghabiskan waktu dalam kamar
walaupun tidak bisa tidur sebulan akhir sejak istrinya meninggal dunia?
Jawab:
Tn. Andi yang merasa hampa, pikiran kosong, sering menangis berkaitan dengan adanya
gangguan suasana perasaan (mood [afek]). Mood merupakan subjektivitas peresapan emosi
yang dialami dan dapat diutarakan oleh pasien dan terpantau oleh orang lain, contohnya
depresi, elasi, marah. Kata afek dirujukan pada dorongan-dorongan yang lebih mendalam
yang mendasari kehidupan perasaan yang sadar maupun nirsadar. Terdapat dua bentuk
gangguan mood yaitu:1
a. Deperesi
Seseorang dengan mood terdepresi memperlihatkan kehilangan minat dan kebahagiaan,
merasa bersalah, sulit berkonsentrasi, hilangnya nafsu makan, berkurangnya enersi yang
menuju meningkatkanya keadaan mudah lelah dan berkurang aktivitas bahkan berpikir
mati atau bunuh diri. Berdasarkan derajat keparahan, depresi pada episode tunggal
dibedakan menjadi:1,2
(i) Ringan: merasa resah tentang gejalanya dan agak sukar meneruskan pekerjaan
biasa dan kegiatan sosial, namun mungkin tidak akan berhenti berfungsi sama
sekali.2
(ii) Sedang: mengalami kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan
dan urusan rumah tangga. 2
(iii) Berat: penderita sangat tidak mungkin untuk mampu meneruskan kegiatan
sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat
terbatas. 2
b. Mania
Mania merupakan keadaan elasi mood (suasana perasaan yang meningkat) disertai
dengan enersi yang meningkat sehingga terjadi aktivitas berlebihan, percepatan dan
kebanyakan bicara dan berkurangnya kebutuhan tidur.2

Oleh karena kondisi merasa hampa, pikiran kosong, sering menangis, tidak mampu
melakukan aktivitas sehari-hari sejak sebulan yang lalu dan merupakan episode depresi
tunggal (pertama) menunjukkan Tn. Andi mengalami gejala gangguan depresi berat.
Berdasarkan karakterisitiknya yaitu gejala-gejala kognitif dan vegetative menonjol seperti
retardasi psikomotor, atau agitasi, gangguan tidur, anoreksia, penurunan berat badan, rasa
bersalah berlebihan maka Tn. Andi menunjukan gejala somatik atau melankolia dari depresi.
Hal ini berbanding terbalik dengan depresi atipikal yaitu nafsu makan meningkat,
penambahan berat badan, hypersomnia, sensitive terhadap penolakn interpersonal, perasaan
“kaku” di anggota badan.2,3

Kematian istrinya merupakan faktor stressor dari penyebab gangguan depresi yang
dialami Tn. Andi. Berkabung atau kehilangan merupakan perasaan disforik (tidak bahagia)
yang mendalam setelah kehilangan atau mengalami trauma berat dan dapat menimbulkan
sindrom depresi lengkap. Dengan berjalannya waktu, gejala-gejala depresi dapat hilang dalam
waktu beberapa minggu hingga bulan. Namun, jika gejala tersebut tidak menghilang
berdasarkan kriteria waktu (misalnya lebih dari dua bulan) dapat berkembang menjadi depresi
berat.3

Sumber:

1. Elvira SD, Hadisukanto G, editor. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2017.
2. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di
Indonesia III. Jakarta: Depkes RI; 1993.
3. Amir N. Depresi: Aspek Neurobiologi Diagnosis dan Tatalaksana. 2th ed. Jakarta: Badan
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2017.

No 9

Gangguan kepribadian dependen

Gangguan Kepribadian Dependen merupakan suatu pola perilaku berupa kebutuhan


berlebih agar dirinya dipelihara, yang menyebabkan seorang individu berperilaku submisif,
bergantung kepada orang lain dan ketakutan akan perpisahan dengan orang tempat ia
bergantung. Bersifat pervasif, berawal sejak usia dewasa muda dan nyata dalam berbagai situasi. 1
Pedoman diagnostik:1

a. Mendorong membiarkan orang lain mengambil (sebagian besar) keputusan penting


bagi dirinya
b. Menomorduakan kebutuhan dirinya terhadap kebutuhan orang lain tempat ia
bergantung dan secara berlebihan menuruti apa saja kemauan orang itu.
c. Enggan mengajukan tuntutan yang layak kepada orang tempat ia bergantung.
d. Rasa tidak enak atau tidak berdaya bila berada sendiri karena ketakutan berlebih
bahwa ia tidak dapat menjaga dirinya sendiri.
e. Berpreokupasi dengan rasa takut ditinggal sendiri oleh orang tempat ia bergantung
sehingga ia terpaksa harus menjaga dirinya sendiri.
f. Kemampuannya terbatas untuk mengambil keputusan sehari-hari tanpa mendapat
nasihat berlebihan dan jaminan dari orang lain.
g. Berpreokupasi secara tidak realistic dengan rasa takut bila dirinya ditinggal sendiri
dan harus mengurus dirinya sendiri.

Sumber:

1. Elvira SD, Hadisukanto G, editor. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2017.

Anda mungkin juga menyukai