Anda di halaman 1dari 6

BAB 1

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Di dalam dunia pendidikan sekarang ini sangat diperlukan suatu metode
mengajar yang komplek, sebuah metode selalu berinovasi untuk menyesuaikan
dengan keadaan masyarakat dan kebutuhan pembelajaran. Begitu banyak
metode yang kemudian bermunculan yang di jadikan cara untuk menyampaikan
pembelajaran yang mudah diterima murid, menyenangkan dan tidak
menakutkan. Di antara sekian banyak metode di antaranya Comunity Language
Learning yang dikategorikan dalam metode pengajaran bahasa yang inovatif.
Maka dari itu perlu kita ketahui dan pelajari bersama bagaimana kita
menerapkan metode tersebut didalam sebuah pembelajaran yang menarik dan
menyenangkan.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana sejarah Metode Comunity Language Learning?

2. Apa prinsip metode Comunity Language Learning?

3. Apa tujuan metode Comunity Language Learning?

4. Bagaimana peran guru dan siswa?

5. Bagaimana karakteristik metode CLL?

6. Apa saja kelebihan dan kekurangan metode CLL?

C. TUJUAN

Untuk mengetahui sejarah, prinsip, tujuan, karakteristik serta kelebihan


dan kekurangan metode comunity language learning.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. SEJARAH COMUNITY LANGUAGE LEARNING

Community Language Learning (CLL) tumbuh dari suatu ide untuk


menerapkan konsep psikoterapi dalam pengajaran bahasa. Metode pengajaran
CLL dikembangkan oleh Charles A. Curran pada tahun 1972 dan biasa disebut
juga dengan metode konseling, karena dalam aplikasi teori ini penggunaan
tekhnik konseling dalam pengajaran bahasa sangat dikedepankan.

B. Prinsip CLL

Dalam CLL, siswa dianggap sebagai ‘whole persons’ atau seorang


(individu) yang utuh, artinya guru tidak hanya memperhatikan perasaan dan
kepandaian siswa tapi juga hubungan dengan sesama siswa dan hasrat siswa
untuk belajar. Menurut Curran (1986:89), siswa merasa tidak nyaman pada
situasi yang baru.

Dengan memahami perasaan ketakutan dan sensitif siswa, guru dapat


menghilangkan perasaan negatif siswa menjadi energi positif untuk belajar.
Selain itu, seorang siswa kadang takut terihat bodoh didepan kelas sehingga
mereka cendrung bersikap pasif dalam aktivitas kelas. Oleh karena itu, seorang
guru harus memposisikan dirinya sebagai seorang konselor yang akan
memahami perasaan dan permasalahan yang dihadapi oleh siswanya.

Keberadaan seorang guru tidak dilihat sebagai sebuah ancaman yang


memperlihatkan kesalahan dan keterbatasan siswa, melainkan menjadi seorang
konselor yang memusatkan perhatiannya kepada siswa dan kebutuhannya.

Metode ini memberikan tekanan pada peran ranah afektif dalam


pembelajaran kognitif. Sehingga dalam pendekatannya, seorang guru harus

2
melihat siswanya sebagai sebuah kelompok yang membutuhkan terapi dan
konseling yang mana dinamika sosial dalam kelompok ini sangat penting.

Ketika seorang siswa merasa nyaman dan akrab dengan guru dan teman-
teman yang ada dalam kelompoknya, maka ia dapat mengungkapkan dan
mengekspresikan dirinya. Selain itu, affective filter yang ada dalam dirinya
(yang membuatnya merasa gugup dan tak berani untuk berbicara) akan mulai
berkurang karena telah merasakan kedekatan dengan lingkungan kelompoknya.

C. Tujuan/sasaran dalam penggunaan metode CLL

Pembelajaran dilakukan berdasarkan pada kesulitan siswa. Tujuan dari


pembelajaran sendiri adalah untuk membangun hubungan komunikasi dan
menghilangkan ketakutan dalam diri siswa saat ia mempelajari bahasa kedua.
Oleh karena itu, metode pembelajaran CLL bertujuan agar para siswa dapat
belajar bagaimana cara menggunakan bahasa target (bahasa yang dipelajari)
secara komunikatif.

D. Peran guru dan siswa

Metode CLL lebih ditujukan untuk menghilangkan kecemasan atau


ketakutan (anxiety) siswa saat mempelajari bahasa kedua. Konsekuensinya,
pendekatan tersebut lebih menekankan ke arah bimbingan konseling daripada
pengajaran biasa. Oleh karena itu, guru lebih berposisi sebagai pembimbing
(counselor) yang melatih siswanya. Siswa pun dipandang sebagai klien,
sehingga hubungan antara guru dan siswa adalah ibarat pembimbing dan klien.

Melihat pentingnya hubungan yang dibangun antara guru dan siswa,


metode CLL ini bukan pembelajaran yang berasaskan student-centered maupun
teacher-centered, tetapi lebih kepada teacher-student centered, dengan kedua-
duanya menjadi pembuat keputusan di kelas.

3
E. Karakteristik dalam proses pembelajaran

Dalam kaitannya dengan keadaan psikologi siswa, Curran menyebutkan


ada enam unsur yang perlu diperhatikan dalam proses pembelajaran:

· Security (ketenangan atau keamanan)

· Aggression (agresi/terlibat secara aktif)

· Attention (perhatian)

· Reflection (refleksi)

· Retention (ingatan)

· Discrimination (diskriminasi)

Dari keenam hal tersebut dapat disimpulkan bahwa metode ini ingin
menciptakan rasa aman dalam lingkungan belajar para siswa sehingga mereka
berani untuk terlibat secara aktif dalam kelas, seorang guru harus memberikan
perhatian terhadap siswanya.

Terdapat lima tahapan yang dilalui oleh oleh siswa dalam menggunakan
pendekatan ini. Pertama, Embryonic/birth stage adalah tahap siswa masih
menggunakan bahasa pertamanya untuk menyampaikan harapan dan
keinginannya (ketergantungan siswa pada gurunya adalah 100 atau mendekati
100%).

Kedua, Self-Assertion Stage adalah tahap dimana siswa telah mendapat


dukungan moral dari rekan senasibnya ataupun dari guru mereka sehingga siswa
mulai berani menggunakan bahasa keduanya di dalam kelas walaupun dalam
bentuk sederhana.

Ketiga, Separate-Existence Stage yaitu ketika siswa secara bertahap mulai


mengurangi pemakain bahasa ibunya dan berani mengungkapkan berbagai hal
dengan bahasa keduanya, serta menganggap semua orang di dalam kelas
memahami ungkapan tersebut.

4
Keempat, Reversal Stage dimana siswa mulai terbiasa memakai bahasa
kedua secara bebas dan terjadi hubungan komunikasi dengan siswa lain (pada
proses pembelajaran siswa tidak diam lagi dan sudah aktif bicara).

Kelima, Independent Stage yaitu tahap di mana siswa telah menguasai


semua bahan yang akan dibahas, dan siswa sudah bisa memperluas bahasanya
dan dapat menjadi pembimbing untuk membimbing bahasa kedua kepada siswa
lainnya.

F. Kelebihan dan kekurangan

Dalam pembelajarannya CLL tidak memakai teks atau alat peraga apa
pun, dan guru mengijinkan siswa untuk menentukan jenis percakapan dan
menganalis bahasa asing secara induktif. Dengan demikian faktor yang
cenderung menjadi ancaman dalam mempelajari bahasa kedua dapat dikalahkan
karena guru berperan besar pada pemberian motivasi intrinsik siswa.

Akan tetapi, CLL ini hanya bisa dilakukan dalam kelas kecil, berkisar 6-
12 siswa. Siswa pada awalnya sangat bergantung pada guru, dan guru harus
memiliki keahlian (mahir) dalam bahasa target dan bahasa siswa. Guru juga
harus mempunyai energy ekstra baik fisik maupun psikis.

Oleh karena itu, kesuksesan daripada metode CLL ini sebagian besar
tergantung pada keahlian terjemahan guru. Penerjemahan adalah suatu proses
yang kompleks dan ruwet yang sering “mudah dikatakan daripada prakteknya”;
jika aspek bahasa yang sulit diterjemahkan salah, maka bisa terjadi
kesalahpamahaman dalam berbahasa.

5
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Community Language Learning (CLL) tumbuh dari suatu ide untuk


menerapkan konsep psikoterapi dalam pengajaran bahasa. Metode comunity
language learning ini juga biasa disebut dengan metode konseling, karena dalam
aplikasi teori ini penggunaan tekhnik konseling dalam pengajaran bahasa sangat
dikedepankan.

Metode ini memberikan tekanan pada peran ranah afektif dalam


pembelajaran kognitif. Sehingga dalam pendekatannya, seorang guru harus
melihat siswanya sebagai sebuah kelompok yang membutuhkan terapi dan
konseling yang mana dinamika sosial dalam kelompok ini sangat penting.

Anda mungkin juga menyukai