BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu tugas guru adalah mengajar. Hal ini menyebabkanadanya tuntutan
kepada setiap guru untuk dapat menjawab pertanyaan tentang bagaimana seharusnya mengajar.
Dengan kata lain, setiap guru dituntut untuk memiliki kompetensi mengajar. Guru akan memiliki
kompetensi mengajar jika, guru paling tidak memiliki pemahaman dan penerapan secara taktis
berbagai metode belajar mengajar serta hubungannya dengan belajar disamping kemampuan -
kemampuan lain yang menunjang.
Bertolak dan bermuara pada kebutuhan sebagai guru, maka makalah ini di
sajikan tentang berbagai metode belajar mengajar agar mampu melaksanakan tugas utama guru
yaitu mengajar. Apabila telah memiliki kemampuan dalam penguasaan penggunaan metode
pembelajaran IPS secara mendalam. Pengajaran IPS pada pendidikan dasar menengah dengan
cara mengenalkan masalah – masalah social melalui pengetahuan, ketrampilan, sikap, dan
kepekaan untuk menghadapi dan memecahkan masalah social tersebut. Sesuai dengan
karakteristik anak SD dan seusianya, metode ceramah akan menyebabkan siswa bersikap pasif
dan tentunya menjadi pelajaran hafalan yang membosankan. Oleh karena itu, guru di harapkan
mampu menguasai metode – metode yang cocok untuk pembelajaran IPS agar siswa lebih
tertarik pada peljaran tersebut.
I.2. Masalah
3. Diharapkan dapat menerapkan metode yang cocok dan baik untuk peserta didik.
BAB II
PEMBAHASAN
II. 1 Pengertian Metode Pembelajaran
Kata metode berasal dari bahasa Yunani yaitu “Methodos” yang berarti
cara berani atau cara berjalan yang di tempuh. Menurut Winarno Surakhmad, metode adalah cara
yang didalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan ( 1976 : 74 ). Sedangkan
pengertian pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber
belajar pada suatu lingkungan belajar. Menurut Nursid Suaatmadja, metode pembelajaran adalah
suatu cara yang fungsinya merupakan suatu alat untuk mencapai tujuan ( 1984 : 95 ). Menurut S
Hamid Hasan, metode pengajaran adalah suatu cara yang digunakan untuk memberikan
kesempatan seluas – luasnya kepada siswa dalam belajar ( 1992 : 4).
Dari dua pengertian diatas dapat di simpulkan bahwa metode pengajaran IPS itu
adalah suatu cara yang digunakan oleh guru agar siswa dapat belajar seluas – luasnya dalam
rangka mencapai tujuan pengajaran secara efektif. Didalam proses belajar mengajara di perlukan
suatu metode yang sesuaidengan situasi dan kondisi yang ada. Metode pembelajaran seharusnya
tepat guna yaitu mampu memfunfsikan si anak didik untuk belajar sendiri sesuai dengan Student
Active Learning (SAL).
1. Metode Ceramah
Metode ceramah adalah suatu bentuk pengajaran dimana dosen atau guru mengalihkan
informasi kepada sekelompok besar atau siswa dengan cara yang terutama bersifat verbal. (
Tjipto Utomo dan Ruitjer ; 1985:184 ). Ada tiga unsure di dalam metode ceramah, yaitu :
Metode ceramah ini lebih tepat digunakan bila proses pembelajaran memiliki kondisi sebagai
berikut:
§ Tujuan dasar pembelajaran adalah menyampaikan informasi baru.
§ Isi pelajaran harus diorganisasikan dan disajikan dalam sebuah cara khusus keompok tertentu.
§ Sebagai pengantar penggunaan metode yang lain dan pengarah penyelesaian tugas mengajar.
§ Tujuan yang hendak dicapai adalah tujuan kognitif tingkat tinggi seperti analisis, sintesis dan
evaluasi.
§ Para siswa yang intelegensinya atau pengalaman pendidikannya rata – rata atau dibawah rata –
rata.
Metode ceramah ini juga memiliki keunggulan dan kelemahan. Adapun keunggulan metode
ceramah adalah sebagai berikut :
§ Murah, dikarenakan efisien dalam emanfaatan waktu, dapat menyajikan ide – ide secara lebih
jelas. Seorsng guru dapat menguasai sejumlah siswa dan memudahkan penyajian sejumlah
materi pelajaran.
§ Mudah di sesuaikan (adaptebel), hal ini dikarenakan dapat di sesuaikan dengan para siswa
tertentu, pokok permasalahan, keterbatasan waktu, dan keterbatasan peralatan. Selain itu daapat
disesuaikan dengan jadwal guru ketidaksediaan bahan – bahan tertulis.
§ Centering kearah pembelajaran berdasarkan keinginan guru atau yang disebut dengan guru
sentries.
§ Menurunnya perhatian siswa saat pembelajaran berlangsung, bila ceramah dilakukan lebih 20
menit.
§ Dengan ceramah hanya mampu menghasilkan ingatan dalam diri siswa dalam jangka waktu
yang pendek.
§ Merugikan siswa yang mampu belajar sendiri dari pada diceramahi secara klasikal.
§ Tidak efektif untuk mengajarkan ketrampilan motorik dan menanamkan sifat kepada siswa.
§ Memilih dan mempersiapkan media instruksional dan atau alat bantu yang akan digunakan
dalam ceramah.
§ Penggunaan papan tulis sebagai upaya visualisasi pokok – pokok masalah yang akan di
terangkan.
§ Keterangan ulang dengan menggunakan istilah atau kata – kata lain yang lebih jelas.
§ Pembuatan rangkuman dari garis – garis besar isi pelajaran yang diceramahkan
§ Penjelasan hubungan isi pelajaran yang diceramahkan dengan isi pelajaran berikutnya.
Untuk meningkatkan kemampuan guru dalam melaksanakan ceramah, Tjipto Utomo Ruijter
menyarankan agar guru bersedia :
1. Menyadari apa kehendak akan dicapai dengan ceramah yang diberikan dalampelajarannya.
2. Menganalisis hal – hal yang dilakukannya sebagai guru pada waktu memberikan ceramah.
3. Berlatih terus berceramah, karena tidak satu perubahan pun yang berhasil dengan “ sekali
jadi ”.
Metode Tanya jawab adalah sebagai format interaksi antara guru dan siswa melalui kegiatan
bertanya yang dilakukan oleh guru untuk mendapatkan respons lisan, sehingga dapat
menumbuhkan pengetahuan baru pada diri siswa.
Ada beberapa alasan mengapa seorang guru menggunakan metode Tanya jawab dalam proses
pembelajaran IPS, yaitu :
2. Membimbing para siswa untuk memperoleh suatu ketrampilan yang kognitif maupun
sosial.
3. Memberikan rasa aman kepada siswa melalui pertanyaan yang dipastikan menjawabnya.
4. Mendorong siswa untuk melakukan penemuan (inquiri) dalam memperjelas suatu masalah.
Sadker mengklasifikasikan pertanyaan itu berdasarkan Taksonomi Bloom, yaitu 6 (enam) jenis
pertanyaan dari tingkat terendah sampai tingkat tertinggi, diantaranya yaitu :
Dari enam jenis pertanyaan berdasarkan Taksonomi Bloom diatas, maka tiga dari atas dapat
dikatagorikan pertanyaan kognitif tingkat rendah dan tiga pertanyaan berikutnya termasuk
pertanyaan tingkat tinggi.
Metode diskusi dalam pengajaran IPS yaitu suatu cara penyajian materi pelajaran dimana siswa
dibedakan kepada suatu masalah, baik berupa pertanyaan maupun berupa pertanyaan yang
bersifat problemik untuk dibahas atau dipecahkan oleh siswa secara bersama – sama.
Dalam suatu metode pembelajaran biasanya memiliki kekurangan dan kelebihan. Adapun
kekurangan dan kelebiahan dari metode diskusi yaitu :
· Dapat menggarap kreativitas dan aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar.
· Siswa dapat mengeluarkan pendapat, sikap, dan aspirasi secara bebas dalam rangka
mengembangkan sikap demokratis.
· Hasil diskusi (pemikiran bersama) lebih baik bila dibandingkan dengan pendapat sendiri
· Bila kegiatan ini tidak terarah, maka pembahasan masalah sering mengembang (tidak
tuntas).
Metode diskusi memiliki jenis yang berbeda – beda adapun jenis – jenis metode diskusi yaitu :
Untuk melakukan metode diskusi ini harus memperhatikan langkah – langkah pelaksanaanya.
Adapun langkah – langkah untuk melakukan metode diskusi yaitu :
a. Tahap persiapan
§ Pembahasan ulang, penilaian terhadap pelaksanaan diskusi, sebagai masukan untuk diskusi
berikutnya.
Metode pemberian tugas dapat disamakan dengan metode resitasi (recitation method). Dimana
metode resitasi ini bersama dengan metode ceramah, merupakan dua metode yang paling tua,
yang digunakan oleh guru yang bekerja dengan kelompok – kelompok siswa. (Hyman, 1974 :
189).
Metode penugasan dalam pengajaran IPS adalah suatu penyajian bahan pembelajaran dimana
guru memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar dan memberikan laporan
sebagai hasil tugas yang dikerjakan. Metode ini mengacu kepada penerapan unsur – unsur “
Learning by doing”
5. Dapat mengembangkan kreativitas melatih rasa tanggung jawab pada diri siswa
1. Kadang – kadang tidak terjadi ke relevanan antara tugas dengan materi yang dipelajari.
a. Membuat rangkuman materi pelajaran yang telah diberikan oleh guru didalam kelas.
Metode penugasan dapat dilakukan dengan beberapa cara. Adapun cara pelaksanaan metode
penugasan yaitu :
Kerja kelompok merupakan salah satu metode belajar mengajar yang memiliki kadar CBSA
yang tinggi. Metode kerja kelompok dapat diartikan sebagai format belajar mengajar yang
menitik beratkan kepada interaksi antara anggota yang satu dengan anggota yank lain dalam satu
kelompok guna menyelesaikan tugas – tugas secara bersama – sama.
Peranan guru dan variabel lain sangat mempengaruhi keberhasilan kerja kelompok diantaranya
yaitu :
§ Kemampuan kelompok.
6. Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi yaitu merupakan format belajar mengajar yang secara sengaja, menunjukan
atau memperagakan tindakan, proses atau prosedur yang dilakukan oleh guru atau orang lain
kepada seluruh atau sebagian siswa.
Metode demonstrasi disertai dengan penjelasan, ilustrasi, dan pertanyaan lisan atau peragaan
secara tepat. (dalam Canci, 1986 : 38).
Adapun tujuan dari penerapan metode demonstrasi adalah sebagai berikut :
§ Untuk menggunakan prosedur tertu dalam mengajar (prosedur kerja, prosedur pelaksanaan).
a. Persiapan
· Menentukan adanya kesesuaian antara metode dengan tujuan yang akan dicapai.
b. Pelaksanaan
· Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan. kegiatan sesuai dengan tindakan
yang telah diragakan.
7. Metode Karyawisata
Merupakan suatu kegiatan belajar mengajar dimana siswa dibawa ke suatu objek di luar kelas
untuk mempelajari suatu masalah yang berhubungan dengan materi pelajaran.
· Agar siswa dapat membandingkan apa yang mereka pelajari di dalam kelas secara teoritis
dengan keadaan nyata di lapangan atau membandingkan antara teori dengan praktik
penggunaannya.
§ Dapat memperkaya dan menyempurnakan pengetahuan yang diperoleh siswa dalam kelas.
a. Persiapan
b. Pelaksanaan
§ Menunjukkan hal – hal yang penting pada saat karyawisata yang berhubungan dengan materi
pelajaran.
c. Tindak lanjut
§ Membuat laporan karyawisata untuk tiap kelompok atau tiap individu untuk bahan diskusi.
8. Metode Simulasi
Metode simulasi merupakan format interaksi belajar mengajar dalam pengajaran IPS yang
didalamnya menampakkan adanya perilaku pura – pura dari orang yang terlibat dalam proses
pembelajaran.
§ Memerlukan waktu relatif lebih lama dan biaya yang relatif mahal.
§ Banyak menuntut imajinasi dan improfisasi guru dan siswa dalam pelaksanaannya
§ Sulit bagi siswa berperan sesuai dengan peranan tokoh yang dimainkan
Metode penemuan ( discovery methode) sebagai prosedur yang menekankan belajar secara
individual, manipulasi objek atau pengaturan atau pengondisian objek, dan eksperimentasi lain
oleh siswa sebelum generalisasi atau penarikan kesimpulan dibuat.
§ Membantu untuk memperbaiki proses penguasaan pengetahuan dan ketrampilan bagi para
siswa.
§ Pengetahuan yang diperoleh setiap siswa bersifat individual, oleh karena itu lebih erat melekat
pada diri siswa,
§ Keberhasilan sulit dicapai bila diikuti oleh siswa dengan jumlah yang besar.
§ Membentuk siswa dalam menemukan masalah, kaidah, prinsip dan ide – ide berdasarkan hasil
penemuan.
Bermain adalah sebuah proses belajar melalui bermain peran yang dapat mengembangkan
pemahaman, dan identifikasi terhadap nilai. Siswa dalam bermain peran menempatkan diri pada
posisi orang lain, apabila ia memenghayati peran itu, ia akan memahami tidak saja apa yang
telah dilakukan orang tersebut. Dalam bermain peran dituntut siswa yang berkualitas, yang
diharapkan mampu menghayati posisi yang diinginkan. Siswa harus mengetahui dan memahami
terlebih dahuluinformasi tentang tujuan dan peran yang akan dimainkan, untuk itu perlu
didiskusikan dulu dengan antar anggota kelompok untuk membangun simpati terhadap suatu
nilai, yaitu nilai – nilai yang sudah dinyatakan secara lebih spesifik.
Drama sosial merupakan bermain peran yang berhubungan dengan isu sosial yang disebut
dengan Joyce and Well (1980 ; 254) dengan istilah interpersonal conflict. Drama sosial hanya
membatasi diri dari pada permasalahan yang berkenaan dengan aspeksosial masyarakat.
Permasalahan yang mungkin muncul antara siswa setelah suatu sosial akan sama halnya dengan
apa yang sudah dikemukakandalam bermain peran. Oleh karena itu, selain aspek positif yang
tercapai dalam penanamannilai melalui drama sosial, guru harus berupaya untuk menghilangkan
aspek negatif yang mungkin terjadi diantara siswa yang memegang peranan tersebut
Untuk itu guru dituntut lebih mengembangkan pendekatan yang menjanjikan, agar siswa lebih
aktif dalam proses belajar mengajar.
2. Pendekatan “Inquiry”
Penggunaan pendekatan pembelajaran “Inquiry” akan memberikan suasana atau iklim yang lebih
semangat yang membuat siswa menjadi aktif didalam kelas. Peran guru dalam proses
pembelajarannya hanya bertindak sebagai motivator dan fasilitator, siswa lebih di prioritaskan
sebagai “student center”
1. Dalam proses belajar – mengajar lebih banyak melemparkan permasalahan kepada siswa
untuk dianalisa dan kemudian mencari beberapa alternatif perpecahanya.
2. Interaksi dan komunikasi antara guru dan siswa lebih bersifat multi arah
3. Guru lebih banyak memberikan kesempatan kepada siswanya yang berfikir secara kritis
dan ilmiah.
4. Dalam proses belajar mengajar guru dalam menyampaikan informasi materi bukan hanya
bersifat pengetahuan, tetapi menanamkan sifat dan memberikan ketrampilan praktis kepada
siswa
5. Strategi, metode dan teknik mengajar yang digunakan guru dalam proses belajar mengajar
lebih bervariatif.
6. Dalam proses pembelajaran lebih memperlihatkan kadar cara belajar siswa aktif (CBSA)
yang tinggi.
BAB III
PENUTUP
III. 1. Kesimpulan
Metode pembelajaran adalah suatu cara yang digunakan oleh guru agar
siswa dapat belajar seluas-luasnya dalam rangka pencapaian tujuan pengajaran secara efektif.
Secara garis besarnya metode pembelajaran IPS itu dapat diklasifikasikan atas dua macam, yaitu:
a. Metode ceramah
c. Metode diskusi
e. Metode demonstrasi
f. Metode karyawisata
g. Metode simulasi
a. Pembelajaran tradisional
b. Inquiry
III.2. Saran
Yang perlu diingat bahwa tidak ada suatu model pengajaran yang paling baik dan
sempurna. Setiap metode memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Jadi metode yang
paling baik adalah metode yang cocok dan relevan dengan materi dan sesuai dengan tujuan
pembelajaran. Sehingga guru disarankan untuk memahami dan dapat menginovasikan metode-
metode dalam penerapan belajar mengajar.
metode pembelajaran IPs di SD
Salah satu tugas guru adalah mengajar. Hal ini menyebabkan adanya tuntutan kepada setiap guru
untuk dapat menjawab pertanyaan tentang bagaimana seharusnya mengajar. Dengan kata lain, setiap
guru dituntut untuk memiliki kompetensi mengajar. Guru akan memiliki kompetensi mengajar jika, guru
paling tidak memiliki pemahaman dan penerapan secara taktis berbagai metode belajar mengajar serta
hubungannya dengan belajar disamping kemampuan - kemampuan lain yang menunjang.
Bertolak dan bermuara pada kebutuhan sebagai guru, maka makalah ini di sajikan tentang
berbagai metode belajar mengajar agar mampu melaksanakan tugas utama guru yaitu mengajar.
Apabila telah memiliki kemampuan dalam penguasaan penggunaan metode pembelajaran IPS secara
mendalam. Pengajaran IPS pada pendidikan dasar menengah dengan cara mengenalkan masalah –
masalah social melalui pengetahuan, ketrampilan, sikap, dan kepekaan untuk menghadapi dan
memecahkan masalah social tersebut. Sesuai dengan karakteristik anak SD dan seusianya, metode
ceramah akan menyebabkan siswa bersikap pasif dan tentunya menjadi pelajaran hafalan yang
membosankan. Oleh karena itu, guru di harapkan mampu menguasai metode – metode yang cocok
untuk pembelajaran IPS agar siswa lebih tertarik pada peljaran tersebut. Banyak sekali teori – teori yang
menjelaskan tentang metode untuk pembelajaran, namun kita belum mengetahui metode apa yang baik
dan efektif untuk digunakan dalam pembelajaran Pendidikan IPS khususnya di SD.
A. Rumusan Masalah
1. Bagaimana metode pembelajaran Pendidikan IPS SD ?
B. Tujuan
1. Mengetahui metode pembelajaran Pendidikan IPS SD
PEMBAHASAN
Dari dua pengertian diatas dapat di simpulkan bahwa metode pengajaran IPS itu adalah suatu
cara yang digunakan oleh guru agar siswa dapat belajar seluas – luasnya dalam rangka mencapai tujuan
pengajaran secara efektif. Didalam proses belajar mengajara di perlukan suatu metode yang
sesuaidengan situasi dan kondisi yang ada. Metode pembelajaran seharusnya tepat guna yaitu mampu
memfunfsikan si anak didik untuk belajar sendiri sesuai dengan Student Active Learning (SAL).
1. Metode Ceramah
Metode ceramah adalah suatu bentuk pengajaran dimana dosen atau guru mengalihkan
informasi kepada sekelompok besar atau siswa dengan cara yang terutama bersifat verbal.
Metode ceramah ini lebih tepat digunakan bila proses pembelajaran memiliki kondisi sebagai
berikut:
a. Kadang – kadang tidak terjadi ke relevanan antara tugas dengan materi yang dipelajari.
b. Kurang adanya balikan bagi guru.
c. Pengerjaan tugas kurang kontrol bila dilaksanakan di luar jam pelajaran.
5. Metode Kerja Kelompok
Kerja kelompok merupakan salah satu metode belajar mengajar yang memiliki kadar CBSA yang
tinggi. Metode kerja kelompok dapat diartikan sebagai format belajar mengajar yang menitik beratkan
kepada interaksi antara anggota yang satu dengan anggota yank lain dalam satu kelompok guna
menyelesaikan tugas – tugas secara bersama – sama.
7. Metode Karyawisata
Merupakan suatu kegiatan belajar mengajar dimana siswa dibawa ke suatu objek di luar kelas
untuk mempelajari suatu masalah yang berhubungan dengan materi pelajaran.
a. Dapat menciptakan kesenangan dan kegembiraan pada diri siswa dalam proses pembelajaran.
b. Dapat mengurangi keabstrakan pada diri siswa dalam proses pembelajaran.
c. Dapat memberikan pengarahan dan petunjuk sederhana dalam proses pembelajaran.
d. Dapat melatih siswa berfikr secara kritis.
Adapun kelemahan dari penggunaan metode simulasi :
a. Memerlukan waktu relatif lebih lama dan biaya yang relatif mahal.
b. Memerlukan sistem pengelompokan yang cakap luwes dan kompleks
c. Banyak menuntut imajinasi dan improfisasi guru dan siswa dalam pelaksanaannya
d. Sulit bagi siswa berperan sesuai dengan peranan tokoh yang dimainkan
9. Metode Inquiri dan Discovery ( mencari dan menemukan )
Metode penemuan ( discovery methode) sebagai prosedur yang menekankan belajar secara
individual, manipulasi objek atau pengaturan atau pengondisian objek, dan eksperimentasi lain oleh
siswa sebelum generalisasi atau penarikan kesimpulan dibuat.
Permasalahan yang mungkin muncul antara siswa setelah suatu sosial akan sama halnya dengan
apa yang sudah dikemukakandalam bermain peran. Oleh karena itu, selain aspek positif yang tercapai
dalam penanamannilai melalui drama sosial, guru harus berupaya untuk menghilangkan aspek negatif
yang mungkin terjadi diantara siswa yang memegang peranan tersebut
BAB III
KESIMPULAN
1. Metode pembelajaran adalah suatu cara yang digunakan oleh guru agar siswa dapat belajar seluas-
luasnya dalam rangka pencapaian tujuan pengajaran secara efektif.
2. Secara garis besarnya metode pembelajaran IPS itu antara lain :
a. Metode ceramah
c. Metode diskusi
e. Metode demonstrasi
f. Metode karyawisata
g. Metode simulasi
http://de-referencia.blogspot.com/2010/01/jenis-bentuk-belajar-menurut-van.html.
http://syaifworld.blogspot.com/2009/11/efisiensi-dan-efektifitas-belajar.html.
Ismail. 2003. Media Pembelajaran (Model-model Pembelajaran), Modul Diklat Terintegrasi Berbasis
Kompetensi Guru Mata Pelajaran Matematika. Jakarta: Direktorat PLP.
Rahmadi Widdiharto. 2006. Model-model Pembelajaran Matematika. Makalah diklat guru pengembang
matematika SMP. Yogyakarta: PPPG Matematika.
Sagala, Syaiful, Konsep dan Makna Pembelajaran (untuk membantu memecahkan problematika belajar dan
mengajar), Bandung: CV Alfabeta, 2005.
Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatanf Baru, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003.
BAB I
PENDAHULUAN
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) pada jenjang pendidikan dasar memfokuskan kajiannya kepada
hubungan antar manusia dan proses membantu pengembangan kemampuan dalam hubungan tersebut.
Pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dikembangkan melalui kajian ini ditunjukan untuk mencapai
keserasian dan keselarasan dalam kehidupan masyarakat.
Beberapa temuan penelitian dan pengamatan ahli memperkuat kesimpulan tersebut. Dalam segi
hasil atau dampak pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial atau IPS terhadap kehidupan bermasyarakat,
masih belum begitu nampak. Perwujudan nilai-nilai sosial yang dikembangkan di sekolah belum nampak
dalam kehidupan sehari-hari, keterampilan sosial para sosial para lulusan pendidikan dasar khususnya
masih memprihatinkan, partisipasi dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan semakin menyusut.
Banyak penyebab yang melatarbelakangi pendidikan IPS belum dapat memberikan hasil seperti yang
diharapkan. Faktor penyebabnya dapat berpangkal dari kurikulum, rancangan, pelaksana, pelaksanaan
ataupun faktor-faktor pendukung pembelajaran. Berkenaan dengan kurikulum dan rancangan
pembelajaran IPS, beberapa penelitian memberi gambaran tentang kondisi tersebut. Hasil penelitian
Balitbang, Depdikbud tahun 1999 menyebutkan bahwa “Kurikulum 1994 tidak disusun berdasarkan
basic competencies melainkan pada materi, sehingga dalam kurikulumnya banyak memuat konsep-
konsep teoritis” (Boediono, et al. 1999: 84). Hasil evaluasi kurikulum IPS SD tahun 1994 menggambarkan
adanya kesenjangan kesiapan siswa dengan bobot materi sehingga materi yang disajikan, terlalu
dianggap sulit bagi siswa, kesenjangan antara tuntutan materi dengan fasilitas pembelajaran dan buku
sumber, kesulitan menejemen waktu serta keterbatasan kemampuan melakukan pembaharuan metode
mengajar (Depdikbud, 1999).
Dalam implementasi materi Muchtar, SA. (1991) menemukan IPS lebih menekankan aspek
pengetahuan, berpusat pada guru, mengarahkan bahan berupa informasi yang tidak mengembangkan
berpikir nilai serta hanya membentuk budaya menghafal dan bukan berpikir kritis. Dalam pelaksanaan
Soemantri, N. (1998) menilai pembelajaran IPS sangat menjemukan karena penyajiannya bersifat
monoton dan ekspositoris sehingga siswa kurang antusias dan mengakibatkan pelajaran kurang menarik
padahal menurut Sumaatmadja, N. (1996: 35) guru IPS wajib berusaha secara optimum merebut minat
siswa karena minat merupakan modal utama untuk keberhasilan pembelajaran IPS.
Selanjutnya Como dan Snow (dalam Syafruddin, 2001: 3) menilai bahwa model pembelajaran IPS
yang diimplementasikan saat ini masih bersifat konvensional sehingga siswa sulit memperoleh
pelayanan secara optimal. Dengan pembelajaran seperti itu maka perbedaan individual siswa di kelas
tidak dapat terakomodasi sehingga sulit tercapai tujuan-tujuan spesifik pembelajaran terutama bagi
siswa berkemampuan rendah. Model pembelajaran saat ini juga lebih menekankan pada aspek
kebutuhan formal dibanding kebutuhan real siswa sehingga proses pembelajaran terkesan sebagai
pekerjaan administratif dan belum mengembangkan potensi anak secara optimal.
Berdasarkan hal-hal di atas nampak, bahwa pada satu sisi betapa pentingnya peranan pendidikan
IPS dalam mengembangkan pengetahuan, nilai. Sikap, dan keterampilan sosial agar siswa menjadi warga
masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang baik namun di pihak lain masih banyak masalah-masalah
tersebut diperlukan penelitian berkaitan dengan pembelajaran IPS. Salah satu upaya yang memadai
untuk itu adalah dengan melakukan model pembelajaran.
2. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi pokok permasalahan dari penulisan makalah ini adalah :
3. Tujuan Penulisan
4. Manfaat Penulisan
Dengan adanya penulisan makalah yang bertajuk tentang pengembangan model pembelajaran
untuk mengatasi masalah pendidikan IPS di Sekolah Dasar maka seluruh pihak yang memiliki
keterkaitan dengan masalah tersebut bisa memahami apa yang menjadi pokok permasalahan yang
terjadi. Agar nantinya masalah tersebut tidak menjadi masalah yang menghambat maksud ataupun
tujuan yang ingin dicapai. Selain itu dalam penulisan makalah ini apa yang menjadi solusi dalam
pemecahan masalah bisa ditemukan dan pihak-pihak yang terkait dapat mengembangkan potensi
diri dalam mengelolah teknik model pembelajaran yang baik dan efisien.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pendidikan IPS
IPS adalah suatu bahan kajian yang terpadu yang merupakan penyederhanaan, adaptasi, seleksi dan
modifikasi yang diorganisasikan dari konsep-konsep dan keterampilan-keterampilan Sejarah, Geografi,
Sosiologi, Antropologi, dan Ekonomi (Puskur, 2001: 9). Geografi, Sejarah dan Antropologi merupakan
disiplin ilmu yang memiliki keterpaduan yang tinggi. Pembelajaran Geografi memberikan wawasan
berkenaan dengan peristiwa-peristiwa dengan wilayah-wilayah, sedangkan Sejarah memberikan
kebulatan wawasan berkenaan dengan peristiwa-peristiwa dari berbagai periode. Antropologi meliputi
studi-studi komparatif yang berkenaan dengan nilai-nilai kepercayaan, struktur sosial, aktivita-aktivitas
ekonomi, organisasi politik, ekspresi-ekpresi dan spritual, teknologi, dan benda-benda budaya dari
budaya-budaya terpilih. Ilmu Ekonomi tergolong kedalam ilmu-ilmu tentang kebijakan pada aktivitas-
aktivitas yang berkenaan dengan pembuatan keputusan. Sosiologi merupakan ilmu-ilmu tentang
perilaku seperti konsep peran, kelompok, institusi, proses interaksi dan kontrol sosial.
Muriel Crosby menyatakan bahwa IPS diidentifikasi sebagai studi yang memperhatikan pada
bagaimana orang membangun kehidupan yang lebih baik bagi dirinya dan anggota keluarganya,
bagaimana orang memecahkan masalah-masalah, bagaimana orang hidup bersama, bagaimana orang
mengubah dan diubah oleh lingkungannya (Leonard S. Kenworthi, 1981:7). IPS menggambarkan
interaksi individu atau kelompok dalam masyarakat baik dalam lingkungan fisik dan lingkungan sosial.
Interaksi antar individu dalam ruang lingkup lingkungan mulai dari yang terkecil misalkan keluarga,
tetangga, rukun tetangga atau rukun warga, desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten, provinsi, negara
dan dunia.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa Pendidikan IPS adalah disiplin ilmu-ilmu sosial ataupun integrasi dari
berbagai cabang ilmu sosial seperti: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, dan antropologi yang
mempelajari masalah-masalah sosial.
Pendidikan IPS di SD telah mengintegrasikan bahan pelajaran tersebut dalam satu bidang studi.
Materi pelajaran IPS merupakan penggunaan konsep-konsep dari ilmu sosial yang terintegrasi dalam
tema-tema tertentu. Misalkan materi tentang pasar, maka harus ditampilkan kapan atau bagaimana
proses berdirinya (sejarah), dimana pasar itu berdiri (Geografi), bagaimana hubungan antara orang-
orang yang berada di pasar (Sosiologi), bagaimana kebiasaan-kebiasaan orang menjual atau membeli di
pasar (Antropologi) dan berapa jenis-jenis barang yang diperjualbelikan (Ekonomi).
Dengan demikian Pendidikan IPS di sekolah dasar adalah disiplin ilmu-ilmu sosial seperti yang
disajikan pada tingkat menengah dan universitas, hanya karena pertimbangan tingkat kecerdasan,
kematangan jiwa peserta didik, maka bahan pendidikannya disederhanakan, diseleksi, diadaptasi dan
dimodifikasi untuk tujuan institusional didaksmen (Sidiharjo, 1997).
Tujuan utama Ilmu Pengetahuan Sosial ialah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar peka
terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan
segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik
yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat. Tujuan tersebut dapat dicapai
manakala program-program pelajaran IPS di sekolah diorganisasikan secara baik. Dari rumusan tujuan
tersebut dapat dirinci sebagai berikut (Awan Mutakin, 1998).
1) Memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat atau lingkungannya, melalui pemahaman
terhadap nilai-nilai sejarah dan kebudayaan mastarakat.
2) Mengetahui dan memahami konsep dasar dan mampu menggunakan metode yang diadaptasi dari
ilmu-ilmu sosial yang kemudian dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah sosial.
3) Mampu menggunakan model-model dan proses berpikir serta membuat keputusan untuk
menyelesaikan isu dan masalah yang berkembang di masyarakat.
4) Menaruh perhatian terhadap isu-isu dan masalah-masalah sosial, serta mampu membuat analisis
yang kritis, selanjutnya mampu mengambil tindakan yang tepat.
5) Mampu mengembangkan berbagai potensi sehingga mampu membangun diri sendiri agar survive
yang kemudian bertanggung jawab membangun masyarakat.
Menurut Noman Sumantri bahwa tujuan Pendidikan IPS pada tingkat sekolah adalah:
Secara umum, pencapaian tujuan Pendidikan IPS lulusan pendidikan SD belumlah optimal.
Kelemahan tersebut dilatarbelakangi oleh banyak hal, terutama proses pendidikan dan
pembelajarannya.
Dalam proses pendidikan IPS di SD, pembelajarannya kurang memperhatikan karakteristik anak usia
sekolah dasar, yakni terkait dengan perkembangan psikologis siswa. Menurut Jean Piaget (1963), anak
dalam kelompok usia SD (6-12 tahun) berada dalam perkembangan kemampuan intelektual/kognitifnya
pada tingkatan konkrit operasional. Mereka memandang dunia dalam keseluruhan yang utuh dan
menganggap tahun yang akan datang sebagai waktu yang masih jauh. Yang mereka pedulikan adalah
sekarang (=konkrit) dan bukan masa depan yang belum bisa mereka pahami (=abstrak). Padahal bahan
materi IPS penuh dengan pesan-pesan yang bersifat abstrak. Konsep-konsep seperti waktu, perubahan,
kesinambungan (continuity) arah mata angin, lingkungan, ritual, akulturasi, kekuasaan, demokrasi, nilai,
peranan, permintaan atau kelangkaan adalah konsep-konsep abstrak yang dalam program studi IPS
harus dibelajarkan kepada siswa SD.
Jika hal ini dibiarkan terus, maka pembelajaran IPS dapat menjadi pelajaran yang membosankan
bagi siswa. Dan baik secara langsung maupun tidak akan berdampak pada tujuan pendidikan IPS yang
diharapkan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukanlah model pembelajaran yang sesuai
untuk materi IPS di SD dan memperhatikan karakteristik anak usia SD.
3. Model Pembelajaran
Dalam keseharian istilah ‘model’ dimaksudkan terhadap pola atau bentuk yang akan menjadi
acuan. Dalam konteks pendidikan agaknya tidak jauh juga maknanya, yakni sebagai kerangka
konseptual berkenaan dengan rancangan yang berisi langkah teknis dalam kesatuan strategis yang
harus dilakukan dalam mendorong terjadinya situasi pendidikan; dalam wujud perilaku belajar dan
mengajar dengan kecenderungan berbeda antara satu dengan lainnya atau dengan yang biasanya.
Dengan demikian sebuah model dalam konteks pembelajaran, tidaklah dapat diterima sebagai
sebuah model jika tidak memperliahatkan ciri khususnya sebagai sesuatu yang berbeda dari yang
lainnya. Adapun menurut Sarifudin (Wahab, Azis, 1990: 1) yang dimaksud dengan ‘model belajar
mengajar’ adalah “kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang terorganisasikan secara
sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu,
yang berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pengajaran dan para guru dalam merencanakan
dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar”. Dengan demikian, model belajar-mengajar
khususnya dapat diartikan sebagai satuan cara, yang berisi prosedur, langkah teknis yang harus
dilakukan dalam mendekati sasaran proses dan hasil belajar hingga mencapai efektifitasnya,
menurut kesesuaian dengan setting waktu, tempat dan subjek ajarnya.
a. Model-model Pemrosesan
Model-model yang berorientasi pada kemampuan pemrosesan informasi dari siswa dan cara
memperbaiki kemampuannya dalam menguasai informasi, merujuk pada cara orang menangani
stimulus dari lingkungannya, mengorganisasikan data, menginderai masalah, melahirkan konsep
dan pemecahan masalah, dan menggunakan simbol verbal da non-verbal. Sungguhpun model-
model yang termasuk ke dalam rumpun ini berkesan akademik namun tetap peduli akan
hubungan sosial dan pengembangan diri. Model-model yang termasuk dalam rumpun ini antara
lain adalah; Model Berpikir (Inquiry Training Model), Inkuiri Ilmiah (Scientific Inquiry), Perolehan
Konsep (Concept), Model Advance Organizer (Advance Organizer Model), dan Ingatan (Memory).
Model berpikir yang dikembangkan Hilda Taba, dirancang terutama untuk pengembangan
proses mental induktif dan penalaran akademik atau pembentukan teori, namun kapasitasnya
berguna pula untuk pengembangan personal dan sosial.
b. Model-model Personal
d. Model Behavioral
Model-model yang termasuk ke dalam rumpun behavioral berpijak pada landasan teoritis
yang sama, yakni teori tingkah laku (Behavioral Theory). Dalam penerapannya, model ini banyak
menggunakan istilah lain seperti teori belajar, teori belajar sosial, modifikasi tingkah laku, dan
terapi tingkah laku. Ciri pokoknya menekankanpada usaha mengubah tingkah laku teramati
ketimbang struktur psikologis yang mendasarinya dan tingkah laku yang tidak teramatinya.
Model ini mendasarkan pada prinsip kontrol stimulus dan penguatan (Stimulus Control and
Reinforcement). Lebih dari model lainnya model behavioral memiliki keterpakaian yang luas dan
teruji keefektifannya pada aneka tujuan seperti pendidikan, pelatihan, tingkah laku
interpersonal da pengobatan. Tercakup kedalam model ini, antara lain: Manajemen Kontingensi
(Contingency Management), Kontrol Diri (Self Control), Relaksasi (Relaxation), Reduksi Stres
(Stress Reducation), Pelatihan Asertif (Assertive Training), Desentisasi (Desensitization) dan
Pelatihan Langsung (Direct Training).
1) Model Inkuiri
Model inkuiri adalah salah satu model pembelajaran yang memfokuskan kepada
pengembangan kemampuan siswa dalam berpikir reflektif kritis, dan kreatif. Inkuiri adalah salah
satu model pembelajaran yang dipandang modern yang dapat dipergunakan pada berbagai
jenjang pendidikan, mulai tingkat pendidikan dasar hingga menengah. Pelaksanaan inkuiri di
dalam pembelajaran Pengetahuan Sosial dirasionalisasi pada pandangan dasar bahwa dalam
model pembelajaran tersebut, siswa didorong untuk mencari dan mendapatkan informasi
melalui kegiatan belajar mandiri. Model inkuiri pada hakekatnya merupakan penerapan metode
ilmiah khususnya di lapangan Sains, namun dapat dilakukan terhadap berbagai pemecahan
problem sosial. Savage Amstrong mengemukakan bahwa model tersebut secara luas dapat
digunakan dalam proses pembelajaran Social Studies (Savage and Amstrong, 1996).
Pengembangan strategi pembelajaran dengan model inkuiri dipandang sanagt sesuai dengan
karakteristik materil pendidikan Pengetahuan Sosial yang bertujuan mengembangkan
tanggungjawab individu dan kemampuan berpartisipasi aktif baik sebagai anggota masyarakat
dan warganegara.
b) Langkah-langkah Inkuiri
Langkah-langkah yang harus ditempuh di dalam model inkuiri pada hakekatnya tidak
berbeda jauh dengan langkah-langkah pemecahan masalah yang dikembangkan oleh John
Dewey dalam bukunya “How We Think”. Langkah-langkah tersebut antara lain:
Langkah kedua hypothesis, yakni kegiatan menyusun sebuah hipotesis yang dirumuskan
sejelas mungkin sebagai antiseden dan konsekuensi dari penjelasan yang telah diajukan.
Langkah ketiga definition, yaitu mengklarifikasi hipotesis yang telah diajukan dalam forum
diskusi kelas untuk mendapat tanggapan.
Langkah keempat exploration, pada tahap ini hipotesis dipeluas kajiannya dalam pengertian
implikasinya dengan asumsi yang dikembangkan dari hipotesis tersebut.
Langkah kelima evidencing, fakta dan bukti dikumpulkan untuk mencari dukungan atau
pengujian bagi hipotesa tersebut.
Langkah keenam generalization, pada tahap ini kegiatan inkuiri sudah sampai pada tahap
mengambil kesimpulan pemecahan masalah (Joyce dan Weil, 1980).
VCT adalah salah satu teknik pembelajaran yang dapat memenuhi tujuan pancapaian
pendidikan nilai. Djahiri (1979: 115) mengemukakan bahwa Value Clarification Technique,
merupakan sebuah cara bagaimana menanamkan dan menggali/ mengungkapkan nilai-nilai
tertentu dari diri peserta didik. Karena itu, pada prosesnya VCT berfungsi untuk: a) mengukur
atau mengetahui tingkat kesadaran siswa tentang suatu nilai; b) membina kesadaran siswa
tentang nilai-nilai yang dimilikinya baik yang positif maupun yang negatif untuk kemudian dibina
kearah peningkatan atau pembetulannya; c) menanamkan suatu nilai kepada siswa melalui cara
yang rasional dan diterima siswa sebagai milik pribadinya. Dengan kata lain, Djahiri (1979: 116)
menyimpulkan bahwa VCT dimaksudkan untuk “melatih dan membina siswa tentang bagaimana
cara menilai, mengambil keputusan terhadap suatu nilai umum untuk kemudian
dilaksanakannya sebagai warga masyarakat”.
a. Teknik evaluasi diri (self evaluation) dan evaluasi kelompok (group evaluation)
Dalam teknik evaluasi diri dan evaluasi kelompok pesertadidik diajak berdiskusi atau tanya-
jawab tentang apa yang dilakukannya serta diarakan kepada keinginan untuk perbaikan dan
penyempurnaan oleh dirinya sendiri:
1) Menentukan tema, dari persoalan yang ada atau yang ditemukan peserta didik
4) Tanya jawab guru dengan peserta didik berlangsung terus hingga sampai pada tujuan yang
diharapkan untuk menanamkan niai-nilai yang terkandung dalam materi tersebut.
b. Teknik Lecturing
Teknik lecturing, dilalukan guru gengan bercerita dan mengangkat apa yang menjadi topik
bahasannya. Langkah-langkahnya antara lain:
1) Memilih satu masalah / kasus / kejadian yang diambil dari buku atau yang dibuat guru.
Dalam teknik menarik dan memberi percontohan (example of axamplary behavior), guru
membarikan dan meminta contoh-contoh baik dari diri peserta didik ataupun kehidupan
masyarakat luas, kemudian dianalisis, dinilai dan didiskusikan.
Teknik indoktrinasi dan pembakuan kebiasan, dalam teknik ini peserta didik dituntut untuk
menerima atau melakukan sesuatu yang oleh guru dinyatakan baik, harus, dilarang, dan
sebagainya.
e. Teknik tanya-jawab
Teknik menila suatu bahan tulisan, baik dari buku atau khusus dibuat guru. Dalam hal ini
peserta didik diminta memberikan tanda-tanda penilaiannya dengan kode (misal: baik - buruk,
benar – tidak-benar, adil – tidak-adil dll). Cara ini dapat dibalik, siswa membuat tulisan
sedangkan guru membuat catatan kode penilaiannya. Selanjutnya hasil kerja itu dibahas
bersama atau kelompok untuk memberikan tanggapan terhadap penilaian.
g. Teknik mengungkapkan nilai melalui permainan (games). Dalam pilihan ini guru dapat
menggunakan model yang sudah ada maupun ciptaan sendiri.
Keterampilan menggunakan dan menafsirkan peta dan globe merupakan salah satu tujuan
penting dalam pembelajaran Pengetahuan Sosial. Keterampilan menginterpretasi peta maupun
globe perlu dilakukan peserta didik secara fungsional. Peta dan globe memberikan manfaat, yaitu: a)
siswa dapat memperoleh gambaran mengenai bentuk, besar, batas-batas suatu daerah; b)
memperoleh pengertian yang lebih jelas mengenai istilah-istilah geografi seperti: pulau, selat,
semnanjung, samudera, benua dan sebagainya; c) memahami peta dan globe, diperlukan beberapa
syarat yaitu : (a) arah, siswa mengerti tentang cara menentukan tempat di bumi seperti arah mata
angin, meridian, paralel, belahan timur dan barat; (b) skala, merupakan model atau gambar yang
lebih kecil dari keadaan yang sebenarnya; (c) lambang-lambang, merupakan simbo-simbol yang
mudah dibaca tanpa ada keterangan lain; (d) warna, menggunakan berbagai warna untuk
menyatakan hal-hal tertentu misalnya: laut, beda tinggi daratan, daerah, negara tertentu dsb.
Pendekatan ITM (Ilmu, Teknologi, dan Masyarakat) atau juga disebut STS (Science-
Technology-Society) muncul menjadi sebuah pilihan jawaban atas kritik terhadap pengajaran
Ilmu Pengetahuan Sosial yang bersifat tradisional (texbook), yakni berkisar masih pada
pengajaran tentang fakta-fakta dan teori-teori tanpa menghubungkannya dengan dunia nyata
yang integral. ITM dikembangkan kemudian sebagai sebuah pendekatan guna mencapai tujuan
pembelajaran yang berkaitan langsung dengan lingkungan nyata dengan cara melibatkan peran
aktif peserta didik dalam mencari informasi untuk meemcahkan masalah yang ditemukan dalam
kehidupan kesehariannya. Pendekatan ITM menekankan pad aktivitas peserta didik melalui
penggunaan keterampilanproses dan mendorong berpikir tingkat tinggi, seperti; melakukan
kegiatan pengumpulan data, menganalisis data, melakukan survey observasi, wawancara
dengan masyarakat bahkan kegiatan di laboratorium dsb. Oleh karena itu, permasalahan
tentang kemasyarakatan sebagaimana adanya tidak terlepas dari perkembangan ilmu dan
teknologi, dapat dijawab melalui inkuiri. Dalam kegiatan pembelajaran tersebut peserta didik
menjadi lebih aktif dalam menggali permasalahan berdasarkan pada pengalaman sendiri hingga
mampu melahirkan kerangka pemecahan masalah dan tindakan yang dapat dilakukan secara
nyata. Karena itu, pendekatan ITM dipandang dapat memberi kontribusi langsung terhadap misi
pokok pembelajaran pengetahuan sosial, khusus dalam mempersiapkan warga negara agar
memiliki kemampuan: a) memahami ilmu pengetahuan di masyarakat, b) mengambil keputusan
sebagai warga negara, c) membuat hubungan antar pengetahuan, dan d) mengingat sejarah
perjuangan dan peradaban luhur bangsanya.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan pembelajaran pendekatan ITM
antara lain:
1. Menekankan pada paham kontruktivisme, bahwa setiap individu peserta didik, telah memiliki
sejumlah pengetahuan dari pengalamannya sendiri dalam kehidupan faktual di lingkungan
keluarga dan masyarakat.
2. Peserta didik dituntut untuk belajar dalam memecahkan permasalahan dan dapat
menggunakan sumber-sumber setempat (nara sumber dan bahan-bahan lainnya) untuk
memperoleh informasi yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah.
3. Pola pembelajaran bersifat kooperatif (kerja sama) dalam setiap kegiatan pembelajaran serta
menekankan pada keterampilan proses dalam rangka melatih peserta didik berfikir tingkat
tinggi.
4. Peserta didik menggali konsep-konsep melalui proses pembelajaran yang ditempuh dengan
cara pengamatan (observasi) terhadap objek-objek yang dipelajarinya.
5. Masalah-masalah aktual sebagai objek kajian, dibahas bersama guru dan peserta didik guna
menghindari terjadi kesalahan konsep.
7. Tema pengorganisasian pokok dari sejumlah unit ITM adalah isu dan masalah sosial yang
berkaitan dengan ilmu pengetahuan.
Dari data yang telah terkumpul berdasarkan hasil pengamatan, diharapkan peserta didik
mampu memberikan solusi sebagai alternatif jawaban tentang persoalan lingkungan.
Peserta didik didorong untuk menyampaikan gagasan, menyimpulkan, memberikan
argumen dengan tepat, membuat model, membuat poster yang berkenaan dengan pesan
lingkungan, membuat puisi, menggambar, membuat karangan, serta membuat karya seni
lainnya.
Berikutnya guru dan peserta didik melakukan diskusi kelas dan penjelasan konsep
melalui tahapan sebagai berikut:
Guru bersama peserta didik menyimpulkan konsep baru yang diperoleh kemudian mereka
diminta melihat kembali jawaban yang telah disampaikan sebelum kegiatan eksplorasi.
Guru membimbing peserta didik merkonstruksi kembali pengetahuan langsung dari objek
yang dipelajari tentang alam lingkungannya.
Guru bertanya pada peserta didik tentang hal-hal yang diliahat dalam kehidupan
sehari-hari yang merupakan aplikasi konsep baru yang telah ditemukan.
Guru dan peserta didik mendiskusikan sikap dan kepedulian yang dapat mereka
tumbuhkan dalam kehidupan sehari-hari berkaitan dengan konsep baru yang telah
ditemukan.
Pada tahapan evaluasi, guru memperlihatkan gambar suasana lingkungan yang berbeda
yaitu lingkungan yang terpelihara dan yang tidak terpelihara. Kemudian menggunakan
pertanyaan pancingan pada peserta didik sehingga mampu memberikan penilaian sendiri
tentang keadaan kedua lingkungan tersebut.
Kegiatan penutup merupakan kegiatan penyimpulan yang dilakukan guru dan peserta
didik dari seluruh rangkaian pembelajaran. Sebagai bagian penutup, guru menyampaikan
pesan moral.
Role Playing adalah salah satu model pembelajaran yang perlu menjadi pengalaman belajar
peserta didik, terutama dalam konteks pembelajaran Pengetahuan Sosial dan Kewarganegaraan
didalamnya. Sebagai langkah teknis, role playing sendiri tidak jarang menjadi pelengkap kegiatan
pembelajaran yang dikembangkan dengan stressing model pendekatan lainnya, seperti inkuiri,
ITM, Portofolio, dan lainnya. Secara komprehensif makna penggunaan role playing dikemukakan
George Shaftel (Djahiri, 1978: 109) antara lain:
1) untuk menghayati sesuatu/hal/kejadian sebenarnya dalam realitas kehidupan; 2) agar
memahami apa yang menjadi sebab dari sesuatu serta bagaimana akibatnya; 3) untuk
mempertajam indera dan perasaan siswa terhadap sesuatu; 4) sebagai penyaluran/pelepasan
tensi (kelebihan energi psykhis) dan perasaan-perasaan; 5) sebagai alat diagnosa keadaan; 6) ke
arah pembentukan konsep secara mandiri; 7) menggali peran-peran dari pada dalam suatu
kehidupan/kejadian/keadaan; 8) menggali dan meneliti nilai-nilai (norma) dan peranan budaya
dalam kehidupan; 9) membantu siswa dalam mengklarifikasikan (memperinci) pola berpikir,
berbuat dan keterampilannya dalam membuat/ mengambil keputusan menurut caranya sendiri;
10) membina siswa dalam kemampuan memecahakan masalah.
6) Model Portofolio
Sapriya (Winataputra, 2002: 1.16) menegaskan bahwa: “portofolio merupakan karya terpilih
kelas/siswa secara keseluruhan yang bekerja secara kooperatif membuat kebijakan publik untuk
membahas pemecahan terhadap suatu masalah kemasyarakatan”. Makna pembelajaran
berbasis portofolio dalam pembelajaran Pengetahuan Sosial adalah memperkenalkan kepada
peserta didik dan membelajarkan mereka “pada metode dan langkah-langkah yang digunakan
dalam proses politik” kewarganegaraan/kemasyarakatan.
Secara teknis pendekatan portofolio dimulai dengan membagi peserta didik dalam kelas ke
dalam beberapa kelompok, lajimnya dilakukan menjadi 4 atau sesuai menurut keadaan dan
keperluannya. Berdasarkan urutannya, setiap kelompok membidangi tugas dan
tanggungjawab masing-masing, antara lain:
(2) Kelompok portofolio-dua; Menilai kebijakan alternatif yang diusulkan untuk memecahkan
masalah, dalam tugasnya kelompok ini bertanggung jawab untuk menjelaskan kebijakan
saat ini dan atau kebijakan yang dirancang untuk memecahkan masalah.
(3) Kelompok portofolio-tiga; Membuat satu kebijakan publik yang didukung oleh kelas, dalam
tugasnya kelompok ini bertanggung jawab untuk membuat satu kebijakan publik tertentu
yang disepakati untuk didukung oleh mayoritas kelas serta memberikan pembenaran
terhadap kebijakan tersebut.
(4) Kelompok portofolio-empat; Membuat satu rencana tindakan agar pemerintah (setempat)
dalam masyarakat mau menerima kebijakan kelas. Dalam tugasnya kelompok ini
bertanggung jawab untuk membuat suatu rencana tindakan yang menujukkan bagaimana
warganegara dapat mempengaruhi pemerintah (setempat) untuk menerima kebijakan yang
didukung oleh kelas.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Pendidikan IPS adalah disiplin ilmu-ilmu sosial ataupun integrasi dari berbagai cabang ilmu sosial
seperti: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, dan antropologi yang mempelajari masalah-masalah
sosial.
Dalam proses pendidikan IPS di SD, pembelajarannya kurang memperhatikan karakteristik anak usia
sekolah dasar, yakni terkait dengan perkembangan psikologis siswa. Anak dalam kelompok usia SD (6-12
tahun) berada dalam perkembangan kemampuan intelektual/kognitifnya pada tingkatan konkrit
operasional. Padahal bahan materi IPS penuh dengan pesan-pesan yang bersifat abstrak. Konsep-konsep
seperti waktu, perubahan, lingkungan, ritual, akulturasi, demokrasi, nilai, peranan merupakan konsep-
konsep abstrak yang dalam program studi IPS harus dibelajarkan kepada siswa SD.
Jika hal ini dibiarkan terus, maka pembelajaran IPS dapat menjadi pelajaran yang membosankan
bagi siswa. Untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukanlah model pembelajaran yang sesuai
untuk materi IPS di SD dan memperhatikan karakteristik anak usia SD.
Adapun model pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah pendidikan IPS di SD
adalah :
a. Model Inkuiri
f. Model Portofolio
2. Saran
Dalam mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di
masyarakat, kita harus memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang
terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya
sendiri maupun yang menimpa masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut, program-program
pelajaran IPS di sekolah haruslah diorganisasikan secara baik.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Lamri Ichas Hamid dan Tuti Istianti Ichas. 2006. Pengembangan Pendidikan Nilai dalam
Pembelajaran Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional
http://educare.e-fkipunla.net/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=10
http://massofa.wordpress.com/2008/02/27/pendekatan-konsep-ilmu-teknologi-dan-masyarakat-
dalam-pembelajaran-ips-di-sd/
http://pardi74.multiply.com/video/item/1
http://pips-sd.blogspot.com/2008_09_01_archive.html
http://re-searchengines.com/0805arief7.html
http://www.puskur.net/produkpuskur/form/upload/52_Kajian%20Kebijakan%20Kurikulum
%20IPS.pdf
Oleh:
Savitri Purbaningsih
savitripurbaningsih@yahoo.com
ABSTRAK
Berpikir kritis sangat penting dikembangkan dan dimiliki oleh setiap peserta didik, agar peserta
didik mampu menghadapi setiap permasalahan didalam hidupnya. Namun, berdasarkan data
yang didapatkan oleh peneliti pada pra-penelitian bahwa peserta didik di kelas VIII-E SMP
Negeri 44 Bandung memiliki kemampuan berpikir kritis yang sangat kurang. Hal tersebut dapat
terlihat pada aktivitas peserta didik yang sangat pasif didalam pembelajaran IPS ketika
berlangsung. Berdasarkan dari landasan permasalahan tersebut, peneliti berinisiatif untuk
melakukan penelitian tindakan kelas sesuai dengan judul yang tertera diatas. Adapun metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Penelitian Tindakan Kelas dengan
pendekatan kualitatif dan pendekatan kuantitatif. Dalam pelaksanaan penelitian ini dilakukan
sebanyak 3 kali siklus, setiap siklusnya terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi dan
refleksi. Penelitian ini dilakukan terhadap peserta didik kelas VIII-E SMP Negeri 44 Bandung,
tahun ajaran 2012/2013 sebanyak 40 orang peserta didik. Dalam pengumpulan data yang
dilakukan peneliti dalam penelitian ini yaitu (1) observasi untuk mengamati aktivitas peserta
didik dalam pembelajaran; (2) wawancara untuk mendapatkan data mengenai pendapat peserta
didik dan pendidik mengenai penerapan metode diskusi kelompok dalam pembelajaran IPS; (3)
tugas kelompok (LKS) untuk mengetahui sejauh mana keterampilan berpikir kritis yang telah
dimiliki peserta didik dalam pembelajaran IPS; dan (4) dokumentasi untuk mendapatkan data
mengenai suasana kelas secara mendetail tentang aktivitas-aktivitas yang terjadi didalam kelas.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan keterampilan berpikir kritis peserta didik
dalam pembelajaran IPS. Pada tindakan II terlihat bahwa mayoritas indikator berpikir kritis yang
diperoleh oleh peserta didik adalah B (baik), lebih baik dibandingkan pada tindakan I yang
mayoritas indikator berpikir kritis yang diperoleh peserta didik C (cukup baik). Selanjutnya pada
tindakan III sebagian besar perolehan tingkatan kemampuan berpikir kritis peserta didik yang
diperoleh adalah B (baik), dibandingkan pada tindakan II. Berdasarkan hasil penelitian yang
telah dilakukan oleh peneliti tersebut, dapat disimpulkan bahwa penerapan metode diskusi
kelompok dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis dalam pembelajaran IPS.
Penelitian ini dilatarbelakangi dari hasil observasi awal yang dilakukan oleh peneliti di kelas
VIII-E SMP Negeri 44 Bandung, tentang pembelajaran IPS teridentifikasi beberapa masalah
sebagai berikut: (1) pembelajaran IPS di kelas masih memiliki kecenderungan pendidik yang
aktif di dalam kelas (teacher center). Kesan pendidik yang menguasai kelas sangatlah menonjol,
peserta didik hanya menerima informasi dari pendidik saja, sehingga kurang mengarah kepada
pengembangan peserta didik untuk berpikir kritis; (2) Buku paket dan pendidik seringkali
dijadikan sebagai satu-satunya sumber belajar, dampaknya mereka akan terbelenggu oleh satu
buku itu saja yang selalu dianggap kebenaran mutlak; (3) peserta didik tidak memiliki
keberanian dalam mengemukakan pendapat, berekspresi, berfikir kreatif, berpikir kritis dan ilmu
yang mereka dapat akan cepat dilupakan serta dianggap kurang bermakna; (4) sejumlah peserta
didik mengganggap bahwa mata pelajaran IPS itu merupakan mata pelajaran yang monoton,
tidak menantang, dan kurang sesuai dengan kebutuhan hidup peserta didik. Padahal, IPS harus
mempersiapkan peserta didik dalam berpartisipasi secara efektif di lingkungan kelas, sekolah,
masyarakat, negara dan dunia (Effendi dalam Soemantri, 2010: 34).
Dengan adanya kondisi dimana peserta didik tidak memiliki keberanian dalam mengemukakan
pendapat, berargumen, dan berekpresi, yang mengindikasikan bahwa peserta didik kurang
memiliki kemampuan dalam berpikir kritis dalam pembelajaran IPS. Padahal, IPS memiliki
tujuan yang tercantum pada PERMENDIKNAS no 22, 23, dan 24 tahun 2006 (Sapriya, 2007),
“… memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis, dan kritis, rasa ingin tahu, inquiry,
memecahkan masalah dan keterampilan dalam kehidupan sosial…”. Berpikir kritis adalah
menjelaskan apa yang dipikirkan (Fisher, 2008:65). Dengan berpikir kritis peserta didik dapat
mengembangkan keterampilan interpretasi, analisis, evaluasi, inferensi, penjelasan, dan regulasi
diri.
Berpikir kritis sangat penting dikembangkan dan dimiliki oleh setiap peserta didik agar peserta
didik ini dapat memikirkan strategi-strategi yang tepat dalam memecahkan suatu masalah. Sebab
pada abad ke-21 ini, permasalahan-permasalahan di masyarakat semakin runyam sehingga
menuntut warga negaranya bisa lebih memikirkan apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak
harus dilakukan dengan bijak. Selain itu, menurut Santrock dalam Desmita (2010:158),
perubahan kognitif yang memungkinkan terjadinya peningkatan pemikiran kritis pada peserta
didik apabila dilatih sejak dini, yaitu: (1) Meningkatkan kecepatan, otomatisasi dan kapasitas
pemrosesan informasi, yang membebaskan sumber-sumber kognitif untuk dimanfaatkan bagi
tujuan lain; (2) Bertambah luasnya isi pengetahuan tentang berbagai bidang; (3) Meningkatkan
kemampuan membangun kombinasi-kombinasi baru dari pengetahuan; (4) Semakin panjangnya
rentang dan spontannya penggunaan strategi atau prosedur untuk menerapkan atau memperoleh
pengetahuan, seperti perencanaan, mempertimbangkan berbagai pilihan, dan pemantauan
kognitif
Terkait dengan rendahnya kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam pembelajaran IPS,
maka perlu adanya pemilihan metode yang tepat untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis
peserta didik, agar tidak hanya terpaku kepada pendidik atau pun buku pelajaran. Salah satu jenis
metode pembelajaran itu adalah metode diskusi. Menurut Arends (2008:75), diskusi adalah
situasi pendidik dan peserta didik atau peserta didik dan peserta didik lainnya bercakap-cakap
dan berbagi ide dan pendapat. Hal ini sejalan dengan Sunaryo dalam Trianto (2010:122), diskusi
adalah suatu percakapan ilmiah oleh beberapa orang yang tergabung dalam satu kelompok, untuk
saling bertukar pendapat tentang suatu masalah atau bersama-sama mencari pemecahan,
mendapatkan jawaban dan kebenaran atas suatu masalah. Dengan demikian diskusi merupakan
suatu metode pembelajaran yang di dalamnya terdapat percakapan antara pendidik dengan
peserta didik, dan peserta didik dengan peserta didik yang lainnya untuk mendapatkan
pemecahan masalah yang benar.
Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan diatas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini yaitu (1) Bagaimana pendidik mendesain rancangan metode diskusi kelompok
untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam pembelajaran IPS?; (2)
Bagaimana pelaksanaan penerapan metode diskusi kelompok untuk meningkatkan kemampuan
berpikir kritis peserta didik dalam pembelajaran IPS?; (3) Apakah metode diskusi kelompok
dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam pembelajaran IPS?; (4)
Bagaimana kendala-kendala yang dihadapi dalam penerapan metode diskusi kelompok pada
pembelajaran IPS?
Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu (1) Untuk menganalisis rancangan pembelajaran metode
diskusi kelompok dalam meningkatkan berpikir kritis peserta didik dalam pembelajaran IPS; (2)
Untuk menganalisis penyusunan tahapan-tahapan metode diskusi kelompok untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam pembelajaran IPS; (3) Untuk
menganalisis apakah metode diskusi kelompok dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis
peserta didik dalam pembelajaran IPS; (4) Untuk menganalisis kendala-kendala yang dihadapi
dalam penerapan metode diskusi kelompok pada pembelajaran IPS.
Menurut Arends (2008: 75), diskusi adalah situasi pendidik dan peserta didik atau peserta didik
dan peserta didik lainnya bercakap-cakap dan berbagi ide dan pendapat. Samani (2012:150),
mengungkapkan bahwa diskusi adalah pertukaran pikiran (sharing of opinion) antara dua orang
atau lebih yang bertujuan memperoleh kesamaan pandang tentang sesuatu masalah yang
dirasakan bersama. Dengan demikian diskusi merupakan suatu metode pembelajaran yang di
dalamnya terdapat percakapan antara individu dengan individu lainnya yang terbentuk ke dalam
suatu wadah atau kelompok yang dihadapkan oleh suatu permasalahan sehingga mereka dapat
bertukar pikiran untuk mendapatkan pemecahan masalah yang benar melalui kesepakatan
bersama.
“Diskusi ialah percakapan ilmiah yang responsif berisikan pertukaran pendapat yang dijalin
dengan pertanyaan-pertanyaan problematis pemunculan ide-ide dan pengujian ide-ide ataupun
pendapat dilakukan oleh beberapa orang yang tergabung dalam kelompok itu yang diarahkan
untuk memperoleh pemecahan masalahnya dan untuk mencari kebenaran.”
Namun, untuk membatasi pengertian diskusi yang luas ini, maka peneliti memberikan konsep
kelompok dalam pembahasan ini. Kelompok adalah kumpulan orang yang terdiri dari dua atau
tiga orang, bahkan lebih. Menurut Sunjana dalam Sofyanti (2011:19), menyatakan bahwa
kelompok adalah suatu kumpulan orang dalam jumlah terbatas, setiap anggota melakukan
hubungan dan saling membutuhkan serta kegiatan mereka didasarkan pada aturan atau norma-
norma yang ditaati bersama. Jadi, kelompok adalah suatu kumpulan orang yang telah
direncanakan sebelumnya dan dibentuk dengan tujuan tertentu.
Mulyasa (2005:89), menyatakan bahwa diskusi kelompok meruapakan suatu proses teratur dan
melibatkan sekelompok orang dalam berinteraksi tatap muka untuk mengambil kesimpulan dan
memecahkan masalah. Suryosubroto dalam Yuniati (2007:15), bahwa diskusi kelompok adalah
suatu percakapan oleh beberapa orang yang tergabung dalam suatu kelompok atau saling tukar
pendapat tentang sesuatu masalah atau bersama-sama mencari pemecahan mendapatkan jawaban
dan kebenaran atas suatu masalah. Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa metode
diskusi kelompok adalah suatu cara yang diterapkan oleh pendidik untuk mengajar di kelas
dengan cara pendidik memberikan suatu permasalahan dan peserta didik mencari pemecahannya
secara bersama-sama dalam sebuah kelompok. Dalam kegiatan tersebut maka, peserta didik di
tuntut untuk berpikir kritis dalam memecahkan permasalahn yang ada.
1. 2. Berpikir Kritis
Pada dasarnya, setiap manusia memiliki potensi dalam berpikir sehingga, manusia sering disebut
dengan makhluk berpikir. Hal ini dikarenakan hanya manusia-lah yang dikaruniai akal dan
pikiran. Dengan akal inilah manusia mampu untuk berpikir dan mampu membedakan mana yang
baik dan mana yang tidak, mana yang benar dan mana yang salah. Bahkan tidak hanya sebatas
itu saja, manusia mampu menelusuri kenapa itu baik dan kenapa itu buruk, kenapa itu benar atau
kenapa itu salah.
Dalam penelitian ini akan dibahas tentang kemampuan peserta didik dalam berpikir kritis.
Berpikir kritis adalah salah satu proses berpikir tingkat tinggi. Dalam proses pembelajaran,
berpikir kritis ini sangat penting, karena dengan keterampilan berpikir kritis ini diharapkan
peserta didik akan mampu menganalisis terhadap berbagai persoalan yang menyangkut materi
pelajaran, memberikan argumentasi, memunculkan wawasan dan mampu memberikan
interpretasi. Pengembangan berpikir kritis perlu dikembangkan dalam semua mata pelajaran
termasuk dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Hal ini diperjelas oleh Herman
(1977), Shaver Davis and Helburn (1977), Fancett an hawke (1982), Goodlod (1983). Mereka
berpendapat bahwa “…. Critical thinking is gaining renewed attention and endorsement while
typical patterns of social studies classroom practice appear less than conductive to critical
thought” (Al Muchtar, 2007:278).
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa berpikir kritis adalah
keterampilan seseorang dalam merefleksikan permasalahan secara mendalam, mempertahankan
pikiran agar tetap terbuka bagi berbagai pendekatan dan perspektif yang berbeda, tidak
mempercayai begitu saja informasi-informasi yang datang dari berbagai sumber (lisan ataupun
tulisan), sehingga dapat mengambil keputusan secara cermat. Adapun indikator berpikir kritis
adalah memberikan penjelasan sederhana, membangun keterampilan dasar, menyimpulkan,
memberi penjelasan lanjut, dan mengatur strategi dan teknik.
METODE PENELITIAN
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dan pendekatan kuantitatif.
Penelitian kualitatif dilakukan dalam situasi yang wajar atau apa adanya (natural setting) dan
data yang dikumpulkan umumnya bersifat kualitatif. Dalam metode kualitatif, memahami dan
menafsirkan makna dalam suatu peristiwa interaksi tingkah laku manusia dalam situasi tertentu
menurut perspektif penelitian sendiri.
Adapun pengertian kuantitatif adalah sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat
positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data
menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik (Sugiyono, 2012; 7).
Bentuk penelitian yang dilaksanakan adalah suatu kajian reflektif, dalam mengatasi masalah
pembelajaran berupa rendahnya keterampilan berpikir kritis peserta didik dalam pembelajaran
IPS, maka teknik penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan
Kelas atau Classroom Action Research. Penelitian tindakan kelas (PTK) merupakan penelitian
tindakan (action research) yang dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas
pembelajaran sesuai dengan permasalahan yang ada. Dalam hal ini pengertian kelas tidak
terbatas pada empat dinding kelas atau ruang kelas, tetapi lebih pada adanya aktivitas belajar dua
orang atau lebih peserta didik (H.E. Mulyasa: 2010).
Adapun pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1) observasi untuk
mengamati aktivitas peserta didik dalam pembelajaran; (2) wawancara untuk mendapatkan data
mengenai pendapat peserta didik dan pendidik mengenai penerapan metode diskusi kelompok
dalam pembelajaran IPS; (3) tugas kelompok (LKS) untuk mengetahui sejauh mana
keterampilan berpikir kritis yang telah dimiliki peserta didik dalam pembelajaran IPS; dan (4)
dokumentasi untuk mendapatkan data mengenai suasana kelas secara mendetail tentang aktivita-
aktivitas yang terjadi didalam kelas.
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan dari data-data yang telah terkumpul dan dari hasil pengamatan peneliti dari tindakan
I sampai tindakan III bahwa pertama, desain rancangan merupakan hal yang sangat penting
dilakukan oleh seorang pendidik. Hal ini dapat terlihat ketika tindakan I berlangsung, pendidik
mengalami banyak kekurangan yang disebabkan oleh perencanaan yang dibuat oleh peneliti
kurang dipersiapkan dengan maksimal, sehingga tujuan yang diharapkan tidak dapat tercapai
dengan baik. Akan tetapi pada tindakan II dan tindakan III desain pelaksanaan diskusi kelompok
yang dilakukan oleh pendidik sudah membaik. Hal tersebut dapat terlihat pada LKS (media)
yang dipersiapkan oleh pendidik sudah membaik dan peserta didik pun dapat mengerjakan LKS
tersebut dengan baik.
Pada pelaksanaan diskusi kelompok didalam kelas, pendidik lebih memperhatikan aktivitas
peserta didik dalam berdiskusi kelompok yang menunjukkan kemampuan berpikir kritis didalam
pembelajaran IPS, peneliti menganalisis seluruh kegiatan peserta didik dari tindakan I sampai
tindakan III.
Pada tindakan I terlihat bahwa peserta didik belum mencapai hasil yang baik dalam kemampuan
berpikir kritis yang mereka miliki. Hal ini terlihat dari peserta didik yang memberikan penjelasan
sederhana masih pada posisi D (kurang baik), membangun keterampilan dasar pada posisi C
(cukup baik), menyimpulkan pada posisi C (cukup baik), memberi penjelasan lanjut pada posisi
C (cukup baik), dan mengatur strategi dak teknik pada posisi B (baik). Perolehan data tersebut
disebabkan oleh peserta didik yang masih belum terbiasa dengan metode yang diterapkan oleh
pendidik.
Selanjutnya pada tindakan II terlihat peningkatan kemampuan berpikir kritis peserta didik. Hal
ini terlihat dari peserta didik yang memberikan penjelasan sederhana masih pada posisi B (baik),
membangun keterampilan dasar pada posisi C (cukup baik), menyimpulkan pada posisi B (baik),
memberi penjelasan lanjut pada posisi B (baik), dan mengatur strategi dak teknik pada posisi B
(baik). Perolehan data tersebut mengambarkan bahwa kemampuan berpikir kritis peserta didik
mengalami peningkatan, namun peningkatan ini belum mencapai hasil yang maksimal. Dengan
demikian, peneliti melakukan tindakan selanjutnya.
Pada tindakan III terlihat peningkatan yang tipis pada kemampuan berpikir kritis peserta didik.
Hal ini terlihat dari peserta didik yang memberikan penjelasan sederhana pada posisi B (baik),
membangun keterampilan dasar pada posisi B (baik), menyimpulkan pada posisi B (baik),
memberi penjelasan lanjut pada posisi B (baik), dan mengatur strategi dak teknik pada posisi B
(baik). Berdasarkan perolehan data pada tindakan III ini memperlihatkan bahwa data sudah
mulai jenuh, peningkatan yang terjadi hanya pada satu indikator saja, sehingga kegiatan tindakan
penerapan metode diskusi kelompok diakhiri.
Setiap tindakan yang dilakukan oleh peneliti tidak berjalan dengan mulus, ada beberapa kendala-
kendala selama dilakukannya penerapan metode diskusi kelompok didalam kelas. Kendala-
kendala tersebut ditimbulkan baik dari pendidik maupun dari peserta didik. Dimana keduanya
belum terbiasa dengan pelaksanaan penerapan metode diskusi kelompok ini. Namun, pada setiap
tindakan kendala-kendala tersebut mampu ditangani oleh pendidik dengan baik, hal tesebut
disebabkan oleh sudah terbiasanya pendidik menerapkan metode diskusi kelompok ini sehingga
pendidik telah mampu mengira-gira dan memperhitungkan segala kekurangan dan kelebihan dari
metode diskusi kelompok ini.
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian tindakan kelas yang telah dilakukan peneliti dengan judul “Penerapan
Metode Diskusi Kelompok untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis” menghasilkan data
sebagai berikut.
Pertama, dalam suatu pembelajaran sangat penting dilakukan perencanaan mengenai mendesain
rancangan metode diskusi kelompok agar tujuan utama penelitian ini dapat dicapai dengan baik.
Perencanaan tersebut dapat melalui langkah-langkah, yaitu: (1) membuat silabus pembelajaran;
(2) membuat RPP sesuai dengan SK-KD yang ada; (3) mempersiapkan media pembelajaran
termasuk LKS yang sesuai dengan SK-KD; serta (4) merencanakan langkah-langkah pada
pelaksanaan pembelajaran.
Kedua, tahapan pelaksanaan metode diskusi kelompok dalam pembelajaran IPS pada penelitian
ini merupakan implementasi dari desain rancangan pembelajaran yang telah dibuat. Sama halnya
dengan mendesain rancangan, dalam pelaksanaan metode diskusi kelompok pun harus memiliki
pengalaman dalam melaksanakannya. Sebab apabila tidak memiliki pengalaman maka,
pelaksanaan didalam kelas akan berjalan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Dalam
pelaksanaan metode diskusi kelompok harus selalu ada kegiatan yaitu: (1) kegiatan awal; (2)
kegiatan inti. (3) kegiatan penutup. Kegiatan tersebut harus berjalan secara sistematis dan terarah
agar tujuan dari pembelajaran itu dapat tercapai sesuai dengan keinginan.
Ketiga, berdasarkan hasil penelitian ini peningkatan kemampuan berpikir kritis peserta didik
dalam pembelajaran IPS setelah diterapkannya metode diskusi kelompok dapat meningkat secara
signifikan. Hal tersebut dapat terlihat pada saat peneliti melakukan observasi pada saat tindakan
berlangsung, Setiap indikator-indikator berpikir ktitis yang telah ditetapkan dalam penelitian ini
mengalami peningkatan pada setiap tindakan penelitian ini. Selain itu, perolehan skor kegiatan
diskusi dan skor LKS pada setiap kelompok pun mengalami peningkatan pada setiap tindakan
yang dilakukan peneliti. berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada pendidik
dan peserta didik pun merasakan hal yang sama, dimana peserta didik merasakan bahwa mereka
dapat memahami materi pembelajaran dengan baik setelah diterapkan metode diskusi kelompok,
selain itu mereka pun merasa lebih berani dalam mengungkapkan pendapatnya.
Keempat, peningkatan kemampuan berpikir kritis peserta didik setelah diterapkannya diskusi
kelompok tidak berjalan dengan mulus, peneliti seringkali menghadapi kendala-kendala dalam
perlaksanaannya. Kendala-kendala tersebut muncul pada setiap tindakan berlangsung. Kendala-
kendala yang timbul bukan hanya dialami oleh pendidik, namun dialami oleh peserta didik juga.
Kendala utama yang dihadapi pendidik adalah pembagian waktu selama pelaksanaan
pembelajaranberlangsung kurang diperhatikan, sehingga pelaksanaan pembelajaran tidak
berjalan sesuai dengan seharusnya. Dan kendala yang dialami oleh peserta didik adalah motivasi
belajar peserta didik yang sangat kurang, sehingga dalam proses pelaksanaan diskusi
berlangsung banyak peserta didik yang hanya mengobrol. Dalam menghadapi permasalahan ini
pendidik menerapkan sistem reward dan hukuman. Sistem itu mampu memotivasi peserta didik
untuk belajar dengan baik.
DAFTAR PUTAKA
Al Muchtar. (2007). Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung: PT Imperial Bhakti Utama.
Arends, R. (2008). Learning To Teach: Belajar Untuk Mengajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Costa, A. (1985). Developing Minds: A Resours Bool for Teaching Thinking. Alexandria: ASCD.
Desmita.(2010). Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Rosdakarya.
Samani, M. (2007). Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sapriya, et al. (2007). Konsep Dasar IPS. Bandung: Labotarium Pendidikan Kewarganegaraan.
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Yuniati, L. (2007). Efektivitas penggunaan metode diskusi terhadap peningkatan hasil belajar
siswa dalam pembelajaran Sejarah (Penelitian Tindakan Kelas di kelas VIII-E SMP Kartika
Siliwangi II Bandung Tahun Ajaran 2006-2007). Skripsi pada Jurusan Pendidikan Sejarah UPI
Bandung: Tidak Diterbitkan.
http://pips.upi.edu/artikel-6-penerapan-metode-diskusi-kelompok.html 1:54pm
DI SEKOLAH DASAR
Rasional
Pencapaian pembelajaran yang optimal adalah sesuai dengan tujuan pendidikan. Pendidik harus
mampu menyusun program pengajaran dengan baik. Dalam penyusunan Program Pengajaran
yang baik, pendidik harus memahami dan menguasai beberapa komponen yang ada, diantaranya
adalah metode, media dan sumber pembelajaran. Dengan menguasai seperangkat komponen
tersebut, perencanaan program pengajaran yang direncanakan akan menjadi sempurna dan proses
pembelajaran akan berjalan dengan terarah, teratur dan sistematis.
Tujuan Pembelajaran
Dengan mempelajari metode, media dan sumber pembelajaran mahasiswa diharapkan dapat :
1.
1. Segi Siswa yang patut diperhitungkan pada saat perencanaan pengajaran adalah
2. Mendorong minat belajar, motivasi, mempelajari program tersebut serta rasa penasaran
untuk belajar lebih lanjut.
b. Siswa dapat menggunakan cara-cara (style) belajar menurut keadaan dan kemampuan serta
kebiasaannya.
c. Agar siswa tidak merasakan adanya suasana paksaan, tekanan atau ketakutan
1. Segi Guru yang patut diperhatikan pada saat menyusun program antara lain :
1. Rencana untuk memberikan dorongan belajar dan partisipasi.
1.
1. Pilihan konsep dan bahan pelajaran
c. Pilihan kegiatan
3. Kegiatan itu mambina siswa untuk terlibat dalam realita (kehidupan atau objek studi
normal (riil)
4. Kegiatan itu mengenai pencapaian keberhasilan belajar siswa yang kemampuan dan
tingkat kemajuannya berlainan
5. Melibatkan siswa dalam penerapan sesuatu yang sudah dikuasai, baik kemampuannya
maupun prosesnya.
Mengajar ialah suatu sistem kegiatan yang secara sengaja berkehendak mengubah perilaku
seseorang. Mengajar merupakan kegiatan yang dipolakan dan ditampilkan dengan tujuan untuk
mengembangkan perilaku yang berharga bagi anak-anak didik sehingga bermanfaat bagi
hidupnya.
Belajar merupakan niat siswa untuk mengubah perilakunya menjadi perilaku yang berharga atau
bermanfaat (Stones dan Morris, 1972) untuk dapat belajar diperlukan suatu kekuatan psikologis
atau motivasi.
Beberapa aspek kekuatan psikologis :
a. Gairah merupakan aspek efektif yang ditumbuhkan oleh situasi, dimanfaatkan oleh guru
untuk membawa siswa pada kegiatan belajar.
b. Contoh atau model, dapat merupakan contoh perilaku sendiri yang akan ditiru siswa untuk
dijadikan perilaku sendiri
Dari uraian diatas, jelaslah bahwa kegiatan pendidikan itu dilaksanakan melalui proses belajar-
mengajar. Dalam proses tersebut perlu adanya pihak yang mengajar dan diajar (guru dan siswa).
Maka terjadi suatu interaksi antara guru dan siswa yang dapat diungkapkan melalui suatu model
interaksi guru siswa pada diagram berukut :
1. Proses mengajar dan belajar merupakan suatu sistem di dalam proses pendidikan
3. Proses belajar harus ada relepasinya dengan proses belajar, dengan kata lain kurikulum
harus beroriantasi pada kebutuhan yang diharapkan siswa dan masyarakat.
4. Rasa keterbukaan antara guru dan siswa harus diwujudkan, umpan balik akan timbul dari
adanya rasa keterbukaan tersebut yang akan meningkatkan mutu proses belajar mengajar, hingga
dapat menjadi lebih efisien.
Agar menghasilkan hasil belajar yang baik dan mampu bertahan bertahun-tahun masih diingat
dan dapat dimanfaatkan untuk memecahkan masalah yang dihadapi, guru/pendidik hendaknya
menggunakan upaya pendekatan, metode, dan tehnik di dalam pengembangan program
pengajaran. Dan yang dimaksud dengan kemponen tersebut dapat diartikan sebagai berikut :
- Pendekatan adalah gagasan atau kerangka berfikir dalam memecahkan suatu masalah
j. Sistem evaluasi
a. Tujuan
b. Bahan pengajaran
Pada dasarnya metode mengajar terentang dari bentuk penelitian mandiri dan ceramah.
Sehubungan dengan pemilihan dan penggunaan metode yang ada untuk pengajarkan IPS, maka
perlu lebih dahulu diketahui apa yang menjadi tujuan pengajaran IPS. Edwin Fenton
menyebutkan tiga tujuan pendidikan IPS sebagai berikut :
1. Pemerolehan pengetahuan
Ketiga tujuan ini didasarkan pada taksonomi. Tujuan penididikan menurut Benjamin S. Bloom
dan Kawan-kawan mengenai tujuan pendidikan kognitif (cognitif domain) dan klasifikasi David
R. Krathwohl mengenai tujuan pendidikan afektif (affective domain). Dua tujuan pertama
menurut Fenton termasuk kognitif dan yang terakhir termasuk aspek afektif.
Berkaitan dengan tujuan-tujuan pendidikan IPS di atas, maka guru harus memilih metode yang
dapat digunakan agar tujuan-tujuan pendidikan itu tercapai. Metode-metode tersebut diantaranya
sebagai berikut :
1. Metode ceramah adalah metode yang umum dipakai. Di dalam bentuknya yang klasik guru
memberi ceramah (expository), sedangkan siswa duduk mendengar, mencatat, dan menghapal
2. Metode diskusi, jika metode ceramah belum dinilai cukup efektif, maka setelah guru
selesai berceramah dapat diikuti dengan diskusi antara guru dengan siswa atau antara siswa
dengan siswa lainnya mengenai materi yang dibahas.
3. Metode Tanya Jawab berlangsung dalam interaksi antara guru dan siswa setelah guru
selesai berceramah/membahas materi. Dalam metode tanya jawab terdapat beberapa jenis
pertanyaan yang harus dikenali oleh guru, diantaranya :
f. Pertanyaan terbuka, siswa diminta mencari dan menentukan jawaban yang dapat diterima.
4. Metode Proyek, pegertian proyek di sini ialah semacam penelitian (inkuiri) yang dilakukan
di luar kelas/sekolah yang dilakukan oleh siswa kemudian hasil akhir dibawa dan dibicarakan
bersama di dalam kelas.
6. Metode bermain peran (tole playing). Termasuk simulasi atau sosio drama
7. Metode inkuiri/discovery, termasuk metode yang paling canggih yang menuntut fakta-fakta
dan generalisas-generalisasi.
3. Kreteria Pemilihan dan Penentuan Media dalam Pengajaran IPS
Sebelum membahas tentang kreteria pemilihan media akan diungkapkan secara ringkas tentang
media pada umumnya. Media (tunggalnya medium) merupakan saluran yang dilalui pesan dalam
suatu peristiwa komunikasi. Dalam pembelajaran, media memegang peranan sebagai alat yang
diharapkan dapat mendorong belajar lebih efektif.
Yang tergolong dalam sarana untuk membantu pengajaran biasanya terbagi atas media
komunikasi bahasa dan media komunikasi nan verbal. Yang termasuk kedalam media bahasa
ialah bahasa lisan bahasa tulis, sedangkan yang tergolong kedalam yang non verbal misalnya :
gambar, diagram, dll.
a. Media Pengajaran yang sifatnya umum dan masih pada tingkat tradisional, misalnya :
papan tulis, buku-buku (baik buku teks, buku rujukan maupun majalah).
b. Media yang sifatnya canggih, misalnya : media audio, media visual, ataupun audio-visual.
Masing-masing alat media mempunyai kelebihan dan kekurangannya, akan tetapi secara umum
dapat pula kita menelaah beberapa kriteria yang dapat dijadikan pegangan dalam memilih media
pengajaran. Hendaknya dalam pemilihan media yang dipilih dapat mendorong pencapaian tujuan
pengajaran dan dapat meningkatkan kemampuan berfikir dalam pembelajaran serta dapat
memberikan pengembangan tingkat belajar bermakna untuk masing-masing siswa yang berbeda
daya serapnya. Apabila terdapat media yang baru perlu direnungkan keuntungan dan
kerugiannya. Mungkin media baru lebih unggul akan tetapi harganya lebih mahal, maka kita
perlu mempertimbangkan penggunaan media yang kurang unggul tetapi lebih murah, lebih
mudah dan cocok dengan saran yang telah ada.
Dari uraian di atas dapat dikemukakan kreteria pemilihan media yang baik adalah sebagai
berikut :
- Tidak memilih media hanya karena media tersebut baru, canggih dan atau populer
- Media memungkinkan kita dapat mencapai peristiwa yang langka dan sukar dicapai.
- Media dapat lebih memungkinkan pengamatan
Dalam pembuatan media pembelajaran IPS haruslah memperhatikan kelancaran proses mengajar
supaya anak-anak dapat belajar dengan sebaik-baiknya. Guru sendiri tentulah perlu
mempersiapkan berbagai alat yang dapat dikerjakan. Sekarang ini mungkin sekolah telah mampu
membeli kamera yang cukup baik, sehingga guru dapat merancang seteliti dan secermat mungkin
pembuatan slide atau mungkin penggunaan Overhead Pojektor (OHP) dalam hal ini perlu
penanganan yang baik agar persiapannya menjadi optimal, sehingga pemakaian biaya dapat
seefesien dan sekreatf mungkin sehingga tidak terkesan seolah-olah hanya sebagai pengganti
papan tulis biasa. Setidaknya pengembangan media pembelajaran IPS haruslah disesuaikan
dengan kebutuhan siswa dalam penerimaan pembelajaran yang baik.
http://susilofy.wordpress.com/2010/11/22/metode-media-dan-sumber-pelajaran-ips-di-sekolah-dasar/
1:55pm
http://hamiddarmadi.blogspot.com/2011/04/pembelajaran-ips-melalui-metode-inquiri.html
PEMBELAJARAN IPS MELALUI METODE INQUIRI PADA SISWA SMP NEGERI DI KABUPATEN
BENGKAYANG (Studi Pengembangan Model Pembelajaran IPS Di SMP Negeri Kabupaten
Bengkayang Tahun Pelajaran 2010/2011)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan berkat dan
perkenanNya jualah penelitian kerjasama antara Lembaga Pendidikan Pentaloka Khatulistiwa
Kalimantan Barat dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Bengkayang yang berjudul
“Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Melalui Metode Inquiry Pada SMP Negeri Kabupaten
Bengkayang dengan Studi Pengembangan Model Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Di
SMP Negeri Kabupaten Bengkayang Tahun Pelajaran 2010/2011 dapat dislesaikan”.
Dalam penyelesaian penelitian ini Tim Peneliti banyak mendapat dukungan dari
berbagai pihak, untuk itu seyogyanyalah apabila dalam lembaran ini Tim Peneliti
menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada;
1. Bupati Kepala Daerah Kabupaten Bengkayang yang telah dengan antosias memberi
kesempatan kepada Tim Peneliti untuk mengadakan penelitian di sekolah-sekolah
2. Ketua DPRD dan Staf DPRD Kabupaten Bengkayang yang sangat konsen kepada
dunia pendidikan dan kekonsenannya senantiasa bersedia berkolaborasi bersama Tim
Peneliti untuk mencari dan mengungkap data dan fakta yang melambankan kemajuan
dunia pendidikan
3. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bengkayang yang punya cara tersendiri untuk
memadu kolaborasi dan kerjasama dengan Tim Peneliti guna mencari selah yang tepat
dan akurat untuk mengatasi permasalahan pendidikan yang terjadi saat ini.
4. Kepala-Kepala Sekolah Menengah Pertama (SMP Negeri) Kabupaten yang yang telah
dengan semangat kerjasama yang tinggi, memberikan informasi dan data yang
diperlukan oleh Tim Peneliti dalam menyelesaikan penelitian ini.
5. Kepada semua pihak yang telah ikut serta mewarnai penelitian ini yang tidak dapat
disebutkan satu persatu.
Semoga amal baik dan kerjasama yang telah terbina tetap terjaga dan Tuhan Yang
Maha Esa senantiasa memberikan limpahan rahmatNya kepada kita semua. Amin Menyadadari
kekurangan dan kelemahan selaku manusia biasa, Tim Peneliti bersemboyan kecil telapak
tangan nyiru kami tadahkan menunggu perbaikan dan saran yang bersifat konstruktif dari semu
pihak demi perbaikan penelitian ini. Akhirnyanyha semoga penelitian ini bermanfaat dalam
membangun dunia pendidikan Indonesia umumnya dan pendidikan di Kabupaten Bengkayang
khususnya.
Bengkayang, 8 Desember 2010
Tim Peneliti,
ABSTRAK
Latar belakang penelitian ini adalah ; Adanya keprihatinan masyarakat terhadap mata
pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di sekolah-sekolah karena pelajaran IPS sering kali
dianggap sebagai suatu bidang studi yang kurang populer dan kurang menarik perhatian di
kalangan siswa karena berbagai faktor antara lain; Faktor cara penyampaian materi Ilmu
Pengetahuan Sosial oleh guru kepada siswa kurang menyentuh pada kebutuhan siswa.
Pengajaran IPS merupakan pengajaran yang kompleks. Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di
sekolah secara umum masih di dominasi dengan metode ceramah. Pemberlakuan RPP IPS
oleh guru belum sepenuhnya mengarah kepada pembelajaran berpikir kritis, melainkan lebih
banyak menekankan pada aspek yang bersifat menghafal. Penggunaan metode pembelajaran
Ilmu Pengetahuan Sosial secara komtemporer klasik 89,66% masih di dominasi oleh metode
ceramah. Dalam proses pembelajaran siswa kurang/tidak diberi kesempatan untuk ber- latihan
memecahkan masalah-masalah sosial. Dalam pembelajaran IPS guru lebih banyak
menekankan pada masalah yang bersifat hafalan, tidak sampai pada asfek mengaktifkan siswa
berpikir kritis dan menganalisa masalah seperti yang diisyaratkan oleh metode inquiry.
Tujuan utama dari penelitian ini adalah: untuk Membantu guru mengatasi kesulitan
dalam mengembangkan dan menguasai metode pembelajaran,yang mampu membentuk anak
berpikir kritis, terutama dalam pembelajaran IPS. Membantu guru dalam mengembangkan
pendekatan inkuiri sosial untuk mencapai ketuntasan belajar siswa dalam pembelajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial pada tingkat SLTP. Melatih serta meningkatkan kemampuan berpikir kritis
siswa melalui pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di SLTP. Prosedur penelitian ini
dengan langkah-langkah: Justifikasi Rencana Pembelajaran: Guru bersama instruktur
melakukan urun rembug atau brainstorming untuk memulai rencana pembelajaran yang telah
dibuat oleh guru untuk diperbaiki sesuai dengan standar minimal.Monitoring Pelaksanaan
Proses Pembelajaran: Guru teman sejawat dan instruktur melakukan monitoring atau
pengamatan di kelas terhadap proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru bidang studi.
Hasil monitoring direfleksikan kepada guru bidang studi lainnya untuk diperbaiki pelaksanaan
pembelajaran di kelas pada siswa yang akan dilaksanakan. Mengidentifikasi Temuan Masalah:
dari hasil kegiatan justifikasi rencana pembelajaran dan monitoring pelaksanaan proses
pembelajaran, ditemukan masalah yang terdapat dalam pembelajaran di kelas. Urun Rembug
Cara-cara Pemecahan Masalah Dan Menentukan Langkah-langkah Tindakan Mengatasinya:
masalah yang telah ditemukan bersama oleh guru sejawat dan dosen, kemudian dianalisis
bersama-sama dengan pendekatan brainstorming untuk dapat ditentukan penyebab timbulnya
masalah. Apabila telah ditemukan penyebab masalah, kemudian penyebab ini didiskusikan pula
cara-cara untuk mengatasi penyebab timbulnya masalah tersebut. Menyusun Rencana
Tindakan: Rencana tindakan disini dimaksudkan sebagai suatu urutan langkah-langkah
tindakan yang dilakukan dalam penelitian ini. Urutannya terdiri dari beberapa siklus tindakan
yang disusun oleh guru bersama tim peneliti yang digunakan sebagai acuan yang dirinci dalam
bentuk skenario tindakan pembelajaran di kelas. Rencana pembelajaran itu sendiri dapat
dimaksudkan sebagai bagian dari skenario tindakan. Namun demikian pelaksanaan
pembelajaran tetap mengacu kepada apa yang telah dituangkan dalam rencana pembelajaran.
Populasi dalam penelitian ini teridi dari dua kelompok yaitu kelompok guru dan siswa.
Guru Ilmu Pengetahuan Sosial sebanyak 12 orang dan siswa kelas VIII berjumlah 30 orang.
Teknik dan alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Mengumpulkan
dan memeriksa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Memantau Pelaksanaan Metode
Inquiry Memantau Keaktifan belajar Siswa Memeriksa Kendala Penerapan Metode Inkuri
Penelitian ini melakukan dua kali siklus tindakan yaitu siklus pertama dan siklus kedua
dengan membandingkan hasil antara sebelum dan setelah dilakukan treatment terhadap obyek
penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di 12 SMP Negeri Kabupaten Bengkayang tahun
pelajaran 2010/2011 dengan jumlah siswa 30 orang, jumlah guru yang mengajar sebanyak 12
orang, sekaligus menjadi partisipan dalam penelitian ini, yaitu guru dan siswa Sekolah
Menengah Pertama Negeri di Kabupaten Bengkayang tahun pelajaran 2010/2011. Siklus
pertama dilaksanakan pada tanggal 22 s/d 25 Oktober 2010 siklus kedua pada tanggal 26 dan
30 Nopember 2010 Sesuai dengan kesepakatan pada tahap perencanaan bahwa yang
melaksanakan tindakan adalah mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial tahun pelajaran
2010/2011.
This Research entitled Learning Through Social Sciences Inquiry Methods Secondary
Schools In County Bengkayang with Learning Model Development Study of Social Sciences in
Secondary Schools Bengkayang District Academic Year 2010/2011.
The background of this research are: The existence of public concern against the Social
Science subjects in schools because of social studies lessons are often regarded as a field of
study is less popular and less interest among students due to various factors, among others;
factor means the delivery of material science Social Knowledge by teachers to students is less
touched on the needs of students. Teaching IPS is a complex instruction. Lessons of Social
Sciences at the school in general is still dominated by the lecture method. Entry Draft IPS by
teachers not fully lead to learning critical thinking, but more emphasis on aspects that are
memorized.
The use of learning methods in contemporary Social Sciences 89.66% classic still is
dominated by the lecture method. In the process of student learning is less / not given the
opportunity to exercise her solve social problems. In social studies teacher learning more
emphasis on issues that are rote, not to the asfek enable students to think critically and analyze
problems such as that implied by the method of inquiry. Solving problems in the study
conducted by the steps: Improving teacher lesson plans, especially in accordance with the
development of thinking skills students use social inquiry approach. Improving teachers' ability
to develop and master the methods of learning, especially with social inquiry approach.
Improving the ability of teachers to train students to learn to solve social problems.
The main purpose of this study are: to help teachers overcome the difficulties in
developing and mastering methods of learning, which is capable of forming a child's critical
thinking, especially in social studies learning. Assist teachers in developing a social inquiry
approach to achieve mastery learning students in Social Sciences at the junior level. Train and
improve students' critical thinking skills through the study of Social Sciences in secondary
school. The procedure of this study with the steps: Justification Lesson Plan: Teacher with
instructors do urun rembug or brainstorming to start learning plan that was created by teachers
for service in accordance with standard minimal.Monitoring Learning Process Implementation:
Teacher peers and instructor monitoring or observation in the classroom to the learning process
conducted by the teacher field of study. The results reflected the teacher monitoring other areas
of study for improved implementation of learning in the classroom in which students will be
implemented. Findings Identify Problems: the results of the justification for lesson plans and
monitoring implementation of the learning process, found problems inherent in learning in the
classroom. Dialog Troubleshooting Ways And Determine Action Steps fix: problems that have
been found together by peer teachers and lecturers, and then analyzed together with a
brainstorming approach to be determined the cause of the problem. If have found the cause of
the problem, then this causes were also discussed ways to overcome the causes of the
problem. Develop Plan of Action: Action plan here is intended as a sequence of action steps
undertaken in this study. The order consists of several cycles of action drawn up by teachers
with the research team used as a reference scenario specified in the form of action learning in
the classroom. Lesson plan itself can be intended as part of a scenario action. However, the
implementation of learning still refer to what has been stated in the lesson plan.
The population in this study teridi of two groups: the group of teachers and students.
Master of Social Sciences as many as 12 people and eighth grade students numbered 30
people. Techniques and data collection tool used in this study were: To collect and examine
Learning Implementation Plan (RPP) Monitor the Implementation of Inquiry Method Activity
Monitor the Implementation of Constraint Checking Students learn Inkuri Method
This research was conducted two times a cycle of action is the first cycle and second
cycle by comparing the results between before and after treatment to the object of research.
The research was conducted in 12 Junior High School District Bengkayang 2010/2011 school
year with student numbers 30 people, the number of teachers who teach as many as 12 people,
as well as a participant in this research, namely teachers and students of State Secondary
School in the District Bengkayang academic year 2010 / 2011. The first cycle performed on 22 s
/ d October 25, 2010 the second cycle on 26 and 30 November 2010 In accordance with an
agreement at the planning stage of implementing the actions that are the subjects of Social
Sciences academic year 2010/2011.
Based on the processing and data analysis, the research team concluded that: The
ability of students in practical subjects of Social Sciences before coming into force inquiry
method is fair. This is evidenced by the acquisition of research results by 6.23. Student's ability
to absorb the lessons of Social Sciences is applied after the inquiry method is fair to the
acquisition of research results by 7.73. Implementation second cycle shows the results of 8.12
category very well, There is a difference in the quality of teaching Social Studies before and
after the inquiry method is applied to the State Junior High School students in the District
Bengkayang good on first cycle and second cycle.
DAFTAR ISI
BAB V PENUTUP............................................................................................. 63
A. Kesimpulan………………………………………………................... 63
B. Rekomendasi………..............……….......................................... . 63
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………......... 65
LAMPIRAN................................................................................................... 68
PANDUAN OBSERVASI.............................................................................. 70
BIO DATA..................................................................................................... 73
BAB I
PENDAHULUAN
Pengajaran IPS merupakan pengajaran yang kompleks. Pada tingkat SLTP tujuan
pembelajaran IPS adalah memberikan bekal kemampuan akademik pada siswa agar mampu
melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Di samping itu bertujuan untuk
menyiapkan sumber daya manusia yang mampu berpikir kritis sehingga dapat menganalisis
dan memecahkan masalah sosial yang dihadapinya.
Apabila dicermati lebih jauh tujuan pengajaran IPS yang mengarah kepada kemampuan
berpikir kritis dan analitis, tentu metode ceramah dan tanya jawab belum cukup untuk melatih
siswa berpikir kritis dan analitis.
Temuan di lapangan yang diungkapkan oleh para guru IPS dalam pembelajaran di kelas
dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Rencana pembelajaran IPS yang dibuat guru belum sepenuhnya mengarah kepada
pembelajaran berpikir, lebih banyak kepada menghafal. Sehingga dalam memecahkan soal-
soal berbentuk uraian banyak mengalami kelemahan.
2. Metode pembelajaran masih di dominasi oleh metode ceramah (89.66%) atau divariasikan
dengan tanya jawab.
3. Siswa kurang diberi latihan untuk memecahkan masalah-masalah sosial. Guru lebih banyak
bertanya mengenai sub-sub yang sifatnya hafalan, bukan analisa.
Pembelajaran berpikir kritis lebih banyak melibatkan siswa dalam suatu proses penemuan
dan pemecahan masalah yang dihadapinya. Dengan demikian rencana pembelajarannya
diarahkan lebih banyak mengaktifkan siswa melalui Inkuiri Sosial. Sebagai suatu pendekatan
mengajar membantu melatih siswa mengembangkan kemampuan untuk menemukan dan
merefleksikan sifat kehidupan sosial melalui pengembangan kemampuan inkuiri siswa.
Orientasi pendekatan mengajar inkuiri sosial adalah:
1. Adanya aspek-aspek sosial dalam kelas yang dapat menumbuhkan terciptanya suasana
diskusi.
3. Menggunakan fakta sebagai pengujian hipotesis (Bruce Joyce dalam Dahlan, 1984)
Pembelajaran berpikir kritis pada taraf pendidikan SLTP penting dalam membentuk sikap
kritis bagi siswa dalam menghadapi masalah-masalah sosial sehingga mampu memecahkan
masalah tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Menyadari akan pentingnya pembelajaran berpikir kritis bagi siswa pada pembelajaran
IPS di SLTP tersebut, maka masalah yang perlu diatasi oleh guru dalam mengimplementasikan
metode inkuiri sosial adalah sebagai berikut:
1. Mengembangkan dan memperbaiki rencana pembelajaran IPS dengan membuat strategi yang
mengarah kepada kemampuan berpikir siswa aktif terutama yang sesuai dengan
pengembangan kemampuan berpikir siswa menggunakan pendekatan inkuiri sosial.
3. Meningkatkan pemberian latihan memecahkan soal-soal yang berbentuk uraian atau essay.
4. Melatih siswa untuk belajar memecahkan masalah-masalah sosial dalam kehidupan sehari-hari
serta memperbaiki kemampuan guru dalam melatih siswa untuk belajar memecahkan masalah-
masalah sosial.
Pembelajaran IPS selama ini masih pada tingkat penggunaan ulangan atau “mengatakan
kembali” atau “mengungkapkan kembali” sebagai cara pembelajaran, cara demikian
sesungguhnya sangat tidak sesuai dengan pendekatan berpikir kritis, dan tidak efisien.
Atas dasar pemikiran tersebut maka, tidak ada pilihan lain bagi guru agar mengupayakan
pengembangan strategi mengajar yang diarahkan kepada optimal belajar siswa. Ini berarti
bahwa salah satu usaha peningkatan kualitas hasil belajar dapat ditempuh melalui penggunaan
strategi mengajar yang mampu mengembangkan cara belajar siswa aktif yang berpusat pada
siswa (studen centred).
Metode pembelajaran Inkuiri sosial merupakan salah satu pendekatan yang sesuai
dengan CBSA tersebut. Pendekatan inkuiri dalam proses pembelajaran mencakup pendekatan
modern yang sangat didambakan untuk dilaksanakan di setiap sekolah. Adanya tuduhan bahwa
sekolah menciptakan “kultur bisu” tidak akan terjadi apabila pendekatan inkuiri sosial ini
digunakan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran di sekolah.
Secara teoritis istilah inkuiri telah lebih dari satu abad lamanya mengandung makna
sebagai salah satu usaha ke arah pembaharuan pendidikan. Ada beberapa kelompok/institusi
yang menggunakan istilah inkuiri dalam hubungannya dengan pengertian strategi belajar yang
berpusat pada siswa (child centered learning) yang memberikan lebih banyak pembentukan
segi-segi pendidikan berdasarkan adanya sifat inkuiri pada anak. Ada juga yang
menghubungkan istilah inkuiri dengan pengembangan kemampuan siswa untuk menemukan
dan merefleksikan sifat kehidupan sosial, terutama sebagai latihan berkehidupan sosial dalam
masyarakat.
Disamping praktisi di atas Byron Massialas dan Benyamin Cox (dalam Dahlan, 1984) juga
menggambarkan bahawa pendekatan inkuiri sosial sangat cocok dan layak diguna guna
melatihan kehidupan sosial siswa dalam menjalankan kehidupan sosial bermasyarakat.
Pandangan tersebut terutama ditujukan pada perbaikan pergaulan hidup bermasyarakat dalam
pemecahan masalah-masalah sosial dalam kehidupan sehari-hari. Pendekatan tersebut
berpandangan bahwa sekolah mempunyai peranan yang aktif dan kreatif membangun
kehidupan sosial yang disebut “creative reconstruction” tentang kebudayaan. Sekolah tidak
hanya berkewajiban memelihara nilai-nilai dan norma dalam masyarakat, tetapi juga harus
memberi keaktifatn kepada siswa dan secara kritis membawa/menggiring siswa agar mampu
menghadapi masalah-masalah sosial kemasyarakatan.
Pendekatan inkuiri ini dapat dilakukan oleh guru/pembelajar apabila memenuhi syarat-
syarat sebagai berikut:
1. Guru harus terampil memilih permasalahan yang cock dan relevan untuk diajukan kepada siswa
di kelas (persoalan bersumber dari bahan pelajaran yang menantang siswa atau problementasi)
serta sesuai dengan daya nalar pikir siswa;
2. Guru harus terampil menumbuhkan motivasi belajar siswa serta mampu menciptakan situasi
belajar yang menyenangkan;
6. Guru tidak banyak campur tangan terhadap kegiatan belajar siswa. (Sudjana, 1999).
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka pemecahan masalah dalam penelitian ini
dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
3. Memperbaiki kemampuan guru dalam melatih siswa untuk belajar memecahkan masalah-
masalah sosial.
Pemecahan masalah di atas dilakukan dengan cara brainstorming dan kolaborasi dengan
guru lain yang sama-sama mengajar bidang studi IPS, terutama dalam hal ini adalah guru yang
terlibat dalam tim penelitian tindakan kelas.
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan konteks dan permasalahan yang ingin dipecahkan dalam penelitian ini,
maka tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk:
2. Membantu guru dalam mengembangkan pendekatan inkuiri sosial untuk mencapai ketuntasan
belajar siswa dalam pembelajaran IPS pada tingkat SLTP.
3. Melatih serta meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa melalui pembelajaran IPS di SLTP.
D. Lingkup Penelitian
1. Kemampuan guru untuk menguasai dan menggunakan metode pembelajaran IPS yang
mengarah kepada peningkatan kemampuan siswa untuk berpikir. Kemampuan berpikir siswa di
sini diartikan sebagai suatu kemampuan siswa untuk berpikir kritis, dapat memecahkan soal-
soal berbentuk uraian atau essay. Dalam hal ini berarti terkandung makna:
a. Urutan kegiatan yang direncanakan guru yang sesuai dengan metode yang digunakan.
b. Media pembelajaran, yaitu peralatan dan bahan pembelajaran yang digunakan oleh guru
maupun siswa dalam kegiatan pembelajaran.
Penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan signifikansi hasil
penelitian kepada semua pihak khususnya kepada:
b. Memberikan kesempatan siswa untuk melatih diri dalam bergaul, berkehidupan sosial serta
bekerja sama antar siswa, menghargai serta menghormati pendapat dan hasil karya orang lain.
c. Sekolah berkesempatan untuk melatih siswa berani berpikir kritis dalam memecahkan masalah-
masalah sosial kemasyarakatan .
2. Bagi Pihak LPTK dan Lembaga Peneliti
b. LPTK dan Lembaga Peneliti dapat memperoleh masukan yang sangat berharga guna
pengembangan lembaga dalam rangka mempersiapkan calon-calon guru yang profesional.
3. Bagi Dinas Pendidikan dan Pemda dapat dijadikan sebagai pedoman acuan dalam rangka
membina kemampuan profesional guru-guru guna menghidupkan suasana proses belajar
mengajar yang menyenangkan, membina kemampuan profesional guru-guru dalam
menggunakan metode mengajar yang tepat dan akurat serta dalam rangka membina dan
melatih kemandirian guru dalam mengambil kebijakan yang tepat guna mencapai ketuntasan
belajar maksimal
BAB II
PEMBELAJARAN INQUIRY
Metode pembelajaran inquiri merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis
kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil
mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus selalu
merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkan.
Langkah-langkah kegiatan inquiri menurut Depdiknas (2002: 19) adalah sebagai berikut:
1) Merumuskan masalah
3) Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan karya
lainnya
4) Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru, atau
audiens yang lain
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa inkuiri adalah bagian inti kegiatan yang
berasal dari penemuan sendiri siswa dari materi yang telah disampaikan.
Salah satu model pembelajaran yang sampai sekarang masih tetap dianggap sebagai
model yang cukup efektif adalah model inquiry. David L. Haury (1993) mengutip definisi:
“inquiry merupakan tingkah laku yang terlibat dalam usaha manusia untuk menjelaskan secara
rasional fenomena-fenomena yang memancing rasa ingin tahu”. Dengan kata lain, inquiry
berkaitan dengan aktivitas dan keterampilan aktif yang fokus pada pencarian pengetahuan atau
pemahaman yang lebih baik mengenai sains dan akan lebih tertarik terhadap sains jika mereka
dilibatkan secara aktif dalam “melakukan” sains. Investigasi yang dilakukan oleh siswa
merupakan tulang punggung model inquiry. Investigasi ini difokuskan untuk memahami konsep-
konsep Sains dan meningkatkan keterampilan proses berpikir ilmiah siswa. Diyakini bahwa
pemahaman konsep merupakan hasil dari proses berfikir ilmiah tersebut (Blosser, 1990).
Model inquiry yang mensyaratkan keterlibatan aktif siswa terbukti dapat meningkatkan
prestasi belajar dan sikap anak terhadap sains (Haury, 1993). Dalam makalahnya Haury
menyatakan bahwa model inquiry membantu perkembangan antara lain scientific literacy dan
kritis, dan bersikap positif. Dapat disebutkan bahwa model inquiry tidak saja meningkatkan
pemahaman siswa terhadap konsep-konsep dalam sains saja, melainkan juga membentuk
dasar berfikir ilmiah pada diri siswa, sehingga dalam proses pembelajaran ini siswa lebih
banyak belajar sendiri, mengembangkan kreativitas dalam memecahkan masalah. Siswa benar-
benar ditempatkan sebagai subjek yang belajar. Peranan guru dalam pembelajaran dengan
model inquiry adalah sebagai pembimbing dan fasilitator. Tugas guru adalah memilih masalah
yang perlu disampaikan kepada kelas untuk dipecahkan. Namun dimungkinkan juga bahwa
masalah yang akan dipecahkan dipilih oleh siswa. Tugas guru selanjutnya adalah menyediakan
sumber belajar bagi siswa dalam rangka memecahkan masalah. Bimbingan dan pengawasan
guru masih diperlukan, tetapi intervensi terhadap kegiatan siswa dalam pemecahan masalah
tergantung pada situasi dan kondisi sekolah, namun dapat disebutkan bahwa pembelajaran
dengan model inquiry memiliki 5 komponen yang umum yaitu Question, Student Engangement,
memancing rasa ingin tahu siswa dan atau kekaguman siswa akan suatu fenomena. Siswa
diberi kesempatan untuk bertanya, yang dimaksudkan sebagai pengarah ke pertanyaan inti
yang akan dipecahkan oleh siswa. Selanjutnya, guru menyampaikan pertanyaan inti atau
masalah inti yang harus dipecahkan oleh siswa. Untuk menjawab pertanyaan ini – sesuai
dengan Taxonomy Bloom – siswa dituntut untuk melakukan beberapa langkah seperti evaluasi,
sintesis, dan analisis. Jawaban dari pertanyaan inti tidak dapat ditemukan misalnya di dalam
suatu keharusan sedangkan peran guru adalah sebagai fasilitator. Siswa bukan secara pasif
menuliskan jawaban pertanyaan pada kolom isian atau menjawab soal-soal pada akhir bab
sebuah buku, melainkan dituntut terlibat dalam menciptakan sebuah produk yang menunjukkan
pemahaman siswa terhadap konsep yang dipelajari atau dalam melakukan sebuah investigasi.
atau dalam kelompok, dan mendiskusikan berbagai gagasan. Dalam hal ini, siswa bukan
sedang berkompetisi. Jawaban dari permasalahan yang diajukan guru dapat muncul dalam
grafik, poster, karangan, dan lain-lain. Melalui produk-produk ini guru melakukan evaluasi.
misalnya buku teks, website, televisi, video, poster, wawancara dan lain-lain.
Tahap-tahap pemodelan Inquiri menurut Made Wena (2009:81) terdiri atas 6 tahapan, yaitu:
1. Orientasi
2. Hipotesis
3. Definisi
4. Eksplorasi
5. Pembuktian
6. Generalisasi
1. Tahap Orientasi
Tahap orientasi ini merupakan tahap awal dari model Inquiry ilmu sosial. Dalam tahap ini guru
sosial atas objek yang dibahas. Kepekaan siswa mungkin akan muncul dari pengamatan situasi
kehidupan sosial sehari-hari dari hasil refleksi terhadap suatu bacaan/topik, dari situasi konflik
yang ada di masyarakjat, di kelas dan dari sejumlah sumber lain. Menurut Cardielo (1996:14)
bahwa “kriteria paling penting dalam tahap ini adalah semua aspek harus berpusat dari suatu
masalah yang menjadi subjek pembelajaran. Dalam tahap ini guru diminta membantu siswa
permasalahan sosial yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari baik yang terjadi di sekolah
Dalam tahap pengembangan hipotesis ini guru diminta mmebantu siswa mengembangkan
hipotesis yang berhubungan dengan masalah yang telah dirumuskan. Hipotesis-hipotesis yang
diajukan oleh siswa kemudian diuji oleh guru dan oleh kelompok siswa lain terkait dengan
validitas, kompabilitas, dan kesesuaian dengan fakta dan bukti yang mendukung atau bukti
Dalam tahap melakukan definisi ini, hipotesis yang diajukan diklarifikasi dan didefinisikan,
yang dibahas. Untuk tahap ini pendefinisian suatu konsep/teori harus menggunakan bahasa
Dalam tahap ini hipotesis yang diajukan diperluas/ dianalisis, implikasinya, asumsi-asumsinya,
dan deduksi yang mungkin dilakukan dari hipotesis tersebut. Dalam hal ini dilakukan kajian
terhadap kualitas dan kekurangan hipotesis, yang diuji tingkat validitas logisnya dan konsistensi
internalnya. Menurut Willen (1996:29) bahwa “salah satu tujuan pembelajaran ilmu sosial
5. Tahap Pembuktian
Pada tahap pembuktian ini data yang didapat dimaksudkan untuk mendukung hipotesis yang
telah dikumpulkan, sesuai dengan karakteristik hipotesis yang diajukan. Dalam tahap ini siswa
dibimbing cara-cara mengumpulkan bukti, fakta, data yang berhubungan dengan hipotesis yang
diajukan. Menurut Joice &Weil (1992:12) bahwa “siswa didorong untuk belajar memverifikasi,
6. Tahap Generalisasi
Tahap terakhir ini adalah pengungkapan penyelesaian masalah yang dipecahkan. Dari data-
data (bukti, fakta) yang telah dikumpulkan dan dianalisis, siswa didorong untuk mencoba
mengembangkan beberapa kesimpulan, dan dari berbagai kesimpulan yang telah dibuat, siswa
C. Orientasi Model
Ada tiga ciri pokok dalam model mengajar inkuiri sosial.
1. Adanya aspek-aspek sosial dalam kelas yang dapat menumbuhkan terciptanya suasana
diskusi kelas.
2. Adanya penetapan hipotesis sebagai arah dalam pemecahan masalah.
3. Mempergunakan fakta sebagai pengujian hipotesis.
Dalam pelaksanaan model mengajar dengan inkuiri sosial, para siswa diatur
dalambentuk struktur sosial yang sederhana. Mereka akan membentuk system sosial yang
berubah atau bergerak dari tiap tahap ke tahap berikutnya. Norma-norma dalam inkuiri
diusahakan agar tercipta diskusi secara bebas dan terbuka, serta memiliki rasa tanggung jawab
Selama proses inkuiri, guru harus berperan sebagai seorang pembimbing, yaitu
memberikan bantuan kepada para siswa dalam menjelaskan kedudukan mereka dalam proses
belajarnya, cara-cara belajarnya dan dalam setiap penyusunan rencana yang akan mereka
lakukan. Demikian pula guru harus dapat membantunya dalam merumuskan dan menjelaskan
setiap istilah yang ada pada hipotesis maupun masalah, membantu dalam memilih dan
menyusun asumsi-asumsi yang akan digunakan, serta cara diskusi dan berpikir efektif dan
objektif. Peranan guru yang utama adalah sebagai reflector bukan sebagai Instruktor
Orientasi Hipotesis
Menetapkan masalah sosial sebagai mencari beberapa hipotesis dan Pokok bahasan yang
dirumuskan merumuskan hipotesis yang
Definisi Eksplorasi
menghubungkan
implikasionya
Dan asumsi-asumsinya
Pembuktian Generalisasi
masalah
Hal yang sangat penting dalam melaksanakan model inkuiri adalah adanya kepercayaan
dari guru, bahwa :
a. Pengembangan sesuatu penemuan dilakukan dengan tidak tergesa-gesa.
c. Banyak sumber-sumber kepustakaan yang dapat digunakan dalam pengumpulan informasi yang
diperlukan
e. Suatu sumber yang kaya akan informasi yang sangat diperlukan dalam pelaksanaan inkuiri
sosial yang betul-betul.
D. Implikasi Inqury
Para siswa SMP menemukan masalah dari sumber bacaan surat kabar. Setelah
masalah urbanisasi ditanggapi bersama oleh para siswa, timbullah pokok masalah lain, yaitu
kependudukan di kota. Mereka memutuskan masalah urbanisasi dijadikan pokok pembahasan
dalam pelajaran kelas.
Dengan bantuan guru, pada tahap orientasi ini para siswa mengembangkan masalah
urbanisasi dalam bentuk perumusan masalah dan pembatasan masalah. Sebagai langkah awal
(starting point) dalam inkuiri. Mereka merumuskan masalah dalam bentuk pertanyaan “
mengapa orang-orang desa mengalir pergi ke kota ?” pertanyaan ini mengandung ajakan
kepada para siswa untuk berpikir mengadakan penelitian dan pemecahan.
a. Lapangan pekerjaan di kota lebih banyak daripada di desa sehingga orang desa mudah dapat
pekerjaan di kota.
b. Lapangan pekerjaan di desa kurang memberikan peningkaan taraf hidup sehingga orang desa
banyak pergi ke kota.
c. Uang lebih mudah diperoleh di kota sehingga orang desa banyak mencari uang ke kota.
d. Kebutuhan hidup lebih mudah dipenuhi di kota sehingga orang desa lebih senang tinggal di
kota.
e. Pergaulan di kota lebih luas dan lebih bebas daripada di desa sehingga orang desa senang
hidup dalam pergaulan di kota.
Setelah perumusan hipotesis diadakan penjelasan istilah sebagai usaha agar terdapat
persepsi yang sama pada semua siswa. Demikian pula terhadap rumusan masalah diberikan
penjelasan.
Pada tahap berikutnya, para siswa mengadakan pengujian hipotesis dengan teori atau
asumsi secara logis. Mereka mencoba melihat hubungan antara yang satu dengan yang lain.
Untuk menguji hipotesis, para siswa mengadakan pengumpulan data empirik. Mereka
melakukan kunjungan dan mengadakan wawancara dengan orang-orang desa yang baru
tinggal di kota maupun kepada orang-orang desa yang sudah lama tinggal di kota.
Setelah para siswa melakukan pengujian dengan data empiris, mereka dapat
menyimpulkan jawaban bahwa orang-orang desa mengalir pergi ke kota disebabkan karena di
kota lebih banyak lapangan pekerjaan, mudah mencari uang dan kebutuhan hidup yang lebih
terjamin. Dengan diperolehnya jawaban, maka para siswa dapat merumuskan pemecahan
masalah urbanisasi. Misalnya, di desa perlu diciptakan lapangan pekerjaan yang lain dari
pekerjaan tani dan dibangun sarana-sarana kebutuhan hidup. Diharapkan orang-orang desa
tidak lagi pergi ke kota, dan masalah kependudukan di kota dapat teratasi.
Tujuan yang lebih merupakan hasil ikutan dari instruksional tertentu dinamakan dampak
penyerta. Dampak penyerta yang dapat dicapai melalui inkuiri sosial adalah :
1. Akan timbul rasa hormat para siswa terhadap martabat semua orang.
MODEL INQUIRY
SOSIAL
Dapat meneliti masalah-masalah sosial
Dampak Instruksional
Dampak Penyerta
F. Tahap Diskusi
Model mengajar dengan inkuiri sosial mempunyai kelebihan dan kelemahan.
1. Kelebihan inquiri
Ditinjau dari segi ilmu pengetahuan, khususnya mengenai prinsip-prinsip penelitian
ilmiah, model inkuiri sangat cocok untuk penelaahan gejala-gejala sosial. Suatu kebenaran
ilmiah dilakukan dengan pengujian logis dan pembuktian empiris. Dalam inkuiri sosial hal ini
dilakukan oleh para siswa. Dengan demikian keuntungan lain dari inkuiri sosial, para siswa
terlatih dalam menemukan dan mempergunakan prinsip-prinsip penelitian ilmiah.
Kelebihan lain dari inquiri sosial adalah para siswa dapat berpikir dan mencari sendiri
dalam situasi bebas yang terarah (adanya hipotesis), sehingga hal ini akan menimbulkan
semangat belajar pada siswa.
2. Kelemahan Inquiry
Pelaksanaan inkuiri sosial memerlukan waktu yang lama serta usaha yang tinggi dari
para siswa. Jika para siswa tidak memiliki kesadaran dan usaha yang tinggi, pelaksanaan
inkuiri sosial tidak akan mencapai hasil sebagai model mengajar yang baik. Dengan waktu yang
lama para siswa tidak akan segera mendapatkan pengetahuannya. Padahal para siswa dituntut
untuk belajar memperoleh pengetahuan yang luas ruang lingkupnya.
Masih banyak model PBM pengembangan intelektual lainnya. Berikut contoh model
PBM pengembangan kreativitas, suatu kecerdasan siswa lainnya yang jarang disentuh pada
sekolah-sekolah biasa. Pada SMP Unggulan model ini perlu dikembangkan.
BAB III
A. Setting Penelitian
Penelitian tindakan ini mengikuti prosedur kerja yang terdiri dari beberapa rencana
tindakan. Langkah-langkah yang ditempuh terdiri dari kegiatan-kegiatan berikut:
1. Justifikasi Rencana Pembelajaran: Guru bersama instruktur melakukan urun rembug atau
brainstorming untuk memulai rencana pembelajaran yang telah dibuat oleh guru untuk
diperbaiki sesuai dengan standar minimal.
2. Monitoring Pelaksanaan Proses Pembelajaran: Guru teman sejawat dan instruktur melakukan
monitoring atau pengamatan di kelas terhadap proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru
bidang studi. Hasil monitoring direfleksikan kepada guru bidang studi lainnya untuk diperbaiki
pelaksanaan pembelajaran di kelas pada siswa yang akan dilaksanakan.
3. Mengidentifikasi Temuan Masalah: dari hasil kegiatan justifikasi rencana pembelajaran dan
monitoring pelaksanaan proses pembelajaran, ditemukan masalah yang terdapat dalam
pembelajaran di kelas.
a. Skenario tindakan
b. Ketentuan observasi; isinya tentang segala ketetapan aturan observasi tim peneliti dan sasaran
yang diobservasi serta cara merefleksinya.
Pada bagian ini akan diuraikan bahasan hasil temuan penelitian yang terinci berdasarkan
siklus tindakan. Supaya lebih jelas laporan ini, maka sistematika dalam penyajian hasil
penelitian ini dibahas dengan urutan seperti berikut ini:
1. Paparan temuan awal sebelum pemberian tindakan, di sini akan dijelaskan kegiatan-kegiatan
yang telah dilakukan oleh tim untuk memperoleh gambaran tentang setting kelas, masalah yang
ditemukan dan penyebab masalah.
2. Uraian tentang siklus tindakan bagi setiap tindakan yang dilakukan selama penelitian tindakan
yang berisikan uraian tentang:
a. Rencana Tindakan
b. Skenario Tindakan
d. Cara Observasi
Siklus tindakan dalam penelitian yang telah dilakukan terdiri dari dua siklus tindakan.
Setiap siklus tindakan mempunyai pola umum prosedur.
1. Persiapan Tindakan
Masalah:
Dalam penelitian tindakan ini yang melaksanakan skenario tindakan adalah guru bidang
studi IPS yang ada di SMP Negeri Kabupaten Bengkayang. Hasil refleksi setelah melakukan
diskusi bersama guru dan dosen diperoleh kesepakatan tentang masalah yang dapat
diidentifikasi sebagai berikut:
a. Siswa lemah dalam berpikir kritis untuk memecahkan soal-soal berbentuk uraian atau essay.
Hal ini terlihat dari kemampuan siswa dalam menguraikan jawaban yang sangat terbatas atau
jawaban siswa sangat dangkal.
b. Siswa kurang bergairah dalam mengikuti pelajaran. Apabila diberi pertanyaan yang sifatnya
uraian, hampir tidak ada siswa yang menunjukkan jari untuk menanggapi.
Penyebab Masalah:
Hasil diskusi bersama tim peneliti disepakati bahwa penyebab masalahnya adalah
sebagai berikut:
a. Guru masih terfokus pada penggunaan metode ceramah, belum ada kemampuan guru untuk
mengembangkan pendekatan inkuiri sosial dengan metode-metode mengajar yang lain.
b. Guru kurang melakukan inovasi atau pengembangan dan perubahan dalam pembelajaran.
2. Setting Kelas
Kondisi kelas dan siswa yang diberi tindakan dalam penelitian tindakan dapat
digambarkan sebagai berikut:
a. Sebagian besar guru-guru yang mengajar di SMP umumnya menggunakan metode ceramah,
sedikit sekali yang menggunakan metode yang melatih anak untuk berpikir kritis dan
mengembangkan daya nalarnya.
b. Siswi-siswi yang berada di kelas II ini, jika dilihat dari nilai rata-rata harian secara umum
mempunyai kemampuan di atas cukup.
3. Implementasi Tindakan
Siklus Tindakan I
2. Skenario Tindakan:
b) Relevansi: guru menghubungkan pokok bahasan yang akan disajikan dengan lingkungan
kehidupan anak, ataupun dengan pokok bahasan yang telah dikuasai oleh siswa.
c) Menyampaikan Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK); di sini guru menjelaskan secara singkat
mengenai tujuan dari pokok bahasan yang akan dipelajari siswa.
2) Menyajikan materi dari pokok bahasan; Pada langkah ini guru melakukan kegiatan:
a) Menyajikan materi dari pokok bahasan, dalam hal ini hanya konsep-konsepnya atau prinsip-
prinsip.
b) Memberi kesempatan bertanya; apabila ada siswa yang belum jelas mengenai konsep, prinsip
yang dijelaskan guru memberi kesempatan untuk bertanya.
c) Berdasarkan konsep, prinsip, hukum atau kaidah yang telah dijelaskan, guru merumuskan
masalah dalam bentuk pertanyaan.
e) Siswa diminta untuk mencari informasi, keterangan, bahan, data dan lain-lain yang diperlukan
untuk menguji jawaban terhadap masalah yang diajukan.
f) Berdasarkan data, informasi, keterangan yang diperoleh siswa mendiskusikan keterangan itu,
apakah data itu benar atau salah, kemudian menghimpun data tersebut untuk dicocokkan
dengan jawaban atau dugaan sementara (menguji hipotesis).
g) Siswa dengan bantuan guru mencoba menarik kesimpulan. Kesimpulan yang dibuat adalah
menerima atau menolak jawaban sementara atau dugaan sementara yang telah ditetapkan.
3) Menutup Pelajaran; Kegiatan menutup pelajaran tidak selalu harus memberikan soal untuk
keperluan evaluasi. Dalam kegiatan ini guru memberi komentar terhadap pekerjaan siswa.
a. Apabila dari seluruh siswa 50 persen telah mampu merumuskan hipotesis terhadap pemecahan
masalah sosial yang dihadapi.
b. Keberhasilan penggunaan pendekatan ini apabila minimal 75 persen dari seluruh siswa telah
menunjukkan kemampuan berpikir kritis yang dibuktikan dengan hasil jawaban tes uraian atau
essay yang diberikan setelah pemberian tindakan.
2. Interaksi kelas selama proses pembelajaran. Apakah guru telah lancar menerapkannya.
Bagaimana partisipasi siswa selama mengikuti pelajaran.
4. Cara siswa membuat argumentasi, mengkritik teman, dugaan sementara yang dirumuskan.
b. Masalah yang dilontarkan guru pada siklus I sudah relevan dengan pokok bahasan, namun
pada pelaksanaan tindakan awal ini terkesan siswa agak bingung dan kurang memahami
maksud guru. Hal ini terlihat ketika terjadi kevakuman untuk beberapa menit. Setelah guru
menegaskan kembali masalah yang dilontarkan kepada siswa, baru terlihat 2 orang dari 2
kelompok yang berani mengemukakan jawaban sementara atas pertanyaan yang diajukan
guru.
Peneliti menentukan populasi penelitian dengan seleksi sederhana yaitu mencari subyek
yang relevan dengan kedudukan atau jabatan yang disandangnya serta melihat
keikutsertaannya dalam masalah yang diteliti. Populasi yang dijadikan acuan dalam penelitian
ini yaitu mencari informasi yang dibutuhkan dan untuk memudahkan penelitian ini, yaitu:
Sehubungan dengan itu Hadari Nawawi (2003: 94-95) mengatakan bahwa untuk
mengumpulkan data dalam suatu penelitian ada beberapa teknik atau cara yang dapat
Untuk mengambil data ini, peneliti menggunakan cara dokumentasi atau teknik studi
dokumenter. Cara ini digunakan selain untuk melihat mutu pembelajaran IPS melalui metode
inkuiri pada siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kabupaten Bengkayang juga untuk
Teknik dokumenter ini digunakan karena dalam penelitian ini terdapat data yang
diperlukan melalui dokumen seperti Rencana Pembelajaran dan dokumen Program Kerja
Untuk mengambil data ini, peneliti menggunakan cara observasi dalam kelas secara
langsung atau dengan kata lain menggunakan teknik observasi partisipan dengan alat berupa
pedoman observasi. Observasi dilakukan terhadap guru yang mengajar Data yang diambil
melalui observasi ini untuk melihat pelaksanaan pembelajaran IPS melalui metode inquiri pada
3. Keaktifan Siswa
Untuk mengambil data keaktifan siswa ini, peneliti menggunakan cara yang sama
seperti pada bagian b, yaitu observasi dalam kelas secara langsung atau dengan kata lain
menggunakan teknik observasi partisipan dengan alat berupa pedoman observasi. Observasi
dilakukan terhadap siswa yang mengikuti pelajaran. Data yang diambil melalui observasi untuk
melihat keaktifan siswa dalam pelaksanaan pembelajaran IPS memalui metode inquiri pada
Untuk mengambil data ini, peneliti mengajukan beberapa pertanyaan yang sudah
dipersiapkan alatnya berupa pedoman wawancara atau dengan kata lain menggunakan teknik
terhadap guru untuk mengetahui kendala penerapan metode inquiri dalam penyampaian materi
pada mata pelajaran IPS di Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kabupaten Bengkayang.
Untuk mengambil data ini, peneliti menggunakan cara dokumentasi atau teknik studi
dokumenter. Cara ini digunakan untuk melihat hasil belajar siswa Sekolah Menengah Pertama
Di bab Hasil dan Pembahasan Penelitian, peneliti terlebih dulu menyajikan paparan data
yang mendeskripsikan secara ringkas apa saja yang dilakukan peneliti sejak pengamatan awal
(sebelum penelitian) yaitu kondisi awal guru dan siswa diikuti refleksi awal vang merupakan
hasil wawancara terhadap guru dan siswa, observasi situasi dan kondisi kelas dan hasil
observasi kegiatan siswa. Paparan data itu kemudian diringkas dalam bentuk temuan penelitian
Penelitian ini melakukan dua kali siklus tindakan. Jadi peneliti hanya membandingkan
hasil antara sebelum dan setelah dilakukan treatment terhadap obyek penelitian. Untuk
mengetahui mutu pembelajaran IPS melalui metode inquiri, peneliti menggunakan rumus
sebagai berkut:
M=
Tabel 1
Interval Kategori
Sementara untuk menvanalisa mutu pembelajaran IPS dalam hal ini dapat dilihat dari
hasil belajar siswa antara sebelum dan sesudah penerapan metode inquiri, peneliti pertama-
tama menyajikan tabel hasil penelitian sebelum dan sesudah siklus tertentu. hasil penjumlahan
SD =
Kemudian diadakan perhitungan SD standar kesalahan perbedaan antara dua rata-rata
SD =
t=
menentukan derajat kebebasannya atau disingkat dk dan taraf kesalahan 5 %. Dalam ha ini
berlaku ketentuan bila t hitung lebih besar dari t tabel maka hipotesis tindakan diterima, begitu
sebaliknya.
Penelitian ini akan dilakukan dari bulan Oktober hingga Nopember 2010 dengan rincian
JENIS KEGIATAN B U L A N
Okt Nop
A. PERSIAPAN
2. Pengembangan Instrumen
Penelitian xx
3. Pengurusan Izin Penelitian xx
4. Pengumpulan Data Awal (Need xx
Assessment) Siswa.
B. PELAKSANAAN
2. Pengumpulan Data/Survey
lapangan xx
3. Penyusunan Mode/l Awal Model
Pembelajaran
xx
4. Uji-cobaTerbatas, Revisi Model
Model Belajar
xx
5. Pelatihan Guru/Pemodelan
xx
6. Uji-coba Model Pembelajaran
xx
7. Revisi Model Pembelajaran
xx
8. Seminar dan Desiminasi
xx
C. PENYUSUNAN LAPORAN
Bengkayang tahun pelajaran 2010/2011 dengan jumlah siswa 30 orang, jumlah guru yang
mengajar sebanyak 12 orang, sekaligus menjadi partisipan dalam penelitian ini, yaitu guru dan
2010/2011.
Pelaksanaan tindakan dilakukan sebanyak dua siklus dengan materi RPP, pelajaran
meliputi: perencanaan atau persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi. Pada siklus pertama dan
ketentuan-ketentuan sama dengan pada siklus ke dua, yaitu dengan melihat mutu
pembelajaran IPS melalui metode inquiri. Pada bagian penutup. kesimpulan yang dibuat guru,
evaluasi, tindak lanjut. memberi motivasi kepada siswa dan salam penutup dengan doa.
Sehubungan dengan penelitian ini paparan deskripsi hasil penelitian meliputi mutu
pembelajaran IPS melalui metode inquiri sesudah diterapkan metode inquiri dan sebelum
diterapkan metode inquiri oleh guru dalam menghadapi kendala penerapan penerapan metode
Siklus pertama dilaksanakan pada tanggal 22 s/d 25 Oktober 2010 siklus kedua pada
tanggal 26 dan 30 Nopember 2010 Sesuai dengan kesepakatan pada tahap perencanaan
bahwa yang melaksanakan tindakan adalah mata pelajaran IPS tahun pelajaran 2010/2011.
Dalam pelaksanaan tindakan kelas ini tidak diikuti secara lengkap oleh seluruh siswa yang
berjumlah 30 siswa.
B. Analisis Data Sebelum Dilakukan Treatment
Pada bagian ini peneliti akan menganalis data sebelurn diterapkan metode inquiri di
Sekolah Menengah Pertama tahun pelajaran 2010/2011. Mutu Pembelajaran IPS melalui
metode inquiri di Kabupaten Bengkayang Tahun pelajaran 2010/2011 adalah sebagai berikut:
Tabel 2
Sumber: Rekapitulasi Data Hasil Observasi tentang kemampuan siswa dalam menerima materi pelajaran
sebelum diterapkan metode inquiry.
Interpretasi:
a. Berdasarkan penghitungan statistik deskriptif dengan sampel sebesar 30 dan item sebanvak 6
diperoleh skor maksimal adalah 10,00, berarti sangat baik, sedangkan skor minimal adalah 0,00
berarti sangat rendah. Jika dikembalikan pada nilai rata-rata item 1 adalah 6,27 dengan merujuk
pada tabel I pada Bab III perolehan ini berkisar antara dengan merujuk pada tabel 1 tergolong
baik. Dengan demikian kemampuan siswa dalam menjawab terjadinya gempa buki sebelum
diterapkan metode inkuiri dalam praktek mata pelajaran IPS di Kelas VII SMP Negeri
b. Berdasarkan penghitungan statistik deskriptif dengan sampel sebesar 30 dan item sebanyak 6
diperoleh skor maksimal adalah 10,0 berarti sangat baik, sedangkan skor minimal adalah 0,00
berarti sangat rendah. Jika dikembalikan pada nilai rata-rata item 2 adalah 6,23 dengan merujuk
pada tabel 1 pada Bab III perolehan ini berkisar antara 6,00-799 tergolong baik. Dengan
demikian kemampuan siswa dalam kaitan interaksi sosial dengan proses sosial sebelum
diterapkan metode inquiri dalam praktek mata pelajaran IPS di Kelas VII SMP Negeri
c. Berdasarkan penghitungan statistik deskriptif dengan sampel sebesar 30 dan item sebanyak 6
diperoleh skor maksimal adalah 10,0 berarti sangat baik, sedangkan skor minimal adalah 0,00
berarti sangat rendah. Jika dikembalikan pada nilai rata-rata item 3 adalah 6,17 dengan merujuk
pada tabel I pada Bab III perolehan ini berkisar antara tergolong baik. Dengan demikian
kemampuan siswa dalam penyebab terjadinya perubahan iklim sebelum diterapkan metode
inquiry dalam praktek mata pelaiaran IPS di Kelas VIII SMP Negeri Kabupaten Bengkayang
d. Berdasarkan penghitungan statistik deskriptif dengan sampel sebesar 30 dan item sebanyak 6
diperoleh skor maksimal adalah 10,0 berarti sangat baik, sedangkan skor minimal adalah 0,00
berarti sangat rendah. Jika dikembalikan pada nilai rata-rata item 4 adalah 6,20 dengan merujuk
pada tabel 1 pada Bab III perolehan ini berkisar antara 6,00-799 tergolong baik. Dengan
sebelum diterapkan metode inquiry dalam praktek mata pelajaran IPS Kelas VIII SMP Negeri
diperoleh skor rnaksimal adalah 10,0 berarti sangat baik, sedangkan skor minimal adalah 0,00
berarti sangat rendah. Jika dikembalikan pada nilai rata-rata item 5 adalah 6,13 dengan merujuk
pada tabel 1 pada Bab III perolehan ini berkisar antara tergolong baik. Dengan demikian
kemampuan siswa dalam ciri-ciri Negara maju dan berkembang sebelum diterapkan metode
inkuiri dalam praktek mata pelajaran IPS Kelas IX tahun pelajaran 2010/2011 tergolong baik.
f. Berdasarkan penghitungan statistik deskriptif dengan sampel sebesar 30 dan item sebanyak 6
diperoleh skor maksimal adalah 10.0 berarti sangat baik, sedangkan skor minimal adalah 0,00
berarti sangat rendah. Jika dikembalikan pada nilai rata-rata item 6 adalah 6,317 dengan
merujuk pada tabel 1 pada Bab II perolehan ini berkisar antara 6,00-799 tergolong baik. Dengan
kemampuan siswa dalam faktor-faktor penyebab konflik Indoneia dengan Belanda sebelum
diterapkan metode inquiri dalam mata pelajaran IPS di Kelas XI SMP Negeri Kabupaten
Secara keseluruhan aspek, kemampuan siswa dalam mata pelajaran IPS sebelum
M=
= 6, 23
Berdasarkan kriteria yang ditetapkan, maka peroleh ini berkisar antara 6,00-7,99
tergolong baik. Hal ini berarti bahwa kemampuan siswa dalam mata pelajaran IPS sebelum
Persiapan untuk siklus pertama ini, peneliti dengan dibantu oleh guru IPS yang lain di
SMP Negeri Kabupaten Bengkayang tahun pelajaran 20108/2011 membuat dua Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) siklus pertama. Siklus pertama dilakukan dua kali
pertemuan.
negara maju dan berkembang,. Standar Kompetensinya adalah 1) Memahami kehidupan soaial
1. Pendahuluan
a. Memberi salam
c. Melakukan appersepsi
d. Memulai pelajaran
2. Kegiatan Inti
e. Mengelompokkan siswa
g. Mendemontrasikan
i. Menjelaskan perbedaan
3. Penutup
a. Menyimpulkan bersama-sama
Pada pertemuan kedua, materi pokoknya adalah 1) Kaitan interaksi sosial dan proses
interaksi sosail dan proses sosial; 2) Mendeskripskan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
1. Pendahuluan
a. Memberi salam
b. Menyapa dan mengabsen siswa
c. Melakukan appersepsi
2. Kegiatan Inti
b. Mengidentfikasi manfaat kehidupan sosial, pranata dan penyimpangan sosial serta usaha
mempertahankan kemerdekaan
c. Mendemonstrasikan tata cara kehidupan sosial, pranata dan penyimpangan sosial, serta usaha
mempertahankan kemerdekaan
d. Mengelompokkan siswa
e. Mengsimulasikan
3. Penutup
Skor kemampuan siswa pada mata pelajaran IPS sesudah diterapkan metode inquiri siklus
pertama melalui observasi; 2) Perbedaan kemampuan siswa dalam mata pelajaran IPS antara
sebelum diterapkan metode inquiri dengan melihat hasil pretest dan sesudah diterapkan
matode inquiri melalui observasi pada siklus pertama dengan penjelasan sebagai berikut:
1. Kemampuan siswa dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) sesudah diterapkan
Kemampuan siswa dalam mata pelajaran IPS sesudah diterapkan metode inquiri siklus
Tabel ; 3
Sumber: Rekapitulasi Data Hasil Observasi tentang Kemampuan siswa dalam mata pelajaran IPS
setelah diterapkan Metode Inquiri siklus pertama
Interpretasi
a. Berdasarkan penghitungan statistik deskriptif dengan sampel sebesar 30 dan item sebanyak 6
diperoleh skor maksimal adalah 10,0 berarti sangat baik, sedangkan skor minimal adalah 0.00
berarti sangat rendah Jika dikembalikan pada nilai rata-rata item 1 adalah 7,63 dengan merujuk
pada tabel I pada Bab III perolehan ini berkisar antara 6,00 - 7.99 tergolong baik. Dengan
demikian kemampuan siswa dalam menjawab penyebab terjadinya gempa bumi sesudah
diterapkan metode inquiri dalam mata pelajaran IPS pada siklus pertama di kelas VII SMP
b. Berdasarkan penghitungan statistik deskriptif dengan sampel sebesar 3,0 dan item sebanyak 6
diperoleh skor maksirnal adalah 10.0 berarti sangat baik. sedangkan skor minimal adalah 0,00
berarti sangat rendah Jika dikembalikan pada nilai rata-rata item 2 adalah 7,77 dengan merujuk
pada tabel ( pada Bab II) perolehan ini berkisar antara 6.00 - 7.99 tergolong baik. Dengan
demikian kemampuan siswa dalam kaitan interaksi sosial dan proses sosial sesudah diterapkan
metode inkuri dalam mata pelajaran IPS pada siklus pertama di kelas VII Sekolah Menengah
c. Berdasarkan penghitungan statistik deskriptif dengan sampel sebesar 30 dan item sebanyak 6
dipero1eh skor maksimal adalah 10,0 berarti sangat baik, sedangkan skor minimal adalah 0,00
berarti sangat rendah Jika dikembalikan pada nilai rata-rata item s adalah 7,70 dengan merujuk
pada tabel I pada Bab III perolehan ini berkisar antara 6,00 - 7,99 tergolong balk. Dengan
sesudah diterapkan metode inquiri dalam mata pelajaran IPS pada siklus pertama di kelas VIII
tergolong baik.
d. Berdasarkan perhitungan statistik deskriptif dengan sampel sebesar 30 dan item sebanyak 6
diperoleh skor maksimal) adalah 10.0 berarti sangat baik, sedangkan skor minimal adalah 0,00
berarti sangat rendah. Jika dikembalikan pada nilai rata-rata item 4 adalah 7,87 dengan merujuk
pada tabel I pada Bab III perolehan ini berkisar antara 6,00-799 tergolong baik. Dengan
pertumbuhan penduduk sesudah diterapkan metode inquiri dalam mata pelajaran IPS pada
siklus pertama di kelas VIII Sekolah Menengah Pertama Negeri Bengkayang tahun pelajaran
e. Berdasarkan penghitungan statistik deskriptif dengan sampel sebesar 30 dan item sebayak 6
diperoleh skor maksimal adalah (0,0 berarti sangat baik, sedangkan skor minimal adalah 0,00
berarti sangat rendah. Jika dikembaiikan pada nilai rata-rata item 5 adalah 7,7; dengan merujuk
pada tabel 1 pada Bab III perolehan ini berkisar antara 6,00 - 7,99 tergolong baik. Dengan
demikian kemampuan siswa dalam menyebutkan ciri-ciri Negara maju dan berkembang
sesudah diterapkan metode inquiri dalam mata pelajaran IPS pada siklus pertama di kelas IX
f. Berdasarkan perhitungan statistik deskriptif dengan sampel sebesar 30 dan item sebanyak 6
diperoleh skor maksimal adalah 10,0 berarti sangat baik, sedangkan skor minimal adalah 0,00
berarti sangat rendah ,Iika dikembalikan pada nilai rata-rata item 6 adalah 7,67 dengan merujuk
pada tabel I pada Bab II perolehan ini berkisar antara 6,00-7,99 tergolong baik. Dengan
demikian kemampuan siswa dalam menjelaskan faktor penyebab konflik antara Indonesia
dengan Belanda sesudah diterapkan metode inkuiri dalam mata pelajaran IPS pada siklus
diterapkan metode inquiri pada siklus pertama di Sekolah Menengah Pertama Negeri di
M=
= 7, 73
Berdasarkan kriteria yang ditetapkan, maka perolehan ini dengan merujuk pada tabel I
pada Bab III berkisar antara 6,00 - 7,99 tergolong, baik. Hal ini berarti bahwa kemampuan siswa
dalam mata pelajaran IPS sesudah diterapkan metode inquiri pada siklus pertama di Sekolah
baik.
2. Perbedaan Kemampuan Siswa dalam Mata Pelajaran IPS antara sebelum dan sesudah
Perbedaan kemampuan siswa dalam mata pelajaran IPS sebelum dan sesudah
diterapkan metode inquiri pada siklus pertama di Sekolah Menengah Pertama Negeri
Tabel 4
Perbedaan Kemampuan Siswa dalam Mata Pelajaran IPS antara Sebelum dan Sesudah
Diterapkan Metode Inquiry Pada Siklus Pertama
SD =
= 0,184
berikut:
SD =
=
= 0,075
t =
= 20,00
Hasil perhitungan nilai t 20,00. Jika dicek distribusi t tabel pada signifikansi 5% dengan
db = n – 1, diperoleh:
db = n – 1
=6–1
=5
db 5 = 2,571
Karena nilai t hitung lebih besar daripada t tabel (20,00>2,571), maka ini berarti bahwa
hipotesis dalam penelitian ini berbunyi, “Mutu pembelajaran IPS melalui metode inquiri pada
siswa mata pelajaran IPS secara signifikan” diterima. Hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan
mutu pembelajaran IPS melalui metode inquiri dalam mata pelajaran IPS antara sebelum dan
sesudah diterapkan metode inquiri pada siklus pertama di Sekolah Menengah Pertama Negeri
Persiapan untuk siklus kedua ini, peneliti masih dibantu oleh guru IPS kelas VIII dan
membuat dua buah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk dua pertemuan.
Pada pertemuan pertama, materi pokoknya adalah 1) penyebab terjadinya gempa bumi,
2) kaitan interaksi sosial dan proses sosial, 3) penyebab terjadinya perubahan musim, 4) faktor-
faktor yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk, 5) ciri-ciri negara maju dan berkembang, 6)
faktor penyebab konflik antara Indonesia dengan Belanda. Kompetensinya adalah memahami
kehidupan sosial manusia, pranata dan penyimpangan sosial, serta usaha mempertahankan
1. Pendahuluan
a. Memberi salam
c. Melakukan apersepsi
2. Kegiatan Inti
b. Mengidentifikasi materi
3. Penutup
Pada pertemuan kedua, materi pokoknya adalah 1) penyebab terjadinya gempa bumi, 2)
kaitan interaksi sosial dan proses sosial, 3) penyebab terjadinya perubahan musim, 4) faktor-
faktor yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk, 5) ciri-ciri negara maju dan berkembang, 6)
faktor penyebab konflik antara Indonesia dengan Belanda. Standar Kompetensinya adalah
memahami kehidupan sosial manusia, memahami pranata dan penyimpangan sosial, dan
berikut:
1. Pendahuluan
a. Memberi salam
c. Melakukan apersepsi
2. Kegiatan Inti
a. Membantu siswa mengidentifikasi pengertian tentang materi
b. Membaca materi
c. Mengidentifikasi materi
g. Mendemonstrasikan materi
3. Penutup
pada kesempatan berikutnya dilakukan post test siklus kedua, sehingga diperoleh: 1)
Kemampuan siswa dalam mata pelajaran IPS sesudah diterapkan metode inquiri pada siklus
kedua; 2) Perbedaan kemampuan siswa dalam mata pelajaran IPS antara sebelum dan
sesudah diterapkan metode inquiri pada siklus kedua dengan penjelasan sebagai berikut:
1. Kemampuan siswa dalam pelajaran IPS sesudah diterapkan metode inquiri pada siklus kedua.
Kemampuan siswa dalam mata pelajaran IPS sesudah diterapkan metode inquiri pada
siklus pertama di Sekolah Menengah Pertama Negeri kabupaten Bengkayang tahun pelajaran
Kemampuan Siswa dalam Mata Pelajaran IPS Sesudah Diterapkan Metode Inquiri Pada Siklus Kedua
Sumber : Rekapitulasi Data Hasil Observasi tentang Kemampuan Siswa dalam Mata Pelajaran IPS Setelah
Diterapkan Metode Inkuiri Siklus kedua
Implementasi
a. Berdasarkan penghitungan statistik deskriptif dengan sampel sebesar 30 dan item sebanyak 6
diperoleh skor maksimal adalah 10,0 berarti sangat baik, sedangkan skor minimal adalah 0,00
berarti sangat rendah. Jika dikembalikan pada nilai rata-rata item 1 adalah 8,20 dengan merujuk
pada tabel 1 pada Bab II perolehan ini berkisar antara 8,00 – 10,00 tergolong baik sekali.
Dengan demikian kemampuan siswa dalam menjelaskan penyebab terjadinya gempa bumi
sesudah diterapkan strategi metode inquiri dalam mata pelajaran IPS pada siklus kedua di
kelas VII SMP Negeri Kabupaten Bengkayang tahun pelajaran 2010/2011 tergolong sangat
baik.
b. Berdasarkan penghitungan statistik deskriptif dengan sampel sebesar 30 dan item sebanyak 6
diperoleh skor maksimal adalah 10,0 berarti sangat baik, sedangkan skor minimal adalah 0,00
berarti sangat rendah. Jika dikembalikan pada nilai rata-rata item 2 adalah 8,23 dengan merujuk
pada tabel 1 pada Bab II perolehan ini berkisar antara 8,00 – 10,00 tergolong baik. Dengan
demikian kemampuan siswa dalam menjelaskan kaitan antara interaksi sosial dan proses sosial
sesudah diterapkan metode inquiri dalam mata pelajaran IPS pada siklus kedua di kelas VII
SMP Negeri Kabupaten Bengkayang tahun pelajaran 2010/2011 tergolong sangat baik.
c. Berdasarkan penghitungan statistik deskriptif dengan sampel sebesar 30 dan item sebanyak 6
diperoleh skor maksimal adalah 10,0 berarti sangat baik, sedangkan skor minimal adalah 0,00
berarti sangat rendah. Jika dikembalikan pada nilai rata-rata item 3 adalah 8,07 dengan merujuk
pada tabel 1 pada Bab II perolehan ini berkisar antara 8,00 – 10,00 tergolong baik sekali.
musim sesudah diterapkan metode inkuiri dalam mata pelajaran IPS pada siklus kedua di kelas
VIII SMP Negeri Kabupaten Bengkayang tahun pelajaran 2010/2011 tergolong sangat baik
d. Berdasarkan penghitungan statistik deskriptif dengan sampel sebesar 30 dan item sebanyak 6
diperoleh skor maksimal adalah 10,0 berarti sangat baik, sedangkan skor minimal adalah 0,00
berarti sangat rendah. Jika dikembalikan pada nilai rata-rata item 4 adalah 8,03 dengan merujuk
pada tabel 1 pada Bab II perolehan ini berkisar antara 8,00 – 10,00 tergolong baik sekali.
pertumbuhan penduduk sesudah diterapkan metode inquiri dalam mata pelajaran IPS pada
siklus kedua di kelas VIII SMP Negeri Kabupaten Bengkayang tahun pelajaran 2010/2011
e. Berdasarkan penghitungan statistik deskriptif dengan sampel sebesar 30 dan item sebanyak 6
diperoleh skor maksimal adalah 10,0 berarti sangat baik, sedangkan skor minimal adalah 0,00
berarti sangat rendah. Jika dikembalikan pada nilai rata-rata item 5 adalah 8,07 dengan merujuk
pada tabel 1 pada Bab II perolehan ini berkisar antara 8,00 – 10,00 tergolong baik sekali.
Dengan demikian kemampuan siswa dalam menyebutkan ciri-ciri negara maju dan berkembang
sesudah diterapkan metode inquiri dalam mata pelajaran IPS pada siklus kedua di kelas IX
SMP Negeri Kabupaten Bengkayang tahun pelajaran 2010/2011 tergolong sangat baik.
f. Berdasarkan penghitungan statistik deskriptif dengan sampel sebesar 30 dan item sebanyak 6
diperoleh skor maksimal adalah 10,0 berarti sangat baik, sedangkan skor minimal adalah 0,00
berarti sangat rendah. Jika dikembalikan pada nilai rata-rata item 6 adalah 8,10 dengan merujuk
pada tabel 1 pada Bab II perolehan ini berkisar antara 8,00 – 10,00 tergolong baik sekali.
Dengan demikian kemampuan siswa dalam menjelaskan faktor penyebab konflik antara
Indonesia dengan Belanda sesudah diterapkan metode inquiri dalam mata pelajaran IPS pada
siklus kedua di kelas IX SMP Negeri Kabupaten Bengkayang tahun pelajaran 2010/2011
Secara keselurhan aspek, kemamuan siswa dalam mata pelajaran IPS sesudah
diterapkan metode inquiri pada siklus kedua di Sekolah menengah Pertama Negeri Kabupaten
M =
= 8,12
Berdasarkan kriteria yang ditetapkan, maka perolehan ini dengan merujuk ada tabel 1
pada Bab II berkisar antara 8,00 – 10,00 tergolong baik sekali. Hal ini berarti bahwa Mutu
Pembelajaran IPS sesudah diterapkan metode inquiri pada siklus kedua di Sekolah Menengah
Pertama Negeri Kabupaten Bengkayang tahun pelajaran 2010/2011 dikategorikan baik sekali.
2. Perbedaan Kemampuan Siswa dalam Mata Pelajaran IPS antara Sebelum dan Sesudah
diterapkan metode inquiri pada siklus kedua di Sekolah Menengah Pertama Negeri Kabupaten
Tabel 6
Perbedaan Kemampuan Siswa dalam Mata Pelajaran IPS antara Sebelum dan Sesudah
Diterapkan Metode Inquiri Pada siklus Kedua
SD =
= 0,279
Perhitungan SD standar kesalahan perbedaan antara dua rata-rata adalah sebagai
berikut:
SD =
= 0,11
= 17,18
Hasil perhitungan nilai t adalah 17,18 jika dicek distribusi t tabel pada singnifikasi 5%
db = n-1
= 6-1
=5
Db 5 =2,571
Karena nilai t hitung lebih besar daripada t tabel (17,18>2,271), maka ini berarti bahwa
Hipotesis dalam penelitian ini berbunyi, “Mutu Pembelajaran IPS Melalui Metode Inquiri Pada
terdapat perbedaan Mutu Pembelajaran IPS Melalui Metode Inquiri Pada Siswa Sekolah
Menengah Pertama di Kabupaten Bengkayang antara sebelum dan sesudah diterapkan metode
inquiri pada siklus kedua di Sekolah Menengah Pertama Negeri Kabupaten Bengkayang Tahun
Pelajaran 2010/2011.
E. Pembahasan
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa kemampuan siswa dalam mata pelajaran IPS
sesudah diterapkan metode inquiri di SMP Negeri Kabupaten Bengkayang tahun pelajaran
2010/2011 dalam mata pelajaran IPS termasuk baik pada siklus pertama dan baik sekali siklus
kedua. Hal ini disebabkan siswa termotivasi dengan metode inquiri yang diterimanya. Hal ini
sejalan dengan pendapat Syaiful Bahri Djamarah (2002 :38) bahwa dalam belajar, seorang
siswa tidak akan dapat menghindari dari suatu situasi motivasi. Motivasi ini akan menentukan
aktivitas apa yang akan dilakukan dalam rangka belajar. Bahkan motivasi itulah yang akan
mempengaruhi dan menentukan aktivitas belajar apa yang akan dilakukan kemudian. Setiap
motivasi dimanapun dan kapanpun memberikan kesempatan belajar kepada siswa. Oleh
karena itu berikut ini dibahas beberapa aktivitas belajar siswa tahun pelajaran 2010/2011 dalam
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa kemampuan siswa dalam menjelaskan terjadinya
gempa bumi termasuk baik setelah diterapkan metode inquiri. Hampir seluruh siswa sesudah
diterapkan matode inquiri dapat menjelaskan materi ini. Hal ini dibuktikan dengan hasil
penelitian 6,27 sebelum diterapkan menjadi 7,63 setelah diterapkan metode tersebut.
b. Kaitan interaksi sosial dan proses sosial
interaksi sosial dan proses sosial dalam mata pelajaran IPS termasuk baik. Kemudian ada
kemajuan setelah dilakukan treatment. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa kemampuan
siswa dalam menjelaskan interaksi sosial dan proses sosial termasuk baik sesudah diterapkan
metode inquiri. Hal ini di buktikan dengan hasil penelitian sebelum diterapkan metode tersebut
metode inquiri tersebut menjadi 7,70. hal ini terbukti kemampuan siswa dalam menyebutkan
mempengaruhi pertumbuhan penduduk meningkat dari 6,20 setelah diterapkan metode inquiri
Hasil penelitian yang menunjukan bahwa penyebutan ciri-ciri negara maju dan
berkembang oleh siswa tergolong baik pada siklus pertama dan baik sekali pada siklus kedua,
meskipun sebelum diterapkan matode inquiri memang sudah tergolong baik. Hal ini disebabkan
karana guru IPS disekolah menggunakan metode inquiri dan masih teringat oleh pendidikan
yang mereka peroleh pada saat mereka belajar dulu ditambah dengan kondisi sekolah yang
Berdasarkan temuan dalam peneltian ini, maka kemampuan siswa dalam menjelaskan
konflik antara Indonesai dengan Belanda meningkat tajam dari 6,37 sebelum diterapkan metode
2. Mutu Pembelajaran IPS sebelum dan sesudah. diterapkan Metode Inquiri pada siklus
kedua
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Kemampuan siswa dalam dalam Mata Pelajaran
IPS sesudah diterapkan metode inkuiri pada siklus kedua di SMP Negeri Kabupaten
Bengkayang termasuk baik sekali sedangkan kemampuan siswa dalam mata pelajaran IPS
sebelum diterapkan metode inquiri termasuk baik. Perbedaan hasil pembelajaran ini
disebabkan siswa sesudah diteapkan metode inquiri lebih termotivasi secara ekstrinsik dengan
strategi inquiri yang diterimanya. Hal ini sejalan dengan pendapat Syaiful Bahri Djamarah
(2002: 38) bahwa dalam belajar, seorang siswa tidak akan dapat menghindar dari situasi
motivasi. Motivasi ini akan menentukan hasil belajar siswa melalui aktivasi belajarnya yang
lebih baik.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis data pada bab III, peneliti menyimpulkan sebagai berikut:
1. Kemampuan siswa dalam praktek mata pelajaran IPS sebelum diterapkan metode inquiri baru
hanya tergolong baik. Hal ini terbukti dengan perolehan hasil penelitian sebesar 6,23.
2. Kemampuan siswa dalam mata pelajaran IPS sesudah diterapkan metode inquiri tergolong baik
pada siklus pertama yang diterapkan dengan cara mensimulasikan praktek dengan perolehan
hasil penelitian sebesar 7,73. pada siklus kedua hasilnya baik sekali, hal ini terbukti dengan
perolehan hasil penelitian sebesar 8,12. Pada siklus ini inquiri diterapkan dengan cara praktek
langsung.
3. Terdapat perbedaan mutu pembelajaran IPS sebelum dan sesudah diterapkan metode inquiri
pada siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kabupaten Bengkayang baik pada siklus
pertama maupun pada siklus kedua. Hal ini terlihat dari nilai t hitung lebih besar daripada t tabel
(20,00 > 2,571) pada siklus pertama dan (17,8 > 2,571) pada siklus kedua.
B. Rekomendasi
1. Hasil mata pelajaran IPS siswa sebelum diterapkan metode inquiri di Sekolah Menengah
Pertama Negeri Kabupaten Bengkayang tahun pelajaran 2010/2011 tergolong baik. Hal
tersebut dilakukan dengan cara banyak demonstrasi sedikit praktek, sehingga waktu terbuang
dalam kegiatan demonstrasi. Oleh karenanya tim peneliti merekomendasikan kepada guru agar
2. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan mutu pembelajaran IPS sesudah diterapkan
3. Guru mata pelajaran IPS seharusnya menggunakan metode inquiri, terutama yang berupa
4. Oleh karenanya kepada pihak sekolah untuk lebih giat lagi mencarikan sumber dana bagi
Andi H. Nasution. (1991) Kurikulum Pendidikan Dasar dan Struktur Pendidikan Dasar Lanjutan.
Surabaya: Gema Kliping Service.
Badan Pusat Statistik (BPS) (2005) BPS Provinsi Kalimantan Barat., Kalimantan Barat Dalam
Angka, 2004 - 2005; 2005 –2006; 2006 - 2007 Pontianak; Badan Pusat Statistik
Brenda, Dorn Conard. (1988) Cooperative Learning and Prejudice Reduction. USA: Social Studies
Journal. Aplir/May.
Departemen P dan K RI. (1993) Pedoman Pelaksanaan Proses Belajar Mengajar di Sekolah Dasar.
Jakarta.
---------------,(1992) UU RI Nomor 2 Tahun 1989 (UUSPN) dan Peraturan Pelaksanaan-nya. Jakarta: Sinar
Grafika.
Depdiknas (2003) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Finch, Curtis R. et.al. (1979) Curriculum Development in Vocational and Technical Education:
Planning, Content, and Implementation. Boston: Allyn and Bacom, Inc.
Hopkins, David. (1993) A Teacher’s Guide to Classroom Research. Philadephia: Open University Press.
Hamid Darmadi (2005) Himpunan Data sekolah TK,SD, SMP,SMA,SMK dan SLB di Kalimantan
Barat Tahun 2005. Pontianak ; STKIP-PGRI. Lemlit
Hamid Darmadi (2006) Pendidikan Ilmu Sosial; Landasan Konsep dan Implentasi; Pontianak STKIP-PGRI;
Lemlit
Hamid Darmadi (2006) Pembelajaran IPS (Model Pembelajaran IPS Berbasis Lingkungan) Pidato
Pengukuhan Guru Besar ; Diucapkan pada Rapat Terbuka Senat STKIP-PGRI Pontianak
November 2006; Pontianak STKIP-PGRI; Lemlit
Hamid Hasan, S. (1996) Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial (buku I). Bandung: Jurusan Sejarah FPIPS IKIP
Bandung.
---------------, (1996) Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial (buku II) Bandung: Jurusan Sejarah FPIPS IKIP Bandung.
Jarolimek, John. (1967) Social Studies in Elementary Education. 5th. edition. NY: McMillan Co. Inc.
Kosasih H. Djahiri. (1994) Buku Pedoman Guru Pengajaran IPS. Jakarta: Departemen P dan K.
----------------,(1992) Dasar-dasar Metodologi Pengajaran. Bandung: Lab Pengajaran PMP IKIP Bandung.
Krathwohl, dkk (1977) Taxonomy of Educational Objectives, Handbook II : affective domain, New
York : Mckay
Krugg, M.M (1982) Hiestory and the social sciences : New approach to the teaching of social
science. Waltham, Massachussetts : Blaisdell Publishing
Mathew B. Milles and A. Michael Huberman. (1992). Analisis Data Kualitatif (terjemahan). Jakarta:
Universitas Indonesia Press.
Shaver, J.P. (1991) Handbook of Research on Social Studies Teaching and Learning. NY:
McMillan Publishing Co.
Skeel, Dorothy J. (1994). Elementary Social Studies: Challenges for Tommorrow’s World. USA:
Harcourt Brace and Co.
Schuncke, George M. (1988). Elementary Social Studies: Knowing, Doing, Caring. NY: McMillan Pub.
Co.
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 Tahun 2003 ; Baltbang Depdiknas Jakarta
Sukamto, (1994) Panduan Penelitian Tindakan: Sri Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Lembaga penelitian
IKIP Yogyakarta.
Suwarma Al Muchtar, (1992) Pengembangan Kemampuan Berfikir dan Nilai dalam Pendidikan IPS
(Disertasi) Tidak Diterbitkan. Bandung.
Suwarsih, Madya, dkk.(1994) Panduan Penelitian Tindakan. Jogyakarta: Lembaga Penelitian IKIP
Jogyakarta.
Semiawan. Conny R. (1996) Pendidikan IPS Ditinjau dari Perspektif Pendidikan. Jakarta: Dedikbud.
Sumantri, M. Nu’man. (1996). Pendidikan IPS ditinjau dari Perspektif Aktualisasinya: Strategi dan
Pengembangan Pendidikan IPS dalam Menghadapi Abad XXI jakarta: IKIP Jakarta.
Suwarsih, Madya, dkk.(1994) Panduan Penelitian Tindakan. Jogyakarta: Lembaga Penelitian IKIP
Jogyakarta.
Shaver, J.P. (1991) Handbook of Research on Social Studies Teaching and Learning. NY:
McMillan Publishing Co.
Weiner,B. (1979) Theory of Motivation for Some Classroom Experiences, Journal of Abnormal
Psychology, 71, 1-12
Weiner,B. (1986) Attribution Theory and Attribution Therapy : Some Theoritical Observation and
Suggestions. British Journal of Clinical Psychology, 27, 93-104.