Anda di halaman 1dari 7

KELOMPOK 2

Anggota:

1. Ahmad Fauzan Arafi (03)


2. Annisa Rahmadhani S. (05)
3. Berlian Jingga Florean (08)
4. Binti Lestari (10)
5. M. Ferdy Wahyu S.A (18)
6. M. Hafidh Zufar D. (20)

Cinderella Tanpa Nama

"Bibi sudah memberikan kesenangan kepada anak sial itu. Aku bahkan tidak akan bisa menerima dia bisa
merasakan kesenangan walaupun hanya sedikit saja," kata Audy dengan wajah merah padam.

"Astaga Non, ingat Non dia itu anak Non," kata Sumi. Dia mengingatkan Audy agar mau menerima
Naknak, walau hanya sesaat saja.

"Aku tidak bisa Bi, tidak akan. Aku tidak mengharapkan dirinya dan aku tidak akan pernah bisa
menerimanya karena dengan melihat dirinya aku akan teringat kembali kehancuranku sendiri."kata
Audy dengan kesal.

Audy sama sekali tidak melihat ada yang salah dari ucapannya dan kini melihat Sumi kembali.

"Lebih baik dia menjauh dari kehidupanku daripada dia tersiksa melihatku demikian juga sebaliknya aku
menderita karena dla," kata Audy.

"Bagaimana BI?" tanyanya lagi.

……….......

“Naknak dengar waktu Bibi celitakan ke Mama Lila. Kalau Mama tidak mau, apakah Papa mau belikan
nama untuk Naknak, Bi?” tanya Naknak lagi.

“Ya Tuhan, aku tidak sanggup melihat dia. Sampai hati kamu Non, bicara saja Naknak masih belum
sempurna tapi kamu sudah mau membuangnya,” pikir Sumi dengan miris.

“Bi, apa itu Papa?” tanyanya bingung.

Sumi mengelus kepala Naknak dengan sedih.

“Naknak sayang sebaiknya kita tidur saja ya, besok Bibi ceritain lagi. Sambil tidur Bibi bacain
Cinderellanya ya,” kata Sumi sambil tersenyum.

Naknak kemudian mengangguk setuju karena memang dia juga sangat lelah. Naknak kemudian
menyerahkan buku ceritanya kepada Sumi dan mulai membaringkan tubuhnya di pembaringan.
Sumi kemudian menceritakan cerita kisah Cinderella untuk kesekian kalinya. Sampai akhirnya dia sampai
kepada akhir cerita dimana Cinderella menemukan pangerannya dan hidup bahagia.

“Bibi akan mendoakan Naknak, bukan hanya pangeran yang Naknak temui tetapi keluarga istana yang
baik dan sangat mencintai Naknak. Selalu bahagia malaikat kecilku,” bisik Sumi dengan sedih.

Naknak seperti sadar ini adalah malam terakhir dia bersama Sumi, dia memeluk Sumi dengan erat dan
tidak membiarkan Sumi kembali ke kamarnya. Sumi mengangkat tangan kecil Naknak agar dia dapat
pindah ke kamarnya sendiri. Naknak ternyata menyadari gerakan Sumi, dia tidak membiarkan Sumi pergi
dan semakin memeluk erat Sumi. Sumi kemudian pasrah ketika tangan kecil itu kembali memeluknya
dengan erat. Naknak bahkan tersenyum dalam tidurnya. Naknak bermimpi dia masih menikmati es krim
bersama Lila, di taman.

Sumi kemudian mencium pucuk kepalanya.

“Selamat jalan Nona kecilku, semoga kamu dapat bertahan di luar sana,” pikir Sumi. Dia merasa sangat
kejam terhadap Naknak.

Pagi ini Naknak sudah berpakaian rapi, dia memakai pakaian terbaiknya yang dia punyai. Naknak
tersenyum bahagia. Dia sama sekali tidak menyangka kemana dia sebenarnya akan dibawa.

“Bi, sini. Bawa uang ini, berikan anak sial ini makanan enak. Kemudian lakukan seperti yang kubilang
semalam,” katanya lagi.

Sumi kemudian menganggukkan kepalanya dan menerima uang tersebut. Dia kemudian menuntun
tangan Naknak untuk segera pergi dari sana. Tetapi Naknak menatap rumah tersebut dengan lama,
seolah-olah dia tahu dia tidak akan kembali ke sana lagi. Sumi telah memberikan Naknak sebuah tas
ransel kecil, di dalamnya terdapat beberapa potong pakaian usangnya dan sebuah buku cerita. Sumi
juga menuliskan sebuah surat di dalam ransel tas Naknak dan mengatakan Naknak sudah tidak
diinginkan ibunya lagi. Sumi terpaksa melakukannya karena dia berharap Naknak bisa menemukan
orang baik yang akan merawatnya.

“Ayo, Nak. Kita berangkat, sebaiknya tidak usah melihat rumah itu lagi,” katanya kepada Naknak.

Rambut Naknak dikucir dua kali ini dia memakai sepatu usangnya.

“Bi, sandal Naknak boleh dibawa?” tanyanya.

Seolah-olah dia sudah mempunyai firasat akan dibuang jauh dari keluarganya. Sumi sampai tercekat
mendengar perkataan Naknak. Kemudian dia menganggukkan kepalanya dan mengambil sandal
tersebut dan menyimpannya ke dalam ransel kecil Naknak. Sumi kemudian menggandeng tangan
Naknak dan menuntunnya ke jalan raya. Mereka akan menaiki angkutan umum, sementara punggung
kecilnya memanggul ransel kecil berwarna pink muda. Sumi melirik ke arah pintu berharap Audy
memanggilnya dan membatalkan rencananya. Tetapi bukan panggilan yang dia harapkan untuk
membatalkan kepergiaan Naknak malah ucapan sinis yang menyakitkan hatinya yang dia terima.

“Bi, ingat! Jangan sampai gagal!” perintahnya dengan sinis.

“Astaga Non, Bibi harap Non tidak akan menyesalinya,” bisiknya dengan sedih.
“Nak, Bibi doakan semoga Naknak dilindungi Tuhan, ya,” kata Sumi sambil mengelus kepala Naknak
dengan lembut.

Sekarang mereka sedang menunggu angkutan umum untuk membawa Naknak jauh dari tempat ini.

“Iya Bi, Tuhan pasti akan melindungi kita kalau kita baikkan Bi?” tanyanya balik.

Sumi kemudian menganggukkan kepalanya, dia tahu di dalam diri Naknak terdapat sifat yang baik.
Karena itu sudah kelihatan sejak dari dia kecil.

“Bi, kita mau kemana?” tanyanya heran.

Bi Sumi memang tidak pernah ke pasar, karena selama ini dia akan membeli sayur dari penjual sayur
keliling. Penjual sayur itu akan berkeliling komplek dan Sumi merupakan pelanggan setianya. Pagi ini dia
heran tidak menemukan Sumi di antara langganannya yang sedang mengantri untuk membayar.

“Ibu-ibu, Bi Sumi kok ngak kelihatan. Kemana dia pagi ini? Apa sakit?” tanya penjual sayur tersebut.

“Huss, si Abang. Jangan doain orang sakit dong! Tidak baik, memangnya ada apa?” tanya mereka.

“Aku hanya mau memberikan kue ini kepada Naknak. Walaupun dia kaya tetapi sepertinya tidak pernah
memakan makanan yang lain selain nasi. Istilah anak sekarang jajan, nach aku membagi jajan anakku ke
Naknak,” katanya lagi.

“Wahh, Abang ini ternyata orang baik ya. Iya, aku juga heran. Kasihan Naknak,” kata ibu yang memakai
daster biru.

“Aku tadi lihat Bi Sumi keluar naik angkutan umum bersama Naknak. Naknak cantik wuih seperti anak
gedongan,” pujinya lagi.

“Loh mereka kemana ya, pagi-pagi begini,” kata ibu itu lagi.

“Memang Naknak anak gedongan bukan? Hanya saja hidupnya ya kere seperti kita ini,” sahut mereka
lagi.

Memang ibu-ibu yang berkumpul itu adalah para asisten rumah tangga.

“Ayo cepatin, nanti majikan kita marah,” sahut ibu itu lagi.

Mereka kemudian bergegas meninggalkan abang penjual sayuran karena bagaimanapun kalau majikan
mereka marah selalu menyakitkan hati. Bicara tidak pernah memikirkan perasaan orang lain.

Sementara itu Sumi membawa Naknak untuk makan jajanan yang kelihatannya menarik.

“Naknak mau itu?” tanyanya kepada Naknak.

Kemudian Sumi memberikan penganan yang tidak pernah di makan Naknak. Dia menikmati itu semua
dengan senang dan terus saja berceloteh dengan riang. Akhirnya pasar itu semakin ramai, bahkan
mereka berdesak-desakan karena sangking ramainya.

“Ya, Tuhan maafkan hambamu ini. Aku harus meninggalkan Naknak sekarang karena semakin banyak
orang maka semakin banyak orang yang akan menolongnya,” pikir Sumi dengan polosnya.
Sumi kemudian celingukan dan memikirkan tempat yang cocok untuk meninggalkan Naknak. Sumi
berusaha mencari tempat yang aman agar Naknak tidak celaka. Hingga akhirnya Sumi melihat di depan
penjual buah, tempat itu lebih sepi dari tempat penjual sayur dan lauk.

“Ini tempat yang cocok agar Naknak tidak celaka,” pikir Sumi.

Dia kemudian berjongkok dan meraih tubuh Naknak.

“Nak, kamu sekarang sudah besar bukan?” tanya Sumi dengan sedih.

Naknak menganggukkan kepalanya dengan bangga.

“Kalau Naknak sudah besar, maka Naknak Bibi tinggalkan sebentar ya. Bibi mau ke toilet umum yang ada
di sana. Bisakah Naknak menunggu Bibi sebentar di sana?” tanya Sumi dengan suara tercekat.

Tanpa dia sadar sebulir cairan bening meluncur dari matanya. Naknak mengusap air mata itu kemudian
menatap wajah Sumi dengan menangkupkan kedua tangan mungilnya di wajah Sumi.

“Bibi, jangan menangis. Jangan takut Naknak sudah besar. Bibi pergi saja ke toilet ya, Naknak akan
menunggu Bibi di sini,” katanya sambil tersenyum penuh pengertian.

Sudah pasti apa yang di katakan Naknak semakin membuat hatinya sangat sedih, ingin rasanya Sumi
menangis untuk mengubah keadaan Naknak. Namun dia tidak berdaya sama sekali. Hatinya masih saja
belum rela meninggalkan Naknak sendirian di sana. Bagaimana kalau orang jahat yang menemukannya?

“Ya, Tuhan. Pertemukan Naknak dengan orang baik. Aku benar-benar tidak berdaya sekarang,” pikir
Sumi.

Kemudian dia memeluk Naknak dengan erat, memberikan ciuman terakhirnya. Kemudian Sumi bangkit
dan dia menatap Naknak sekali lagi dan mengelus kepalanya untuk yang terakhir kali. Dada Sumi terasa
sesak.

“Ya Tuhan, tidak adil rasanya melihat Naknak merasakan kejadian ini. Dia masih kecil ya Tuhan,” pikir
Sumi dengan sedih.

Hatinya sangat sakit berpisah dengan Naknak seperti ini, ada sesuatu di dalam dirinya yang
memberontak ingin mencegah agar Naknak jangan ditinggalkan di sini. Sumi kemudian melambaikan
tangannya dan di balas oleh Naknak. Sumi mengarah ke toilet dan kemudian ketika Naknak tidak
melihatnya dia pergi ke arah lain dan mencari tempat persembunyian. Dia ingin melihat Naknak dan
mengawasinya dari jarak jauh. Sumi sangat sedih sekali, dia telah menyakiti Naknak dengan mencoreng
kepercayaan Naknak kepadanya.

“Hanya kepadaku Naknak percaya, apalagi dia sadar Audy membencinya,” pikir Sumi dengan sedih.

Sumi kemudian menatap Naknak dari tempat persembunyiannya. Dengan patuh Naknak menunggu
Sumi kembali, tubuh kecilnya masih berdiri di sana. Dia memandang ke kiri dan ke kanan, menunggu
kedatangan Sumi. Naknak sudah mulai gelisah, tempat penjualan buah sudah mulai ramai. Banyak orang
sekarang mengunjungi tempat itu, Sumi mulai cemas. Sudah sejam lebih tapi Naknak tidak menangis
sedikitpun, wajahnya yang pucat mulai memandang sekitarnya dengan cemas.
 ANALISIS

A. Cara Menggambarkan Watak Tokoh

1. Tokoh Sumi
a) Pikiran/Ucapan Tokoh:
 “Ya Tuhan, aku tidak sanggup melihat dia. Sampai hati kamu Non, bicara saja
Naknak masih belum sempurna tapi kamu sudah mau membuangnya,” pikir Sumi
dengan miris.
 "Ya Tuhan, tidak adil rasanya melihat Naknak merasakan kejadian ini. Dia masih kecil
ya Tuhan." pikir Sumi dengan sedih.
 “Selamat jalan Nona kecilku, semoga kamu dapat bertahan di luar sana,” pikir Sumi.

Dalam kutipan tersebut, watak tokoh Sumi dapat dilihat melalui pikirannya. Dapat
diketahui tokoh Sumi memiliki karakter penyayang dan peduli.

b) Dialog antartokoh:
 “Astaga Non, Bibi harap Non tidak akan menyesalinya,” bisiknya dengan sedih.
 “Nak, Bibi doakan semoga Naknak dilindungi Tuhan, ya,” kata Sumi sambil mengelus
kepala Naknak dengan lembut.

Dalam kutipan, tersebut tokoh Sumi dapat dilihat melalui dialog antara tokoh Sumi dan
Audy. Dapat diketahui tokoh Sumi memiliki karakter penyayang dan peduli.

c) Reaksi/tindakan tokoh:
 Sudah pasti apa yang di katakan Naknak semakin membuat hatinya sangat sedih,
ingin rasanya Sumi menangis untuk mengubah keadaan Naknak. Namun dia tidak
berdaya sama sekali. Hatinya masih saja belum rela meninggalkan Naknak sendirian
di sana. Bagaimana kalau orang jahat yang menemukannya?

Dalam kutipan tersebut tokoh Sumi dapat dilihat melalui reaksi/tindakan tokoh. Dapat
diketahui tokoh Sumi memiliki karakter penyayang dan peduli.

2. Tokoh Naknak

a. Reaksi/tindakan tokoh:
 Sumi kemudian menganggukkan kepalanya, dia tahu di dalam diri Naknak terdapat
sifat yang baik. Karena itu sudah kelihatan sejak dari dia kecil.

Dalam kutipan tersebut, watak tokoh Naknak dapat dilihat melalui tindakan tokoh.
Dapat diketahui tokoh Naknak memiliki karakter baik.

b. Dialog antartokoh:
 “Bibi, jangan menangis. Jangan takut Naknak sudah besar. Bibi pergi saja ke toilet
ya, Naknak akan menunggu Bibi di sini,” katanya sambil tersenyum penuh
pengertian.
Dalam kutipan tersebut, watak tokoh Naknak dapat dilihat melalui dialog antara tokoh Naknak dan
Sumi. Dapat diketahui tokoh Naknak memiliki karakter peduli dan pengertian.

3. Tokoh Audy (Ibu Naknak)

a. Reaksi/tindakan tokoh:
 Sumi melirik ke arah pintu berharap Audy memanggilnya dan membatalkan
rencananya. Tetapi bukan panggilan yang dia harapkan untuk membatalkan
kepergiaan Naknak malah ucapan sinis yang menyakitkan hatinya yang dia terima.

Dalam kutipan tersebut, watak tokoh Audy dapat dilihat melalui tindakan tokoh Audy.
Dapat diketahui tokoh Audy memiliki karakter jahat, tidak peduli dan acuh.

b. Dialog antartokoh:
 "Bibi sudah memberikan kesenangan kepada anak sial itu. Aku bahkan tidak akan
bisa menerima dia bisa merasakan kesenangan walaupun hanya sedikit saja," kata
Audy dengan wajah merah padam.
 "Astaga Non, ingat Non dia itu anak Non," kata Sumi. Dia mengingatkan Audy agar
mau menerima Naknak, walau hanya sesaat saja.
 "Aku tidak bisa Bi, tidak akan. Aku tidak mengharapkan dirinya dan aku tidak akan
pernah bisa menerimanya karena dengan melihat dirinya aku akan teringat kembali
kehancuranku sendiri."kata Audy dengan kesal.

Dalam kutipan tersebut, watak tokoh Audy dapat dilihat melalui dialog antara tokoh
Audy dan Sumi. Dapat diketahui tokoh Audy memiliki karakter jahat, tidak peduli dan
acuh.

B. Konflik
Naknak seorang anak yang tidak diharapkan dan ingin dibuang oleh ibunya sendiri. Pada
akhirnya, ibu NakNak menyuruh bibi meninggalkan NakNak sendirian di sebuah pasar

Bukti kalimat:

 "Astaga Non, ingat Non dia itu anak Non," kata Sumi. Dia mengingatkan Audy agar mau
menerima Naknak, walau hanya sesaat saja.
 "Aku tidak bisa Bi, tidak akan. Aku tidak mengharapkan dirinya dan aku tidak akan
pernah bisa menerimanya karena dengan melihat dirinya aku akan teringat kembali
kehancuranku sendiri."kata Audy dengan kesal.
 "Ya Tuhan, aku tidak sanggup melihat dia. Sampai hati kamu Non, bicata saja NakNak
masih belum sempurna tapi kamu sudah mau membuangnya", pikir Sumi dengan miris.

C. Penyebab Konflik
Konflik tersebut terjadi disebabkan karena Naknak adalah anak yang tidak diharapkan oleh
ibunya.

Bukti kalimat :
"Aku tidak bisa Bi, tidak akan. Aku tidak mengharapkan dirinya dan aku tidak akan pernah bisa
menerimanya karena dengan melihat dirinya aku akan teringat kembali kehancuranku
sendiri."kata Audy dengan kesal.

D. Akibat Konflik

1. Sumi harus meninggalkan Naknak di pasar secara terpaksa. Dengan alasa ingin ke toilet.

Bukti kalimat:
"Kalau Naknak sudah besar, maka Naknak bibi tinggalkan sebentar ya. Bibi mau ke toilet
umum yang ada di sana. Bisakah Naknak menunggu bibi sebentar di sana?"

2. Naknak ditinggalkan oleh Sumi di depan penjual buah, dengan berat hati.

Bukti kalimat:
"Bagaimana kalau orang jahat yang menemukannya?"
" Ya, Tuhan. Pertemukan Naknak dengan orang baik. Aku benar-benar tidak berdaya
sekarang"

3. Sumi merasa sudah ingkar terhadap kepercayaan Naknak.

Bukti kalimat:
Sumi sangat sedih sekali, dia telah menyakiti Naknak dengan mencoreng kepercayaan
Naknak kepadanya.
"Hanya kepadaku Naknak percaya, apalagi dia sadar Audy mebencinya"

Anda mungkin juga menyukai