Anda di halaman 1dari 11

Nama : Hasan Gilang Ramadhan (220103020248)

Jimi Irawan (220103020078)


Muhammad Fadhil Khairi (220103020074)
Mata Kuliah : Manahijul Mufassirin
Dosen Pengampu : Dr. Ahmad Mujahid, S.Th.I, MA
Tugas Manahijul Mufassirin “Tafsir Tematik dengan Tema Jihad”

A. Pengertian Jihad Secara Umum


Kata jihad dalam Al-Qur’an terulang sebanyak 41 kali dengan berbagai
bentuknya.1 Al-Qur’an dan Hadis mendefinisikan jihad dengan makna yang
sangat bervariasi. Secara Bahasa memiliki dua arti yaitu bermakna kemampuan
(al-Taqah), dan kelelahan atau kesulitan (al-Masyaqqah). Sehingga orang yang
berjihad di jalan Allah adalah orang yang mencapai kesulitan karena Allah dan
meninggikan kalimat-Nya sebagai cara dan jalan menuju surga.
B. Ayat Tentang Jihad
1. Al-Furqan ayat 52

‫ينا َو ََٰج ِه ْد ُهمابِِهۦا ِج َه ًاداا َكبِ ًرياا‬


‫لاتُ ِط ِاعاٱلْ ََٰك ِف ِر َا‬
‫فَ َا‬
Artinya: Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan
berjihadlah terhadap mereka dengan Al-Qur’an dengan jihad yang besar.
(QS. Al-Furqan 25: 52)

2. An-Nisa ayat 95

‫ٱّللِا ِِب َْم ََٰوِلِِ ْاما َوأَن ُف ِس ِه ْما‬ ‫يا َغ ْاريُاأ ُ۟وِ ا‬
‫لاٱلضََرِارا َوٱلْ ُم ََٰج ِه ُدو َانا ِ ا‬
‫فا َسبِ ِا‬
‫يلا َا‬ ‫ااَاّلايَ ْستَ ِوىاٱلْ ََٰقعِ ُدو َانا ِم َاناٱلْ ُم ْؤِمنِ َا‬

ُ‫ٱّلل‬
‫َلا َا‬
‫ناا َوفَض َا‬
‫ٱّللُاٱ ْْلُ ْس ََٰا‬
‫لا َو َع َادا َا‬ ‫ينا ِِب َْم ََٰوِلِِ ْاما َوأَن ُف ِس ِه ْاما َعلَىاٱلْ ََٰقعِ ِد َا‬
‫ينا َد َر َج اةًاا َوُك ًا‬ ‫ٱّللُاٱلْ ُم ََٰج ِه ِد َا‬
‫َلا َا‬
‫افَض َا‬

‫يما‬ ِ
ً ‫َجًراا َعظ‬ ‫ينا َعلَىاٱلْ ََٰقعِ ِد َا‬
ْ ‫يناأ‬ ‫ٱلْ ُم ََٰج ِه ِد َا‬
Artinya: Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut
berperang) yang tidak mempunyai 'uzur dengan orang-orang yang berjihad
di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-
orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang

1
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an (Bandung: MIZAN, 2010), 660.

1
duduk satu derajat. Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan
pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad
atas orang yang duduk dengan pahala yang besar, (QS. An-Nisa 4: 95).2

3. Al-Baqarah ayat 216


۟ ۟
‫با َعلَْي ُك ُاماٱلْ ِقتَ ُا‬
‫الا َو ُه َاواا ُك ْرهاالَ ُك ْاماۖا َو َع َس َٰاىاأَناتَكَْرُهواا َشْيـًاا َو ُه َاوا َخ ْاريالَ ُك ْاماۖا َو َع َس َٰاىاأَنا ُُِتبُّواا‬ ‫ا ُكتِ َا‬

‫َشْيـًاا َو ُه َاوا َشراالَ ُك ْاماۗا َو َا‬


‫ٱّللُايـَ ْعلَ ُاما َوأَنتُ ْاماَاّلاتَـ ْعلَ ُمو َان‬
Artinya: Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah
sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia
amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal
ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.
(QS. Al-Baqarah 2: 216).

C. Penafsiran
1. Asbabun Nuzul
Pertama: pada surah Al-Furqan ayat 52, dalam tafsir Fi Zhilalil
Qur’an dijelaskan bahwa Al-Qur'an mengandung kekuatan dan
kekuasaan, pengaruh yang mendalam, dan daya tarik yang tak
tertahankan. Karena Al-Qur’an menggoncangkan hati mereka dengan
keras dan menggoyahkan ruh mereka dengan jelas. Sehingga, ketika
mereka berusaha melawannya dengan seluruh cara, mereka tak mampu
melawannya. Oleh karena itu, para pembesar Quraisy berkata kepada
masyarakat mereka, Janganlah kamu mendengar dengan sungguh-
sungguh akan Al-Qur’an ini dan buatlah hiruk-pikuk terhadap nya,
supaya kamu dapat mengalahkan mereka.
Perkataan mereka ini menunjukkan kegoncangan yang mereka
rasakan dalam diri mereka, juga diri pengikut-pengikut mereka ketika
mendapati pengaruh Al-Qur'an ini. Karena, mereka melihat para
pengikut mereka itu seperti tersihir dalam waktu singkat dengan
pengaruh satu dua ayat, dan satu dua surah, yang dibacakan oleh
Muhammad bin Abdullah saw. Sehingga, jiwa mereka itu pun tunduk

2
Departemen Agama, Al-Qur’an dan terjemahannya, surat An-Nisa ayat 95

2
kepada beliau dan hati mereka pun terikat dengannya. Para pembesar
Quraisy mengatakan perkataan ini kepada para pengikut dan pendukung
mereka bukan karena mereka selamat dari pengaruh Al-Qur'an. Karena
jika mereka tak merasakan kegoncangan dalam diri mereka yang tak
dapat mereka atasi, niscaya mereka tak memerintahkan seperti ini, dan
mereka tak menyebarkan peringatan ini kepada kaum mereka. Hal ini
menjadi tanda yang paling jelas bagi mendalamnya pengaruh Al-Qur’an
itu.
Ibnu Ishaq mengatakan bahwa Muhammad bin Muslim bin Syihab
az-Zuhri menceritakan bahwa dia pernah diceritakan bahwa Abu Sufyan
bin Harb, Abu Jahl bin Hisyam, Akhnas bin Syuraiq bin Amru bin Wahb
ats-Tsaqafi, dan Halif bin Zuhrah, suatu ketika keluar untuk mencuri
dengar Rasulullah membaca Al-Qur'an saat beliau salat malam di
rumahnya, kemudian masing-masing mengambil posisi yang tepat di
luar rumah beliau untuk mencuri dengar. Masing-masing orang tidak
tahu kalau temannya yang lain juga sedang mencuri dengar. Maka,
mereka semua dengan serius mendengar suara Rasulullah. Hingga
ketika fajar menyingsing, merekapun pulang ke rumah masing-masing.
Tapi di tengah jalan, mereka saling memergoki temannya satu sama lain,
dan mereka pun saling mencela, kemudian mereka saling menasihati
agar tidak lagi melakukan tindakan itu. Karena, jika ada orang lain dari
pengikut mereka yang melihat tindakan mereka, niscaya hal itu akan
memengaruhi orang itu. Setelah itu, mereka segera meneruskan
perjalanan mereka untuk pulang ke rumah masing-masing
Pada malam kedua, masing-masing kembali mencuri dengar di
samping rumah Rasulullah. Ketika fajar menyingsing, mereka pun
segera pulang. Dan di jalanan, mereka kembali saling memergoki
temannya satu sama lain. Mereka pun kemudian saling berpesan agar
tidak kembali mencuri dengar, seperti kemarin.
Ketika datang malam ketiga, mereka kembali mencuri dengar di
samping rumah Rasulullah. Sepanjang malam mereka mendengarkan

3
Rasulullah membaca Al-Qur'an. Dan ketika fajar menyingsing, mereka
pun bubar pulang. Di jalanan, mereka kembali saling memergoki
temannya satu sama lain. Kemudian mereka sepakat untuk mengikat
janji untuk tidak lagi kembali mencuri dengar Rasulullah. Dan, janji itu
mereka sepakati bersama kemudian mereka membubarkan diri untuk
pulang ke rumah masing-masing.
Di pagi harinya, Akhnas bin Syuraiq mengambil tongkatnya dan
selanjutnya melangkahkan kakinya untuk menemui Abu Sufyan bin
Harb di rumahnya. Setelah bertemu, ia berkata kepada Abu Sufyan, "Hai
Abu Hanzhalah (bapaknya Hanzhalah), ceritakanlah pendapatmu
tentang apa yang engkau dengar dari Muhammad? Dia menjawab, "Abu
Tsa'labah, saya mendengar darinya beberapa hal yang saya ketahui dan
saya pahami maksudnya. Saya juga mendengar beberapa hal yang saya
tidak tahu, dan saya tidak ketahui maksudnya" Akhnas menimpali,
"Saya juga seperti itu." Ia kemudian pamit dari rumah Abu Sufyan dan
mendatangi Abu Jahl di rumahnya, Kemudian ia bertanya kepada Abu
Jahl, "Hai Abul Hakam, apa pendapatmu tentang yang kamu dengar dari
Muhammad? Dia menjawab, "Masalahnya bukan pada yang aku dengar
itu. Tapi, karena kami saling bersaing dengan puak bani Abdi Manaf
dalam meraih kehormatan. Jika mereka memberi makan kepada orang
banyak, kami pun segera memberi makan orang banyak. Jika mereka
rnenanggung sesuatu, kami juga berlomba menanggungnya. Dan jika
mereka menyumbang, maka kami pun menyumbang. Kemudian, ketika
persaingan kami itu sedang pada puncaknya, tiba-tiba mereka berkata,
'Dari kami ada yang menjadi nabi, yang mendapatkan wahyu dari langit',
maka kapan kami bisa menyaingi kemuliaan mereka itu? Saya
bersumpah tidak akan beriman dengannya selamanya dan tidak akan
membenarkan dakwahnya!" Mendengar jawaban itu, Akhnas pun segera
pamit dan meninggalkannya.
Seperti itulah mereka mencoba menahan diri mereka dari pengaruh
Al-Qur'an ini, tapi tetap saja mereka kalah. Seandainya mereka tak

4
berjanji sesama mereka dan mereka tak merasakan ancaman terhadap
kepemimpinan mereka, jika manusia melihat mereka seperti itu, ketika
mereka tertarik oleh Al-Qur'an itu seperti orang yang sedang tersihir,
niscaya mereka akan bertekuk lutut terhadap pesona Al-Qur’an. 3
Kedua: Asbabun nuzul surah An-Nisa ayat 95, Al-Bukhari
meriwayatkan dari Al Bara' bahwasanya ia berkata, "Ketika turun ayat,
" Tidaklah sama antara mu' min yang duduk (yang tidak ikut berperang)
yang tidak memþunyai uzur...", Nabi Saw bersabda, "Panggil si fulan."
Lalu si fulan itu datang dengan membawa tinta, papan, dan alat tulis
lainnya. Kemudian beliau berkata kepadanya: "tulislah, "Laa yastawil
qaa`iduumna minal mu'minin wal mujaahiduuna fi sabilillah (Tidaklah
sama antara mukmin yang duduk (yang tidak turut berperang) dengan
orang-orang yang berjihad di jalan Allah)." Ketika itu Ibnu Ummi
Maktum berada di belakang Nabi saw maka ia berkata, "Wahai
Rasulullah, sesungguhnya aku ini orang buta." Maka turun firman Allah
melengkapi ayat di atas. "Laayastawi qaa'iduuna minal mu minin ghairu
ulidh dharari wal mujaahiduuna sabilillah (Tidaklah sama antara
mukmin yang duduk (yang tidak turut berperang) dengan orang-orang
yang berjihad di jalan Allah). 4
Diriwayatkan juga olch Al-Bukhari dan lainnya hadis serupa dari
hadis Zaid bin Tsabit ath-Thabarani dari hadis Zaid bin Arqam. Dan Ibnu
Hibban dari hadis Al-Falatan bin Ashim. At-Tirmidzi meriwayatkan
hadis yang serupa dari Ibnu Abbas As, di dalamnya disebutkan,
"Abdullah bin Jahsy dan Ibnu Ummi Maktum berkata "Tetapi kami
adalah orang-orang yang buta."
Ketiga: Asbabun-Nuzul dari9 surah al-baqarah 217 yakni;

3
Abdul Fatah, Memaknai Jihad dalam Al-Qur’an dan Tinjauan Historis Penggunaan istilah
Jihad dalam Islam, Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol. 3 No. 1 Desember 2016.
4
Shahih Al-Bukhari (5494), Bab At-Tafsir.

5
Dua bulan sebelum perang Badar, pada akhir bulan Jumadil Akhir,
Rasulullah mengirimkan satu pasukan yang terdiri dari 8 orang
Muhajirin dikepalai oleh Abdullah bin Jahsy pergi untuk menyelidiki
keadaan orang Quraisy di luar kota Madinah dan laporannya harus
segera disampaikan kepada Rasulullah saw. Tak kala pasukan itu
sampaikan disuatu tempat yang bernama Nakhlah, bertemu lah mereka
dengan serombongan orang Quraisy membawa barang dagangan dari
Thaif. Rombongan itu dikepalai oleh Umar bin Abdullah dan
saudaranya bersama Naufal bin Abdullah. Pada waktu pasukan
Muhajirin memerangan rombongan pedagang-pedagang Quraisy itu dan
terbunuhlah kepala rombongan itu dan dua orang temannya ditawan
sedang seorang lagi dapat meloloskan diri, serta barang dagangan
dijadikan sebagai harta rampasan perang. Peristiwa itu terjadi di bulan
yang diharamkan perang padanya yaitu awal bulan Rajab, sedangkan
pasukan Muhajirin itu mengira masih bulan Jumadil Akhir. Mendengar
peristiwa itu ributlah orang-orang Quraisy dan orang-orang Islam di
Madinah sambil mengatakan: “Muhammad saw telah menghalalkan
berperang di bulan Haram. Padahal pada bulan-bulan haram itulah orang
merasa aman dan tentram dan berusaha mencari rezeki untuk keperluan
hidup mereka. Tat kala Abdullah bin Jahsy sampai di Madinah dengan
membawa dua orang tawanan dan harta rampasan perang, Rasulullah
merasa terkejut dan berkata; “Demi Allah saya tidak menyuruh kami
berperang di bulan Haram”. Lalu Rasulullah mengatakan hentikan unta
yang membawa harta rampasan perang dan kedua tawanan itu. Tidak
ada sedikitpun harta rampasan itu diambil Rasulullah saw. Mendengar
ucapan itu, Abdullah bin Jahsy bersama pasukannya merasa malu dan
menyesal dan mereka mengira tentu akan mendapat malapetaka dan
musibah sebagai akibat dari pelanggaran itu, lalu turunlah ayat ini.
Setelah turunnya ayat ini, maka Rasulullah saw membagi-bagi harta
rampasan perang kepada yang berhak dan membebaskan kedua tawanan
itu. Dengan turunnya ayat 216 hukum perang itu menjadi wajib kifayah

6
dan bila musuh telah masuk ke dalam negeri orang Islam hukumnya
menjadi wajib ‘ain. Hukum wajib perang ini terjadi pada tahun kedua
Hijriah. Ketika masih di Mekkah (sebelum hijriah). Nabi Muhammad
saw dilarang berperang dan pada permulaan tahun Hijriah, baru
diizinkan perang bilamana perlu.5
2. Penjelasan dari makna kata

a. Jihad (‫)اجلهاد‬

Berasal dari kata kerja (‫جياهد‬-‫ )جاهد‬yang berarti mencurahkan daya

upaya atau bekerja keras. Ibn Faris dalam Mu’jam Maqayis al-

Lugah menjelaskan bahwa kata jihad yang berasal dari huruf (‫ د‬-

‫ )ج – ه ـ‬Jim, Ha dan Dal berarti ‫ املشقة‬kepayahan (kesulitan) atau


yang semakna dengannya.

b. Al-Qital ( ‫ا) القتال‬

Al-Qital yang berasal kata dari huruf ( ‫ ل‬- ‫ ت‬- ‫ ) ق‬qaf, ta, lam
dalam Mu‘jam Maqayis al-Lugah memiliki makna yang
menunjukkan kepada hal menghina, membunuh. Term al-qital

sendiri berasal dari akar kata ( ‫يقاتل‬ - ‫ ) قاتل‬qatala – yuqatilu yang

kata dasarnya ( ‫ يقتل‬-‫قتل‬ ) qatala – yaqtulu yang bermakna

membunuh, melaknat dan mengutuk,sedangkan qatala berarti


memerangi, memusuhi dan berkelahi.

5
Zakaria Siregar, “Jihad dalam Tafsir Tematik Al-Qur’an (Tafsir Maudhu’i QS Al-
Furqan:52 dan Al-Baqarah:217)”, (Medan, wahana inovasi, Vol 7, no.2, Desember 2018), hlm. 8.

7
c. Al-Harb ( ‫) احلرب‬

Dengan berbagai bentuk derivasinya digunakan dalam Al-Qur’an


sebanyak 11 kali, dengan makna yang beragam dan kata al-harb
yang berarti perang kesemuanya adalah surah madaniyyah. Dengan
makna yang beragam ini, yaitu ada yang berarti perang, tempat
(mihrab), dan azab (QS. Al-Baqarah (2): 279). Dari term-term
tersebut yang berkaitan dengan jihad dalam pengertian perang
terdapat dalam QS. Al-Baqarah (2): 279; QS. Al-Maidah (5): 33 dan
64; QS. Al-Anfal (8): 57; QS. Al-Taubah (9): 107; dan QS.
Muhammad (47): 4. Selain dari 6 ayat ini term al-harb dengan
berbagai derivasinya menunjuk kepada pengertian tempat (mihrab).

d. Al-Gazwu ( ‫) الغزو‬

Al-Gazwu berasal dari kata kerja ( ‫ يغزو‬-‫ ) غز‬mempunyai makna


al-khuruj ila muharabah al-‘aduwi (keluar untuk memerangi
musuh). Dari pengertian ini dapat dimaknai bahwa al-gazwu adalah
jihad dalam pengertian perang secara fisik melawan musuh. Dalam
Al-Qur’an kata al-gazwu hanya disebut satu kali saja yaitu dalam
bentuk masdar pada QS. Ali ‘Imran (3): 156;

e. Al-Nafr (‫)النفر‬

Al-Nafr berasal dari akar kata (‫ر‬ -‫ ف‬-‫ )ن‬dengan kata kerja - ( ‫نفر‬

‫ )ينفر‬nafar – yanfuru). Kata ini bermakna berangkat, pergi, lari

(karena takut dan terkejut), mengalahkan, berpaling, tidak


menyukai, berpaling, bergegas dan pergi terburu-buru.

8
D. Jihad Menurut Para Ilmuwan Muslim
1. Yusuf Al- Qardhawi
Menurut Yusuf al-Qardhawi sering terjadi campur aduk dalam
memberikan definisi tentang al-jihad dan al-qital. Padahal keduanya
memiliki pengertian yang berbeda dalam bahasa maupun syari’at, Al-
jihad berasal dari kata al-juhdu yang berarti kesungguhan (bersungguh-
sungguh).6 Dengan kata lain jihad adalah perjuangan melawan hawa
nafsu, melawan setan, melawan kedzaliman dan kemungkaran dalam
masyarakat, melawan kaum musyrikin dengan perkataan, pena, harta
dan pedang, semuanya tergantung waktu dan tempat. Termasuk
perbuatan jihad yaitu sabar dalam memikul kesusahan di jalan Allah.
Sedangkan al-qital berasal dari kata al-qatlu (membunuh).7 Perang
dalam Islam, pada hakikatnya merupakan tindakan defensif (membela
diri), yakni untuk memerangi orang-orang yang menghalang-halangi
dakwah Islam, menentangnya dengan kekuatan serta mengangkat
senjata kepada kaum muslimin, seperti yang terjadi pada perang Uhud
dan Khandaq. Nabi Muhammad diutus oleh Allah kepada umatnya,
dengan membawa petunjuk dan agama yang benar. Dan dengan dalil-
dalil serta rahmat bagi semesta alam, khususnya bagi orang mukmin,
tidak diutus kepada manusia dengan pedang terhunus (perang). Bahkan
kalaupun seandainya manusia berpaling dan membangkang, Nabi tidak
diperintah untuk memeranginya. Karena kewajiban Nabi ialah tabligh
(hanya menyampaikan ayat-ayat).
2. Wahbah Zuhaili
Jihad menurut Istilah ialah “perjuangan melawan orang-orang kafir
untuk tegaknya agama Islam”. Tujuan berjihad bukan membunuh orang-
orang kafir, akan tetapi jihad dipergunakan dalam rangka untuk
mencegah penganiayaan dan kelaliman. Jihad dengan berdakwah, yakni

6
Yusuf al-Qardhawi, Kebangkitan Gerakan Islam dari Masa Transisi Menuju
Kematangan, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2003), cet. 1, hlm. 360.

9
dengan menyampaikan bukti-bukti yang nyata tentang kebenaran ajaran
Islam masih lebih baik dari pada jihad dalam arti perang.

10
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Fatah, Memaknai Jihad dalam Al-Qur’an dan Tinjauan Historis


Penggunaan istilah Jihad dalam Islam, Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol. 3 No.
1 Desember 2016.
Departemen Agama, Al-Qur’an dan terjemahannya, surat An-Nisa ayat 95
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an (Bandung: MIZAN, 2010).

Shahih Al-Bukhari (5494), Bab At-Tafsir.


Yusuf al- Qardhawi, Kebangkitan Gerakan Islam dari Masa Transisi
Menuju Kematangan, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2003), cet. 1.
Zakaria Siregar, “Jihad dalam Tafsir Tematik Al-Qur’an (Tafsir Maudhu’i
QS Al-Furqan:52 dan Al-Baqarah:217)”, (Medan, wahana inovasi, Vol 7, no.2,
Desember 2018).

11

Anda mungkin juga menyukai