Anda di halaman 1dari 9

Gondang: Jurnal Seni dan Budaya, 5 (1) (2021): 134-133.

DOI: https://doi.org/10.24114/gondang.v5i1.24964

Gondang: Jurnal Seni dan Budaya


Available online http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/GDG

Seni Rupa di Era Disrupsi:


Dampak Teknologi dalam Medan Sosial Seni Rupa

Visual Arts in the Disruption Era:


Impacts of Technology in the Social World of Visual Arts

Zulkifli*
Jurusan Seni Rupa, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Medan, Indonesia

Diterima: 20 Mei 2021; Direview: 22 Mei 2021; Disetujui: 01 Juni 2021


Abstrak
Era disrupsi melahirkan perubahan besar dalam dunia seni rupa, dipicu oleh perkembangan teknologi digital-virtual
dalam revolusi industri 4.0. Artikel ini mengkaji tentang eksistensi seni rupa di era disrupsi. Sejauhmana teknologi
berdampak dalam medan sosial seni rupa, apakah teknologi dapat mengancam eksistensi perupa atau seniman, dan
apakah teknologi dapat mereduksi nilai-nilai karya seni rupa konvensional. Sejalan dengan metode deskriptif-
kualitatif, pembahasan dilakukan berdasarkan pendekatan sosiologi seni, didukung dengan pendekatan visual
culture dan kreativitas seni. Hasil kajian menjelaskan bahwa: Pertama, teknologi era disrupsi secara umum
berdampak positif dalam medan sosial seni rupa. Dalam medan sosial penciptaan, teknologi mendukung sistem kerja
yang lebih praktis dan produktif. Dalam medan sosial penyajian seni, teknologi virtual sangat mendukung sosialisasi
dan promosi karya secara luas. Begitu juga dalam medan sosial pengkajian seni, teknologi virtual dapat mengundang
partisipasi masyarakat global. Kedua, teknologi tidak dapat menggantikan eksistensi perupa yang berorientasi
ekspresi estetis, kecuali yang berorientasi menghasilkan karya fungsional. Secara umum, teknologi mendukung
aktivitas kesenirupaan. Ketiga, nilai seni rupa tidak tereduksi oleh teknologi, karena nilai karya melekat pada
karakter atau roh yang dilahirkan perupa, bukan yang dihasilkan teknologi.
Kata Kunci: Era Disrupsi; Dampak Teknologi; Medan Sosial; Seni Rupa

Abstract
The disruption era has created a big change in the visual art world, triggered by the digital-virtual technology
development in Industrial Revolution 4.0. This paper examines the existence of visual arts in disruption era: how far
technology impacts the social world of visual art, artists’ existence and the reduction of values of conventional visual art
works. Along with the descriptive-qualitative method, the discussion is based on art sociology approach supported by
the approach of visual culture and art creativity. The results indicate: First, technology in disruption era generally
impacts the social world of visual arts positively. In the social world of creation, technology supports a more practical
and productive work system. In the social world of art presentation, virtual technology supports the art works’
socialization and promotion widely. The social world of art studies is the same that virtual technology can invite the
global society’s participation. Second, technology cannot replace the artists’ existence orientated to aesthetic expression,
except the ones orientated to making functional works. Generally, technology supports art’s activities. Third, the visual
art values cannot be reduced by technology as the values are bound to the character or spirit the artists create, not the
ones the technology creates.
Keywords: Disruption Era; Impacts of Technology; Social World; Visual Arts

How to Cite: Zulkifli, (2021). Seni Rupa di Era Disrupsi: Dampak Teknologi dalam Medan Sosial Seni Rupa.
Gondang: Jurnal Seni dan Budaya, 5 (1) (2021): 134-133.

*Corresponding author: ISSN 2599 - 0594 (Print)


E-mail: zulkiflifbs@unimed.ac.id ISSN 2599 - 0543 (Online)

134
Gondang: Jurnal Seni dan Budaya, 5 (1) (2021): 134-142.

PENDAHULUAN inovasi teknologi informasi dan kounikasi


Era disrupsi merupakan era (Harto, dkk., 2018).
perubahan besar yang terjadi saat ini. Tidak Disrupsi adalah sesuatu yang positif,
hanya bagi sebagian orang, tetapi semua karena merupakan suatu kreativitas dan
melakoninya dalam kehidupan dan inovasi yang dinamis. Terjadinya
aktivitas sehari-hari. Terjadinya fenomena perubahan yang menggantikan sistem lama
perubahan masyarakat, dimana dengan yang baru, cara kerja konvensional
bergesernya aktivitas yang biasa dilakukan dengan yang lebih canggih sesungguhnya
di dunia nyata kemudian beralih ke dunia biasa dalam dunia seni, karena
maya, atau dengan istilah lain, perubahan karakteristik seni hidup dalam dunia
dari cara manual menjadi digital dalam kreatif dan dinamis. Hanya saja bedanya
berbagai platform (Harto, dkk., 2018). sekarang, perubahan yang terjadi adalah
Clayton M. Cristhensen yang merupakan perubahan besar yang dipicu oleh
guru besar di Harvard Business School, teknologi, yang tidak saja menjadikan
dalam bukunya berjudul The Innovator aktivitas manusia menjadi mudah, juga
Dilemma (1997) menjelaskan bahwa dapat menyebar ke seluruh penjuru dunia.
disrupsi merupakan perubahan besar yang Konsekuensinya pada bidang seni,
mengubah tatanan (Hidayat, 2019). khususnya medan sosial seni rupa sangat
Perubahan besar ini merupakan dampak kompleks, yang menuntut dilakukan
dari revolusi industri 4.0, yang ditandai pengkajian yang mendalam.
dengan merebaknya penggunaan internet Berdasarkan gambaran permasalahan
(internet of things) dan berbagai perangkat di atas, artikel ini membahas bagaimana
turunannya, yaitu robotika, virtual reality esistensi seni rupa di era disrupsi.
(VR), dan kecerdasan buatan (AI) Tujuannya adalah agar dapat mejelaskan
(Rahmantio, 2020). secara komprehensif dampak teknologi
Jaringan internet telah terhadap eksistensi seni rupa di era
menghubungkan semua manusia yang disrupsi. Sehubungan dengan hal itu, ada
hidup di dunia, untuk berkomunikasi dan beberapa pertanyaan besar yang harus
berintegrasi secara global. Dunia sekarang dijawab. Pertama, sejauhmana teknologi
ibaratnya sudah menjadi satu desa besar berdampak dalam medan sosial seni rupa,
(global village) kata Marshall McLuhan. mengingat, di berbagai bidang profesi
Konsep ini diperkenalkan McLuhan di awal sudah semakin kuat dampaknya. Kedua,
tahun 60-an melalui bukunya yang terbit apakah teknologi dapat mengancam
dengan judul Understanding Media: eksistensi perupa atau seniman. Di bidang
Extension of A Man. Berangkat dari profesi lain, pegawai bank misalnya,
pemikiran yang jauh saat itu, bahwa kelak terdisrupsi oleh mesin ATM yang sudah
informasi akan sangat terbuka dan dapat tersebar di banyak tempat. Kedepannya,
diakses oleh semua orang dunia diprediksi profesi advokat, dokter dan
(Wikipedia, 2018). Dalam pernyataan lain, perawat di rumah sakit, dan lainnya akan
Kenichi Ohmae mengatakan bahwa dunia terdisrupsi oleh robot-robot artificial
sekarang merupakan dunia tanpa batas intelligence (Wisetrotomo, 2020;
(borderless world). Walaupun Ohmae Wulandari, 2019). Ketiga, apakah teknologi
menggambarkannya dalam perspektif dapat mereduksi nilai-nilai karya seni rupa
keterkaitan ekonomi antar negara-negara konvensional. Walaupun banyak
di dunia, namun sesungguhnya juga terjadi pertanyaan lain yang dapat dirumuskan,
dalam semua aspek kehidupan, termasuk namun tiga pertanyaan di atas sudah
sosial budaya (Piliang, 2018). Istilah mengcover permasalahan yang dibahas
disrupsi sendiri berawal dari dunia bisnis berdasarkan topik ini.
atau pemasaran sebagai dampak dari

135
Zulkifli, Seni Rupa di Era Disrupsi: Dampak Teknologi dalam Medan Sosial Seni Rupa

Secara spesifik, pembahasan pengkajian seni rupa. Medan penciptaan


eksistensi seni rupa di era disrupsi dengan sendirinya sudah mengcover
dijelaskan dalam konteks medan sosial medan ekspresi dan medan produksi
seni, atau istilah lain ekosistem seni. Medan sebagaimana dipetakan Piliang, serta
sosial seni rupa (art world) merupakan mengcover semua elemen atau pihak yang
jejaring masyarakat seni yang terlibat mendukung proses penciptaan seni rupa.
secara bersama-sama dalam aktivitas Medan penyajian sudah mengcover elemen
berkesenian (Susanto, 2011). Keterlibatan seperti galeri, museum, ruang seni
dimaksud dapat secara langsung, atau tidak alternatif, dan peran art dealer, serta sistem
langsung seperti bagian dari proses atau distribusi, penyelengaraan pameran,
aktivitas yang lebih dominan. Pembuat diseminasi, dan aktivitas kuratorial.
kanvas atau bingkai lukisan misalnya Kemudian medan sosial pengkajian, sudah
adalah bagian dari jejaring dalam mengcover medan dan sistem diskusi seni,
penciptaan karya seni lukis, walaupun apresiasi dan kritik seni, mengcover
aktivitas utamanya adalah pada pelukis elemen pendidikan seni, kritikus seni,
yang berkarya. pengamat, dan apresiator seni.
Beberapa ahli memetakan medan
sosial seni dalam model yang berbeda. METODE PENELITIAN
Mikke Susanto memetakannya Sebagaimana lumrah dalam kajian
berdasarkan penciptaan karya seni, kritik sosial-humaniora dan seni-budaya, kajian
seni, pengkoleksian seni, dan manajemen ini menggunakan metode deskriptif-
seni. Dalam hal ini, elemen-elemen dari kualitatif. Sesuai dengan karakter
medan sosial seni rupa dapat berupa galeri, permasalahan yang dibahas, pendekatan
museum, pendidikan seni, ruang seni yang dikembangkan adalah multidisipliner,
alternatif, kolektor, kurator, kritikus seni, karena kajian sosiologi seni saling terkait
pembuat pigura, penonton pameran, dan dengan banyak aspek. Pendekatan utama
lainnya (Susanto, 2011). Ada juga yang yang kembangkan adalah sosiologi seni,
memetakannya berdasarkan jejaring didukung pendekatan visual culture dan
ekonomi, yaitu kelompok produksi, kreativitas seni.
distribusi, dan konsumsi yang ketiganya Dinamika perkembangan seni rupa
saling terkait. Menurut Milton Albrecht, dari dulu sampai sekarang, dalam
medan sosial seni berkaitan dengan sistem kaitannya dengan perkembangan teknologi
teknologi, misalnya pembuat cat dan kuas tidak terlepas dari dinamika sosial-budaya
untuk seni lukis; sistem distribusi dan masyarakatnya, yang secara khas
penyelenggara pameran, seperti galeri dan mengungkapkan manifestasi estetis dan
art dealer; sistem apresiasi dan kritik, reaksi nilai atau respon kritis terhadap
dapat berupa karya tulis atau artikel seni situasi dan kondisi sosial-budaya yang
rupa; serta pengamat atau apresiator seni menjadi basisnya (Himawan, 2013).
rupa (Susanto, 2011). Pemahaman inilah yang menjadi dasar
Dengan model yang berbeda, Yasraf pendekatan sosiologi seni. Sosiologi seni
Amir Piliang memetakan medan kreativitas mengkaji berbagai aktivitas seni yang
yang relevan dengan medan sosial seni, berkembang dalam masyarakat, sesuai
yaitu medan ekspresi, medan produksi, dengan konteks sosial-budaya yang
medan diseminasi, dan medan apresiasi melingkupinya (Jazuli, 2014).
(Piliang, 2018). Berdasarkan model Kajian tentang dampak teknologi
pemataan yang dipaparkan di atas, dalam dalam medan sosial seni rupa, fokus
pembahasan artikel ini diformulasikan permasalahanya berawal dari penciptaan
menjadi medan sosial penciptaan, medan karya seni, yang melahirkan berbagai
sosial penyajian, dan medan sosial ragam bentuk seni rupa. Dengan demikian,

136
Gondang: Jurnal Seni dan Budaya, 5 (1) (2021): 134-142.

untuk mendukung pembahasan kajian kemudahan memesannya secara online.


dampak teknologi ini juga menggunakan Kesulitan ini umumnya dirasakan oleh perupa
pendekatan visual culture. Berbarengan di daerah, yang jauh dari pusat perkembangan
dengan ini, ungkapan estetik perwujudan kesenirupaan, misalnya untuk mendapatkan
karya seni rupa tidak terlepas dari cat lukis yang berkualitas, bahan batik yang
kreativitas perupa atau komunitasnya. bagus, peralatan ukir yang lengkap, dan
Untuk melengkapi kajian yang sebagainya, yang sekarang semuanya telah
komprehensif, juga didukung dengan menjadi mudah. Begitu juga dengan referensi,
pendekatan kreativitas. pada masa lalu perupa hanya mengandalkan
Teknik pengumpulan data adalah buku atau majalah bergambar, sekarang
melalui studi pustaka, observasi, sangat mudah di-searching di internet, di-
mencermati dan mencatat semua aspek download dan di-print sendiri. Artinya,
yang terkait dengan permasalahn yang sumber-sumber digital sudah memberi
dikaji. Keterbatasan data dari observasi kemudahan bagi perupa dan membukakan
dilengkapi dengan data wawancara dan kesempatan luas untuk berkreasi dan
diskusi dengan pihak yang kompeten. Seni berekspresi (Komalasari, dkk., 2021).
rupa sebagai budaya visual, dalam proses Dalam proses berkarya, pengembangan
kajiannya membutuhkan dokumentasi konsep seni lukis atau patung misalnya, sangat
berupa foto, untuk dibahas dan dipahami mudah dilakukan melalui proses digital
dengan cermat. Pengujian keabsahan data (Zulkifli, dkk., 2020). Mudah dalam
adalah berdasarkan triangulasi data, mengeksplorasi berbagai alternatif bentuk,
dengan membandingkan data dari sumber melakukan distorsi, deformasi dan abstraksi,
yang berbeda. Prosesnya dilakukan sampai melahirkan bentuk-bentuk tak terduga.
berbarengan dengan pengumpulan data, Konsep berkarya semakin kaya melalui proses
agar mendapatkan data yang sahih. perumitan-perumitan bentuk. Terlebih lagi
Selanjutnya, untuk pengolahan data pada bidang desain produk, desain interior,
merujuk pada model interaktif, mulai dari desain komunikasi visual, desain arsitektur,
reduksi data, penyajian data, sampai dan sejenisnya. Pada masa lalu dibutuhkan
penarikan kesimpulan atau verifikasi. peralatan mendesain yang beragam dengan
meja dan ruang kerja yang luas. Interaksi
HASIL DAN PEMBAHASAN desainer dengan klien dan berbagai pihak
Sesuai dengan permasalahan yang berlangsung secara fisik-material. Sekarang
dipaparkan pada bagian awal artikel ini, hasil semua fasilitas dan aktivitas tersebut sudah
dan pembahasannya dirinci berdasarkan terdisrupsi oleh komputer dengan berbagai
medan sosial penciptaan, medan sosial program aplikasi, serta internet. Orang dapat
penyajian, dan medan sosial pengkajian seni berkerja secara mobile dengan tim kerja yang
rupa. Melengkapi kajian tentang dampak berada di tempat yang berbeda. Suatu proyek
teknologi di era disrupsi, pembahasannya seni dapat dikerjakan oleh kolaborasi tim dari
dirinci berdasarkan aspek hasil karya, bentuk berbagai nagara, dengan tidak mesti bertatap
karya, dan proses berkarya. muka langsung.
Penciptaan karya yang sepenuhnya
Medan Sosial Penciptaan berbasis digital berkembang sejalan dengan
Pembahasan dampak teknologi dalam perkembangan program aplikasi komputer
medan sosial penciptaan seni rupa pada era yang relevan dengan bidang seni rupa dan
disrupsi meliputi persiapan berkarya, proses desain. Awal pengaplikasiannya cenderung
berkarya, dan penciptaan berbasis digital. bersifat teknis, untuk mengatasi keterbatasan
Dalam proses persiapan berkarya, kesulitan- sistem kerja manual. Seiring perkembangan
kesulitan masa lalu untuk mendapatkan bahan program aplikasi komputer, lahirlah berbagai
dan alat berkarya terdisrupsi dengan jenis dan karakter seni rupa baru, yang

137
Zulkifli, Seni Rupa di Era Disrupsi: Dampak Teknologi dalam Medan Sosial Seni Rupa

sebelumnya tidak ada. Artinya teknologi digital karena pamerannya dilaksanakan secara
berbasis komputer dan teknologi virtual virtual di dunia tanpa batas (borderless world),
berbasis internet melahirkan genre seni rupa istilah Kenichi Ohmae. Dalam hal ini, ruang
baru. Jenis seni rupa baru ini misalnya dalam virtual (virtual reality) telah mengambil alih
bentuk grafis komputer atau animasi ruang-ruang fisik (Piliang, 2018).
komputer. Seni rupa ini eksis dalam dunia Di era perubahan, era disrupsi ini, tidak
(medan) virtual-immaterial, diciptakan secara heran banyak perupa muda yang langsung
digital-virtual, didistribusikan secara virtual, melejit namanya karena karyanya diapresiasi
dan dikonsumsi secara virtual melalui layar dan dihargai tinggi oleh pasar seni global.
monitor laptop atau handphone. Dalam bahasa Mereka memanfaatkan berbagai potensi dari
lain, genre seni rupa ini bersifat anti gravitasi. perkembangan teknologi untuk membentuk
Tidak seperti seni rupa biasa yang eksis di jejaring global, sehingga eksistensinya dikenal
dunia nyata-material, yang memperhitungkan secara luas. Globalisasi digital mampu
aspek kekuatan dan daya tahannya terhadap memobilisasi dan mengorkestrasi potensi-
gravitasi. potensi yang ada dimana saja, untuk disatukan
dan bergerak bersama (Djatiprambudi, 2019).
Di samping pameran secara virtual,
medan sosial penyajian seni yang berkembang
adalah promosi karya seni berbasis digital. Hal
ini banyak dilakukan oleh perupa yang
menawarkan karya kriya atau desain, yang
orientasinya memenuhi kebutuhan fungsional
sehari hari atau untuk pasar wisata. Sejalan
Gambar 1. Medan Sosial Penciptaan Berbasis
Digital-Virtual
dengan ini, adalah juga presentasi karya secara
Sumber: online. Presentasi karya dapat dimaksudkan
https://img.beritasatu.com/cache/beritasatu/910x sebagai promosi karya, atau sosialisasi karya
580-2/1414782869.jpg sebagai bagian dari pembinaan apresiasi
masyarakat. Perkembangan seni rupa
Medan Sosial Penyajian kontemporer yang mengaburkan batas-batas
Dampak teknologi dalam medan sosial bidang seni, yang melahirkan seni rupa
penyajian seni rupa telah membuka ruang dan pertunjukan (performing art) juga efektif
kesempatan luas kepada para perupa untuk disajikan secara virtual.
mensosialisasikan dan memperomosikan Medan sosial penyajian karya seni rupa
karyanya ke dunia global. Pada masa lalu, yang berdampak besar terhadap apresiasi
perupa menjalani proses dalam berkesenian, masyarat adalah keberadaan galeri dan
yaitu berkarya, berpameran, dan berkembang museum virtual. Tidak mudah bagi masyarakat
secara bertahap sehingga menjadi seninam Indonesia untuk dapat menyaksikan koleksi
terkenal. Perupa-perupa daerah berusaha karya seni rupa di berbagai galeri atau museum
untuk bersosialisasi dengan perupa di Jakarta terkenal dunia. Namun sekarang, kendala
atau Pulau Jawa yang merupakan barometer tersebut sudah terdisrupsi dengan dibukanya
seni rupa nasional, dan mengadakan pameran galeri dan museum virtual. Galeri dan museum
bersama sehingga karya dan namanya mulai yang menyimpan karya seni bersejarah dari
dikenal. Pameran dilaksanakan di suatu maestro seni rupa dunia, sekarang mudah
tempat di dalam ruangan dengan proses diakses oleh masyarakat pencinta seni.
sosialisasi yang berjalan secara tatap muka Penyajian karya dari galeri dan museum ini
langsung. Sekarang, pemeran dapat dilakukan secara virtual sangat mendukung pembinaan
secara virtual dengan tanpa batas ruang dan apresiasi masyarakat. Lembaga pendidikan
waktu. Masyarakat pengamat seni rupa dapat seni juga terbantu dengan adanya galeri dan
menyaksikan pameran ini dari mana saja
mereka berada dan kapan saja waktunya,
138
Gondang: Jurnal Seni dan Budaya, 5 (1) (2021): 134-142.

museum virtual ini sebagai bagian dari sumber masyarakat global. Oleh sebab itu,
belajar. perkembangan ini harus direspon aktif oleh
Untuk kebutuhan apresiasi yang para perupa dan semua pihak yang terlibat
maksimal, diakui memang melalui sajian karya dalam medan sosial seni rupa.
secara langsung, seperti dalam pameran di Secara berkala komunitas perupa atau
dunia nyata-material. Dalam kondisi ini, organisasi kesenirupaan dapat
pengunjung dapat merasakan langsung aura mengadakan diskusi, seminar, atau bedah
karya seni yang dipamerkan. Namun, pameran buku kesenirupaan. Dengan media online
seperti ini hanya dapat disaksikan oleh orang atau daring biayanya lebih murah, tidak
yang hadir secara langsung juga. Karena terikat membutuhkan persiapan tempat dan biaya
dengan ruang dan waktu, jumlah pengunjung transportasi. Hasil dan dampaknya lebih
pameran atau geleri dan museum secara luas, karena dapat diikuti peserta dari
langsung tentunya sangat terbatas. Ke berbagai penjuru dunia. Sejalan dengan ini
depannya, medan sosial penyajian seni ini akan dapat juga dilakukan publikasi online, yang
berkembang dengan saling melengkapi dua biayanya juga lebih murah. Dalam
bentuk penyajian ini, yaitu yang bersifat nyata- kaitannya dengan pengkajian seni,
material dan virtual-immaterial. Sudah biasa dibutuhkan pengelolaan data kesenirupaan
kita saksikan, dimana pameran dan diskusi yang rapi, aman, dan mudah diakses. Dalam
seni rupa yang diadakan di suatu tempat pada hal ini, pengkajian seni rupa mestinya
momen tertentu, disajikan juga dalam bentuk didukung oleh adanya big data
vitualnya. Dengan cara ini, tujuan penyajian kesenirupaan yang terkelola dengan baik,
karya seni tercapai lebih optimal, baik sebagai melalui media digital.
wahana apresiasi langsung, ataupun untuk Era disrupsi telah melahirkan dunia
sosialisasi dan promosi karya secara global. baru untuk mengembangkan medan sosial
seni rupa. Perupa termasuk mahasiswa
seni rupa harus memanfaatkannya dengan
baik. Bisa saja medan penciptaanya,
khususnya dalam proses berkarya
dikembangkan secara manual di dunia
nyata, karena bisa jadi suatu pilihan yang
baik, namun medan penyajian dan
Gambar 2. Pameran Virtual dalam Medan Sosial
pengkajian seni hendaknya dikembangkan
Penyajian
Sumber: Dok. Zulkifli, 2020 berbasis digital di dunia virtual. Artinya,
perupa harus eksis dalam dua dunia,
Medan Sosial Pengkajian karena medan sosial seni telah berkembang
Melalui medan sosial pengkajian seni, dalam dua dunia (two globalizations), yaitu
dampak teknologi membuka peluang bagi dunia nyata-material (physical) dan dunia
perupa dan pengamat seni untuk virtual-immaterial (non-physical). Inilah
memberikan atau mendapatkan partisipasi tantangan di era digital (Wiflihani, 2021).
dan kontribusi global. Dahulu, ketika Menolak dunia virtual-immaterial
diadakan seminar, diskusi atau bedah buku sepenuhnya tidak mungkin bagi perupa
tentang seni hanya dapat diikuti oleh yang ingin eksis di zaman ini. Pilihannya
peserta yang sengaja hadir. Sekarang, adalah, dapat mengkombinasikan dua
karena dilaksanakan secara virtual atau dunia ini (hibrida), atau sepenuhnya
online, masyarakat global dapat berperan virtual-immaterial. Medan seni rupa yang
serta. Betul kata Marshall McLuhan, dunia sepenuhnya virtual-immaterial contohnya
sekarang ibarat satu desa besar, yang adalah yang berkarya berbasis digital
semua orang dapat berintegrasi. Apapun sebagai genre seni rupa baru, seperti grafis
kegiatan yang dilakukan dapat melibatkan komputer atau animasi. Tentunya yang

139
Zulkifli, Seni Rupa di Era Disrupsi: Dampak Teknologi dalam Medan Sosial Seni Rupa

dominan adalah gabungan dunia nyata dan kerajinan kayu, bambu, batu, dan
virtual. Tidak mungkin menolak sejenisnya di Bandung dan Yogyakata.
kemudahan dan peluang besar yang Teknologi elektrik yang digunakan
ditawarkan dunia virtual untuk kemajuan menghasilkan kualitas bentuk yang presisi,
dan kesuksesan perupa dalam karirnya. bersih, dan rapi.
Melalui dunia virtual atau maya ini, Berdasarkan bentuk karya, teknologi
manusia semakin mengandalkan jejaring digital melahirkan bentuk yang berbeda,
dalam aktivitasnya untuk saling sebagai genre baru seni rupa. Bentuk baru
berinteraksi dan berkolaborasi, karena ini ini ada yang sifatnya diam seperti grafis
adalah era digital (Wulandari, 2019). komputer, dan yang bergerak berupa
animasi. Jenis seni rupa ini tidak dapat
dikerjakan tanpa menggunakan basis
digital. Kelebihan teknik digital
diantaranya adalah mudah menggandakan
bentuk dalam bentuk dan ukuran repetisi
atau meroncet. Mudah melakukan
deformasi dan distorsi, atau memanipulasi
bentuk. Hal seperti ini sulit dilakukan
dalam proses manual. Dalam hal ini,
Gambar 3. Medan Sosial Pengkajian Seni estetika yang selama ini dibangun oleh
Sumber:https://denimmarketing.com/wp-
content/uploads/2020/05/DNM-Virtual- “penampakan fisik” (aesthetics of
Meetings.png appearance) kini digantikan oleh
“penampakan virtual” (aesthetics of
Dampak Teknologi Secara Umum dissappearance) (Piliang, 2018).
Pembahasan dampak teknologi, baik Dalam proses berkarya, teknologi
non-digital maupun digital-virtual melahirkan sestem kerja yang canggih, dan
menyangkut beberapa hal, yaitu hasil tentunya juga berdampak terhadap
karya, bentuk karya, dan proses berkarya. produktivitas yang tinggi. Teknologi 3D
Berdasarkan hasil karya, dampak teknologi printing menghasilkan produk tiga
dijelaskan dalam kaitannya dengan dimensional, baik sebagai karya jadi
produktivitas dan kualitas karya. Dampak ataupun sebagai prototyping. Studio 3D
teknologi melahirkan produktivitas printing misalnya, melayani konsumen
berkarya, karena memang semenjak membuat patung atau miniatur dari
revolusi industri di Inggris abad ke-18 modelnya, layaknya studio foto yang
orientasinya adalah untuk menghasilkan menghasilkan lembaran foto. Teknologi
produk massal, yang pada awalnya melalui laser cutting mempermudah proses untuk
penerapan mekanisasi mesin pada produk memotong lembaran berbagai material,
tekstil, yang menciptakan model kerja baru seperti plat besi, aluminium, akrilik, dan
(Irwandi, dkk., 2019). Namun tidak semua lainnya. Tidak hanya memotong, tetapi juga
teknologi berdampak terhadap kualitas melobangi pola terawang, yang hasilnya
karya, seperti pada pembuatan ulos Batak banyak dipakai sebagai hiasan partisi dan
dan sulaman di Padang. Dalam hal ini, eksterior fasade bangunan modern
konsumen yang menginginkan kualitas (Zulkifli, dkk., 2021). Kemudian mesin ukir,
lebih memilih produk yang dikerjakan yang mempermudah pekerjaan mengukir,
secara manual oleh pengrajin, karena yang dikhawatirkan dapat mendisrupsi
benangnya lebih padat dan rapi, dan yang profesi pengukir.
pasti memiliki aura tradisi. Teknologi yang Namun, apakah betul teknologi dapat
berdampak terhadap kualitas disamping menggantikan peran perupa atau seniman.
produktivitas dapat dilihat pada karya Untuk karya seni rupa yang berkualitas

140
Gondang: Jurnal Seni dan Budaya, 5 (1) (2021): 134-142.

tinggi (adiluhung) yang dihasilkan oleh (mesin/alat/media) merupakan tantangan,


perupa dengan tingkat keahlian dan sekaligus peluang baru bagi perupa
(craftsmanship) tinggi tentunya tidak. berkarya.
Karena karya seni rupa seperti ini Nilai karya seni rupa bersifat dinamis
mangandung aura, yang tidak mungkin dan adaptif, dimana seni rupa senantiasa
dilahirkan melalui mesin teknologi. menawarkan sesuatu yang baru,
Termasuk karya seni yang menekankan pengalaman baru. Nilai seni rupa tidak akan
pada ekspresi estetis, tidak akan tereduksi oleh teknologi, karena nilai karya
tergantikan oleh mesin yang berorientasi melekat pada karakter atau roh yang
produktivitas dengan prinsip efisiensi. dilahirkan perupa, bukan yang dihasilkan
Namun bagi perupa yang berorientasi teknologi.
menghasilkan karya fungsional yang biasa
juga dibuat massal, tentunya dapat DAFTAR PUSTAKA
tersaingi atau malah tergantikan oleh Djatiprambudi, D. (2019). Reinvensi Budaya Visual
teknologi yang semakin maju. Karena Nusantara sebagai Basis Penciptaan Seni
dalam hal kepraktisan dan produktivitas, Rupa (Kontemporer). In Seminar Nasional
tentunya mesin teknologi lebih unggul dari Seni dan Desain 2019 (pp. 9-18). Universitas
Negeri Surabaya.
perupa atau pengrajin. Yang pasti, tidak
Harto, D. B., Dharsono, Haryono, T., & Sunarto, W.
semua bentuk seni rupa berorientasi (2018). Memosisikan Bahasa Rupa VT
praktis dan produktif, dan tidak semua sebagai “Pisau Analisis” dan “Konsep
bentuk seni rupa terikat dengan teknologi. Berkarya” dalam Bidang Seni Rupa dan
Desain, di Era Disrupsi. Prosiding SENDI_U.
SIMPULAN Hidayat, I. (2019). Tantangan Masyarakat di Era
Disrupsi. Diunduh dari
Era disrupsi melahirkan dunia baru, https://radarjember.jawapos.com/07/12/2
dunia virtual-immaterial. Teknologi era 019/tantangan-masyarakat-di-era-disrupsi/
disrupsi secara umum berdampak positif tanggal 18 Mei 2021.
dalam medan sosial seni rupa. Dalam Himawan, W. (2013). Visual Tradisi dalam Karya
medan sosial penciptaan, teknologi Seni Lukis Kontemorer sebagai Wujud
Artistik Pengaruh Sosial Budaya (Kajian
mendukung sistem kerja yang lebih praktis Terhadap Karya Haryadi Suadi dan I Wayan
dan produktif, walaupun tidak semua Sudiarta). Jurnal Ornamen ISI Surakarta, 10
karakter seni rupa cocok dengan prinsip (1): 57-75.
ini. Dalam medan sosial penyajian seni, Irwandi, E., Sabana, S., & Kusmara, A. R. (2019).
teknologi berbasis virtual sangat Mempertahankan Eksitensi Kampung Kota
melalui Mural di Era Disrupsi. Prosiding
mendukung sosialisasi dan promosi karya Seminar Nasional Unoflatu (pp. 54-66).
secara luas. Begitu juga dalam medan sosial Bandung-Indonesia.
pengkajian seni, teknologi virtual dapat Jazuli, M. (2014). Sosiologi Seni: Pengantar dan
mengundang partisiasi dan kontribusi Model Studi Seni (Edisi 2). Yogyakarta: Graha
masyarakat global. Ilmu.
Komalasari, H., Budiman, A., Masunah, J., & Sunaryo,
Teknologi tidak mengancam dan tidak A. (2021). Desain Multimedia Pembelajaran
dapat menggantikan eksistensi perupa Tari Rakyat Berbasis Android Sebagai Self
yang berorientasi ekspresi estetis. Kecuali Directed Learning Mahasiswa Dalam
perupa yang berorientasi menghasilkan Perkuliahan. MUDRA Jurnal Seni Budaya, 36
karya fungsional, dan tidak memiliki (1): 96-105.
Piliang, Y. A. (2018). Medan Kreativitas: Memahami
keahlian tinggi sehingga mudah Dunia Gagasan. Yogyakarta: Cantrik Pustaka.
terdisrupsi. Secara umum, baik teknologi Rahmantio, A. (2020). Revolusi Industri 4.0:
non-digital maupun teknologi digital- Mengubah Tantangan Menjadi Peluang Di Era
virtual mendukung aktivitas kesenirupaan. Disrupsi 4.0. Diunduh dari
Teknologi digital-virtual melahirkan dunia https://rumahmillennials.com/2020/11/19
/revolusi-industri-4-0-mengubah-
baru dan genre seni rupa baru bagi perupa
berkarya. Kehadiran teknologi baru
141
Zulkifli, Seni Rupa di Era Disrupsi: Dampak Teknologi dalam Medan Sosial Seni Rupa

tantangan-menjadi-peluang-di-era-disrupsi- Wulandari, S. (2019). Dekonstruksi Seni Rajut Kejut


4-0/#.YKHIZqgzbIU tanggal 18 Mei 2021. di Era Disrupsi. Journal of Contemporary
Susanto, M. (2011). Diksi Rupa: Kumpulan Istilah dan Indonesian Art, 5 (2): 92-104.
Gerakan Seni Rupa. Yogyakarta: DictiArt Lab Zulkifli, Atmojo, W. T., Kartono, G., & Nurwani.
dan Bali: Djagad Art House. (2021). Revitalisasi Identitas Melayu: Studi
Wiflihani. (2021). Penggunaan Media Audiovisual Penerapan Ragam Hias Tradisonal Melayu
dalam Pengajaran Musik. Gondang: Jurnal Seni pada Bangunan Modern di Kota Medan.
dan Budaya, 5 (1): 119-126. Journal of Education, Humaniora and Social
Wikipedia. (2018). Desa global. Diunduh dari Sciences (JEHSS), 3 (3): 895-903.
https://id.wikipedia.org/wiki/Desa_global Zulkifli, Sembiring, D., Atmojo, W. T., & Pasaribu, M.
tanggal 18 Mei 2021. (2020). Tradisi dalam Modernisasi Seni Lukis
Wisetrotomo, S. (2020). Ombak Perubahan: Problem Sumatera Utara: Eksplorasi Kreatif Berbasis
Sekitar Fungsi Seni dan Kritik Kebudayaan. Etnisitas Batak Toba. MUDRA Jurnal Seni
Yogyakarta: Penerbit Nyala. Budaya, 35 (3): 352, 359.

142

Anda mungkin juga menyukai