SEJARAH SINGKAT
PARA ULAMA DI ACEH DAN ALIRAN TAUHID
DAN KALAM YANG BERPEGANG OLEH PARA ULAMA
DISUSUN GUNA MEMENUHI TUGAS FINAL MATA KULIAH ILMU TAUHID DAN
KALAM
Tempat belajarnya tersebar di sejumlah kota yang berada di sepanjang rute haji, mulai dari Dhuha
(Doha) di wilayah Teluk Persia, Yaman, Jeddah, Mekah, dan Madinah. Studi keislamannya dimulai di
Doha, Qatar, dengan berguru pada seorang ulama besar, Abd Al-Qadir al Mawrir.
Menurut Syed Muhammad Naquib al-Attas, syaikh untuk Tarekat Syattariyah Ahmad al-Qusyasyi
adalah salah satu gurunya. Nama Abdurrauf muncul dalam silsilah tarekat dan ia menjadi orang
pertama yang memperkenalkan Syattariyah di Indonesia. Namanya juga dihubungkan dengan
terjemahan dan tafsir Al-Qur’an bahasa Melayu atas karya Al-Baidhawi berjudul Anwar at-Tanzil Wa
Asrar at-Ta'wil, yang pertama kali diterbitkan di Istanbul tahun 1884.
Syekh Abdurrauf As-Singkili diperkirakan kembali ke Aceh sekitar tahun 1083 H/1662 M dan
mengajarkan serta mengembangkan tarekat Syattariah yang diperolehnya. Murid yang berguru
kepadanya banyak dan berasal dari Aceh serta wilayah Nusantara lainnya. Beberapa yang menjadi
ulama terkenal ialah Syekh Burhanuddin Ulakan (dari Pariaman, Sumatera Barat) dan Syekh Abdul
Muhyi Pamijahan (dari Tasikmalaya, Jawa Barat).Pada tahun itu juga, syakh Abdurrauf Syiah Kuala
1
yang terkenal alim, keramat, dan guru dalam tarekat Syattariyah serta ulama yang sangat dihormati
resmi sebagai Syaikhul Islam. Ia dikenal melalui karya-karyanya yang spekstakuler, komprehensif dan
pembawa perdamaian antar kelompok yang bertikai di Aceh, baik akibat perselisihan akidah ataupun
kekuasaan.Karya-karyanya masih dikenal hingga kini dan belum tertandingi, terutama bidang
tasawuf, kalam, tafsir, dan fiqh.Dalam bidang Fiqh yang sangat terkenal salah satunya karyanya
adalah kitab Mir’atul Tullab (judul lengkapnya Mir’atul Tullab fi Tashil al-ma’rifat al-Ahkam wal
Syari’ah lil Malik al-Wahhab : Cermin segala mereka yang menuntut ilmu Fiqh untuk memudahkan
mengenal segala syariat Allah).
Kitab ini disusun atas permintaan Sultanah Tajul Alam Safiatudin Syah, dimulai sekitar tahum 1663,
atau diawal bergabungnya dalam lingkungan Kesultanan (1663 M). Ini dapat ditunjukkan dengan
alasan Syekh Abdurrauf pada mukaddimah kitabnya menyebutkan bahwa awalnya ia enggan
menerima tugas tersebut, karena ia belum fasih dalam menulis bahasa Jawi (Melayu), sebab lama di
negeri Yaman, Mekkah dan Madinah, dan baru-baru kembali ke Nusantara. Tetapi dengan bantuan
dua orang saudaranya, (salah satunya saya sudah mendapatkan nama penulis Kitab Mir'at Ath Thullab
yaitu Syekh Abdul Khahar dari Negeri Ulim (Pidie Jaya sekarang) nama pembantu Tgk Chiek di
Syiah Kuala ini, nama ini terungkap pada kolofon penutup Naskah Mir'at Ath Thullab koleksi saya
sendiri (Tarmizi Abdul Hamid) maka iapun mengarang kitab ini untuk orang (lembaga pemerintahan)
di lingkungan Qadhi, kehakiman, kejaksaan, ataupun lembaga penegakan hukum dan syariat Islam
lainnya.
Azyumardi Azra menyatakan bahwa banyak karya-karya Abdurrauf Singkil yang sempat
dipublikasikan melalui murid-muridnya. Di antaranya adalah:
2
● Terjemahan Hadits Arba'in karya Imam Al-Nawawi, ditulis atas permintaan Sultanah
Zakiyyatuddin.
● Mawa'iz al-Badî', berisi sejumlah nasihat penting dalam pembinaan akhlak.
● Tanbih al-Masyi, merupakan naskah tasawuf yang memuat pengajaran tentang martabat tujuh.
● Kifayat al-Muhtajin ilâ Masyrah al-Muwahhidin al-Qâilin bi Wahdatil Wujud, memuat
penjelasan tentang konsep wahdatul wujud.
● Daqâiq al-Hurf, pengajaran mengenai tasawuf dan teologi.
Syekh Abdurrauf As-Singkili meninggal dunia pada tahun 1693, dengan berusia 73 tahun. Ia
dimakamkan di samping masjid yang dibangunnya di Kuala Aceh, desa Deyah Raya Kecamatan
Kuala, sekitar 15 Km dari Banda Aceh. Namanya kini dilakabkan menjadi nama Universitas Syiah
Kuala atau Unsyiah. Universitas itu berada di Darussalam, Banda Aceh.
Syekh Abdurrauf As-Singkili dipercaya memiliki dua makam. Satu berada di Desa Deah Raya,
Kecamatan Syiah Kuala, Banda Aceh. Satu lagi di Desa Kilangan, Singkil. Makam di Singkil berada
di bibir Krueng Singkil. Banyak peziarah mendatangi makam ini, baik dari Aceh maupun dari luar
daerah seperti Sumatera Barat.
Sementara di Banda Aceh, lokasi makam Syiah Kuala berada di bibir Selat Malaka. Seperti halnya di
Singkil, lokasi makam ini juga banyak dikunjungi peziarah. Bahkan makam dijadikan sebagai lokasi
wisata religi di Tanah Rencong oleh pemerintah daerah.