Makalah Etikummm
Makalah Etikummm
EPIDEMIOLOGI GIZI
“HUBUNGAN POLA PEMBERIAN ASI EKSLUSIF DAN ASUPAN GIZI
MP-ASI DENGAN STATUS GIZI ANAK BADUTA”
DISUSUN OLEH:
NAMA : WA ODE NUR AISYAH
NIM : J1A121089
KELAS : EPID
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat rahmatNya penulis dapat menyelesaikan makalah tentang " Per UU
Kesehatan Yang Berlaku Di Indonesia Di Bidang Pangan Dan Gizi Kesmas"
untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Etika dan Hukum Kesehatan.
Penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya.
Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penyusun berharap
kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat
untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Akhirnya, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, kepada para pembaca
kami mohon dapat menyampaikan saran dan kritik untuk perbaikan selanjutnya.
Kelompok
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana dirumuskan
dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 selanjutnya disebut UUD
1945 yang berbunyi “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”. Sebagai
Negara hukum dalam praktek berbangsa bernegara harus didasarkan pada
hukum dan tidak dibenarkan didasari oleh kekuasaan belaka. Dalam Negara
hukum kesejahteraan, Pemerintah memiliki tugas mengatur tentang Perizinan,
Perizinan adalah bentuk pelaksanaan fungsi pengaturan dan bersifat
pengendalian yang dimiliki oleh Pemerintah terhadap kegiatan yang dilakukan
oleh masyarakat (Ridwan 2015).
Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari hayati dan air, baik yang
diolah mau pun tidak diolah, yang diperuntukan sebagai makanan atau
minuman yang akan dikonsumsi oleh manusia, termasuk bahan tambahan
pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses
penyiapan, pengolahan, atau pembuatan makanan ataupun minuman. Pangan
olahan adalah makanan minuman hasil proses dengan metode tertentu (Dinas
pertanian dan pangan 2020).
Pangan yang aman dan bermutu merupakan hak asasi setiap manusia,
tidak terkecuali pangan yang dihasilkan oleh Industri Rumah Tangga
sebagaimana yang dijelaskan di dalam Pasal 111 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan selanjutnya disebut UU Kesehatan
bahwa makanan dan minuman yang digunakan masyarakat harus didasarkan
pada standar kesehatan. Menurut Standar Kesehatan makanan dan minuman
hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar sesuai dengan ketentuan
Peraturan PerundangUndangan. Pangan yang sehat aman dan bergizi harus
dapat memenuhi kebutuhan rata-rata kecukupan gizi dan protein. Berdasarkan
Peraturan Mentri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2013 Tentang Angka
Kecukupan Gizi yang Dianjurkan Bagi Bangsa Indonesia.
Menurut Standar Kesehatan makanan dan minuman hanya dapat
diedarkan setelah mendapat izin edar sesuai dengan ketentuan Peraturan
PerundangUndangan. Pangan yang sehat aman dan bergizi harus dapat
memenuhi kebutuhan rata-rata kecukupan gizi dan protein. Berdasarkan
Peraturan Mentri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2013 Tentang Angka
Kecukupan Gizi yang Dianjurkan Bagi Bangsa Indonesia. Bahan Berbahaya
menjelaskan pengawasan adalah serangkaian kegiatan pemeriksaan untuk
mengendalikan pengadaan impor, pendistribusian, dan penggunaan Bahan
berbahaya. Pengawasan dilakukan karena memiliki tujuan untuk mengurangi,
mencegah penyalahgunaan terhadap bahan berbahaya yang terdapat di dalam
Pangan Industri Rumah Tangga.
Menurut Peraturan Kepalam Balai Pengawasan Obat dan Makanan
(BPOM) HK. 03.1.23.0412.2205 Tentang Pedoman Pemberian Sertifikat
Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT), Industri Rumah Tangga
Pangan adalah perusahaan pangan yang memiliki tempat usaha di tempat
tinggal dengan peralatan pengolahan pangan manual hingga semi otomatis.
Dalam produksi industri rumah tangga sering kali ditemukan hal–hal yang
tidak sesuai, bahkan keluar dari kaidah kesehatan atau prosedur hygiene dan
sanitasi yang telah digariskan. Hal ini disebabkan karena kurangnya
pengetahuan dari pelaku Industri Rumah Tangga itu sendiri, modal yang
dimiliki dan pemahaman tentang hygiene sanitasi yang masih kurang.
Dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia Nomor HK.03.1.23.04.12.2205 Tahun 2012
tentang Pedoman Pemberian Sertifikat Produksi Industri Rumah Tangga
Pangan menjelaskan bahwa Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah
Tangga diberikan oleh Bupati atau Walikota yang kewenangannya diberikan
kepada Dinas Kesehatan. Dalam melakukan pengawasan terhadap Sertifikasi
Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT) Dinas Kesehatan
memiliki wewenang Memberikan 4 penyuluhan keamanan pangan,
menerbitkan Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT)
dan Melakukan monitoring minimal 1 kali dalam setahun.
Makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan standar,
persyaratan kesehatan atau membahayakan kesehatan dilarang untuk
diedarkan, ditarik dari peredaran, dicabut izin edar dan disita untuk
dimusnahkan sesuai ketentuan Perundang-undangan. Latar belakang
diadakannya Sertifikasi terhadap Pangan Industri Rumah Tangga selain
sebagai perlindungan terhadap konsumen, juga tujuan untuk meningkatkan
kualitas Pangan Industri Rumah Tangga, meletakkan Pangan Industri Rumah
Tangga dalam posisi yang strategis dan sehat, serta berkepentingan untuk
menciptakan usaha yang sehat (Ilat 2019). Penyakit yang disebabkan oleh
pangan masih merupakan salah satu penyebab utama kematian dan kesakitan
di Indonesia. Pangan merupakan jalur utama penyebaran racun, Pangan juga
dapat menimbulkan masalah serius jika mengandung racun akibat pencemaran
kimia, bahan berbahaya maupun racun alami yang terkandung dalam pangan,
yang sebagian diantaranya menimbulkan keracunan pangan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka
rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
1) Apa yang dimasksud dengan Undang Undang Pangan?
2) Bagaimana Peraturan turunannya terkait Ketahanan Pangan dan Keamanan
Pangan?
3) Apa yang dimasksud dengan Bahan Tambahan Makanan?
4) Apa yang dimaksud dengan Penganekaragaman pangan?
5) Apa yang dimaksud Pedoman Gizi Seimbang?
6) Apa yang dimaksud kewajiban Label?
7) Apa yang dimaksud fortifikasi dll?
C. Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut.
1) Untuk mengetahui dan menjelaskan Undang Undang Pangan
2) Untuk mengetahui dan menjelaskan Peraturan turunannya terkait
Ketahanan Pangan dan Keamanan Pangan
3) Untuk mengetahui dan menjelaskan tentang Bahan Tambahan Makanan
4) Untuk mengetahui dan menjelaskan tentang Penganekaragaman pangan
5) Untuk mengetahui dan menjelaskan tentang Pedoman Gizi Seimbang
6) Untuk mengetahui dan menjelaskan tentang kewajiban Label
7) Untuk mengetahui dan menjelaskan tentang fortifikasi dll
BAB II
PEMBAHASAN
A. UU Pangan
Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus
dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak
asasi manusia, sebagaimana tersebut dalam pasal 27 UUD 1945 maupun dalam
Deklarasi Roma (1996). Pertimbangan tersebut mendasari terbitnya UU No.
7/1996 tentang Pangan. Sebagai kebutuhan dasar dan salah satu hak asasi
manusia, pangan mempunyai arti dan peran yang sangat penting bagi
kehidupan suatu bangsa. Ketersediaan pangan yang lebih kecil dibandingkan
kebutuhannya dapat menciptakan ketidak-stabilan ekonomi. Berbagai gejolak
sosial dan politik dapat juga terjadi jika ketahanan pangan terganggu. Kondisi
pangan yang kritis ini bahkan dapat membahayakan stabilitas ekonomi dan
stabilitas Nasional.
I. Undang-Undang
1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan;
2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
II. Peraturan Pemerintah
1. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2015 tentang Ketahanan
Pangan dan
Gizi;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2019 tentang Keamanan
Pangan;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan
Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.
III. Peraturan Presiden
1. Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2017 tentang Kebijakan Strategi
Ketahanan Pangan dan Gizi;
2. Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan
Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal;
3. Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2020 tentang Pengesahan Protocol
To
Amend The Asean Plus Three Emergency Rice Reserize Agreement
(Protokol Untuk Mengubah Persetujuan Cadangan Beras Darurat Asean
Plus Tiga).
IV. Peraturan Menteri Pertanian
1. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 64/Permentan/OT.140/5/2013
tentang
Sistem Pertanian Organik;
2. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 23/Permentan/OT.040/5/2016
tentang
Uraian Tugas Pekerjaan Unit Kerja Eselon IV Lingkup Badan
Ketahanan
Pangan;
3. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 31/PERMENTAN/PP.130/8/2017
tentang Kelas Mutu Beras;
4. Peraturan Menteri Pertanian Nomor
48/PERMENTAN/PP.130/12/2017 tentang Beras Khusus;
5. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 11/PERMENTAN/KN.130/4/2018
tentang Penetapan Jumlah Cadangan Beras Pemerintah Daerah;
6. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 38/PERMENTAN/KN.130/8/2018
tentang Pengelolaan Cadangan Beras Pemerintah;
7. Peraturan Menteri Pertanian Nomor
53/PERMENTAN/KR.040/12/2018 tentang Keamanan dan Mutu
Keamanan Pangan Segar Asal Tumbuhan;
8. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 40 Tahun 2020 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kementerian Pertanian;
9. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 08 Tahun 2021 tentang Kelompok
Substansi dan Subkelompok Substansi Pada Kelompok Jabatan
Fungsional
Lingkup Kementerian Pertanian;
10. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 15 Tahun 2021 tentang Standar
Kegiatan Usaha dan Standar Produk Pada Penyelenggaraan Perizinan
Berusaha Berbasis Risiko Sektor Pertanian; dan
11. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 45/KPTS/KN.130/J/06/2019
tentang
Kriteria Penurunan Mutu dan Cadangan Beras Pemerintah;
12. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 404/KPTS/OT.050/M/6/2020
tentang
Satuan Tugas Diversifikasi Sumber Karbohidrat Pangan Lokal Non
Beras.
D. Penganekaragaman Pangan
Penganekaragaman pangan atau diversifikasi pangan adalah upaya
dalam peningkatan konsumsi aneka ragam pangan dengan prinsip gizi yang
seimbang. Program penganekaragaman pangan atau diversifikasi pangan pada
awalnya dikenal sebagai upaya perbaikan menu makanan rakyat yang sudah
dimulai sejak awal tahun 1960-an di Indonesia. Berbagai upaya
penganekaraman pangan terus dilakukan hingga saat ini (Wida Utami et al.,
2023).
Pada dasarnya, diversifikasi atau keanekaragaman pangan mencakup
tiga lingkup pengertian yang dimana satu sama lainnya saling berkaitan, yaitu
diversifikasi konsumsi pangan, diversifikasi ketersediaan pangan, dan
diversifikasi produksi pangan (Wida Utami et al., 2023).
Penganekaragaman pangan bertujuan bukan untuk menggantikan beras
dan terigu sepenuhnya, namun melakukan substitusi dengan pangan lokal serta
mengubah dan memperbaiki pola konsumsi masyarakat agar lebih beragam
jenis bahan pangan dengan mutu gizi yang lebih baik (Made Ayu Suardani
Singapurwa, 2022).
Peraturann Perundang-Undang Mengenai Penganekaragaman Pangan
Upaya mewujudkan penganekaragaman pangan terdapat pada pada
Pasal 41 UU No. 18/2012 disebutkan: "merupakan upaya meningkatkan
ketersediaan pangan yang beragam dan yang berbasis potensi sumber daya
lokal untuk(Gardjito et al., 2013):
a. Memenuhi pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan
aman;
b. Mengembangkan usaha pangan; dan/atau
c. Meningkatkan kesejahteraan Masyarakat.
Selanjutnya Pasal (Pasal 42 UU No.18/2012) menegaskan, yang
dimaksud penganekaragaman pangan dilakukan dengan (Gardjito et al., 2013):
a. Penetapan kaidah penganekaragaman pangan;
b. Pengoptimalan pangan lokal;
c. Pengembangan teknologi dan sistem insentif bagi usaha pengolahan
pangan lokal;
d. Pengenalan jenis pangan baru, termasuk pangan lokal yang belum di-
manfaatkan;
e. Pengembangan diversifikasi usaha tani dan perikanan;
f. Peningkatan ketersediaan dan akses benih dan bibit tanaman, ternak, dan
ikan;
g. Pengoptimalan pemanfaatan lahan, termasuk pekarangan;
h. Penguatan usaha mikro, kecil, dan menengah di bidang pangan; dan
i. Pengembangan industri pangan yang berbasis pangan lokal
F. Kewajiban Label
a. Pengertian Label Pangan
Label pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang
berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang
disertakan pada pangan olahan, dimasukan ke dalam, ditempelkan pada,
atau merupakan bagian kemasan pangan. Informasi yang sekurang-
kurangnya ada dalam label pangan adalah nama produk, daftar bahan
yang digunakan, berat bersih atau isi bersih, nama dan alamat produsen,
tanggal kadaluwarsa, dan nomor pendaftaran, serta kandungan zat gizi
menjadi bagian penting dari label. Label tersebut harus tidak lepas dari
kemasannya, tidak mudah luntur, dan terletak pada bagian yang mudah
dilihat dan dibaca (BPOM, 2020). Label pangan juga digunakan sebagai
panduan diet, penyampaian informasi nilai gizi, komposisi pangan utama
dalam setiap item makanan yang diproduksi dan berapa banyak jumlahnya
yang baik untuk kesehatan konsumen. Industri makanan berkomitmen
untuk menyediakan konsumen dengan pilihan makanan sehat dan
informasi zat gizi yang dapat dihandalkan (Facjriddin et al., 2022).
Adapun beberapa tujuan pelabelan pada kemasan yaitu untuk
memberi informasi tentang isi produk yang diberi label tanpa harus
membuka kemasan, selain itu juga menjadi sarana komunikasi dari produk
untuk diketahui konsumen sebelum membeli atau mengonsumsinya.
Selain itu, sebagai petunjuk umum konsumen tentang manfaat produk,
serta sebagai petunjuk untuk konsumen tentang manfaat produk, serta
sebagai sarana periklanan dan memberi rasa aman bagi konsumen (Lailla
& Tarmiz, 2021).
Berdasarkan (BPOM, 2020) label pangan terdiri dari dua bagian,
antara lain sebagai berikut:
Bagian utama
Beberapa hal yang perlu ada pada bagian utama antara lain:
1) Pencantuman nama produk
2) Pencantuman berat bersih
3) Pencantuman nama dan alamat produsen atau distributor
Bagian informasi
Beberapa hal yang perlu ada pada bagian informasi antara lain:
1) Pencantuman komposisi
2) Pencantuman informasi nilai gizi
3) Pencantuman kode dan tanggal produksi
4) Pencantuman tanggal kadaluwarsa
5) Pencantuman petunjuk penyimpanan
6) Pencantuman petunjuk penggunaan produk pangan
Label pangan terdiri dari dua bagian, yaitu bagian utama atau
depan dan bagian belakang. Kedua bagian ini bisa terdapat dalam
satu label atau dibagi dua yaitu bagian depan berisi nama produk
dan berat sedangkan bagian belakang berisi semua informasi zat gizi
serta daftar komposisi pangan (Ikrima et al., 2023).
b. Keterangan pada Label Pangan
1) Nama Produk Pangan
Nama produk pangan merupakan identitas mengenai
produk pangan yang terkait dengan karakteristik produk sehingga
menunjukkan sifat dan atau keadaan yang sebenarnya dari suatu
produk. Nama produk pangan berbeda dengan nama dagang,
nama dagang adalah nama yang diberikan produsen sebagai
identitas produk yang diperdagangkan (BPOM, 2020). Nama
produk pangan merupakan keterangan yang tertera pada bagian
utama label pangan dan untuk produk dalam negeri ditulis
menggunakan bahasa Indonesia. Sedangkan produk dari luar
negeri boleh ditulis dalam bahasa Inggris atau dalam bahasa
Indonesia (Hermanianto et al., 2021).
2) Komposisi Pangan
Komposisi pangan adalah keterangan daftar bahan yang
digunakan dalam kegiatan atau proses produksi pangan. Bahan yang
dicantumkan meliputi bahan baku, bahan tambahan pangan, bahan
penolong. Nama bahan ditulis berdasarkan nama lazim yang lengkap
dan dimulai dari bahan yang digunakan paling banyak (bahan utama).
Sedangkan vitamin , mineral dan BTP dikecualikan dari ketentuan.
Komposisi pangan akan memberikan informasi tentang jenis, jumlah,
bumbu dan bahan kimia dalam produk pangan. Pencantuman komposisi
pangan harus didahului dengan keterangan :
Daftar bahan
Bahan yang digunakan
Bahan-bahan
Komposisi
3) Berat Bersih
Berat bersih adalah keterangan mengenai jumlah pangan olahan
yang terdapat di dalam kemasan atau wadah. Berat bersih dinyatakan
dalam satuan metrik. Untuk makanan padat dinyatakan dalam satuan
berat, untuk makanan cair dinyatakan dalam satuan isi bersih.
Sedangkan untuk makanan semi padat atau kental dinyatakan dengan
berat bersih atau isi bersih (BPOM, 2020).
4) Alamat Produsen
Alamat produsen adalah keterangan nama. Jika produk impor,
maka harus dilengkapi dengan kode negara asal dan jika sudah terdaftar
pada direktori kota atau buku telepon maka tidak perlu mencantumkan
alamat jelas.
5) Tanggal Kadaluwarsa
Keterangan kadaluwarsa (BPOM RI, 2018) merupakan batas
akhir suatu pangan dijamin mutunya, sepanjang penyimpanannya
mengikuti petunjuk yang diberikan produsen. Keterangan kadaluwarsa
yang dicantumkan meliputi tanggal, bulan, dan tahun.
Pangan Olahan memiliki masa simpan kurang dari atau sama
dengan 3 (tiga) bulan. Keterangan kadaluwarsa didahului dengan
tulisan “Baik digunakan sebelum”. Keterangan kadaluwarsa dapat
dicantumkan terpisah dari tulisan “Baik digunakan sebelum”, dan
disertai dengan petunjuk tempat pencantuman tanggal kadaluwarsa
dapat berupa:
”Baik digunakan sebelum, lihat bagian bawah kaleng”
”Baik digunakan sebelum, lihat pada tutup botol”.
Istilah umur simpan poduk pangan antara lain:
Best before date : keadaan suatu produk masih dalam kondisi
baik dan masih dapat dikonsumsi beberapa saat setelah
tanggal yang tercantum sebagai batas optimal kelayakan
produk terlewati. Biasanya istilah ini digunakan untuk produk
umur simpan tinggi seperti permen , produk cokelat, dan
minuman beralkohol.
Use by date : keadaan suatu produk tidak dapat dikonsumsi,
karena berbahaya bagi keadaan manusia (produk yang sangat
mudah rusak oleh mikroba) setelah tanggal yang tercantum
terlewati. Istilah ini biasanya dicantumkan pada produk-
produk dengan umur simpan pendek seperti susu segar, susu
cair, daging, serta sayur-sayuran (Vetrico Rolucky, 2020).
Pencantuman batas kadaluwarsa biasanya dilakukan oleh
produsen sekitar dua atau tiga bulan lebih cepat dari umur
simpan produk yang sesungguhnya (Nuraini & Widanti, 2020)
dengan tujuan :
Menghindari dampak yang muncul apabila konsumen benar-
benar mengonsumsi produk yang sudah melewati batas
tanggal kadaluwarsa sehingga merugikan konsumen.
Memberi kesempatan kepada produsen untuk mengambil
produk mereka yang sudah mendekati waktu kadaluwarsa
dimana produk tersebut sudah disebar ke tempat penjualan dan
tidak laku dibeli konsumen agar konsumen tidak lagi membeli
produk tersebut.
6) Nomor Pendaftaran
Nomor Pendaftaran adalah nomor persetujuan keamanan pangan,
mutu, dan gizi serta label pangan dalam rangka peredaran pangan yang
diberikan oleh Badan POM RI atau Dinas Kesehatan Kabupaten atau
Kota. Ada dua jenis nomor pendaftaran (BPOM, 2011) :
MD dan SP/P-IRT untuk nomor pendaftaran dalam negeri
setelah melalui penilaian oleh pemerintah produk itu dijamin
aman. MD adalah makanan dalam negeri yang dikeluarkan
oleh BPOM RI. P-IRT adalah Pangan Industri Rumah Tangga
yang dikeluarkan Dinas Kesehatan Kabupten/Kota.
ML adalah nomor pendaftaran produk impor, setelah melalui
penilaian, pemerintah menjamin produk itu aman. ML adalah
mkanan luar negeri.
7) Kode Produksi Pangan
Kode produksi adalah keterangan riwayat produksi pangan yang
bersangkutan. Beberapa produk-produk yang diwajibkan untuk
mencantumkan kode produksi pada label diantaranya susu pasteurisasi,
sterilisasi, fermentasi dan susu bubuk, makanan atau minuman yang
mengandung susu, makanan bayi, makanan kaleng yang komersial,
serta daging dan hasil olahannya (BPOM, 2020).
8) Informasi Nilai Gizi
Informasi Nilai Gizi adalah daftar kandungan zat gizi pangan
pada label pangan sesuai dengan format yang dibakukan. Pencantuman
informasi nilai gizi berbeda-beda di setiap negara, ada yang bersifat
wajib ada juga yang bersifat sukarela.
a) Pencantuman informasi nilai gizi di Indonesia diterapkan
secara sukarela, namun diwajibkan membuat label pangan
yang memuat keterangan tertentu (BPOM, 2020), seperti :
Adanya pernyataan bahwa pangan mengandung vitamin,
mineral, atau zat gizi lainnya yang ditambahkan misalnya
pangan yang memuat klaim pangan untuk diet khusus.
Dipersyaratkan berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku di bidang mutu gizi pangan, wajib
ditambahkan vitamin, mineral, atau zat gizi lainnya
(pangan wajib fortifikasi).
b) Menurut BPOM dalam Pedoman Pencantuman Informasi Nilai
Gizi pada Label Pangan 2011, zat gizi yang dicantumkan
dibagi menjadi :
Zat gizi yang wajib dicantumkan adalah : energi total,
lemak total, protein, karbohidrat total dan natrium.
Zat gizi yang wajib dicantumkan dengan persyaratan tertentu
: energi dari lemak, lemak jenuh, lemak trans, kolesterol,
gula, vitamin A, vitamin C, kalsium, zat besi. Zat gizi lain
yang wajib ditambahkan atau difortifikasi sesuai dengan
ketentuan berlaku dan zat lain yang pernyataannya (klaim)
dicantumkan pada label pangan.
Zat gizi yang dicantumkan secara sukarela dalam
informasi nilai gizi sesuai ketentuan yang berlaku. Zat-zat
gizi terebut antara lain energi dari lemak jenuh, MUFA,
PUFA, kalium, serat pangan larut, serat pangan tidak larut,
gula alkohol, karbohidrat lain, vitamin, mineral dan zat
gizi lain.
c) Keterangan tentang kandungan gizi harus dicantumkan dalam
persentase dari Angka Kecukupan Zat Gizi (AKG) . AKG pada
label informasi nilai gizi yaitu rata-rata kecukupan zat gizi
yang diperlukan setiap hari oleh individu berdasarkan
golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, aktivitas tubuh
dan kodisi fisiologi khusus agar mencapai tingkat kesehatan
yang optimal. AKG pelabelan sesuai kelompok umur
sebagai Keputusan Badan Pengawas Obat dan Makanan RI
No. 9 Tahun 2016 tentang Acuan Label Gizi.
d) Acuan label gizi dalam produk tersebut dibagi dalam
beberapa kelompok konsumen seperti berikut :
Acuan Label Gizi untuk makanan yang dikonsumsi umum
Acuan Label Gizi untuk makanan bayi usia 0-6 bulan
Acuan Label Gizi untuk makanan bayi usia 7-11 bulan
Acuan Label Gizi untuk makanan anak usia 1- 3 tahun
Acuan Label Gizi untuk makanan ibu hamil
Acuan Label Gizi untuk makanan ibu menyusui
e) Informasi yang wajib dicantumkan pada bagian informasi
nilai gizi adalah sebagai berikut :
Jenis zat yang dicantumkan
Zat gizi adalah zat atau senyawa yang terdapat dalam
pangan yang terdiri atas karbohidrat, protein, lemak,
vitamin, mineral, serat, air dan komponen lain yang
memberikan energi, diperlukan untuk pertumbuhan,
perkembangan atau pemeliharaan kesehatan, bila
kekurangan atau kelebihan dapat menyebabkan perubahan
karakteristik biokimia dan fisiologi tubuh (BPOM, 2016).
Takaran Saji
Bagian pertama yang dapat dilihat adgalah jumlah sajian
perkemasan. Takaran saji adalah jumlah produk pangan
yang biasa dikonsumsi dalam satu kali makan, dinyatakan
dalam ukuran rumah tangga yang sesuai untuk produk
pangan tersebut (BPOM, 2015). Takaran saji
mempengaruhi jumlah asupan kalori dan semua nutrisi
yang tercantum pada label. Takaran saji dicantumkan
sesuai dengan ukuran rumah tangga seperti miligram (ml),
gram(gr), sendok teh, sendok makan, sendok takar, gelas,
botol, kaleng, mangkuk atau cup
, bungkus , sachet , keping , potong , iris (BPOM, 2005).
Nilai gizi
Uraian tentang zat gizi yang dicantumkan dalam
Informasi Nilai Gizi yang merupakan kandungan
masing-masing zat gizi per sajian. Informasi Nilai Gizi
dihitung berdasarkan kebutuhan energi 2000 kkal.
c. Pengaturan Hukum Tentang Label Pangan
Pengaturan hukum tentang label pangan terdapat dalam
Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan dan
Peraturan Pemerintah Nomor 69 tentang Label dan Iklan Pangan.
Undang-undang Perlindungan Konsumen juga mengatur secara
umum, sebagai payung hukum karena label pangan juga
merupakan bagian dari perlindungan konsumen pada umumnya.
A. KESIMPULAN
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA