Daring 4
Daring 4
Pi,j(n) adalah kemungkinan-kemungkinan transisi dari status i ke status j setelah n kali transisi,
Contoh 2.27:
Maka untuk menghitung kemungkinan perpindahan status dari 2 ke 3 dalam satu transisi
adalah P2,3(1) = 0,25 sesuai dengan definisi untuk matriks transisi.
Untuk menghitung P2,3(2) yaitu perpindahan status dari 2 ke 3 dalam dua transisi dimulai
dengan menghitung P2. Lihat Persamaan (2.37)
Kemungkinan status 2 menjadi status 3 dalam dua transisi dapat dilihat dalam Tabel 2.6.
Dengan Persamaan (2.42.b) kemungkinan tersebut dapat dinyatakan dengan
3
p2,3 (2) = å p2, k pk ,3
k =1
= 0,6x0,3 + 0,15x0,25 + 0,25x0,05 = 0,23 sama seperti Contoh 2.15 dan 2.17.
Kemungkinan status 2 menjadi status 3 dalam tiga transisi dapat dilihat dalam Tabel 2.7.
Jika dibatasi mencari fi,j(n) yaitu kemungkinan-kemungkinan transisi dari status i ke status j
untuk pertama kalinya setelah n kali transisi, maka hal ini sama dengan pi,j(n) dikurangi
kemungkinan-kemungkinan dimana status ke j dicapai (ditempati) sebelum transisi ke n.
Bab II - 2
Semester I 2022/2023
m
Proses Markov hanya mensyaratkan untuk memenuhi Persamaan (2.35) yaitu åp
j =1
i, j = 1 yaitu
kejadian-kejadian pada tahapan berikutnya adalah kejadian yang mutually exclussive dan
collectively exhaustive, dan tidak mensyaratkan hal yang sama untuk kejadian-kejadian
sebelumnya
∑p i, j =1 (2.35.a)
i=1
Contoh:
Namun jika proses Markov juga mensyaratkan bahwa kejadian sebelumnya merupakan
kejadian-kejadian yang mutually exclussive dan collectively exhaustive (misalnya status
ketiga hanya mungkin terjadi jika status sebelumnya adalah status pertama, kedua atau ketiga,
demikian juga status pertama hanya mungkin terjadi jika status sebelumnya adalah status
pertama, kedua, dan ketiga, dan ketiga status tersebut adalah mutually exclussive dan
collectively exhaustive)
! 0, 20 0, 50 0, 30 $ ! 0, 20 0,10 0, 30 $ ! 0, 30 0, 00 0, 70 $
# & # & # &
# 0, 60 0,15 0, 25 & atau # 0, 70 0, 05 0, 65 & atau # 0, 60 0,15 0, 25 & misalnya
# 0, 20 0, 35 0, 45 & # 0,10 0,85 0, 05 & # 0,10 0,85 0, 05 &
" % " % " %
Bab II - 3
Semester I 2022/2023
Jika l adalah satuan banyaknya kedatangan per satuan waktu dan µ satuan banyaknya
kepergian dalam satuan waktu, maka kemungkinan bertambahnya dan berkurangnya panjang
antrian dalam waktu Dt (yang kecil) adalah proporsional dengan kecepatan pertambahan dan
pengurangan tersebut
Karena panjang antrian sebesar n hanya dimungkinkan setelah pada saat Dt panjang antrian
adalah n – 1, n, atau n + 1 saja, maka
Dengan memasukkan nilai dalam Persamaan (2.50) ke dalam Persamaan (2.49) maka didapat
[pn(t+Dt) – pn(t)]/Dt = pn-1(t) ln-1 – pn(t) (ln + µn) + pn+1(t) µn+1 (2.52)
Jika Persamaan (2.52) diterapkan untuk n = 0 maka jumlah antrian minus tidak mungkin
terjadi sehingga p-1(t) = 0 dan pada saat tidak ada yang mengantri tidak mungkin ada yang
pergi sehingga µ0 = 0. Jika Dt diambil cukup kecil untuk n = 0 Persamaan (2.52) menjadi
Namun karena pn(t) untuk semua nilai n yaitu 0, 1, 2, … dan seterusnya tidak tergantung
waktu, maka pn(t) cukup dituliskan sebagai pn saja untuk setiap nilai n. Dengan demikian
karena dp0(t)/dt = 0, maka dari Persamaan (2.53) didapat
p1 = (l0/µ1)p0 (2.54)
dan dengan memasukkan n = 1 kedalam Persamaan (2.55) dan menggunakan nilai p1 dari
Persamaan (2.54) didapatkan
λ0 λ1
p2 = p0 (2.56)
µ1µ 2
Bab II - 4
Semester I 2022/2023
∑p n =1 (2.58.a)
n=0
∞ n "
λ %
p0 + p0 ∑ ∏ $ i−1 ' = 1 (2.58.b)
n=1 i=1 # µ i &
1
p0 = ∞ n "
(2.59)
λ %
1+ ∑ ∏ $ i−1 '
n=1 i=1 # µ i &
1
p0 = = 1− (λ / µ ) (2.59.b)
λ /µ
1+
1− (λ / µ )
sehingga
n
!λ$ ! λ$
pn = # & #1− & (2.57.c)
"µ % " µ%
n−1
!λ$ ∞
1
mengingat untuk (l/µ) < 1 berlaku persamaan ∑ n # & = 2
n=1 " µ % ! λ$
#1− &
" µ%
∞
maka panjang antrian L = ∑ npn dalam menjadi
n=1
n
∞
!λ$ ! λ$ λ
L = ∑n# & #1− & = (2.60.a)
n=1 " µ % " µ% µ−λ
Bab II - 5
Semester I 2022/2023
Contoh 2.34:
Jika dalam satu pintu toll kedatangan mobil adalah setiap 10 detik sedangkan pelayanan
adalah 4 detik, tentukan kemungkinan panjang antrian adalah 0, 1, 2, 3, dst. dan panjang
antrian yang diperkirakan.
n
1 !λ$ ! λ$
p0 = = 1− (λ / µ ) pn = # & #1− &
λ /µ "µ % " µ%
1+
1− (λ / µ )
Bab II - 6
Semester I 2022/2023
Contoh 2.37:
Seorang kontraktor yang ingin menyelesaikan suatu proyek dengan biaya sesedikit mungkin.
Alat I untuk tahap pertama, dan alat II untuk tahap kedua digunakan secara berurutan.
Pengerjaan dengan alat I dinyatakan dengan peristiwa U dan dengan alat II dinyatakan
dengan peristiwa V, maka U2 berarti kemungkinan penyelesaian menggunakan alat I dalam 2
hari, dan seterusnya. Kombinasi setiap peristiwa dari masing-masing penggunaan alat
menghasilkan jumlah hari penyelesaian proyek seperti misalnya U3ÇV5 membutuhkan
waktu penyelesaian 8 hari seperti terlihat pada Tabel 2.17.
Jika menggunakan jenis B, maka P[U2] = 0,3, P[U3] = 0,6, dan P[U4] = 0,1 Seperti terlihat
pada Tabel 2.18. Penggunaan alat I dan alat II adalah independen.
Ekspektasi harga A:
E[harga A] = {P[U2]x2 + P[U3]x3 + P[U4]x4} x harga A
= {0,2x2 + 0,5x3 + 0,3x4} x 100
= 310 satuan harga.
Dengan cara yang sama ekspektasi harga untuk jenis-jenis alat yang lainnya dapat dihitung
seperti terlihat dalam Tabel 2.19.
Bab II - 7
Semester I 2022/2023
Dari Tabel 2.19 dapat dilihat bahwa harga yang optimum adalah jenis A untuk alat I dan jenis
D untuk alat II. Dengan demikian dapat dianjurkan jenis alat yang digunakan untuk
melaksanakan kedua pekerjaan di atas ialah alat A dan D.
Persoalan di atas dapat berubah jika misalnya pekerjaan tidak dapat diselesaikan dalam 9 hari
maka pelaksana pekerjaan dapat dikenakan denda sebanyak 500 satuan harga per hari.
Jika menggunakan alat A&D maka kemungkinan pelaksanaan tersebut untuk selesai dalam
10 hari adalah:
P[10 hari] = P[U4ÇV6] + P[U3ÇV7] = 0,3x0,3 + 0,5x0,5= 0,34
Untuk menyelesaikan 11 hari dihitung dengan:
P[11 hari] = P[U4ÇV7] = 0,3x0,5 = 0,15
Jadi denda yang diperkirakan akan dikenakan jika digunakan alat A&D adalah:
E[denda] = 0,34x500 + 0,15x2x500 = 320 satuan harga.
Demikian seterusnya untuk kombinasi peralatan yang lain seperti tercantum dalam Tabel
2.21.
Dari Tabel 2.21 ini dapat dilihat bahwa penggunaan alat A dan F yang berurutan ini
menghasilkan ekspektansi biaya yang paling kecil.
Bab II - 8
Semester I 2022/2023
Contoh 2.38:
Driven pile. Bore pile
Akan ditentukan jenis pondasi yang akan digunakan. Pondasi tersebut dibangun di dalam
tanah yang kemungkinannya pasir (SS) 75% atau Lempung (CC) 25%. Jika dipasang
pondasi tiang pancang (D), maka dalam hal tanah adalah pasir maka biaya yang dikeluarkan
adalah 20. Jika ternyata tanah adalah lempung maka biaya yang perlu dikeluarkan adalah
120. Jika dipasang pondasi bor sumuran (B), maka dalam hal tanah adalah pasir maka biaya
yang harus dikeluarkan adalah 70 sedangkan dalam hal tanah lempung, biaya yang harus
dikeluarkan adalah sebesar 40. Tabel 2.22 dapat menggambarkan ringkasan masalahnya
dalam bentuk tabel. Tanda negatif menunjukkan nilai kerugian.
Pertanyaan: pondasi mana yang harus digunakan. Dengan teorema probabilitas total: Jika
menggunakan pondasi D ekspektasi biaya:
E(D) = 0,75 x (-20) + 0,25 x (-120) = - 45
jika menggunakan pondasi B:
E(B) = 0,75 x (-60) + 0,25 x (-40) = -55
Keputusannya ialah menggunakan pondasi D.
Jika kemudian ada pengujian yang memerlukan biaya tambahan sebesar 10 dengan keandalan
sebagai berikut:
Jika tanah adalah pasir, 80% pengujian menyatakan tanah pasir (HS), 15% menyatakan
lempung campur pasir (CS) dan 5% menyatakan tanah lempung (HC). Jika tanah adalah
lempung, 10% pengujian menyatakan tanah pasir (HS), 20% menyatakan lempung campur
pasir (CS) dan 70% menyatakan lempung (HC).
Dengan menggunakan teorema Bayes jika ternyata hasil pengujian memberikan HS maka
kemungkinan SS dan CC harus dikoreksi menjadi
P[HS | SS]P[SS]
P[SS | HS] =
P[HS | SS]P[SS]+ P[HS | CC]P[CC]
= 0,8x0,75/(0,8x0,75+0,1x0,25)
= 0,96
P[HS | CC]P[CC]
P[CC | HS] =
P[HS | SS]P[SS]+ P[HS | CC]P[CC]
= 0,1x0,25/(0,8x0,75+0,1x0,25)
= 0,04
Bab II - 9
Semester I 2022/2023
Dengan demikian tabel setelah percobaan ini yang memberikan hasil HS menjadi seperti
pada Tabel 2.22.a dan ekpektasi nilai menjadi
E(D) = 0,96 x (-30) + 0,04 x (-130) = -34
E(B) = 0,96 x (-70) + 0,04 x (-50) = - 69.2
Dalam hal ini keputusannya ialah menggunakan pondasi tiang pancang D.
Jika ternyata hasil test yang diperoleh adalah CS, maka koreksi yang dilakukan adalah
P[CS | SS]P[SS]
P[SS | CS] =
P[CS | SS]P[SS]+ P[CS | CC]P[CC]
= 0,15x0,75/(0,15x0,75+0,2x0,25)
= 0,692
P[CS | CC]P[CC]
P[CC | CS] =
P[CS | SS]P[SS]+ P[CS | CC]P[CC]
= 0,2x0,25/(0,15x0,75+0,2x0,25)
= 0,308
Dan tabel yang memberikan hasil CS menjadi seperti diberikan pada Tabel 2.22.b
Tabel 2.22.b: Biaya Pelaksanaan Pondasi (CS)
Pondasi Tanah Kemungkinan Biaya
D SS 0,692 -30
D CC 0,308 -130
B SS 0,692 -70
B CC 0,308 -50
Jika ternyata hasil yang diperoleh adalah HC, maka koreksi yang dilakukan adalah
P[HC | SS]P[SS]
P[SS | HC] =
P[HC | SS]P[SS]+ P[HC | CC]P[CC]
= 0,05x0,75/(0,05x0,75+0,7x0,25)
= 0,176
P[HC | CC]P[CC]
P[CC | HC] =
P[HC | SS]P[SS]+ P[HC | CC]P[CC]
= 0,7x0,25/(0,05x0,75+0,7x0,25)
= 0,824
Bab II - 10
Semester I 2022/2023
Dan tabel yang memberikan hasil HC menjadi seperti pada Tabel 2.22.c dan ekpektasi nilai
menjadi
Karena ketiga hasil test dapat memberikan kesimpulan yang berbeda, maka perlu dikaji lagi
kemungkinan terjadinya HS, CS, dan HC sebelum memutuskan:
Dari perhitungan terdahulu didapat jika tanpa melakukan test akan diperoleh E[nilai] = -45
(yaitu jika memilih pondasi tiang pancang D), sedangkan jika melakukan test maka dengan
teorema probabilitas total didapatkan
Kesimpulannya ialah lebih baik mengadakan pengujian terlebih dahulu dan keputusan apakah
pondasi tiang pancang D atau pondasi bor sumuran B yang diambil baru dapat diputuskan
setelah didapat apakah hasilnya adalah SS, CS, atau CC
Bab II - 11