Anda di halaman 1dari 84

PT UPAYA MUTU PRIMA

RUMAH SAKIT BAKTI KARS


Jl. Epicentrum 45 Jakarta

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT BAKTI KARS


NOMOR XXX/RSBK/PER/DIR/X/2022

TENTANG

PEDOMAN MANAJEMEN FASILITAS DAN KESELAMATAN

DIREKTUR RUMAH SAKIT BAKTI KARS

Menimbang : a. bahwa maka fasilitas fisik, bangunan, prasarana dan peralatan


kesehatan serta sumber daya lainnya harus dikelola secara
efektif untuk mengurangi dan mengendalikan bahaya, risiko,
mencegah kecelakaan, cidera dan penyakit akibat kerja;
b. bahwa agar fasilitas dan lingkungan dalam rumah sakit harus
aman, berfungsi baik, dan memberikan lingkungan perawatan
yang aman bagi pasien, keluarga, staf, dan pengunjung, perlu
disusun Pedoman Manajemen Fasilitas dan Keselamatan
Rumah Sakit BAKTI KARS;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
huruf a, dan b maka perlu ditetapkan dengan Peraturan Rumah
Sakit BAKTI KARS;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang praktik


kedokteran;
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2020 tentang
Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit;
5. Keputusan DIrektur Utama PT. Upaya Mutu Prima Nomor
157/SK/HC-DIR/VIII/2021 tentang Pengangkatan Direktur
Rumah Sakit BAKTI KARS;
MEMUTUSKAN
Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT BAKTI KARS NOMOR
XXX/RSBK/PER/DIR/X/2022 TENTANG PEDOMAN FASILITAS DAN
KESELAMATAN RUMAH SAKIT BAKTI KARS.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Pedoman manajemen fasilitas dan keselamatan rumah sakit dibuat bertujuan untuk
mencegah dan atau mengurangi risiko terkait keselamatan dan keamanan yang tidak baik
dan ada di rumah sakit, sehingga kejadian-kejadian nyaris celaka atau kejadian kecelakaan
maupun keamanan dapat dihindarkan.
Pasal 2
Pengendalian potensi bahaya dan risiko keselamatan dan keamanan yang terkait dengan
perubahan konstruksi ataupun perbaikan gedung diatur dalam Pedoman konstruksi dan
renovasi.
Pasal 3
Tata cara pemeriksaan dan perawatan setiap sistem yang ada di dalam rumah sakit, diatur
dalam standar prosedur operasional di setiap kegiatan unit masing-masing.

Pasal 4
Manajemen fasilitas dan keamanan ini meliputi:
a. Kepemimpinan dan perencanaan
b. Keselamatan
c. Keamanan
d. Pengelolaan bahan dan limbah B3
e. Proteksi kebakaran
f. Peralatan medis
g. Sistim utilitas
h. Penanganan kedaruratan dan bencana
i. Konstruksi dan renovasi
j. Pelatihan
BAB II
PENGKAJIAN RISIKO

Pasal 5
Pengkajian risiko manajemen fasilitas dan keamanan di rumah sakit meliputi :
a. Ketentuan hukum dan peraturan perundangan yang berlaku
b. Keselamatan dan keamanan gedung
c. Proteksi dari kebakaran
d. Izin dan lisensi yang berlaku di rumah sakit
e. Perencanaan dan penganggaran untuk peningkatan fasilitas, sistem dan peralatan
yang diperlukan.
f.
BAB III
PENGAWASAN DAN PELAPORAN

Pasal 6
Wewenang pengawasan terhadap kegiatan manajemen fasilitas dan keselamatan dilakukan
oleh tim MFK rumah sakit BAKTI KARS.

Pasal 7
Pedoman Manajemen Fasilitas Dan Keselamatan Rumah Sakit ini digunakan sebagai acuan
bagi petugas dalam melaksanakan kegiatan.

Pasal 8
Ketentuan lebih lanjut mengenai Pedoman Manajemen Fasilitas Dan Keselamatan tercantum
dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisah dari peraturan Direktur rumah sakit
ini.
Pasal 9
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Direktur Rumah Sakit BAKTI KARS ini atau
jika terdapat perubahan maka akan diatur kemudian hari.

Ditetapkan : Di Jakarta
pada tanggal :
DIREKTUR RUMAH SAKIT
BAKTI KARS

dr. Djoti Atmodjo, Sp.A,


MARS, FISQua
LAMPIRAN
PERATURAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT BAKTI KARS
NOMOR : XXX/RSBK/PER/DIR/X/2022
TENTANG
PEDOMAN MANAJEMEN FASILITAS
DAN KESELAMATAN

MANAJEMEN FASILITAS DAN KESELAMATAN DI RUMAH SAKIT

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Rumah Sakit BAKTI KARS selaku institusi pelayanan kesehatan dalam menjalankan
kegiatannya berlandaskan visi yang telah ditetapkan yaitu : Menjadi hospital unggulan
terpercaya dan bertanggungjawab, sebagai saluran berkat dan kasih Tuhan kepada
sesama dan lingkungan. Dalam upaya pencapaian visi tersebut, rumah sakit BAKTI KARS
memiliki misi sebagai berikut : Menyediakan layanan kesehatan yang benar dan terbaik
bagi masyarakat dengan komitmen dan ketulusan nilai kasih dan integritas.
Sejalan dengan visi dan misi tersebut, pengelolaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
di lingkungan rumah sakit BAKTI KARS disesuaikan dengan Undang-undang Nomor 1
Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor Undang-undang No. 47 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang
PerumahSakitan.
Untuk menindaklanjuti hal tersebut di atas, maka dibuat Pedoman Manajemen
Fasilitas dan Keselamatan (MFK) yang merupakan bagian dari komponen pelayanan K3
rumah sakit yang berisi tentang kegiatan dan petunjuk pelaksanaan bagi setiap unit kerja
di rumah sakit BAKTI KARS, sehingga dalam pengelolaannya selalu berada dalam koridor
yang telah ditentukan.
Pedoman Manajemen Fasilitas dan Keselamatan (MFK) berupaya untuk mengelola
semua resiko-resiko yang mungkin terjadi di dalam pelayanannya dan mempertahankan
kondisi aman bagi pasien, keluarga, staf dan pengunjung dirumah sakit di rumah sakit
BAKTI KARS.
B. TUJUAN PEDOMAN
Tujuan umum :
Sebagai pedoman agar tugas – tugas komite atau Tim MFK/ K3 RS di rumah sakit BAKTI
KARS dapat terlaksana sesuai dengan standar operasional prosedur yang ada.

Tujuan Khusus :
1. Sebagai pedoman bagi anggota komite atau Tim MFK/ K3RS BAKTI KARS di dalam
melaksanakan tugasnya.
2. Sebagai pedoman bagi departemen lain apabila memerlukan bantuan dari
Manajemen Fasilitas dan Keselamatan.

C. RUANG LINGKUP PELAYANAN


Ruang Lingkup Manajemen Fasilitas dan Keselamatan (MFK) terdiri dari GA, K3RS,
Facility, Kesehatan lingkungan, serta seluruh unit di rumah sakit BAKTI KARS meliputi :
a. Kepemimpinan dan perencanaan
b. Keselamatan
c. Keamanan
d. Pengelolaan bahan dan limbah B3
e. Roteksi kebakaran
f. Peralatan medis
g. Sistim utilitas
h. Penanganan kedaruratan dan bencana
i. Konstruksi dan renovasi
j. Pelatihan

BAB II
PENGERTIAN

1. Fasilitas adalah alat atau cara yang digunakan untuk memudahkan dalam melakukan
tugas atau pekerjaan. Fasilitas terdiri dari Sarana, prasarana dan peralatan.
- Sarana : bangunan gedung.
- Prasarana : sistim utilitas/pendukung bangunan gedung : listrik, genset, UPS, air,
……………………….gas, telepon, jaringan kabel data, ac sentral, lift, escalator,
gondola.
- Peralatan : peralatan medis/peralatan non medis, peralatan tdk bergerak.
2. Manajemen adalah suatu proses kegiatan yang terdiri atas perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, pengukuran dan tindak lanjut yang dilakukan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan menggunakan manusia dan sumber
daya lainnya.
3. Keselamatan adalah suatu tingkatan keadaan tertentu dimana gedung, halaman/ground
dan peralatan rumah sakit tidak menimbulkan bahaya atau risiko bagi pasien,
pengunjung dan staff.
4. Keamanan adalah proteksi dari kehilangan, kerusakan atau akses serta penggunaan
oleh mereka yang tidak berwenang.
5. Lingkungan rumah sakit adalah area rumah sakit dengan cakupan berupa seluruh
halaman rumah sakit hingga batas lingkungan sekitar kawasan rumah sakit.
6. Bahan berbahaya adalah penanganan, penyimpanan dan penggunaan bahan radioaktif
dan bahan berbahaya lainnya harus dikendalikan dan limbah bahan berbahaya dibuang
secara aman.
7. Manajemen emergensi adalah tanggapan terhadap wabah, bencana dan keadaan
emergensi direncanakan dan efektif.
8. Pengamanan kebakaran adalah Properti dan penghuninya di lindungi dari kebakaran
dan asap.
9. Peralatan Medis adalah Peralatan dipilih, dipelihara dan digunakan sedemikian rupa
untuk mengurangi risiko.
10. Sistem Utilitas adalah Listrik, air dan sistem pendukung lainnya dipelihara untuk
meminimalkan resiko kegagalan pengoperasian.
11. Rumah sakit adalah Rumah Sakit BAKTI KARS
12. UPS (Uninteruptable Power Supply) adalah peralatan supply listrik yang tidak terputus
sampai jangka waktu tertentu.
13. Kesehaatan Kerja menurut WHO/ILO 1995 bertujuan untuk peningkatan dan
pemeliharaan kesehatan fisik, mental dan sosial yang setinggi-tingginya bagi pekerja
disemua jenis pekerjaan, pencegahaan terhadap gangguan kesehatan yang disebabkan
oleh pekerjaan ; perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaannya dari resiko akibat
faktor yang merugikan kesehatan ; dan penempatan serta pemeliharaan pekerja dalam
suatu lingkungan kerja yang disesuaikan dengan kondisi fisiologi dan psikologisnya.
Secara ringkas merupakan penyesuaian pekerjaan kepada manusia dan setiap manusia
kepada pekerjaan atau jabatannya.
14. Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang diderita karyawan dalam hubungan dengan
kerja baik resiko karena kondisi tempat kerja, peralatan kerja, material yang dipakai,
proses produksi, cara kerja, limbah perusahaan dan hasil produksi.
15. Kecelakaan Kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan.
16. Pemeriksaan Kesehatan sebelum bekerja adalah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan
oleh dokter sebelum seorang tenaga kerja diterima untuk melakukan pekerjaan, yang
ditunjukkan agar tenaga kerja yang diterima berada dalam kondisi kesehatan yang
setinggi-tingginya, tidak mempunyai penyakit menular yang akan mengenai tenaga
kerja lainnya dan cocok untuk pekerjaan yagn akan dilakukan sehingga keselamatan dan
kesehatan tenaga kerja yang bersangkutan dan tenaga kerja lain-lainnya yang dapat
dijamin.
17. Pemeriksaan kesehatan berkala adalah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan secara
berkala kepada karyawan yang telah bekerja, guna mempertahankan derajat kesehatan
serta memonitoring pengaruh situasi dan lingkungan kerja serta melakukan tindak
lanjut sedini mungkin.
18. Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubung dengan hubungan kerja,
termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang
terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja dan pulang ke
rumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui.
19. Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan
kerja atau disebut Penyakit Yang Timbul Akibat Kerja.
20. HAZARD ialah benda atau bahan berpotensi menimbulkan bahaya pada keselamatan
dan kesehatan saat kerja khusunya pada pemberi pelayanan ataupun penerima
pelayanan pada umumnya.
21. Yang dimaksud dengan terkena benda tajam adalah luka tusuk / iris pada karyawan /
petugas yang ditimbulkan oleh benda tajam.
22. Benda tajam adalah semua benda tajam yang berada di rumah sakit, baik yang telah
digunakan terhadap pasien yang menderita atau diduga menderita hepatitis B / C dan
atau HIV, antara lain jarum, pisau, gunting, maupun benda lain yang berpotensi
menimbulkan luka.
23. Ergonomi adalah ilmu serta penerapannya yang berusaha menyelaraskan pekerjaan dan
lingkungan terhadap orang atau sebaliknya dengan tujuan tercapainya produktifitas dan
efisiensi yang setinggi – tingginya.
24. Keadaan darurat/bencana adalah setiap kejadian yang dapat menimbulkan gangguan
terhadap kelancaran operasional/kegiatan di lingkungan RS BAKTI KARS, all : Kebakaran,
Gangguan tenaga, Gangguan Keamanan (huru-hara), Bencana alam (Gempa Bumi),
Bencana massal, dll.
25. Tanggap darurat adalah penanganan keadaan darurat/bencana secara darurat setiap
terjadi kejadian, yang terjadi di Rumah Sakit, antara lain : Kejadian kebakaran,
kecelakaan, peledakan, gangguan .
26. Kebakaran adalah terjadinya api yang tidak terkendali dan tidak dikehendaki
27. Penanggulangan Kebakaran adalah suatu usaha untuk mencegah, mengatasi
kebakaran.
28. Pemantauan lingkungan adalah kegiatan melakukan pemeriksaan dan pengukuran
kondisi ruangan-ruangan yang berada di dalam bangunan gedung.
29. Pengendalian Lingkungan pada saat renovasi adalah semua kegiatan konstruksi dan
renovasi bangunan yang meliputi perubahan bentuk, penambahan ruangan, perubahan
design baik interior maupun eksterior harus diatur dengan baik agar paparan terhadap
debu, uap dan bahaya-bahaya yang menyertainya dapat dibatasi seminimal mungkin.
30. Bahan berbahaya dan beracun yang selanjutnya disingkat B3 adalah zat, energi,
dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik
secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak
lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta
kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain.
31. Limbah bahan berbahaya dan beracun, yang selanjutnya disebut Limbah B3, adalah sisa
suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3.
32. Pengelolaan limbah B3 adalah kegiatan yang meliputi pengurangan, penyimpanan,
pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan/atau penimbunan.
33. Dumping (pembuangan) adalah kegiatan membuang, menempatkan, dan/atau
memasukkan limbah dan/atau bahan dalam jumlah, konsentrasi, waktu, dan lokasi
tertentu dengan persyaratan tertentu ke media lingkungan hidup tertentu.

BAB IV
TATA LAKSANA

A. Kepemimpinan dan perencanaan


1. Rumah Sakit menyusun SK dan peraturan perundang-undangan dan ketentuan lainnya
yang berlaku terhadap fasilitas rumah sakit.
2. Rumah Sakit membuat rencana tertulis (mencakup keselamatan dan keamanan, bahan
berbahaya, manajemen emergensi, pengamanan dan kebakaran, peralatan medis, dan
sistem utilitas) yang terkini dan dilaksanakan sepenuhnya serta dievaluasi secara periodik
3. Rumah sakit membuat surat tugas kepada seorang staf atau lebih untuk melaksanakan
Program pengawasan dan pengarahan berdasarkan kompetensi, pengalaman atau
pelatihan dengan indikator:
a. Terdapat program untuk memonitor semua aspek dari program manajemen risiko
fasilitas/ lingkungan
b. Data monitoring tersebut digunakan untuk mengembangkan/meningkatkan program.

B. Keselamatan dan Keamanan fasilitas


1. Rumah sakit membuat program dan melaksanakan program keselamatan dan keamanan
fasilitas fisik termasuk memonitor dan mengamankan area yang diidentifikasi sebagai
berisiko.
a. Rumah sakit mempunyai dokumentasi hasil pemeriksaan fasilitas fisik yang terkini
dan akurat
b. Rumah sakit mempunyai rencana mengurangi resiko yang nyata berdasarkan
pemeriksaan tersebut
c. Rumah sakit memperlihatkan kemajuan dalam melaksanakan rencananya
2. Area yang berisiko dimonitor dan dijaga agar pasien,keluarga,staf dan pengunjung
terjaga keselamatan dan keamanannya:
a. Rumah sakit menyusun rencana dan anggaran yang memenuhi peraturan
perundang-undangan dan ketentuan lain.
b. Rumah sakit menyusun rencana dan anggaran untuk meningkatkan atau mengganti
sistem, bangunan, atau komponen yang diperlukan agar fasilitas tetap dapat
beroperasi secara aman dan efektif.
3. Pelaksanaan program dilakukan secara efektif dan efesien untuk mencegah cidera dan
mempertahankan kondisi aman bagi pasien ,keluarga, staff dan pengunjung.
4. Bila ada pihak independen dalam pelaksanaannya maka dilakukan survey untuk
memastikan keselamatan pasien.
5. Rumah sakit memiliki data/dokumen yang nyata atas kondisi fisik bangunan rumah sakit
saat ini.
6. Rumah sakit mendokumentasikan rencana tindak lanjut dari hasil kondisi saat ini.
7. Rumah sakit mendokumentasikan kegiatan tindak lanjut tersebut untuk mengetahui
kemajuannya.

C. Pengelolaan bahan berbahaya dan beracun


1. Rumah sakit mengidentifikasi dan mempunyai daftar terbaru limbah berbahaya.
2. Membuat rencana kegiatan penanganan, penyimpanan dan penggunaan bahan
berbahaya serta tatacara pembuangannya.
3. Menyusun rencana sistem pelaporanan dan investigasi dari tumpahan, paparan
(exposure)dan insiden lainnya.
4. Menyusun dan menetapkan rencana untuk penanganan limbah yang benar di dalam
rumah sakit dan pembuangan limbah berbahaya secara aman dan sesuai ketentuan
hukum.
5. Menyusun dan menetapkan rencana untuk alat dan perlindungan yang benar dalam
penggunaan , ada tumpahan dan paparan.
6. Menyusun dan menetapkan rencana untuk mendokumentasikan persyaratan (izin,
lisensi,ketentuan persyaratan lainnya).
7. Menyusun dan menetapkan rencana pemasangan label pada bahan dan limbah
berbahaya.
8. Rumah sakit melakukan survey dan didokumentasikan bila menggunakan jasa
independen.
D. Kesiapan menghadapi bencana/ penanganan kedaruratan dan bencana
1. Rumah sakit mengidentifikasi bencana internal dan eksternal yang besar, seperti
keadaan darurat di masyarakat, wabah dan bencana alam atau bencana lainnya serta
kejadian wabah besar yang menyebabkan terjadinya risiko yang signifikan
a. Seluruh rencana di ujicoba secara tahunan atau sekurang-kurangnya elemen kritis:
1) Strategi komunikasi pada kejadian.
2) Pengelolaan sumber daya pada waktu kejadian, termasuk sumber daya aternatif.
3) Pengelolaan kegiatan klinis pada waktu kejadian, termasuk alternatif tempat
pelayanan.
4) Identifikasi dan penugasan peran dan tanggungjawab staff pada waktu kejadian.
5) Proses untuk mengelola keadaan darurat/kedaruratan bila terjadi pertentangan
antara tanggung jawab staf secara pribadi dengan tanggung jawab rumah sakit
dalam hal penugasan staf untuk pelayanan pasien.
b. Dilakukan tanya jawab pada setiap akhir uji coba.
c. Rumah sakit memastikan badan independen yang ada dalam fasilitas pelayanan
mematuhi rencana kesiapan menghadapi bencana.
2. Rumah sakit merencanakan untuk menanggapi kemungkinan terjadinya bencana.

E. Pengamanan kebakaran/ proteksi kebakaran


1. Rumah sakit merencanakan program untuk memastikan seluruh penghuni rumah sakit
aman dari kebakaran dan asap.
a. Program pengurangan risiko kebakaran.
b.Program assesmen risiko kebakaran saat ada pembangunan di atau berdekatan
dengan fasiitas.
c. Program deteksi dini kebakaran dan asap.
d.Program meredakan kebakaran dan pengendalian asap.
e. Program evakuasi bila terjadi kedaruratan akibat kebakaran.
2. Program diaksanakan secara terus-menerus dan komprehensif
a. Rumah sakit membuat sistem deteksi kebakaran dan pemadaman.
b. Rumah sakit melatih staf untuk berpartisipasi daam perencanaan pengamanan
kebakaran.
c. Semua staf berpartisipasi sekurang-kurangnya setahun sekali dalam rencana
pengamanan dan asap.
d. Staf dapat memperagakan cara membawa pasien ke tempat aman.
e. Rumah sakit memeriksa, menguji coba, dan memelihara peralatan.
3. Rumah sakit memastikan badan independen mematuhi rencana pengamanan
kebakaran.
4. Rumah sakit membuat kebijakan untuk pelarangan merokok berlaku bagi pasien,
keluarga, pengunjung, dan staf.
F. Peralatan medis
1. Rumah sakit membuat rencana pengelolaan peralatan medis
a. Rumah sakit mengumpulkan hasil monitoring dan didokumentasikan untuk program
manajemen peralatan medis.
b. Hasil monitoring digunakan untuk keperluan perencanaan dan perbaikan
2. Rumah sakit membuat daftar inventaris alat medis.
3. Rumah sakit melakukan inspeksi secara teratur.
4. Rumah sakit melakukan uji coba peralatan medis sesuai rekomendasi pabrik.
5. Rumah sakit membuat program pemeliharaan preventif.
6. Rumah sakit menunjuk tenaga yang kompeten untuk memberikan pelayanan ini

G. Sistem utilitas (Sistem pendukung)


1. Rumah sakit memastikan kebutuhan air minum selalu tersedia.
a. Rumah sakit mengidentifikasi area dan pelayanan yang berisiko paling tinggi bila
terjadi air minum terkontaminasi atau terganggu.
b. Rumah sakit mengurangi risiko bila hal itu terjadi.
c. Rumah sakit merencanakan sumber air minum alternatif dalam keadaan darurat
2. Rumah sakit memastikan kebutuhan listrik selalu tersedia.
a. Rumah sakit mengidentifikasi area dan pelayanan yang berisiko paling tinggi bila
terjadi kegagalan listrik.
b. Rumah sakit mengurangi risiko bila hal itu terjadi.
c. Rumah sakit merencanakan sumber listrik alternatif dalam keadaan darurat

H. Sistem utility / sistem pendukung (listrik, limbah, genset, dll)


1. Rumah sakit mendokumentasikan hasil identifikasi sistem listrik, gas medis, limbah,
genset, dll.
2. Rumah sakit mendokumentasikan perencanaan pemeliharaan sistem listrik, gas medis,
limbah dan genset secara periodik.
3. Utility tersebut dimonitor dan didokumentasikan hasilnya sebagai tindaklanjut dan
peningkatan.

I. Konstruksi dan renovasi


1. Rumah sakit membuat rencana perbaikan/ renovasi gedung/ lokasi
a. Rumah sakit mengumpulkan hasil monitoring dan didokumentasikan untuk program
PCRA.
b. Hasil monitoring digunakan untuk keperluan perencanaan dan perbaikan
2. Rumah sakit melakukan prosedur PCRA dan ICRA sebelum memulai pekerjaan konstruksi
dan renovasi.
3. Rumah sakit melakukan inspeksi/ pemantauan secara teratur terhadap kontraktor.
4. Rumah sakit melakukan follow up temuan dari hasil pemantauan terhadap kontraktor.
5. Rumah sakit memastikan proses pekerjaan konstruksi/ renovasi sudah dilakukan dengan
baik, jika pekerjaan sudah selesai dilakukan.

J. Pendidikan/ pelatihan staf


1. Rumah sakit merencanakan pelatihan bagi staf yang sudah ditunjuk dalam hal
mengoperasikan peralatan medis dan sistem utility, menghadapi bencana, kebakaran,
penanganan limbah, gas medis, emergensi air dan listrik.
2. Rumah sakit melakukan self assesmen terhadap peran emergensi utiliti dengan
menanyakan, memperagakan, dan hasilnya didokumentasikan untuk peningkatan.

BAB IV
FASILITAS DAN PERALATAN

A. Sistem Komunikasi
Sistem komunikasi yang digunakan di RS BAKTI KARS yaitu :
⮚ Telepon dengan menggunakan sistem PABX
⮚ Handy Talky yang digunakan oleh bagian keamanan
⮚ Sound System/Paging (menjangkau semua lantai di lingkungan rumah sakit) dan
dioperasikan oleh operator (call center)
⮚ Carcall (menjangkau area parkir di lingkungan rumah sakit).
B. Alat Pelindung Diri (Personal Protective Equipment)
Pengertian
Alat pelindung diri adalah alat yang digunakan untuk melindungi sebagian atau seluruh
tubuh tenaga kerja dari sumber bahaya yang ada ditempat kerja saat tenaga kerja
melakukan pekerjaannya.
Langkah-langkah dalam pemakaian alat pelindung diri pada tenaga kerja :
a. Analisa kebutuhan, merupakan langkah awal. Terlebih dahulu ditentukan jenis bahaya
yang terdapat dalam pekerjaan dan bagaimana kondisi kerja yang ada serta peraturan
yang berlaku.
b. Pemilihan alat pelindung diri (APD). Berdasarkan analisa kebutuhan, dapat ditentukan
jenis alat apa saja yang diperlukan. Selain itu, dalam pemilihan APD ini sudah melalui
proses pengujian dan memenuhi standar yang berlaku.
c. Komunikasi program. Hal ini diperlukan agar tenaga kerja mengerti dan merasa
diikutsertakan, tidak hanya instruksi berupa lisan atau tulisan. Perlu pula ditanamkan
pengertian akan pentingnya peranan pemakaian APD dalam mencegah cedera atau
mengurangi akibat suatu kecelakaan dan membangkitkan minat dan akhirnya
membutuhkan pemakaian APD.
d. Latihan, diperlukan agar tenaga kerja mengetahui dalam keadaan apa saja alat ini
harus digunakan dan bagaimana cara pemeliharaannya. Latihan ini dapat diberikan
secara formal dan informal.
e. Menegakkan disiplin dalam pemakaian APD.

Pemilihan Alat Pelindung Diri


Aspek-aspek lain yang diperlukan dalam pemilihan alat pelindung diri :
a. Bentuk cukup menarik.
b. Dapat dipakai secara fleksibel.
c. Tahan untuk pemakaian yang cukup lama dan tidak menyebabkan rasa
ketidaknyamanan yang berlebihan.
d. Dapat memberikan perlindungan yang ada terhadap bahaya yang spesifik yang
dihadapi oleh tenaga kerja.
e. Tidak menimbulkan bahaya tambahan bagi pemakainya yang disebabkan bentuk dan
bahannya tidak tepat atau salah dalam penggunannya.
f. Suku Cadang mudah diperoleh untuk memudahkan pemeliharaan.
Jenis-jenis Alat Pelindung Diri
a. Alat pelindung kepala
Digunakan untuk melindungi kepala dari kejatuhan benda/material keras seperti batu,
kayu atau besi. Contoh alat pelindung kepala : Topi pengaman (Safety helmet).
b. Topi atau tudung
Untuk melindungi kepala dari zat-zat kimia, iklim kerja yang berubah-ubah dan lainnya,
harus terbuat dari bahan yang tak mempunyai celah atau lubang, biasanya terbuat dari
asbes dan katun.
c. Penutup rambut
Penutup rambut ini biasanya terbuat dari katun atau bahan lain yang mudah dicuci.
Alat ini berguna untuk mencegah rambut/kepala terkena kotoran/bahan kimia. Contoh
: Penutup kepala yang digunakan perawat ruang bedah dan ICU.
d. Alat pelindung telinga
Alat pelindung telinga berguna untuk mengurangi intensitas suara yang masuk ke
dalam telinga. Alat ini terdiri dari 2 jenis, yaitu :
- Ear plug (sumbat telinga), dapat mengurangi intensitas suara 20 – 30 dB.
- Ear muff (tutup telinga), dapat juga melindungi bagian luar telinga (daun telinga).
Alat ini lebih efektif dari pada sumbat telinga dan dapat mengurangi intensitas
bising 25 – 45 dB.
e. Alat pelindung pernapasan
Berguna untuk melindungi alat pernapasan terhadap gas, uap, debu atau udara yang
terkontaminasi kuman patogen dan bahan kimia. Alat ini terbagi dua :
- Masker, digunakan untuk mengurangi debu/partikel-partikel yang lebih besar dan
kuman patogen. Masker dapat terbuat dari kain. Terdiri dari Masker Disposible dan
Masker non Disposible.
- Respirator, berguna untuk melindungi pernapasan dari debu, kabut, uap logam,
asap dan gas.
f. Alat pelindung mata dan muka
- Spectacles, berguna untuk melindungi mata dari partikel-partikel kecil, debu dan
radiasi gelombang elektromagnetik.
- Gogles, digunakan untuk melindungi mata dari gas, uap, debu dan percikan larutan
kimia.
g. Alat pelindung tangan
Berguna untuk melindungi tangan dari bahan dan benda-benda tajam, bahan-bahan
kimia, biologis (darah dan cairan tubuh pasien lainnya), benda panas/dingin. Contoh :
Hand Scound (sarung tangan karet), sarung tangan kain dan sarung tangan tegangan
tinggi untuk keperluan pengamanan pada saat perbaikan elektrikal (panel listrik yang
bertegangan tinggi).
h. Alat pelindung kaki
Berguna untuk melindungi kaki dan bagian-bagian lainnya dari benda-benda yang
jatuh, benda tajam, larutan kimia dan kontak pada listrik.
i. Pakaian pelindung
Berguna untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuh dari percikan bahan kimia,
biologis, panas dan sinar radiasi. Contoh : Apron di bagian Radiologi.
j. Sabuk pengaman (Safety belt).
Digunakan tenaga kerja untuk pekerjaan di tempat ketinggian.

Alat pelindung diri (APD) dan macamnya di Rumah Sakit :


a. Ruang Perawatan Umum dan Gigi
- Masker : untuk menghindari kontaminasi penyakit melalui alat pernapasan. Masker
dipasang menutup mulut dan lubang hidung dan kedua tali diikat ke belakang dengan
rapi. Digunakan pada saat menghadapi pasien yang mempunyai kemungkinan
penularan penyakit melalui udara dan diri si petugas bila mengalami flu.
- Baju khusus (SKORT) : untuk menghindari kontaminasi penyakit menular. Baju
khusus (SKORT) dipakai menutup bagian belakang dengan rapi digunakan pada saat
ada tindakan di kamar (misal: kemoterapi).
- Sarung tangan : untuk melindungi tangan dari alat tajam.
- Khusus untuk poli gigi, tidak menggunakan apron/baju khusus.

b. Ruang Perawatan Khusus (Kebidanan) & OK


- Masker : untuk menghindari kontaminasi penyakit melalui alat pernapasan. Masker
dipasang menutup mulut dan lubang hidung dan kedua tali diikat ke belakang dengan
rapi. Digunakan pada saat menghadapi pasien yang mempunyai kemungkinan
penularan penyakit melalui udara dan diri si petugas bila mengalami flu.
- Baju khusus (SKORT): untuk menghindari kontaminasi penyakit menular dan untuk
menghindari kontaminasi penyakit melalui kontak langsung. Baju khusus (SKORT)
dipakai menutup bagian belakang dengan rapi digunakan pada saat ada tindakan di
kamar bersalin/kamar bayi.
- Sarung tangan: untuk menghindari kontaminasi penyakit melalui kontak langsung
dan untuk melindungi tangan dari alat tajam. Sarung tangan dipakai sesuai ukuran
masing – masing tangan petugas digunakan pada saat ada tindakan di kamar
bersalin/kamar bayi.
- Sandal : untuk melindungi kuman yang terbawa. Sandal dipakai oleh seluruh petugas
kamar bersalin/kamar bayi selama bertugas.
- Sepatu tertutup : untuk menghindari kaki dari percikan – percikan darah. Sepatu
tertutup digunakan pada saat menolong persalinan normal.
- Kacamata (goggle) : untuk melindungi mata dari percikan – percikan darah/bahan
lain. Kacamata (goggle) digunakan pada saat menolong persalinan normal.

c. Ruang Perawatan Khusus :


1. Flouroscopy.
⮚ Apron : untuk proteksi bahaya radiasi.
Apron digunakan pada saat melakukan tindakan agar terlindung dari
bahaya radiasi.
⮚ Film badge: untuk mendeteksi banyaknya radiasi yang diterima.
Film badge digunakan pada saat melakukan tindakan.
2. Endoscopy.
⮚ Apron : untuk proteksi bahaya radiasi. Apron digunakan pada saat melakukan
tindakan.
⮚ Film badge: untuk mendeteksi banyaknya radiasi yang diterima. Film badge
digunakan pada saat melakukan tindakan.
⮚ Sarung tangan: untuk menghindari kontaminasi penyakit melalui kontak
langsung. Sarung tangan dipakai sesuai ukuran masing – masing tangan petugas
digunakan pada saat ada tindakan dan pada saat mensterilkan peralatan.
⮚ Masker: untuk menghindari penyakit melalui alat pernapasan. Masker dipasang
menutup mulut dan lubang hisung dan kedua tali diikat ke belakang dengan
rapi. Digunakan pada saat menghadapi pasien yang mempunyai kemungkinan
penularan penyakit melalui udara dan si petugas bila mengalami flu.
⮚ Kacamata (goggle): untuk melindaungi mata dari percikan air desinfektan.
Kacamata (goggle) digunakan pada saat mensterilkan peralatan.

3. ICU/NICU.
⮚ Baju khusus (SKORT) : untuk melindungi tubuh dari percikan air pada saat
membersihkan alat dan untuk menghindari kontaminasi penyakit melalui
kontak langsung. Baju khusus (SKORT) dipakai menutup bagian belakang
dengan rapi digunakan pada saat tindakan atau bila sedang membersihkan
bahan/alat kotor.
⮚ Sarung tangan dipakai sesuai ukuran masing – masing tangan petugas
digunakan pada saat ada tindakan.
⮚ Kacamata (goggle): untuk melindungi mata dari percikan darah/bahan lain.
Kacamata (goggle) digunakan pada saat membersihkan bahan/alat kotor.
4. Gizi.
⮚ Celemek : untuk melindungi tubuh dari percikan air pada saat membersihkan
alat dan memasak. Celemek digunakan pada saat bekerja di dapur atau sedang
membersihkan peralatan masak.
⮚ Safety shoes : untuk melindungi kaki menghindari agar tidak terpeleset pada
saat bekerja di dapur. Safety shoes digunakan pada saat bekerja di dapur.
⮚ Kain lap: untuk melindungi tangan agar terhindar dari panasnya alat.Kain lap
digunakan untuk memegang peralatan yang panas.
⮚ Tutup kepala : untuk melindungi rambut. Tutup kepala digunakan pada saat
bekerja.
⮚ Sarung tangan plastik : untuk melindungi tangan agar terhindar dari kotoran.
Sarung tangan plastik digunakan pada saat meracik buah atau makanan
matang.
5. Radiologi
⮚ Apron : untuk proteksi bahaya radiasi. Apron
digunakan pada saat melakukan tindakan.
⮚ Film badge : untuk mendeteksi banyaknya radiasi yang
diterima. Film badge dikenakan pada saat melakukan
tindakan.
⮚ Kacamata Pb : untuk melindungi mata dari bahaya radiasi.
Kacamata Pb digunakan pada saat melakukan tindakan
fluoroscopy.
6. Laboratorium
⮚ Jas Lab : untuk melindungi tubuh dari percikan reagen
atau bahan lain. Jas lab digunakan pada saat bertugas di
laboratorium.
⮚ Sarung tangan : untuk menghindari kontaminasi
penyakit melalui kontak langsung dan untuk melindungi
tangan dari alat tajam. Sarung tangan digunakan pada saat
melakukan tindakan.
⮚ Masker : untuk menghindari kontaminasi penyakit
melalui alat pernapasan. Masker digunakan pada saat
bertugas di laboratorium saat karyawan sedang terkena flu.
7. Kebersihan
⮚ Sabuk pengaman : untuk melindungi diri agar tidak terjatuh
dari tempat yang tinggi. Sabuk pengaman digunakan pada
saat membersihkan daerah/gedung yang tinggi.
⮚ Sarung tangan : untuk menghindari kontaminasi penyakit
melalui kontak langsung. Sarung tangan digunakan pada
saat membersihkan toilet atau bila mencampur bahan
pembersih.
⮚ Masker : untuk menghindari kontaminasi penyakit
melalui alat pernapasan. Masker digunakan pada saat
membersihkan toilet atau bila mencampur bahan
pembersih.
8. Linen.
⮚ Baju khusus : untuk melindungi tubuh dari
kontaminasi penyakit. Baju khusus digunakan pada saat
mengambil bahan kotor (misal: laken kotor).
⮚ Sarung tangan : untuk menghindari kontaminasi
penyakit melalui kontak langsung. Sarung tangan digunakan
pada saat memisahkan bahan.
⮚ Masker : untuk menghindari kontaminasi penyakit
melalui alat pernapasan. Masker digunakan pada saat
memisahkan atau mengambil bahan kotor (misal : laken
kotor).
9. Maintenance
⮚ Earmuff : untuk melindungi telinga dari
kebisingan. Earmuff digunakan pada saat di daerah
bising.
⮚ Kedok: untuk melindungi mata dari percikan api las.
Kedok digunakan pada saat mengelas.
⮚ Masker : untuk melindungi tersedotnya debu
atau partikel kecil ke saluran pernapasan. Masker
digunakan pada saat membersihkan daerah berbau
atau menggergaji sesuatu.
⮚ Sabuk pengaman : digunakan pada saat
memperbaiki di daerah yang tinggi. Sabuk pengaman:
untuk melindungi agar tidak terjatuh dari tempat
tinggi.
⮚ Sarung tangan karet : untuk melindungi tangan dari
kotoran. Sarung tangan digunakan pada saat
memperbaiki daerah yang kotor.

10. Rekam Medis


⮚ Masker: untuk melindungi terhisapnya debu ke saluran
pernapasan. Masker digunakan pada saat mengambil dan
menyusun berkas.
11. Farmasi
⮚ Masker : untuk melindungi terhisapnya serbuk
obat ke saluran pernapasan. Masker digunakan pada
saat meracik obat
⮚ Sarung tangan karet : untuk melindungi tangan dari
obat. Sarung tangan karet digunakan pada saat
meracik obat.

d. Perlengkapan Keamanan Pasien


Upaya penyembuhan pasien tidak semata-mata dilihat dari sisi medis saja, namun
hal-hal lain terkait dengan faktor-faktor non medis juga memiliki peran yang cukup
signifikan, diantaranya sistem pengamanan pasien yang sangat diperlukan untuk
menunjang keselamatan mereka menjalani perawatan di RS. Dengan demikian pasien
akan merasa lebih tenang dan nyaman yang pada akhirnya secara psikis akan
memberikan motivasi kepada pasien untuk sembuh/pulih.

Ada beberapa jenis alat perlengkapan keamanan pasien antara lain :


1. Pegangan sepanjang tangga
Pegangan sepanjang tangga diadakan dengan tujuan agar pasien termasuk pengunjung
dan karyawan dapat berpegangan saat menurun atau menaiki tangga. Syarat pegangan
tangga yang aman :
⮚ Terbuat dari bahan yang tidak licin
⮚ Permukaan pegangan tidak kasar
⮚ Mudah dibersihkan
⮚ Dapat digenggam (tidak terlalu besar atau terlalu kecil)
⮚ Kokoh / tidak goyah
⮚ Pegangan setinggi pinggang orang dewasa
⮚ Jarak antara tiang pegangan tidak terlalu renggang

2. Toilet yang dilengkapi pegangan dan bel


Pegangan dan bel di toilet bertujuan untuk menjaga pasien agar memudahkan pasien
saat berada dalam toilet dan bila terjadi suatu hal / keadaan emergency bel dapat
digunakan pasien untuk memanggil pertolongan. Kelayakan sarana pegangan dan bel
ini harus dikontrol agar kondisinya tetap terjaga dan dapat dipergunakan sebagaimana
mestinya.
3. Pintu dapat dibuka dari luar
Pintu yang dimaksud adalah pintu ruangan, baik ruang rawat inap, kamar mandi (toilet)
dan lainnya agar keadaan emergency dapat dengan mudah dibuka dari luar oleh
petugas, dimana cara membuka pintu tersebut digerakkan/ dibuka mengarah keluar
ruangan bukan kearah dalam.
4. Tempat tidur dilengkapi penahan pada tepinya
Penahan tempat tidur selayaknya digunakan setiap tempat tidur, dengan tujuan
menghindari terjatuhnya pasien dari tempat tidur. Penahan tempat tidur ini hendaknya
dengan mudah dapat dinaikan atau diturunkan.
5. Sumber listrik mempunyai penutup / penahan
Sumber listrik / stop kontak dengan penutup dipasang di seluruh ruangan, terutama
ruang anak-anak. Hal ini bertujuan agar dapat menghindari terjadinya hal-hal yang
tidak diinginkan
6. Supply oksigen yang cukup
Ketersediaan oksigen diruangan dalam jumlah dan siap pakai merupakan hal yang vital
terutama bagi pasien jantung karena kekurangan supply oksigen dapat mengakibatkan
kematian. oleh karena itu supply oksigen harus benar-benar terpenuhi, baik secara
sentral maupun portable di seluruh unit / ruangan perawatan, baik Rawat Jalan, Rawat
Intensif, Semi Intensif, Emergency dan Rawat Inap. Untuk menjamin kelangsungan
supply oksigen maka perlu dilakukan pemeliharaan terhadap seluruh jenis peralatan
gas medis yang ada di RS sebagai berikut :
Lakukan pemeriksaan secara rutin kondisi ke tiga jenis sarana di atas yaitu :
⮚ Tangki liquid oxygen
Lakukan pengecekan setiap hari dan setiap penerimaan gas medis oleh petugas
jaga dengan memperhatikan kondisi manometer, katup gas buang, kondisi tangki
gas medis, volume gas medis dan pipa tangki gas medis.
⮚ Tabung oksigen dan oxygen portable
Lakukan pengecekan oleh petugas jaga kondisi manometer, kondisi tabung dan
oxygen portable dan volume gas medis dan lakukan tera ulang tabung gas medis
secara rutin setiap satu tahun sekali untuk menghindari ledakan.
7. Tersedia emergency suction
Emergency suction disediakan di setiap Ruang Perawatan agar dapat dengan mudah
dipergunakan pada saat dibutuhkan. Untuk ruang intensif dan semi intensif agar
disediakan di setiap tempat tidur sedang ruang rawat biasa minimal disediakan 1 unit
emergency suction dalam kondisi siap pakai.
8. Tenaga listrik pengganti di ruang dan peralatan medis yang vital
Jaminan ketersediaan supply listrik cadangan sangat dibutuhkan saat aliran listrik dari
PLN terputus, terutama di ruang-ruang dan pada peralatan medis yang vital, dimana
supply listrik tidak boleh terputus. Tenaga listrik pengganti berupa UPS (Uninteruptable
Power Supply) dan Genset, di mana ketersediaannya harus memiliki persyaratan :
● Memiliki kapasitas (KVA) yang memadai sesuai dengan kebutuhan ruangan/
alat.
● Pemeliharaan dan pengecekan kondisi dilakukan secara rutin atau berkala.
Jenis ruangan yang harus memiliki tenaga listrik pengganti tersebut adalah :
⮚ R. ICU/ICCU & IMC
⮚ R. Bedah
⮚ R. Emergency
⮚ R. Laboratorium
⮚ R. Radiologi ( daerah tertentu seperti : alat yang menggunakan system computer
untuk penyimpanan data )
⮚ R. Sentral Komputer

- Peralatan Pemadam Kebakaran


Untuk mendapatkan hasil yang optimal terhadap implementasi sesuai kebutuhan di
lapangan, maka hal yang harus diperhatikan adalah jenis dan penempatan
rambu-rambu dan atau peralatan itu sendiri secara efektif dan efisien. hal tersebut
dimaksudkan untuk memberitahukan atau memberikan tanda, kepada penghuni
gedung, pegawai dan pengunjung bahwa telah terjadi kebakaran.
a. Alat deteksi kebakaran :
Peralatan deteksi kebakaran di gedung terdiri dari 2 tipe (manual dan automatik) :
1. Peralatan tanda bahaya secara manual.
Merupakan perangkat yang berfungsi untuk menarik perhatian yang bekerja
jika digerakkan oleh manusia. Contoh : Bunyi / alarm dll.
2. Peralatan tanda bahaya secara otomatis
Merupakan perangkat yang berfungsi untuk mendeteksi tanda-tanda
kebakaran secara otomatis seperti asap, panas dan api, misalnya Heat
detector, Fire detector dan Smoke detector.
b. Alat Pemadam Kebakaran
Peralatan pemadam kebakaran yang digunakan di Rumah Sakit adalah :
1. Alat Pemadam Api Ringan (APAR)
Merupakan alat pemadam api yang dapat dibawa dan digunakan oleh satu
orang dan berdiri sendiri (self contained). Syarat-syarat
penempatan/pemasangan APAR :
⮚ Jarak antara APAR satu dengan lainnya minimal 15 meter.
⮚ Diletakkan pada tempat yang mudah dilihat dan dijangkau.
⮚ Dilengkapi dengan pemberian tanda pemasangan, dengan ketinggian 125
cm dari dasar lantai tepat diatas satu kelompok APAR bersangkutan.
⮚ Diletakkan pada jalur keluar arah reflek pelarian.
⮚ Semua tabung APAR sebaiknya berwarna merah dan tidak terkunci.
⮚ Memperhatikan jenis dan bahan yang dapat terbakar.
⮚ Intensitas kebakaran yang mungkin terjadi, seperti jumlah bahan bakar,
ukurannya, kecepatan menjalarnya dan sebagainya.
2. Hydrant Gedung
3. Hydrant Halaman

Berikut jumlah alat proteksi pemadam kebakaran di RS BAKTI KARS


Note :
IHB : Indoor Hidrant Box
OHB : Outdoor Hidrant Box
e. Sistim Utility.
Sistim utiliti tersedia 24 (dua puluh empat) jam dalam sehari dan 7 (tujuh hari) dalam
seminggu, serta 365 hari dalam setahun untuk memenuhi kebutuhan utama asuhan
pasien.
Sistem utiliti terdiri dari :
a. Penyediaan Air Bersih
Pemilihan sistem pengolahan air bersih tergantung dari karakteristik air baku, kualitas
produk yang diharapkan, metode pengolahan, kendala yang ada (dana, bahan
bangunan, peralatan instalasi dan bahan kimia untuk pengolahan).
Untuk mendapatkan air bersih sesuai standar yang telah ditetapkan, perlu kiranya
dibuat prosedur baku agar tercapai hasil yang diinginkan dengan langkah-langkah
inspeksi berikut :
⮚ Siapkan jalur distribusi air bersih di seluruh gedung.
⮚ Tentukan titik rawan pencemaran air bersih dan lakukan pengamatan pada
jaringan distribusi.
⮚ Tentukan frekuensi pemantauan.
⮚ Tentukan kran terpilih untuk pengambilan sample.
Syarat Fasilitas penyediaan air ;
⮚ Harus tersedia air minum sesuai dengan kebutuhan.
⮚ Tersedia air bersih minimal 500 lt/tt/hari.
⮚ Air minum dan air bersih tersedia secara terus menerus di setiap tempat unit
yang membutuhkan.
⮚ Distribusi air bersih di setiap ruangan harus menggunakan jaringan perpipaan
yang mengalir dengan tekanan positif. Yang dimaksud dengan tekanan positif
adalah tekanan yang mengalir dari tekanan tinggi ke tekanan rendah.
Pemantauan dilakukan secara ;
Semester, yaitu Seluruh parameter Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416 tahun
1990.
Tata cara pelaksanaan :
Air bersih yang digunakan RS BAKTI KARS di suplai dari pengolah air bersih kawasan
perumahan Paramound Land gading serpong melalui jaringan pipa distribusi air bersih
ke ground tank RS BAKTI KARS yang kemudian diolah di WTP sebelum di salurkan ke
rofftank.
System penyediaan air bersih di RS BAKTI KARS, air bersih tersebut dari jaringan pipa
paramound land akan ditampung di dalam bak penampung awal (ground tank) dengan
kapasitas 269 M3 untuk kemudian dialirkan ke system WTP dengan kapasitas 237 M3.
Cara kerja system WTP di RS BAKTI KARS yaitu air dari ground tank masuk ke system
awal melalui filter anthracite,kemudian filter carbon dan beberapa filter cartridge dan
yang terakhir melalui sistem klorinisasi untuk mematikan kuman – kuman.
Air yang telah melalui proses filtrasi ini akan ditampung dalam bak penampung
berikutnya untuk didistribusikan ke seluruh gedung RS BAKTI KARS setelah melalui filter
kantong dan lampu UV (ultra violet).

Sumber alternatif antara lain :


a. Air bersih alternatif :
Apabila oleh karena sesuatu hal suplai air bersih terganggu, maka RS BAKTI KARS
akan meminta atau membeli air bersih dari jasa pihak 3 yang dikirim dengan truk.
Pemeriksaan kwalitas air bersih dilakukan setiap 6 bulan sekali.
Standar Pengujian /pemeriksaan kwalitas Air Bersih (Fisika/Kimia) yang dikeluarkan
oleh Dep.Kes :
A. Fisika

No Parameter Satuan Kadar Maksimum


1 Bau - Tdk berbau
2 Jmlh zat padat terlarut (TDS) Mg/l 1000
3 Kekeruhan skala NTU 5
4 Rasa - Tidak Berasa
5 Suhu C 25,5
6 Warna Skala TCU 15

B.Kimia
No Parameter Satuan Kadar Maksimum
1 Arsen mg/l 0,01
2 Flurida mg/l 1,5
3 Kromium mg/l 0,05
4 Kadmium mg/l 0,003
5 Nitrit mg/l 1
6 Nitrat mg/l 50
7 Sianida mg/l 0.07
8 Selenium mg/l 0.01
9 Aluminium mg/l 0.2
10 Besi mg/l 0,3
11 Kesadahan mg/l 500
12 Klorida mg/l 250
13 Mangan mg/l 0.1
14 PH mg/l 6.5 – 8.5
15 Seng mg/l 3
16 Sulfat mg/l 250
17 Sulfida mg/l 0.05
18 Tembaga mg/l 2
19 Sisa klor mg/l 5
20 Amonia mg/l 1.5
21 Zat organic (KMn04) mg/l 10

Standar Pemeriksaan Laboratorium (Mikrobiologi) yang dikeluarkan oleh Dep.Kes


adalah:

Hasil Pemeriksaan MPN


No Air Bersih Keterangan
Coli Form E.Coli
1 Clear Tank 0 0 Baik
2 Kamar Operasi 0 0 Baik
3 Ground Tank 0 0 Baik
4 Dapur Gizi 0 0 Baik

Standar Pengujian Air RO (Kimia/Mikrobiologi) yang dikeluarkan oleh Laboratorium


Lingkungan Hidup :
1. Kimia
No Parameter Satuan Baku Mutu
1 Kalsium (Ca) mg/L 2
2 Magnesium (Mg) mg/L 4
3 Kalium (K) mg/L 8
4 Natrium (Na) mg/L 70
5 Antimony (Sb) mg/L 0,006
6 Arsen (As) mg/L 0,005
7 Barium (Ba) mg/L 0,1
8 Beryllum (Be) mg/L 0,0004
9 Kadmium (Cd) mg/L 0,001
10 Kromium Terlarut (Cr) mg/L 0,014
11 Timbal (Pb) mg/L 0,005
12 Raksa (Hg) mg/L 0,0002
13 Selenium (se) mg/L 0,09

14 Perak (Ag) mg/L 0,005


15 Alumunium (Al) mg/L 0,01
16 Chloramines mg/L 0,1
17 Klorin Bebas (Cl2) mg/L 0,5
18 Tembaga (Cu) mg/L 0,1
19 Flourida mg/L 0,2
20 Nitrat (N03-N) mg/L 2,0
21 Sulfat (S04) mg/L 100
22 Timah (Sn) mg/L 0,1
23 Seng (Zn) mg/L 0,1

2. Mikrobiologi
No Parameter Satuan Baku Mutu
1 Total Bakteri Koloni/ml 2

b. Air Minum.
Air Minum yang digunakan di Rumah Sakit BAKTI KARS dikoordinir oleh bagian logistik,
gallon tersebut didistribusikan keseluruh unit yang ada di RS BAKTI KARS dengan sistim
Top up setiap hari dengan menukarkan gallon kosong dengan gallon isi.
Penyediaan air minum, harus memenuhi persyaratan fisika, mikrobiologis, kimia dan
radioaktif untuk memenuhi persyaratan tersebut pemerintah menetapkan
ukuran-ukuran tertentu untuk menentukan kelayakan minum air.
Air Minum alternatif dalam keadaan emergensi :
Rumah sakit telah mempunyai vendor penyedia air minum alternative PT. XXX sebagai
distributor air gallon merk XXX.
c. Sumber tenaga listrik.
PLN :
Sumber tenaga listrik RS BAKTI KARS dipasok oleh PT. PLN (Persero) dengan daya
terpasang : 2500 kVA/20 kV.
Sumber tenaga listrik ini akan diturunkan tegangan listriknya melalui trasformator yang
terpasang dari 20 kV menjadi 380 V.
Sumber listrik alternatif dalam keadaan emergensi :
Genset :
Rs BAKTI KARS menggunakan genset sebagai sumber cadangan listrik tersedia 2 set
Genset dengan kapasitas masing – masing 1000 kVA /380 V yang akan beroperasi
secara otomatis bila sumber tenaga listrik PLN padam.
Lihat SPO tentang Pengoperasian Genset.
UPS :
RS BAKTI KARS menggunakan pemasok tenaga listrik cadangan berupa UPS yang
disalurankan ke semua area perawatan untuk memback up jika sumber tenaga listrik
dari PLN dan genset mati. Kapasitas UPS yang disediakan di RS BAKTI KARS dengan
besaran total 135 kVA selama 30 menit.
d. Sistim pendukung lainnya :
# Penyediaan Gas (Dapur).
Fasilitas dan perlengkapan gas dapur disiapkan oleh unit Gizi. Tabung-tabung gas LPG
diletakkan di ruang gas (sentral) dan didistribusikan ke kompor/tungku-tungku melewati
instalasi pipa gas dengan membuka dan menutup valve kompor.
Penyediaan, penggunaan bahan bakar gas dan pemeliharaan dilakukan oleh petugas gizi
sendiri.
# Penyediaan jaringan kabel data.
Jaringan kabel data computer di gedung mendukung komunikasi data antar computer
pada perusahaan.
# Penyediaan Air Conditioning (AC) Sentral.
Sistem air conditioning yang terpasang pada gedung rumah sakit ini adalah
merupakan central refrigeration yang peralatan utamanya terdiri dari chiller, air
handling unit (AHU), fan coil unit (FCU) dan pompa chiller. Antara chiller dan
AHU/FCU dihubungkan dengan system pemipaan. Dengan bantuan pompa chiller, air
dingin disirkulasikan dari chiller mengalir melalui system pemipaan ke setiap
AHU/FCU dan kembali lagi ke chiller.
Sistem ventilasi yang digunakan adalah mechanical ventilation dimana digunakan
peralatan blower untuk menghisap (exhaust air) udara didalam ruangan untuk
dibuang ke luar dan untuk menghembuskan udara segar (fresh air) dari udara luar ke
dalam ruang.
Chiller:
Chiller yang digunakan dari jenis air cooled- reciprocating hermatic yaitu chiller yang
menggunakan udara sebagai media untuk melepaskan panas condenser.
Air dari system masuk ke chiller ditekan oleh pompa masuk ke dalam heat exchanger
( di dalam chiller ) dengan suhu +/- 12.5 oC dan diturunkan suhunya (diserap
panasnya oleh evaporator) sehingga turun menjadi +/- 6.2 oC. Air dengan suhu +/-
6.2 oC meninggalkan chiller menuju AHU yang berada di plant room atau FCU yang
berada pada kamar rawat inap dan corridor.
AHU/FCU :
Air Handling Unit (AHU) dan Fan Coil Unit (FCU) yang digunakan untuk melayani
ruangan berfungsi untuk mensirkulasikan udara didalam ruangan. Dengan adanya
system ducting, supply dan return, udara ruangan di hisap oleh AHU kemudian
dihembuskan lagi ke dalam ruangan. Didalam AHU/FCU udara melewati cooling coil
dan diserap panasnya oleh cooling coil tadi sehingga suhunya turun yang kemudian
dihembuskan ke dalam ruangan pada suhu yang rendah.
AHU yang digunakan untuk pre-cool (fresh air) berfungsi untuk mengambil udara luar
untuk dihembuskan ke tiap-tiap AHU/FCU. Udara luar yang suhunya tinggi (+/- 35oC)
keluar dari AHU ini suhunya turun menjadi (+/- 26oC).Dengan adanya AHU yang
berfungsi sebagi pre-cool maka beban sensible dan laten dari udara luar menjadi
kecil, sehingga udara masuk kedalam AHU/FCU beban panasnya diharapkan tidak
mempengaruhi kapasitas pendinginannya.
Pompa chiller :
Pompa chiller berfungsi untuk mensirkulasikan dan mendistribusikan air dingin dari
chiller menuju ke AHU/FCU dan kembali lagi ke chiller.
Exhaust Fan :
Exhaust Fan berfungsi untuk menghisap udara ruangan yang tidak diperlukan untuk
dibuang keluar ruangan (toilet, kichen, laundry, dll). Dengan menggunakan system
ducting satu unit exhaust fan dapat digunakan untuk beberapa ruangan.
# Penyediaan Elevator/lift :
Elevator tersebut bekerja dengan system otomatis sehingga semua tanda petunjuk
dapat dimengerti dengan mudah, baik oleh operator maupun penumpang itu sendiri.
Elevator ini dirancang khusus untuk kepentingan gedung rumah sakit yang
menggunakan kereta penumpang atau kereta barang.
Elevator/Lift : 5 set (termasuk 2 set khusus untuk bed pasien)
Lihat SPO Penggunaan Lift.

f. Pengolahan Limbah.
Pengolahan air limbah adalah suatu proses pengolahan air buangan yang di olah sesuai
dengan Analisa Dampak Lingkungan agar tidak merusak lingkungan.
Pengolahan limbah di RS BAKTI KARS yaitu dengan menggunakan Sistem Biologi. Limbah
cair yang dihasilkan dari seluruh ruangan di tampung pada bak penampungan awal yang
kemudian limbah tersebut diproses melalui sistem IPAL /STP yaitu menggunakan sistem
Extended Aeration. Sistem tersebut beroperasi selama 24 jam ooperational. Sistem
tersebut terdiri dari bak – bak pengolahan yaitu : bak netralisasi, bak equalisasi, bak
aerasi, bak clarifier 1 & 2, Bak sedimentasi, filter tank , clean water tank dan sludge tank.
Setelah semua limbah cair menjalani proses pengolahan di STP, maka hasil olahannya
akan dipergunakan untuk penyiraman tanaman di lingkungan Rumah Sakit, sedangkan
sisanya akan dialirkan ke badan air / sungai.
Kualitas air limbah yang akan dibuang ke lingkungan harus memenuhi persyaratan baku
mutu air limbah sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
Lihat SPO tentang Pengolahan Air Limbah dan pedoman STP RS BAKTI KARS.
Pemeriksaan kualitas air limbah dilakukan tiga bulan sekali dengan jenis pemeriksaan
Kimiawi dan Bakteriologi.
Pemeriksaan kualitas air limbah dilakukan berdasarkan ketentuan baku mutu yang
Ditetapkan.
Standar Baku Mutu ( Pemeriksaan Air Limbah) yang dikeluarkan oleh BPLHD
Kabupaten/Kotamadya adalah :

No Parameter Satuan Baku Mutu


1 pH 6–9
2 Organik (KMnO4) mg/L 85
3 Zat Padat Tersuspensi mg/L 50
4 Ammonia mg/L 10
5 Minyak dan Lemak mg/L 10
6 Senyawa aktif biru metilen mg/L 2
7 COD (Dichromat) mg/L 80
8 BOD (20 C,5 hari) mg/L 50

g. Peralatan medis :
# Pemeliharaan alat medis.
Pemeliharaan alat medis atau disebut perawatan peralatan medis adalah suatu
kegiatan terhadap suatu peralatan yang dilakukan secara continue, terus menerus dan
terjadwal agar suatu peralatan dapat setiap saat siap pakai dan mempunyai umur pakai
yang melebihi dari nilai ekonomis suatu alat.
Pemeliharaan alat medis ada 2 ( dua ) macam yaitu pemeliharaan secara preventif dan
kuratif. Pemeliharaan preventive bersifat pencegahan yang dilakukan secara terjadwal
dan di lakukan secara terus menerus. Pemeliharaan curative adalah suatu tindakan
yang dilakukan terhdapap suatu alat yang mengalami gagal fungsi agar alat tersebut
dapat berfungsi kembali.
Lihat SPO Pemeliharaan Peralatan Medis.
1. Pemeliharaan secara preventive
Pemelihara secara preventive ada 2 ( dua ) system yaitu :
- Pemeliharaan Internal : Pemeliharaan sarana medis Internal dilakukan oleh
petugas pemeliharaan alat medis rumah sakit. Petugas pemeliharaan alat medis
melakukan kegiatan pemeliharan sesuai dengan jadwal yang telah dibuat.
Pelaksanaan pemeliharaan dilakukan sesuai dengan SPO pemeliharaan alat
medis.
- Pemeliharaan External : Pemeliharaan alat medis yang dilakukan oleh
perusahaan penjual alat tertentu atau jasa pihak 3 yang telah ditunjuk RS karena
kemampuanya dalam melakukan pemeliharaan peralatan tersebut. Perusahaan
pelaksana pemeliaharaan terikat kontrak pemeliharaan dengan pihak rumah
sakit. Petugas pemeliharaan alat medis bertugas sebagai supervisor terhadap
pelaksanaan dan pemenuhan jadwal pemeliharaan yang telah disusun.

- Pemeliharaan secara Kurative.


Pemeliharaan secara kurative ada 2 ( dua ) system yaitu :
- Pemeliharaan Kurative internal atau yang biasa disebut perbaikan alat yang di
lakukan secara mandiri oleh petugas pemeliharaan alat medis. Petugas elektro
medis menerima keluhan terhadap suatu alat yang mengalami gagal fungsi
dari pengguna alat kerusakan alat tersebut kemudian langsung dilakukan
perbaikan agar dapat berfungsi kembali dan tidak mengganggu kelancaran
dalam pelayanan terhadap pasien.
Apabila dalam proses perbaikan memerlukan penggantian komponen maka
petugas pemeliharaan alat medis mengajukan permohonan persetujuan
pembelian komponen kepada Manager GA. Setelah mendapatkan persetujuan
dari manager GA, kemudian meminta persetujuan ke direktur utama. Lalu jika
telah disetujui oleh direktur utama, bagian purchasing langsung melakukan
pembelian komponen tersebut.
- Pemeliharaan Kurative external adalah perbaikan alat yang tidak dapat di
selesaikan oleh petugas Pemeliharaan Peralatan Medis secara mandiri.
Perbaikan alat secara external biasanya disebabkan karena pada saat
perbaikan memerlukan penggantian komponen dari pabrik suatu alat. Dalam
kondisi tertentu karena keterbatasan kemampuan dari petugas elektromedis,
maka perbaikan alat di lakukan oleh jasa pihak ke 3 yang ditunjuk RS.
Petugas pemeliharaan peralatan medis melakukan supervisi terhadap proses
perbaikan sampai dengan uji coba setelah alat diperbaiki, kemudian
membuat berita acara serah terima alat dengan perusahaan tersebut. Apabila
alat sudah dinyatakan baik kemudian melakukan serah terima alat dengan
pengguna alat tersebut.

# Kalibrasi Peralatan Medis.


Untuk menjaga peralatan terhadap kondisi kesesuaian pengaturan, keamanan
terhadap pasien, pengguna dan lingkungan dan kelayakan pakai suatu alat medis.
Setiap peralatan harus di lakukan kalibrasi oleh badan hukum yang berwenang dan
telah mendapatkan ijin dari instasi terkait. Petugas Pemeliharaan Peralatan Medis
memberikan data peralatan yang akan dilakukan kalibrasi kepada Direksi.
Selama pelaksanaan Kalibrasi oleh pihak yang ditunjuk, petugas pemeliharaan
peralatan medis lakukan supervisi terhadap pelaksanaan kalibrasi serta bekerja sama
dengan ruangan agar proses kalibrasi berjalan lancar.
Lihat SPO No. XXX/XX/XXXX tentang Kalibrasi Alat elektromedik.
Secara umum proses kalibrasi peralatan medis terbagi dalam 4 ( empat ) pelaksanaan.
Namun demikian kondisi tersebut dapat berubah sesuai dengan situasi dan kondisi.
Pembagian itu adalah:
1. Kalibrasi perlatan Life Suport, yaitu kalibrasi peralatan yang di pakai di ruang UGD,
Kamar Operasi, ICU-NICU dan Kamar Bersalin.
2. Kalibrasi perlatan penunjang yaitu kalibrasi peralatan di ruang Laboratorium,
Poliklinik, Diagnostik-MCU, Ruang Perawatan, Ruang Hemodialysa dan Ruang
CSSD.
3. Kalibrasi peralatan Radiologi yaitu kalibrasi peralatan yang memnggunakan Sinar-X
(Rontgen) dalam pemakaiannya.
4. Kalibrasi alat Timbangan Badan Digital Anak dan Dewasa

h. Peralatan Non Medis.


Pemeliharaan peralatan non medis meliputi suatu pekerjaan yang dilaksanakan secara
berkala dan terus menerus,dengan cara :
- Pengetesan secara fungsional, elektrik, mekanik dan elektronik.
- Pembersihan bagian-bagian tertentu yang tidak dapat dilakukan oleh pengguna
peralatan tersebut.
Ada dua jenis pemeliharaan yang dilakukan yaitu:
- Pemeliharaan yang Bersifat Pencegahan.
- Pemeliharaan ini dilakukan terhadap semua jenis alat – alat non medis.
Tujuan pemeliharaan ini adalah agar :
- Alat – alat dapat bertahan lebih lama.
- Dapat diketahui lebih awal bila ada bagian – bagian atau suku cadang yang perlu
diadakan penggantian.
Pemeliharaan yang bersifat pencegahan ini mempunyai periode pemeliharaan yang
bervariasi yaitu :
a. Pemeliharaan bulanan.
b. Pemeliharaan tiap 3 bulanan
c. Pemeliharaan tahunan.
Pemeliharaan yang bersifat perbaikan pemeliharaan ini dilakukan karena
ditemukannya kerusakan pada pemeliharaan pencegahan atau karena kerusakan
yang terjadinya mendadak.
Lihat SPO Pemeliharaan Sarana Peralatan Non Medis.
Pemeliharaan peralatan non medis antara lain :
a. Pemeliharaan air conditioning/AC system.
Untuk kenyamanan pasien, pengunjung dan karyawan rumah sakit telah
dilengkapi dengan sistem penyejuk ruangan, dan untuk mencegah terjadinya
kerusakan atau gangguan sistem tata udara diperlukan perawatan dan
pengoperasian sedemikian rupa sehingga dapat menghasilkan suhu, aliran udara
dan kelembaban yang nyaman bagi pasien, pengunjung dan karyawan.
Pemeliharaan dilakukan setiap 1 bulan sekali, 3 bulan sekali, 6 bulan sekali oleh
tenaga ME. Apabila ditemukan ada kerusakan berat, perbaikan dilakukan oleh
pihak ke 3.
Lihat SPO Pemeliharaan chiller dan air conditioning system.
b. Pemeliharaan Genset.
Genset adalah mesin pembangkit tenaga listrik yang disiapkan RS BAKTI KARS
sebagai pembangkit tenaga listrik cadangan apabila sumber tenaga listrik PLN
padam.
Pemeliharaan genset dilakukan secara rutin oleh petugas ME.
Lihat SPO Pemeliharaan Genset.
c. Pemeliharaan Lift.
Pemeliharaannya dilakukan rutin setiap 1 bulan sekali sesuai jadwal, dan
bekerjasama dengan jasa pihak 3.
d. Penanganan Gangguan Teknis Alat Non Medis.
Bila alat non medis tersebut berada dibawah tanggung jawab Bagian
Pemeliharaan Alat Non Medis dan pemeliharaannya tidak diserahkan kepada
kontraktor pemeliharaan, maka perbaikannya harus dilakukan oleh staf teknik.
Bila alat non medis tersebut pemeliharaannya diserahkan kepada kontraktor
pemelihara dan kerusakan / gangguan yang terjadi sifatnya kecil dan dapat
diperbaiki sendiri oleh staf teknik, maka perbaikan tersebut dapat dilakukan
sendiri oleh staf teknik Departemen GA untuk kemudian dilaporkan kepada
kontraktor yang bersangkutan. Jika kerusakan / gangguan yang terjadi cukup
besar, maka kontraktor yang bersangkutan harus segera dihubungi untuk
memperbaiki alat tersebut.

BAB V
FAKTOR-FAKTOR YANG DAPAT MENIMBULKAN
ANCAMAN BAHAYA DI RUMAH SAKIT

1. FAKTOR FISIK
Faktor-faktor fisik di rumah sakit terdiri dari kebisingan, pencahayaan, getaran, iklim kerja,
radiasi dan listrik.
a. Kebisingan
Pengertian
Secara umum, kebisingan diartikan sebagai suara/bunyi yang tidak diinginkan karena
mengganggu kenyamanan. Dalam kesehatan kerja bising diartikan sebagai suara yang
dapat menurunkan daya pendengaran baik secara kuantitatif (penyempitan spektrum
pendengaran) maupun kualitatif (penyempitan spektrum pendengaran), berkaitan
dengan faktor intensitas kebisingan, frekuensi, durasi pemaparan kebisingan dan
kepekaan individu. Kebisingan akan lebih berbahaya jika dipengaruhi oleh jarak,
temperatur udara, kelembaban, jenis dan jumlah sumber suara.
Sumber kebisingan di rumah sakit :
Beberapa areal/lokasi yang memiliki intensitas bising yang dapat mengganggu
kenyamanan di lingkungan rumah sakit adalah :
- Ruang Generator
- Ruangan Chiller
- Ruangan Boiler
- Ruang dapur
- Ruangan Air Handling Unit (AHU)
- Mesin potong dan mesin gerinda di bengkel

❖ Nilai Ambang Batas (NAB) Kebisingan di rumah sakit


Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 7 Tahun 2019
Tentang Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit bahwa persyaratan kebisingan untuk
masing-masing ruangan atau unit seperti di bawah ini :
Tabel Indeks Kebisingan Menurut Ruangan atau Unit Kerja
No. Ruangan atau unit Maksimum Kebisingan
(waktu pemaparan 8 jam dlm
satuan dBA)
1 Ruang pasien
- saat tidak tidur 45
- saat tidur 40
2 Ruang operasi dan umum 45
3 Anestesi dan pemulihan 50
4 Endoscopy dan Laboratorium 65
5 Sinar X 40
6 Koridor 45
7 Tangga 65
8 Kantor/lobby 65
9 Ruang alat/gudang 65
10 Farmasi 65
11 Dapur 70
12 Ruang cuci 80
13 Ruang isolasi 20
14 Ruang poli gigi 65

❖ Pengaruh kebisingan terhadap kesehatan


- Gangguan Fisiologis
Gangguan fisiologis yang terjadi yaitu berupa Internal Bodily Sistem Ambang
Pendengaran. Internal bodily sistem adalah sistem fisiologis yang paling penting
untuk kehidupan seperti saraf, endokrin, kardiovaskuler, gastrointestinal dan
musculoskeletal.
Gangguan fisiologis ini juga dapat menimbulkan kelelahan, pusing,sakit kepala
dan kurang nafsu makan. Selain itu dapat juga meningkatkan tekanan darah,
mempercepat denyut jantung, pengerutan saluran darah di kulit, meningkatkan
metabolik dan ketegangan otot.

- Gangguan Psikologis
Bersifat sangat objektif. Reaksi potensial yang ditimbulkan oleh kebisingan ini
antara lain cepat emosi, mudah marah/tersinggsung dan gangguan konsentrasi.

- Gangguan Komunikasi
Gangguan ini dapat mengganggu pekerjaan yang juga berisiko terhadap
terjadinya kecelakaan kerja karena adanya salah pengertian instruksi yang
kurang dipahami.

- Gangguan Pendengaran
Gangguan yang terjadi berupa Trauma akustik yang disebabkan peledakan (bising
impulsif), tuli sementara dan tuli menetap.

b. Pencahayaan
Pengertian
Merupakan penyebaran cahaya dari sumber cahaya (buatan/alami) tergantung pada
konstruksi sumber cahaya itu sendiri dan pada konstruksi kulit pelindung yang
digunakan.
Dampak negatif pencahayaan yang buruk
Resiko pencahayaan yang buruk pada kesehatan berupa sakit kepala, kelelahan mata,
iritasi mata, penglihatan rangkap, ketajaman penglihatan terganggu, serta akomodasi
dan konvergensi menurun. Selain itu, pencahayaan yang buruk juga dapat
menyebabkan meningkatnya kesalahan dalam bekerja yang pada akhirnya dapat
menyebabkan menurunnya produktivitas dan terjadinya kecelakaan kerja berupa
terpeleset atau jatuh.

c. Getaran
Pengertian
Getaran merupakan faktor fisik yang ditimbulkan oleh subyek dengan gerakan osilasi.
Getaran biasanya ditimbulkan oleh mesin atau peralatan kerja yang bergetar misalnya
hand piece unit gigi, mesin potong rumput atau mesin bor.

Efek negatif getaran pada tubuh


- Pada sistem peredaran darah, yaitu Raynaud atau White Finger Syndrome.
- Pada sistem Tulang, sendi dan otot
- Pada sistem saraf misalnya kesemutan, mempengaruhi ketajaman penglihatan dan
mengganggu fungsi keseimbangan.

d. Listrik
Pengertian
Bergabungnya dua ion yang bermuatan positif dan negatif. Peralatan listrik banyak
digunakan di rumah sakit dalam menunjang kegiatan operasionalnya.
Bahaya listrik :
Kurangnya perawatan peralatan listrik merupakan salah satu penyebab timbulnya
bahaya akibat listrik seperti tersengat aliran listrik bahkan kebakaran.

e. Panas (iklim kerja)


Pengertian
Secara umum panas dirasakan bila suhu udara di atas suhu nyaman, untuk di
Indonesia berkisar antara 26 0C – 28 0C dengan kelembaban 60-70 %.

Efek negatif panas pada tubuh


- Gangguan kenyamanan pada tenaga kerja seperti : rasa tidak enak/serba salah,
lelah mual, mudah marah dan suhu kulit panas/basah karena berkeringat/kering
karena keringat terus menguap.
- Heat Disorder yang merupakan gejala yang berhubungan dengan kenaikan suhu
tubuh dan mengakibatkan kekeurangan cairan tubuh, seperti Heat Exhaustion, Heat
Cramps dan Heat Stroke.
- Gangguan perilaku akibat perasaan kepanasan dan gangguan sistem saraf pusat.

f. Radiasi
Pengertian
Pemencaran sinar atau gelombang yang digunakan untuk kegiatan pemeriksaan
(radioagnostik) maupun untuk pengobatan (radioterapi). Di rumah sakit sinar radiasi
banyak digunakan oleh bagian Radiologi dan Fisioterapi.

Efek negatif radiasi pada tubuh


- Menimbulkan gangguan pada sistem tubuh seperti saraf pusat, hemopoetik dan
gastrointestinal.
- Karsinogenik
- Gangguan pada mata dan kulit
- Leukimia

2. FAKTOR BIOLOGI
Pengertian
Bahaya biologi adalah penyakit atau gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh
mikroorganisme hidup seperti bakteri, jamur, virus, riketsia dan parasit.

❖ Sumber Bahaya Faktor Biologi di Rumah Sakit


- Penyakit infeksi menular yang disebabkan bakteri, parasit, virus atau jamur.
- Berbagai bahan yang berasal dari penderita/pasien, misalnya darah, dahak dan
tinja.
- Peralatan medis yang terkontaminasi oleh mikroorganisme.

❖ Efek Negatif Faktor Bahaya Biologi dan Beberapa Penyakit Menular


a) Infeksi Nosokomial
Merupakan suatu keadaan infeksi yang diperoleh dari dalam lingkungan rumah
sakit akibat ruangan instalasi dalam rumah sakit yang tidak memenuhi persyaratan
mikrobiologis, kontaminasi oleh mikroorganisme dan adanya perubahan daya
tubuh.
b) Tuberculosis Paru
Merupakan penyakit infeksi yang dapat menyerang berbagai organ atau jaringan
tubuh yang disebabkan kuman Mycobacterium tuberculosis.
c) Hepatitis B
Penyakit Hepatitis B disebabkan oleh Virus Hepatitis B (HBV) yang penularannya
dapat melalui darah dan cairan tubuh lainnya. Sumber penularan adalah HBV dan
HbsAG.
d) HIV/AIDS
Merupakan penyakit yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia yang
disebabkan Virus HIV yang penularannya dapat melalui darah, jaringan, sekreta dan
ekskreta tubuh yang mengandung virus.

3. FAKTOR BAHAYA ERGONOMI


Pengertian
Ergonomi merupakan penyesuaian karakteristik fisik tenaga kerja dengan lingkungan
kerjanya. Penyesuaian yang dapat dilakukan antara lain berupa penyesuaian ukuran
tempat kerja dengan dimensi tubuh agar tidak melelahkan, pengaturan suhu, cahaya dan
kelembaban agar tercipta kenyamanan dalam bekerja dan juga menghindari terjadinya
kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Sumber Bahaya Ergonomi di Rumah Sakit
- Resiko cedera pinggang dan leher, HNP dan gangguan otot rangka akibat cara
mengangkat/menggotong barang maupun pasien yang salah. Hal ini berisiko terhadap
perawat dan bagian perawatan sarana/prasarana rumah sakit.
- Kelainan pada tulang belakang seperti Lordosis, Skoliosis dan Kifosis. Hal ini disebabkan
cara duduk/bekerja yang salah secara kontiniu.
- Pemakaian kursi yang tidak tepat dapat menyebabkan keluhan-keluhan pada tenaga
kerja dimana pekerjaan yang pekerjaannya banyak dilakukan dengan posisi duduk,
seperti petugas administrasi (kantor), laboratorium dan supir. Keluhan yang dialami
misalnya sakit pinggang, sakit kepala, sakit leher, sakit/pegal pada lengan dan tangan.
- Gangguan kenyamanan dalam bekerja hingga kecelakaan kerja akibat kurangnya
penerangan atau suhu yang panas.

Tata cara pelaksanaan


1. Sikap tubuh yang benar saat bekerja
a. Tidak membungkuk
b. Tidak jongkok
c. Tidak memutar tubuh
d. Tinggi tempat kerja antara tinggi pusat dan tinggi sikut
e. Tidak meraih obyek atau alat kerja melebihi tinggi bahu
f. Letak obyek pada lapang pandang ( 30 derajat dari masing-masing mata – 60
derajat)
2. Sikap tubuh yang benar saat duduk.
a. Duduk sedekat mungkin dengan area pekerjaan
b. Duduk di kursi dengan kedua kaki menempel di lantai
c. Duduklah di kursi dengan sandaran punggung sesuai bentuk tulang belakang
d. Pertahankan posisi duduk yang benar saat bekerja
3. Sikap tubuh yang benar saat berdiri
a. Taruh satu kaki di pijakan dengan posisi lebih tinggi 15 cm dan bergantian saat
aktifitas berdiri lama.
b. Jaga posisi bekerja anda pada ketinggian yang sesuai
c. Ganti posisi secara teratur
d. Berdiri pada alas yang nyaman.
4. Aturan umum angkat dan angkut
a. Pegangan harus tepat dan dengan kontak tangan penuh
b. Lengan harus sedekat – dekatnya pada badan dan dalam posisi lurus.
c. Punggung harus diluruskan
d. Dagu ditarik segera setelah kepala tegak dan tulang belakang lurus
e. Posisi kaki di buat sedemikian rupa sehingga mampu untuk mengimbangi
momentum
f. yang terjadi dalam posisi mengangkat.
g. Berat badan dimanfaatkan untuk menarik dan mendorong serta gaya untuk
gerakan dan perimbangan
h. Beban diusahakan berada sedekat mungkin terhadap garis vertikal yang melalui
pusat grafitasi tubuh.
i. Semua barang atau benda yang menghalangi pandangan mata sebaiknya
disingkirkan lebih dulu
j. Tinggi maksimum tempat pemegang dari lantai tidak lebih dari 35 cm
k. Jika beban harus diangkut dari permukaan lantai dianjurkan menggunakan alat
bantu angkat.
l. Beban yang akan diangkut harus berada sedekat mungkin dengan tubuh
m. Punggung harus lurus agar bahaya kerusakan terhadap diskus dapat di hindari
n. Lutut di tekuk dan punggung harus dalam posisi tetap lurus.
o. Beban agar sedekat mungkin pada garis vertikal gravitasi tubuh.

Beban Angkat dan Angkut bagi laki-laki dan Wanita yang


Direkomendasikan International Labor Organisation (ILO)

Maksimum untuk laki-laki Maksimum untuk Wanita


Umur ( tahun )
(kg) (kg)
14-16 15 10
16-18 19 12
18-20 23 14
20-35 25 15
35-50 21 13
> 50 16 10
Sumber: Pheasant (1991 )

5. Desain Tempat Kerja


Desain peralatan Medis buatan negara - negara maju,masih banyak ditemukan tidak
sesuai dengan anthropometri pekerja kita,sehingga tenaga kesehatan kita tidak dapat
melakukan gerakan dengan optimal, terangkatnya bahu, leher,dan lengan. Sebaliknya
peralatan yang terlalu rendah menyebabkan tulang belakang membungkuk pada saat
bekerja.
Masalah tersebut dapat diatasi dengan penyesuaian antara karakter manusia,
kapasitas, dan keterbatasanya terhadap desain pekerjaan, peralatan, sistemnya,
ruangan dan lingkungan kerja sehingga pekerja dapat bekerja secara sehat, aman,
nyaman, dan efisien. Dalam rangka mendukung efisiensi, keyamanan, dan
keselamatan dalam menggunakan peralatan medis. Maka desain ergonomis harus
selalu mempertimbangkan aspek-aspek ergonomi dan tehnologi tepat guna seperti
faktor-faktor reabilitas, kenyamanan, lamanya waktu pemakaian, kemudahan dalam
pemakaian dan efisiensinya. Setiap peralatan yang dipakai tidak menimbulkan beban
tambahan bagi pemakai.
6. Kerja otot
Kerja otot di bagi dua yaitu :
a) Kerja dinamis
Pergantian antara kontraksi otot dan relaksasi secara ritmis.
Frekwensi pernafasan meningkatkan denyut jantung dan tekanan darah,
meningkatkan aliran darah dan oksigen meningkat ke otot yang aktif dan
berkurang ke daerah inaktif. Beban kerja yang dianjurkan adalah 30 – 35% dari
maksimum konsumsi oksigen (VO2 maks )
b) Kerja statis
Kontraksi otot terjadi untuk waktu yang lama,biasanya untuk mempertahankan
posisi tubuh tertentu. Di banding kerja dinamis, maka kerja statis konsumsi
energi lebih tinggi, frekwensi jantung lebih cepat dan memerlukan waktu
istirahat yang lebih panjang. Daya tahan untuk bekerja secara statis jauh lebih
kecil daripada kerja dinamis, karena terjadinya hambatan pada aliran darah,
sehingga menghambat pertukaran oksigen.
c) Kerja Shift
Dalam merancang kerja shift perlu diperhatikan berbagai hal:
a. Kemampuan pekerja untuk beradaptasi
b. Pemeriksaan kesehatan yang perlu dilakukan.
c. Pola pergantian shift
7. Beban Mental Pergantian Shift
a) Tuntutan pekerjaan terlalu tinggi, dibandingkan kapasitas fisik dan intelektual
bisa menyebabkan stress kerja, kelelahan mental sampai berbagai penyakit
mental maupun fisik.
b) Tuntutan pekerjaan terlalu rendah, akan menyebabkan kebosanan.
c) Lingkungan pekerjaan tidak mendukung juga bisa menyebabkan strees, misal
hubungan dengan atasan kurang baik atau antar karyawan yang tidak harmonis.

4. FAKTOR BAHAYA KIMIA


Adanya zat-zat kimia di rumah sakit dapat menimbulkan bahaya bagi pasien, pengunjung
maupun petugas seperti dokter, perawat, teknisi dan semua yang berkaitan dengan
pengelolaan rumah sakit maupun perawatan penderita.
Tumpahan-tumpahan, kebocoran tempat penyimpanan bahan kimia dan ventilasi yang
tidak baik dapat mengakibatkan keracunan kronik. Bahan-bahan kimia yang mempunyai
resiko mengakibatkan gangguan kesehatan antara lain adalah gas zat-zat Anestetik
(Halothan, Nitrogen oxide, dan Ethyl ether), Formaldehid, Etilen oksida, dan debu.
a. Gas Anastesi
- Halotan
Merupakan gas anastesi yang diberikan melalui inhalasi yang dapat menekan
pengeluaran air liur, lender, bronchial dan sekresi lambung serta dilatasi bronchiole.
Selain itu, Halotan juga dapat menekan sistem kardiovaskuler dan menekan
peredaran darah serta dapat menimbulkan jerawat pada perawat yang bekerja di
bagian anestetik akibat alergi halotan.
- Nitrogen oksida (N2O)
Merupakan gas anestetik yang diberikan melalui inhalasi yang biasanya dikemas
dalam tabung baja bertekanan dan seluruh silinder diberi warna biru. Nitrogen
oksida dengan oksigen digunakan untuk analgesia terutama pada pembedahan.
Penyalahgunaan N2O dapat menyebabkan kesemutan ditangan/kaki (gejala dini).
Gejala berikutbya meliputi gangguan keseimbangan tubuh, tak mampu berjalan
sendiri, impotensi, kerusakan sfingter, perubahan mental dan gangguan rasa serta
penciuman. Selain itu, penyalahgunaan N2O juga dapat mengganggu vitamin B12
pada sistem saraf.
b. Formaldehid/Formalin (CH2O5)
Digunakan dilaboratorium, Laboratorium Patologi Anatomik, Dialisis Ginjal, dan
Ruangan jenazah. Jalur masuk ke tubuh melalui inhalasi dan absorbsi kulit. Efek
negative Formaldehid pada kesehatan berupa dermatitis kontak (pada kulit), inflamasi
saluran bagian atas (pada saluran pernafasan) dan potensial karsinogenik.
c. Ethylene oxide
Digunakan sebagai fumigant dan zat untuk sterilisasi peralatn medis dan gigi. Efek
negatif Ethylene oxide pada kesehatan berupa dermatitis kontak dan alergi serta luka
bakar kimiawi (pada kulit); asma dan iritan (pada an pernafasan); dan sakit kepala,
gangguan motorik dan sensorik (pada saraf pusat).
d. Debu
Merupakan partikel yang dihasilkan oleh proses mekanik seperti pada penghancuran
benda-benda padat. Partikel debu yang dapat dihirup oleh pernafasan manusia
berkisar antara 0,1 – 10 mikron.
Macam-macam debu di rumah sakit, seperti : debu obat-obatan dalam bentuk puyer,
debu kotoran dalam ruangan dan gudang, debu detergen di Laundry, dan debu kapas.
Selain itu, juga ada debu yang berasal dari ruang poli gigi akibat dari kegiatan
pemotongan, gerinda bongkahan dan serbuk dan pematrian.
Efek negatif debu terhadap kesehatan, yaitu berupa batuk, sesak nafas dan alergi
(akut), dan menyebabkan kapasitas paru menurun, bronchitis kronik dan bissinosis.
e. Gas Karbon monoksida (CO)
Merupakan gas sisa pembakaran yang tidak sempurna akibat penggunaan
mesin-mesin atau peralatan penunjang lainya yang juga dapat berisiko terhadap
gangguan kesehatan dan keselamatan jika sirkulasi udara/ventilasi ruangan buruk. Efek
negatif yang terjadi misalnya badan menjadi lemas, pingsan bahkan kematian, hal ini
disebabkan karena digantikannya fungsi O2 oleh gas CO di dalam tubuh . Gas CO
misalnya di ruang Boiler dan Genset.
❖ Cara masuk bahan kimia ke dalam tubuh
- Inhalasi (masuk melalui pernapasan/terhirup)bahan kimia yang masuk berbentuk gas
CO, Anestesi dan lainnya.
- Ingesti (masuk melalui makanan dan minuman), disebabkan antara lain tidak mencuci
tangan dengan bersih setelah kontak/memegang bahan kimia dan langsung
makan/minum, sehingga kontaminan tersebut dapat masuk ke dalam tubuh dan ikut
tertelan ke dalam saluran pencernaan makanan.
- Kontak langsung (masuk melalui kulit/mata), bahan kimia yang menempel/kontak
pada kulit dapat larut dalam cairan keringat dan di absorbsi ke dalam darah dan
disebarkan ke seluruh tubuh.
Bahan-bahan kimia yang masuk ke dalam tubuh dapat berpengaruh, baik akut maupun
kronis, tergantung dari beberapa hal seperti usia, habituasi, daya tahan tubuh, derajat
kesehatan tubuh, konsentrasi bahan kimia yang masuk ke tubuh dan waktu paparan.

5. FAKTOR BAHAYA PSIKOSOSIAL


Masalah Psikososial yang berisiko terhadap gangguan keselamatan dan kesehatan kerja
adalah stres, kerja bergilir (Shift), penyalahgunaan obat-obatan, perokok berat dan
pelecehan seksual.
a. Stres
Merupakan tekanan terhadap kondisi fisik dan psikis individu yang berasal dari faktor
lingkungan kerja. Keadaan di tempat kerja yang dapat menimbulkan stres yaitu,
tuntutan dan beban kerja yang berat, konflik kerja dengan rekan kerja atau atasan,
tekanan waktu, dan tanggung jawab yang kurang atau lebih. Dampak negatif stres kerja
pada kesehatan berupa : depresi, anxietas, sakit kepala, kelelahan dan kejenuhan,
hilang nafsu makan dan buang air tak teratur.

b. Kerja bergilir (Shift)


Kerja bergilir adalah pekerjaan yang pada dasarnya dilakukan di luar jam kerja yang
biasa/normal, dengan ciri adanya kontinuitas, pergantian gilir dan jadwal kerja khusus.
Kerja bergilir dikatakan mempunyai kontinuitas apabila dikerjakan selama 24 jam
setiap hari termasuk hari minggu dan hari libur.
Dampak negatif kerja bergilir :
- Perubahan Irama Circadian tubuh.
- Perubahan kebiasaan dan pola kehidupan sosial.
- Gangguan gastrointestinal seperti Gastro duodenitis, Peptic ulcer dan Colitis.
- Penyakit-penyakit Kardiovaskuler.
- Shift Mal Adaption Syndrome yaitu ketidakmampuan tenaga kerja dalam
beradaptasi dengan pekerjaan bergilir. Hal ini dapat menimbulkan insomnia,
gangguan emosi, kesalahan dalam bekerja yang pada akhirnya menimbulkan
kecelakaan kerja, absenteisme, dan timbulnya masalah keluarga/social.
- Diabetes Melitus
- Gangguan jiwa
c. Penyalahgunaan obat-obatan
Penyalahgunaan obat-obatan adalah pemakaian suatu macam obat/zat kimia baik
secara periodik maupun terus menerus yang tidak berdasarkan petunjuk medis yang
dapat berisiko terhadap gangguan kesehatan dan gangguan pada masyarakat.
Beberapa macam obat/zat kimia yang sering disalahgunakan adalah :
- Opium. Morfin, dan Heroin
- Golongan Asam Barbiturat
- Alkohol
- Kokain dan Amphetamin
d. Pelecehan seksual
Pelecehan seksual adalah setiap ucapan atau perbuatan yang menjurus ke tindak
pelecehan dan biasanya disertai ancaman terselubung atau nyata.
Pelecehan seksual ini pada umumnya merugikan seseorang dalam pandangan
masyarakat, dan dapat menimbulkan penurunan kinerja, gangguan jiwa dan
gangguan psikosomatik. Pada akhirnya akan menimbulkan penurunan produktivitas.
Hal ini umumnya dialami oleh tenaga kerja wanita oleh rekan kerja, pasien maupun
pengunjung rumah sakit. Seringkali pelecehan yang dialami tidak dilaporkan kepada
atasan dan hanya dibiarkan saja.

6. KECELAKAAN KERJA
Pengertian
Merupakan kejadian yang tidak diinginkan yang terjadi secara tidak terduga dan
berpotensi mengganggu kegiatan operasional rumah sakit. Kecelakaan kerja yang terjadi
di rumah sakit dapat menimpa karyawan, pasien dan pengunjung, dan kerusakan aset
rumah sakit.
❖ Potensi kecelakaan kerja di rumah sakit :
- Bahaya peledakan dan kebakaran
Misalnya : ledakan pada Boiler atau tabung gas di dapur, kebakaran korsleting
listrik atau peralatan kerja lainnya atau bahan kimia yang mudah terbakar.
- Terpeleset/jatuh
Disebabkan keadaan lantai yang licin, basah, berlubang atau penerangan yang
buruk.
- Tertimpa benda atau material
- Pada pekerjaan menyuntik misalnya oleh perawat dan dokter berisiko tertusuk
jarum suntik yang kemungkinan dapat menularkan Virus HIV/AIDS atau Virus
Hepatitis maupun penyakit menular lainnya.
- Terluka / terpotong jari atau tangan akibat terkena benda - benda tajam saat
bekerja, misalnya terkena pisau dan gerinda.
- Tersengat aliran listrik. Hal ini dapat terjadi karena kecerobohan atau kurangnya
pemeliharaan terhadap peralatan listrik.
❖ Bentuk-bentuk kecelakaan di rumah sakit :
- Kecelakaan medis, yaitu jika yang menjadi korban adalah pasien.
- Kecelakaan kerja, yaitu jika yang menjadi korban adalah pekerja rumah sakit itu
sendiri.

❖ Penyebab kecelakaan di rumah sakit


a. Penyebab langsung, terdiri atas :
Tindakan/perbuatan yang tidak aman (Unsafe act) :
● Menjalankan peralatan tanpa izin
● Salah memberikan tanda peringatan
● Tidak menggunakan alat keselamatan
● Menggunakan peralatan tidak semestinya
● Memuat dan menempatkan barang tidak benar
● Mengangkat barang/pasien tidak benar
● Posisi kerja yang salah
● Bekerja sambil bersenda gurau dengan teman kerja
● Di bawah pengaruh alkohol atau obat-obatan
Kondisi yang tidak aman (Unsafe condition) :
● Peralatan yang rusak
● Ruangan bekerja yang terbatas/sempit
● Kurang/tidak ada tanda-tanda petunjuk
● Tata ruang/House keeping yang buruk
● Temperatur udara yang terlalu tinggi/rendah
● Penerangan yang buruk
● Ventilasi kurang/tidak ada
b. Penyebab Dasar
Faktor perorangan :
● Kemampuan fisik, psikis/mental yang terbatas
● Kurangnya pengetahuan dan keterampilan
● Motivasi yang keliru
Faktor kerja :
● Kepemimpinan / pengawasan yang kurang
● Kurangnya rekayasa
● Kurangnya peralatan dan standar kerja
● Penyalahgunaan

BAB VI
UPAYA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
DI BEBERAPA RUANG/UNIT KERJA RUMAH SAKIT

Potensi bahaya yang ada di rumah sakit berisiko terhadap gangguan keselamatan dan
kesehatan berupa kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Resiko gangguan terhadap
keselamatan dan kesehatan untuk masing-masing ruang / unit kerja berbeda satu sama
lainnya tergantung pada bahan, peralatan yang digunakan dan jenis pekerjaan. Agar
terhindar dari kecelakaan dan penyakit akibat kerja maka dibuat upaya pengendalian
terhadap potensi bahaya yang ada.
Dikenal tiga macam tipe pengendalian bahaya yang utama, yaitu :
🡺 Engineering Control, yaitu upaya untuk menghilangkan bahaya-bahaya yang ada secara
teknik atau dengan kata lain menghilangkansumber bahaya di tempat kerja yang antara
lain dilakukan dengan cara substitusi (mengganti bahan yang berbahaya dengan yang
tidak berbahaya), eliminasi (menghilangkan bahaya yang ada), isolasi, ventilasi dan lain
sebagainya.
🡺 Administrative Control, yaitu pengendalian dengan membuat peraturan tertulis yang
akan mengatur tenaga kerja dalam menghadapi factor bahaya yang ada yang antara lain
dilakukan dengan cara pengaturan jam kerja, memberikan pelatihan dan lain sebagainya.
🡺 Personal Protective Equipment atau alat pelindung diri (APD), yaitu cara pengendalain
dan pencegahan bahaya yang paling sederhana. Alat pelindung diri yang digunakan harus
sesuai dengan jenis dan cara kerja yang dilakukan serta jenis potensi bahaya yang ada.
Upaya keselamatan dan kesehatan kerja di beberapa ruang / unit kerja rumah sakit adalah :

1. RUANGAN LAUNDRY
Bahan dan peralatan yang digunakan :
Bahan-bahan yang digunakan untuk bekerja di ruang Laundry yaitu deterjen, air,
Softener, cairan Neutralizing dan Bleaching agent, dan linen. Sedangkan peralatannya
setrika listrik, mesin cuci dan pengering, kereta dorong/trolley dan mesin pres/setrika rol.
Resiko bahaya di ruangan Laundry :
- Resiko terjadinya kecelakaan kerja, antara lain : terpeleset/terjatuh, peledakan alat,
terkena air panas, terkena sengatan listrik, luka bakar terkena setrika listrik, tertusuk
benda tajam atau jarum, dan tangan terjepit pada mesin pres / setrika rol.
- Resiko terjadinya penyakit akibat kerja, antara lain : Heat stroke, terkontaminasi atau
terhirup udara yang tercemar kuman patogen saat pengambilan linen pasien yang
berisiko terinfeksi penyakit menular dan dermatitis kontak..
Upaya pengendalian :
a. Tenaga Laundry menggunakan sarung tangan, pakaian pelindung dan masker saat
mengambil linen kotor.
b. Pemeriksaan peralatan/mesin cuci, mesin pengering dan setrika rol secara rutin oleh
bagian PPNM (pemeliharaan peralatan non medis).
c. Memberikan pencahayaan dan pengaturan suhu ruangan agar petugas aman dan
nyaman bekerja.
d. Pemisahan linen infeksi dan non infeksi dengan tanda khusus dan tempat
pengumpulan (bak) yang khusus pula.
e. House keepping yang baik atau pengaturan letak barang-barang di ruangan Laundry.
f. Monitoring suhu dan kelembaban udara secara rutin sehingga dapat dilakukan
tindakan pengendalian
g. Menyediakan fasilitas air minum bagi petugas Laundry.

2. RUANG / INSTALASI RADIOLOGI


Resiko bahaya instalasi radiologi :
Bahaya potensial terutama terjadinya kebocoran bahan radioaktif yang dikategorikan
sebagai Bahan Beracun dan Berbahaya (B3). Pada petugas dapat menyebabkan gangguan
sistem saraf pusat, gastrointestinal, leukemogonosis, karsinogenesis dan kerusakan
genetik.
Upaya pengendalian :
a. Karyawan yang menjalankan alat rontgen harus menggunakan alat monitoring (film
badge) dan secara periodik dilakukan pemeriksaan kesehatan.
b. Membentuk tim pemantau radiasi dan melakukan monitoring secara berkala.
c. Tenaga radiologi (Radiographer) yang sedang hamil hanya ditempatkan pada bagian
administrasi di ruang Radiologi dan tidak diperbolehkan bekerja / terpapar langsung
sinar radioaktif karena paparan yang diterima tidak boleh dari 0,5 rem selama
kehamilan.
d. Membuat rambu-rambu larangan masuk ruang radiologi bagi yang tidak
berkepentingan.
e. Rotasi Radiographer.
f. Membuat dinding pemisah dengan dilapisi bahan antara peralatan / mesin rontgen
dengan Radiographer agar pasien dan tenaga medis / paramedis mendapat
perlindungan dari paparan bahaya radiasi.
g. Menyediakan pakaian anti radiasi (Apron).
h. Sertifikasi dan penilaian peralatan secara teratur.

3. RUANG STERILISASI /CSSD


Resiko bahaya :
Kecelakaan kerja yang mungkin terjadi antara lain : gangguan pendengaran, peledakan,
panas / peningkatan suhu ruangan, pancaran sinar ultraviolet, tangan / jari terpotong
gunting.
Upaya pengendalian :
Untuk mengatasi masalah tersebut antara lain dilakukan :
a. Pencahayaan yang cukup
b. Cara kerja yang baik sesuai ergonomi
c. Ada tempat penyimpanan yang cukup untuk instrumen
d. Ada termometer dan hygrometer yang tercatat secara teratur
e. Alur lalu lintas, ruangan dan ventilasi diatur sedemikian rupa sehingga tidak terjadi
kontaminasi

4. RUANG / UNIT KEPERAWATAN (PERAWAT)


Bahan dan peralatan yang digunakan :
Bahan-bahan kimia yang digunakan : berbagai jenis obat baik cair maupun padat untuk
pasien, cairan infus, gas anestesi, formalin, Nitrogen dioksida. Sedangkan peralatan yang
digunakan adalah : alat-alat medis (jarum suntik dan tensi meter), sarung tangan karet,
sarana dan prasarana untuk pasien (kursi roda, tempat tidur pasien (bed), Trolley / kereta
dorong, peralatan yang menggunakan listrik (medis dan non medis) dan lain sebagainya.
Resiko bahaya di ruang / unit keperawatan (perawat) :
- Resiko terjadinya kecelakaan kerja, antara lain : tertusuk jarum suntik; terpeleset /
jatuh akibat keadaan lantai atau penerangan yang buruk, tersengat aliran listrik,
tertimpa / kejatuhan benda, dan terkena zat-zat kimia,
- Resiko terjadinya penyakit akibat kerja, antara lain : Infeksi Nosokomial (Inoks),
terinfeksi penyakit menular (Hepatitis B, Tuberculosis Paru, dan HIV / AIDS), Low Back
Pain (sakit pinggang) dan Trauma Disorders lainnya, penyakit-penyakit akibat
gangguan psikososial, seperti stres, depresi, gangguan pada sistem tubuh, pelecehan
seksual dan gangguan hubungan sosial / keluarga.
Upaya pengendalian :
a. Melengkapi dan memelihara peralatan listrik secara rutin oleh ME di ruangan
perawatan banyak menggunakan alat-alat medis maupun non medis dengan
dukungan / sarana listrik.
b. Memberikan pengetahuan dan keterampilan tentang kelistrikan.
c. Menyediakan peralatan pelindung diri seperti sarung tangan karet (Hand scound) dan
masker serta peralatan perlindungan lainnya.
d. Pelatihan mengenai Infeksi Nosokomial dan penyakit menular.
e. Memberikan penerangan dan House keeping yang baik.
f. Pelatihan cara mengangkat pasien / barang yang benar.
g. Pengaturan jam sesuai standar perusahaan.

5. KAMAR BEDAH (OK)


Resiko bahaya di ruang Bedah :
Potensi kecelakaan kerja di kamar bedah antara lain : tertusuk jarum, jari tangan
terpotong pisau bedah, terpercik specimen / secret pasien infeksius, gas anestesi bocor /
meledak, dan terinfeksi penyakit pasien.
Upaya pengendalian :
a. Terhadap sarana dan prasana
- Persediaan gas medis yang cukup (O2 dan N2O), aman dan selalu terkontrol
- Alat penghisap lendir berfungsi baik
- Aliran listrik dan stop kontak listrik yang cukup
- Tersedia cadangan gas medis, listrik otomatis. Alat hisap lendir yang tetap
berfungsi bila listrik padam
- Pembuangan gas buang anestesi dan pipa atau saliran yang terkontrol dan aman
- Program sterilisasi ruangan
- Standarisasi/kalibrasi seluruh peralatan.
- Pengontrolan kondisi ruang operasi, antara lain : kebocoran atap, AC dan
pencahayaan.
b. Terhadap tenaga kerja
- Peningkatan keterampilan tenaga kerja dengan kursus, latihan/simulasi untuk
tenaga medis dan paramedis.
c. Penggunaan alat pelindung diri
- Masker
- Baju dan topi OK
- Sarung tangan

6. INSTALASI GIZI / DAPUR


Peralatan yang digunakan :
Peralatan dapur seperti pisau, kompor gas, tabung elpiji, lemari pendingin (freezer dan
chiller), peralatan makan (piring, sendok dan gelas), dan peralatan-peralatan lainnya yang
menggunakan peralatan listrik (oven, blender, mixer, dan microwave).
Resiko bahaya di instalasi Gizi / dapur :
- Resiko terjadinya kecelakaan kerja, antara lain : terpeleset / jatuh akibat lantai yang
licin / basah, tangan luka / terpotong akibat pisau / benda tajam lainnya, peledakan
dan kebakaran, luka bakar akibat api, minyak atau air panas, dan tersengat aliran
listrik.
Upaya pengendalian :
a. Peralatan kerja yang menggunakan listrik diperiksa secara berkala.
b. Housekeeping dan sanitasi yang baik
c. Pemeliharaan peralatan secara rutin
d. Memberikan pelindung khusus agar petugas tidak terpapar langsung dengan
peralatan misalnya, pelindung tangan dan badan dari panas / api.

7. BAGIAN PEMELIHARAAN PERALATAN NON MEDIS (ME)


Bahan dan peralatan yang digunakan :
Bahan-bahan yang dipergunakan antara lain : garam untuk boiler dan penjernihan air;
soda as, Kalium permanganat, dan kaporit untuk penjernihan air, solar untuk bahan
bakar boiler; semen dan bahan bangunan lainnya; dan berbagai bahan lainnya untuk
perbaikan sarana dan prasarana rumah sakit.
Sedangkan peralatan kerja yang digunakan : mesin las, gerinda, alat pertukangan (bor,
ketam, gergaji dan lainnya), alat perbaikan listrik dan sebagainya.

Resiko bahaya pada petugas ME dan petugas Sipil :


- Resiko terjadinya kecelakaan kerja, antara lain : tersengat aliran listrik; luka bakar;
terjatuh dari ketinggian; tangan luka / terpotong saat menggunakan gerinda, pisau,
gergaji dan benda tajam lainnya; kebakaran dan peledakan; tertimpa benda dan
terjepit dan lain sebagainya.
- Resiko terjadinya penyakit akibat kerja : mual dan pusing atau keracunan saat
pengeleman vinil, dermatitis kontak akibat penggunaan bahan kimia, iritasi mata dan
pneumokoniosis akibat debu, keracunan CO di ruang Boiler dan genset, gangguan
pendengaran, dan terinfeksi penyakit menular saat perbaikan peralatan medis.
Upaya pengendalian :
a. Melengkapi semua petugas dengan alat pelindung diri yang sesuai dengan potensi
bahaya yang ada :
- Kewajiban menggunakan sepatu keselamatan saat bekerja
- Untuk pekerjaan di ketinggian digunakan Safety belt dan Topi
keselamatan.
- Kewajiban penggunaan Ear Muff di ruang Genset dan lainnya
- Masker dan respirator saat pengerjaan / perbaikan terhadap tempat yang
berdebu dan mengandung bahan kimia.
b. Pengenalan resiko bahaya sebelum melakukan pekerjaan.
c. Pemeriksaan kesehatan secara berkala.
BAB VII
UPAYA KESEHATAN KERJA KARYAWAN DI RUMAH SAKIT

1. UPAYA KESEHATAN KERJA


Upaya kesehatan kerja merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan di rumah sakit.
UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dengan jelas menetapkan bahwa
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan kerja adalah merupakan bagian dari upaya
perlindungan tenaga kerja yang harus dilaksanakan sesuai dengan martabat tenaga kerja
sebagai manusia.
Upaya kesehatan kerja merupakan hal yang penting dan harus dilaksanakan di rumah
sakit, karena :
a. Tenaga kerja merupakan sumber daya yang sangat menentukan kelangsungan rumah
sakit. Tenaga kerja yang sehat akan menjadi sumber daya yang produktif, efisien dan
efektif. Sedangkan tenaga kerja yang sakit cenderung menghambat proses produksi.
b. Tenaga kerja dan lingkungan kerja dapat mempengaruhi kesehatan tenaga kerja yang
hanya dapat diatasi dengan pelaksanaan upaya kesehatan kerja secar a baik dan
benar.
c. Kegiatan industri disemua tingkatan termasuk rumah sakit, akan selalu mengandung
resiko bahaya bagi kesehatan tenaga kerja (tidak ada lingkungan kerja yang
benar-benar bebas dari bahaya).

2. TUJUAN UPAYA KESEHATAN KERJA


Upaya kesehatan kerja di rumah sakit bertujuan sebagai berikut :
a. Memberikan bantuan kepada tenaga kerja dalam menyesuaikan dirinya dengan
pekerjaan yang dilakukan.
b. Menghindarkan tenaga kerja dari semua gangguan kesehatan yang terjadi sebagai
akibat pengaruh potensi bahaya yang ditimbulkan dari pekerjaan dan lingkungan.
c. Meningkatkan kesehatan fisik dan rohani serta kesegaran jasmani tenaga kerja.
d. Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi tenaga kerja yang
menderita sakit.
Secara umum dapat dikatakan bahwa upaya kesehatan kerja di dalam rumah sakit
adalah :
🡺 Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja, baik pemeriksaan awal, berkala dan
khusus.
🡺 Pelayanan kesehatan tenaga kerja yang mencakup pemberian pengobatan dan
perawatan serta rehabilitasi bagi tenaga kerja yang memerlukan.
🡺 Penanganan pencegahan dan penanggulangan keadaan darurat di rumah sakit.
🡺 Memberikan laporan dan saran tentang semua hal yang menyangkut perencanan
dan penerapan K3 ditempat kerja, pemilihan alat pelindung diri, (APD) yang
diperlukan serta pengaturan tempat kerja dan gizi kerja.
🡺 Pembinaan dan pengawasan lingkungan kerja.

3. JENIS PEMERIKSAAN TENAGA KERJA


Sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja 02/Men/1980, dikenal 3 jenis
pemeriksaan kesehatan tenaga kerja :
a. Pemeriksaan kesehatan awal/Pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja (Pra kerja)
Merupakan pemeriksaan kesehatan yang dilakukan sebelum seorang tenaga kerja
mulai bekerja. Diadakan sebagai bagian seleksi tenaga kerja yang bertujuan untuk
memperoleh tenaga kerja yang benar-benar sehat dan sesuai dengan pekerjaan yang
ada.
Tujuan khusus pemeriksaan kesehatan awal adalah agar calon pegawai benar-benar
sehat untuk menjalankan jenis pekerjaannya tanpa menimbulkan resiko baik bagi
dirinya sendiri, rekan kerja, pasien dan pengunjung maupun lingkungan rumah sakit.
Jenis Pemeriksaan Kesehatan yang dilakukan untuk calon karyawan adalah sebagai
berikut :
⮚ Pemeriksaan Fisik
⮚ Pemeriksaan Mata
⮚ Pemeriksaan Pendengaran
⮚ Pemeriksaan Laboratorium (Urine Lengkap dan Darah Lengkap)
⮚ Pemeriksaan Radiologi (Chest X-Ray)
⮚ Pemeriksaan Tambahan
⮚ Pemeriksaan tambahan ini dilakukan khusus bagi tenaga Perawat, Bidan, Dokter,
Analis, Asisten Apoteker, Apoteker, BME dan Keterapian Fisik yaitu :
✔ HbsAg
✔ Anti HCV
✔ Anti HIV (dengan surat pernyataan)
b. Pemeriksaan kesehatan berkala
Merupakan pemeriksaan kesehatan yang dilakukan secara periodik sesuai dengan
kebutuhan atau jenis dan bentuk bahaya yang ada (setiap 6 bulanan, setiap 1- 2
tahun sekali), dengan pemeriksaan ini akan dapat dipantau kondisi kesehatan tenaga
kerja secara dini, apakah ada gangguan tenaga kerja secara dini, apakah ada
gangguan kesehatan sebagai akibat pengaruh potensi bahaya yang memapari tenaga
kerja, sehingga dapat diambil langkah-langkah yang perlu sebagai upaya pencegahan.
⮚ Pemeriksaan Kesehatan berkala 6 bulanan yaitu pemeriksaan yang dilakukan
terhadap petugas pada awal ditugaskan di Unit Aseptis dan Kemoterapi Bagian
Farmasi Departemen Klinik, dan secara rutin setiap 6 (enam) bulan sekali, serta
pada waktu petugas pindah atau keluar kerja dari Unit Aseptis dan Kemoterapi.
Pemeriksaan kesehatan karyawan yang jenis pemeriksaannya meliputi:
●Fisik
●Darah lengkap
●Urine Lengkap
●Fungsi hati (SGOT dan SGPT, Gamma-GT)
●Fungsi ginjal (Creatinin dan Ureum)
●Pemeriksaan yg dilakukan apabila diperlukan :
- Foto Thorax
- Hbs Ag
- Anti Hbs
- Anti HCV
⮚ Pemeriksaan Kesehatan berkala tahunan yaitu pemeriksaan yang dilakukan
setiap 1 (satu) tahun sekali bagi karyawan yang bekerja di Unit Pelayanan yang
beresiko tinggi.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk bagian :
a. Laboratorium
b. Radiologi
c. UGD
d. Kamar Bedah
e. Kamar Bersalin
f. ICU/NICU
g. Dokter Umum
h. Pemeliharaan Alat Medis
i. Perawat Ruangan
j. Dialisis
k. Perawat Diagnostik
l. CSSD
m. Perawat Poliklinik
n. Binatu/laundry
o. Farmasi
Jenis pemeriksaan yang dilakukan adalah sebagai berikut :
- Pemeriksaan Fisik
- Visus Mata
- Pendengaran, kalau perlu Audiometri.
- Laboratorium :
*Darah lengkap
*Urine Lengkap
Pemeriksaan yg dilakukan apabila diperlukan :
*HBs Ag
*Anti HBs
*Anti HCV
*Anti HIV
*SGOT
*SGPT
*Gamma GT
*Foto Thorax
*Pemeriksaan Kesehatan berkala 2 tahunan yaitu pemeriksaan yang dilakukan
setiap 2 tahun sekali bagi karyawan yang bekerja di Unit Pelayanan Pasien
secara langsung.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk bagian :
a. Rekam Medis
b. Gizi
c. Administrasi Rawat Jalan
d. Administrasi Rawat Inap
e. Informasi
f. Bellman
g. Pengemudi
h. Fisioterapi
i. Ekspedisi
j. Keamanan
Jenis pemeriksaan yang dilakukan adalah sebagai berikut :
* Pemeriksaan Fisik
* Visus Mata
* Pendengaran kalau perlu Audiometri.
* Laboratorium :
- Darah lengkap
- Urine Lengkap
* Pemeriksaan yg dilakukan apabila diperlukan :
- HBs Ag
- Anti HBs
- Anti HCV
- Anti HIV
- SGOT
- SGPT
- Gamma GT
- Foto Thorax

Pemberian Imunisasi.
Pemberian vaksin ini dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu, dan
Vaksin yang digunakan adalah vaksin hepatitis B rekombinan.
Pemberian vaksinasi :
a. Sesuai dengan hasil pemeriksaan laboratorium pada saat karyawan melakukan
pemeriksaan berkala.
b. sesuai dengan hasil pemeriksaan laboratorium pada saat karyawan mengalami
kecelakaan kerja pada hubungan kerja.
Pemberian vaksinasi bagi karyawan tiga kali dengan jadwal 0-1-3 (vaksin kedua
berjarak 1 bulan dari vaksin pertama, dan vaksin ketiga berjarak dua bulan dari vaksin
kedua), kemudian dilanjutkan pemeriksaan laboratorium titer Anti Hepatitis B 1
bulan setelah pemberian vaksin ketiga.

c. Pemeriksaan kesehatan khusus


Merupakan pemeriksaan kesehatan secara khusus karena adanya potensi bahaya
yang sudah diketahui pengaruhnya (beresiko tinggi) terhadap tenaga kerja tertentu.
Misalnya tenaga kerja pada Instalasi Radiologi, Ruang Bedah, Laboratorium dan
Ruang Perawatan Intensif.
Tujuan khusus dari pemeriksaan ini adalah menilai sedini mungkin adanya
pengaruh-pengaruh dari pekerjaan atau lingkungan kerja dan menilai efektivitas dari
usaha pencegahan yang telah dilakukan di rumah sakit.
Jangka waktu pemeriksaan khusus diselenggarakan minimal 1 (satu) tahun sekali,
diutamakan bagi pegawai yang bekerja di tempat yang beresiko tinggi. Pemeriksaan
kesehatan khusus juga dilakukan terhadap pegawai yang baru sembuh dari sakit atau
kecelakaan yang memerlukan perawatan lebih dari 2 (dua) minggu dan pegawai yang
diduga kesehatannya mulai ataupun sudah terganggu.
4. PENCATATAN DAN PELAPORAN KEJADIAN DI RS
Sistem pencatatan dan pelaporan kejadian (kecelakaan dan kondisi bahaya) amat penting
artinya sebagai sumber informasi untuk manajemen agar menghasilkan keputusan yang
tepat dalam mencegah / menanggulangi terulangnya kembali peristiwa yang sama.
Pencatatan dan pelaporan kejadian adalah rangkaian pencatatan yang dilakukan
terhadap seluruh karyawan dan mitra yang bekerja di RS dalam Formulir yang tersedia
terhadap kondisi bahaya ( tidak aman / selamat ) maupun kecelakaan itu sendiri guna
mendapat tindak lanjut dari bagian terkait.

Tujuan pencatatan dan pelaporan :


- Agar dapat mengantisipasi sejak dini potensi resiko bahaya yang mungkin timbul.
- Mengetahui upaya pencegahan yang harus dilakukan di lingkungan kerja.
- Mengetahui angka kejadian dan penyebab timbulnya kecelakaan di lingkungan
kerja.
Prosedur pencatatan dan pelaporan kejadian Rumah Sakit :
a. Bila kecelakaan kerja/peristiwa terjadi pada karyawan di lingkungan kerja, maka
penanggungjawab ruangan/supervisor/coordinator mencatat dengan lengkap dan
benar pada formulir Berita Acara Kecelakaan Kerja.
b. Formulir diserahkan oleh penanggung jawab ruangan yang bersangkutan ke komite
K3RS dan PPI (1 x 24 jam).
c. Komite K3RS dan PPI mengevaluasi/investigasi kejadian untuk mengetahui
penyebab kejadian.
d. Komite K3RS dan PPI memberikan rekomendasi kepada penanggung jawab ruangan
terhadap hal-hal yang perlu diperbaiki paling lambat 7 hari setelah kejadian.
e. Komite K3RS dan PPI melaporkan kepada Direktur RS setiap 3 bulan sekali.
BAB VIII
KEWASPADAAN BENCANA DAN KEBAKARAN
DI RUMAH SAKIT

Kewaspadaan bencana dan kebakaran di rumah sakit adalah kesiap siagaan pihak rumah
sakit dalam setiap kejadian yang dapat menimbulkan gangguan terhadap kelancaran
kegiatan di lingkungan rumah sakit serta mengancam keselamatan setiap karyawan, pasien
maupun pengunjung rumah sakit. Hal ini meliputi kebakaran, ancaman bom, kecelakaan
kerja, gangguan tenaga, gangguan keamanan, dan bencana alam.

1. TUJUAN KEWASPADAAN BENCANA DAN KEBAKARAN


⇨ Melindungi dan memelihara keselamatan karyawan, pasien, dan pengunjung rumah
sakit.
⇨ Melindungi dan mengamankan aset rumah sakit.
⇨ Meningkatkan rasa bertanggungjawab setiap orang terhadap jiwa maupun harta
benda.
⇨ Menimbulkan rasa percaya diri dalam menghadapi situasi yang tidak diinginkan.
⇨ Menghilangkan rasa takut menghadapi bahaya bencana dan kebakaran.

2. JENIS BENCANA DI RUMAH SAKIT


2.1 Kebakaran.
Pengertian
Kebakaran adalah suatu bencana yang timbul dari api yang tidak diharapkan, sukar
dikuasai dan dapat merugikan harta benda serta membahayakan bagi keselamatan
jiwa manusia.
Sebab - sebab kebakaran :
a. Kebakaran yang terjadi karena kelalaian
Kelalaian adalah suatu tindakan yang tidak disengaja. Walaupun demikian,
sebenarnya hal tersebut yang sering menimbulkan akibat - akibat yang fatal.
Hampir pada setiap peristiwa besar terjadi karena faktor kelalaian. Sebab - sebab
kelalaian, misalnya kurang pengertian pencegahan bahaya kebakaran, kurang
berhati - hati dalam menggunakan alat atau bahan yang dapat menimbulkan api
dan kurangnya kesadaran atau tidak disiplin.
b. Kebakaran yang terjadi karena peralatan listrik atau mesin - mesin
Misalnya, hubungan singkat arus litrik, instalasi listrik yang kurang sempurna atau
beban yang berlebihan terhadap pemakaian alat listrik.
c. Terjadi karena penyalaan sendiri, misalnya pada tempat - tempat penyimpanan
bahan kimia di Laboratorium dan Farmasi / gudang farmasi.
d. Kebakaran yang disebabkan peledakan yang disertai kebakaran
Misalnya, peledakan tabung gas LPG di dapur.
e. Kebakaran yang disebabkan oleh unsur kesengajaan
Peristiwa kebakaran yang disengaja pada umumnya mempunyai tujuan-tujuan
tertentu, misalnya :
- Sabotase, untuk menimbulkan huru - hara atau demi hal - hal tertentu.
- Mencari keuntungan pribadi, misalnya karena ingin mendapat ganti rugi dan
asuransi.
- Untuk menghilangkan jejak kejahatan dengan cara membakar dokumen atau
barang bukti yang sekiranya memberatkan.
Jenis-jenis kebakaran :
- Kebakaran kecil yaitu kebakaran yang dapat dipadamkan oleh penemu kebakaran
atau bersama-sama regu pemadam lantai / regu shift dilantai tersebut dengan
menggunakan Fire Extinguisher / Alat Pemadam Api Ringan (racun api) yang
tersedia di tempat tersebut.
- Kebakaran besar yaitu kebakaran yang tidak dapat ditanggulangi oleh karyawan
dan peralatan tersebut diatas, tetapi memerlukan pengerahan seluruh tim /
karyawan yang terlibat dalam organisasi penanggulangan keadaan darurat
maupun instansi lain yang terkait seperti Dinas Pemadam Kebakaran.

2.2 Ancaman Bom


Ancaman Bom adalah suatu kejadian yang disebabkan oleh kegiatan orang yang tidak
bertanggung yang memberikan ancaman yang disampaikan melalui surat atau
telepon akan meledakkkan suatu tempat sehingga berpotensi mengganggu dan
membuat panik karyawan, pasien, dan pengunjung rumah sakit.

2.3 Pencemaran Limbah Bahan Beracun dan Berbahaya (B3)


Pencemaran limbah B3 adalah tumpah atau bocornya limbah B3 ke lingkungan rumah
sakit atau sekitar rumah sakit yang dapat mengganggu kesehatan orang lain.
Misalnya limbah radioaktif, limbah Merkuri dan lain-lain.

2.4 Kecelakaan kerja


Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak diinginkan yang menimpa
karyawan pada saat melakukan pekerjaan dan dapat mengganggu kegiatan
operasional rumah sakit.

2.5 Gangguan tenaga


Gangguan tenaga adalah suatu gangguan teknis yang dapat menghambat atau
mengakibatkan terhentinya penyaluran tenaga seperti listrik, air dan dapat
menimbulkan bahaya / gangguan pada aktivitas rumah sakit.

2.6 Gangguan keamanan / huru-hara


Gangguan keamanan / huru hara adalah suatu kejadian non teknis yang mengganggu
keamanan dan menjurus kepada pengrusakan seperi huru-hara, ancaman bom,
demontrasi liar dan sebagainya yang dapat menimbulkan bahaya di rumah sakit.

2.7 Bencana alam


Bencana alam adalah suatu kejadian yang disebabkan oleh faktor alam, seperti
gempa bumi, angin topan, banjir dan sebagainya yang dapat menimbulkan bahaya
terhadap karyawan, pasien dan pengunjung serta bangunan fisik rumah sakit.

3. PERENCANAAN KEWASPADAAN BENCANA DAN KEBAKARAN


Tujuan :
- Melokalisir tiap - tiap keadaan darurat (bencana) yang mungkin timbul, dan jika
mungkin untuk meniadakannya.
- Mengurangi maupun menghilangkan sama sekali pengaruh dari suatu keadaan
darurat terhadap manusia, harta dan lingkungan.

❖ Rencana kewaspadaan bencana dan kebakaran


Untuk menyusun suatu rencana dalam menghadapi peristiwa bencana dan
kebakaran, terlebih dahulu perlu di identifikasi dan dievaluasi jenis dan skala keadaan
darurat yang mungkin terjadi. Operasional rencana memerlukan adanya manual atau
petunjuk teknis, yang antara lain memuat : Kebijakan dalam kewaspadaan bencana
dan kebakaran, persiapan sarana dan prasarana (organisasi K3, denah rumah sakit
secara keseluruhan maupun denah lainnya ( evakuasi, tempat berisiko, denah APAR
dan Hydrant ) sistem komunikasi, sarana pencegahan kebakaran dan lainnya, cara
pengamanan karyawan, pasien dan pengunjung ( evakuasi ), daftar instansi bantuan
dan lain sebagainya.
a. Kebijakan Rumah Sakit Dalam Kewaspadaan Bencana dan
Kebakaran
Pihak rumah sakit, dalam hal ini Direktur Rumah Sakit membuat dan menetapkan
suatu kebijakan mengenai kewaspadaan terhadap bencana dan kebakaran yang
tertuang dalam Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit BAKTI KARS tentang
Kebijakan Keselamatan Kerja, Kebakaran, dan Kewaspadaan Bencana ( K3 ) Rumah
Sakit.
b. Persiapan sarana dan prasarana
Organisasi komite K3
Organisasi K3 di RS berbentuk komite K3RS yang didalamnya antara lain terdapat
Bidang Keselamatan Dan Keamanan, Penanggulangan Kebakaran, Kewaspadaan
Bencana, Sistem Utilitas, Pemeliharaan Peralatan Medis, dimana didalam
masing-masing bidang tersebut terbagi atas beberapa seksi.
Sarana Komunikasi
Sarana komunikasi yang tersedia di RS BAKTI KARS antara lain :
- Tanda Panggilan (Pagging)
- Pesawat Komunikasi, antara lain : Telepon diseluruh ruangan dengan
menggunakan sistem PABX, Handy Talky (HT) di Pos Security, ME, Rumah
Tangga dan Transport.
- Daftar Nomor Telepon Penting, yaitu :

No Nama Instansi Nomor Telp


1 Pos Security RS Ext 104
2 BPBD kab. Tengerang 021-5582144
3 Damkar Paramount Land O21-70904222

Sarana Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran


Sarana pencegahan dan penanggulangan kebakaran yang tersedia antara lain :
● Alat Pemadam Api Ringan (APAR)
● Fire, Smoke dan Heat Detector
● Hydrant gedung
● Hydrant halaman
Sarana evakuasi
Sarana evakuasi bertujuan agar para penghuni/orang yang berada dalam
bangunan mudah menyelamatkan diri atau diselamatkan ke tempat yang aman
pada saat terjadi bencana atau kebakaran. Sarana evakuasi terdiri dari :
🡺 Penerangan darurat
🡺 Denah evakuasi
🡺 Rambu penunjuk arah keluar (EXIT)
🡺 Pintu keluar darurat (EMERGENCY EXIT)
🡺 Tempat berkumpul (Mustering Point)

Denah Lokasi, antara lain :


● Tempat bahan berbahaya ; di tempatkan pada seluruh ruangan kerja.
● Tempat peralatan keselamatan ; ditempatkan pada masing-masing lantai pada
tempat yang mudah dilihat dan diberi tanda.
● Sistem pemadam kebakaran dan sumber air ; ditempatkan pada daerah
tertentu yaitu di ruang koordinator security dan transportasi.
● Sistem pembuangan ; dipusatkan pada instalasi pembuangan air limbah dan
pemusnahan sampah medis.
● Pintu/jalan masuk/keluar ; denah ditempatkan pada seluruh ruang kerja di
rumah sakit termasuk tempat-tempat umum.
● Lokasi Instalasi dalam hubungan dengan pemukiman sekitar ; ditempatkan
pada ruangan teknisi.
Tenaga/tim pendukung
Dalam kewaspadaan terhadap bencana dan kebakaran di rumah sakit maka
dibentuk tim-tim untuk menghadapi hal diatas. Misalnya tim pemadam kebakaran,
tim pengamanan, tim evakuasi dan lain sebagainya.
Untuk memaksimalkan kesiapan tenaga/tim pendukung maka diadakan berbagai
pelatihan dan pendidikan untuk menghadapi bencana dan kebakaran. Pelatihan
yang pernah diadakan misalnya pelatihan pemadaman kebakaran, pelatihan
evakuasi pasien saat terjadi bencana dan lain sebagainya.

❖ Cara Penanggulangan Keadaan Darurat


a. Penanggulangan Kebakaran
Penanggulangan kebakaran adalah upaya untuk mengatasi kejadian kebakaran,
yang meliputi :
● Melokalisasi / mencegah kemungkinan meluasnya kebakaran oleh Tim
Penanggulangan Kebakaran.
● Mengevakuasi pasien dan karyawan oleh Tim evakuasi.
● Penyelamatan jiwa / harta benda oleh Tim Pengamanan.
b. Penanggulangan Kecelakaan
● Karyawan segera menghubungi UGD di 118
● Karyawan lain lakukan tindakan penolongan pertama (P3K) dan Perawat /
dokter jaga segera menuju lokasi kecelakaan dan melakukan tindakan
pengobatan.
● Karyawan lain yang tidak menolong korban harus tetap harus tenang dan
melanjutkan pekerjaan di tempat kerja masing-masing
● Karyawan lain diharapkan tidak menggerombol mengerumuni korban, karena
dapat menyulitkan upaya pertolongan dan pekerjaan rutin dapat terganggu.
c. Penanggulangan Gangguan Tenaga
● Karyawan segera melaporkan kepada bagian HRD ext 918 dan sambil
menunggu perbaikan menghidupkan genset seluruh karyawan agar mengikuti
petunjuk sebagai berikut :
● Untuk didalam ruangan karyawan/pasien/pengunjung diharapkan tetap
tenang dan ikuti sinar lampu emergency yang berada dimasing-masing jalur
keluar ruangan/evakuasi.
● Apabila terjebak di dalam lift, karyawan/pasien/pengunjung diharapkan tetap
tenang dan bila lift juga tidak hidup maka harus menekan tombol emergency
pada lift.
d. Penanggulangan Gangguan Keamanan
🡺 Huru-hara
● Koordinator Kewaspadaan Bencana mencatat waktu (hari/tanggal/jam) dan
sumber informasi (nama/bagian).
● Koordinator Kewaspadaan Bencana melaporkan informasi tersebut kepada
direksi.
● Selanjutnya koordinator kewaspadaan bencana melakukan instruksi dari
direksi untuk menghubungi pihak berwajib antara lain :
Polsek setempat
● Koordinator Kewaspadaaan Bencana menyiapkan peralatan penanggulangan
seperti: tabung pemadam api ringan, tongkat rotan, hydrant.
● Koordinator Kewaspadaan Bencana melaporkan kepada : Ketua komite K3,
Kepala Security, Direksi
● Berkoordinasi dengan kepala security untuk mengaktifkan pos terpadu jika
diperlukan.
● Team Kewaspadaan Bencana wajib melindungi pejabat-pejabat penting dari
sasaran huru-hara.
🡺 Ancaman Bom
● Penerima telfon wajib mencatat isi ancaman dan menyimpan ancaman
tersebut serta segera laporkan kepada petugas keamanan dan Direksi.
● Selaian mencatat isi ancaman penerima telpon wajib mencatat intonasi bicara
dari pengancam.
● Koordinator kewaspadaan bencana melaporkan kepada direktur.
● Direktur menetapkan langkah-langkah yang perlu diambil dan disampaikan
kepada para manajer untuk ditindak lanjuti keunit-unit yang menjadi
tanggung jawabnya.
● Koordinator Kewaspadaan Bencana segera melaporkan kepada pihak-pihak
terkait antara lain : Polsek setempat
e. Bencana alam (gempa).
● Karyawan/pasien/pengunjung tetap tenang dan jangan berlari-lari.
● Karyawan/pasien/pengunjung ketika terjadi gempa / goncangan
berlindunglah dibawah meja/tempat tidur dan hindari berlindung pada
tempat yang mudah jatuh.
● Karyawan/pasien/pengunjung menunggu perintah evakuasi dari koordinator
kewaspadaan bencana atau yang mewakilinya
● Karyawan/pasien/pengunjung jangan seegera turun saat terjadi gempa.
● Tim Kewaspadaan Bencana memadamkan pusat listrik dan gas, serta
menginstruksikan untuk menjauhi jaringan listrik.
● Tim kewaspadaan bencana mengkoordinir penanggung jawab masing-masing
lantai dalam melakukan evakuasi.
● Karyawan/pasien/pengunjung apabila berada di luar gedung/bangunan, cari
tempat yang jauh dari bangunan tinggi, dinding atau jaringan listrik.
● Karyawan/pasien/pengunjung yang sedang berada didalam lift segera
berusaha keluar pada lantai tingkat terdekat, dan bila mendadak berhenti
antara 2 lantai tekan tombol alarm/panggilan darurat.
● Segera kejadian gempa selesai, koordinator kewaspadaan bencana
menginstruksikan kepada seluruh penghuni harus segera berkumpul di
tempat terbuka yang telah ditentukan.
BAB IX
SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

Pelaksanaan kegiatan upaya kesehatan kerja di rumah sakit merupakan rangkaian kegiatan
yang menunjang peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Kegiatan-kegiatan ini perlu
direncanakan, dibina, dipantau dan dievaluasi atau dengan perkataan lain perlu dikelola
dengan baik agar tujuan upaya kesehatan kerja di rumah sakit dapat dicapai. Salah satu
langkah yang dapat dilakukan adalah melalui Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Rumah Sakit (Manajemen K3 RS).

1. PENGERTIAN MANAJEMEN K3 RS
Manajemen adalah proses kegiatan yang terdiri atas perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan dan pengukuran serta pengawasan dan tindak lanjut yang dilakukan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan menggunakan manusia dan sumber daya
yang ada.
Sedangkan Manajemen K3 adalah Manajemen yang diterapkan dalam rangka ilmu
keselamatan dan kesehatan kerja. Karena bagaimana pun juga pada hakekatnya,
manajemen yang bersifat rasional, efektif, efesien dan produktif menghendaki tanpa
adanya gangguan-gangguan yang terjadi antara lain : Kecelakaan kerja, peledakan,
kebakaran, penyakit akibat kerja serta pencemaran lingkungan.
Berdasarkan peraturan menteri tenaga kerja No. Per.05/ Men/ 1996, yang dimaksud
dengan SMK3 adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi
struktur organisasi, perencanan, tanggung jawab, pelaksanaan prosedur, proses dan
sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan, perencanan, pencapaian,
pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka
pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat
kerja yang aman, efesien dan produktif.
Tujuan dan sasaran SMK3 adalah menciptakan suatu sistem keselamatan dan kesehatan
kerja ditempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi,
lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi tempat
kerja yang aman, efesien dan produktif.

2. TUJUAN DAN SASARAN SISTEM MANAJEMEN K3 RS

A. Tujuan Umum :
Meningkatkan kemampuan hidup sehat masyarakat pekerja dirumah sakit guna
mencapai derajat kesehatan yang optimal dalam rangka meningkatkan sumber daya
manusia untuk meningkatkan produktifitas kerja.

B. Tujuan Khusus :
a. Terbentuknya dan terbukanya unit organisasi pembina dan pelaksana kesehatan
dan keselamatan kerja di rumah sakit melalui kerja sama lintas program dan
lintas unit/ instalasi.
b. Meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan kerja paripurna untuk masyarakat
pekerja di rumah sakit.
c. Terpenuhinya syarat-syarat keselamatan dan kesehaatan kerja diberbagai jenis
pekerjaan dirumah sakit.
d. Meningkatnya kemampuan masyarakat pekerja rumah sakit dalam menolong diri
sendiri dari ancaman gangguan dan resiko keselamatan dan kesehatan kerja.
e. Meningkatnya profesionalisme dibidang keselamatan dan kesehatan kerja bagi
para pembina, pelaksana, penggerak, dan pendukung progran keselamatan kerja
dirumah sakit.
f. Terlaksananya system informasi kesehatan kerja dan jaringan pelayanan
kesehatan kerja dirumah sakit.

C. Sasaran
a. Seluruh masyarakat pekerja di RS
b. Pimpinan dan pengelola RS
c. Panitia Keselamatan dan Kesehatan Kerja

3. KEGIATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA RUMAH


SAKIT

A. Perencanaan
a. Analisa situasi kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit
Analisa situasi merupakan langkah pertama yang harus dilakukan, dengan melihat
sumber daya yang dimiliki, sumber dana ynag tersedia dan bahaya potensial apa
yang mengancam rumah sakit.
b. Identifikasi masalah keselamatan dan kesehatan kerja yang potensial di rumah
sakit.
Indentifikasi masalah keselamatan dan kesehatan kerja dapat dilakukan dengan
mengadakan inspeksi tempat kerja , dengan melakukan pengukuran lingkungan
kerja. dari kegiatan ini kita dapat menemukan masalah-masalah keselamatan dan
kesehatan kerja
c. Alternatif rencana upaya penanggulangannya
Dari hasil yang ditemukan dicari alternatif upaya penanggulangannya berdasarkan
dana dan daya yang tersedia.

Output yang diharapkan dari kegiatan perencanaan adalah :


● Adanya denah lokasi bahaya potensial.
● Rumusan alternatif upaya penanggulangannya.
Adanya denah lokasi bahaya potensial diruangan direktur, memberikan
gambaran kepedulian Direktur RS akan resiko kesehatan bagi karyawannaya.

B. Penggerakan pelaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja di Rumah Sakit


a. Pemeriksaan kesehatan awal dan pemeriksaan berkala
Pemeriksaan kesehatan ini berlaku bagi semua karyawan rumah sakit, dilakukan
setidak-tidaknya sekali setahun, bahkan dibeberapa bagian seyogyanya dilakukan
setiap 6 bulan.
b. Pemberian paket penanggulangan Anemia
Dari penelitian diketahui bahwa banyak tenaga kerja wanita menderita anemia,
sedangkan karyawan rumah sakit pada umumnya lebih banyak tenaga kerja
wanitanya.
c. Pemberian paket pertolongan gizi
Paket ini berupa makanan tambahan yang diberikan diluar makanan utama.
d. Upaya-upaya yang dilakukan sehubungan dengan kapasitas dan beban kerja :
− Pengaturan kerja bergiliran (shift work)
− Penempatan petugas pada jabatannya (fit to job)
− Pendidikan dan pelatihan petugas rumah sakit tentang keselamatan dan
kesehatan kerja
e. Pelaksanaan upaya penanggulangan bahaya potensial
Misalnya dengan memberikan penyuluhan kesehatan sehingga meningkatkan
awareness petugas kesehatan, meningkatkan penggunaan alat pelindung dan
lain-lain.
f. Pelaksanaan CPKB (Cara Pelaksanaan Kerja yang Baik)
Diharapkan setiap bagian telah mempunyai Prosedur Tetap (SOP) dan tergantung
di dinding, sehingga setiap petugas dapat membaca dan mentatinya
g. Pengorganisasian dan pembagian tugas yang jelas
Untuk pengorganisasian ini mengacu pada surat keputusan Direktur tentang
perlunya pembentukan Panitia Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit.

Output yang diharapkan :


− Adanya jadwal kegiatan pelaksanan upaya keselamatan dan kesehatan kerja di
rumah sakit, baik secara keseluruhan maupun tiap bagian.
− Adanya bagan struktur organisasi Tim Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah
Sakit Rumah Sakit (K3 RS).

C. Pemantauan dan evalusi keselamatan dan kesehatan kerja RS


- Terselenggaranya kegiatan evalusi
Evalusi ini dilakukan baik secara umum maupun secara spesifik. Untuk ini
digunakan checklist enam bulanan keberhasilan upaya keselamatan kerja Rumah
Sakit sebagai tolak ukurnya.

D. Pembinaan keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit


Pembinaan diarahkan agar :
a. Rumah sakit melakukan upaya-upaya sehingga dicapai nihil kecelakaan dan nihil
penyakit akibat kerja.
b. Indikator keberhasilan K3 Rumah Sakit adalah :
- Nihil kecelakan kerja
- Nihil penyakit akbat kerja
- Terlaksananya proses keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit
- Tersedianya masukan sumber daya yang memadai (fasilitas dan tenaga)
c. Mengingat beberapa indikator masih sulit dicapai, pemantauan di utamakan
pada :
- Kasus kecelakaan
- Proses terlaksananya kegiatan kesehatan dan keselamatan kerja di rumah
sakit.
BAB X
PERSYARATAN RUANG DAN SANITASI

1. PERSYARATAN RUANG
Penyehatan bangunan dan ruangan,meliputi; lingkungan bangunan rumah sakit,
konstruksi bangunan rumah sakit, ruang dan bangunan, kualitas udara ruang,
pencahayaan, kebisingan, fasilitas sanitasi rumah sakit, jumlah tempat tidur, lantai dan
dinding.
a. Lingkungan Bangunan Rumah Sakit
Tata cara pelaksanaan :
▪ Kegiatan pembesihan seluruh ruangan minimal dilakukan pagi dan sore.
▪ Pembersihan lantai di ruang perawatan pasien dilakukan setelah jam makan, jam
kunjungan dokter, kunjungan keluarga, dan sewaktu-waktu bilamana diperlukan.
▪ Cara pembersihan yang dapat menebarkan debu yaitu dengan cara menyapu
dengan menggunakan Lobby Duster yang lembab.
▪ Pembersihan dengan perlengkapan pembersih (pel) yang memenuhi syarat (kuat
dan terpelihara) dan menggunakan cairan yang mengandung anti septic.
▪ Masing-masing ruangan disediakan perlengkapan pel tersendiri dan tidak boleh
dicampur untuk pembersihan di koridor dan ruang infeksi.
▪ Pembersihan dinding (spotting) dilakukan minimal satu kali sebulan dan dicat ulang
apabila sudah kotor atau cat sudah pudar.
▪ Setiap percikan ludah, darah atau eksudat luka pada dinding segera dibersihkan
dengan menggunakan antiseptic.
b. Konstruksi Bangunan Rumah Sakit
🡺 Rata-rata lantai di rumah sakit terbuat dari vinil dan mempunyai konus/
lengkung, serta mudah dibersihkan.
🡺 Permukaan dinding rata, berwarna terang menggunakan cat yang tidak mudah
luntur.
🡺 Penghawaan di rumah sakit menggunakan penghatur udara (AC) sentral dan
dilengkapi dengan AHU (Air Handling Unit) berfungsi sebagai filter udara.
🡺 Atap kuat dan tidak bocor
🡺 Tinggi atap lebih dari 10 m dan dilengkapi dengan penangkal petir.
🡺 Kerangka langit-langit terbuat dari besi dan langit-langit terbuat dari plafon yang
berwarna terang.
🡺 Pintu kuat, cukup lebar dan cukup tinggi.
🡺 Jaringan instalasi air minum, air bersih, air limbah, gas, listrik, system
penghawaan, sarana komunikasi dan sebagainya memenuhi persyaratan teknis
kesehatan
🡺 Pemasangan pipa air minum diposisikan dari atas bagunan.
🡺 Penggunaan tangga, elevator dan lift dilengkapi dengan sarana pencegahan
kecelakaan seperti alarm suara dan mudah dipahami pemakainya.
🡺 Fasilitas pemadam kebakaran ditempatkan pada tempat-tempat strategis dan
minimal berjarak 15 m.
c. Ruang dan Bangunan
▪ Penataan ruang dan bangunan diatur sedemikian rupa seperti semua stop kontak
dan saklar dipasang pada ketinggian minimal 1,40 meter dari lantai.
▪ Untuk ruang dengan resiko rendah antara lain rawat inap bukan penyakit menular,
rawat jalan, ruang ganti pakaian dan ruang tunggu pasien.
▪ Untuk ruangan denga resiko tinggi antara lain ruang isolasi, ruang perawatn
intensif, laboratorium, ruang bedah, dan ruang jenazah dengan dinding berwarna
terang, lebar pintu minimal 1,20 m dan tinggi 2,10 m dan ambang bawah jendela
minimal 1,00m.
▪ Semua stop kontak dan saklar dipasang dipasang pada ketinggian 1,40 m dari
lantai.
▪ Ruangan dengan resiko sangat tinggi seperti ruang operasi, ruang bedah mulut,
ruang perawatan gigi, ruang rawat darurat, ruang bersalin, dan ruang patologi yang
paling penting selain hal diatas adalah tidak berhubungan langsung dengan udara
luar.
d. Kualitas Udara Ruang
🡺 Udara diseluruh ruang tidak berbau (terutama bebas H2S dan Amoniak)
🡺 Kadar debu berdiameter kurang dari 10 micron dengan rata-rata pengukuran 8
jam atau 24 jam tidak melebihi 150 mg/m3 dan tidak mengandung debu asbes.

🡺 Indeks angka kuman untuk setiap ruang/ unit seperti table berikut :
No Ruang atau Unit Konsentrasi Maksimum
Mikroorganisme per m3 Udara
(CFU/m3)
1 Operasi 10
2 Bersalin 200
3 Pemulihan/perawatan 200-500
4 Observasi Bayi 200
5 Perawatan bayi 200
6 Perawatan prematur 200
7 ICU 200
8 Jenazah/autopsi 200-500
9 Pengenderaan medis 200
10 Laboratorium 200-500
11 Radiologi 200-500
12 Sterilisasi 200
13 Dapur 200-500
14 Gawat darurat 200
15 Administrasi, pertemuan 200-500
16 Ruang luka bakar 200

Tata cara pelaksanaan :


Pemantauan kualitas udara dilakukan dengan test partikel (Test Ruangan Bersih)
untuk mengukur banyaknya partikel yang ada didalam ruangan bersih.
Pada sistem tata udara ruangan – ruangan tertentu yang penting telah dipasang Hepa
Filter, sehingga udara yang masuk ke ruangan – ruangan tersebut adalah udara
dengan tingkat kebersihan yang tinggi.
Guna mengetahui tingkat kebersihan udara di ruangan – ruangan tersebut, setiap 3
bulan perlu dilakukan pengukuran jumlah partikelnya.
Bila hasil pengukuran / pemeriksaan memberikan hasil bahwa jumlah partikel untuk
setiap ft3 melebihi standar yang ditentukan untuk ruangan tersebut, maka Hepa Filter
tersebut dianjurkan untuk diganti.
Ruangan – ruangan yang terpasang Hepa Filter sesuai class-nya :
a. Class 100 (R.Kemotherapi L5) antara lain :
- Cytotovix Safety Cabinet.
- Biological Safety Cabinet.
b. Class 10.000 antara lain :
- Kamar Operasi
- Kamar Operasi
- Kamar Operasi 3
- Kamar Operasi 4
- Kamar 5122
- Kamar 5123
- ICU 3002
- ICU 3007
c. Class 100.000 antara lain :
- Scrubzink kamar operasi 2
- Scrubzink kamar operasi 4
- R.Induksi
- Persiapan kamar operasi 1
- Persiapan kamar operasi 3
- Persiapan kamar operasi 4
- Penyembuhan
- CSSD
- CSSD Steril
- Ganti (kemotherapi l5)
- R. Air Shower (kemotherapi l5).

e. Pencahayaan, Kebisingan, Suhu ruangan dan Smoke Test.


Pencahayaan Ruang
Untuk suatu rumah sakit, penerangan yang baik antara lain memberi
keuntungan-keuntungan : peningkatan kecermatan, keselamatan kerja yang lebih
baik, suasana kerja yang lebih nyaman, kesehatan yang lebih baik dan peningkatan
pelayanan.
Tata cara pelaksanaan :
Tingkatkan pemanfaatan cahaya alami di siang hari.
Jika ruang kerja memerlukan penambahan cahaya, berikan cat berwarna lembut
pada dinding dan plafon.
Penerangan harus selalu dinyalakan di mana para pekerja berada, misalnya
dikoridor, tangga dan lain-lain.
Nyalakan lampu penerangan yang mencukupi bagi para pekerja agar mereka
dapat bakerja lebih efektif dan efisien serta nyaman setiap saat.
Sediakan penerangan khusus di tempat kerja tertentu untuk pengawasan, agar
pekerja dapat melaksanakan pekerjaannya lebih teliti.
Untuk mengurangi cahaya yang menyilaukan secara langsung, pindahkan sumber
cahaya atau pasang pelindung.
Hilangkan permukaan-permukaan yang memantulkan cahaya dari sekitar tempat
kerja untuk menghindarkan sinar pantulan yang menyilaukan.
Pilihlah sistem pencahayaan yang memadai untuk pekerjaan yang memerlukan
pengamatan dari jarak yang dekat serta dilakukan secara berulang-ulang.
Bersihkan selalu jendela-jendela dan rawat selalu sumber-sumber penerangan.

Tabel
Pencahayaan yang disarankan di lingkungan rumah sakit
No. Ruang/unit Pencahayaan Keterangan
1 Ruang pasien :
- saat tidak tidur 100 - 200 Warna cahaya sedang
- saat tidur Maks. 50
2 Ruang operasi, umum 300 - 500
3 Meja operasi
10.000 - Warna cahaya sejuk atau
4 Anestesi, pemulihan 20.000 sedang tanpa bayangan
5 Endoscopy, laboratorium
6 Sinar X 300 - 500
7 Koridor 75 - 100
8 Tangga min. 60
9 Administrasi, kantor min. 100 Malam hari
10 Ruang alat/gudang min. 100
11 Farmasi min. 100
12 Dapur min. 200
13 Ruang cuci min. 200
14 Toilet min. 200
15 Ruang isolasi khusus penyakit min. 100
16 tetanus min. 100 Warna cahaya biru
Ruang luka bakar 0,1 - 0,5
100 - 200

Ruangan-ruangan yang diukur adalah : Ruang rawat inap, laboratorium, koridor,


farmasi , Dapur.
Pemantauan dilakukan setiap 1 tahun sekali.
Alat ukur yang digunakan Lux meter/croma,
Hasil pengukuran pencahayaan harus diatas standar minimum yang dianjurkan
tergantung dari fungsi ruangan.

Kebisingan
Menurut Kepmenkes. No. 7 tahun 2019 Tentang Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
bahwa persyaratan kebisingan untuk masing-masing ruangan atau unit seperti di
bawah ini :

Tabel Indeks Kebisingan Menurut Ruangan atau Unit Kerja


No. Ruangan atau unit Maksimum Kebisingan
(waktu pemaparan 8 jam dlm satuan dBA)
1 Ruang pasien
- saat tidak tidur 45
- saat tidur 40
2 Ruang operasi dan umum 45
3 Anestesi dan pemulihan 50
4 Endoscopy dan Laboratorium 65
5 Sinar X 40
6 Koridor 45
7 Tangga 65
8 Kantor/lobby 65
9 Ruang alat/gudang 65
10 Farmasi 65
11 Dapur 70
12 Ruang cuci 80
13 Ruang isolasi 20
14 Ruang poli gigi 65

Tata cara pelaksanaan


Pemantuan Kebisingan : mengukur tingkat kebisingan di setiap kamar/ruang
berdasarkan fungsinya. Hasil pengukuran kebisingan harus dalam ambang batas
yang dianjurkan tergantung dari fungsi ruangan.
Pemantuan dilakukan setiap 1 tahun sekali, alat ukur yang digunakan sound level
meter, Bruel & Kjaer/2236.
Ruangan-ruangan yang diukur adalah :
Ruang perawatan, isolasi, radiologi, kamar operasi, laboratorium, ruang cuci, dapur
dan ruang penyediaan air panas dan dingin.

Suhu ruangan
Persyaratan suhu udara untuk masing-masing ruang atau unit seperti berikut :
- Ruang-ruang tertentu seperti ruang operasi, perawatan bayi, laboratorium perlu
mendapat perhatian yang khusus karena sifat pekerjaan yang terjadi di
ruang-ruang tersebut.
- Ventilasi ruang operasi harus dijaga pada tekanan lebih positif sedikit (minimum
0,1 mbar) dibandingkan ruang-ruang lain di rumah sakit.
- Sistem suhu dan kelembaban hendaknya didesain sedemikian rupa sehingga dapat
memenuhi persyaratan dibawah ini :

Tabel Standar Suhu, Kelembaban, dan Tekanan Udara Menurut Fungsi Ruang
No. Ruang/unit Suhu (0 C) Kelembaban Tekanan
(%)
1 Operasi 19 – 24 45 – 60 Positif
2 Bersalin 24 – 26 45 – 60 Positif
3 Pemulihan /perawatan 22 – 24 45 – 60 Seimbang
4 Observasi bayi 21 – 24 45 – 60 Seimbang
5 Perawatan bayi 22 – 26 35 – 60 Seimbang
6 Perawatan premature 24 – 26 35 – 60 Positif
7 ICU 22 – 23 35 – 60 Positif
8 Jenazah/autopsy 21 – 24 - Negatif
9 Penginderaan medis 19 – 24 45 – 60 Seimbang
10 Laboratorium 22 – 26 35 – 60 Negatif
11 Radiologi 22 – 30 45 – 60 Seimbang
12 Sterilisasi 22 – 30 35 – 60 Negatif
13 Dapur 22 – 30 35 – 60 Seimbang
14 Gawat darurat 19 – 24 45 – 60 Positif
15 Administrasi, pertemuan 21 – 24 - Seimbang
16 Ruang luka bakar 24 –26 35 – 60 Positif

Tata cara pelaksanaan


Pemantauan suhu dan kelembaban dilakukan dengan memaasang alat hygrometer
pada ruangan :
⮚ Kamar operasi
⮚ NICU-ICU
⮚ Laboratorium
⮚ Farmasi
⮚ CSSD
⮚ Binatu
⮚ Gudang B3
⮚ Radiologi.
Pencatatan dilakukan oleh user (pengguna ruangan) setiap pukul 09.00, pukul 15.00,
pukul 21.00 malam.
Hasil pencatatan suhu dan kelembaban setiap akhir bulan diserahkan kepada bagian
GA (kesling) untuk dievaluasi.

Smoke Test.
Untuk memastikan bahwa tekanan udara didalam ruangan tersebut positif atau negatif
dari tekanan udara di luar ruangan tersebut sesuai dengan kegunaan masing-masing
ruangan tersebut.
Ruangan-ruangan yang ditest adalah :
⮚ Tekanan Positif : Kamar Operasi .
⮚ Tekanan Positif atau Negatif : Ruang Isolasi .
f. Sanitasi rumah Sakit.
a) Penyediaan Air Bersih.
Pemilihan sistem pengolahan air bersih tergantung dari karakteristik air baku,
kualitas produk yang diharapkan, metode pengolahan, kendala yang ada (dana,
bahan bangunan, peralatan instalasi dan bahan kimia untuk pengolahan).
Untuk mendapatkan air bersih sesuai standar yang telah ditetapkan, perlu kiranya
dibuat prosedur baku agar tercapai hasil yang diinginkan dengan langkah-langkah
inspeksi berikut :
● Siapkan jalur distribusi air bersih di seluruh gedung.
● Tentukan titik rawan pencemaran air bersih dan lakukan pengamatan pada
jaringan distribusi.
● Tentukan frekuensi pemantauan.
● Tentukan kran terpilih untuk pengambilan sample.
Syarat Fasilitas penyediaan air ;
● Harus tersedia air minum sesuai dengan kebutuhan.
● Tersedia air bersih minimal 500 lt/tt/hari.
● Air minum dan air bersih tersedia secara terus menerus di setiap tempat unit
yang membutuhkan.
● Distribusi air bersih di setiap ruangan harus menggunakan jaringan perpipaan
yang mengalir dengan tekanan positif. Yang dimaksud dengan tekanan positif
adalah tekanan yang mengalir dari tekanan tinggi ke tekanan rendah.
Pemantauan dilakukan secara ;
● Semester, yaitu Seluruh parameter Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416
tahun 1990.
b) Toilet dan Kamar Mandi
− Selalu terpelihara dan dalam keadaan bersih.
− Lantai kedap air, tidak licin, berwarna terang dan mudah dibersihkan.
− Setiap unit ruangan harus tersedia toilet dengan fasilitas jamban, paturasan
dan wastafel tersendiri. Khususnya untuk unit rawat inap dan kamar-kamar
tertentu harus tersedia kamar mandi.
− Pembuangan air limbah dari toilet dan kamar mandi dilengkapi dengan
penahan bau.
− Letak toilet dan kamar mandi tidak berhubungan langsung dengan dapur,
Ruang Operasi dan ruang khusus lainnya.
− Lubang hawa harus berhubungan langsung dengan udara luar.
− Toilet dan kamar mandi pria dan wanita harus terpisah.
− Toilet dan kamar mandi unit rawat inap dan karyawan harus terpisah.
− Toilet dan kamar mandi karyawan dan pengunjung terpisah.
− Toilet pengunjung harus terletak di tempat yang mudah dijangkau dan ada
penunjuk arah.
− Harus dilengkapi dengan peringatan untuk memelihara kebersihan.
− Tidak terdapat tempat penampungan atau genangan air yang dapat menjadi
tempat perindukan nyamuk.
− Tersedia toilet untuk pengunjung dengan perbandingan :
− 1 toilet untuk 1-40 pengunjung wanita
− 1 toilet untuk 1-60 pengunjung pria
− Perbandingan Jumlah tempat tidur pasien dengan jumlah toilet dan jumlah
kamar mandi ;

No Jml Tempat Tidur Jumlah Toilet Jumlah Kamar Mandi


1 1 s.d. 15 1 1
2 16 s.d. 30 2 2
3 31 s.d. 50 3 3
4 51 s.d. 75 4 4
5 Setiap penambahan 25 tempat tidur tambah 1 toilet dan 1 km.
mandi

− Perbandingan Jumlah karyawan dengan jumlah toilet dan jumlah kamar mandi ;
No Jml Tempat Tidur Jumlah Toilet Jumlah Kamar Mandi
1 1 s.d. 20 1 1
2 21 s.d. 40 2 2
3 41 s.d. 70 3 3
4 71 s.d. 100 4 4
5 Setiap penambahan 40 tempat tidur tambah 1 toilet dan 1 km.
Mandi

2. KEGIATAN KESEHATAN LINGKUNGAN

a. Penyehatan makanan dan minuman


Penyehatan makanan dan minuman adalah upaya pengendalian yang mempengaruhi
kualitas makanan dan minuman, meliputi :
● Bahan makanan.
● Penjamah makanan.
● Tempat penyajian.
● Perlengkapan.
Tata cara pelaksanaan :
Bahan makanan yang dikirimkan oleh supplier diterima di ruangan penerimaan
barang dengan memperhatikan syarat jumlah (proses penimbangan) dan kondisi
bahan makanan (busuk, berulat, bertanah, expired date, kaleng rusak dll).
Penyimpanan bahan makanan kering disimpan dalam gudang khusus bahan
makanan dengan kondisi bersih, terlindung debu, aliran ventilasi terjaga dan
terlindung dari serangga.
Untuk makanan yang mudah membusuk (daging, ikan, udang dll) disimpan dalam
suhu dingin < 4° C sedangkan untuk makanan segar (sayur, buah dll) disimpan
suhu 5° - 10° C.
Pengambilan Bahan makanan pada gudang dengan memperhatikan prinsip First
In First Out (Pertama bahan masuk yang digunakan pertama).
Tempat pengolahan (ruang produksi) dibersihkan pada saat sebelum dan sesudah
kegiatan dan general cleaning dilakukan minimal seminggu sekali.
Penjamah makanan harus dalam kondisi sehat (tidak mempunyai penyakit
menular) dan diwajibkan menggunakan perlengkapan (celemek, penutup rambut
dan mulut serta sepatu) yang layak dan bersih. Perlengkapan tersebut tidak boleh
digunakan di luar lokasi ruang produksi.
Penjamah makanan dilarang merokok, makan, menggunakan perhiasan berlebih
selama kegiatan pengolahan makanan.
Selalu mencuci tangan sebelum dan sesudah kegiatan pengolahan makanan .
Selama melakukan kegiatan pengolahan makanan, gunakan alat pelindung diri
dan perlengkapan masak yang baik dan aman seperti sarung tangan plastik,
penjepit makanan, sendok, garpu dan sejenisnya.
Penyajian makanan jadi dan minuman ke pasien dengan menggunakan trolley
dan melalui jalur distribusi tertentu untuk menghindari terjadinya pencemaran.
Trolley sebagai tempat transportasi dibersihkan secara rutin setiap hari sekali dan
didesinfeksi minimal seminggu sekali.
Peralatan agar segera dicuci sesudah digunakan dan disimpan pada tempat bersih
dan terlindung dari pencemaran.
Makanan dan minuman jadi, diambil sample dari ruang produksi.

b. Penyediaan air bersih


Penyediaan Air bersih merupakan pemenuhan air bersih yang dipergunakan untuk
kegiatan sehari-hari dan memenuhi persyaratan kesehatan air bersih sesuai Peraturan
Menteri Kesehatan No. 416 tahun 1990.
Tata cara pelaksanaan :
Sumber penyediaan air bersih dan air minum diambil dari dua (dua) sumur
bor (Deep Weel) yang diolah dengan tanki filter dan telah memenuhi
persyaratan kesehatan.
Penggantian filter WTP dilakukan minimal 5 tahun sekali, dan pemeliharaan
melalui back wash pada lokasi yang menggunakan tanki filter dilakukan setiap
hari.
Pemeliharaan pompa-pompa air bersih dilakukan pemeriksaan setiap hari.
Pengurasan tangki min. 2 kali setahun atau bila kondisi air mulai kotor.
Bila terjadi kebocoran dan atau kerusakan pada instalasi pipa air bersih maka
akan dilakukan perbaikan segera.
Pengambilan sample air bersih diambil sesuai dengan jenis pemeriksaan :
- Pemeriksaan lengkap dilakukan di reservoar, air olahan, air hemodialisa
min. 2 kali setahun.

c. Penanganan sampah dan limbah


Penanganan Sampah
Tata cara pelaksanaan :
Tempat pengumpul sampah di RS memiliki syarat sbb :
● Terbuat dari bahan yang kuat, ringan, tahan karat, kedap air dan permukaan halus
bagian dalamnya.
● Mempunyai tutup yang mudah dibuka dan ditutup tanpa mengotori tangan.
● Terdapat min. 1 (satu) buah untuk setiap kamar dan setiap radius 20 m di Ruang
Tunggu terbuka (public area).
● Sampah dari setiap ruangan harus dipisahkan sesuai dengan katagori atau jenis
sampah ke dalam tempat sampah yang sudah diberi kantong plastik dengan
ketentuan :
1. Tong sampah dengan tutup warna hitam untuk sampah non medis.
2. Tong sampah dengan tutup warna kuning untuk sampah medis.
3. Jerigen untuk sampah berupa benda tajam (spuit, cartridge dll).
● Setelah sampah terisi dengan 3/4 bagian diangkut dan dikumpulkan sampah
sementara (TPS) dengan menggunakan trolley oleh petugas housekeeping yang
telah menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) berupa sarung tangan reusable,
masker dan sepatu yang telah ditentukan.
● Untuk sampah non medis diangkut oleh trolley ke penampungan sampah dan
kemudian setiap hari diangkut dengan truk oleh Dinas Kebersihan ke Tempat
Penampungan Akhir.
● Untuk sampah medis dilakukan pemusnahan di incenerator dengan suhu 1000 0C.
● Trolley dan tempat sampah dikosongkan dan dibersihkan minimal seminggu sekali
dan disemprot dengan desinfektan.
Pengelolaan Limbah Cair

Tata cara pelaksanaan :


● Limbah dari ruangan pengguna disalurkan melalui saluran tertutup ke Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL).
● Pemeliharaan dan perbaikan pada pompa-pompa IPAL dipantau setiap hari oleh
petugas yang telah ditunjuk.
● Kualitas effluent diperiksa rutin 6 bulan sekali ke Laboratorium Pemeriksaan
Kesehatan daerah Setempat.

d. Penyehatan Laundry
Pengertian : Laundry merupakan tempat dan sarana pencucian linen baik yang
berasal dari ruang-ruang perawatan maupun penunjang.
Tata cara pelaksanaan :
● Sebelum memulai pekerjaan petugas Laundry harus menggunakan APD.
● Langkah awal adalah pengangkatan dan pembersihan linen yang ternoda darah,
cairan tubuh, sekresi dan ekskresi hingga tidak bersentuhan dengan kulit, tidak
mengenai lapisan mukosa, tidak mengotori pakaian dan tidak berpindahnya
mikroorganisme ke pasien lain dan lingkungan.
● Bila pakaian petugas kesehatan yang ternoda darah, cairan tubuh harus
didesinfeksi dan mengganti dengan pakaian yang bersih.
● Pemeliharaan kebersihan tempat cuci dilakukan setiap hari.
● Bila setelah melakukan pencucian kaina dan hendak melakukan pengeringan,
petugas diwajibkan mencuci tangan dan mengganti pakaian bersih pada ruangan
air lock.
● Ruangan di bawah ini digunakan dengan baik dan benar ;
❖ Ruang Cuci
❖ Ruang Air Lock (ruang bersih sebelum melakukan pekerjaan)
❖ Ruang Linen Kotor
❖ Ruang Linen Bersih
❖ Gudang Kereta Linen
● Perjalanan linen kotor sampai menjadi linen bersih melalui jalur yang berbeda.
● Penggunaan mesin dan bahan pencuci sesuai dengan prosedur yang telah
ditetapkan oleh bagian laundry dan MSDS bahan pencuci tersebut telah diterima
dan diketahui oleh panitia K-3.
● Cuci tangan pada petugas sebelum dan sesudah melakukan pekerjaan dilakukan
pada tempat yang telah disediakan untuk mencegah rekontaminasi linen bersih.
● Dalam melakukan proses pencucian harus dihindarkan tumpahan air.
● Bak-bak air yang ada harus selalu dibersihkan, untuk mencegah perindukan
serangga minimal seminggu sekali.
e. Pengendalian serangga dan tikus
Pengertian
● Serangga dan tikus adalah jenis hewan yang dapat menularkan (vektor) atau
menjadi perantara menularnya beberapa penyakit tertentu, merusak bahan
pangan di gudang dan peralatan instalasi rumah sakit.
● Pengendalian serangga dan tikus adalah kegiatan yang bertujuan menekan
kepadatan populasinya di rumah sakit hingga kecil dan hilang tingkat gangguan
dan kerusakan yang ditimbulkan.
Tata Cara Pelaksanaan :
● Secara fisik :
− Menjaga kebersihan sehingga tidak terjadi penumpukan sampah maupun sisa
makanan yang menjadi sarana berkembangbiakan serangga dan tikus (sanitasi
lingkungan).
− Pengurasan dan pembersihan setiap sarana penampungan air dilakukan
seminggu sekali.
● Secara kimia :
− Pengendalian dengan menggunakan pestisida yaitu dengan melakukan
kegiatan penyemprotan didalam ruangan (ULV), penyemprotan diluar ruangan
(spraying dan mist blower) serta melakukan fongging untuk diarea luar dan
serangga terbang.
● Secara mekanis :
− Dengan menggunakan perangkap tertentu sesuai peruntukannya seperti
perangkap tikus dan kucing.

f. Sterilisasi dan Desinfeksi


Pengertian :
Sterilisasi/desinfeksi adalah upaya mensucihamakan atau membebaskan suatu objek
dari mikroorganisme pathogen.
Indikasi kuat untuk diadakannya tindakan sterilisasi/desinfeksi adalah karena hal-hal
berikut :
● Semua peralatan kedokteran klinis atau peralatan pasien yang masuk / dimasukan
ke dalam jaringan, sistem vascular atau melalui saluran darah.
● Semua peralatan yang menyentuh selaput lendir.
● Semua peralatan operasi setelah dibersihkan dari jaringan, darah atau sekresi.

Tata cara pelaksanaan :


● Semua benda atau alat yang akan disterilisasi / desinfeksi harus terlebih dahulu
dicuci secara seksama untuk menghilangkan semua bahan organik.
● Sterilisasi harus disesuaikan dengan jenis alat yang disterilisasi dengan tujuan
pencapaian sterilisasi tercapai dan tidak merusak benda atau alat yang
disterilisasi.
● Setiap alat yang berubah kondisi fisiknya setelah disterilisasi / desinfeksi tidak
boleh dipergunakan lagi.
● Jangan menggunakan bahan seperti linen dan lainnya yang sterilisasinya
diragukan, seperti kemasan rusak atau berlubang, bahan robek, basah dsb.
● Simpan benda/alat yang sudah disterilisasi / desinfeksi pada lemari khusus.
● Pastikan hasil sterilisasi tercapai dengan bantuan indikator.
● Pemeliharaan dan cara penggunaan peralatan sterilisasi harus memperhatikan
petunjuk (manual book).
● Lakukan kalibrasi pada instansi yang berwenang setelah melakukan perbaikan.
● Diharapkan setiap petugas mengetahui secara pasti Material Safety Data Sheet
penggunaan bahan berbahaya yang digunakan untuk sterilisasi dan desinfeksi.
● Gunakan alat pelindung diri yang sesuai dengan kegiatan sterilitas.
● Untuk wanita hamil dilarang mengoperasikan sterilisasi dengan bahan chlorin.
● Pastikan ventilasi ruang sterilisasi dengan bahan chlorin berjalan baik.
● Bila terjadi kontaminasi dan kecelakaan kerja lakukan dekontaminasi dan isolasi
serta tindak lanjut sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan
● Prosedur cuci tangan (lihat prosedur cuci tangan) :

g. Perlindungan radiasi
Pengertian
● Radiasi adalah emisi energi radiasi pengion yang dilepaskan dari bahan atau alat
radiasi yang digunakan oleh instalasi di rumah sakit.
● Pemantauan radiasi adalah pemeriksaan rutin tingkat energi radiasi di ruang kerja
dan tingkat pemaparan pada pekerja.
● Evaluasi radiasi adalah rangkaian kegiatan sejak analisis laboratorium terhadap
dosimeter, analisis hasil laboratorium penyelidikan/pemeriksaan terhadap
instalasi dan tindak lanjut.
Tata Cara Pelaksanaan :
● Tindakan pencegahan radiasi mencakup upaya pemindahan dan pengamanan
bahan radioisotop, mengamankan pekerja yang bekerja dengan radiasi. Jadi
setiap penggunaan, pemindahan, penyimpanan dan lain-lain yang berkenaan
dengan bahan radiasi adalah aman bagi manusia dan lingkungannya sesuai
dengan prosedur yang ditetapkan.
● Tindakan pengamanan terhadap bahan yang memancarkan radiasi mencakup
rancangan instalasi yang memenuhi syarat dan penyediaan pelindung radiasi.
Gunakan alat pelindung diri berupa apron dan sarung tangan selama
menjalankan kegiatan di ruang cakupan radiasi.
● Pastikan APD yang digunakan dalam kondisi baik dan layak pakai.
● Pastikan petugas radiology menggunakan film badge untuk mengetahui besaran
paparan radiasi yang diterima oleh petugas.
● Pastikan bahwa pasien hanya menggunakan kamar mandi dan wastafel yang telah
disediakan.
● Tindakan darurat :
− Bila terjadi kejadian harus diisolasi, misalnya dengan rintangan / pagar /
tanda-tanda agar tidak ada orang yang mendekati daerah tersebut.
− Bila ada yang terkontaminasi harus segera didekontaminasi dan dilakukan
dengan tindakan lanjutan. Demikian pula bila ada orang yang diduga
menerima dosis lebih, harus segera diamankan.
− Badan yang berwenang segera diberi laporan.

3. LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN


Pelaporan dan pelaksanaan kegiatan kesehatan lingkungan di RS meliputi :
a. Materi pencatatan
− Keluhan keterlambatan dalam pembersihan ruangan perawatan pasien
− Keluhan terhadap kualitas air bersih.
− Hasil pemeriksaan kualitas air bersih
− Kerusakan/gangguan pada sistem perpipaan
− Ketidak lancaran pengeliran air limbah serta gangguan bau
− Hasil pemeriksaan kualitas air limbah
− Hasil pemeriksaan kualitas kuman diruangan-ruangan tertentu (R. OK, R. ICU, R
.NICU, R Bayi)
− Pemusnahan sampah medis/ infeksius
− Pengankutan sampah non medis oleh Dinas Kebersihan Kota Setempat
− Hasil pemeriksaan mutu makanan dan minuman pasienyang berasal dari Instalasi
Gizi.
b. Jenis dan periode pelaporan
− Pengelolaan kebersihan
Pelaporan hasil kegiatan pengelolaan kebersihan ruangan dan lingkungan rumah
sakit dilaporkan oleh bagian Rumah Tangga kepada tim PPI dan komite K3
dengan frekuensi pelaporan 1 (satu ) bulan sekali.
− Pengelolaan Sanitasi
Untuk ruang lingkup sanitasi seperti penyediaan air bersih, pengolahan air
limbah, pengendalian serangga dan binatang penggangu, sanitasi ruang bangun,
sanitasi tempat pengolahan makanan dilaporkan oleh bagian ME & Kesling
kepada Tim PPI dan komite K3 dengan frekuensi pelaporan 1 (satu) bulan sekali.
c. Evaluasi Kegiatan
Untuk evaluasi kegiatan kesehatan lingkungan dilakukan dengan merangkum
pelaporan menjadi triwulan (tiga bulan sekali), semester (enam bulan sekali) dan
tahunan (satu tahun sekali).
BAB XI
PENUTUP

Penerapan manajemen keselamatan fasilitas di rumah sakit BAKTI KARS diperlukan


agar tenaga kerja dapat terhindar dari gangguan keselamatan dan kesehatan dalam bentuk
kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Untuk itu, Pedoman Manajemen Fasilitas dan Keselamatan diperlukan sebagai
pegangan atau Pedoman dalam pelaksanaan K3RS/ program MFK di rumah sakit BAKTI KARS.
Diharapkan dengan adanya Pedoman ini, maka penerapan K3RS/ program MFK di Rumah
sakit BAKTI KARS dapat lebih ditingkatkan hasilnya.
Bagi karyawan, diharapkan Pedoman ini dapat membantu dalam memahami
masalah-masalah K3RS/ program MFK di rumah sakit BAKTI KARS dan dapat melakukan
upaya-upaya antisipasi terhadap potensi bahaya yang ada di lingkungan rumah sakit BAKTI
KARS sehingga tercapai budaya sehat dalam bekerja.

DIREKTUR RUMAH SAKIT BAKTI KARS

dr. Djoti Atmodjo, Sp.A, MARS, FISQua

Anda mungkin juga menyukai