BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perencanaan geometrik merupakan bagian dari perencanaan jalan yang
dititik beratkan pada perencanaan bentuk fisik sehingga dapat memenuhi fungsi
dasar dari jalan yaitu memberikan pelayanan yang optimum pada arus lalu lintas dan
sebagai akses ke rumah-rumah. Dengan perencanaan geometrik ini diharapkan dapat
diciptakan hubungan yang harmonis antara waktu dan ruang sehubungan dengan
kendaraan yang bersangkutan, sehingga dapat menghasilkan efisiensi, keamanan dan
kenyamanan yang optimal dalam batas-batas ekonomi yang layak (PPGJR No.
13/1970).
. Yang menjadi dasar perencanaan geometrik adalah sifat, gerakan, ukuran
kendaraan, sifat pengemudi dalam mengendalikan gerakan kendaraannya dan
karakteristik arus lalu lintas. Hal-hal tersebut haruslah menjadi bahan pertimbangan
perencanaan sehingga dihasilkan bentuk dan ukuran jalan, serta ruang gerak
kendaraan yang memenuhi tingkat keamanan dan kenyamanan yang diharapkan.
Perencanaan konstruksi jalan raya membutuhkan data – data perencanaan yang
meliputi data lalu lintas, data topografi, data penyelidikan tanah, data penyelidikan
material dan data penunjang lainnya. Semua data ini sangat diperlukan dalam
merencanakan suatu konstruksi jalan raya, karena data ini memberikan gambaran
yang sebenarnya dari kondisi surtu daerah dimana ruas jalan ini akan dibangun.
Dengan adanya data-data ini, kita dapat menentukan geometrik dan tebal perkerasan
yang diperlukan dalam merencanakan suatu konstruksi jalan raya (Sukirman, 1999).
Pada umumnya teknik perencanaan geometrik jalan raya dibagi atas tiga
bagian penting, yaitu :
1. Alinyemen horizontal / trase jalan.
2. Alinyemen vertikal / penampang memanjang jalan.
3. Penampang melintang jalan.
C. Ruang Lingkup
Dalam perencanaan geometrik yang kami laksanakan dalam tugas ini,
pelaksanaannya adalah sebagai berikut :
1. Penentuan koordinat dan jarak antar titik
2. Pembuktian sudut
3. Perhitungan Medan
4. Perhitungan tikungan
5. Perhitungan tinggi titik
6. Perhitungan galian
7. Perhitungan timbunan
8. Perhitungan lengkung vertikal
BAB II
DASAR TEORI
Arteri Primer
Kendaraan angkutan barang berat dan kendaraan umum
bus dapat diizinkan melalui jalan ini. Lokasi berhenti dan
parkir pada badan jalan seharusnya tidak diizinkan.
Kolektor Primer
Jalan Lokal
Jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri
perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah
jalan masuk tidak dibatasi.
I >10
Arteri II 10
IIIA 8
IIIA
Kolektor 8
IIIB
N Kemiringan Medan
o Jenis Medan Notasi (%)
1 Datar D <3
2 Perbukitan B 3-25
3 Pegunungan G > 25
Pada umumnya lalu lintas pada jalan raya terdiri dari berbagai
jenis kendaraan, baik kendaraan cepat, kendaraan lambat, kendaraan
berat, kendaraan ringan, maupun kendaraan tak bermotor. Dalam
hubungannya dengan kapasitas jalan, maka jumlah kendaraan bermotor
yang melewati satu titik dalam satu satuan waktu mengakibatkan
adanya pengaruh / perubahan terhadap arus lalu lintas. Pengaruh ini
diperhitungkan dengan membandingkannya terhadap [engaruh dari
suatu mobil penumpang dalam hal ini dipakai sebagai satuan dan
disebut Satuan Mobil Penumpang ( Smp ).
Sepeda = 0, 5
Mobil Penumpang =1
Truk Ringan ( berat kotor < 5 ton ) = 2
Truk sedang > 5 ton = 2, 5
Bus =3
Truk Berat > 10 ton =3
Kendaraan tak bermotor =7
Di daerah perbukitan dan pegunungan, koefisien untuk
kendaraan bermotor di atas dapat dinaikkan, sedangkan untuk
kendaraan tak bermotor tak perlu dihitung. Jalan dibagi dalam kelas
yang penetapannya kecuali didasarkan pada fungsinya juga
dipertimbangkan pada besarnya volume serta sifat lalu lintas yang
diharapkan akan menggunakan jalan yang bersangkutan.
a. Kendaraan Rencana
Dilihat dari bentuk, ukuran dan daya dari kendaraan – kendaran
yang menggunakan jalan, kendaraan- kendaraan tersebut dapat
dikelompokkan.
Suatu jalan yang ada di daerah datar tentu saja memiliki design
speed yang lebih tinggi dibandingkan pada daerah pegunungan atau
daerah perbukitan.
1) Topografi ( Medan )
Untuk perencanaan geometric jalan raya, keadaan medan
memberikan batasan kecepatan terhadap kecepatan rencana sesuai
dengan medan perencanaan ( datar, bbukit, dan gunung ).
c. Kelandaian
Adanya tanjakan yang cukup curam dapat mengurangi laju
kecepatan dan bila tenaga tariknya tidak cukup, maka berat kendaraan
( muatan ) harus dikurangi, yang berarti mengurangi kapasitas angkut
dan mendatangkan medan yang landai.
Trase jalan terdiri dari gabungan bagian lurus yang disebut tangen
dan bagian lengkung yang disebut tikungan.Untuk mendapatkan
sambungan yang mulus antara bagian lurus dan bagian tikungan maka
pada bagian- bagian tersebut diperlukan suatu bagian pelengkung
peralihan yang disebut “spiral”.
a. Ketentuan-Ketentuan Dasar
Pada perencanaan geometrik jalan, ketentuan- ketentuan dasar
ini tercantum pada daftar standar perencanaan geometric jalan
Datar ( D ) 0 - 9.9
Bukit ( B ) 10 - 24.9
Gunung ( G ) > 25, 0
a. Full Circle
Bentuk tikungan ini adalah jenis tikungan yang terbaik dimana
mempunyai jari- jari besar dengan sudut yang kecil. Pada pemakaian
bentuk lingkaran penuh, batas besaran R minimum di Indonesia
ditetapkan oleh Bina Marga sebagai berikut :
Lsmin ≤ Ls
Jika Rc untuk lengkung F-C tidak memenuhi syarat
Lc > 20
c. Spiral – Spiral ( S – S )
Penggunaan lengkung spiral – spiral dipakai apabila hasil
perhitungan pada bagian lengkung S – C – S tidak memenuhi syarat
yang telah ditentukan. Bentuk tikungan ini dipergunakan pada tikungan
yang tajam.
b. Sudut tikungan ( Δ )
c. Kecepatan Tikungan ( Vr )
Rumus Umum :
B = n (b’ + C) + (n – 1) Td + Z
Keterangan :
B =lebar perkerasan pada tikungan ( m )
Maksud dari panjang kritis landai adalah panjang yang masih dapat
diterima kendaraan tanpa mengakibatkan penurunan kecepatan truck yang
cukup berarti. Dimana untuk panjang kelandaian cukup panjang dan
mengakibatkan adanya pengurangan kecepatan maksimum sebesar 30 – 50
% kecepatan rencana selama satu menit perjalanan.
2. Lengkung Vertikal
Pada setiap penggantian landai harus dibuat lengkung vertical yang
memenuhi keamanan, kenyamanan, dan drainage yang baik.Lengkung
vertical yang digunakan adalah lengkung parabola sederhana.Lengkung
vertical adalah suatu perencanaan alinyemen vertical untuk membuat suatu
jalan tidak terpatah- patah.
½ LV ½ LV
½ LV ½ LV
½ LV ½ LV
½ LV ½ LV
3. Jarak Pandang
Jarak pandang adalaha jarak dimana pengemudi dapat melihat
benda yang menghalanginya, baik yang bergerak maupun yang tidak
bergerak dalam batas mana pengemudi dapat melihat dan menguasai
kendaraan pada satu jalur lalu lintas. Jarak pandang bebas ini dibedakan
menjadi dua bagian, yaitu :
a. Jarak Pandang Henti ( dh )
Jarak pandang henti adalah jarak pandang minimum yang
diperlukan pengemudi untuk menghentikan kendaraan yang sedang
berjalan setelah melihat adanya rintangan pada jalur yang
dilaluinya.Jarak ini merupakan dua jarak yang ditempuh sewaktu
melihat benda hingga menginjak rem dan jarak untuk berhenti setelah
menginjak rem.
Rumus :
dh = dp + dr
dp = 0,287 V tr
V²
dr =
254( fm ± L)
Keterangan :
dh = jarak pandang henti
dp = jarak yang ditempuh kendaraan dari waktu melihat benda
dimana harus berhenti sampai menginjak rem
dr = jarak rem
Vr = kecepatan rencana ( km/ jam )
L = kelandaian
Fm = koefisien gesek maksimum
= -0, 000625 .Vr + 0, 19
( + ) = pendakian
( - ) = penurunan
Dm = dl + d2 + d3 + d4
Keterangan :
dl = jarak yang ditempuh selama kendaraan menyiap
= 0,278. tr ( V – m + ½ . a. tr )
d2 = jarak yang ditempuh oleh kendaraan menyiap selama dijalur
kanan
= 0, 278 . Vr. t2
d3 = jarak bebas antara kendaraan yang menyiap dengan kendaraan
yang datang
d4 = jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang dating=2/3 . d2
V = kecepatan rencana
tr = waktu ( 3, 7 – 4, 3 ) detik
t2 = waktu ( 9, 3 – 10, 4 ) detik
m = perbedaan kecepatan ( 15 km/ jam )
BAB III
PERHITUNGAN DAN PERENCANAAN
Direncanakan suatu konstruksi jalan raya dengan kelas jalan III dengan tinggi
kota A = 865 m dan tinggi kota B = 940 m yang dilihat dan dihitung berdasarkan
garis kontur yang tersedia dengan memakai skala 1:10000. Dalam menentukan
tinggi dari setiap petak pada trase jalan didasarkan pada letak patok pada gambar
kontur yang kita buat. Sedangkan untuk membuat kemiringan didasarkan pada beda
tinggi antara 2 patok.
b. Kontur 1 = 895
Kontur 2 = 890
Jarak Datar = 34.521
Kemiringan Medan = (895-890)/34.521*100%
= 14.48%
b. Kontur 1 = 895
Kontur 2 = 890
Jarak Datar = 10.174
Kemiringan Medan = (895-890)/10.174*100%
= 49.14%
16,05% +14.48%+63.21%+49.14%
Rata – rata kontur = 4
= 35.72%
= 14%
Dengan demikian,daerah ini termasuk klasifikasi medan bukit karena nilai 14% lebih
besar dari 10 % dan direncanakan jalan kolektor , Maka VR = 50 km/jam
P
Titik = 1353.9522 , 1079.6890
1
P
Titik = 1639.6024 , 961.4528
2
P
Titik = 1968.4396 , 1178.0117
3
P
Titik = 2846.2896 , 1391.6019
4
Titik B = 2870.6316 , 1778.7273
4. Menghitung Jarak
Jarak titik A - P1
- Titi A = 1624.5905 , 1580.5733
k
- Titi P = 1353.9522 , 1079.6890
k 1
D = √( Δx^2+Dy^2 )
= √ ( 1353.95 - 1624.5 ) ² + ( 1580.57 - 1079.69 ) ²
9
= √ ( -270.64 ) ² + ( 500.88 ) ²
= √ 73245.09 + 250885.08
= √ 324130.17
= 569.3
2
Jarak titik P1 - P2
- Titik P1 = 1353.9522 , 1079.6890
- Titik P2 = 1639.6024 , 961.4528
D = √( Δx^2+Dy^2 )
= √ ( 1639.60 -
1353.9 ) ² + ( 1079.69 - 961.45 ) ²
5
= √ ( 285.6502 ) ² + ( 118.24 ) ²
= √ 81596.03676 + 13979.80
= √ 95575.84
= 309.15
Jarak titik P2 - P3
- Titi P = 1639.6024 , 961.4528
k 2
- Titi P = 1968.4396 , 1178.0117
k 3
D = √( Δx^2+Dy^2
)
= √ ( 1968. - 163 ) ² + ( 961. - 117 ) ²
44 9.60 45 8.01
= √ ( 328.8 ) ² + ( -216.56 ) ²
372
= √ 108133. + 46897.76
9041
= √ 155031.
66
= 393.7
4
Jarak titik P3 - P4
- Titik P3 = 1968.4396 , 1178.0117
- Titik P4 = 2846.2896 , 1391.6019
D = √( Δx^2+Dy^2 )
= √ ( 2846.29 - 1968.4 ) ² + ( 1178.01 - 1391.60 ) ²
4
= √ ( 877.85 ) ² + ( -213.59 ) ²
= √ 770620.622 + 45620.77
5
= √ 816241.40
= 903.46
Jarak titik P4 - B
- Titik P4 = 2846.2896 , 1391.6019
- Titik B = 2870.6316 , 1778.7273
D = √( Δx^2+Dy^2 )
= √ ( 2870.6 - 2846.29 ) ² + ( 1391.60 - 1778.73 ) ²
3
= √ ( 24.342 ) ² + ( -387.13 ) ²
= √ 592.532964 + 149866.08
= √ 150458.61
= 387.890
5. Penentuan Sudut
Sudut 1
o
β1 = 96
XA-XP1 270.64
Ǿ1 = act tag = = 28.38
YA-YP1 500.88
YP1-YP2 118.24 -
Ǿ2 = act tag = =
XP1-XP2 -285.65 22.49
o
β1 = 90 + Ǿ1 + Ǿ2
= o + 28.38 + -22.49
90
= o
95.90
Sudut 2
o
β1 = 56
YP1-YP2 118.24
Ǿ1 = act tag = = 22.49
XP1-XP2 285.65
YP3-YP2 216.56
Ǿ2 = act tag = = 33.37
XP3-XP2 328.84
β1 = Ǿ1 + Ǿ2
= 22.49 + 33.37
= o
55.85
Sudut 3
o
β1 = 20
YP3-YP2 216.56 33.3
Ǿ1 = act tag = =
XP3-XP2 328.84 7
YP4-YP3 213.59 13.6
Ǿ2 = act tag = =
XP4-XP3 877.85 7
-
β1 = Ǿ1 Ǿ2
= - 13.67
33.37
= 19.69 °
Sudut 4
o
β1 = 73
YP3-YP4 -213.59
Ǿ1 = act tag = = -13.67
XP4-XP3 877.85
YB-YP4 387.13
Ǿ2 = act tag = = 86.40
XB-XP4 24.34
β1 = Ǿ1 + Ǿ2
= -13.67 + 86.40
= o
72.73
6. Penentuan Tikungan
Jika R < R Min maka yang digunakan adalah s - c – s
Jika R > R Min maka yang digunakan adalah f-c
Untuk P1
analisis tikungan spiral-circle-spiral
(R + p) x Tan (0,5 x θ) +
Nilai Ts Ts Meter
k 163,12
Landai Relatif 1/m (e + en) x B / Ls 0,30 -
Apabila control terhadap lengkung penuh (Ful Circle) bertanda “True”, maka
model tikungan yang digunakan adalah lengkung penuh (full Circlle.
Apabila control terhadap lengkung penuh (Ful Circle) bertanda “False”, maka
harus dilakukan analisis lengkung penuh dan lengkung peralihan (Spiral –
Cicrcle – Spiral).
Jika control terhadap lengkung penuh dan lengkung peralihan (Spiral –
Cicrcle – Spiral) bertanda (True), maka moel tikungan yang digunakan adalah
lengkung penuh dan lengkung peralihan.
Jika control terhadap lengkung penuh dan lengkung peralihan (Spiral –
Cicrcle – Spiral) bertanda (False), maka model tikungan yang digunakan
adalah lengkung peralihan (Spiral – Spiral)
Untuk P2
analisis tikungan spiral-circle-spiral
Apabila control terhadap lengkung penuh (Ful Circle) bertanda “True”, maka
model tikungan yang digunakan adalah lengkung penuh (full Circlle.
Apabila control terhadap lengkung penuh (Ful Circle) bertanda “False”, maka
harus dilakukan analisis lengkung penuh dan lengkung peralihan (Spiral –
Cicrcle – Spiral).
Jika control terhadap lengkung penuh dan lengkung peralihan (Spiral –
Cicrcle – Spiral) bertanda (True), maka moel tikungan yang digunakan adalah
lengkung penuh dan lengkung peralihan.
Jika control terhadap lengkung penuh dan lengkung peralihan (Spiral –
Cicrcle – Spiral) bertanda (False), maka model tikungan yang digunakan
adalah lengkung peralihan (Spiral – Spiral)
Untuk P3
analisis tikungan spiral-circle-spiral
Apabila control terhadap lengkung penuh (Ful Circle) bertanda “True”, maka
model tikungan yang digunakan adalah lengkung penuh (full Circlle.
Apabila control terhadap lengkung penuh (Ful Circle) bertanda “False”, maka
harus dilakukan analisis lengkung penuh dan lengkung peralihan (Spiral –
Cicrcle – Spiral).
Jika control terhadap lengkung penuh dan lengkung peralihan (Spiral –
Cicrcle – Spiral) bertanda (True), maka moel tikungan yang digunakan adalah
lengkung penuh dan lengkung peralihan.
Jika control terhadap lengkung penuh dan lengkung peralihan (Spiral –
Cicrcle – Spiral) bertanda (False), maka model tikungan yang digunakan
adalah lengkung peralihan (Spiral – Spiral)
Untuk P4
analisis tikungan spiral-circle-spiral
Apabila control terhadap lengkung penuh (Ful Circle) bertanda “True”, maka
model tikungan yang digunakan adalah lengkung penuh (full Circlle.
Apabila control terhadap lengkung penuh (Ful Circle) bertanda “False”, maka
harus dilakukan analisis lengkung penuh dan lengkung peralihan (Spiral –
Cicrcle – Spiral).
Jika control terhadap lengkung penuh dan lengkung peralihan (Spiral –
Cicrcle – Spiral) bertanda (True), maka moel tikungan yang digunakan adalah
lengkung penuh dan lengkung peralihan.
Jika control terhadap lengkung penuh dan lengkung peralihan (Spiral –
Cicrcle – Spiral) bertanda (False), maka model tikungan yang digunakan
adalah lengkung peralihan (Spiral – Spiral)
Rata-Rata Kuantitas ( m3 )
Luas Area Jarak
No. STA Luas Area
( m2 ) (m)
( m2 ) Jumlah Volume Total Akumulasi
1 0+000 1.834 3.401 100.00 340.10 340.10
Rata-Rata
Luas Area Jarak Kuantitas ( m3 )
No. STA Luas Area
( m2 ) (m)
( m2 ) Jumlah Volume Total Akumulasi
1 STA 0+000 0.764 1.869 100.00 186.85 186.85
9. Lengkung vertikal
Lengkung Vertikal
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah menyelesaiakan tugas besar Geometrik Jalan ini, dapat disimpulkan
bahwa :
Jalan adalah serangkaian simpul atau ruang kegiatan yang dihubungkan
oleh ruang lalu lintas hingga membentuk satu kesatuan system jaringan untuk
keperluan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan.
Ditetapkannya klasifikasi dan spesifikasi jalan raya untuk memberikan
kejelasan mengenai tingkat kepadatan lalu lintas. Klasifikasi dan spesifikasi
jalan raya dapat dibedakan menurut fungsi pelayanannya, menurut kelas
jalan, menurut keadaan topografi, penggolongan layanan administrasi dan
menurut jenis-jenis jalan raya. Klasifikasi dan spesifikasi tersebut sangat
berguna dan dapat memberikan kejelasan mengenai tingkat kepadatan lalu
lintas yang perlu dilayani oleh setiap bagian-bagian jalan.
Penampang melintang jalan merupakan potongan melintang secara tegak
lurus dengan sumbu jalan. Dari potongan melintang jalan dapat dilihat dan
diketahui bagian – bagian dari jalan, diantaranya : jalur lalu lintas, bahu jalan,
saluran samping, talud, median, trotoar, pengaman tepi, daerah manfaat jalan,
daerah milik jalan, daerah pengawasan jalan, dan system drainase
Suatu konstruksi jalan yang baik adalah jalan yang memenuhi kebutuhan
pelayanan lalu lintas. Salah satu bagian perencanaan yang paling penting
dalam suatu konstruksi jalan adalah perencanaan geometrik. Perencanaan
geometrik adalah suatu perhitungan berdasarkan waktu dan daerah lokasi
jalan sehingga di dapat suatu hubungan yang efisien, aman dan nyaman
dalam batas pertimbangan ekonomi yang layak. Perencanaan geometric suatu
perencanaan bagian jalan seperti : lebar, tikungan, landai dan jarak pandang
serta hubungan satu sama lainnya yang berhubungan erat dengan arus lalu
lintas yang ada.
B. SARAN
Dalam menggambar maupun menghitung, sebaiknya lebih mengutamakan
ketelitian agar hasil dari perencanaan jalan ini lebih tepat dan dapat
diterapkan di lapangan nantinya.
Perencanaan jalan raya hendaknya selalu memenuhi syarat teknis
perencanaan jalan raya. Karena keamanan untuk kendaraan dan kenyamanan
penumpang sangatlah penting. Jalan raya sebagai sarana pembangunan dan
pembantu pengembang wilayah adalah penting sekali maka dari itu lalu lintas
diatas jalan raya harus terselenggarakan secara lancer dan aman sehingga
pengangkutan berjalan dengan cepat, aman, tepat, efisien, dan ekonomis.
Untuk itu jalan raya harus memenuhi syarat – syarat teknis dan ekonomis
menurut fungsinya dan volume serta sifat lalu lintas.