Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN

PRAKTIKUM PATOLOGI ANATOMI


BLOK 2

Disusun Oleh :

Nama : Muh. Alif Firdaus

NIM : N10119026

Kelompok : 2 (Dua)

PRODI S1 PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO

NOVEMBER 2020
SQUAMOUS CELL CARCINOMA PARU
1.1. ETIOLOGI
Penyebab karsinoma paru dapat berasal dari beberapa faktor yaitu : asap rokok
(merokok), bahan industri berbahaya (radiasi, uranium, dan asbestos), polusi udara dan
mutasi genetik. Bahan kimia yang spesifik dari asap rokok antara lain polisiklik aromatik
hidrokarbon seperti benzo(a)pyrene dengan promotornya derivat phenol dan N-nitrosamin 4-
(methylnitrosamino)-1-(3-pyridyl)-1 yang merupakan karsinogen yang paling poten.
Karsinoma sel skuamosa (SCC) mewakili 25-30% dari semua kanker paru-paru non-sel kecil
(NSCLC). Hal ini disebabkan oleh transformasi epitel bronkial yang terutama disebabkan
oleh merokok dan menunjukkan ketergantungan yang luar biasa dengan rokok. Biasanya,
SCC berasal dari saluran udara bronkial, khususnya saluran udara proksimal dan sedang.1
1.2.PATOGENESIS

Tumorigenesis multistep, di mana tumor berkembang melalui serangkaian perubahan


patologis progresif (lesi preneoplastik atau prekursor) dengan penyimpangan genetik dan
epigenetik yang sesuai, telah dibuktikan di berbagai organ, termasuk kulit, paru-paru, dan
usus besar. Hiperplasia, metaplasia skuamosa, displasia skuamosa, dan karsinoma in
situ (CIS) terdiri dari perubahan pada saluran udara besar yang mendahului atau menyertai
LUSC invasif. Lesi skuamosa displastik sendiri biasanya dikategorikan menurut intensitas
yang berbeda — ringan, sedang dan berat — berdasarkan kontinum perubahan atipikal
sitologi dan histologis. Perubahan patologis dan molekuler preneoplastik berurutan yang
terkait dengan LUSC menunjuk ke arah multistage dalam perkembangan subtipe kanker
paru ini dari mukosa pernapasan. Di sisi lain, penelitian menunjukkan bahwa akumulasi
kelainan molekuler di luar ambang tertentu, daripada urutan perubahan, adalah dasar untuk
pengembangan fenotipe gana. Misalnya, perubahan premaligna berurutan telah
didokumentasikan dengan buruk untuk LUADs, tumor neuroendokrin, dan SCLC.
Hiperplasia adenomatosa atipikal (AAH) adalah satu-satunya urutan perubahan morfologi
yang diidentifikasi sejauh ini untuk pengembangan LUADs invasif. Hiperplasia sel
neuroendokrin paru idiopatik difus (DIPNECH), lesi langka yang mencakup proliferasi
ekstraluminal lokal dalam bentuk tumorlet, dianggap sebagai lesi prekursor untuk karsinoid
neuroendokrin paru. Khususnya, tidak ada lesi preneoplastik yang diketahui untuk jenis
tumor paru neuroendokrin yang paling umum, SCLC. Meningkatkan pemahaman kita
tentang kejadian awal dalam patogenesis kanker paru akan memungkinkan kita untuk
menunjukkan dengan lebih baik cara (multistep vs. linier) di mana fenotipe paru ganas
muncul. Perkembangan fenotipe ganas paru tampaknya disebabkan oleh patogenesis
molekuler bertahap, spesifik urutan dan multistage dan karena akumulasi dan kombinasi
kelainan genetik dan epigenetic.2

1.3. TANDA DAN GEJALA


Gejala klinis kanker paru (Squamous Cell Carcinoma Paru) tidak khas tetapi batuk, sesak
napas, atau nyeri dada (gejala respirasi) yang muncul lama atau tidak kunjung sembuh
dengan pengobatan biasa. Gejala yang berkaitan dengan pertumbuhan tumor langsung,
seperti batuk, nyeri dada dan sesak napas/stridor. Batuk merupakan gejala tersering (60-70%)
pada kanker paru.3
Gejala lain berkaitan dengan pertumbuhan regional, seperti efusi pleura, efusi perikard,
sindorm vena kava superior, disfagia, Pancoast syndrome, paralisis diafragma. Pancoast
syndrome merupakan kumpulan gejala dari kanker paru yang tumbuh di sulkus superior,
yang menyebabkan invasi pleksus brakial sehingga menyebabkan nyeri pada lengan, sindrom
Horner (ptosis, miosis, hemifacial anhidrosis). Keluhan suara serak menandakan telah terjadi
kelumpuhan saraf atau gangguan pada pita suara. Gejala klinis sistemik yang juga kadang
menyertai adalah penurunan berat badan dalam waktu yang singkat, nafsu makan menurun,
demam hilang timbul. Gejala yang berkaitan dengan gangguan neurologis (sakit kepala,
lemah/parese) sering terjadi jika telah terjadi penyebaran ke otak atau tulang belakang. Nyeri
tulang sering menjadi gejala awal pada kanker yang telah menyebar ke tulang. Terdapat
gejala lain seperti gejala paraneoplastik, seperti nyeri muskuloskeletal, hematologi, vaskuler,
neurologi, dan lain-lain.3
BRONCHIO-ALVEOLAR CARCINOMA
2.1 ETIOLOGI
Kanker paru dalam arti luas adalah semua penyakit keganasan di paru, mencakup
keganasan yang berasal dari paru itu sendiri (primer) maupun keganasan dari luar paru
(metastasis). Dalam pengertian klinis yang dimaksud dengan kanker paru primer adalah
tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus (karsinoma bronkus). Penyebab pasti dari
kanker paru (BAC) belum diketahui secara jelas. Paparan atau inhalasi berkepanjangan
terhadap suatu zat yang bersifat karsinogenik merupakan faktor penyebab utama disamping
adanya faktor lain seperti kekebalan tubuh, genetik dan lainlain. Dari beberapa kepustakaan
telah dilaporkan bahwa etiologi kanker paru sangat berhubungan dengan kebiasaan merokok.
Lombard dan Doering telah melaporkan tingginya insiden kanker paru pada perokok
dibandingkan yang tidak merokok.1 Karsinoma musinosa papiler intraduktal (IPMC) dari
pankreas dikenali sebagai tumor yang berkembang secara bertahap. Ketika tumor memburuk,
itu menunjukkan pertumbuhan infltratif, bermetastasis ke organ lain, dan memiliki prognosis
yang buruk. Meskipun metastasis paru dari IPMC relatif jarang, mudah untuk didiagnosis
karena biasanya lesi metastasis dikenali sebagai bentuk massa, seperti soliter atau multiple
kepadatan nodular dengan tepi halus, atau limfangitik karsinomatosis.4
2.2 PATOGENESIS
Adenocarcinoma In Situ (AIS), sebelumnya dikenal sebagai bronchioloalveolar
carcinoma (BAC) adalah tumor yang berukuran kecil (≤3 cm) dengan pertumbuhan
neoplastik terbatas hanya pada struktur alveolar, atau disebut juga sebagai lepidic growth
pattern. Pada AIS tidak ditemukan invasi stroma, vaskular atau pleural, dan tidak memiliki
pola pertumbuhan invasif (asinar, papiler, mikropapiler, solid, koloidal, enterik, fetal).
Hampir semua AIS adalah non-mucinous yang terdiri dari pneumosit tipe II dan atau sel
Klara , jarang merupakan tipe mucinous yang terdiri atas sel kolumnar tinggi dengan nukleus
di bagian basal dan sitoplasma mengandung banyak musin, terkadang tampak seperti sel
goblet. Perbedaan antara AAH dengan AIS sulit dibedakan, AIS memiliki ukuran yang lebih
besar (>5 mm), dan gambaran yang lebih seluler, padat, homogen, kumpulan sel kuboid atau
sel torak.5
2.3 TANDA DAN GEJALA
Manifestasi klinis yang dapat ditemukan antara lain sesak nafas, batuk, nyeri dada, nyeri
tulang belakang, hemoptisis, anoreksia, penurunan berat badan yang signifikan, lemah badan,
dan obstruksi vena cava. Pembagian praktis berdasarkan hasil histopatologik terdiri atas
small cell lung cancer (SCLC) dan non small cell lung cancer (NSCLC) yang terbagi atas
karsinoma sel skuamosa, adenokarsinoma, karsinoma bronkoalveolar dan karsinoma sel
besar. Penurunan berat badan secara nyata diakui penderita dalam waktu 6 bulan terakhir dari
65 kg turun menjadi 45 kg (±20 kg). Panas sumer-sumer hilang timbul sejak 1 minggu
sebelum dirawat, panas turun dengan obat penurun panas. Mual dan muntah tidak dialami
penderita. Penurunan nafsu makan yang disertai lemah badan sejak beberapa bulan terakhir.
Tidak ada keluhan gangguan buang air besar dan buang air kecil.6
KANKER PAYUDARA METASTASIS PADA PARU-PARU
3.1 ETIOLOGI
Etiologi kanker payudara bersifat multifaktor yang mencakup faktor-faktor genetik,
lingkungan dan reproduksi yang saling berinteraksi melalui mekanisme yang kompleks.
Hasil penelitian dengan konsisten menunjukkan bahwa faktor-faktor reproduksi berhubungan
dengan risiko kanker payudara pada perempuan. Hormon steroid endogen memiliki peran
penting di dalam etiologi kanker payudara. Mekanisme umum yang berlangsung untuk ketiga
jenis kanker adalah adanya paparan hormon estrogen yang berlangsung lama dan siklis
terhadap jaringan yang sensitif, seperti jaringan payudara, ovarium dan endometrium yang
dipengaruhi oleh ovulasi terus-menerus.7
3.2 PATOGENESIS

Ketiga subtipe utama kanker payudara yang dibedakan oleh ekspresi reseptor hormon
dan HER2 berkembang melalui jalur yang kurang lebih berbeda, melibatkan perolehan
mutasi pendorong atau driver motion secara bertahap pada sel epitel pada duktus atau sistem
lobular. Faktor yang berkontribusi langsung terhadap perkembangan kanker payudara
dikelompokkan menjadi:

• Genetik

Sebagian besar mutasi germinal yang memberikan ketahanan terhadap kanker


payudara mempengaruhi gen yang meregulasi stabilitas genom atau yang terlibat pada jalur
persinyalan pro pertumbuhan. Jalur yang terganggu oleh mutasi gen pada kanker payudara
familial juga seringkali terganggu pada kasus kanker payudara sporadik.8

• Pengaruh hormon

Estrogen menstimulasi produksi faktor pertumbuhan seperti transforming growth


factor Alfa, platelet drived growth factor, melalui mekanisme prakerin dan autokrin.
Hormon tampaknya mendorong terjadi proliferasi selama perkembangan kanker dari lesi
prekursor sampai menjadi karsinoma yang bersifat ganas dan bahkan bermetastasis.8

• Faktor lingkungan
Lingkungan diduga memiliki pengaruh berdasarkan insiden kanker payudara yang
bervariasi pada kelompok yang secara genetik homogen dan perbedaan insiden kanker
payudara berdasarkan letak geografis.8

3.3 TANDA DAN GEJALA


Metastasis merupakan penyebaran kanker ke organ yang jauh dari lokasi awal. Lokasi
metastasis pada paru-paru dapat terjadi pada jaringan pada sendiri maupun pada selaput
paru-paru atau pleura. Titik gejalanya dapat berupa sesak maupun batuk. Penderita yang
mengalami sesak karena metastasis biasanya merasakan lebih enak bila dalam posisi duduk
dibandingkan posisi tidur.9
KARSINOMA HEPATOSELULAR MATASTASIS PADA PARU-PARU
4.1 ETIOLOGI

Karsinoma hepatoselular (hepatocellular carcinoma/HCC) merupakan salah satu


keganasan yang paling umum di dunia. Secara global, insidensinya mencapai satu juta
kasus, dengan perbandingan pasien pria-wanita sebanyak 4:1. HCC umumnya mengenai
pasien berusia 50-60 tahun. Kasus baru (insidensi) HCC hampir sama dengan laju
mortalitasnya, yang menandakan tingginya mortalitas begitu pasien terdiagnosis kanker
ini.10

Serupa dengan keganasan pada umumnya, HCC muncul akibat aktivasi jalur onkogen
selular yang disertai penurunan jalur supresor tumor. Kerusakan liver kronik baik dari virus,
alkohol, metabolik, hingga autoimun menyebabkan siklus kematian sel liver yang berulang-
ulang, yang disertai dengan regenerasi dan reparasi. Siklus tersebut menyebabkan penurunan
progresif area telomer pada kromosom yang menyebabkan instabilitas genetik. Keadaan
tersebut menyebabkan sel menjadi rentan terhadap mutasi dan perubahan epigenetik,
sehingga muncul fenotipe kanker berupa proliferasi tidak terkontrol, resisten terhadap
apoptosis, invasi selular, dan aktivasi angiogenesis.10

4.2 PATOGENESIS

Kanker secara umum dapat menyebabkan keadaan protrombotik atau keadaan


hiperkoagulasi. Hal tersebut dapat terjadi karena terganggunya sistem koagulasi dan
fibrinolitik, yang dapat berhubungan dengan prognosis jangka panjang dan pengobatan.
Keadaan hiperkoagulasi menandakan aktivasi komponen hemostasis. Sel tumor dapat
mengaktivasi kaskade koagulasi melalui produksi faktor koagulasi, ataupun dengan
menstimulasi komponen protrombotik. Fibrinogen merupakan glikoprotein yang disintesis
oleh hepatosit dan merupakan protein penting pada jalur koagulasi yang melibatkan agregasi
trombosit, pembentukan sumbatan, penyembuhan luka, dan berperan pada tahap akhir
kaskade koagulasi.10

Fibrinogen merupakan protein multifungsi yang mempengaruhi berbagai proses


selular pada saat tumorigenesis dan metastasis. Fibrinogen adalah salah satu komponen
matriks ekstraseuluar yang banyak ditemui dan berhubungan dengan sel tumor. Fibrinogen
memproduksi sinyal proliferatif sebagai pendukung ikatan growth factor seperti FGF-2 dan
VEGF. Ikatan growth factor ini menyebabkan promosi adesi selular, proliferasi dan migrasi
ketika angiogenesis dan pertumbuhan sel tumor. Selain itu, deposisi fibrinogen di sekitar
tumor dapat meningkatkan interaksi antara sel tumor dengan trombosit, yang kemudian
membentuk trombin. Lapisan fibrinogen juga melindungi sel tumor terhadap sifat
sitotoksitas sel natural killer dengan trombin. Protein inflamasi seperti interleukin 6 dan C
reactive protein (CRP) juga meningkatkan sekresi fibrinogen. Peningkatan interleukin 6 dan
CRP pada serum berhubungan juga dengan malnutrisi dan performa yang buruk.10

4.3 TANDA DAN GEJALA

HCC dapat muncul dengan gejala nyeri abdomen, anemia, penurunan berat badan,
lemas, keringat dingin, gatalgatal, perdarahan gastrointestinal, kuning, dan lain-lain. Risiko
HCC diantaranya adalah infeksi hepatitis B, infeksi hepatitis C, sirosis alkohol,
steatohepatitis non-alkoholik, defisiensi alfa-antitripsin, sirosis obstruksi, dan hepatitis
autoimun.10
KARSINOMA OVARIUM METASTASIS KE PARU-PARU
5.1 ETIOLOGI

Kanker ovarium adalah tumor ganas pada ovarium yang paling sering ditemukan pada
wanita berusia 50-70 tahun. Kanker ovarium bisa menyebar ke bagian lain, panggul, dan
perut melalui sistem getah bening dan melalui sistem pembuluh darah menyebar ke hati dan
paru-paru (Potter & Perry, 2006). Penyebab terjadinya kanker ovarium yaitu riwayat
keluarga kanker ovarium, kanker payudara, riwayat keluarga kanker kolon dan kanker
endometrial, wanita diatas usia 50-70 tahun, wanita yang tidak memiliki anak (nullipara),
wanita yang memiliki anak >35 tahun, diit tinggi lemak, serta merokok dan alkohol.11

Kanker merupakan tumor ganas yang memiliki sifat progresif,infiltratif dan metastatis.
Kanker ovarium adalah keganasan yang menyerang ovarium (indung telur) pada
wanita.Metastasis adalah penyebaran kanker ke organ yang jauh dari lokasi awal. Jadi, bisa
saja pasien kanker payudara mengalami keluhan nyeri pada tulang belakang, organ yang
sering menjadi tempat metastasis adalah paru-paru,hati,otak, dan tulang.Lokasi metastasis
pada paru-paru dapat terjadi pada jaringan paru sendiri maupun pada selaput paru
(pleura)..gejalanya dapat berupa sesak maupun batuk.12

5.2 PATOGENESIS

Sel tumor untuk metastasis harus menjalani serangkaian peristiwa: (1) melarikan diri
dari massa primer, (2) menyerang stroma jaringan sekitarnya, (3) penetrasi darah pembuluh
darah dan pembuluh getah bening lokal, (4) bertahan di sirkulasi, (5)) berhenti di kapiler
atau venula di tempat lain organ, (6) penetrasi parenkim terdekat, (7) beradaptasi dengan
koloni baru atau mengubah mikroenvionment lokal sesuai dengan kebutuhan sel tumor, (8)
membagi membentuk massa tumor baru.Penyebaran kanker ovarium epitel karena pelepasan
sel kanker ke peritoneal rongga, penyebaran limfatik, dan penyebaran hematogen.
Penyebaran transkoelomik adalah jenis yang paling umum kanker ovarium epitel dan karena
lepasnya sel kanker epitel dan menempel pada permukaanrongga peritoneum.13

Metastasis paru adalah tumor pada parenkim paru berasal dari situs ekstra paru dan
tidak memiliki hubungan dengan tumor primer paru. Sebuah tipikal gambaran radiologis
metastasis paru adalah adanya beberapa nodul dengan batas tegas, terletak di pinggiran
(penyebaran hematogenik) atau penebalan interstisial (karsinomatosis limfangitik). Foto
toraks rutin pada pasien dengan keganasan merupakan mekanisme yang efektif dalam
mendeteksi metastasis paru. CT scan memberikan resolusi yang lebih tinggi, dan terkadang
menunjukkan lesi tambahan itu tidak terlihat dalam foto toraks biasa. Dahak pemeriksaan,
pencucian bronkial, transtrakea, transbronkial, atau aspirasi jarum halus transtoraks sangat
membantu dalam diagnosis metastasis paru serta primer kanker paru-paru.13

5.3 TANDA DAN GEJALA

Kanker ovarium stadium awal pada umumnya tidak memberi tanda dan gejala yang
khas. Keluhan yang sering dijumpai berupa gangguan gastrointestinal seperti : dispepsia,
gangguan defekasi, meteorismus. Bila massa telah membesar akan teraba benjolan dengan
gejala akibat penekanan massa pada organ rongga pelvis/abdomen yang ditandai dengan
nyeri perut, sulit makan atau perasaan begah atau gejala urinarius (urgensi atau frekuensi).
Dengan berlanjutnya penyakit penderita datang dengan gejala umum kanker antara lain:
berat badan menurun, malaise, fatigue, dispneu dan nyeri dada.14
HEMANGIOMA KAPILER
6.2 ETIOLOGI

Hemangioma adalah tumor jinak yang merupakan proliferasi dan dilatasi abnormal
dari pembuluh darah. Hemangioma pada kepala dan leher terjadi pada 60%
kasus.Hemangioma dapat terjadi pada semua jaringan yang mempunyai pembuluh darah.
Hemangioma sering terjadi pada bayi baru lahir dan pada anak berusia kurang dari 1 tahun
(5-10%). Biasanya, hemangioma sudah tampak sejak bayi dilahirkan (30%) atau muncul
beberapa minggu setelah kelahiran (70%).15

Hemangioma terjadi saat pembuluh darah ‘tumbuh’ berlebihan secara berkelompok


sehingga muncul tumor yang terdiri dari banyak pembuluh darah yang
menyatu.Penyebabnya belum diketahui pasti, namun diduga kelainan genetik menjadi salah
satunya penyebabnya. Hemangioma lebih sering dijumpai pada perempuan, bayi yang lahir
prematur, dan orang kulit putih.15

6.3 PATOGENESIS

Hemangioma kapiler terdiri atas kapiler baru yang berisi darah serta membentuk suatu
anyaman, dan hanya mengenai satu segmen dari pembuluh darah. Dari segmen tersebut sel-
sel endotel tumbuh keluar membentuk kapiler-kapiler baru yang merupakan suatu anyaman.
Sel-sel endotel dari kapiler tersebut sering berproliferasi, sehingga lumennya tertutup. Pada
fase involusi tampak penyempitan, oklusi lumen kapiler, dan terjadi peningkatan stroma
jaringan ikat. Hemangioma kavernosa terdiri atas ruang-ruang sinusoid yang lebar dan
berbentuk ireguler, berdinding tipis, berisi darah, terletak pada dermis bagian bawah dan
subkutis, dibatasi oleh selapis endotel, serta dikelilingi oleh jaringan fibrosa yang tebal.15

6.4 TANDA DAN GEJALA

Pasien hemangioma bisasanya datang dengan keluhan utama suara serak seperti serak,
batuk, hemoptisis, sesak napas, dan sensasi mengganjal di leher yang dirasakan sejak satu
tahun yang lalu dan semakin berat dalam satu bulan terakhir, pasien masih bisa makan dan
minum. Pasien memiliki riwayat kebiasaan merokok, mampu menghabiskan kurang-lebih 10
batang rokok perhari sejak sekitar 30 tahun yang lalu. 15
Pada pemeriksaan fisik keadaan umum pasien kompos mentis, tampak baik, status gizi
kesan cukup. Tanda vital: tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 98 kali per menit, pernapasan
28 kali per menit, suhu 36,60C. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain
laringoskopi indirek, dari hasil pemeriksaan tersebut didapatkan aritenoid tidak hiperemis,
tidak edem, pada plika ventrikularis dekstra dan plika vokalis sinistra ditemukan adanya
massa. Pada pemeriksaan endoskopi 700 didapatkan massa pada plika ventrikularis dan plika
vokalis sinistra. 15
LYMPHANGIOMA
7.2 ETIOLOGI
Limfangioma adalah malformasi sistem limfatik yang ditandai dengan lesi yang
merupakan kista berdinding tipis; kista ini dapat bersifat makroskopik, seperti pada higroma
kistik , atau mikroskopis. Sistem limfatik adalah jaringan pembuluh yang bertanggung jawab
untuk mengembalikan kelebihan cairan dari jaringan ke sistem vena serta kelenjar getah
bening yang menyaring cairan ini untuk mencari tanda-tanda patogen . Malformasi ini dapat
terjadi pada semua usia dan mungkin melibatkan bagian tubuh mana pun, tetapi 90% terjadi
pada anak-anak di bawah usia 2 tahun dan melibatkan kepala dan leher. Malformasi ini
merupakan kelainan bawaan atau didapat. Limfangioma kongenital sering dikaitkan
dengan kelainan kromosom seperti sindrom Turner , meskipun bisa juga muncul secara
terpisah. Limfangioma biasanya didiagnosis sebelum lahir menggunakan ultrasonografi
janin . Limfangioma yang didapat dapat terjadi akibat trauma, peradangan, atau obstruksi
limfatik. Kebanyakan limfangioma adalah lesi jinak yang hanya menghasilkan massa yang
lembut, tumbuh lambat, dan "pucat". Karena tidak memiliki kemungkinan menjadi ganas,
limfangioma biasanya dirawat hanya untuk alasan kosmetik. Jarang, benturan pada organ
penting dapat mengakibatkan komplikasi, seperti gangguan pernapasan saat limfangioma
menekan saluran napas. Perawatan termasuk aspirasi , eksisi bedah , laser dan ablasi
frekuensi radio , dan skleroterapi.16

7.3 PATOGENESIS

Patogenesis Lymphangioma digambarkan pada Saluran limfatik berperan penting


dalamregulasi tekanan cairan interstitialmelalui resorpsi cairan yangdilepaskan dari
pembuluh limfa.Titik awal pembuluh limfatersebut yaitu pada subepidermalpapilla dermis
yang tertutup (blind-ending) disebut limfatik kapiler, tubulus prelimfatik,limfatik terminal
atau limfatikperifer. Pembuluh limfatikmengalir kedalam plexushorizontal besar pada
limfatikyang lebih besar di bawah plexusvena subpappilary. Akhirnyapembuluh limfa ini
berhubungandengan plexus limfatik yang lebihdalam pada batas retikula dermisdan
hipodermis melalui saluranvertikal. Saluran limfatik kulitsecara histologis sulit
dilihatkarena sering kolaps. Saluran inisering lebih besar daripada kapilerdarah, lumen
irregular dan berdinding tebal. Dibandingkandengan diameter pembuluh darahpada papillary
dermis yaitusekitar 17-22 μm, diameterlimfatik kapiler lebih dari 60 μm.Dalam
perkembangannya cisternslimfatik abnormal tumbuhterpisah dari pembuluh limfatiknormal
pada jaringansubkutaneus profunda. Cisternsini mungkin merupakan produksisa dari
kantung limfatik primitifyang tidak terhubung denganseluruh sistem limfatik. Cisternsini
memiliki saluran yangmemungkinkan untukberhubungan dengan pembuluhlimfe ektopik.
Kontraksi otot polospada lapisan cisterns akanmenyebabkan pembuluh limfeektopik
abnormal membesar danmenonjol ke kulit.16

7.4 TANDA DAN GEJALA

Keluhan utama berupabintik-bintik berair pada pahakanan sejak kurang lebih 10


tahun yang lalu. Awalnya bintik-bintik tersebut sedikit lalubertambah banyak. Bintik-
bintiktersebut tidak gatal ataupun nyeri .Pasien menyangkal adanya keluhan yang sama
pada bagiantubuh lainnya. Hasil pemeriksaan Tzant test tidak didapatkan gambaran
multinucleated giant cell. Hasil pemeriksaan dermoskopi didapatkan ruang-ruang
berseptaberisi cairan jernih dan beberapatempat terdapat perdarahan Secara mikroskopik
didapatkan sediaan berasal daripaha kanan terdiri dari epidermis,dermis dan adneksa.
Dermis menunjukkan sebaran infiltrat limfositik.17
TROMBUS
8.2 ETIOLOGI
Thrombus dapat terjadi diakibatkan kebiasaan/habitual individu berupa immobilisasi
dalam jangka waktu yang cukup panjang serta kurang aktivitas fisik sehingga viskositas
darah mengental yang meningkatkan risiko terjadinya suatu plak /thrombus. Thrombus juga
dapat terjadi akibat terlalu lama duduk dengan posisi yang sama atau dikarenakan proses
mengejan yang berlebihan ,contoh dalam hal ini adalah hemorhoid /pelebaran vena pada
plexus hemorhoidalis anorectal.18
8.3 PATOGENESIS

Patogenesis trombosis vena, dikenal dengan trias Virchow, yaitu : 19

1. Cedera vaskular (kerusakan endothelial)

2. Stasis aliran vena

3. Aktivasi sistem koagulasi darah (hiperkoagulabilitas)

Kerusakan vaskular memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan trombosis vena


melalui trauma langsung atau melalui aktivasi sel endotel secara sitokinisasi (interleukin 1
dengan faktor nekrosis) yang dilepaskan dari hasil cedera jaringan dan inflamasi. Koagulasi
darah dapat diaktifkan melalui rangsangan intravaskular yang dilepaskan dari tempat yang
jauh (misalkan kerusakan vena femoralis saat operasi panggul), atau oleh sitokin yang
terinduksi rangsangan endotel yang utuh. Sitokin ini merangsang sel endotel untuk
mensistesis faktor jaringan dan plasminogen activator inhibitor-1 dan mengakibatkan
reduksi trombodulin (TM), sehingga membalikkan kemampuan protektif endotel yang
normal. 19

8.4 TANDA DAN GEJALA


Hemoroid merupakan dilatasi varises pleksus vena pada perbatasan anorektal yang
berasal dari kongesti vaskular pelvik yang memanjang berkaitan dengan kehamilan atau
menahan defekasi. Hemoroid adalah sumber perdarahan dan rentan membentuk trombosis
serta ulserasi yang nyeri. Gejala/tanda manifestasi lokal dari trombus mencakup edema
distal,sianosis,dilatasi vena superficial,panas,sakit jika disentuh,kemerahan,bengkak,nyeri
dapat terjadi akibat tekanan pada vena yang terkena.8
DAFTAR PUSTAKA

1. Rosai J. Ackerman’s Surgical Pathology. 10th ed, Mosby-Year Book Inc, St. Louis,
Missouri; 2011.p.366 – 384
2. Kadara H, Scheet P, Ignacio I, Wistuba, Spiara AE.Early Events in Molecular
Pathogenesis.CancerPrevRes.2016;9(7):519-520.From:
https://cancerpreventionresearch.aacrjournals.org
3. Hudoyo A, Wibawanto A, Lutfi A, Rima A, Putra AC, Ratnawati A, et al.Panduan
Penatalaksanaan Kanker Paru , KEMENKES RI; p. 2
4. Joseph J, Rotty LW. Kanker Paru: Laporan Kasus. Medical Scope Journal.2020; 2(1)
From : https://ejournal.unsrat.ac.id
5. Nirmawati R, Zuraidah E, Billianti YD.Deteksi Anaplastic Lymphoma Kinase Gene
Rearrangement (ALK Gene Rearrangement) pada Adenokarsinoma Paru Sebagai
Molekul Target Pengobatan pada Kanker Paru Jenis Karsinoma Bukan Sel
Kecil.2019;6(2):41-54.From : https://majalahpratistapatologi.com
6. Sakuma F, Tsuchida K, Minaguchi T, Nagashima K, Izawa N, Jinnai H,et all. A rare case
of pulmonary lepidic metastasis in patient with branch-type intraductal papillary
mucinous carcinoma of the pancreas. Clinical Journal of Gastroenterology.2019;12(6):
621-625.From : https://websites60s.com
7. PRASTIWI, Elok Dwi; Kusumawati, Yuli. Hubungan Kontrasepsi Oral Dan Kanker
Payudara Di RSUD DR. Moewardi Surakarta. Jurnal Berita Ilmu Keperawatan.2017;
2(3).From : https://journals.ums.ac.id
8. Robbins. Buku Ajar Patologi Dasar. Singapore : Elsevier. 2020
9. Ardiansyah A. Deteksi Dini Kanker. Surabaya : Airlangga University Press. 2019
10. Dewantoro GR,Hidayat R. Peran Fibrinogen Sebagai Faktor Prognostik Karsinoma
Hepatoselular. Essence Of Scientific Medical Journal.2018;16(1).From :
https://ojs.unud.ac.id/
11. Utami, Sri. Efektifitas Latihan Progressive Muscle Relaxation (Pmr) Terhadap Mual
Muntah Kemoterapi Pasien Kanker Ovarium. Jurnal Keperawatan Jiwa, 2019, 4.2: 83-90.
12. Khotimah, Fitria K, Febriani A, Mulawardhana, Pungky. Ovarian Cancer with Pleural
and Lung Metastasis in Dr. Soetomo Hospital, Surabaya, Indonesia, in 2014-
2015. Majalah Obstetri dan Ginekologi.2018;26.1: 7-19.From : https://e-
journal.unair.ac.id
13. PNPK Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia, Kanker Ginekologi, 2016.
http://pogi.or.id
14. Ardhiansyah, Azril Okta. Deteksi Dini Kanker. Surabaya : Airlangga University Press,
2019.

15. Eko, Vicky & Rokhaeni. Penatalaksanaan Hemangioma Kavernosa Laring. ORLI .2018;
48 (2). http://www.orli.or.id
16. Medikawati, RL.Lymphangioma Circumscriptum Yang Diterapi Dengan Bedah Listrik.
Jurnal Ilmiah Kedokteran Udayana.2015; 45 : 176-181. From : https://ojs.unud.ac.id
17. Nurianasari, YE.et al. Lymphangioma In The Neck of 8 Years Old Children. Jurnal
Medical Profession.2019; 1(2) : 177-186. From : https://jurnal.untad.ac.id
18. Rohman, Ujang. Perubahan Fisiologis Tubuh Selama Immobilisasi Lama. Journal Sport
Arena.2019;4(2):367-379.From : http://journal.uir.ac.id
19. Andriani R, Wahud I. Defisiensi Protein S pada Trombosis Vena Dalam. Jurnal
Kesehatan Andalas.2018; 7 : 100-103. From : https://jurnal.fk.unand.ac.id

Anda mungkin juga menyukai