Anda di halaman 1dari 7

Study of Local Knowledge Rafflesia zollingeriana and Its Host (Tetrastigma spp.

): a
Preeleminary case study at Community Around Papring Forest Kalipuro Banyuwangi
Regency
Studi Pengetahuan Lokal dari Rafflesia zollingeriana dan Inangnya (Tetrastigma spp.): Studi
Kasus Pada Masyarakat Sekitar Hutan Papring Kalipuro Kabupaten Banyuwangi

Abstrak
Rafflesia adalah spesies tanaman holoparasit langka yang rentan terhadap kepunahan karena
hilangnya habitatnya. Salah satu spesies genus Rafflesia yang endemik di Jawa Timur adalah
Rafflesia zollingeriana. Tanaman ini terecord di beberapa wilayah diantaranya Melindungi
tanaman ini dari kepunahan, perlu melibatkan para pemangku kepentingan dalam menjaga
habitatnya. Masyarakat adat adalah salah satu pemangku kepentingan dan menghargai
pengetahuan adat mereka tentang tanaman dan dan habitatnya dapat membantu melindungi
tanaman ini. Tujuan penelitian ini adalah melakukan inverstigasi untuk mengetahui efek
potensial dari pengetahuan masyarakat adat tentang Rafflesia zollingeriana. Investigasi
dilakukan di masyarakat hutan sekitar Hutan Papring Kecamatan Kalipuro Kabupaten
Banyuwangi dengan 115 responden yang diwawancarai menggunakan kuesioner. Hasil
Investigasi menemukan adanya nama-nama lokal dan dan kegunaan Rafflesia zollingeriana.
Hasil analisis menunjukkan bahwa ada beberapa pemanfaatan Rafflesia zollingeriana dan
inangnya. Penelitian ini juga mencatat adanya kesadaran yang bervariasi dari masyarakat
tentang upaya perlindungan Rafflesia zollingeriana dan inangnya (Tetrastigma spp.)
Pengetahuan tersebut dapat diintegrasikan dengan dengan pengetahuan dan sistem
pengelolaan saat ini.

Pendahuluan
Tumbuhan genus Rafflesia ditemukan dan diketahui dari publikasi Inggris pada tahun 1818
(Kamarudin, 1991; Nais, 2001). Secara morfologi Rafflesia berupa tanaman yang terlihat
hanya bagian bunga saja. Habitat Rafflesia terbatas di hutan tropis wilayah Asia Tenggara
dan terfokus pada beberapa wilayah yaitu Indonesia, Filiphina, Thailand, dan Malaysia.
Tumbuhan Rafflesia di negara Indonesia hanya terdapat di wilayah Sumatra, Kalimantan, dan
Jawa. Tanaman ini merupakan tanaman yang unik karena merupakan tanaman holoparasit
yang tidak memiliki bagian vegetatif dan tumbuh di atas inang eksklusif dari genus
Tetrastigma untuk mendapatkan air dan nutrisi (Kamarudin, 1991). Periode mekar atau fase
anthesis Rafflesia memiliki waktu-waktu tertentu mengikuti siklus hidupnya yang masih
misteri. Rafflesia dan inangnya (Tetrastigma spp.) merupakan tumbuhan yang memiliki
kebutuhan ekologis spesifik untuk bisa hidup (Nais, 2001). Kondisi tersebut menyebabkan
populasinya terbatas dan dinyatakan sebagai tanaman langka.
Salah genus Rafflesia yang diketahui endemik di Pulau Jawa adalah Rafflesia
zollingeriana yang merupakan salah satu dari tiga spesies genus Rafflesia endemik di Pulau
Jawa. Tanaman R. zollingeriana merupakan jenis Rafflesia yang endemik di wilayah jawa
bagian Timur. Ada beberapa lokasi yang terkonfirmasi menjadi habitat dari spesies tersebut,
diantaranya adalah Taman Nasional Meru Betiri (TNMB), Puger Jember, Tempursari dan
Pasirian Lumajang. Baru-baru ini juga terkonfirmasi keberadaan R. zollingeriana di kawasan
hutan Papring yang berada di bawah naungan KPH Banyuwangi utara. Beberapa data
populasi R. zollingeriana yang diperoleh di beberapa tempat seperti di TNMB terus
mengalami penurunan populasi hingga 50%. Tahun 1988, populasi Rafflesia di TNMB
ditemukan di 8 lokasi, sementara pada tahun 2003, populasi hanya dapat ditemukan di tiga
lokasi (Hikmat, 2006).
.
Kondisi R. zollingeriana di Kawasan Hutan Papring Kalipuro Banyuwangi cenderung
memiliki populasi yang lebih banyak dibandingkan beberapa lokasi lain. Tahapan knop yang
ditemukan juga cenderung lengkap hampir di semua populasinya. Berdasarkan wawancara
yang dilakukan dengan masyarakat setempat habitat R. zollingeriana di hutan Papring juga
mengalami penurunan. Tahun 1980 jenis tersebut dapat ditemukan membentang dari wilayah
bukit sewu sambang sampai dengan rimba hutan perhutani di wilayah Ketapang. Namun saat
ini hanya ditemukan di wilayah hutan Papring saja. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa
populasi R. zollingeriana terus terancam. Ancaman terhadap R. zollingeriana muncul dari
berbagai faktor yaitu manusia, predasi hewan (Kusuma, Noerwana, & Isagi, 2018), degradasi
hutan, konversi lahan (Barcelona, Pelser, Balete, & Co, 2009; Adam et al., 2016; Pelser,
Nickrent, & Barcelona, 2018), serta sifat biologis dan atribut ekologisnya (Susatya, 2003;
Nais, 2001).
R. zollingeriana sangat membutuhkan inang dari genus Tetrastigma untuk hidupnya.
Keduanya merupakan dua spesies yang tidak bisa dipisahkan. Perkembangan dan
pertumbuhan biji R. zollingeria dan seluruh perkembangannya bersifat endofit yaitu terjadi
dalam tubuh inang. Pertumbuhan endofit Rafflesia di dalam tubuh Tetrastigma terdiri atas
tiga fase yaitu penetrasi, invasi dan establishment (Mursidawati, 2012b). Siklus hidup
Rafflesia terdiri dari tahap visible dan tahap invisible. Tahap invisible merupakan tahapan
endofit Rafflesia. Tahap visible meliputi beberapa fase, diantaranya adalah kopula, kopula
braktea, braktea, braktea prigone perigone, anthesis, rotten flower, dan buah yang
masak(Susatya, 2020). Upaya untuk melindungi habitat R. zollingeriana sangat diperlukan
untuk menjaga kelestariannya. Konservasi terhadap Rafflesia zollingeriana harus dilakukan
bersamaan dengan inangnya (Tetrastigma spp.).
Beberapa sumber dari masyarakat menunjukkan bahwa tanaman Rafflesia telah
digunakan oleh masyarakat adat untuk tujuan pengobatan (Lestari, 2019). Penelitian
selanjutnya berkembang untuk menguatkan potensi obat dari Rafflesia dengan pengetahuan
ilmiah. Berdasarkan studi fitokimia kandungan tanin juga ditemukan dalam bunga Rafflesia
yang berpotensi sebagai yang anti-kanker, anti-oksidan dan anti-mikroba ditemukan pada
bunga Rafflesia (Tancharoen et al., 2013). Tanaman Rafflesia banyak dimanfaatkan sebagai
bahan baku obat di negara Indonesia, Malaysia dan Thailand(Bakoush et al., 2015;
Nittayajaiprom et al., 2014; Chuangchot et al., 2017). Refflesia seringkali dimanfaatkan
sebagai aphrodiasiac dan penambah energi. Hasil dari penelitian dari Abdulla et al. (2009)
menyebutkan R. hasseltiidan inangnya yaitu T. leucostaphyllum memiliki kandungan dua
senyawa alkaloid (nikotin dan kafein) dan tiga senyawa fenolik (catechin, proanthocyanidin,
dan phenolic acid). Berdasarkan kandungannya tersebut maka R.hasseltii dapat membantu
penyembuhan luka dengan lebih cepat. R. kerii juga dinyatakan dalam penelitian
Thuncharoen et al, (2013) memiliki potensi sebagai obat anti kanker kulit karena memiliki
antioksidan yang cukup tinggi. Jenis R. cantleyi menurut Zulkffle et al. (2014) juga memiliki
zat antioksidan yang tinggi. Jenis R. cantleyij juga mengandung zat anti mikroba pada
Candida albicans (Refaei et al., 2011). Meskipun banyak referensi bahwa Rafflesia memiliki
potensi untuk pengobatan, tetapi pemanfaatan Rafflesia tidak dianjurkan karena mengandung
nikotin dan kafein serta merupakan bagian dari tanaman yang langka dan dilindungi.
Berdasarkan pemanfaatan tersebut, aspek etnobotani dari tanaman Rafflesia menjadi sangat
penting untuk dikaji sebagai dasar dikonservasi. Saat ini para ahli konservasi harus
mengintegrasikan pengetahuan masyarakat lokal dengan pengetahuan ilmiah.
Tahapan untuk melindungi habitat Rafflesia memiliki kesulitan dalam
memberdayakan masyarakat adat yaitu kelompok etnis di wilayah sekitar habitat (Nais,
2001). Ragam kesulitan tersebut muncul karena masyarakat adat yang diberdayakan
cenderung memiliki penilian terhadap pendapat mereka masing-masing yang dapat
mengakibatkan rendahnya keanekaragaman pola pikirnya dalam rangka konservasi (Peters,
2008). Banyak sekali terjadi kesalahpahaman para pemangku kepentingan mengenai asumsi
yang mendasari dan membatasi penggunaan teori dalam praktik (With, 1997; Hayles, 1995).
Sering kali ahli biologi konservasi tidak memanfaatkan pengetahuan pengetahuan asli
kelompok etnis Dusun ketika menyusun strategi konservasi Rafflesia, sehingga menyebabkan
upaya konservasi memiliki tingkat keberhasilan yang rendah.
Berdasarkan kondisi tersebut maka dilakukan penelitian ini untuk mengidentifikasi
persepsi para pemangku kepentingan terpilih tentang tentang tanaman Rafflesia dan untuk
menentukan aspek-aspek terminologi tertentu dari bahasa daerah setempat yang dapat
mendukung konservasi Rafflesia. Pengetahuan masyarakat terkait Rafflesia pada setiap
daerah juga merupakan bagian dari aspek penting untuk konservasi. Interaksi antara
masyarakat dengan R. zollingeriana dan inangnya (Tetrastigma spp.) juga telah terjadi di
hutan Papring memang telah ada sejak tahun 1980. Berdasarkan data awal yang diperoleh
maka memang telah ada interaksi dalam bentuk pemanfaatan antara Rafflesia zollingeriana
dengan masyarakat setempat yang tinggal berbatasan langsung dengan habitatnya yaitu
Lingkungan Sumber nanas, Papring, Wangkal dan desa Pancoran Ketapang. Pengetahuan
lokal masyarakat tersebut dapat menjadi dasar dalam menentukan kebijakan dalam strategi
konservasi. Maka dari itu dilakukan penelitian ini dengan tujuan untuk mendokumentasikan
peluang mengintegrasikan informasi berbasis ilmiah dan informasi berbasis humaniora
tentang R. zollingeriana dan inangnya (Tetrastigma spp.) untuk membantu mendiversifikasi
pendekatan konservasi tumbuhan tersebut. melalui penelitian ini juga digali tentang kajian
pemanfaatan dan persepsi masyarakat terhadap Rafflesia zollingeriana dan inangnya.
Harapannya hasil dari penelitian ini dapat menjadi referensi dalam menentukan strategi
konservasi yang tepat terhadap Rafflesia zollingeriana dan inangnya.

Material dan Methode


Study Area
Penelitian ini dilakukan dalam rentang waktu mulai Bulan Juni sampai Juli 2023.
Lokasi Penelitian adalah lingkungan dan desa yang berbatasan langsung dengan hutan
Papring Kecamatan Kalipuro Kabupaten Banyuwangi. Kawasan hutan Papring merupakan
kawasan hutan yang berada di dalam Kesatuan Pengelolaan Hutan Banyuwangi Utara
(Perhutani KPH Banyuwangi Utara) Kecamatan Kalipuro, Kabupaten Banyuwangi, dan 11
km barat laut dari pusat kota. hutan Papring terletak di ketinggian 300 – 400 di atas
permukaan air laut. Kondisi ketinggian tempat, kaya akan sumber mata air, serta kondisi
vegetasi dengan strata yang bervariasi menyebabkan hutan Papring mendukung sebagai
tempat hidup dari R. zollingeriana. Secara admministrasi wilayah tersebut sebelah utara
berbatasan dengan Kecamatan Wongsorejo, Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan
Banyuwangi, sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Glagah, dan Sebelah timur adalah
selat Bali (Badan Pusat Statistik Kabupaten Banyuwangi, 2020).
Wilayah berbatasan dengan hutan Papring yang dijadikan dalam penelitian ini
meliputi lingkungan Sumbernanas, Papring, Wangkal dan Dusun Pancoran Ketapang.
Lingkungan Sumbernanas, Papring dan Wangkal masih berada dalam wilayah Kelurahan
Kalipuro. Sedangkan Dusun Pancoran adalah wilayah yang sudah menjadi bagian dari desa
Ketapang Kecamatan Kalipuro Banyuwangi. Wilayah Kalipuro sendiri merupakan wilayah
yang Sebagian besar wilayahnya merupakan dataran tinggi. Sedangkan untuk wilayah
Pancoran Ketapang termasuk dataran rendah. Lingkungan Sumbernanas memiliki jumlah
penduduk 270 jiwa. Lingkungan Papring memiliki jumlah yang lebih banyak yaitu 1500
Jiwa. Sedangkan jumlah penduduk daerah wangkal adalah 1500 Jiwa. Wilayah Pancoran
Ketapang memiliki jumlah penduduk yang relative lebih banyak, yaitu 1233 Jiwa (Kelurahan
Kalipuro, 2022)

Data Collection
Pengumpulan data untuk penelitian ini dilakukan dengan menggunakan dua yaitu metode
wawancara terstruktur dan semi terstruktur. Wawancara dilakukan pada 144 responden yang
terbagi atas responden kunci dan responden umum. Responden atau informan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah masyarakat yang tinggal berbatasan langsung hutan
Papring. Responden ditentukan dengan Purposive Sampling, yaitu Teknik pemilihan
responden dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2007). Informan dibedakan menjadi
informan umum dan informan kunci (Silalahi et al., 2015). Informan kunci pada penelitian
ini, yaitu masyarakat pengumpul R. zollingeriana dan tengkulak yang pernah menerima
penjualannya. Terdapat 5 informan kunci dalam penelitian ini. Selebihnya adalah responden
atau informan secara umum. Responden umum dalam hal ini adalah orang yang banyak
berinteraksi dengan hutan Papring. Responden diutamakan kepada orang-orang yang banyak
beraktivitas mencari nafkah di Kawasan hutan Papring. Responden dikategorikan menjadi
beberapa kategori, diantaranya berdasarkan pekerjaan adalah: a) penyadap pinus; b)
magersari (penyewa lahan); c) petani; d) peternak; e) buruh
Penelitian dilakukan dengan menggunakan kuesioner terbuka untuk mengeksplorasi
sejauh mana pengetahuan mereka tentang tanaman R. zollingeriana dan inangnya
(Tetrastigma spp.). Penelusuran pengetahuan masyarakat ini ini dilakukan dengan empat
tahapan. Tahap pertama studi pendahuluan, yaitu kegiatan observasi lapangan terkait wilayah
yang menjadi lokasi penelitian, menentukan responden, dan melakukan uji realiabilitas serta
validitas dari pada pertanyaan quisioner wawancara. Tahap kedua adalah survey lapangan dan
dilakukan wawancara kepada responden. Tahap ketiga adalah pengumpulan data persepsi dan
apresiasi masyarakat tentang R. zollingeriana dan inangnya (Tetrastigma spp.) yang tumbuh
di kawasan hutan Papring. Selain itu juga dilakukan pengumpulan data pengetahuan
masyarakat dalam memanfaatkan R. zollingeriana dan inangnya. Tahap ke empat analah
analisis data data persepsi dan pengetahuan masyarakat serta data pemanfaatan
R.zollingeriana dan inanganya

Analisis Data
Analisis data terkait data persepsi dan apresiasi masyarakat tentang R. zollingeriana
dan inangnya, dilakukan dengan menggunakan rumus dari (Azrianingsih, 2019) sebagai
berikut:
n
x .k
P=∑ .100 %..........................................................................................(16)
1 n . kmaks
Keterangan :
P : Nilai persepsi atau apresiasi
x : Jumlah responden untuk suatu jawaban tertentu
k : Bobot jawaban
n : Total jumlah responden
kmax : Kedalaman jawaban

Berdasarkan rumus tersebut diperoleh nilai yang menunjukkan level atau tingkatan persepsi
dan apreasiasi masyarakat terhadap suatu tanaman. Level persepsi atau apresiasi masyarakat
yang diperoleh dihitung berdasarkan quisionare yang telah diberikan. Penilaian untuk
persepsi dan apresiasi ini terdapat beberapa kategori yaitu sangat baik (81-100%), baik (66-
80%), cukup (51-65%), rendah (31-50%) dan terendah (≤30%).
Data terkait pemanfaatan R. zollingeriana dan inangnya dianalisis menggunakan nilai
manfaat (Value Use /VU) dari (Philips, 1996) dan Walujo (2004)berikut ini:

UVs=
∑ UVis …………………………………………………………………………..(17)
is
Keterangan:
UVs : Nilai guna jenis secara keseluruhan
UVis : Nilai jenis yang dideterminasi oleh informan
is : Jumlah informan yang diwawancarai (Seberapa banyak disebutkan per responden)

Nilai manfaat Spesies (value Use) menggambarkan tingkat nilai guna dari spesies Rafflesia
zollingeriana dan juga inangnya bangi masyarakat sekitar.

Result and Discussion


Karakteristik Responden

Anda mungkin juga menyukai