PEMBELAJARAN PAUD
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi dan memahami aktualisasi Teori
Belajar Humanistik dalam pendidikan anak usia dini (PAUD). Metode penelitian
yang digunakan adalah kualitatif dengan fokus pada library research. Data
dikumpulkan melalui teknik pengumpulan data dokumentasi dari jurnal online
dan buku yang relevan. Analisis data dilakukan dengan teknik analisis konten
untuk mengidentifikasi pola, tema, dan konsep yang muncul dari data
dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Teori Belajar Humanistik
dapat diimplementasikan dalam konteks PAUD untuk mendukung pengembangan
potensi anak. Konsep-konsep dari tokoh seperti Abraham Maslow dan Carl
Rogers menjadi landasan untuk memahami kebutuhan dan motivasi anak.
Penerapan Teori Humanistik dalam pembelajaran PAUD menekankan kebebasan,
motivasi intrinsik, tanggung jawab pribadi, dan pengalaman belajar
eksperimental. Pembiasaan juga dianggap sebagai pendekatan efisien dalam
membentuk prinsip-prinsip moral pada anak usia dini.
PENDAHULUAN
Pendidikan dan pengajaran adalah salah satu upaya mencapai target atau
tujuan yang secara runtut mengarah pada perbaikan tingkah laku menuju
kedewasaan anak didik. Perubahan-perubahan itu menunjukkan tahap-tahap yang
harus dilewati. Tanpa proses itu tujuan tidak dapat tercapai, proses yang dimaksud
adalah proses pendidikan dan pengajaran. Pengajaran merujuk pada suatu hal
yang menunjukkan atau mendukung individu dalam memahami cara melakukan
sesuatu, memberikan petunjuk, membimbing dalam memahami suatu materi,
menyampaikan informasi, atau meningkatkan pemahaman dan pengetahuan
(Armiya & Nursalim, 2019). Tugas-tugas perkembangan tersebut meliputi
kebutuhan bertahan hidup sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial serta
sebagai makhluk yang diciptakan Sang Pencipta (Sardiman, 2018).
Pendidikan merupakan rangkaian humanisasi berasal dari pemikiran faham
humanistik (Al Ihsan & Daimah, 2023). Hal tersebut relevan dengan arti
fundamental faham humanistik sebagai pengedukasian manusia. Sistem edukasi
Islam yang disusun di atas fondasi nilai-nilai kemanusiaan sedari awal
kelahirannya sejalan dengan esensi Islam sebagai agama yang humanistik. Islam
memposisikan aspek kemanusiaan sebagai arah pendidikannya (Junaidi, 2023).
Edukasi dan proses pembelajaran di bangku sekolah dipandang kurang
demokratis. Minimnya wadah bagi siswa atau siswi untuk mengembangkan daya
imajinasi dan kreasi dengan sudut pandang mereka. Padahal, daya kreasi dan
kompetensi kritis dalam berpikir adalah modal berharga bagi anak supaya dapat
mengatasi tantangan dan lebih kompetitif (Arbayah, 2013).
Anak usia dini ialah kelompok yang berada dalam proses pertumbuhan dan
perkembangan yang bersifat unik yaitu pola pertumbuhan dan perkembangan,
intelegensi, sosial emosional, bahasa, dan komunikasi yang khusus sesuai dengan
tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak (Maghfiroh & Suryana, 2021).
Peningkatan akses pendidikan tinggi yang terbagi dalam pendidikan formal,
nonformal, dan informal dirangsang untuk mempertahankan pendidikan tersebut.
Otak anak-anak berkembang paling cepat antara usia 0 dan 6 tahun karena itu
lingkungan harus dapat berfungsi sebagai stimulan yang tepat bagi masa awal bayi
(Sitorus, 2023). Anak-anak yang masih kecil belum memiliki kapasitas untuk
mewujudkan potensi mereka secara penuh. Pertumbuhan anak usia dini mencakup
nilainilai moral. agama. keterampilan sosial dan aspek enksional keterampilaa
berbahasa. keterampilan fisik dan motorik, serta keterampilan kognitif Berman
dapat membara dalam berkembangnya otak anak, sebab bermain adalah dunia
mereka dan dunia meeka adalah dengan bermain (Sitorus, 2023). Teori
humanistik cenderung bersifat eklektik, maksudnya teori ini dapat memanfaatkan
teori apa saja asal tujuannya tercapai.
Aktualisasi Teori Belajar Humanistik dalam pembelajaran PAUD
menawarkan suatu landasan konseptual yang melibatkan keunikan setiap anak
sebagai individu yang memiliki potensi unik untuk dikembangkan. Dalam
pendekatan ini, pembelajaran bukanlah sekadar mentransfer pengetahuan, tetapi
merupakan suatu proses interaktif yang memperhatikan kebutuhan emosional,
sosial, dan kreatif anak. Oleh karena itu, perlu pemahaman mendalam terkait
bagaimana Teori Belajar Humanistik dapat diaplikasikan secara konkret dan
efektif dalam setting PAUD.
Penelitian mengenai penggunaan teori belajar humanistik di tingkatan
PAUD sampai saat ini terus dikaji dan dikembangkan. Beberapa penelitian yang
mengkaji tema tersebut yaitu (Putri, Husna, & Nihayah, 2023), Hasil penelitian
menunjukkan bahwa teori humanistik dalam pendidikan bertujuan untuk
mengembangkan manusia secara menyeluruh, memahami perubahan lingkungan
dan diri sendiri. Pendidikan humanistik menekankan fitrah manusia sebagai
makhluk Allah, dengan fokus pada pengembangan potensi intelektual siswa.
Proses pengajaran humanistik menitikberatkan pada gaya belajar siswa, di mana
pendidik berperan sebagai pengarah untuk memfasilitasi pembelajaran yang
optimal. Teori belajar humanistik menegaskan bahwa perilaku peserta didik lebih
dipengaruhi oleh diri sendiri daripada lingkungan dan pengetahuan eksternal.
Penelitian lainnya dilakukan oleh (Syafrizal, 2023) Hasil penelitian
menunjukkan bahwa Kebijakan Kurikulum Merdeka memiliki kesesuaian dengan
teori liberal arts pada aspek kemunculan, filosofis, dan konseptual. Implementasi
kurikulum merdeka di MTsN 3 dan MTsN 19 Jakarta sesuai dengan teori belajar
humanistik, dengan karakteristik seperti kemerdekaan proses belajar,
kebermaknaan pembelajaran, dan penilaian proporsional. Kendala implementasi
kurikulum merdeka melibatkan kesiapan guru, peserta didik, dan perangkat
kurikulum di MTsN Jakarta.
Penelitian lainnya dilakukan oleh (Ulfa, 2022), hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa Berbagai model pembelajaran humanistik, seperti Confluent
Education, Open Education, Cooperative Learning, Team Game Tournament,
Student Teams Achievement Divisions, Jigsaw, dan Group Investigation,
mencerminkan pendekatan yang memprioritaskan partisipasi aktif siswa. dalam
konteks motivasi, teori hierarki Maslow memberikan perspektif penting terkait
dengan manajemen organisasi dan pendidikan. Meskipun demikian,
implementasinya masih menemui tantangan.
Penelitian ini akan dibahas lebih lanjut mengenai landasan teoretis Teori
Belajar Humanistik, mengapa pendekatan ini relevan dalam konteks PAUD, serta
bagaimana penerapannya dapat mendukung perkembangan holistik anak.
Penelusuran ini diharapkan dapat memberikan pandangan yang lebih jelas dan
komprehensif terhadap pentingnya Aktualisasi Teori Belajar Humanistik dalam
pembelajaran PAUD sebagai langkah awal menuju pengembangan pendidikan
yang lebih berorientasi pada keunikan dan potensi setiap anak.
METODE
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kualitatif, dengan jenis penelitian yang fokus pada library research. Dalam metode
penelitian ini, peneliti mengumpulkan data menggunakan teknik pengumpulan
data dokumentasi. Data yang diambil bersumber dari jurnal online dan buku yang
relevan dengan topik penelitian. Menurut (Moleong, 2014) mengemukakan bahwa
analisis dokumentasi dapat digunakan karena merupakan sumber yang stabil, kaya
dan mendorong serta dokumentasi sifatnya alamiyah sesuai dengan konteks
lahiriyah tersebut.
Proses analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
teknik analisis konten. Dalam analisis konten, peneliti menyelidiki dan
mengidentifikasi pola, tema, dan konsep yang muncul dari data dokumentasi yang
telah dikumpulkan. Hal ini memungkinkan peneliti untuk memahami lebih dalam
isi dari sumber-sumber tertulis yang digunakan dalam penelitian. Pengujian
keabsahan data yang diperoleh dilakukan dengan peningkatan ketekunan. Menurut
(Sugiyono, 2020), meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan lebih
cermat dan berkesinambungan. Dengan cara demikian, maka kepastian data dan
urutan peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan sistematis.
PEMBAHASAN
Teori Belajar Humanistik dalam Kajian Teoritik
Teori Belajar Humanistik adalah suatu teori dalam pembelajaran yang
mengedepankan bagaimana memanusiakan manusisa serta peserta didik mampu
mengembangkan potensi dirinya (Nast & Yarni, 2019). Definisi tersebut
mengarahkan pada tujuan belajar dalam pandangan teori ini yaitu untuk
memanusiakan manusia (Armedyatama, 2021). Dalam pembelajaran yang
memanusiakan manusia pendidik perlu memperhatikan berbagai kebutuhan
peserta didik, tidak hanya dari sisi jasmaniahnya saja, namun juga sisi yang
lainnya. Pertumbuhan yang bersifat jasmaniyah tidak memberikan perkembangan
tingkah laku. Perubahan atau perkembangan hanya disebabkan oleh proses
pembelajaran seperti perubahan habit atau kebiasaan, berbagai kemampuan dalam
hal pengetahuan, sikap maupun keterampilan (Ismail, 2014).
Belajar menurut Teori Humanistik seharusnya berfokus pada upaya untuk
mengembangkan kemanusiaan individu. Dengan kata lain, belajar seharusnya
dimaknai sebagai suatu sarana untuk meningkatkan martabat dan kebermaknaan
hidup manusia itu sendiri. Dalam konteks ini, Teori Humanistik cenderung
bersifat lebih abstrak dan mendekati ranah filsafat, teori kepribadian, dan
psikoterapi daripada terpaku pada kajian psikologi belajar yang lebih
konvensional. Pentingnya teori ini terletak pada fokusnya yang lebih besar
terhadap substansi materi yang dipelajari dibandingkan dengan proses belajar itu
sendiri. Teori Humanistik menekankan betapa esensialnya isi pembelajaran dalam
membentuk individu sesuai dengan cita-cita manusia yang diharapkan. Dalam
konteks ini, pendekatan belajar yang diusung oleh Ausubel, yang juga mencakup
pandangan "meaningful learning" atau pembelajaran bermakna, menjadi relevan.
Ausubel dalam (Perni, 2018) sebagai salah satu pendukung Teori
Humanistik dan berada dalam aliran kognitif, menganggap bahwa belajar
merupakan suatu bentuk asimilasi yang bermakna. Artinya, materi yang dipelajari
tidak hanya dihafal begitu saja, melainkan diintegrasikan dan dihubungkan
dengan pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya. Motivasi dan pengalaman
emosional juga menjadi unsur kunci dalam proses pembelajaran. Tanpa adanya
motivasi dan keinginan dari pihak yang sedang belajar, maka asimilasi
pengetahuan baru ke dalam struktur kognitif yang sudah ada tidak akan terjadi
secara optimal.
Teori Humanistik meyakini pusat belajar ada pada peserta didik dan
pendidik berperan hanya sebagai fasilitator (Saputri, 2022). Sikap serta
pengetahuan merupakan syarat untuk mencapai tujuan pengaktualisasian diri
dalam lingkungan yang mendukung. Pada dasarnya manusia adalah makhluk yang
spesial, mereka mempunyai potensi dan motivasi dalam pengembangan diri
maupun perilaku, oleh karenanya setiap individu adalah merdeka dalam upaya
pengembangan diri serta pengaktualisasiannya (Endang Komara, 2014).
Saat ini teori belajar humanistik dikemukakan oleh beberapa tokoh,
diantaranya adalah Abraham Maslow dan Carl Rogers. Menurut pandangan
Maslow dalam (Aiman, Arifi, & Maryono, 2022), manusia memiliki hirarki
kebutuhan yang dimulai dari yang paling dasar hingga mencapai tingkat
kebutuhan tertinggi. Hirarki ini memberikan panduan bagi pendidik untuk
memahami peserta didik dan menciptakan lingkungan pembelajaran yang optimal.
Maslow mengelompokkan hirarki kebutuhan ini menjadi lima tingkatan, yaitu
kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan akan cinta dan kasih
sayang, kebutuhan untuk dihargai, dan kebutuhan aktualisasi diri. Khususnya,
kebutuhan aktualisasi diri dianggap sebagai tingkatan tertinggi dalam
perkembangan individu, yang dapat membantu individu menjadi pribadi yang
baik.
Pandagan Carl Rogers berkiatan dengan teori belajar Humanistik dalam
(Insani, 2019) yaitu, seorang pendidik humanistik, mengusulkan pendekatan
belajar yang menekankan pada kebebasan, motivasi intrinsik, dan tanggung jawab
pribadi peserta didik. Rogers meyakini bahwa peserta didik seharusnya tidak
dipaksa, melainkan diberikan kebebasan untuk mengambil keputusan sendiri
dalam proses belajar mereka.
Ada lima aspek penting dalam pendekatan belajar humanistik yang
diusulkan oleh Rogers: pertama, Hasrat untuk Belajar. Rogers menekankan
pentingnya hasrat alami manusia untuk terus belajar dari lingkungan sekitarnya.
Kedua, Belajar Bermakna. Peserta didik memiliki kebebasan untuk memilih
kegiatan belajar yang dianggap bermanfaat dan relevan bagi diri mereka sendiri.
Ketiga, Belajar tanpa Hukuman. Rogers berpendapat bahwa ancaman hukuman
dapat menghambat ekspresi bebas anak, sehingga belajar seharusnya tidak
dikaitkan dengan hukuman. Keempat, Belajar dengan Inisiatif Sendiri. Peserta
didik didorong untuk memiliki motivasi belajar intrinsik yang tinggi, mengambil
inisiatif dalam proses belajar, dan mengambil tanggung jawab atas pilihan
mereka. Kelima, Belajar dan Perubahan. Peserta didik diajak untuk belajar dan
beradaptasi dengan perubahan, menghadapi kondisi dan situasi yang terus
berkembang.
SIMPULAN
Teori Belajar Humanistik menekankan pada pengembangan potensi manusia
dan memanusiakan individu. Fokusnya pada pemahaman penuh terhadap peserta
didik, termasuk kebutuhan jasmaniah dan aspek-aspek lainnya. Teori ini memiliki
karakteristik yang lebih abstrak dan filosofis, mendekati ranah filsafat dan
psikoterapi, dengan pendekatan yang memandang peserta didik sebagai pusat
belajar.
Aktualisasi Teori Humanistik dalam pembelajaran anak usia dini, terdapat
tantangan dalam menerapkannya secara praktis. Meskipun demikian, teori ini
memberikan kontribusi signifikan terutama dalam membentuk manusia sesuai
dengan cita-cita dan mencapai aktualisasi diri. Pendekatan pembelajaran yang
diusung oleh teori ini menempatkan siswa sebagai subjek utama, mendorong
inisiatif dan keterlibatan penuh dari siswa dalam proses belajar. Selain itu,
pembiasaan juga dianggap sebagai pendekatan efisien dalam membentuk prinsip-
prinsip moral pada anak usia dini, yang dapat membawa dampak positif pada
perkembangan karakter dan nilai-nilai akhlak anak. Implementasi teori ini dalam
konteks pendidikan akhlak dapat membantu membentuk individu yang memiliki
karakter dan prinsip hidup yang mendalam.
DAFTAR RUJUKAN
Aiman, G., Arifi, A., & Maryono. (2022). Perspektif Humanistik Abraham
Maslow Untuk Menumbuhkan Karakter Siswa di Sekolah Menengah Atas.
Scaffolding:Jurnal Pendidikan Islam Dan Multikulturalisme, 4(3), 349–358.
Retrieved from
https://ejournal.insuriponorogo.ac.id/index.php/scaffolding/article/view/
2092/1035
Al Ihsan, S. T., & Daimah, D. (2023). Humanistik Dan Pengaplikasiannya Dalam
Pembelajaran. Alfiyah: Jurnal Pendidikan Bahasa Arab, 1(1), 16–26.
Arbayah, A. (2013). Model Pembelajaran Humanistik. Dinamika Ilmu, 13(2).
Armedyatama, F. (2021). Teori Belajar Humanistik Dan Implikasinya Dalam
Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam. An-Nuha, 1(1), 11–18.
Armiya, & Nursalim. (2019). PENGAJARAN DAN PEMBELAJARAN
BAHASA INDONESIA. PENTAS: Jurnal Ilmiah Pendidikan Bahasa Dan
Sastra Indonesia, 5(2), 19–27.
Dinihari, Y., & Solihatun, S. (2020). Penerapan Metode Role Playing
Menggunakan Media Digital dalam Meningkatkan Keterampilan Sosial dan
Bahasa Siswa. SINASIS (Seminar Nasional Sains), 1(1).
Endang Komara. (2014). Belajar dan Pembelajaran Interaktif. Bandung: Refika
Aditama.
Insani, F. D. (2019). Teori Belajar Humanistik Abraham Maslow Dan Carl Rogers
Serta Implikasinya Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. As-
Salam: Jurnal Studi Hukum Islam & Pendidikan, 8(2), 209–230.
https://doi.org/10.51226/assalam.v8i2.140
Irhan, M., & Wiyani, N. A. (2016). Psikologi Pendidikan : Teori Dan Aplikasi
Dalam Proses Pembelajaran. Yogyakarta: Ar Ruzza Media.
Ismail, F. (2014). Evaluasi Pendidikan. Palembang: Tunas Gemilang Press.
Junaidi, S. (2023). Paradigma Pedagogik Humanistik Perspektif Imam Az-Zarnuji
dalam Kitab Taʻlīm Al-Mutaʻallim dan Relevansinya dengan Merdeka
Belajar. NAHNU: Journal of Nahdlatul Ulama and Contemporary Islamic
Studies, 1(1), 59–76.
Kobandaha, F. (2017). Pendidikan Karakter melalui Pendekatan Habituasi. Irfani,
13(1), 131–138.
Kokalinso, F. M., Rogi, O. H. A., & Siregar, F. O. P. (2021). STUDI PERSEPSI
MASYARAKAT SETEMPAT TERHADAP DAYA DUKUNG
HABITUASI KOTA PALU PASCA BENCANA TAHUN 2018. SPASIAL,
8(3), 488–500.
Maghfiroh, S., & Suryana, D. (2021). Media pembelajaran untuk anak usia dini di
pendidikan anak usia dini. Jurnal Pendidikan Tambusai, 5(1), 1560–1566.
Maunah, B. (2009). Metodologi Pengajaran Agama Islam. Yogyakarta: Teras.
Moleong, L. J. (2014). Metode Penelitian Kualitatif (Revisi). Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Musbikin, I. (2010). Buku Pintar PAUD Dalam Perspektif Islami. Yogyakarta:
Laksana.
Nast, T. P. J., & Yarni, N. (2019). Teori Belajar Menurut Aliran Psikologi
Humanistik Dan Implikasinya Dalam Pembelajaran. Jurnal Review
Pendidikan Dan Pengajaran (JRPP), 2(2), 270–275.
Oktaviana, A. (2022). Peran Pendidik dalam Menerapkan Pendidikan Akhlak
Anak Usia Dini melalui Metode Pembiasaan. Jurnal Obsesi: Jurnal
Pendidikan Anak Usia Dini, 6(5), 5297–5306.
Perni, N. N. (2018). Penerapan Teori Belajar Humanistik dalam Pembelajaran.
Adi Widya: Jurnal Pendidikan Dasar, 3(2), 105–113.
Putri, F. K. A., Husna, M. J., & Nihayah, S. A. (2023). Implementasi Teori
Belajar Humanistik dalam Pembelajaran dan Pembentukan Karakter Anak.
Tinta Emas: Jurnal Pendidikan Islam Anak Usia Dini, 2(1), 33–40.
Saputri, S. (2022). Pentingnya Menerapkan Teori Belajar Humanistik dalam
Pembelajaran untuk Meningkatkan Hasil Belajar Peserta Didik Pada Jenjang
Sekolah Dasar. EduBase : Journal of Basic Education, 3(1), 47–59.
Sardiman, A. . (2018). Interaksi dan Motivasi belajar Mengajar (24th ed.).
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Sitorus, M. (2023). PERKEMBANGAN KOGNITIF PADA ANAK USIA DINI.
Al-Abyadh, 6(1), 41–50.
Sugiyono. (2020). Metodologi Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif dan R&D). Bandung: Alfabeta.
Syafrizal, T. (2023). Analisis Implementasi Kurikulum Merdeka Dalam Perspektif
Teori Belajar Humanistik Di MTsN 3 Dan MTsN 19 Jakarta (UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Retrieved from
https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/74388
Syaifullah, A. (2022). Habituasi Tabayyun Dalam Upaya Menangkal Penyebaran
Informasi Hoax. AN-NABA: Islamic Communication Journal, 1(1), 1–11.
Ulfa, M. U. M. (2022). PEMBELAJARAN ANAK USIA DINI DALAM TEORI
HUMANISTIK. Hamka Ilmu Pendidikan Islam, 1(1), 182–195.