Anda di halaman 1dari 13

AKTUALISASI TEORI BELAJAR HUMANISTIK DALAM

PEMBELAJARAN PAUD

Ikfi Arina Manasikana


@gmail.com
IAIN Kudus, Jawa Tengah, Indonesia

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi dan memahami aktualisasi Teori
Belajar Humanistik dalam pendidikan anak usia dini (PAUD). Metode penelitian
yang digunakan adalah kualitatif dengan fokus pada library research. Data
dikumpulkan melalui teknik pengumpulan data dokumentasi dari jurnal online
dan buku yang relevan. Analisis data dilakukan dengan teknik analisis konten
untuk mengidentifikasi pola, tema, dan konsep yang muncul dari data
dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Teori Belajar Humanistik
dapat diimplementasikan dalam konteks PAUD untuk mendukung pengembangan
potensi anak. Konsep-konsep dari tokoh seperti Abraham Maslow dan Carl
Rogers menjadi landasan untuk memahami kebutuhan dan motivasi anak.
Penerapan Teori Humanistik dalam pembelajaran PAUD menekankan kebebasan,
motivasi intrinsik, tanggung jawab pribadi, dan pengalaman belajar
eksperimental. Pembiasaan juga dianggap sebagai pendekatan efisien dalam
membentuk prinsip-prinsip moral pada anak usia dini.

Kata Kunci: Teori Belajar; Humanistik; PAUD

PENDAHULUAN
Pendidikan dan pengajaran adalah salah satu upaya mencapai target atau
tujuan yang secara runtut mengarah pada perbaikan tingkah laku menuju
kedewasaan anak didik. Perubahan-perubahan itu menunjukkan tahap-tahap yang
harus dilewati. Tanpa proses itu tujuan tidak dapat tercapai, proses yang dimaksud
adalah proses pendidikan dan pengajaran. Pengajaran merujuk pada suatu hal
yang menunjukkan atau mendukung individu dalam memahami cara melakukan
sesuatu, memberikan petunjuk, membimbing dalam memahami suatu materi,
menyampaikan informasi, atau meningkatkan pemahaman dan pengetahuan
(Armiya & Nursalim, 2019). Tugas-tugas perkembangan tersebut meliputi
kebutuhan bertahan hidup sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial serta
sebagai makhluk yang diciptakan Sang Pencipta (Sardiman, 2018).
Pendidikan merupakan rangkaian humanisasi berasal dari pemikiran faham
humanistik (Al Ihsan & Daimah, 2023). Hal tersebut relevan dengan arti
fundamental faham humanistik sebagai pengedukasian manusia. Sistem edukasi
Islam yang disusun di atas fondasi nilai-nilai kemanusiaan sedari awal
kelahirannya sejalan dengan esensi Islam sebagai agama yang humanistik. Islam
memposisikan aspek kemanusiaan sebagai arah pendidikannya (Junaidi, 2023).
Edukasi dan proses pembelajaran di bangku sekolah dipandang kurang
demokratis. Minimnya wadah bagi siswa atau siswi untuk mengembangkan daya
imajinasi dan kreasi dengan sudut pandang mereka. Padahal, daya kreasi dan
kompetensi kritis dalam berpikir adalah modal berharga bagi anak supaya dapat
mengatasi tantangan dan lebih kompetitif (Arbayah, 2013).
Anak usia dini ialah kelompok yang berada dalam proses pertumbuhan dan
perkembangan yang bersifat unik yaitu pola pertumbuhan dan perkembangan,
intelegensi, sosial emosional, bahasa, dan komunikasi yang khusus sesuai dengan
tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak (Maghfiroh & Suryana, 2021).
Peningkatan akses pendidikan tinggi yang terbagi dalam pendidikan formal,
nonformal, dan informal dirangsang untuk mempertahankan pendidikan tersebut.
Otak anak-anak berkembang paling cepat antara usia 0 dan 6 tahun karena itu
lingkungan harus dapat berfungsi sebagai stimulan yang tepat bagi masa awal bayi
(Sitorus, 2023). Anak-anak yang masih kecil belum memiliki kapasitas untuk
mewujudkan potensi mereka secara penuh. Pertumbuhan anak usia dini mencakup
nilainilai moral. agama. keterampilan sosial dan aspek enksional keterampilaa
berbahasa. keterampilan fisik dan motorik, serta keterampilan kognitif Berman
dapat membara dalam berkembangnya otak anak, sebab bermain adalah dunia
mereka dan dunia meeka adalah dengan bermain (Sitorus, 2023). Teori
humanistik cenderung bersifat eklektik, maksudnya teori ini dapat memanfaatkan
teori apa saja asal tujuannya tercapai.
Aktualisasi Teori Belajar Humanistik dalam pembelajaran PAUD
menawarkan suatu landasan konseptual yang melibatkan keunikan setiap anak
sebagai individu yang memiliki potensi unik untuk dikembangkan. Dalam
pendekatan ini, pembelajaran bukanlah sekadar mentransfer pengetahuan, tetapi
merupakan suatu proses interaktif yang memperhatikan kebutuhan emosional,
sosial, dan kreatif anak. Oleh karena itu, perlu pemahaman mendalam terkait
bagaimana Teori Belajar Humanistik dapat diaplikasikan secara konkret dan
efektif dalam setting PAUD.
Penelitian mengenai penggunaan teori belajar humanistik di tingkatan
PAUD sampai saat ini terus dikaji dan dikembangkan. Beberapa penelitian yang
mengkaji tema tersebut yaitu (Putri, Husna, & Nihayah, 2023), Hasil penelitian
menunjukkan bahwa teori humanistik dalam pendidikan bertujuan untuk
mengembangkan manusia secara menyeluruh, memahami perubahan lingkungan
dan diri sendiri. Pendidikan humanistik menekankan fitrah manusia sebagai
makhluk Allah, dengan fokus pada pengembangan potensi intelektual siswa.
Proses pengajaran humanistik menitikberatkan pada gaya belajar siswa, di mana
pendidik berperan sebagai pengarah untuk memfasilitasi pembelajaran yang
optimal. Teori belajar humanistik menegaskan bahwa perilaku peserta didik lebih
dipengaruhi oleh diri sendiri daripada lingkungan dan pengetahuan eksternal.
Penelitian lainnya dilakukan oleh (Syafrizal, 2023) Hasil penelitian
menunjukkan bahwa Kebijakan Kurikulum Merdeka memiliki kesesuaian dengan
teori liberal arts pada aspek kemunculan, filosofis, dan konseptual. Implementasi
kurikulum merdeka di MTsN 3 dan MTsN 19 Jakarta sesuai dengan teori belajar
humanistik, dengan karakteristik seperti kemerdekaan proses belajar,
kebermaknaan pembelajaran, dan penilaian proporsional. Kendala implementasi
kurikulum merdeka melibatkan kesiapan guru, peserta didik, dan perangkat
kurikulum di MTsN Jakarta.
Penelitian lainnya dilakukan oleh (Ulfa, 2022), hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa Berbagai model pembelajaran humanistik, seperti Confluent
Education, Open Education, Cooperative Learning, Team Game Tournament,
Student Teams Achievement Divisions, Jigsaw, dan Group Investigation,
mencerminkan pendekatan yang memprioritaskan partisipasi aktif siswa. dalam
konteks motivasi, teori hierarki Maslow memberikan perspektif penting terkait
dengan manajemen organisasi dan pendidikan. Meskipun demikian,
implementasinya masih menemui tantangan.
Penelitian ini akan dibahas lebih lanjut mengenai landasan teoretis Teori
Belajar Humanistik, mengapa pendekatan ini relevan dalam konteks PAUD, serta
bagaimana penerapannya dapat mendukung perkembangan holistik anak.
Penelusuran ini diharapkan dapat memberikan pandangan yang lebih jelas dan
komprehensif terhadap pentingnya Aktualisasi Teori Belajar Humanistik dalam
pembelajaran PAUD sebagai langkah awal menuju pengembangan pendidikan
yang lebih berorientasi pada keunikan dan potensi setiap anak.

METODE
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kualitatif, dengan jenis penelitian yang fokus pada library research. Dalam metode
penelitian ini, peneliti mengumpulkan data menggunakan teknik pengumpulan
data dokumentasi. Data yang diambil bersumber dari jurnal online dan buku yang
relevan dengan topik penelitian. Menurut (Moleong, 2014) mengemukakan bahwa
analisis dokumentasi dapat digunakan karena merupakan sumber yang stabil, kaya
dan mendorong serta dokumentasi sifatnya alamiyah sesuai dengan konteks
lahiriyah tersebut.
Proses analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
teknik analisis konten. Dalam analisis konten, peneliti menyelidiki dan
mengidentifikasi pola, tema, dan konsep yang muncul dari data dokumentasi yang
telah dikumpulkan. Hal ini memungkinkan peneliti untuk memahami lebih dalam
isi dari sumber-sumber tertulis yang digunakan dalam penelitian. Pengujian
keabsahan data yang diperoleh dilakukan dengan peningkatan ketekunan. Menurut
(Sugiyono, 2020), meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan lebih
cermat dan berkesinambungan. Dengan cara demikian, maka kepastian data dan
urutan peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan sistematis.

PEMBAHASAN
Teori Belajar Humanistik dalam Kajian Teoritik
Teori Belajar Humanistik adalah suatu teori dalam pembelajaran yang
mengedepankan bagaimana memanusiakan manusisa serta peserta didik mampu
mengembangkan potensi dirinya (Nast & Yarni, 2019). Definisi tersebut
mengarahkan pada tujuan belajar dalam pandangan teori ini yaitu untuk
memanusiakan manusia (Armedyatama, 2021). Dalam pembelajaran yang
memanusiakan manusia pendidik perlu memperhatikan berbagai kebutuhan
peserta didik, tidak hanya dari sisi jasmaniahnya saja, namun juga sisi yang
lainnya. Pertumbuhan yang bersifat jasmaniyah tidak memberikan perkembangan
tingkah laku. Perubahan atau perkembangan hanya disebabkan oleh proses
pembelajaran seperti perubahan habit atau kebiasaan, berbagai kemampuan dalam
hal pengetahuan, sikap maupun keterampilan (Ismail, 2014).
Belajar menurut Teori Humanistik seharusnya berfokus pada upaya untuk
mengembangkan kemanusiaan individu. Dengan kata lain, belajar seharusnya
dimaknai sebagai suatu sarana untuk meningkatkan martabat dan kebermaknaan
hidup manusia itu sendiri. Dalam konteks ini, Teori Humanistik cenderung
bersifat lebih abstrak dan mendekati ranah filsafat, teori kepribadian, dan
psikoterapi daripada terpaku pada kajian psikologi belajar yang lebih
konvensional. Pentingnya teori ini terletak pada fokusnya yang lebih besar
terhadap substansi materi yang dipelajari dibandingkan dengan proses belajar itu
sendiri. Teori Humanistik menekankan betapa esensialnya isi pembelajaran dalam
membentuk individu sesuai dengan cita-cita manusia yang diharapkan. Dalam
konteks ini, pendekatan belajar yang diusung oleh Ausubel, yang juga mencakup
pandangan "meaningful learning" atau pembelajaran bermakna, menjadi relevan.
Ausubel dalam (Perni, 2018) sebagai salah satu pendukung Teori
Humanistik dan berada dalam aliran kognitif, menganggap bahwa belajar
merupakan suatu bentuk asimilasi yang bermakna. Artinya, materi yang dipelajari
tidak hanya dihafal begitu saja, melainkan diintegrasikan dan dihubungkan
dengan pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya. Motivasi dan pengalaman
emosional juga menjadi unsur kunci dalam proses pembelajaran. Tanpa adanya
motivasi dan keinginan dari pihak yang sedang belajar, maka asimilasi
pengetahuan baru ke dalam struktur kognitif yang sudah ada tidak akan terjadi
secara optimal.
Teori Humanistik meyakini pusat belajar ada pada peserta didik dan
pendidik berperan hanya sebagai fasilitator (Saputri, 2022). Sikap serta
pengetahuan merupakan syarat untuk mencapai tujuan pengaktualisasian diri
dalam lingkungan yang mendukung. Pada dasarnya manusia adalah makhluk yang
spesial, mereka mempunyai potensi dan motivasi dalam pengembangan diri
maupun perilaku, oleh karenanya setiap individu adalah merdeka dalam upaya
pengembangan diri serta pengaktualisasiannya (Endang Komara, 2014).
Saat ini teori belajar humanistik dikemukakan oleh beberapa tokoh,
diantaranya adalah Abraham Maslow dan Carl Rogers. Menurut pandangan
Maslow dalam (Aiman, Arifi, & Maryono, 2022), manusia memiliki hirarki
kebutuhan yang dimulai dari yang paling dasar hingga mencapai tingkat
kebutuhan tertinggi. Hirarki ini memberikan panduan bagi pendidik untuk
memahami peserta didik dan menciptakan lingkungan pembelajaran yang optimal.
Maslow mengelompokkan hirarki kebutuhan ini menjadi lima tingkatan, yaitu
kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan akan cinta dan kasih
sayang, kebutuhan untuk dihargai, dan kebutuhan aktualisasi diri. Khususnya,
kebutuhan aktualisasi diri dianggap sebagai tingkatan tertinggi dalam
perkembangan individu, yang dapat membantu individu menjadi pribadi yang
baik.
Pandagan Carl Rogers berkiatan dengan teori belajar Humanistik dalam
(Insani, 2019) yaitu, seorang pendidik humanistik, mengusulkan pendekatan
belajar yang menekankan pada kebebasan, motivasi intrinsik, dan tanggung jawab
pribadi peserta didik. Rogers meyakini bahwa peserta didik seharusnya tidak
dipaksa, melainkan diberikan kebebasan untuk mengambil keputusan sendiri
dalam proses belajar mereka.
Ada lima aspek penting dalam pendekatan belajar humanistik yang
diusulkan oleh Rogers: pertama, Hasrat untuk Belajar. Rogers menekankan
pentingnya hasrat alami manusia untuk terus belajar dari lingkungan sekitarnya.
Kedua, Belajar Bermakna. Peserta didik memiliki kebebasan untuk memilih
kegiatan belajar yang dianggap bermanfaat dan relevan bagi diri mereka sendiri.
Ketiga, Belajar tanpa Hukuman. Rogers berpendapat bahwa ancaman hukuman
dapat menghambat ekspresi bebas anak, sehingga belajar seharusnya tidak
dikaitkan dengan hukuman. Keempat, Belajar dengan Inisiatif Sendiri. Peserta
didik didorong untuk memiliki motivasi belajar intrinsik yang tinggi, mengambil
inisiatif dalam proses belajar, dan mengambil tanggung jawab atas pilihan
mereka. Kelima, Belajar dan Perubahan. Peserta didik diajak untuk belajar dan
beradaptasi dengan perubahan, menghadapi kondisi dan situasi yang terus
berkembang.

Aktualisasi Teori Pembelajaran Humanistik dalam Pembelajaran Anak Usia


Dini Pada Pembiasaan Pendidikan Akhlak
Teori Humanistik seringkali mendapat kritik karena sulit diimplementasikan
dalam konteks praktis. Beberapa pihak berpendapat bahwa teori ini lebih bersifat
filosofis, terkait dengan teori kepribadian dan psikoterapi, daripada terkait
langsung dengan bidang pendidikan. Oleh karena itu, menerjemahkan teori ini ke
dalam langkah-langkah konkret dan praktis seringkali dianggap sulit. Namun,
meskipun demikian, karakter idealistik teori ini yakni memanusiakan manusia
mampu memberikan arah bagi semua aspek pembelajaran untuk mendukung
pencapaian tujuan tersebut.
Semua elemen pendidikan, termasuk tujuan pendidikan, diarahkan pada
pembentukan manusia ideal yang sesuai dengan cita-cita, yakni individu yang
mampu mencapai aktualisasi diri. Oleh karena itu, penting untuk memperhatikan
perkembangan peserta didik dalam mengaktualisasikan diri, pemahaman diri, dan
realisasi diri. Guru perlu memperhatikan pengalaman emosional dan karakteristik
khusus individu dalam perencanaan pembelajaran, karena keberhasilan seseorang
dalam belajar erat kaitannya dengan pemahaman diri dan kemampuan membuat
pilihan secara bebas terhadap perkembangannya.
Meskipun implementasi teori Humanistik masih menemui kendala dalam
menerjemahkannya ke langkah-langkah pembelajaran praktis, sumbangan teori ini
sangat signifikan. Ide-ide, konsep-konsep, taksonomi-taksonomi, dan tujuan yang
telah dirumuskan dapat membantu pendidik dan guru memahami hakikat
kejiwaan manusia. Ini, pada gilirannya, membantu mereka merumuskan
komponen-komponen pembelajaran, seperti perumusan tujuan, penentuan materi,
pemilihan strategi pembelajaran, dan pengembangan alat evaluasi, dengan tujuan
membentuk manusia sesuai dengan cita-citanya.
Meskipun kegiatan pembelajaran yang dirancang secara sistematis dan
terstruktur mungkin bermanfaat bagi guru, teori Humanistik menegaskan bahwa
hal itu tidak cukup bermakna bagi siswa. Menurut teori ini, untuk belajar memiliki
makna bagi siswa, diperlukan inisiatif dan keterlibatan penuh dari siswa sendiri.
Inisiatif dan keterlibatan tersebut akan menciptakan pengalaman belajar
eksperimental bagi siswa, di mana teori Humanistik mendorong siswa untuk
berpikir induktif, menekankan pengalaman, dan mensyaratkan keterlibatan aktif
siswa dalam proses belajar. Dengan demikian, teori Humanistik tidak hanya
menawarkan konsep-konsep idealistik, tetapi juga mendorong implementasi
praktis yang menempatkan siswa sebagai subjek utama dalam proses
pembelajaran. (Perni, 2018).
Kata "habituasi", terkadang dikenal sebagai "kebiasaan yang sering",
digunakan oleh masyarakat umum untuk mendeskripsikan seseorang yang
melakukan perilaku rutin. Menurut James W dalam penelitiannya Febrianti
Margaretha, dkk Seorang psikolog atau psikolog mengatakan bahwa pembiasaan
adalah berkurangnya reaksi terhadap suatu stimulus yang diberikan, dan tidak
terdeteksi adanya perubahan pada stimulus lain kecuali yang diberikan, dalam
bukunya Biological Psychology (Kokalinso, Rogi, & Siregar, 2021).
Menurut KBBI, pembiasaan diartikan sebagai usaha dan modifikasi yang
dilakukan untuk menyesuaikan diri dan dilatih pada lingkungan tertentu
(Syaifullah, 2022). Kata habituasi berasal dari kata "biasa" dalam etimologinya.
“Biasa” diartikan sebagai “(1) lazim atau umum, (2) seperti biasa, (3) sudah
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari” dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia (Maunah, 2009). Awalan "pe" dan akhiran "an"
mengilustrasikan makna proses sedemikian rupa sehingga pembiasaan dapat
dipahami sebagai tindakan yang menyebabkan sesuatu atau seseorang menjadi
terbiasa. Jika penerapannya dilakukan pada anak usia dini, pembiasaan dinilai
cukup berhasil. Mereka mudah terstruktur dengan rutinitas sehari-hari karena
"rekaman" ingatan mereka yang hebat dan sifat kepribadian yang tidak dewasa.
Dengan demikian, pembiasaan merupakan pendekatan yang sangat efisien untuk
membentuk prinsip-prinsip moral dalam jiwa anak sebagai langkah awal dalam
proses pendidikan. Setelah prinsip-prinsip ini tertanam dalam dirinya, prinsip-
prinsip itu pada akhirnya akan muncul dengan sendirinya dalam hidupnya ketika
dia menjadi dewasa.
Secara umum, kebiasaan dapat mempengaruhi bagaimana seseorang
berperilaku dalam tugas sehari-hari. Berbagai elemen, seperti yang berkaitan
dengan agama atau kepercayaan, budaya, lingkungan, keluarga, teman sebaya,
dan lainnya, berdampak pada kebiasaan atau pembiasaan seseorang. Jika hanya
diajarkan melalui intelek, mengembangkan moralitas, karakter, menginternalisasi
nilai-nilai, atau menumbuhkan kasih sayang tidaklah cukup. Namun, hal ini harus
ditanamkan secara langsung melalui pengulangan dan kebiasaan. Habituasi
menyebabkan suatu kegiatan menjadi rutinitas bagi pelakunya, yang berujung
pada kecanduan dan akhirnya berkembang menjadi tradisi yang sulit dipatahkan
karena sudah mengakar (Kobandaha, 2017).
Dalam rangka mewujudkan cita-cita yang baik menjadi tindakan yang
dilaksanakan baik secara internal maupun lahiriah dalam konteks keluarga,
sekolah, dan masyarakat, maka pendidikan akhlak merupakan salah satu
komponen perkembangan yang sangat terikat dengan prakarsa untuk
pengembangan nilai-nilai agama dan moral sejak dini. Pendidikan moral sejak
dini dapat membentuk kepribadian seseorang yang kuat dan membantunya
mengembangkan prinsip-prinsip hidup yang mendalam. Setiap pendidik dan
tenaga kependidikan berkewajiban menanamkan pendidikan akhlak yang baik
kepada setiap peserta didiknya agar dapat menanamkan nilai-nilai akhlak dalam
kehidupan nyata, baik secara fisik, kognitif, maupun afektif. Tanggung jawab
penyelenggaraan pendidikan moral di sekolah tidak hanya berada di pundak guru
kelas (Oktaviana, 2022).
Pendidikan akhlak merupakan pembiasaan anak terhadap akhlak yang
unggul dan akhlak mulia yang hakiki, tetap, dan selalu menyertainya. Salah satu
komponen penting dalam pembangunan suatu bangsa adalah pendidikan. Melalui
pendidikan karakter bangsa dikembangkan negara dengan masa depan yang
menjanjikan. Saat melakukan proses pendidikan, beberapa elemen harus
diperhitungkan. Kualitas pengajar yang akan bekerja langsung di lembaga
pendidikan salah satunya (Irhan & Wiyani, 2016).
Pendidikan anak usia dini adalah program pembinaan bagi anak sejak lahir
sampai dengan usia enam tahun yang menggunakan rangsangan pendidikan untuk
membina pertumbuhan jasmani dan rohani anak agar siap melanjutkan ke sekolah
yang lebih formal. Pendidikan anak usia dini dijelaskan dalam Pasal 1 Ayat 14
UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 (Musbikin, 2010).
Usia pra sekolah merupakan usia peka untuk mestimulasi pengembangan
imajinasi dan rangsangan kreativitas anak melalui proses kegiatan belajar
mengajar. Kemampuan seperti ini dapat dimiliki anak dengan cara dunia
pendidikan selalu mengaitkan berbagai bidang kemampuan pendidikan dasar yaitu
pengembangan bahasa, kognitif, fisik motorik halus dan motorik kasar, semua itu
harus saling berkaitan supaya kegiatan belajar mengajar maksimal. Keterampilan
berbahasa merupakan hal yang paling kodrati dilakukan oleh semua orang. Begitu
pula dengan seorang anak, sejak dalam kandungan telah melakukan interaksi
dengan ibunya (Dinihari & Solihatun, 2020).
Jadi dapat disimpulkan dari paparan diatas teori humanistik ialah konsep
belajar yang fokus terhadap aspek kepribadian, yang menjadi tujuan belajar adalah
memanusiakan manusia. Teori belajar humanistik dapat memberi petunjuk atas
setiap aspek belajar yang mendorong dicapainya suatu tujuan. Dalam proses
pembelajaran anak usia dini, peran seorang guru sangat menentukan dalam
kegiatan belajarnya, karena guru merupakan fasilitator dan motivator yang
tugasnya mentrasferkan ilmunya kepada siswa agar memperoleh pengetahuan dan
pengalaman untuk dirinya dan orang lain. Ada baiknya apabila guru memberikan
langkah yang tepat dan cocok untuk memberikan pengayaan kepada anak didik
agar pembelajaran mencapai target dari apa yang diharapkan. Melalui pembiasaan
target Pendidikan akhlak anak bisa tercapai sesuai dengan apa yang diinginkan
yaitu menjadi anak yang berakhlak mulia.

SIMPULAN
Teori Belajar Humanistik menekankan pada pengembangan potensi manusia
dan memanusiakan individu. Fokusnya pada pemahaman penuh terhadap peserta
didik, termasuk kebutuhan jasmaniah dan aspek-aspek lainnya. Teori ini memiliki
karakteristik yang lebih abstrak dan filosofis, mendekati ranah filsafat dan
psikoterapi, dengan pendekatan yang memandang peserta didik sebagai pusat
belajar.
Aktualisasi Teori Humanistik dalam pembelajaran anak usia dini, terdapat
tantangan dalam menerapkannya secara praktis. Meskipun demikian, teori ini
memberikan kontribusi signifikan terutama dalam membentuk manusia sesuai
dengan cita-cita dan mencapai aktualisasi diri. Pendekatan pembelajaran yang
diusung oleh teori ini menempatkan siswa sebagai subjek utama, mendorong
inisiatif dan keterlibatan penuh dari siswa dalam proses belajar. Selain itu,
pembiasaan juga dianggap sebagai pendekatan efisien dalam membentuk prinsip-
prinsip moral pada anak usia dini, yang dapat membawa dampak positif pada
perkembangan karakter dan nilai-nilai akhlak anak. Implementasi teori ini dalam
konteks pendidikan akhlak dapat membantu membentuk individu yang memiliki
karakter dan prinsip hidup yang mendalam.

DAFTAR RUJUKAN
Aiman, G., Arifi, A., & Maryono. (2022). Perspektif Humanistik Abraham
Maslow Untuk Menumbuhkan Karakter Siswa di Sekolah Menengah Atas.
Scaffolding:Jurnal Pendidikan Islam Dan Multikulturalisme, 4(3), 349–358.
Retrieved from
https://ejournal.insuriponorogo.ac.id/index.php/scaffolding/article/view/
2092/1035
Al Ihsan, S. T., & Daimah, D. (2023). Humanistik Dan Pengaplikasiannya Dalam
Pembelajaran. Alfiyah: Jurnal Pendidikan Bahasa Arab, 1(1), 16–26.
Arbayah, A. (2013). Model Pembelajaran Humanistik. Dinamika Ilmu, 13(2).
Armedyatama, F. (2021). Teori Belajar Humanistik Dan Implikasinya Dalam
Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam. An-Nuha, 1(1), 11–18.
Armiya, & Nursalim. (2019). PENGAJARAN DAN PEMBELAJARAN
BAHASA INDONESIA. PENTAS: Jurnal Ilmiah Pendidikan Bahasa Dan
Sastra Indonesia, 5(2), 19–27.
Dinihari, Y., & Solihatun, S. (2020). Penerapan Metode Role Playing
Menggunakan Media Digital dalam Meningkatkan Keterampilan Sosial dan
Bahasa Siswa. SINASIS (Seminar Nasional Sains), 1(1).
Endang Komara. (2014). Belajar dan Pembelajaran Interaktif. Bandung: Refika
Aditama.
Insani, F. D. (2019). Teori Belajar Humanistik Abraham Maslow Dan Carl Rogers
Serta Implikasinya Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. As-
Salam: Jurnal Studi Hukum Islam & Pendidikan, 8(2), 209–230.
https://doi.org/10.51226/assalam.v8i2.140
Irhan, M., & Wiyani, N. A. (2016). Psikologi Pendidikan : Teori Dan Aplikasi
Dalam Proses Pembelajaran. Yogyakarta: Ar Ruzza Media.
Ismail, F. (2014). Evaluasi Pendidikan. Palembang: Tunas Gemilang Press.
Junaidi, S. (2023). Paradigma Pedagogik Humanistik Perspektif Imam Az-Zarnuji
dalam Kitab Taʻlīm Al-Mutaʻallim dan Relevansinya dengan Merdeka
Belajar. NAHNU: Journal of Nahdlatul Ulama and Contemporary Islamic
Studies, 1(1), 59–76.
Kobandaha, F. (2017). Pendidikan Karakter melalui Pendekatan Habituasi. Irfani,
13(1), 131–138.
Kokalinso, F. M., Rogi, O. H. A., & Siregar, F. O. P. (2021). STUDI PERSEPSI
MASYARAKAT SETEMPAT TERHADAP DAYA DUKUNG
HABITUASI KOTA PALU PASCA BENCANA TAHUN 2018. SPASIAL,
8(3), 488–500.
Maghfiroh, S., & Suryana, D. (2021). Media pembelajaran untuk anak usia dini di
pendidikan anak usia dini. Jurnal Pendidikan Tambusai, 5(1), 1560–1566.
Maunah, B. (2009). Metodologi Pengajaran Agama Islam. Yogyakarta: Teras.
Moleong, L. J. (2014). Metode Penelitian Kualitatif (Revisi). Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Musbikin, I. (2010). Buku Pintar PAUD Dalam Perspektif Islami. Yogyakarta:
Laksana.
Nast, T. P. J., & Yarni, N. (2019). Teori Belajar Menurut Aliran Psikologi
Humanistik Dan Implikasinya Dalam Pembelajaran. Jurnal Review
Pendidikan Dan Pengajaran (JRPP), 2(2), 270–275.
Oktaviana, A. (2022). Peran Pendidik dalam Menerapkan Pendidikan Akhlak
Anak Usia Dini melalui Metode Pembiasaan. Jurnal Obsesi: Jurnal
Pendidikan Anak Usia Dini, 6(5), 5297–5306.
Perni, N. N. (2018). Penerapan Teori Belajar Humanistik dalam Pembelajaran.
Adi Widya: Jurnal Pendidikan Dasar, 3(2), 105–113.
Putri, F. K. A., Husna, M. J., & Nihayah, S. A. (2023). Implementasi Teori
Belajar Humanistik dalam Pembelajaran dan Pembentukan Karakter Anak.
Tinta Emas: Jurnal Pendidikan Islam Anak Usia Dini, 2(1), 33–40.
Saputri, S. (2022). Pentingnya Menerapkan Teori Belajar Humanistik dalam
Pembelajaran untuk Meningkatkan Hasil Belajar Peserta Didik Pada Jenjang
Sekolah Dasar. EduBase : Journal of Basic Education, 3(1), 47–59.
Sardiman, A. . (2018). Interaksi dan Motivasi belajar Mengajar (24th ed.).
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Sitorus, M. (2023). PERKEMBANGAN KOGNITIF PADA ANAK USIA DINI.
Al-Abyadh, 6(1), 41–50.
Sugiyono. (2020). Metodologi Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif dan R&D). Bandung: Alfabeta.
Syafrizal, T. (2023). Analisis Implementasi Kurikulum Merdeka Dalam Perspektif
Teori Belajar Humanistik Di MTsN 3 Dan MTsN 19 Jakarta (UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Retrieved from
https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/74388
Syaifullah, A. (2022). Habituasi Tabayyun Dalam Upaya Menangkal Penyebaran
Informasi Hoax. AN-NABA: Islamic Communication Journal, 1(1), 1–11.
Ulfa, M. U. M. (2022). PEMBELAJARAN ANAK USIA DINI DALAM TEORI
HUMANISTIK. Hamka Ilmu Pendidikan Islam, 1(1), 182–195.

Anda mungkin juga menyukai