Anda di halaman 1dari 19

REVIEW JURNAL

PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN TERHADAP


PSIKOLOGI PENDIDIKAN HUMANISTIK

NURLAELI BDULLAH
10540962715

JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2021
Perspektif Filsafat Pendidikan Terhadap Psikologi
Judul
Pendidikan Humanistik
Jurnal Jurnal Sains Psikologi
Volume dan Halaman Jilid 19, Nomor 1, hlm 31-36
Tahun Maret 2017
Penulis Fadhil Hikmawan
Unit Kerja Penulis Fakultas Filsafat

Universitas Gadjah Mada


Jumlah Halaman 6 Halaman, 2.262 Kata.
Reviewer Nurlaeli Abdullah
Tanggal 11 November 2021
Tujuan ditulisnya perspektif filsafat pendidikan terhadap
psikologi humanistik adalah untuk mendeskripsikan
Tujuan Penelitian secara kritis perspektif filsafat pendidikan yang ada dalam
psikologi pendidikan humanistik.

1. Metode dalam kajian ini adalah penelitian


kepustakaan (library research).
2. Alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah
dokumen.
Metode Penelitian 3. Data dalam penelitian ini adalah buku dan jurnal yang
relevan dengan filsafat, filsafat pendidikan, dan
psikologi pendidikan humanistik.
4. Teknik analisis data dalam kajian ini adalah analisis
tematik.
Subjek Penelitian Peserta didik
Hasil dan Pembahasan  HASIL
Hasil penelitian menunjukkan filsafat pendidikan
psikologi pendidikan humanistik adalah filsafat
pendidikan yang memandang pendidikan sebagai
proses memanusiakan peserta didik sehingga mampu
berkembang dan beraktualisasi diri dengan segenap
potensi asli yang ada dalam dirinya.
 PEMBAHASAN
Pada artikel ini dideskripsikan tentang filsafat
pendidikan dalam aliran psikologi pendidikan
humanistik. Deskripsi filsafat pendidikan dalam
aliran psikologi pendidikan humanistik berisi tentang
pengertian dan cabang-cabang dari filsafat, filsafat
pendidikan, dan filsafat pendidikan dalam aliran
psikologi pendidikan humanistik.
Psikologi humanistik adalah salah satu dari tiga
aliran klasik dalam psikologi, selain aliran psikologi
behavioristik dengan tokohnya John B. Watson dan
aliran psikologi psikonanalis dengan tokohnya
Sigmund Freud. Aliran psikologi pendidikan
humanistik adalah aliran psikologi yang sangat
menjunjung tinggi kemanusiaan manusia yang unik
dan memiliki potensi-potensi individu yang baik.
Aliran ini banyak memperoleh pengaruh dari aliran
filsafat humanistik dengan tokoh J.J. Rousseau dan
aliran eksistensialisme dengan tokohnya J.J. Sartre
(Saifulah, 1983). Selain diterapkan dalam bidang
psikologi konseling, psikologi industri dan
organisasi, dan psikologi klinis, perkembangan aliran
psikologi humanistik diterapkan pula dalam bidang
pendidikan. Penerapan psikologi humanistik dalam
bidang pendidikan lazim disebut dengan istilah
psikologi pendidikan humanistik.
Berdasar rasional bahwa setiap aliran psikologi,
termasuk psikologi pendidikan, memiliki dasar
filsafat maka dalam aliran psikologi pendidikan
humanistik pada penelitian ini dideskripsikan secara
kritis tentang dasar filsafat pendidikan yang ada
dalam aliran psikologi pendidikan humanistik.

Kesimpulan 1. Filsafat pendidikan psikologi pendidikan humanistik


adalah filsafat pendidikan yang memandang
pendidikan sebagai proses memanusiakan peserta
didik sehingga mampu berkembang dan beraktualisasi
diri dengan segenap potensi asli yang ada dalam
dirinya. Perspektif filsafat pendidikan terhadap
psikologi pendidikan humanistik dapat dilihat dari
aspek ontologi pendidikan, epistemologi pendidikan,
dan aksiologi pendidikan.
2. Dari sudut ontologi kependidikan, psikologi
pendidikan humanistik menjelaskan bahwa
pendidikan adalah proses memanusiaan subjek didik
atau peserta didik sebagai manusia yang memiliki
potensi-potensi baik untuk mencapai aktualisasi diri.
Dasar epistemologi psikologi pendidikan humanistik
adalah plural (rasional, intuisionisme, dan
fenomenologi). Berbeda dari psikologi pendidikan
behavioristik yang cenderung memiliki pendekatan
bebas nilai (value free approach), psikologi
pendidikan humanistik memiliki pendapat bahwa
proses pendidikan semestinya adalah lekat nilai atau
terkandung nilai (value laden).

Kekuatan Penelitian Dalam artikel ini terdapat banyak referensi dari


pendapat beberapa ahli yang relevan dengan tema yang
dibahas. Selain itu, pembahasannya mudah di pahami
dengan penggunaan bahasa Indonesia yang sesuai
sehingga pembaca dapat menangkap poinpoin penting
dalam artikel ini. Serta metode yang digunakan lengkap.
Kelemahan Penelitian Perlu dilakukan penelitian/kajian lebih lanjut dengan
mengkaji variabel yang lebih luas dan kajian teori yang
mendalam dalam menemukan variabel-variabel lain yang
diduga berpengaruh signifikan terhadap kompetensi
peserta didik .

REVIEW JURNAL

MEMBANGUN KARAKTER DALAM PERSPEKTIF


FILSAFAT PENDIDIKAN KI HADJAR DEWANTARA
NURLAELI BDULLAH

10540962715

JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2021

Membangun Karakter Dalam Perspektif Filsafat


Judul
Pendidikan Ki Hadjar Dewantara
Jurnal Jurnal Filsafat Indonesia
Volume dan Halaman Vol. 2 No. 2
Tahun 2019
Penulis I Gusti Agung Made Gede Mudana
Unit Kerja Penulis Jurusan Pendidikan Agama dan Bahasa Bali,
STAHN Mpu Kuturan Singaraja, Indonesia
Jumlah Halaman 7 Halaman, 3.591 Kata.
Reviewer Nurlaeli Abdullah
Tanggal 11 November 2021
Untuk mengupayakan terjadinya transformasi nilai
Tujuan Penelitian untuk pembentukan karakter anak bangsa.

Pembentukan karakter peserta didik melibatkan tri


Subjek Penelitian pusat pendidikan (keluarga, sekolah, dan
masyarakat).
Metode penelitian Metode yang dipergunakan di dalam artikel ini
adalah study kepustakaan, yaitu menelaah sumber
pustaka primer dan sekunder yang terkait dengan
karakter dalam perspektif filsafat pendidikan Ki
Hajar Dewantara.
Hasil dan Pembahasan Ki Hadjar Dewantara
Ki Hadjar Dewantara sewaktu kecil mendapat
pendidikan formal pertama kali pada tahun 1896.
Akan tetapi, Ki Hadjar Dewantara merasa kecewa
karena teman sepermainannya tidak dapat bersekolah
bersama sebab mereka hanya rakyat biasa. Hal ini
yang kemudian mengilhami dan memberikan kesan
yang sangat mendalam di dalam hati nuraninya
dalam melakukan perjuangannya, baik dalam dunia
politik maupun pendidikan. Ki Hadjar Dewantara
juga menentang kolonialisme dan foedalisme yang
menurutnya sangat bertentangan dengan rasa
kemanusiaan kemerdekaan dan tidak memajukan
hidup dan penghidupan manusia secara adil dan
merata (Soeratman, 1985).

Pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang


Pendidikan Karakter
Pengertian Pendidikan Karakter
Sistem pendidikan Indonesia masih jauh dari kata
berhasil untuk menghasilkan generasi penerus bangsa
yang cerdas ilmu dan perilaku, sehingga perlu adanya
perombakan sistem pendidikan agar dapat
menghasilkan generasi yang cerdas akal dan budi
pekertinya.
Definisi pendidikan yang dikembangkan Ki Hadjar
Dewantara, menunjukkan bahwa Ki Hadjar
Dewantara memandang pendidikan moral sebagai
suatu proses yang dinamis dan berkesinambungan.
Keseimbangan unsur cipta, rasa, dan karsa yang tidak
dapat dipisah-pisahkan ini memperlihatkan bahwa Ki
Hadjar Dewantara tidak memandang pendidikan
hanya sebagai proses transfer ilmu pengetahuan
(transfer of knowledge). Ki Hadjar Dewantara
mendefinisikan pendidikan adalah sebagai daya dan
upaya yang dilakukan untuk memajukan
bertumbuhnya budi pekerti, kekuatan batin, karakter,
pikiran dan tubuh anak agar dapat mencapai
kesempurnaan hidup, yaitu kehidupan dan
penghidupan anak-anak peserta didik dapat selaras
dengan dunianya (Taman Siswa, 1967).
Tujuan Pendidikan Karakter
Tujuan pendidikan bagi Ki Hadjar Dewantara adalah
membangun anak didik menjadi manusia yang
merdeka lahir batin, luhur akal budinya serta sehat
jasmaninya untuk menjadi anggota masyarakat yang
berguna dan bertanggung jawab atas kesejahteraan
bangsa, tanah air serta manusia pada umumnya
(Suparlan, 1984). Upaya kebudayaan (pendidikan)
dapat ditempuh dengan sikap yang dikenal dengan
teori Trikon, yaitu Kontinuitas, Konvergensi, dan
Konsentris.
Dasar Pendidikan
Sistem pendidikan Ki Hadjar Dewantara
dikembangkan berdasarkan lima asas pokok yang
disebut Pancadarma Taman Siswa, yang meliputi:
asas kemerdekaan, asas kodrat alam, asas
kebudayaan, asas kebangsaan, asas kemanusiaan.
Pokok Ajaran/ Sistem Pendidikan
Pokok ajaran Ki Hadjar Dewantara menyatakan
bahwa pendidikan yang cocok untuk anakanak
Indonesia adalah Pendidikan Nasional. Untuk
menyelengarakan pendidikan nasional, beliau
mendirikan Lembaga Pendidikan Nasional Taman
Siswa yang kemudian dikenal sebagai Perguruan
Taman Siswa. Falsafah pendidikannya adalah
menentang falsafah penjajahan dalam hal ini falsafah
Belanda yang berakar pada budaya Barat. Dalam
pelaksanaan pendidikan, Ki Hadjar Dewantara
menggunakan “Sistem Among” sebagai perwujudan
konsepsi beliau dalam menempatkan anak sebagai
sentral proses pendidikan. Dalam Sistem Among,
setiap pamong sebagai pemimpin dalam proses
pendidikan diwajibkan bersikap: Ing ngarsa sung
tuladha, Ing madya mangun karsa, dan Tut wuri
handayani (MLPTS, 1992).
Simpulan dan Saran 1. Sistem pendidikan yang dikemukakan Ki Hadjar
Dewantara (ing ngarsa sung tuladha, ing madya
mangun karsa, dan tut wuri handayani) adalah
wasiat luhur yang patut dijadikan sebagai acuan
dalam pengembangan pendidikan karakter.
2. Pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara
haruslah bersifat nasional. Artinya, secara
nasional pendidikan harus memiliki corak yang
sama dengan tidak mengabaikan budaya lokal.
Bangsa Indonesia yang terdiri atas banyak suku,
ras, dan agama hendaknya memiliki kesamaan
corak dalam mengembangkan karakter anak
bangsanya.
3. Penyelenggaraan pendidikan jangan terjebak pada
pencapaian target sempit yang hanya melakukan
transfer pengetahuan, tetapi perlu dengan sengaja
mengupayakan terjadinya transformasi nilai untuk
pembentukan karakter anak bangsa.
4. Pembentukan karakter peserta didik perlu
melibatkan tri pusat pendidikan (keluarga,
sekolah, dan masyarakat) secara sinergis.
Pengembangan karakter peserta didik perlu
memperhatikan perkembangan budaya bangsa
sebagai sebuah kontinuitas menuju ke arah
kesatuan kebudayaan dunia (konvergensi), dan
tetap memiliki sifat kepribadian di dalam
lingkungan kemanusiaan sedunia (konsentris).
5. Asas dan dasar pendidikan yang digagas Ki
Hadjar Dewantara merupakan landasan dasar
yang kokoh untuk membangun karakter bangsa,
bersendi pada budaya bangsa dengan tidak
mengabaikan budaya asing.
Kekuatan Penelitian Metode penelitian lengkap.

Kelemahan Penelitian Perlu dilakukan penelitian/kajian lebih lanjut dengan


mengkaji variabel yang lebih luas dan kajian teori
yang mendalam dalam menemukan variabel-variabel
lain yang diduga berpengaruh signifikan terhadap
kompetensi penyuluh pertanian.

REVIEW JURNAL

DASAR EPISTEMOLOGI DALAM FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM


NURLAELI BDULLAH

10540962715

JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2021

Judul Dasar Epistemologi Dalam Filsafat Pendidikan Islam

Jurnal Jurnal Mudarrisuna


Volume dan Halaman Vol. 9 No. 2
Tahun July-Desember 2019
Penulis Abidin Nurdin1, Sri Astuti A. Samad2, Munawwarah A.
Samad3
Unit Kerja Penulis 1Universitas Malikussaleh, Aceh, Indonesia
2,3Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh, Aceh,
Indonesia
Jumlah Halaman 17 Halaman.
Reviewer Nurlaeli Abdullah
Tanggal 11 November 2021
Untuk mengetahui betapa pentingnya memahami sekaligus
mempraktikkan epistemologi sebagai dasar filsafat
pendidikan Islam. Agar ilmu yang diajarkan memiliki dasar
Tujuan Penelitian yang jelas dan benar karena akan berpengaruh pada tujuan,
media, materi dan metode pendidikan yang diajarkan kepada
peserta didik.

Subjek Penelitian Tenaga Pendidik


Hasil dan Pembahasan 1. Epistemologi dalam Pendidikan Islam
Masalah mendasar yang dihadapi manusia saat ini adalah
problema ilmu dan adab. Karena ilmu dipisahkan dari nilai-
nilai adab, sehingga berdampak pada munculnya the loss of
adab (hilangnya adab). Pendidikan Islam dalam kajian Islam
selama ini, belum dikembangkan di atas kerangka
epistemologinya yang jelas. Hingga kini belum ada tawaran
konseptual mengenai bangunan epistemologi pendidikan
Islam sebagai sarana atau pendekatan dalam pengembangan
pendidikan Islam. Al-Attas mengeritik Barat tentang
kebahagiaan (happiness) yang mengikuti pemikiran
Aristotelian hanya menyentuh aspek duniawi yang sampai
saat ini menjadi konsep manusia modern. Karena itu, titik
fokus epistemologi Islam di samping menekankan pada
konsep yang holistik dan komperhensif tidak parsial dan
partikular. Konsep-konsep kelimuan yang dikembangkan
peradaban Barat sekuler merupakan tantangan terbesar umat
Islam. Oleh karena itu, al-Attas menegaskan bahwa secara
konseptual, antara Islam dan Barat terdapat perbedaan yang
fundamental sehingga akan menimbulkan konflik yang
bersifat permanen. Adapun filsafat pendidikan Islam berasal
dari filsafat hidup Islam, hal itu mencakup kebenaran (truth)
yang bersifat spekulatif dan praktikal yang menolong untuk
menafsirkan tentang manusia, sifat-sifat ilahiyah-Nya, nasib
kesudahannya, dan keseluruhan hakikat (reality). Senada
dengan al-Attas dan Langgulung, Zuhairini mengatakan
bahwa filsafat pendidikan Islam memberikan kontribusi ke
arah pengembangan konsep-konsep filosofis dari pendidikan
Islam, yang secara otomatis akan menghasilkan teori-teori
baru dalam ilmu pendidikan Islam, dan kedua kearah
perbaikan pemahaman dan pembaharuan praktek dan
pelaksanaan pendidikan Islam. Oleh sebab itu, disinilah
pentingnya landasan epistemologi dalam pendidikan Islam
yang mengakui tidak hanya empirisme dan rasionalisme
sebagai pilarnya. Akan tetapi juga mengakui indra, akal,
intuisi dan yang paling penting adalah wahyu sebagai
kerangka dan sumber keilmuannya.
2. Konsep Ilmu dalam Filsafat Pendidikan Islam
Menurut al-Ghazali, ilmu diperoleh oleh manusia dengan
dua cara, yaitu: daruri (apriori) dan bukan daruri. Lebih
lanjut Fahmy Zarkasyi menerangkan bahwa menurut al-
Ghazali dalam konsep epistemologi Islam realitas tidak
hanya terbatas pada fisik atau lahiriyah dari dunia saja, tetapi
juga mencakup realitas supra duniawi atau realitas yang
tertulis dalam Lembaran Takdir (lauhin mahfudz). Karena itu
al-Ghazali mengklasifikasikan ilmu menjadi dua yaitu ilmu
pengetahuan yang berkaitan dengan agama (syar’iyah) dan
ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan intelek („aqliyah).
Perbedaan konsep pengetahuan al-Ghazali adalah teori
kepastian yang dapat dicapai dengan dua cara; pertama,
melalui pengetahuan rasional; kedua, melalui pengetahuan
dan pengalaman keagamaan. Sejalan dengan al-Ghazali, al-
Attas juga membagi pencapaian ilmu dalam dua kategori,
yaitu. Pertama adalah ilmu adalah sesuatu yang datang dari
Allah dan diberikan kepada insan sebagai karunia-Nya.
Kedua, adalah sesuatu yang dicapai oleh jiwa yang aktif dan
kreatif berdasarkan daya usaha akliahnya sendiri, yang telah
melalui pengalaman, penyelidikan dan pengkajian.
Dipertegas kembali oleh Alparslan Acikgenc dan Wan Daud,
yakni Pertama; ilmu diisyaratkan sebagai sesuatu yang
berasal dari Allah SWT. dapat dikatakan bahwa ilmu itu
adalah datangnya makna sesuatu atau objek ilmu ke dalam
jiwa pencari ilmu; kedua sebagai sesuatu yang diterima oleh
jiwa yang aktif dan kreatif, ilmu bisa diartikan sebagai
datangnya jiwa pada makna sesuatu atau objek ilmu. Ilmu
yang dimiliki manusia muncul dari dua saluran: pertama
saluran luar, yakni khayal dari pancaindra. Sedangkan yang
kedua, saluran dalam, yakni ilham atau wahyu dari malaikat
dari Allah. Dapat dibayangkan jika landasan epistemologi
pendidikan Islam tidak berberdiri di atas paradigma Islam
yang jelas. Maka ontologi dan aksiologi pendidikan Islam
juga akan melenceng dan jauh dari tujuan pendidikan Islam
yang sesungguhnya. Akibatnya pendidikan Islam perlahan
tapi pasti akan kehilangan ruhnya, disebabkan tidak adanya
visi keilahian. Pendidikan yang mengusung rasio hanya akan
mengantarkan manusia pada keyakinan mendewakan akal,
kemudian empiris pada akhirnya melahirkan mazhab
positivisme sebuah aliran dalam filsafat pendidikan yang
menggiring pemahaman untuk menafikan campur tangan
Tuhan dalam kehidupan manusia.

3. Wahyu sebagai Landasan Epistemologis


Dalam kerangka epistemologi Islam, wahyu merupakan
landasan pertama dan utama sebagai sumber ilmu dan
kebenaran selanjutnya intuisi, akal, kemudian indra. Hal ini
hanya mampu dijangkau dengan ilmu tauhid dan keyakinan
karena akal terbatas untuk mencernanya. Pada konteks ini
kekuasaan Allah SWT. meliputi segala sesuatu di alam
semesta ini termasuk gempa bumi dan daun yang jatuh.
Seorang sarjana Muslim seperti Abdurrahman Saleh
Abdullah menegaskan bahwa Al-Quran dan Hadis adalah
asas bagi pendidikan Islam sebab al-Quran mengandung
segala sesuatu mengenai petunjuk bagi manusia terkait
dengan kehidupan dunia dan akhirat. Ironisnya sampai saat
ini wahyu sebagai landasan epistimologis atau sumber ilmu
masih ada yang tidak menerima, terutama kalangan ilmuan
Barat yang memicu kekacauan besar dalam dunia keilmuan
dan kemanusiaan saat ini. Pendidikan Islam dan konteks
epistemologis memiliki arti yang sangat penting bagi
bangunan pengetahuan, sebab ia merupakan tempat berpijak.
Jadi, asas ilmu dan peradaban Islam itu adalah konsep
seminal dalam al-Qur‟an dan al-Sunnah. Konsep-konsep itu
kemudian ditafsirkan, dijelaskan, dan dikembangkan
menjadi berbagai disiplin ilmu pengetahuan Islam. Ilmu
pengetahuan merupakan pengetahuan yang diperoleh lewat
metode ilmiah. Dengan demikian, metode ilmiah merupakan
penentu layak-tidaknya pengetahuan menjadi ilmu, sehingga
memiliki fungsi yang sangat penting dalam bangunan ilmu
pengetahuan. Jika ditelaah lebih jauh kajian tentang filsafat
pendidikan Islam, maka tidak akan pernah jauh dari
pembahasan; konsep fitrah, hakikat manusia, hubungan
manusia dengan alam, konsepsi kehidupan manusia dan
beberapa kajian yang terkait dengan ontologi, epistemologi,
aksiologi dan aliran-aliran filsafat.
Kesimpulan 1. Epistemologi merupakan ilmu yang mengkaji tentang
sumber ilmu pengetahuan atau teori tentang ilmu
pengetahuan. Studi filsafat pendidikan Islam meyakini
bahwa sumber ilmu pengetahuan adalah wahyu di atas
akal dan panca indra. Karena itu, ilmu dalam Islam tidak
hanya bersandar pada capaian akal dan indrawi tetapi
lebih dari ilmu ia berpijak pada kebenaran Ilahi yang
kemudian dapat disebut teosentris, bukan antroposentris
atau ilmu yang berlandaskan pada rasionalisme manusia.
Bahkan pada batas tertentu intuisi berupa kasyf dapat
dijadikan sebagai metode pencapaian kebenaran ilmu.
Antroposentrisme sebagaimana dikembangkan oleh Barat
hanya akan terjebak pada kebenaran semu yang
mempertuhankan manusia dengan kekuatan akal yang
sebenarnya terbatas.
2. Jika merujuk pada epistemologi al-Ghazali dan al-Attas
maka ilmu pengetahuan bersumber pada dua hal;
pertama, melalui pengetahuan rasional; kedua, melalui
pengetahuan dan pengalaman keagamaan. Pertama
adalah pengetahuan tentang makhluk dan yang kedua
adalah realitas Ilahi. Namun, pola pikir integratif secara
eksplisit tampak ketika ia menegaskan bahwa kepastian
pengetahuan rasional tidak ada nilainya jika tidak disertai
dengan kepastian yang diperolah dari pengetahuan
realitas Ilahi.
3. Realitas Ilahi yang dijelaskan oleh wahyu sebagai
bersumber ilmu kemudian memberikan kepastian kepada
akal tentang kebenaran. Wahyu sebagai sumber filsafat
pendidikan Islam sebagaimana dijelaskan oleh filosof dan
sarjana Muslim seperti al-Ghazali, al-Attas, Abdullah dan
Langgulung. Hal inilah yang tidak dimiliki oleh Barat,
sehingga pemikiran mereka hanya berputar-putar pada
kebenaran semu yang tidak memiliki ujung dan pangkal,
berbeda dengan epistemologi Islam diikat oleh kebenaran
Ilahi berdasar pada Tauhid.
Kekuatan Penelitian Dalam jurnal ini terdapat banyak referensi dari pendapat
beberapa ahli yang relevan dengan tema yang dibahas.
Selain itu, pembahasannya mudah di pahami dengan
penggunaan bahasa Indonesia yang sesuai sehingga pembaca
dapat menangkap poinpoin penting dalam jurnal ini.
Kelemahan Penelitian Perlu dilakukan penelitian/kajian lebih lanjut dengan
mengkaji variabel yang lebih luas dan kajian teori yang
mendalam dalam menemukan variabel-variabel lain yang
diduga berpengaruh signifikan terhadap kompetensi peserta
didik .

Anda mungkin juga menyukai