UNTUK LONGSORAN
LOKASI:
CIBOLED QUEEN RABINTANI REGENCY
CIGENDEL, PAMULIHAN, SUMEDANG
Disusun untuk:
PT RABINTANI LAKSANA ABADI
Disusun oleh:
PT GEOCHEM SURVEI
Agustus 2023
PT RABINTANI SURVEY GEOTEKNIK UNTUK LONGSORAN
LAKSANA ABADI CIBOLED QUEEN RABINTANI REGENCY, PAMULIHAN, SUMEDANG
NO. SPK :
DAFTAR REVISI
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
Gambar 28. Lintasan pengukuran Geolistrik di Perum Queen Rabintani Regency, Sumedang.
.................................................................................................................................................. 33
Gambar 29. Pembagian litologi hasil pengukuran Geolistrik .................................................. 34
Gambar 30. Sebaran lintasan Geolistrik di lokasi survey......................................................... 34
Gambar 31. Diagram fence sebaran penampang Geolistrik.................................................... 35
Gambar 32. Penampang lintasan Geolistrik CBD01................................................................. 36
Gambar 33. Penampang lintasan Geolistrik CBD02................................................................. 37
DAFTAR TABEL
KATA PENGANTAR
Laporan ini disusun sebagai hasil penyelidikan geoteknik untuk longsoran dengan metode
geofisika yang berupa metoda geolistrik resistivity dan uji sondir Kap. 2.5 ton telah
dilaksanakan oleh tenaga ahli geoteknik sebagai konsultan di Perumahan CIBOLED QUEEN
RABINTANI REGENCY, Cigendel, Pamulihan, Sumedang.
Pengambilan data lapangan untuk analisis geoteknik meliputi data geolistrik resistivity dan
sondir yang berlangsung selama 1 hari pada Agustus 2023, sebanyak 2 lintasan pengukuran
di lokasi dengan teknik pengukuran profiling yang menerapkan konfigurasi dipole-dipole dan
2 titik pengukuran sondir.
Isi laporan ini mencakup uraian mengenai pelaksanaan kegiatan pengambilan data lapangan,
pengolahan dan pemodelan data hasil pengukuran, interpretasi, dan evaluasi hasil
pemodelan gelistrik serta perhitungan lapisan batuan yang mengandung air dan bidang
gelincir yang dikomparasi dengan data sondir.
Berdasarkan hasil interpretasi dari data geolistrik resistivitas ini diharapkan dapat membantu
memberikan gambaran geologi bawah permukaan yang pada akhirnya dapat bermanfaat bagi
perencanaan infrastruktur di lokasi tersebut.
Team Geoteknik
BAB I. PENDAHULUAN
Pembangunan perumahan di area berlereng perlu meperhatikan keamanan lereng. Salah satu
potensi bahaya yang perlu menjadi perhatian adalah potensi longsoran, Longsoran unumnya
sangat dipengaruhi oleh bidang gelincir (slip surface) atau bidang geser (shear surface). Pada
umumnya tanah/bidang yang mengalami longsoran akan bergerak di atas bidang gelincir
tersebut. Metode metode geolistrik resistivitas merupakan salah satu metode yang dapat
digunakan untuk mengidentifikasi bidang gelincir yang akan semakin baik bila dikalibrasi
dengan data pengukuran sondir.
Memetakan daerah yang rawan longsor, khususnya untuk menentukan ketebalan lapisan
yang berpotensi longsor, kedalaman bidang gelincir serta litologi perlapisan batuan bawah
permukaan.
Lokasi pengukuran geolistrik resistivity dan sondir dilakukan di lokasi Ciboled Queen Rabintani
Regency, Cigendel, Pamulihan, Sumedang. Dilaksanakan pada Agustus 2023 dan dilakukan 2
kali pengukuran geolistrik dan 2 kali pengukuran sondir di lokasi.
Pelaksanaan survey di area survey dibagi menjadi dua bagian meliputi pengukuran geolistrik
resistivitas dan pengukuran sondir. Pengukuran geolistrik dilakukan menggunakan alat ARES
multi-channel (Gambar 2). Metode yang digunakan yaitu profiling konfigurasi pole-dipole.
Panjang bentangan kabel sekitar 282 m. Pengolahan data dilakukan dengan software
RES2DInv untuk inversi 2D dan Rockwork untuk pemodelan. Untuk interpretasi dan analisis
data, referensi yang digunakan yaitu dari sumur sekitar lokasi, peta geologi regional, dan peta
hidrogeologi regional. Pengukuran sondir dilaksanakan menggunakan alat sondir dengan
kapasitas 2.5 ton.
Daftar lengkap peralatan Geoteknik yang digunakan terdapat dalam tabel di bawah ini:
B GEOLISTRIK 2D
1 Resistivity main unit (ARES) Unit 1
Perlengkapan
1 Elektroda Potensial Buah 2
2 Elektroda Arus Buah 2
3 Kabel Gulung untuk Elektroda potensial Buah 2
4 Kabel Gulung untuk Elektroda arus Buah 2
5 Accu kering 12 Volt Buah 1
6 Palu Buah 3
7 Meteran Buah 2
Berdasarkan peta geologi regional masuk peta geologi regional Lembar Bandung (Gambar 4),
area survey tersusun oleh Hasil Gunungapi Muda Tak Teruraikan yang terdir dari pasir tufaan,
lapilli, breksi, lava, dan aglomerat. Sebagian berasal dari G. Tangkubanparahu dan sebagian
dari G. Tampomas. Antara Sumedang dan Bandung, batuan ini membentuk dataran-dataran
kecil atau bagian-bagian rata dan bukit-bukit rendah yang tertutup oleh tanah yang berwarna
abu-abu kuning dan kemerah-merahan.
Berdasarkan Peta Hidrogeologi Lembar Bandung, area survey termasuk ke dalam akuifer
produktivitas sedang penyebaran luas.
Resistivitas batuan dapat diukur dengan memasukkan arus listrik ke dalam tanah melalui 2
titik elektroda di permukaan tanah dan 2 titik lain untuk mengukur beda potensial di
permukaan yang sama. Hasil pengukuran Geolistrik dapat berupa peta sebaran tahanan jenis
baik dengan jenis mapping atau horizontal maupun sounding atau kedalaman. Hasil
pengukuran Geolistrik mapping maupun sounding disesuaikan dengan kebutuhan
diadakannya akuisisi data serta jenis konfigurasi yang digunakan.
Bila arus listrik diinjeksikan ke dalam bumi melalui dua buah elektroda arus, kemudian diukur
peda potensial yang ditimbulkan oleh adanya injeksi arus tersebut pada dua buah elektroda
potensial, maka akan diperoleh harga tahanan jenis semu yang secara matematis dirumuskan
sebagai berikut:
𝛥𝑉
𝜌𝑎 = 𝐾 .......................................................................................... (i)
𝐼
dimana K adalah faktor geometri (dalam meter) yang merupakan fungsi kedudukan elektroda
arus dan elektroda potensial (konfigurasi elektroda). Satuan V/I adalah Ω (Ohm) dan satuan
tahanann jenis semu (a) adalah Ωm.
Ada beberapa susunan atau konfigurasi elektroda yang biasa digunakan yaitu pole-pole, pole-
dipole, dipole-dipole, Wenner dan Schlumberger. Dalam kegiatan survei Geolistrik untuk
untuk penyelidikan bawah tanah, konfigurasi elektroda yang sering digunakan adalah
konfigurasi Dipole-Dipole, karena dengan konfigurasi ini variasi tahanan jenis lateral dan
vertikal sounding dapat terukur dengan baik. Faktor geometri konfigurasi elektroda Dipole-
Dipole dirumuskan sebagai berikut:
Untuk mengukur variasi harga resistivitas semu (tahanan jenis semu) perlapisan tanah dan
batuan di bawah permukaan bumi dengan menggunakan metoda dipole-dipole, maka
dilakukan penempatan sepasang elektroda arus (A dan B) dan sepasang elektroda potensial
(M dan N) di permukaan bumi pada satu garis lurus, dimana untuk elektroda-elektroda arus
A dan B diletakkan berdekatan demikian juga elektroda-elektroda potensia M dan N (Gambar
6). Pada konfigurasi ini elektroda arus dan elektroda potensial masing-masing membentuk
dipole yang disebut sebagai dipole arus C1C2 dan dipole potensial P1P2 dengan jarak a. Jarak
antar kedua dipole divariasikan dan merupakan kelipatan bilangan bulat dari a.
Tahanan jenis semu sebagai fungsi jarak antar elektroda secara kualitatif memberikan
informasi mengenai tahanan jenis sebagai fungsi kedalaman (variasi vertikal) pada titik yang
ditinjau. Gambar 7 memperlihatkan ilustrasi bagaimana hubungan konfigurasi elektroda
dengan kedalaman. Dengan cara mengatur jarak antar elektroda AB dan MN akan
memberikan hubungan nilai tahanan jenis dengan kedalaman. Semakin lebar jaraknya
semakin dalam penetrasinya. Di bawah ini digambarkan bagaimana komposisi elektroda
kaitannya dengan kedalaman dan posisi ukurnya (Gambar 7 dan 8).
Gambar 10. Teknik pengukuran dan presentasi data dalam bentuk citra 2-D menggunakan
konfigurasi elektroda Dipole-Dipole.
Gambar 11. Datum kedalaman setiap variasi jarak elektroda dipole-dipole dengan memakai
alat Geolistrik ARES dalam kaitannya dengan kemampuan penetrasi kedalaman.
Setiap susunan eletroda tertentu memberikan kedalaman dan nilai tahanan jenis tertentu.
Pada saat pengolahan data dengan cara inversi memakai software Inversi akan memberikan
gambaran batuan berdasarkan nilai tahanan jenis batuannya. Untuk mendefinisikan jenis
batuan perlu membuat referensi nilai tahanan jenis.
dan elektroda ke-48 di ujung lainnya dalam satu garis lurus. Posisi alat ukur (main unit)
diletakan di antara posisi elektroda ke-24 dan ke-25.
3. Setelah dilakukan setting comand file untuk mengendalikan pengukuran sesuai
dengan parameter kontrol yang diinginkan, pengukuran akan dilakukan untuk satu
lintasan. Semua pengukuran dan informasi data direkam/disimpan di dalam memori
alat ARES.
4. Prosedur (1) hingga (3) diulang kembali untuk pengukuran lintasan berikutnya.
Proses yang dilakukan adalah membaca file dan mengedit data, pemilahan data, yaitu
membuang data yang memiliki kesalahan ukur yang besar. Pembuatan model 2-D dan 3-D
dilakukan dengan cara forward dan inversi dengan menggunakan software pemodelan 2D dan
3-D.
Model 2-D berupa model bawah permukaan yang terdiri dari blok-blok dengan ukuran
berbeda. Dalam hal ini parameter model 2-D adalah nilai tahanan-jenis dari tiap blok yang
mempunyai dimensi lateral (x) dan vertikal (z). Secara umum hubungan data dan parameter
model dapat dinyatakan oleh:
d = F (m) .............................................................................................................................
. (iii)
dimana d adalah vektor data, m adalah vektor model dan F(m) adalah fungsi forward
modeling.
dimana ε adalah bilangan positif sebagai bobot relatif antara kedua faktor yang
diminimumkan, dan W adalah faktor smoothness yang merupakan fungsi kontinyu model
yang dapat dinyatakan oleh turunan pertama atau turunan keduanya. Penerapan metode
NLCG untuk meminimumkan persamaan (19) memberikan solusi:
mn +1 = mn − J nT J n + H nT (F (m) − d ) + Wn −1
J nT ( F (m) − d ) ....................... (v)
Pemodelan inversi dengan algoritma NLCG diaplikasikan pada program inversi dan dijelaskan
secara rinci oleh Rodi dan Mackie (2001).
Pekerjaan Dutch Cone Penetration Test (DCPT) atau Sondir adalah pengujian insitu yang
umum dilakukan, dengan maksud untuk mengetahui kedalaman lapisan tanah secara cepat
serta sifat daya dukung maupun daya lekat pada setiap kedalaman (interval 20 cm). Acuan
yang dipakai dalam melaksanakan pekerjaan ini adalah ASTMD 1586 – 99 atau SNI 03-2827.
Mekanisme dari pengujian ini adalah menekan instrument ke dalam tanah untuk mengukur
ketahanan konus (qc), yaitu total gaya yang bekerja pada konus dibagi dengan luas proyeksi
konus (10 cm2) dan local side friction fsc, adalah gaya total friksi pada selimut friksi dibagi
dengan luas permukaan (150 cm2).
Pengujian Sondir adalah cara pengujian dengan biaya relatif murah untuk mengevaluasi profil
tanah yang dilaksanakan secara menerus dapat dipakai sebagai korelasi tanah tak kohesi yang
umumnya lebih akurat dan umum digunakan dan kurang akurat jika digunakan untuk tanah
kohesif, karena adanya pengaruh tekanan air pori dan faktor-faktor lainnya. Klasifikasi tanah
yang didasarkan atas hasil pengujian sondir seperti pada tabel di bawah ini:
Karena pengujian Sondir tidak dapat mengambil contoh tanah yang diuji seperti pada
pemboran inti konvensional, maka untuk dapat memperkirakan klasifikasi tanah dapat
ditentukan dari pada Gambar dibawah ini.
Gambar 12. Klasifikasi Tanah berdasarkan hasil pengujian Sondir Mekanis (Schmertmann,
1974)
Dengan kecepatan penetrasi sekitar 20 mm/detik, untuk tanah berbutir halus yang
mempunyai permeabilitas rendah, shear strength didasarkan atas undrained shear
strength (Su). Hasil dari beberapa riset menunjukkan bahwa undrained shear strength
sebagai fungsi dari ketahanan konus seperti pada persamaan berikut:
Su =
(qc − v 0 )
Nk
Gambar 13. Hubungan antara Cone Resistance vs Vertical Effective Stress dan Sudut Geser
Dalam (Durgunoglu, HT and Mitchel, J.K)
Tidak seperti tanah berpermeabilitas rendah seperti lempung dan lanau, tanah pasiran
umumnya bersifat sebagai material kering dengan permeabilitas tinggi. Untuk maksud
tersebut, shear strength tanah pasiran dapat di hubungkan dengan drained shear strength.
Karenanya shear strength untuk tanah pasiran sangat tergantung pada sudut geser dalam
(angle of internal friction).
Hubungan antara hasil Sondir dan constrained modulus (M), untuk tanah kohesif dan non-
kohesif seperti pada persamaan berikut:
M=∝qc
3.2.4 KORELASI ANTARA TAHANAN UJUNG SONDIR (QC) DENGAN NILAI SPT
Hubungan antara tahanan ujung sondir (qc) dengan Nilai Standard Penetration Test (NSPT)
seperti pada tabel dibawah ini.
Tabel 4. Korelasi Antara Tahanan Ujung Sondir (qc) dengan Nilai SPT (after Schmertmann,
1970)
Secara umum daerah pekerjaan berada sekitar 4,5 Km ke arah baratlaut dari Gunung
Kareumbi dan merupakan bagian distal dari Gunung Kareumbi. Berdasarkan Peta Geologi
Regional Lembar Bandung, litologi dari lokasi pekerjaan berada pada Formasi Gunungapi
Muda Tak Teruraikan yang tersusun dari batuan pasir tufan, lapili, breksi, lava, dan aglomerat.
Berdasarkan hasil analisis kemiringan lereng menggunakan peta DEMNAS dengan resolusi 8m
dengan klasifikasi kemiringan lereng berdasarkan van Zuidam (Tabel 5), lokasi pekerjaan
memiliki kemiringan lereng sedikit miring (gently slope) hingga miring (sloping) dengan
rentang sudut lereng 2° - 8° atau persentase kemiringan lereng 2-15% (Gambar 15).
Datar atau hampir datar, tidak ada erosi yang besar, tidak ada proses denudasi
Datar 0° - 2° 0–2%
yang berarti.
Sedikit Lahan memiliki kemiringan lereng sedikit miring, Gerakan tanah kecepatan
2° - 4 ° 2 –7%
Miring rendah, erosi lembar dan erosi alur, rawan erosi.
Lahan memiliki kemiringan lereng miring, sama dengan diatas tetapi dengan
Miring 4° - 8° 7 – 15 %
besaran yang lebih tinggi, sangat rawan terhadaperosi.
Lahan memiliki kemiringan lereng agak curam, banyak terjadi Gerakan tanah dan
Agak curam 8° - 16° 15 – 30 %
erosi, terutama longsoran yang bersifat nendatan.
Sangat Lahan memiliki kemiringan lereng yang sangat curam, sering ditemukan
35° - 55° 70 – 140 %
Curam singkapan batuan, rawan jatuhan batu, tanaman jarang tumbuh.
Zonasi Lereng
Hasil validasi di lapangan menunjukan bahwa daerah pekerjaan memiliki tiga zona lereng
dengan kemiringan yang berbeda yaitu Zona 1, Zona 2, dan Zona 3.
Zona 1
Zona 1 dengan kemiringan lereng 4° (sedikit miring). Pengamatan pada lokasi S-01,
menunjukkan bahwa zona ini tersusun atas tanah residual dengan karakteristik berukuran
lempung pasiran yang berasal dari tuf vulkanik, warna cokelat kemerahan, derajat pelapukan
VI/tanah residual (ISRM, 1978), kondisi tanah gembur, porositas dan permeabilitas tinggi,
sortasi baik, bentuk butir membundar, plastisitas tinggi. Pada singkapan tanah S-01 dijumpai
pula retakan-retakan polygon berukuran <1 cm akibat kondisi tanah yang mengering. Zona ini
digunakan untuk lahan kebun, dan sudah dibuka/dibersihkan saat penelitian dilakukan.
Gambar 17. Kenampakan tanah dan rekahan polygon yang ada pada Zona 1 (Lokasi S-01).
Zona 2
Zona 2 dengan kemiringan lereng 16° (agak curam). Pengamatan pada lokasi S-02,
menunjukkan bahwa zona ini tersusun atas tanah residual dengan karakteristik berukuran
lempung pasiran yang berasal dari tuf vulkanik, warna cokelat kemerahan, derajat pelapukan
VI/tanah residual (ISRM, 1978), kondisi tanah gembur, porositas dan permeabilitas tinggi,
sortasi baik, bentuk butir membundar, plastisitas tinggi. Pada singkapan tanah S-02 dijumpai
pula retakan-retakan vertikal berukuran 0,5 - 1 cm, serta dijumpai juga material talus halus
pada skala kecil yang merupakan indikasi dari pergerakan tanah. Zona 2 ini digunakan untuk
lahan kebun singkong dan pisang.
Gambar 19. Kenampakan tanah dan retakan vertikal pada Zona (Lokasi S-02).
Gambar 21. Kenampakan batuan tuf pasiran dalam tanah residual di lokasi S-02.
Zona 3
Zona 3 dengan kemiringan lereng 2° (sedikit miring) (Gambar 10). Pengamatan pada lokasi S-
03 (Gambar 11) dan S-04 (Gambar 12), menunjukkan bahwa zona ini tersusun atas tanah
residual yang berasal dari tuf lapilli dan sisipan tuf pasiran dengan karakteristik warna cokelat,
derajat pelapukan VI/tanah residual (ISRM, 1978), porositas dan permeabilitas tinggi, sortasi
baik, bentuk butir membundar, plastisitas tinggi. Pada singkapan tanah S-03 dijumpai
retakan-retakan vertikal yang cukup masif berukuran 0,5-2 cm. Singkapan tanah S-04
memperlihatkan perlapisan batuan tuf pasiran dan tuf lapilli lapuk dengan kedudukan N 120
E/16º. Zona 3 ini digunakan untuk lahan kebun singkong.
Gambar 23. Kenampakan sisipan tuf pasiran dalam tuf lapilli serta retakan yang cukup
merata berukuran 0,5-2 cm pada lokasi S-03.
Gambar 24. Kenampakan sisipan tuf pasiran dalam tuf lapilli di lokasi S-04.
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, lereng Zona 2 memiliki potensi bahaya longsor
yang lebih besar disbanding kedua zona lainnya. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya
beberapa indikasi pergerakan tanah akibat kemiringan lereng yaitu rekahan vertikal dan talus
(hasil endapan jatuhan), terjadinya pergerakan tanah disebabkan oleh erosi dan sifat tanah
yang mudah untuk jenuh air, serta lereng dengan sudut kemiringan 18° (agak curam).
Sondir dilaksanakan untuk mencari detail dari nilai tahanan konus (qc) dari tiap lapisan. Grafik
dan data sondir dapat dilihat pada Lampiran. Rekapitulasi pelaksanaan sondir tampak pada
tabel berikut:
Tabel 6. Hasil Rekapitulasi Uji Sondir di Perumahan Ciboled Queen Rabintani Regency
Dari hasil penyelidikan lapangan jenis tanah bawah permukaan berdasarkan grafik Klasifikasi
Tanah Robertson dan Campanella (1983) dan hasil pengujian Sondir Mekanis terdapat pada
sebagai berikut:
Gambar 27. Statigrafi dan Profil Hubungan Kedalaman Tanah Dengan Nilai qc Sondir
Hasil interpretasi litologi tanah dari hasil uji sondir sebagai berikut :
1. Pada titik sondir S-01 dengan litologi di lapisan pertama merupakan tanah Lanau
berlempung dengan nilai perlawanan daya dukung konus atau 𝑞𝑐 rata – rata 35 kg/cm²
terdapat di kedalaman 0 – 16 m.
2. Pada titik sondir S-02 dengan litologi di lapisan pertama merupakan tanah Lanau
berlempung dengan nilai perlawanan daya dukung konus atau 𝑞𝑐 rata – rata 35 kg/cm²
terdapat di kedalaman 0 – 10 m.
3. Tanah stabil tidak terdapat tanah sangat lunak maupun lunak.
4. Kemiringan lereng masih dalam batas toleransi yaitu tidak lebi dari 35°
5. Memiliki gradasi yang baik sehingga tanah cocok sebagai tanah urugan dan mudah
dipadatkan
6. Untuk bangunan rumah 1 – 2 lantai, ketika lahan yang akan dibangun tanah sudah
dipadatkan disarankan menggunakan pondasi menerus untuk menahan beban dinding
dengan lebar pondasi 30 cm bagian atas dan 50 cm bagian bawah diletakkan pada
kedalaman minimal 50 cm di bawah permukaan tanah atau lebih dalam lebih bagus.
7. Untuk bangunan rumah 1 – 2 lantai, ketika lahan yang akan dibangun tanah sudah
dipadatkan disarankan menggunakan pondasi telapak untuk menahan beban kolom
dengan luas pondasi 50 cm x 50 cm diletakkan pada kedalaman 60 cm di bawah permukaan
tanah.
Pada kegiatan survey Geolistrik yang dilakukan didapat 2 lintasan Geolistrik di area survey
yang dapat mewakili situasi dan kondisi di lokasi. Dari data profiling yang didapat kemudian
diolah menjadi model bumi. Pada gambar dibawah terdapat lintasan Geolistrik di Perumahan
Ciboled Queen Rabintani Regency, Cigendel, Pamulihan, Sumedang.
Gambar 28. Lintasan pengukuran Geolistrik di Perum Queen Rabintani Regency, Sumedang.
Secara umum area permukaan tersusun oleh tanah lapukan dari tuf lapilli – tuf pasiran.
Ketinggian kontur yang digunakan berdasarkan dari hasil GPS handheld. Sementara
kedalamannya adalah sekitar 60 meter berdasarkan dari data yang dapat dijangkau oleh
pengukuran Geolistrik.
Berdasarkan hasil Geolistrik, jenis kelompok resistivitas (tahanan jenis) di lokasi survey dibagi
menjadi 2: rendah (low) yaitu tuf lapili – tuf pasiran tersaturasi dan tinggi (high) yaitu top soil,
tuf lapili – tuf pasiran, dan aglomerat.
Kelompok resistivitas rendah diwakili warna biru – hijau muda dan memiliki nilai ≤30
Ohm.meter. Kelompok resistivitas tinggi diwakili warna kuning – merah memiliki nilai >30
Ohm.m. Area survey didominasi oleh top soil produk lapukan tuf lapilli – tuf pasiran di
permukaan.
5.1 KESIMPULAN
5.2 SARAN
Saran yang dapat kami berikan dari hasil pendugaan Geolistrik ini antara lain:
1. Melakukan soil test dan uji laboratorium untuk mendapatkan data properties dan
mekanika dari tanah/batuan di lokasi survey.
2. Menggunakan pondasi menerus selama Pembangunan untuk menahan beban dinding
dengan lebar pondasi 30 cm bagian atas dan 50 cm bagian bawah diletakkan pada
kedalaman minimal 50 cm di bawah permukaan tanah atau lebih dalam lebih bagus
untuk bangunan 1 – 2 lantai pada tanah yang sudah dipadatkan.
3. Menggunakan pondasi telapak untuk menahan beban kolom dengan luas pondasi 50
cm x 50 cm diletakkan pada kedalaman 60 cm di bawah permukaan tanah untuk
bangunan 1 – 2 lantai pada tanah yang sudah dipadatkan.
LAMPIRAN DOKUMENTASI
CBD01 CBD02
S-01 S-02