Anda di halaman 1dari 465

BENTUK PERTUNJUKAN KESENIAN KUDA LUMPING

TURONGGO JATI DI DUSUN BENGKLE DESA GEBUGAN


KECAMATAN BERGAS KABUPATEN SEMARANG

HALAMAN JUDUL

Skripsi
diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan Seni Tari

oleh
Dwi Octaviani
2501413077

JURUSAN PENDIDIKAN SENI DRAMA, TARI DAN MUSIK


FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2020

i
PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi dengan judul “Bentuk Pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo

Jati di Dusun Bengkle Desa Gebugan Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang” telah

disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke sidang Panitia Ujian Skripsi.

Semarang, 23 Desember 2020

Pembimbing,

Usrek Tani Utina, S.Pd., M.A


NIP 19800311200501200

ii
PENGESAHAN

Skripsi berjudul Bentuk Pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

di Dusun Bengkle Desa Gebugan Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang karya

Dwi Octaviani NIM 2501413077 ini telah dipertahankan dalam Ujian Skripsi Jurusan

Pendidikan Sendratasik, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang

pada tanggal 27 Desember 2020 dan disahkan oleh Panitia Ujian.

Semarang, 27 Desember 2020

Panitia

Ketua, Sekertaris,

Dr. Sri Rejeki Urip M.Hum. Dr. Udi Utomo, M.Si


NIP 196202211989012001 NIP 196708311993011001

Penguji I, Penguji II,

Dr. Malarsih, M.Sn. Dra. Eny Kusumastuti., M.Pd


NIP 196106171988032001 NIP 196804101993032001

Penguji III,

Usrek Tani Utina, S.Pd., M.A.

NIP 198003112005012002

iii
PERNYATAAN

Dengan ini, saya

Nama : Dwi Octaviani

NIM : 2501413077

Program Studi : Pendidikan Seni Tari

menyatakan bahwa Skripsi berjudul Bentuk Pertunjukan Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati di Dusun Bengkle Desa Gebugan Kecamatan Bergas Kabupaten

Semarang yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar hasil karya saya sendiri,

bukan jiplakan dari karya orang lain, baik sebagaian atau seluruhnya. Pendapat atau

temuan orang lain yang terdapat dalm skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan

kode etik ilmiah. Atas pernyataan tersebut, secara pribadi saya bersedia untuk

bertanggung jawab atau menanggung segala resiko dan sansi hukum yang berlaku

jika ditemukan terdapat pelanggaran etika keilmuan pada karya ini.

Semarang, 23 Desember 2020

Dwi Octaviani
NIM 2501413077

iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO :

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai kesanggupannya”.

(QS Al Baqarah 286)

PERSEMBAHAN :

1. Universitas Negeri Semarang

2. Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) Universitas

Negeri Semarang

3. Jurusan Pendidikan Seni Drama Tari dan

Musik Univeritas Negeri Semarang

v
PRAKATA

Puji syukur peneliti penjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan

hidayat-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Bentuk

Pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati di Dusun Bengkle Desa

Gebugan Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang” guna memenuhi persyaratan

meraih gelar sarjana S1 Program Studi Seni Tari Fakultas Bahasa dan Seni

Universitas Negeri Semarang.

Kemudian atas bantuan yang telah diberikan selama proses penyusunan

skripsi, peneliti menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat :

1. Prof. Dr. Fathur Rohman, M.Hum., selaku Rektor Universitas Negeri Semarang

yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk menempuh studi strata

1 di Universitas Negeri Semarang.

2. Dr. Sri Rejeki Urip, M.Hum., selaku Dekan Fakultas Bahasa dan Seni

Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan ijin penelitian.

3. Dr. Udi Utomo, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Seni Drama Tari

Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan

dorongan dan motivasi selama proses penyusunan skripsi.

4. Dra. Eny Kusumastuti., M.Pd., Kepala Program Studi Pendidikan Seni Drama

Tari Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang yang telah

memberikan kasih dan bantuan penuh kepada peneliti secara pribadi.

vi
5. Usrek Tani Utina, S.Pd., M.A., Dosen pembimbing skripsi yang telah memberi

bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.

6. Seluruh Dosen dan Staf administrasi jurusan Sendratasik yang telah

menyampaikan ilmunya kepada peneliti.

7. Keluarga tercinta, terutama Endang Setya Ningsih ( kakak perempuan peneliti)

yang telah memberikan motivasi dan dukungan penuh selama proses kuliah dan

penyusunan skripsi ini.

8. Afriza Yuan Ardias, selaku teman hidup yang selalu setia menemani dan banyak

memberikan dukungannya kepada peneliti selama menjalani proses perjalanan

kuliah dan skripsi ini.

9. Bapak Judi/Juwarto selaku Ketua Paguyuban, Bapak Yulianto selaku Penata Tari

dan seluruh anggota Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle yang telah

membantu dalam proses pengumpulan data.

10. Teman-Teman Peniti Perak dari Pendidikan Seni Tari angkatan 2013 dan seluruh

pihak yang telah membantu, memberikan semangat dan menemani peneliti

selama proses pengerjaan skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti secara pribadi dan bagi

seluruh pembaca pada umumnya.

Semarang, 23 Desember 2020

Peneliti

vii
SARI

Octaviani, Dwi. (2020). Bentuk Pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati
di Dusun Bengkle Desa Gebugan Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang. Skripsi,
Pendidikan Seni Tari, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Usrek Tani Utina,
S.Pd., M.A

Kata Kunci : Bentuk, Seni Pertunjukan, Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati
Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati adalah salah satu kesenian tradisional
yang berasal dari Dusun Bengkle, Desa Gebugan, Kecamatan Bergas, Kabupaten
Semarang. Peneliti tertarik untuk mengkaji bentuk pertunjukan Kesenian Kuda
Lumping Turonggo Jati karena Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle
memiliki format bentuk pertunjukan yang unik dan original berbeda dengan format
pertunjukan kesenian kuda lumping lainnya. Salah satunya adalah atraksi pecutan dan
sesi kesurupan yang tidak dimiliki oleh semua pertunjukan kesenian kuda lumping
lain. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan Bentuk Pertunjukan Kesenian
Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle, Desa Gubugan, Kecamatan Bergas,
Kabupaten Semarang. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif
kualitatif.Tehnik triangulasi yang dipilih untuk menguji keabsahan data pada
penelitian.Tiga alur analisis data yang dimanfaatkan oleh peneliti yaitu reduksi dan
penyajian data serta penarikan kesimpulan.Terdapat tiga tehnik pengumpulan data
yang dimanfaatkan untuk menghimpun data penelitian yaitu tehnik dokumentasi,
tehnik observasi dan tehnik wawancara.
Hasil dari penelitian menunjukan bahwa Kesenian Kuda Lumping Turonggo
Jati Bengkle diciptakan pada tahun 1984 oleh Samsu. Kesenian Kuda Lumping
Turonggo Jati Bengkle terdiri dari 4 babak yakni:1) Tari Rewo-Rewo,2) Tari
Klasikan,3) Tari Satrionan, dan 4) Tari Klasik Pedangan. Kesenian Kuda Lumping
Turonggo Jati Bengkle mengusung tema keprajuritan. Gerak pada Kesenian Kuda
Lumping Turonggo Jati Bengkle merupakan gerak murni. Iringan musik yang
digunakan untuk mengiringi pertunjukan adalah nada pentatonis dari beberapa alat
musik gamelan yang terdiri atas 1 kendang, 1 bonang, 2 demung, 2 saron, satu set
drum, dan satu set gong. Rias wajah yang digunakan pada Kesenian Kuda Lumping
Turonggo Jati Bengkle adalah rias karakter, sedangkan untuk kostum yang dipakai
terdiri dari 3 jenis kostum yang berbeda yaitu kostum untuk Tari Rewo-Rewo, Tari
Satrionan, Tari Klasikan digunakan untuk Tari Klasik Pedangan juga. Pertunjukan
diselenggarakan di halaman rumah warga maupun di lapangan dengan memanfaatkan
cahaya matahari untuk siang hari dan jika malam hari hanya menggunakan lampu
general saja. Dari segi tata suara, pertunjukan menggunakan seperangkat sound
system berupa microphone kabel, power amplifier, audio mixer, dan speaker. Jumlah
keseluruhan penari Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle adalah 16 orang.
Penonton pertunjukan pun berasal dari semua elemen masyarakat tumpah ruah dalam
satu area.

viii
DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING..............................................................................ii

PENGESAHAN..........................................................................................................iii

PERNYATAAN..........................................................................................................iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN..............................................................................v

PRAKATA..................................................................................................................vi

DAFTAR ISI...............................................................................................................ix

DAFTAR TABEL.....................................................................................................xiii

DAFTAR BAGAN....................................................................................................xiv

DAFTAR GAMBAR/FOTO.....................................................................................xv

DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................xxx

BAB I PENDAHULUAN...............................................Error! Bookmark not defined.

PENDAHULUAN..........................................................Error! Bookmark not defined.

1.1 Latar Belakang.................................................Error! Bookmark not defined.

1.2 Rumusan Masalah............................................Error! Bookmark not defined.

1.3 Tujuan Penelitian.............................................Error! Bookmark not defined.

1.4 Manfaat Penelitian...........................................Error! Bookmark not defined.

1.5 Sistematika Skripsi...........................................Error! Bookmark not defined.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETISError! Bookmark

not defined.

ix
2.1 Tinjauan Pustaka..............................................Error! Bookmark not defined.

2.2 Landasan Teoretis............................................Error! Bookmark not defined.

2.2.1 Bentuk Pertunjukan Tari.............................Error! Bookmark not defined.

2.2.2 Tari..............................................................Error! Bookmark not defined.

2.3 Kerangka Teoretis............................................Error! Bookmark not defined.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN....................Error! Bookmark not defined.

3.1 Pendekatan Penelitian......................................Error! Bookmark not defined.

3.2 Metode Penelitian............................................Error! Bookmark not defined.

3.3 Lokasi Penelitian..............................................Error! Bookmark not defined.

3.4 Sasaran Penelitian............................................Error! Bookmark not defined.

3.5 Sumber Data.....................................................Error! Bookmark not defined.

3.6 Tehnik Pengumpulan Data...............................Error! Bookmark not defined.

3.6.1 Observasi.....................................................Error! Bookmark not defined.

3.6.2 Dokumentasi................................................Error! Bookmark not defined.

3.6.3 Wawancara..................................................Error! Bookmark not defined.

3.7 Teknik Keabsahan Data...................................Error! Bookmark not defined.

3.8 Teknik Analisis Data........................................Error! Bookmark not defined.

3.8.1 Reduksi data................................................Error! Bookmark not defined.

3.8.3 Verifikasi/Penarikan kesimpulan................Error! Bookmark not defined.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN..........Error! Bookmark not

defined.

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian................Error! Bookmark not defined.

x
4.1.1 Kondisi dan Letak Geografis Desa Gebugan............Error! Bookmark not

defined.

4.1.2 Data Kependudukan Desa Gebugan............Error! Bookmark not defined.

4.1.3 Kesenian di Desa Gebugan........................Error! Bookmark not defined.

4.2 Latar Belakang Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle...........Error!

Bookmark not defined.

4.2.1 Sejarah Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle.................Error!

Bookmark not defined.

4.3 Bentuk Pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle...Error!

Bookmark not defined.

4.3.1 Deskripsi Pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

Error! Bookmark not defined.

4.3.2 Struktur Pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

Error! Bookmark not defined.

4.4 Elemen Pendukung Bentuk Pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo

Jati Bengkle......................................................Error! Bookmark not defined.

4.4.1 Tema Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle. Error! Bookmark

not defined.

4.4.2 Gerak Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle Error! Bookmark

not defined.

4.4.3 Iringan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle Error! Bookmark

not defined.

xi
4.4.4 Pelaku Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle Error! Bookmark

not defined.

4.4.5 Tata Rias Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle..............Error!

Bookmark not defined.

4.4.6 Tata Busana Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle..........Error!

Bookmark not defined.

4.4.7 Tempat Pentas Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle......Error!

Bookmark not defined.

4.4.8 Tata Lampu/Pencahayaan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

.....................................................................Error! Bookmark not defined.

4.4.9 Tata Suara Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle.............Error!

Bookmark not defined.

4.4.10 Properti Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle...............Error!

Bookmark not defined.

4.4.11 Penonton Pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

.....................................................................Error! Bookmark not defined.

BAB V PENUTUP.........................................................Error! Bookmark not defined.

5.1 Simpulan..........................................................Error! Bookmark not defined.

5.2 Saran................................................................Error! Bookmark not defined.

DAFTAR PUSTAKA.....................................................Error! Bookmark not defined.

LAMPIRAN...................................................................Error! Bookmark not defined.

xii
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman

Tabel 2. 1 Keterangan dan Kontribusi Pustaka............Error! Bookmark not defined.

Tabel 3. 1 Jadwal Penelitian........................................Error! Bookmark not defined.

Tabel 4. 1 Jumlah Dusun/ Lingkungan, RT dan RW di Kecamatan Bergas.......Error!

Bookmark not defined.

Tabel 4. 2 Jumlah Dusun, RW dan RT di Desa Gebugan.........Error! Bookmark not

defined.

Tabel 4. 3 Jumlah Pendudukan Desa Gebugan Berdasarkan Kelompok Jenis Kelamin

dan Umur.....................................................................Error! Bookmark not defined.

Tabel 4. 4 Mata Pencaharian Penduduk Desa Gebugan............Error! Bookmark not

defined.

Tabel 4. 5 Jumlah Pemeluk Agama di Desa Gebugan.Error! Bookmark not defined.

Tabel 4. 6 Pendidikan Penduduk Desa Gebugan.........Error! Bookmark not defined.

Tabel 4. 7 Deskripsi Ragam Gerak Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

.....................................................................................Error! Bookmark not defined.

xiv
DAFTAR BAGAN

Bagan Halaman

2.1 Kerangka Berfikir………………………………………………………………81

3.1 Komponen-Komponen Analisis Data: Model Interaktif………………………99

xv
DAFTAR GAMBAR/FOTO

Gambar/Foto Halaman

Gambar 4.1. Peta Wilayah Kecamatan Bergas……………………………………..101

Foto 4.1. Kediaman Bapak Juwarto/Judi…………………………………………..104

Foto 4.2. Sambutan Bapak Judi dan Bapak Ngasrin……………………….………119

Foto 4.3. Penari Bersiap Memulai Pertunjukan……………………………………120

Foto 4.4. Penari Membentuk Formasi Sejajar Dua Baris………..…………………121

Foto 4.5. Babak 1 Tari Rewo-Rewo………………………………………………………122

Foto 4.6. Babak 2 Tari Klasikan…………………………………………………………..123

Foto 4.7. Babak 3 Tari Satrionan………………………………………………………....125

Foto 4.8. Babak 4 Tari Klasik Pedangan………………………………………………...127

Foto 4.9. Bagian Akhir Pertunjukan………………………………………………..129

Foto 4.10. Pose Ragam Jengkeng Ngadep Jaran…………………………………...134

Foto 4.11. Pose Ragam Gerak Laku Telu…………………………………………..135

Foto 4.12. Pose Ragam Gerak Besud………………………………………………135

Foto 4.13. Pose Ragam Gerak Ombak Banyu……………………………………...136

Foto 4.14. Pose Ragam Gerak Besud. ……………………………..........................136

Foto 4.15. Pose Ragam Gerak Trap Jamang……………………………..................137

Foto 4.16. Pose Ragam Gerak Nyisir…………………………….............................137

Foto 4.17. Pose Ragam Gerak Besud……………………………............................138

Foto 4.18. Pose Ragam Gerak Trap Jamang……………………………..................138

xvi
Foto 4.19. Pose Ragam Gerak Nyisir…………………………….............................139

Foto 4.20. Pose Ragam Gerak Besud……………………………............................139

Foto 4.21. Pose Ragam Gerak Trap Jamang……………………………..................140

Foto 4.22. Pose Ragam Gerak Besud……………………………............................140

Foto 4.23. Pose Ragam Gerak Ombak Banyu……………………………...............141

Foto 4.24. Pose Ragam Gerak Besud……………………………............................141

Foto 4.25. Pose Ragam Gerak Ngilo Asta…………………………….....................142

Foto 4.26. Pose Ragam Gerak Penthangan……………………………....................142

Foto 4.27. Pose Ragam Gerak Ombak Banyu……………………………...............142

Foto 4.28. Pose Ragam Gerak Besud……………………………............................143

Foto 4.29. Pose Ragam Gerak Jengkeng Ngadep Jaran………................................143

Foto 4.30. Pose Ragam Gerak Dolanan Jaran……………………………................143

Foto 4.31. Pose Ragam Gerak Orag Jaran…………………………….....................144

Foto 4.32. Pose Ragam Gerak Tranjalan……………………………........................144

Foto 4.33. Pose Ragam Gerak Dolanan Jaran………………………........................144

Foto 4.34. Pose Ragam Gerak Puteran………………………..................................145

Foto 4.35. Pose Ragam Gerak Dolanan Jaran………………………........................145

Foto 4.36. Pose Ragam Gerak Ancang-Ancang……………………….....................145

Foto 4.37. Pose Ragam Gerak Tunggangan Jaran…………………………………..146

Foto 4.38. Pose Ragam Gerak Glebagan Jaran………………………………….…..146

Foto 4.39. Pose Ragam Gerak Puteran Jaran………………………………….….…147

Foto 4.40. Pose Ragam Gerak Nguncung Nguncup……………………….….…….147

xvii
Foto 4.41. Pose Ragam Gerak Nguncung Megar……………………….….…….…148

Foto 4.42. Pose Ragam Gerak Puteran Jaran……………………….….………...…148

Foto 4.43. Penari Kesurupan Memakan Bunga……………………….….………...148

Foto 4.44. Penari Kesurupan Memakan Arang……………………….….………...149

Foto 4.45. Atraksi Pecutan……………………….….……………………………..149

Foto 4.46. Pose Ragam Gerak Jengkeng Ngadep Jaran……………………….…...150

Foto 4.47. Pose Ragam Gerak Sembahan……………………….….………............151

Foto 4.48. Pose Ragam Gerak Penari Mengalungkan Tali Jaranan………….….....152

Foto 4.49. Pose Ragam Gerak Junjungan Kanan………….….................................152

Foto 4.50. Pose Ragam Gerak Dolanan Jaran Adu Ngarep…..................................153

Foto 4.51. Pose Ragam Gerak Orag Jaran……………………….….………...........154

Foto 4.52. Pose Ragam Gerak Tranjalan……………………….….……….............155

Foto 4.53. Pose Ragam Gerak Orag Jaran……………………….….………...........155

Foto 4.54. Pose Ragam Gerak Dolanan Jaran Adu Ngarep…….….………............156

Foto 4.55. Pose Ragam Gerak Orag Jaran……………………….….………...........157

Foto 4.56. Pose Ragam Gerak Gajulan Maju………………….….………..............158

Foto 4.57. Pose Ragam Gerak Dolanan Jaranan Madep Ngarep.….………............159

Foto 4.58. Pose Ragam Gerak Orag Jaran……………………….….………...........159

Foto 4.59. Pose Ragam Gerak Derab Jaran…………………….….……….............160

Foto 4.60. Pose Ragam Gerak Glebagan Jaran……………….….………................161

Foto 4.61. Pose Ragam Gerak Gajulan Mundur…………….….………..................161

Foto 4.62. Pose Ragam Gerak Derab Maju…………….….………..........................161

xviii
Foto 4.63. Pose Ragam Gerak Glebagan Jaran…………….….…………...….........162

Foto 4.64. Pose Ragam Gerak Derab Kuncupan…………….….…………...…......162

Foto 4.65. Penari Persiapan…………….….…………...….......................................163

Foto 4.66. Pose Pola Lantai I………….….…………...…........................................163

Foto 4.67. Pose Ragam Gerak Trecetan….…………...….........................................163

Foto 4.68. Pose Ragam Gerak Onclangan.…………...….........................................164

Foto 4.69. Pose Ragam Gerak Tranjalan.…………...…............................................164

Foto 4.70. Pose Ragam Gerak Lumaksono.…………...…........................................164

Foto 4.71. Pose Ragam Gerak Tebah Bumi.…………...….......................................164

Foto 4.72. Pose Ragam Gerak Ulap Ulap Tawing……...…......................................165

Foto 4.73. Pose Ragam Gerak Sabetan……...….......................................................165

Foto 4.74. Pose Ragam Gerak Gedeg dan Angkat Kaki Kiri....................................165

Foto 4.75. Pose Ragam Gerak Laku Telu..................................................................166

Foto 4.76. Pose Ragam Gerak Besud........................................................................166

Foto 4.77. Pose Ragam Gerak Tranjalan....................................................................166

Foto 4.78. Pose Ragam Gerak Jengkeng...................................................................167

Foto 4.79. Pose Ragam Gerak Srisig Manggala.........................................................167

Foto 4.80. Pose Ragam Gerak Capengan...................................................................168

Foto 4.81. Pose Ragam Gerak Sabetan......................................................................168

Foto 4.82. Pose Ragam Gerak Sabetan Saat Gedeg..................................................169

Foto 4.83. Pose Ragam Gerak Lumaksono................................................................169

Foto 4.84. Pose Ragam Gerak Sabetan......................................................................169

xix
Foto 4.85. Pose Ragam Gerak Jomplangan Manggala...............................................170

Foto 4.86. Pose Ragam Gerak Tranjalan.....................................................................170

Foto 4.87. Pose Ragam Gerak Srisig...........................................................................171

Foto 4.88. Pose Ragam Gerak Capengan....................................................................171

Foto 4.89. Pose Ragam Gerak Tanjak Kiri..................................................................171

Foto 4.90. Pose Ragam Gerak Ogek Lambung...........................................................172

Foto 4.91. Pose Ragam Gerak Sabetan........................................................................172

Foto 4.92. Pose Ragam Gerak Silangan Kambeng (Memutar)....................................172

Foto 4.93. Pose Ragam Gerak Silangan Kambeng (Depan)........................................173

Foto 4.94. Pose Ragam Gerak Besud..........................................................................174

Foto 4.95. Pose Ragam Gerak Kiprahan......................................................................174

Foto 4.96. Pose Ragam Gerak Ulap-Ulap Ogek Lambung..........................................174

Foto 4.97. Pose Ragam Gerak Ulap-Ulap Tawing.......................................................175

Foto 4.98. Pose Ragam Gerak Usap Boro. ..................................................................175

Foto 4.99. Pose Ragam Gerak Mentang Miwir Sampur...............................................176

Foto 4.100. Pose Ragam Gerak Gandrungan................................................................176

Foto 4.101. Pose Ragam Gerak Seblakan Asta.............................................................178

Foto 4.102. Pose Ragam Gerak Sabetan........................................................................178

Foto 4.103. Pose Ragam Gerak Tebah Bumi.................................................................178

Foto 4.104. Pose Ragam Gerak Ulap-Ulap Tawing.......................................................179

Foto 4.105. Pose Ragam Gerak Srisig............................................................................179

Foto 4.106. Pose Ragam Gerak Jengkeng......................................................................179

xx
Foto 4.107. Pose Ragam Gerak Sambiran......................................................................180

Foto 4.108. Pose Ragam Gerak Junjungan....................................................................181

Foto 4.109. Pose Ragam Gerak Junjungan (Lari Kecil Di Tempat)..............................181

Foto 4.110. Pose Ragam Gerak Laku Telu....................................................................182

Foto 4.111. Pose Ragam Gerak Derab...........................................................................182

Foto 4.112. Pose Ragam Gerak Laku Telu....................................................................182

Foto 4.113. Pose Ragam Gerak Derab..........................................................................183

Foto 4.114. Pose Ragam Gerak Trecet di Tempat........................................................183

Foto 4.115. Pose Ragam Gerak Trecet (Hadap Depan)................................................183

Foto 4.116. Pose Ragam Gerak Trecet (Hadap Belakang)...........................................184

Foto 4.117. Pose Ragam Gerak Trecet (Hadap Depan)…............................................184

Foto 4.118. Pose Ragam Gerak Nunggang Jaran…......................................................185

Foto 4.119. Pose Ragam Gerak Dolanan Jaran….........................................................186

Foto 4.120. Pose Ragam Gerak Laku Telu…...............................................................186

Foto 4.121. Pose Ragam Gerak Oglangan Jaran…......................................................187

Foto 4.122. Pose Ragam Gerak Derab….....................................................................187

Foto 4.123. Pose Ragam Gerak Laku Telu…..............................................................188

Foto 4.124. Pose Ragam Gerak Oglangan Jaran.........................................................188

Foto 4.125. Pose Ragam Gerak Derab........................................................................188

Foto 4.126. Pose Ragam Gerak Nunggang Jaran........................................................189

Foto 4.127. Pose Ragam Gerak Orag Jaran................................................................190

Foto 4.128. Pose Ragam Gerak Laku Ngiwo Nengen................................................191

xxi
Foto 4.129. Pose Ragam Gerak Nunggang Jaran (Hitungan 5-8, 1x8 Kedua)...........192

Foto 4.130. Pose Ragam Gerak Nunggang Jaran (Hitungan 5-8, 1x8 Ketiga).........193

Foto 4.131. Pose Ragam Gerak Sambiran.................................................................193

Foto 4.132. Pose Ragam Gerak Ngglebak Ngarep....................................................194

Foto 4.133. Pose Ragam Gerak Sabetan Pada Hitungan 5-6....................................194

Foto 4.134. Pose Ragam Gerak Sabetan Pada Hitungan 7-8....................................195

Foto 4.135. Pose Ragam Gerak Sabetan Pada Hitungan 3-4....................................195

Foto 4.136. Pose Ragam Gerak Lumaksono.............................................................196

Foto 4.137. Pose Ragam Gerak Sabetan Pada Hitungan 5-6....................................196

Foto 4.138. Pose Ragam Gerak Sabetan Pada Hitungan 7-8....................................197

Foto 4.139. Pose Ragam Gerak Tranjalan.................................................................198

Foto 4.140. Pose Ragam Gerak Sabetan Pada Hitungan 5-6....................................198

Foto 4.141. Pose Ragam Gerak Sabetan Pada Hitungan 7-8....................................198

Foto 4.142. Pose Ragam Gerak Mundur Empat Langkah.........................................199

Foto 4.143. Pose Ragam Gerak Nunggang Jaran......................................................200

Foto 4.144. Pose Ragam Gerak Orag Jaran...............................................................201

Foto 4.145. Pose Ragam Gerak Onclangan...............................................................201

Foto 4.146. Pose Ragam Gerak Perangan.................................................................203

Foto 4.147. Pose Ragam Gerak Obah Bahu.............................................................203

Foto 4.148. Pose Ragam Gerak Trecetan.................................................................204

Foto 4.149. Pose Ragam Gerak Loncatan Kanan Kiri.............................................204

Foto 4.150. Pose Ragam Gerak Sabetan..................................................................204

xxii
Foto 4.151. Pose Ragam Gerak Loncatan Kanan Kiri Ngracik...............................205

Foto 4.152. Pose Ragam Gerak Sabetan..................................................................206

Foto 4.153. Pose Ragam Gerak Jalan Keluar...........................................................207

Foto 4.154. Pose Ragam Gerak Jalan Masuk Panggung.........................................208

Foto 4.155. Pose Ragam Gerak Njipuk Keris.........................................................208

Foto 4.156. Pose Ragam Gerak Glebagan Jaran.....................................................208

Foto 4.157. Pose Ragam Gerak Gajulan Mundur...................................................209

Foto 4.158. Pose Ragam Gerak Gajulan Maju........................................................209

Foto 4.159. Pose Ragam Gerak Glebagan Jaran.....................................................210

Foto 4.160. Pose Ragam Gerak Kuncup Pedangan................................................210

Foto 4.161. Pose Ragam Gerak Pedangan..............................................................211

Foto 4.162. Pose Ragam Gerak Tranjalan...............................................................211

Foto 4.163. Pose Ragam Gerak Nguncup...............................................................212

Foto 4.164. Pose Garis Vertikal Pada Gerak Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle...................................................................................................................214

Foto 4.165. Pose Garis Horizontal Pada Gerak Kesenian Kuda Lumping Turonggo

Jati Bengkle.............................................................................................................215

Foto 4.166. Pose Garis Silang Pada Gerak Kesenian Kuda Lumping Turonggo

Jati Bengkle..............................................................................................................216

Foto 4.167. Formasi pola lantai sejajar 2 baris Tari Rewo-Rewo...........................218

Foto 4.168. Formasi pola lantai berbentuk kuncungan/lingkaran pada Tari Rewo-

Rewo.........................................................................................................................219

xxiii
Foto 4.169. Formasi persegi panjang pada Tari Klasikan.......................................220

Foto 4.170. Formasi Sejajar dua baris pada Tari Klasikan......................................221

Foto 4.171. Formasi Sejajar 2 baris pada Tari Klasikan.........................................222

Foto 4.172. Formasi belah sisir muter ngarep pada Tari Klasikan........................223

Foto 4.173. Formasi kuncungan/limgkaran pada Tari Klasikan.............................224

Foto 4.174. Formasi garis lurus/jejer wayang pada Tari Satrionan........................225

Foto 4.175. Formasi 132 pada Tari Satrionan........................................................226

Foto 4.176. Formasi sejajar 3 baris pada Tari Satrionan........................................227

Foto 4.177. Formasi sejajar 2 baris (hadap depan) pada Tari Satrionan................228

Foto 4.178. Formasi sejajar 2 baris (jeblosan) pada Tari Satrionan.......................229

Foto 4.179. Formasi sejajar 2 baris berlawanan arah pada Tari Satrionan………...230

Foto 4.180. Formasi sejajar 2 baris saling berhadapan pada Tari Satrionan……....231

Foto 4.181. Formasi jejer wayang pada Tari Satrionan...........................................232

Foto 4.182. Formasi sejajar dua baris hadap depan pada Tari Klasik Pedangan….233

Foto 4.183. Formasi Kuncungan/Lingkaran pada Tari Klasik Pedangan……..…...234

Foto 4.184. Formasi sejajar 2 baris jeblosan pada Tari Klasik Pedangan……..…..235

Foto 4.185. Formasi kuncupan muter pada Tari Klasik Pedangan……..………….236

Foto 4.186. Gerak Tari Satrionan dengan volume kecil..........................................237

Foto 4.187. Gerak Tari Satrionan dengan volume medium....................................238

Foto 4.188. Gerak Tari Satrionan dengan volume besar.........................................239

Foto 4.189. Arah gerak Tari Satrionan hadap ke arah samping kanan dan kiri…..240

Foto 4.190. Gerak Tari Satrionan arah hadap berubah kanan dan kiri……..………241

xxiv
Foto 4.191. Gerak Tari Klasikan arah hadap saling berlawanan……..…….............242

Foto 4.192. Gerak Tari Klasikan yang menghadap ke arah depan……..…….........243

Foto 4.193. Gerak Tari Rewo-Rewo yang menghadap ke belakang……..…….......243

Foto 4.194. Gerak Tari Rewo-Rewo dengan level rendah……..……......................245

Foto 4.195. Gerak Tari Rewo-Rewo dengan level sedang……..……......................246

Foto 4.196. Gerak Tari Klasik Pedangan dengan level tinggi..……......................246

Foto 4.197. Gerak Tari Rewo-Rewo dengan intensitas tenaga rendah/lemah.........248

Foto 4.198. Gerak Tari Rewo-Rewo dengan intensitas tenaga medium/sedang.....249

Foto 4.199. Gerak Tari Satrionan dengan intensitas tenaga tinggi……………….251

Foto 4.200. Alat musik kendang………………………………………………….253

Foto 4.201. Alat musik bonang………………………………………………..….254

Foto 4.202. Alat pemukul bonang………………………………………………...255

Foto 4.203. Alat musik demung…………………………………………………..256

Foto 4.204. Alat pemukul demung………………………………………………..257

Foto 4.205. Alat musik saron……………………………………………………...258

Foto 4.206. Alat pemukul saron…………………………………………………...259

Foto 4.207. Alat musik drum………………………………………………….......260

Foto 4.208. Alat pemukul drum (stick drum).………………………………….....261

Foto 4.209. Satu set gong…………………………………………………............261

Foto 4.210. Alat pemukul gong…………………………………………...............263

Foto 4.211. Pelaku pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turongggo Jati

Bengkle (pengrawit dan sindhen)..…………………………………………...........272

xxv
Foto 4.212. Pelaku pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turongggo Jati Bengkle

(penari klasikan)....…………………………………………....................................272

Foto 4.213. Pelaku pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turongggo Jati Bengkle

(penari satrionan)...…………………………………………....................................272

Foto 4.214. Pelaku pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turongggo Jati Bengkle

(pemecut)…...…………………………………………............................................273

Foto 4.215. Pelaku pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turongggo Jati Bengkle

(pawang).…...…………………………………………............................................273

Foto 4.216. Rias wajah (tari rewo-rewo) Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle. …...…………………………………………............................................275

Foto 4.217. Rias wajah (tari klasikan dan tari klasik pedangan) Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle…………………..................................................276

Foto 4.218. Rias wajah (tari satrionan) Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle…...…………………………………………...............................................277

Foto 4.219. Rias busana (tari rewo-rewo) Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle…...…………………………………………...............................................284

Foto 4.220. Rias busana (tari klasikan dan klasik pedangan) Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle…………………...................................................285

Foto 4.221. Rias busana (tari satrionan) Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle…...…………………………………………...............................................286

Foto 4.222. Iket (digunakan pada tari rewo-rewo dan tari klasikan) Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle…………………...................................................287

xxvi
Foto 4.223. Blangkon (digunakan pada tari satrionan) Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle…………………...................................................................288

Foto 4.224. Wig (hanya digunakan pada tari satrionan) Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle…………………...................................................................289

Foto 4.225. Sumping (hanya digunakan pada tari satrionan) Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle…….......................................................................290

Foto 4.226. Kalung kace susun (hanya digunakan pada tari satrionan) Kesenian

Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle.....................................................................291

Foto 4.227. Kelat bahu (hanya digunakan pada tari satrionan) Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle…….......................................................................292

Foto 4.228. Gelang tangan (hanya digunakan pada tari satrionan) Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle…….......................................................................293

Foto 4.229. Rompi dan baju sorjan lurik yang digunakan oleh penari rewo-rewo,

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle.....................................................294

Foto 4.230. Baju sorjan ontrokusuma yang digunakan oleh penari klasikan dan klasik

pedangan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle....................................296

Foto 4.231. Stagen dan korset yang digunakan oleh penari rewo-rewo, klasikan,

klasik pedangan dan satrionan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle...297

Foto 4.232. Sampur yang digunakan oleh penari rewo-rewo, klasikan, klasik

pedangan dan satrionan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle.............299

Foto 4.233. Sabuk, epek timang dan boro samir yang digunakan oleh penari

satrionan pada Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle............................301

xxvii
Foto 4.234. Jarik-jarik yang digunakan oleh penari satrionan pada Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle...............................................................................303

Foto 4.235. celana panjen beserta rompinya yang digunakan oleh penari rewo-rewo,

klasikan, klasik pedangan dan satrionan dalam pertunjukan Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle...............................................................................................306

Foto 4.236. Gelang kaki yang digunakan oleh penari satrionan dalam pertunjukan

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle.....................................................308

Foto 4.237. Uncal yang digunakan oleh penari satrionan dalam pertunjukan

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle.....................................................309

Foto 4.238. Proses pemakaian kostum dan aksesoris penari satrionan dalam

pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle.................................310

Foto 4.239. Tempat pentas Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle di

Lapangan Desa Gebugan...........................................................................................317

Foto 4.240. Lampu yang digunakan pada pertunjukan Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle..............................................................................................319

Foto 4.241. Microphone kabel yang digunakan dalam pertunjukan Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle...............................................................................321

Foto 4.242. Standing microphone yang digunakan dalam pertunjukan Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle...............................................................................323

Foto 4.243. Audio mixer yang digunakan dalam pertunjukan Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle...............................................................................324

xxviii
Foto 4.244. Power amplifier yang digunakan dalam pertunjukan Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle...............................................................................326

Foto 4.245. 4 macam speaker yang digunakan dalam pertunjukan Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle...............................................................................328

Foto 4.246. peletakkan speaker aktif (area dalam garis kuning) di atas panggung

pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle.................................331

Foto 4.247. peletakkan skema 4 way speaker pasif (area dalam garis merah) pada

bagian bawah panggung pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle......................................................................................................................332

Foto 4.248. Tripod/stand speaker yang digunakan dalam pertunjukan Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle...............................................................................333

Foto 4.249. properti anyaman jaran kepang yang digunakan dalam pertunjukan

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati....................................................................334

Foto 4.250. properti keris dan parang (sintetis) yang digunakan dalam pertunjukan

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle.....................................................335

Foto 4.251. properti pecut yang digunakan dalam pertunjukan Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle...............................................................................337

Foto 4.252. penonton yang ada di dataran atas kanan pertunjukan Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle...............................................................................341

Foto 4.253. penonton yang ada di dataran bawah sisi kanan panggung area

pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle.................................341

xxix
Foto 4.254. penonton yang ada di area depan panggung pertunjukan Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle...............................................................................341

Foto 4.255. penonton yang ada di sisi kanan dan kiri panggung pertunjukan Kesenian

Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle.....................................................................342

xxx
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

Lampiran 1 Instrumen Penelitian Bentuk Pertunjukan Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Dusun

Bengkle……………………………………………………...Error! Bookmark not

defined.

Lampiran 2 Hasil Wawancara.....................................Error! Bookmark not defined.

Lampiran 3 Profil Narasumber....................................Error! Bookmark not defined.

Lampiran 4 Foto..........................................................Error! Bookmark not defined.

Lampiran 5 SK Dosen Pembimbing...........................Error! Bookmark not defined.

Lampiran 6 Surat Izin Penelitian................................Error! Bookmark not defined.

Lampiran 7 Surat Keterangan Telah Melaksanakan PenelitianError! Bookmark not

defined.

xxxi
xxxii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle adalah salah satu

kesenian tradisional yang berasal dari Dusun Bengkle, Desa Gebugan, Kecamatan

Bergas, Kabupaten Semarang. Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle lahir

dan berkembang di lingkungan rakyat (masyarakat Dusun Bengkle), sehingga

kesenian ini dapat diklasifikasikan ke dalam golongan tari kerakyatan/kesenian

kerakyatan. Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle sebagai kesenian/tari

kerakyatan mempunyai gerak, musik iringan, rias, busana/kostum serta tata pentas

yang tergolong sederhana. Perkembangan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle tergolong agak lambat karena dulu juga pernah mengalami vacum/berhenti

sementara selama 5 tahun. Sejak diciptakannya Kesenian Kuda Lumping Turonggo

Jati Bengkle pada tahun 1984, pada tahun 2002 pun vacum hingga pada akhirnya

tahun 2007 mulai aktif kembali hingga sekarang (2020). Walaupun sempat

mengalami fase vacuum selama 5 tahun namun Kesenian Kuda Lumping Turonggo

Jati Bengkle selalu berusaha untuk membuat inovasi dan peningkatan kualitas

pertunjukan, baik dari sisi gerak tarian, iringan musik, kostum, rias hingga tata

panggungnya. Meski mengalami inovasi dan perubahan pada sejumlah aspek,

1
Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle tetap mempertahankan orisinalitas

pertunjukannya seperti

2
2

dengan tetap menggunakan gerak khas tari klasikan yang ada sejak dulu serta

sesi kesurupan yang tetap dihadirkan dalam setiap pertunjukannya. Karena sekarang

ini telah banyak grup kesenian kuda lumping yang menghilangkan tradisi kesurupan

pada pementasannya karena alasan sudah kuno.

Walaupun Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle tetap menjaga konsistensinya dalam hal keoriginalan melalui gerak tarian

klasikan dan kesurupannya, namun mereka juga tetap melakukan beberapa inovasi

pada aspek lainnya demi meningkatkan kualitas pertunjukannya yaitu lewat gerak

pada tari satrionan dan tari rewo-rewo yang cenderung menggunakan gerak kreasi

baru supaya tidak terkesan monoton dan kuno.

Nama “Turonggo Jati” pada Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle ini memiliki makna “Kuda Sejati”. Maksud dari pencipta tari (almarhum

Mbah Samsu dan Mbah Subadi) memberi nama “Turonggo Jati” pada paguyuban dan

kesenian kuda lumping ini supaya Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

ini bisa menjadi tarian yang mewakili karakter prajurit berkuda sejati/paling mirip

dengan karakter prajurit berkuda yang sesungguhnya. Pada tahun 1984, Paguyuban

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle ini diciptakan oleh almarhum Mbah

Samsu dan Mbah Subadi hanya sebagai media hiburan anggota paguyuban yang

senang dengan kesenian kuda lumping serta sebagai hiburan masyarakat desa

Gebugan serta sebagai wujud apresiasi masyarakat terhadap semangat juang dan

simbol kemiliteran prajurit berkuda dalam berperang melawan para penjajah jaman

dulu. Sehingga segala aspek pertunjukan pada kesenian ini dulu masih sangat
3

sederhana bahkan terkesan sembarangan. Pada tahun 1984 hingga tahun 2000-an

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle hanya memiliki satu tarian yaitu tari

klasikan yang gerakannya masih sangat monoton. Alat musik hanya ada bende 4 buah

dan kendang sabet 1 buah. Kemudian dari segi kostum, awal pentas pertama menurut

cerita dari sesepuh terdahulu tidak menggunakan kostum namun hanya menggunakan

baju yang dimiliki saja oleh penari. Sampai akhirnya tahun 2000 hingga tahun 2015

tepatnya saat pergantian ketua generasi kedua yaitu Almarhum Mbah Samijan

paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle telah memiliki 3 tarian

yaitu Tari Klasikan, Tari Rewo-Rewo dan Tari Klasik pedangan, alat musik gamelan

pun sudah lengkap satu set. Namun baru slendro dan sudah mempunyai kostum yang

layak. Terakhir, pada tahun 2016-an saat pergantian ketua generasi ketiga yaitu

Bapak Judi/Juwarto sudah punya 4 tarian, kostum lumayan beragam dan gamelan

sudah lengkap slendro dan pelog beserta tambahan drum (wawancara: Bapak Judi, 29

Oktober 2020).

Sejak mendapatkan piagam peresmian dari Dinas Pendidikan,

Kebudayaan, Kepemudaan, dan Olahraga pada tanggal 26 Mei 2017 sebagai

paguyuban/grup Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle yang berasal dari

Dusun Bengkle, Desa Gebugan, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang.

Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle semakin sering

mendapatkan kesempatan untuk tampil di beberapa acara desa meliputi hajatan warga

(pernikahan, khitanan, dst) maupun acara kegiatan umum yang ada di desa Gebugan

maupun luar desa seperti acara penggalangan dana santunan yatim piatu kelompok
4

Ja’ah Entertaimen dan Dewan Kesenian Kabupaten Semarang, tanggal 1 Mei 2019.

Lalu, Gelar Budaya Segara Gunung VI Keraton Amarta Bumi tanggal 9 Desember

2018.Kemudian, Acara Launching KTA Satkom Bergas Ceria tanggal 24 Februari

2019. Selanjutnya pada Acara Charity Tumbas Gamelan di Wisata Bina Lingkungan

Congol Kelurahan Karangjati, acara Pensi Reog Peringatan dan Syukuran Desa

Muncar, Ngancar, Bawen, acara Bersih Desa sekaligus peringatan HUT RI ke 74 di

Lapangan Desa Gebugan tanggal 23 Agustus 2020.

Kesenian Kuda Lumping di beberapa daerah memilki cerita yang

beragam dan berbeda. Sama halnya dengan bentuk pertunjukannya pun memiliki

format pertunjukan yang bermacam-macam dan mengandung keunikan tersendiri.

Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle di Dusun Bengkle

mempunyai bentuk pertunjukan yang menarik untuk disaksikan karena memiliki

beberapa babak tarian yang tidak terdapat pada kesenian kuda lumping lainnya seperti

pertunjukan Tari Rewo-rewo, Tari Klasikan, Tari Satrio, lalu di tengah-tengah

pertunjukan akan ditampilkan atraksi pecutan, setelah itu akan dilanjutkan dengan

Tari Klasik Pedangan yang di akhir tariannya seringkali terjadi kesurupan pada

penarinya. Namun kesurupan tersebut tidak akan berlangsung lama dan masih sangat

aman untuk penonton karena pawang, crew keamanan dan pagar pembatas sudah

dipersiapkan sejak sebelum kesurupan terjadi untuk mengontrol penari yang

kesurupan agar tidak membahayakn penonton. Semua penari yang mengalami

kesurupan akan disembuhkan oleh pawang. Ketika seluruh area pentas sudah clear

dan tenang pertunjukan diakhiri dengan berkumpul untuk melakukan doa bersama
5

dan pertunjukan ditutup dengan kata-kata penutup dari ketua paguyuban yang intinya

menyampaikan kepada penonton bila pertunjukan telah selesai (wawancara: Bapak

Juwarto, 29 Oktober 2020).

Selain dalam hal gerak tarian dan sajian tarian yang beragam tadi,

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle juga memiliki 3 jenis tampilan/look

yang berbeda pada tiap tariannya. Meskipun pada umumnya dalam hal rias sebagain

besar tarian menggunakan rias teleng dan rias karakter namun terdapat 3 jenis kostum

berbeda yang digunakan pada sajian tariannya yaitu kostum Tari Rewo-Rewo,

kostum Tari Satrionan serta kostum Tari Klasikan dan klasik pedangan yang

mengusung 3 kostum berbeda. Kesamaan kostum dan rias hanya terdapat pada Tari

Klasikan dan klasik pedangan yang pementasannya terjeda oleh Tari Satrionan

supaya terlihat lebih variatif.

Keunikan lainnya terletak pada instrument/iringan yang digunakan

untuk mengiringi tarian pada saat pementasan berlangsung. Alat musik yang

digunakan oleh Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle ketika pentas adalah

satu set gamelan lengkap (1 set kendang, 1 perangkat bonang, 2 perangkat demung, 2

perangkat saron, 1 set gong) dan 1 set drum lalu menggunakan musik tabuhan

slendro serta menggunakan syair lagu yang dibawakan pun sangat beragam dan

familiar sehingga tidak terkesan monoton dan akrab di telinga penonton. Lagu-lagu

yang digunakan adalah Gugur Gunung, Kemuda Sigra-Sigra, Pucung, Kang Sinedya,

Asmaradana, Ayun-Ayun, dan Ela-Ela Gandrung (wawancara: Mas Arif, 29 Oktober

2020). Hal itulah yang membuat pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati
6

Bengkle lebih unik dibandingkan dengan pertunjukan kesenian kuda lumping lainnya.

Semua keunikan tersebut berpadu menjadi satu dalam satu format pertunjukan

sehingga menimbulkan kesan original khas milik Kesenian Kuda Lumping Turonggo

Jati Bengkle di setiap pertunjukannya.

Berdasarkan latar belakang mengenai bentuk pertunjukan Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Dusun Bengkle yang telah disebutkan di atas, mendorong

minat peneliti untuk mengetahui secara detail bentuk pertunjukan Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Dusun Bengkle Desa Gebugan Kecamatan Bergas Kabupaten

Semarang.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan paparan latar belakang yang telah diuraikan di atas,

permasalahan yang dikaji pada penelitian ini adalah “Bagaimana Bentuk Pertunjukan

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati di Dusun Bengkle, Desa Gebugan,

Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang?”

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan, tujuan penelitian

adalah mengetahui dan mendeskripsikan Bentuk Pertunjukan Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati di Dusun Bengkle, Desa Gubugan, Kecamatan Bergas,

Kabupaten Semarang.
7

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk semua pihak. Adapun

manfaat penelitian ini terbagi menjadi dua sisi, yaitu manfaat secara teoretis dan

manfaat secara praktis.

1.4.1 Manfaat Teoretis

Bagi Universitas Negeri Semarang, diharapkan dapat menambah literatur

tentang kesenian Kuda Lumping, khususnya mengenai bentuk pada sebuah

pertunjukan termasuk sebagai bahan masukan bagi penelitian berikutnya.

1.4.2 Manfaat Praktis

1.4.2.1 Bagi peneliti, penelitian ini dapat menambah wawasan dan wacana tentang

bentuk pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati di Dusun

Bengkle, Desa Gubugan, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang.

1.4.2.2 Bagi kelompok Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle untuk

memperluas pengetahuan, kreatifitas dan pemahaman mengenai bentuk

pertunjukan sekaligus memotivasi kelompok Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle agar lebih bersemangat dalam melestarikan kesenian

kuda lumping.

1.4.2.3 Bagi masyarakat umum penelitian ini dapat memberikan informasi tentang

bentuk pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

sehingga mempermudah akses pengetahuan masyarakat luas akan keberadaan

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle dan meningkatkan peluang


8

apresiasi masyarakat luas dalam mengapresiasi Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle.

1.4.2.4 Bagi pemerintah daerah setempat, sebagai bahan masukan untuk membina

dan mengembangkan kesenian kuda lumping di Kabupaten Semarang.

1.5 Sistematika Skripsi

Sistematika skripsi disusun dengan tujuan agar pokok-pokok masalah dapat

dibahas secara urut dan terarah. Skripsi ini terdiri atas:

1. Bagian awal

Bagian awal skripsi terdiri dari: halaman judul, lembar persetujuan

pembimbing, lembar pengesahan kelulusan, pernyataan, motto dan persembahan,

prakata, sari, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar dan foto, daftar bagan, serta

daftar lampiran.

2. Bagian Isi

Bagian isi terdiri dari 5 bab, diantaranya:

Bab I Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika

penelitian skripsi.

Bab II Tinjauan pustaka dan landasan teoretis berisi tentang pembahasan

penelitian yang relevan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh

orang lain serta membahas teori-teori penunjang mengenai topik

dan objek yang dikaji oleh peneliti.


9

Bab III Metodologi penelitian berisi tentang metode penelitian, pendekatan,

dan tehnik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian yang

telah dilakukan.

Bab IV Hasil penelitian dan pembahasan yang memuat gambaran umum

lokasi penelitian, pembahasan mengenai bentuk pertunjukan

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati di Dusun Bengkle, Desa

Gubugan, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang.

Bab V Penutup berisi tentang kesimpulan dari masalah yang dikaji dengan

hasil penelitian atau data nyata di lapangan dan saran dari peneliti

mengenai hasil penelitian.

3. Bagian akhir

Bagian akhir skripsi memuat daftar pustaka dan lampiran skripsi yang berisi

data pelengkap penelitian.


BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIS

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIS

2.1 Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka dalam penelitian ini berfungsi sebagai referensi atau

acuan dalam melaksanakan penelitian supaya peneliti memperoleh gambaran data dan

informasi yang relevan agar dapat memaksimalkan hasil penelitian. Kajian pustaka

bisa memudahkan peneliti dalam mendeskripsikan hasil penelitian mengenai bentuk

pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle. Peneliti sudah

meninjau referensi penelitian terdahulu yang memiliki kaitan/relevan dengan kajian

yang dipilih oleh peneliti yaitu kajian Bentuk Pertunjukan Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati di Dusun Bengkle Desa Gebugan Kecamatan Bergas Kabupaten

Semarang, supaya peneliti bisa menentukan arah pandangan yang berbeda dan

original ketika melaksanakan penelitian. Referensi penelitian terdahulu yang

digunakan oleh peneliti sebagai acuan dalam melakukan penelitian baru, diantaranya:

Pertama adalah penelitian yang dilansir dalam Catharsis Jurnal of Art and

Education Volume 7, Nomor 1, Halaman 11-22. Artikel berjudul Forms of Show

Kuda Lumping Ronggo Budoyo in The Village of Lematang Jaya, Lahat, South

Sumatera oleh Erna Anggraini dan Agus Cahyono pada tahun 2018 memuat tentang

bentuk pertunjukan seni Kuda Lumping di Desa Lematang Jaya, Merapi Timur,
11

Lahat. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan observasi, wawancara

dan studi dokumen sebagai metode pengumpulan data.

Hasil penelitian menunjukan bentuk bahwa penampilan kuda lumping Ronggo

Budoyo dibagi menjadi tiga fase terlebih dahulu sebelum pertunjukan yang terdiri

atas persiapan gerak dan latihan musik, tarian penari, properti dan

persembahan.Kedua kali acara dibuka dengan tarian Pegon Kecil, diikuti oleh tarian

Blind, tarian Pegon Remaja, Kucingan dan berakhir dengan tarian Pegon

Dewasa.Fase terakhir adalah setelah pertunjukan adalah kegiatan untuk

mengembalikan kesadaran penari oleh pawang dan membersihkan musik dan

peralatan tari.

Relevansi penelitian Erna Anggraini dan Agus Cahyono terletak pada kajian

bentuk pertunjukan. Perbedaan relevansi penelitian Erna Anggraini dan Agus

Cahyono terletak pada objek penelitian yaitu kuda lumping Ronggo Budoyo.

Penelitian berikutnya dilansir dari Jurnal Seni Tari Mangenjali Volume 7

Nomor 6 Halaman 1-13 dengan judul Bentuk Penyajian Kesenian Reog Dhodhog

Setyo Budoyo Di Dusun Brongkol Desa Purwodadi Kecamatan Tepus Gunungkidul

oleh Ristika Novitasari dan Marwanto pada tahun 2018. Artikel yang ditulis oleh

Ristika Novitasari dan Marwanto memuat tentang bentuk penyajian kesenian Reog

Dhodhog Setyo Budoyo.Penelitian ini menggunakan metode kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesenian Reog Dhodhog Setyo Budoyo

berdiri pada tahun 1997 yang diprakarsai oleh Bapak Kartono dan Bapak Sagiman.
12

Penyajian kesenian Reog Dhodog Setyo Budoyo terdiri atas 3 babak yaitu babak

pembuka, inti dan babak penutup dengan gerak, pola lantai, properti, tata rias, tata

busana, iringan dan tempat pertunjukan sebagai elemen yang mendukung bentuk

penyajian. Kesenian Reog Dhodhog Setyo Budoyo biasanya dipentaskan di pelataran

Balai Pedukuhan pada acara bersih desa (Rasulan) namun apabila ada tanggapan

biasanya dilaksanakan di lapangan/tempat yang luas

Relevansi penelitian Ristika Novitasari dan Marwanto terletak pada kajian

bentuk pertunjukan. Perbedaan penelitian Ristika Novitasari dan Marwanto terletak

pada objek penelitian, yaitu Kesenian Reog Dhodhog

Penelitian lain, yaitu penelitian yang dilansir dalam Jurnal Harmonia vol. 1

nomor 1 halaman 1-12 dengan artikel berjudul Bentuk Penyajian Tari Ledhek

Barangan di Kampung Blora oleh Dian Sarastiti dan Veronica Eny Iryanti memuat

tentang deskripsi bentuk penyajian Tari Ledhek Barangan yang ada di Kabupaten

Blora. Penelitian ini menggunakan metode deskripsi kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tari Ledhek Barangan di Kabupaten

Blora merupakan tari kreasi baru yang penciptaannya terinspirasi dari Tayub dan

beberapa kesenian Blora di antaranya Tari Sukoreno, Barongan, dan Ledhek

Barangan. Tari Ledhek Barangan mempunyai unsur dialog, drama, ibingan, serta

tembang. Tempat pentas penyajian Tari Ledhek Barangan di Kabaputen Blora tidak

mempunyai kriteria khusus yang berarti segala jenis bentuk panggung dapat

digunakan.
13

Relevansi penelitian Dian Sarastiti dan Eny Veronica Iryanti terletak pada

kajian bentuk penyajian.Perbedaan penelitian Dian Sarastiti dan Eny Veronica Iryanti

terletak pada objek tari, yaitu Tari Ledhek Barangan.

Penilitian selenjutnya adalah penelitian yang dilansir dalam Jurnal Ilmiah

Mahasiswa volume 1 nomor 2 halaman 117-125 dengan artikel berjudul Bentuk

Penyajian Tari Pho di Gampong Simpang Peut Nagan Raya oleh Reizan Putri, Tri

Supadmi, dan Ramdiana pada tahun 2016. Artikel yang ditulis Reizan Putri, Tri

Supadmi, dan Ramdiana memuat tentang bentuk penyajian Tari Tradisional Pho yang

ada di Simpang Peut Nagan Raya.Penelitian ini menggunakan metode deskriptif

kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Tari Pho merupakan tari tradisional

Aceh yang diadakan dalam acara hiburan perkawinan dan khitanan adalah untuk

mengungkapkan rasa kasih sayang seorang ibu kepada anaknya melalui syair dan

gerak.Pola lantai Tari Pho sangat sederhana hanya berbentuk lingkaran, segitiga,

berbanjar lurus, belah ketupat, dan berbanjar dua saf.Busana yang digunakan adalah

busana adat aceh dengan menggunakan rias korektif. Iringan musik yang digunakan

dalam Tarian Pho, yaitu menggunakan musik internal yang berasal dari suara syeikh

dan penari.

Relevansi penelitian Reizan Putri, Tri Supadmi, dan Ramdiana pada kajian

bentuk penyajian.Perbedaan penelitian Reizan Putri, Tri Supadmi, dan Ramdiana

terletak pada objek penelitian yaitu Tari Pho.


14

Penelitian selanjutnya adalah penelitian yang dilansir dari Jurnal Seni Tari

volume 6 nomor 1 halaman 1-19 dengan artikel berjudul Bentuk Penyajian Tari

Bedana di Sanggar Siakh Budaya Desa Terbaya Kecamatan Kotaagung Kabupaten

Tenggamus Lampung oleh Mega Yustika dan Mohammad Hasan Bisri pada tahun

2017. Artikel yang ditulis oleh Mega Yustika dan Mohammad Hasan Bisri memuat

bentuk penyajian Tari Bedana di Sanggar Siakh Budaya Lampung.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk penyajian Tari Bedana di

Sanggar Siakh Budaya Desa Terbaya Kecamatan Kotaagung Kabupaten Tengganus,

Lampung meliputi gerak, tema, iringan, tata rias, tata busana, pola lantai dan tempat

pertunjukan. Tari Bedana diiringi dengan alat musik seperti rebana, ketipung,

gambus, gong dan diiiringi syair bedana serta penayuhan.

Relevansi penelitian Mega Yustika dan Mohammad Hasan Bisri pada kajian

bentuk penyajian. Perbedaan penelitian Mega Yustika dan Mohammad Hasan Bisri

terletak pada objek kajian Tari Bedana.

Penelitian selanjutnya adalah penelitian yang dilansir dari Jurnal Mangenjali

volume 6 nomor 5 halaman 1-15 dengan artikel berjudul Eksistensi dan Bentuk

Penyajian Tari Andun di Kota Manna Bengkulu Selatan oleh Melisa Wulandari pada

tahun 2017. Artikel yang ditulis oleh Melisa Wulandari memuat eksistensi dan bentuk

pertunjukan Tari Andun.Penelitian ini menggunakan metode kualitatif.

Hasil penelitian menunjukan bahwa eksistensi keberadaan tari Andun pertama

kali ditampilkan pada saat pesta perkawinan antara Putri Bungsu Sungai Ngiang

dengan Dangku Rajau. Fungsi tari Andun sebagai upacara adat pernikahan, hiburan,
15

dan pertunjukan. Bentuk penyajian Tari Andun terdiri atas gerak, iringan, tata rias

dan busana.Tari Andun mempunyai dua bentuk penyajian yaitu tari Andun

Kebanyakan dan Tari Andun Lelawanan.Tari Andun dapat ditarikan oleh semua

kalangan baik remaja maupun orang tua.

Relevansi penelitian Melisa Wulandari pada kajian bentuk penyajian.

Perbedaan penelitian Melisa Wulandari terletak pada objek kajian tari yaitu Tari

Andun.

Penelitian berikutnya adalah penelitian yang dilansir dari Jurnal Saraswati

dengan artikel berjudul Bentuk Penyajian Tari Jalantur Eko Budoyo dalam Perayaan

Tahun Baru Jawa di Dusun Karanganyar oleh Yacinta Ocnes Ayramawati dan

Supriyanti tahun 2014.Artikel yang ditulis Yacinta Ocnes Ayramawati dan Supriyanti

mendeskripsikan tentang bentuk penyajian Tari Jalantur Eko Budoyo. Hasil

penelitian Yacinta Ocnes Ayramawati dan Supriyanti menjelaskan bahwa bentuk

penyajian Tari Jalantur Eko Budoyo pada perayaan tahun baru Jawa memiliki durasi

waktu yang lebih lama dibandingkan dengan acara-acara lainnya, seperti syukuran,

khitanan, acara festival serta hari nasional dengan sajian yang berbeda.

Relevansi penelitian Yacinta Ocnes Ayramawati dan Supriyanti terletak pada

kajian bentuk penyajian. Perbedaaan penelitian Yacinta Ocnes Ayramawati dan

Supriyanti terletak pada objek penelitian, yaitu Tari Jalantur Eko Budoyo.

Penelitian lainnya adalah penelitian yang dilansir dari Jurnal Seni Tari

UNNES yang berjudul Bentuk Pertunjukan Tari Kurbo Siswo Arjuno Mudho Desa

Growong Kecamatan Tempuran Kabupaten Magelang oleh Iqrok Jordan dan


16

Moh.Hasan Bisri tahun 2016.Artikel penelitian yang ditulis oleh Iqrok Jordan dan

Moh.Hasan Bisri menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan etnokoreologi

yang mendeskripsikan tentang bentuk pertunjukan Tari Kurbo Siswo.

Hasil penelitian Iqrok Jordan dan Moh. Hasan Bisri menjelaskan bahwa

terdapat tiga segmen atau bagian dalam pertunjukan Tari Kurbo Siswo yang

dipentaskan oleh grup Kesenian Arjuno Mudho.Tiga segmen yang dimaksud adalah

bagian pembuka, bagian inti/theleng, dan bagian penutup yang ditandai dengan aba-

aba pada akhir masing-masing segmen serta terdapat aksi kesurupan pada saat

peralihan dari segmen inti ke penutup.

Relevansi penelitian Iqrok Jordan dan Moh.Hasan Bisri terletak pada kajian

bentuk tari.Perbedaan penelitian Iqrok Jordan dan Moh.Hasan Bisri terletak pada

objek penelitiannya yaitu Tari Kurbo Siswo.

Penelitian selanjutnya dilansir dari Jurnal Seni Tari UNNES yang berjudul

Bentuk dan Fungsi Tari Jenang Desa Kaliputu Kabupaten Kudus oleh Novy Eka

Norharyani dan Veronica Eny Iryanti tahun 2018. Artikel penelitian yang ditulis oleh

Novy Eka Norharyani dan Veronica Eny Iryanti menggunakan metode kualitatif yang

mendeskripsikan tentang bentuk dan fungsi Tari Jenang.

Hasil penelitian Novy Eka Norharyani dan Veronica Eny Iryanti menjelaskan

bahwa terdapat tiga tahap dalam Tari Jenang yaitu tahap awal, tahap inti, dan tahap

akhir yang diawali dengan jalan step pada tahap awal, dilanjutkan dengan gerakan

membungkus jenang pada tahap inti serta gerak sembahan pada tahap penutup.
17

Relevansi penelitian Novy Eka Norharyani dan Veronica Eny Iryanti terletak

pada kajian bentuk tari. Perbedaan penelitian Novy Eka Norharyani dan Veronica

Eny Iryanti terletak pada objek kajian yaitu Tari Jenang.

Penelitian berikutnya, dilansir dari Jurnal Seni Tari UNNES yang berjudul

Bentuk dan Fungsi Kesenian Tradisional Krangkeng di Desa Asemdoyong

Kecamatan Taman Kabupaten Pemalang oleh Nurul Amalia tahun 2015.Artikel

penelitian yang ditulis Nurul Amalia menggunakan metode penelitian kualitatif

deskriptif yang mendeskripsikan bentuk dan fungsi kesenian tradisional Krangkeng.

Hasil penelitian Nurul Amalia menjelaskan bahwa terdapat dua babak dalam

pertunjukan kesenian Krangkeng, yaitu tari-tarian pada tahap awal dan demonstrasi

kekebalan tubuh sebagai tahap inti. Mengenai fungsi dari kesenian Krangkeng sendiri

terdiri dari 4 fungsi diantaranya adalah sebagai media dakwah/penutur kebaikan,

sebagai sarana ritual, sebagai media propaganda keagamaan dan sebagai sarana

hiburan.

Relevansi penelitian Nurul Amalia terletak pada kajian bentuk pertunjukan

tarinya. Perbedaan penelitian Nurul Amalia terletak pada objek peneltiannya yaitu

Kesenian Krangkeng di Desa Asemdoyong Kecamatan Taman Kabupaten Pemalang.

Penelitian lainnya, dilansir dari Jurnal Seni Tari UNNES, berjudul Bentuk

Penyajian dan Fungsi Seni Barong Singo Birowo di Dukuh Wonorejopasir Demak

oleh Mentari Isnaini dan Moh.Hasan Bisri pada tahun 2016.Artikel penelitian yang

ditulis oleh Mentari Isnaini dan Moh. Hasan Bisri menggunakan metode kualitatif

mendeskripsikan bentuk penyajian dan fungsi Seni Barong Singo Birowo.


18

Hasil penelitian Mentari Isnaini dan Moh. Hasan Bisri menjelaskan bahwa

terdapat tiga urutan yang terdiri atas bagian awal, inti dan akhir dalam bentuk

penyajian Seni Barong Singo Birowo. Kolaborasi musik dangdut dan gendhing Jawa

menjadi iringan Seni Barong Singo Birowo serta penggunaan panggung terbuka, tata

rias dan tata busana yang sesuai dengan peran menjadi ciri khas Seni Barong Singo

Birowo.

Relevansi penelitian Mentari Isnaini dan Moh.Hasan Bisri terletak pada kajian

bentuk penyajian tari. Perbedaan penelitian Mentari Isnaini dan Moh. Hasan Bisri

terletak pada objek kajian penelitian, yaitu Seni Barong Singo Birowo.

Penelitian selanjutnya adalah penelitian yang dilansir dari Jurnal Pendidikan

dan Kajian Seni yang berjudul Bentuk Penyajian Tari Jaranan Butho di Desa Danda

Jaya Kabupaten Barito Kuala oleh Fathur Rahman dkk.tahun 2018. Artikel penelitian

yang ditulis Fathur Rahman dkk. menggunkan metode kualitatif deskriptif dalam

mendeskripsikan Tari Jaranan Butho.

Hasil penelitian Fathur Rahman dkk.menjelaskan bahwa bentuk penyajian

Tari Jaranan Butho terdiri atas dua pola lantai pokok yaitu pola lantai lurus

(horizontal kesamping kanan) dan lingkaran serta tujuh komposisi tari. Menyajikan

sepuluh ragam gerak dalam setiap pertunjukannya, Menggunakan musik pengiring

berupa 8 alat musik instrumental yang dilengkapi dengan syair. Rias wajah penari

menggunakan rias karakter, kostum yang terdiri dari 11 bagian beserta propertinya.

Pada saat melaksanakan pertunjukan biasa menggunakan tempat pentas yang

berbentuk arena tapal kuda.


19

Relevansi penelitian Fathur Rahman dkk. terletak pada kajian bentuk

penyajian. Perbedaan penelitian Fathur Rahman dkk.terletak pada objek penelitiannya

yaitu Tari Jaranan Butho.

Penelitian lain, dilansir dari jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial volume 6

nomor 2 halaman 99-106 dalam artikel berjudul Seni Pertunjukan Kuda Kepang

Abadi di Desa Tanjung Morawa A, Medan, Sumatra Utara oleh Inggit Prastiawan

pada tahun 2014. Artikel yang ditulis Inggit Prastiawan memuat tentang perubahan

bentuk pertunjukan dan pemaknaan pertunjukan Kuda Kepang di Desa Tanjung

Morawa A. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif.

Hasil penelitian mengungkapkan bahwa pertunjukan Kuda Kepang Abadi di

Desa Tanjung Morawa A tidak terlalu mementingkan unsur tema, alur cerita, tata rias,

melainkan hanya menitikberatkan pada fungsi utama pertunjukan, yaitu mewujudkan

kegembiraan bagi penonton dan penari ketika terselenggaranya pertunjukan kesenian

tersebut. Selain itu, pertunjukan Kuda Kepang Abadi ini juga sudah terlepas dari

unsur-unsur pakemnya yang dulu awalnya dibawa oleh masyarakat Jawa Timur

(Ponorogo) yang melakukan transmigrasi ke Desa Tanjung Morawa A.

Perkembangannya, sekarang pertunjukan Kuda Kepang Abadi hanya berfungsi

sebagai pertunjukan yang digunakan sebagai sarana hiburan oleh masyarakat secara

turun temurun tanpa mewarisi maknanya.

Relevansi penelitian Inggit Prastiawan terletak pada kajian bentuk penyajian.

Perbedaan penelitian Inggit Prastiawan terletak pada objek tarinya yaitu Tari Kuda

Kepang.
20

Penelitian selanjutnya adalah penelitian yang dilansir dalam Jurnal Aditya

volume 4 nomor 1 halaman 8-13 dengan artikel yang berjudul Bentuk, Makna, dan

Fungsi Pertunjukan Kudu Lumping Turonggo Tri Budaya di Desa Kaligono

Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo oleh Dewi Kartikasari pada tahun

2014. Artikel yang ditulis Dewi Kartikasari memuat tentang bentuk penyajian Tari

Kuda Lumping Turonggo Tri Budaya di Desa Kaligono, makna simbolik sesaji yang

digunakan dalam pertunjukan Tari Kuda Lumping Turonggo Tri Budaya di Desa

Kaligono, fungsi pertunjukan Tari Kuda Lumping Turonggo Tri Budaya di Desa

Kaligono.Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif.

Hasil penelitian menunjukan bahwa bentuk penyajian Tari Kuda Lumping

Turonggo Tri Budaya di Desa Kaligono Kecamatan Kaligesing Kabupaten

Purworejo, 1) Pra Pertunjukan, meliputi a) membuat perencanaan acara, b)

membersihkam lapangan untuk pertunjukan kuda lumping, c) menyiapkan sesaji, d)

nyekar ke pepundhen, e) obong menyan, 2) Bentuk pertunjukan Kuda Lumping

Turonggo Tri Budaya, meliputi: tari kreasi, tari jaipong, tari gobyok, tari matraman,

tari jaranan versi Bali, kesurupan/ ndadi, dan 3) Pasca pertunjukan ditutup dengan

tarian yang ditarikan oleh sesepuh grup Kesenian Kuda Lumping Turonggo Tri

Budoyo. Makna simbolik sesaji, meliputi: a) degan ijo, b) bonang baning c) kopi

pahit, kopi manis, teh pahit, teh manis, d) kembang setaman, e) air putih dicampur

daun dhadhap serep. Fungsi tari Kuda Lumping Turonggo Tri Budaya di Desa

Kaligono meliputi: a) sebagai sarana upacara, b) sebagai sarana hiburan, c) sebagai

media pendidikan, d) sebagai seni pertunjukan.


21

Relevansi penelitian Dewi Kartikasari terletak pada kajian bentuk

penyajiannya. Perbedaan penelitian Dewi Kartikasari terletak pada objek

penelitiannya yaitu Tari Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo

Penelitian berikutnya adalah penelitian yang dilansir dari Jurnal Artefak

volume 2 nomor 1 halaman 87-94 dengan artikel yang berjudul Kesenian Kuda

Lumping di Desa Banjaranyar Kecamatan Banjarsari Kabupaten Ciamis oleh

Kuswandi dan Saeful Maulana pada tahun 2014. Penelitian yang ditulis Kuswandi

dan Saeful Maulana menggunakan metode penelititan deskriptif kualitatif dan

pendekatan historiografi (sejarah) yang mendeskrisikan tentang sejarah lahirnya

Kesenian Kuda Lumping di Desa Banjaranyar, perkembangan dan pelestarian

Kesenian Kuda Lumping di Desa Banjaranyar.

Hasil penelitian menunjukan bahwa Kesenian Kuda Lumping di Desa

Banjaranyar telah lahir dan berkembang sejak tahun 2005. Namun di dalam

perjalanannya Kesenian Kuda Lumping sempat berhenti sementara/vakum pada tahun

2008 dan diaktifkan kembali pada tahun 2012 dengan mayoritas pemeran yang

berusia muda. Di dalam perkembangan Kesenian Kuda Lumping di Desa

Banjaraanyar bisa dikatakan maju walaupun pernah mengalami kevakuman, ini

terbukti dengan eksisnya Kesenian Kuda Lumping dalam melakukan pementasan di

acara-acara hajatan baik yang ada di dalam maupun luar daerah. Upaya pelestarian

Kesenian Kuda Lumping di Desa Banjaranyar dilakukan oleh semua lapisan

masyarakat, seniman, serta aparat pemerintah Desa Banjaranyar yang selalu


22

berpartisipasi dan memberikan dukungan di dalam perkembagan Kesenian Kuda

Lumping agar tetap eksis di kalangan masyarakat.

Relevansi penelitian Kuswandi dan Saeful Maulana terletak pada kajian

bentuk. Perbedaan penelitian Kuswandi dan Saeful Maulana terletak pada kajian

objek penelitiannya yaitu Kesenian Kuda Lumping di Desa Banjaranyar.

Penelitian selanjutnya adalah penelitian yang dilansir dari Jurnal Seni Tari

volume 6 nomer 1 halaman 1-13 dengan artikel yang berjudul Bentuk Pertunjukan

Jaran Kepang Papat di Dusun Mantren Wetan Desa Girirejo Kecamatan Ngablak

Kabupaten Magelang oleh Anis Istiqomah dan Restu Lanjari memuat tentang

deskripsi bentuk pertunjukan Jaran Kepang Papat di Dusun Mantren Wetan.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif.

Hasil penelitian menunjukan bahwa bentuk pertunjukan Jaran Kepang Papat

dilihat dari elemen-elemen pembangun pertunjukan seperti penonton, pelaku/lakon,

sesaji, pemain, properti, gerak, tempat pementasan, musik, tata busana dan tata

rias.Pelaku/ penari Jaran Kepang Papat terdiri dari 16 orang penari yang kesemuanya

adalah laki-laki dan masih dalam satu garis keturunan.Tiap satu kali tampil dalam

setiap pertunjukan hanya ditarikan oleh 4 orang penari saja sebagai simbolik cirikhas

tersendiri seperti namanya yaitu Jaran Kepang Papat. Di akhir pementasan akan

ditutup dengan ragam gerak perangan yang seringkali disisipi oleh peristiwa ndandi/

kerasukan arwah roh halus pada salah satu penarinya.


23

Relevansi penelitian Anis Istiqomah dan Restu Lanjari terletak pada kajian

bentuk pertunjukannya. Perbedaannya terletak pada objek penelitiannya yaitu Jaran

Kepang Papat.

Penelitian berikutnya adalah penelitian yang dilansir dari skripsi UNNES

Jurusan Pendidikan Seni Drama dan Tari berjudul Bentuk Penyajian Kuda Lumping

di Desa Donorejo Kecamatan Secang Kabupaten Magelang oleh Endang

Kuncahyowati tahun 2010. Artikel ini memuat tentang deskripsi bentuk penyajian

Kuda Lumping di Desa Donorojo Kecamatan Secang Kabupaten Magelang.Penelitian

ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif.

Hasil penelitian menunjukan bahwa Kuda Lumping di Desa Donorejo

Kecamatan Secang Kabupaten Magelang terbagi menjadi 3 bagian yaitu tari warokan,

tari kuda lumping putra dan tari kuda lumping putri. Tari warokan terdiri dari gerak

perangan, jalan nyongklang, jalan nyirik, sembahan, hoyogan, dan pacak gulu.

Sedangkan untuk ragam gerak pada tari kuda lumping putra terdiri dari gerak jalan

nyongklang, sembahan, srisig, laku telu, dan hoyogan. Tari kuda lumping putri terdiri

dari ragam gerak jalan nyongklang, sembahan, hoyogan dan laku telu. Pertunjukan

Kuda Lumping di Desa Donorejo didukung oleh beberapa unsur pendukung

pertunjukan seperti property, tata rias, tema, tata busana, tempat pertunjukan, dan

iringan. Tari warokan memiliki karakter yang galak hampir sama dengan karakter tari

warok ponoroogo. Rias kuda lumping putri menggunakan rias laki-laki/tampan,

busana yang dipakai adalah ikat kepala atau udheng warna merah, celana dan rompi

warna merah. Tata rias kuda lumping putra menggunakan rias gagah serta setelan
24

kostum berupa badong bali dan celena hitam. Pada bagian iringan menggunakan alat

musik bas drum, bendhe, kendhang, saron, kempul, dan gong sedangkan properti

yang dipakai adalah anyaman kuda kepang.

Relevansi penelitian Endang Kuncahyowati terletak pada kajian bentuk

penyajiannya. Perbedaanya terletak pada objek penelitiannya yaitu Kuda lumping di

Desa Donorojo Kecamatan Secang Kabupaten Magelang.

Penelitian lainnya adalah penelitian yang dilansir dari Skripsi UNNES

Jurusan Seni Drama Tari dan Musik berjudul Bentuk Pertunjukan Kesenian Sintren

Dangdut Sebagai Upaya Pelestarian Seni Tradisi Pada Grup Putra Kelana di

Kelurahan Pasarbatang Kabupaten Brebes oleh Amalia Mega Hardiyanti tahun

2016. Artikel ini memuat tentang deskripsi bentuk pertunjukan kesenian sintren

dangdut sebagai upaya pelestarian seni tradisi pada grup putra kelana di kelurahan

pasarbatang kabupaten brebes. Penelitian ini menggunakan metode penelitian

deskriptif kualitatif, pendekatan naturalistic dan fenomenologi.

Hasil penelitian menunjukan bahwa bentuk pertunjukan kesenian sintren

dangdut ini terdiri dari beberapa elemen seperti urutan pertunjukan, lakon, penonton,

gerak, properti, pelaku, tata pentas, iringan, rias wajah serta tata busana/ kostum.

Adapun terdapat beberapa peran yang terlibat di dalam pementasan seperti pembawa

acara, sintren dangdut, dan kemladang. Ditambah dengan unsur pelengkap

pementasan seperti doa, kurungan, sesaji, kain penutup, arang, layah/anglo, dan dupa.

Selanjutnya, urutan pementasan pada kesenian sintren dangdut ini terdiri dari tiga

babak yaitu babak awal, babak pertunjukan dan babak akhir pertunjukan. Musik
25

dangdut ada pada babak pertunjukan sebagai selingan dan di akhir sebagai

pementasan.

Relevansi penelitian Amalia Mega Hardiyanti terletak pada kajian bentuk

pertunjukannya. Perbedaannya terletak pada objek penelitian yaitu Kesenian Sintren

Dangdut.

Penelitian selanjutnya adalah penelitian yang dilansir dari skripsi UNY

berjudul Bentuk Penyajian Kesenian Reog Dhodhog di Dusun Pedes Kelurahan

Argomulyo Kecamatan Sedayu Kabupaten Bantul oleh Febriana Nur Endah pada

tahun 2014.Artikel ini memuat tentang bentuk penyajian kesenian reog dhodhog di

dusun pedes kelurahan argomulyo kecamatan sedayu kabupaten bantul.Penelitian ini

menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif.

Hasil penelitian menunjukan bahwa kesenian ini diprakarsai oleh Wahyuni

dan berdiri sejak tahun 1996.Bentuk penyajian kesenian reog dhodhog di desa pedes

ini terdiri atas beberapa elemen pendukung penyajian dan struktur penyajian. Bila

dilihat dari segi struktur penyajian kesenian ini terbagi atas tiga sesi yaitu sesi

pembuka, sesi inti dan sesi penutup. Bila dilihat dari segi elemen pendukung

penyajan terdiri dari tempat pertunjukan, gerak, property, desain lantai, tata busana,

iringan dan tata rias. Gerakan yang digunakan dalam pertunjukan kesenian reog

dhodhog dusun pedes tergolong menarik walaupun gerakannya sederhana.

Desain/pola lantai yang dipakai adalah huruf V, lurus horizontal, miring, lurus

vertikal, satu lingkaran dan setengah lingkaran.Alat musik/iringan yang digunakan

seperti kendhang dhodhog, kendang batangan, simbal, gong, kempul dan bonang.
26

Rias putri menggunakan rias cantik, putra menggunakan rias putra halus dan rias

humor untuk penghibur. Kostum penghibur menggunakan iket, stagen, rompi, kain

jarik, dan celana. Kostum penari putra menggunakan krincing kaki, iket, deker

tangan, baju lurik, klat bahu, celana, sampur, jarik, rampek, bara, stagen dan buntal.

Kostum untuk penari putri menggunakan aksesoris, baju lurik, dekker tangan, celana,

klat bahu, kain jarik, bara sampur, sabuk timang, stagen, dan buntal. Kemudian untuk

properti yang dipakai adalah kendang dhodhog. Tempat pementasan di

lapangan/tempat yang luas.

Relevansi penelitian Febriana Nur Endah terletak pada kajian bentuk

pertunjukan. Perbedaan penelitian terletak pada objeknya yaitu Kesenian Reog

Dhodhog Dusun Pedes.

Penelitian berikutnya adalah penelitian yang dilansir dari Jurnal Sendratasik

volume 6 nomor 1 halaman 1-9 dengan artikel berjudul Bentuk Penyajian Kesenian

Reog Ponorogo di Jorong Kota Agung Nagari Sungai Duo Kecamatan Sitiung

Kabupaten Dharmasraya oleh Nika Suryanti, Darmawati, dan Desfiarni memuat

tentang bentuk penyajian kesenian Reog Ponorogo di Jorong Kota Agung Nagari

Sungai Duo Kecamatan Sitiung Kabupaten Dharmasraya. Penelitian ini menggunakan

metode penelitian deskriptif kualitatif.

Hasil penelitian menunjukan bahwa Reog Ponorogo adalah kesenian yang

bentuknya nonrepresentatif/ bersifat abstrak. Hal ini dapat dilihat dari unsur-unsur

pertunjukannya seperti tempat pertunjukan, gerak, waktu pertunjukan, penari,

properti, pola lantai, rias wajah, musik/iringan dan kostum. Sedangkan bila dilihat
27

dari segi struktur pertunjukannya terdiri dari tiga tarian yaitu Singo Barong, Jathilan,

dan Bujang Ganong.

Relevansi penelitian Nika Suryanti, Darmawati dan Desfiarni terletak pada

kajian bentuk pertunjukannya. Perbedaanya terletak pada objek penelitiannya yaitu

Kesenian Reog Ponorogo

Penelitian lainnya adalah penelitian yang dilansir dari jurnal Aditya volume 3

nomer 5 halamn 58-63 dengan judul Bentuk dan Fungsi Kesenian Ojrot-Ojrot di

Desa Karangduwur Kecamatan Petanahan Kabupaten Kebumen oleh Ari Rahmawati

pada tahun 2013. Artiekel ini memuat tentang fungsi Kesenian Ojrot-Ojrot pada

konteks kehidupan sosialisasi masyarakat Desa Karangduwur dan fungsi kesenian

Ojrot-Ojrot pada kehidupan seniman Desa Karangduwur.Penelitian ini menggunakan

metode penelitian deskriptif kualitatif.

Hasil penelitian menunjukan bahwa (1) bentuk pertunjukan kesenian Ojrot-

Ojrot di Desa Karangduwur: (a) prapertunjukan adalah menyiapkan tempat

pertunjukan yang luas, berbentuk persegi panjang, tingginya minimal 1 meter dari

permukaan tanah, penerangan, alat musik dan sound system, 2 orang penyanyi dan 1

orang MC. (b) ketika pementasan urutan penyajian kesenian Ojrot-Ojrot Desa

Karangduwur terdiri dari 2 periode, periode pertama adalah lagu pembuka “mars”

dan periode dua adalah lagu populer. (c) pasca pertunjukan diakhiri dengan lagu

perpisahan dan kata-kata penutup dari MC. Kemudian untuk unsur pendukung

meliputi: alat musik, penari/pemain, sound system, MC, penyanyi, kostum penari,

tempat dan waktu pertunjukan. (2) fungsi kesenian Ojrot-Ojrot di dalam kehidupan
28

masyarakat desa karangduwur berperan sebagai media komunikasi massa, sarana

hiburan, dan sebagai pengikut rasa solidaritas masyarakat. (3) fungsi kesenian ojrot-

ojrot pada kehidupan seniman yaitu sebagai sarana pemenuhan kepuasan batin,

sebagai mata pencaharian dan untuk meningkatkan prestis seniman dimata

masyarakat.

Relevansi penelitian Ari Rahmawati ini terletak pada kajian bentuk

pertunjukan. Perbedaan penelitian terletak pada objek penelitiannya yaitu kesenian

ojrot-ojrot di desa karangduwur.

Penelitian selanjutnya adalah penelitian yang dilansir dari skripsi UNNES

berjudul Bentuk Pertunjukan Reog Campursari Turonggo Puspito Desa Mukiran

Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang oleh Nuryanti tahun 2016.Artikel yang

ditulis Nuryanti memuat tentang bentuk pertunjukan Reog Campursari Turonggo

Puspito Desa Mukiran Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang. Penelitian ini

menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif.

Hasil penelitian menunjukan bahwa Kesenian Reog Campursari Turonggo

Puspito: 1. Pertunjukan kesenian Reog Campursari Desa Mukiran terbagi menjadi 3

bagian yaitu babak pembuka, babak inti dan babak penutup. 2. Unsur pendukung

pertunjukan berupa pola lantai, gerak, properti, tata rias, iringan dan kostum. 3.

Babak inti pada pertunjukan terdiri dari tiga bagian yaitu bujang ganong, yakso

ageng, dan buto. 4. Gerakan masih sederhana dan terkesan monoton karena

variasinya cenderung sedikit. 5. Penonton yang terdiri dari berbagai macam tingkatan

usia dan berbaur dalam satu tempat.


29

Relevansi penelitian Nuryanti terletak pada kajian bentuk pertunjukannya.

Perbedaaanya terletak pada objek penelitiannya yaitu Reog Campursari Turonggo

Puspito Desa Mukiran Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang.

Penelitian berikutnya adalah penelitian yang dilansir dari skripsi UNY yang

berjudul Regenerasi dan Bentuk Penyajian Tari Kuda Kepang Turonggo Mudho

Budoyo di Desa Marga Manunggal Jaya Kabupaten Muaro Jambi Provinsi Jambi

oleh Astika Cahyarani tahun 2014. Artikel ini memuat tentang regenerasi dan bentuk

penyajian Tari Kuda Kepang Turonggo Mudho Budoyo di Desa Marga Manunggal

Jaya Kabupaten Muaro Jambi Provinsi Jambi. Penelitian ini menggunakan metode

penelitian deskriptif kualitatif.

Hasil penelitian menunjukan bahwa upaya regenerasi yang sudah

dilaksanakan oleh grup tari kuda lumping turonggo mudho budoyo yaitu melatih tari

anak-anak usia 10-15 tahun, memberikan pendidikan dan pengajaran tentang tarian

kuda kepang. Bentuk penyajian Tarian Kuda Kepang Turonggo Mudho Budoyo

terdiri dari beberapa unsur diantaranya: (a) gerakan untuk anak-anak terdapat 14

gerakan yang berpijak pada gaya tarian banyumasan seperti mlaku jejer, mlaku baris,

obah bahu, ukel kaki jinjit, mlaku telu ukel wolak-walik, sembahan ngadeg, dolanan

ebeg, dolanan sampur, jengkeng, ulap-ulap dan sembahan. Kemudian untuk gerakan

penari dewasa terdapat 16 gerakan yaitu mlaku onclang, embeg maju mundur, geol

sampur, ukel, mlaku telu, silang junjung, onclang dan dolanan embeg. (b) pola lantai

yang dipakai ada 3 yaitu huruf S, baris bersap, dan lingkaran. (c) musik/iringan

menggunakan gamelan laras slendro dan laras pelog. (d) make up/rias yang dipakai
30

adalah rias gagah putra, (e) kostum/busana yang dikenakan adalah pakaian dasar,

aksesoris, penutup kepala, pakaian tubuh, dan pakaian kaki. Perlengkapan/properti

yang dipakai adalah pecut, kuda-kudaan, barongan, dan topeng. (g) tempat pentas

dilakukan di area terbuka dan luas.

Relevansi penelitian Astika Cahyarani terletak pada kajian bentuk

pertunjukannya. Perbedaan penelitian terletak pada objek penelitian yaitu Tari Kuda

Kepang Turonggo Mudho Budoyo di Desa Marga Manunggal Jaya Kabupaten Muaro

Jambi Provinsi Jambi.

Penelitian berikutnya adalah penelitian yang dilansir dari Jurnal Aditya

volume 3 nomer 3 halaman 47-51 dengan artikel yang berjudul Analisis Bentuk dan

Nilai Pertunjukan Jaran Kepang Turonggo Satria Budaya di Desa Samongari

Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo oleh Yusi Agustina tahun 2013. Artikel

ini memuat tentang (1) Bentuk Pertunjukan Jaran Kepang Turonggo Satrio Budaya di

Desa Samongari Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo. (2) Nilai keindahan

pertunjukan jaran kepang turonggo satrio budaya. (3) Makna simbolis sajen pada

pertunjukan jaran kepang turonggo satrio budaya. Penelitian ini menggunakan

metode penelitian deskriptif kualitatif.

Hasil penelitian menunjukan bahwa pertunjukan Jaran Kepang Turonggo

Satrio Budoyo di Desa Samongari Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo

terdiri dari 3 tahapan yaitu: (1) tahap prapertunjukan yaitu persiapan sajen, membuat

panggung dan membersihkan desa, kemudian nyekar ke makam/pepundhen, terakhir

obong menyan/menbakar kemenyan. (2) tahap pertunjukan terdiri dari suka-suka, tari
31

pembuka, kesurupan/ndadi, tari persembahan, tari rampak muda tari sekar taji. (3)

tahap pasca pertunjukan diakhiri dengan tabuhan gendhingan oleh semua anggota

kesenian. Nilai keindahan yang terdapat pada pertunjukan Jaran Kepang Turonggo

Satrio Budoyo ada di dalam unsur iringan, tarian, alat musik/gendhing, kostum dan

rias wajah/make up. Makna simbolis sajen dalam pertunjukan Jaran Kepang

Turonggo Satrio Budoyo ada di dalam degan, nasi tumpeng, arang-arang kembang,

ayam panggang, bonang-baneng, pisang raja, kupat lepet, wajik dan gemblong.

Relevansi penelitian Yusi Agustina ini terletak pada kajian bentuk

pertunjukannya. Perbedaannya terletak pada objek penelitiannya yaitu Jaran Kepang

Turonggo Satrio Budoyo.

Penelitian lainnya adalah penelitian yang dilansir dari jurnal sendratasik

volume 7 nomer 3 seri A halaman 18-25 yang berjudul Bentuk Penyajian Tari

Dampaeng Pada Upacara Adat Pernikahan Di Kecamatan Longkib Kota

Subulussalam Aceh Singkil oleh Desfiarini, Murniati dan Zora Iriani tahun 2019.

Artikel ini memuat tentang bentuk dan urutan penyajian Tari Dampaeng pada upacara

adat pernikahan di kecamatan longkub kota subulussalam aceh singkil. Penelitian ini

menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif.

Hasil penelitian menunjukan bahwa bentuk penyajian tari Dampaeng

merupakan tarian wajib dalam sebuah acara pernikahan di kecamatan longkib kota

subulussalam aceh singkil. Unsur-unsur pembangung pertunjukan tari Dampaeng

adalah tempat pertunjukan, gerak, lagu/iringan, pola lantai, rias wajah, rias busana

dan penari.Tari Dampaeng dipentaskan di kediaman mempelai pengantin dan


32

biasanya di pelataran rumah yang cukup luas serta sudah diberi dekorasi tenda

sehingga penonton/hadirin yang datang bisa melihat pertunjukan langsung disekitar

penari. Adapun urutan upacara tari Dampaeng yaitu: majek umba-umba,

menggantung tabekh, malam pesta pertama, khatam Al-Qur’an, malam hine ke 2,

menjatoh dan mengakhlak. Gerakan Tari Dampaeng merupakan gerakan imitasi elang

saat terbang dan membuka sayapnya. Beberapa ragam geraknya seperti langkah telu,

tepuk tangan, jaga kembhikang, toyong jari, dan putar balik. Jumlah penarinya 6-8

orang, pola lantai yang dipakai adalah lingkaran. Rias wajah dan kostumnya

sederhana disesuaikan dengan upacaranya. Musik/iringan yang dipakai adalah iringan

dari talam dan gendang yang menjadi ciri khas Tari Dampaeng sekaligus pemandu

alunan dandang. Kemudian untuk tempat pertunjukan dilakukan di area tenda

dekorasi pelataran rumah pengantin tanpa perlu diadakan panggung.

Relevansi penelitian Desfiarni, Murniati dan Zora Iriani ini terletak pada

kajian bentuk pertunjukannya. Perbedaan penelitian ini terletak pada objek

penelitiannya yaitu Tari Dampaeng.

Penelitian selanjutnya adalah penelitian yang dilansir dari Jurnal Khatulistiwa

Pendidikan Dan Pembelajaran volume 6 nomer 7 halaman 1-9 berjudul Bentuk

Penyajian Tari Jepin Bismillah Dalam Upacara Pernikahan di Desa Belitang 1

Kabupaten Sekadau Kalimantan Barat oleh Hesty Pangestu tahun 2016. Artikel ini

memuat tentang deskripsi bentuk penyajian Tari Jepin Bismillah Dalam Upacara

Pernikahan di Desa Belitang 1 Kabupaten Sekadau Kalimantan Barat. Penelitian ini

menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif.


33

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dalam pertunjukan tari Jepin Bismillah

terdapat beberapa ragam gerak seperti langkah 1-12, gerak lipas pengantin, gerak

tahtim dan gerak penutup. Unsur pendukung pertunjukan meliputi (1) tempat

pementasan yang bisa dilakukan di mana saja, bisa dipanggung maupun

dilapangan/tanah lapang. (2) kostum yang dipakai adalah selendang songket, baju

kebaya warna kuning dan kain songket. (3) iringan dan alat musik yang dipakai

adalah gambus, beruas, dan selingan syair puji-pujian berbahasa campuran ( bahasa

Indonesia dan Arab).

Relevansi penelitian Hesty Pangestu terletak pada kajian bentuk

pertunjukannya. Perbedaanya terletak pada objek penelitian yaitu Tari Jepin

Bismillah.

Penelitian berikutnya adalah penelitian yang dilansir dari Jurnal Seni Tari

volume 1 nomer 1 hlamn 1-11 berjudul Bentuk Pertunjukan Kesenian Jamilin Di

Desa Jatimulya Kecamatan Suradadi Kabupaten Tegal oleh Winduadi Gupita dan

Eny Kusumastuti memuat tentang bentuk dan urutan pertunjukan Kesenian Jamillin

di Desa Jatimulya Kecamatan Suradadi Kabupaten Tegal. Penelitian ini

menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif.

Hasil penelitian menunjukan bahwa di dalam pertunjukan kesenian Jamilin di

Desa Jatimulya Kecamatan Suradadi Kabupaten Tegal terdiri dari properti, pelaku,

gerak, tata lampu, iringan, tata suara, tata rias, tata panggung, tata busana/ kostum dan

urutan pertunjukan kesenian Jamilin yang buka dengan musik organ tunggal lagu

Tegalan demi mengumpulkan warga supaya datang ke area pertunjukan dan tenda
34

pementasan akan segera diteruskan dengan pertunjukan kesenian Jamilin, sulap,

lawak dan acrobat.

Relevansi penelitian yang ditulis oleh Winduadi Gupita dan Eny Kusumastuti

terletak pada kajian bentuk pertunjukannya. Perbedaannya terletak pada objek

penelitiannya yaitu kesenian Jamilin di Desa Jatimulya Kecamatan Suradadi

Kabupaten Tegal.

Penelitian selanjutnya adalah penelitian yang dilansir dari Jurnal Kalawang:

Jurnal Seni Pertunjukan volume 3 nomor 2 halaman 142-149 oleh Putu Dyan Ratna

dan Ni Made Ruastiti berjudul Tek Tok Dance Sebagai Sebuah Seni Pertunjukan

Pariwisata Baru di Bali memuat tentang (1) bentuk pertunjukan tek tok dance, (2)

alasan penciptaan Tek tok Dance, (3) kontribusi tarian tersebut untuk puri kantor,

industry pariwisata Bali dan masyarakat. Penelitian ini menggunakan metode

kualitatif.

Hasil penelitian menunjukan bahwa (1) Tek Tok Dance adalah seni

pertunjukan baru dalam bidang pariwisata Bali yang berbentuk drama tari. Jika

ditinjau dari aspek penyajian pertunjukannya terdapat beberapa elemen seperti iringan

pertunjukan, cara penyajian, kostum, koreografi, lakon dan struktur pertunjukan. (2)

alasan penciptaan Tek Tok Dance adalah karena potensi kegiatan seni masyarakat

daerah sekitar sangat memadai dan peluang pasar yang besar tentunya. (3) kontribusi

positif Tek Tok Dance berdampak pada sektor ekonomi, budaya dan sosial

masyarakat sekitar, pengayaan bagi bidang industri pariwisata Bali serta pihak-pihak

yang terlibat di dalamnya.


35

Relevansi penelitian Putu Dyan Ratna dan Ni Made Ruastiti terletak pada

kajian bentuk pertunjukannya. Perbedaan penelitian terletak pada objek penelitiannya

yaitu Tek Tok Dance .

Penelitian berikutnya adalah penelitian yang dilansir Jurnal Ekspresi Seni

volume 17 nomer 1 halaman 115-128 berjudul Bentuk Penyajian Tari Piring di

Daerah Guguak Pariangan Kabupaten Tanah Datar oleh Misselia Nofitri memuat

tentang bentuk penyajian tari piring di daerah guguak pariangan kabupaten tanah

datar. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif.

Hasil penelitian menunjukan bahwa bentuk penyajian tari piring di daerah

guguak pariangan kabupaten tanah datar menggambarakan kehidupan masyarakat

agraris. Pada saat pertunjukan berlangsung para penari menggunakan properti pisau,

piring, dan sapu tangan.Nantinya properti tersebut biasanya digunakan oleh 2 orang

penari yang memakai piring dan 1 orang penari lainnya menggunakan properti pisau

dan satunya lagi menggunakan properti sapu tangan. Alat musik yang digunakan

untuk mengiringi tarian piring ini adalah pupuik gadung, gandang katindiak, dan

talempong pacik. Busana yang digunakan saat menari adalah destar, baju randai/baju

milik, sesamping sarung bugis, dan ending. Waktu pementasan biasanya tari piring

ini ditampilkan dalam acara pernikahan dan acara pacu jawi.

Relevansi penelitian Misselia Nofitri terletak pada kajian bentuk

pertunjukannya. Perbedaan terletak pada objek penelitiannya yaitu Tari Piring di

daerag Guguak Pariangan Kabupaten Tanah Datar.


36

Penelitian lainnya adalah penelitian yang dilansir dari Skripsi UNNES

Jurusan Sendratasik berjudul Bentuk dan Fungsi Tari Dayakan Dalam Kegiatan

Ekstrakulikuler Pramuka di SMP Negeri 1 Muntilan oleh Gita Bayu Andini tahun

2017. Artikel ini memuat tentang bentuk dan fungsi Tari Dayakan dalam kegiatan

ekstrakulikuler pramuka di SMP Negeri 1 Muntilan.Penelitian ini menggunakan

metode penelitian kualitatif.

Hasil penelitian menunjukan bahwa Tari Dayakan dalam kegiatan

ektrakulikuler pramuka yang ada di SMP Negeri 1 Muntilan terdiri dari beberapa

unsur yaitu (1) gerak terdiri dari gerak gejuk mendhak, langkah laku gejug, engklek

kanan, silang angkat kiri, engklek kiri, silang angakat kanan, ogek lambung, junjung

kiri, mendhak gagah, bungkuk sikep, adheg ngrayung kiri, bungkuk ngrayung, adheg

ngrayung kanan, ngepel menthang kanan, jengkeng gagah, ngepel menthang kiri,

jengkeng tapak buko, silang mendhak dan jengkeng ukel. (2) musik ynag dipakai

untuk mengiringi Tari Dayakan menggunakan gamelan laras pelog, (3) Rias penari

menggunakan rias fantasi dan kostumnya menggunakan legging, kace, manset,

rok/sayak, gelang kaki, kuluk/irah-irahan dan gelang tangan. (4) tempat pertunjukan

biasanya dilangsungkan di tanah yang luas. (5) untuklighting atau tata cahaya

menggunakan lampu halogen bila pertunjukan dilaksanakan ketika malam hari dan

hanya menggunakan cahaya matahari jika dilakukan di siang hari. (6) pertunjukan tari

dayakan di SMP Negeri 1 Muntilan ini tidak menggunakan properti.


37

Relevansi penelitian yang ditulis oleh Gita Bayu Andini terletak pada kajian

bentuk penyajiannya. Perbedaan penelitian terletak pada objek penelitian yaitu tari

dayakan.

Penelitian selanjutnya adalah penelitian yang dilansir dari paper konferensi

The UPV International Conference on International conference on Intangible

Heritage , 25-26 May, Iloilo city, Philliphines berjudul Javanese “Horse Dance”

Between Ritual And Entertainment Interpretations That Change And Function That

Persist oleh Eva Rapoport memuat tentang gamabaran umum bentuk pertunjukan

kuda kepang sebagai ritual yang kini sudah beralih fungsi menjadi sarana hiburan.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif.

Hasil penelitian menunjukan bahwa kuda kepang adalah salah satu tarian jawa

yang menggunakan properti ikonik anyaman bamboo berbentuk kuda sebagai

lambang dalam pertunjukannya. Kesenian ini merupakan kesenian tradisional yang

telah ada dan diwariskan dari jaman nenek moyang hingga kegenerasi sekarang yang

masih memegang teguh bentuk dan fungsinya. Berbeda hal nya dengan interpretasi

makna, fungsi dan ceritanya yang sudah mulai berubah seiring dengan transformasi

situasi keagamaan, sosial dan politik.

Relevansi penelitian Eva Rapoport terletak pada objek penelitiannya yaitu

kuda lumping. Perbedaan penelitian ini terletak pada subjek penelitiannya yang lebih

fokus pada makna ritual dan perubahan fungsi pertunjukan kuda lumping tersebut.

Penelitian berikutnya adalah penelitian yang dilansir dari Jurnal Seni Tari

volume 8 nomer 1 halaman 1-11 berjudul Fenomena Cross Gender Pertunjukan


38

Lengger Pada Paguyuban Rumah Lengger oleh Rindik Mahfuri dan Moh. Hasan

Bisri memuat tentang bentuk pertunjukan kesenian lengger paguyuban rumah lengger

yang dilestarikan oleh penari cross gender serta fenomena penari cross gender dalam

pertunjukan kesenian lengger di paguyuban rumah lengger. Penelitian ini

menggunakan metode penelitian kualitatif.

Hasil penelitian menunjukan bahwa kesenian lengger yang biasanya ditarikan

oleh wanita namun dalam kesenian lengger di paguyuban rumah lengger yang

ditarikan oleh penari cross gender Fenomena cross gender pada penari lengger di

desa Pandak Kabupaten Banyumas meliputi fenomena bentuk pertunjukan yang

terdiri atas struktur pertunjukan (bagian awal, bagian inti dan bagian akhir

pertunjukan), tempat pertunjukan, gerak, musik iringan, properti, tata busana dan tata

rias serta fenomena penari cross gender dalam pertunjukan lengger yang ditujukan

dari segi rias, busana dan gerak.

Relevansi penelitian Rindil Mahfuri dan Moh.Hasan Bisri terletak pada kajian

bentuk pertunjukannya. Perbedaannya terletak pada objek penelitiannya yaitu

lengger.

Penelitian lainnya adalah penelitian yang dilansir dari Harmonia Jurnal of Art

Research and Education volume 14 nomer 1 halaman 37-45 tahun 2014 berjudul

Reog As Means Of Student’s Appreciation And Creation In Arts And Culture Based

On The Local Wisdom oleh Sri Ambarwangi dan S. Suharto memuat tentang

pelaksanaan studi seni dan budaya di sekolah kejuruan. Penelitian ini menggunakan

metode penelitian kualitatif dengan penelitian bersifat deskriptif.


39

Hasil penelitian menunjukan bahwa belajar budaya lokal berdasarkan tujuan

belajar yang telah disesuaikan dengan kurikulum sekolah akan lebih efisien. Salah

satu kesenian yang telah dijadikan materi pembelajaran adalah Reog yang sudah

familiar di kalangan masyarakat sekitar Pringapus Kabupaten Semarang. Nilai yang

terkandung dalam kesenian Reog secara konseptual dapat diajarkan kepada siswa di

kelas untuk nantinya bisa dipentaskan di acara-acara sekolah ataupun lomba kesenian.

Siswa pun dapat lebih ekspresif dalam melakukan praktek gerak sambil menerima

materi pembelajaran. Nilai yang terkandung dalam kesenian Reog adalah nilai

budaya, nilai nasionalisme, nilai agama/nilai spiritual, dan nilai sosial. Nilai yang

didapat dari pembelajaran kesenian Reog disekolah adalah rasa bangga dan

aktualisasi diri yang tinggi dalam berkecimpung di kegiatan maupun kehidupan sosial

dimasyarakat.

Relevansi penelitian Sri Ambarwangi dan S. Suharto terletak pada kajian

objek penelitian yang membahas tentang kesenian kerakyatan yaitu Reog. Perbedaan

penelitian terletak pada kajiannya yang membahas tentang mengenai pembelajaran.

Penelitian selanjutnnya adalah penelitian yang dilansir dari Prosiding The 5 th

International Conference on Indonesian Studies “Ethnicity And Globalization”

halaman 377-386 berjudul Bentuk dan Fungsi Seni Pertunjukan Jaranan dalam

Budaya Masyarakat Jawa Timur oleh Trisakti memuat tentang bentuk dan fungsi seni

pertunjukan jaranan yang terdapat pada beberapa kesenian jaranan di Jawa Timur.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif.


40

Hasil penelitian menunjukan bahwa kesenian/seni pertunjukan tradisional

jaranan adalah salah satu kesenian tradisional terpopuler yang menjadi ikonik dan

tersebar luas di Jawa Timur. Terdapat 17 nama kesenian jaranan yang ada du 34

wilayah kabupaten/kota dari 38 wilayah kabupaten/kota di Jawa Timur karena 4

wilayah lainya belum teridentifikasi kesenian jaranananya. Jika dilihat dari segi

pertunjukannya masing-masing kesenian jaranan memiliki persamaan dan perbedaan

tersendiri.Bila dilihat dari segi properti semua kesenian jaranan selalu menggunakan

properti berbentuk jaran, baik itu jaran sungguhan maupun anyaman bamboo yang

berbentuk jaranan. Meskipun serupa namun semua kesenian jaranan selalu

menampilkan bentuk properti khas milik mereka sendiri.Kemudian jika dilihat dari

segi adegan kebanyakan kesenian jaranan selalu menampilkan adegan solah krida,

solah prajuritan dan solah perang meski di dalam pertunjukannya diisi oleh gerakan

khas grup kesenian jaranan masing-masing. Selanjutnya jika dilihat dari struktur

bentuk penyajian terdapat dua jenis yaitu pertunjukan kesenian jaranan yang

dipentaskan sebagai tarian utama dan dipertunjukan secara utuh/full dalam satu

format pertunjukan.Atau pertunjukan kesenian jaranan yang dipentaskan hanya

sebagai tarian pelengkap pada sebuah pertunjukan sehingga dikolaborasikan dengan

dengan tarian lainnya dalam suatu format pertunjukan. Terdapat fungsi sosial seni

pertunjukan kesenian jaranan yaitu sebagai upaya pelestarian budaya tradisional,

sarana hiburan, sarana ritual dan kepuasan estetis pelaku seni/seniman.


41

Relevansi penelitian Trisakti terletak pada kajian bentuk pertunjukannya.

Perbedaannya terletak pada objek penelitian yang menggunakan objek kesenian

jaranan di Jawa Timur.

Penelitian berikutnya adalah penelitian yang dilansir dari Imaji: Jurnal Seni

dan Pendidikan Seni UNY volume 3 nomer 2 halaman 211-223 berjudul Tari

Jaranan: Sebuah Permasalahan Penelitian Seni Pertunjukan oleh Robby Hidayat

tahun 2005 memuat tentang pandangan mengenai tari jaranan dari aspek metaforis

sebagai sebuah objek penelitian. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif.

Hasil penelitian menunjukan bahwa tari jaranan adalah salah satu tarian

tradisional yang berkembang di lingkungan budaya Jawa.Berdasarkan beberapa

alasan menyebabkan taria ini kurang menarik minat peneliti untuk menjadikannya

objek penelitian. Beberapa pendekatan yang sering digunakan untuk mengkaji aspek

koreografi tari jaranan seperti aspek interpretasi budaya (Geertz), aspek koreologi

(Soedarsono), dan aspek etno-art (Ahimsa-Putra). Berdasarkan pendekatan dan

pemahaman yang lebih dalam tentang tarian, peneliti dapat lebih mudah memahami

aspek bawah sadar yang mengungkap ekspresi alami (emik) sehingga lebih

memungkinkan bagi peneliti mempelajari aspek metaforis dari “kuda” (jaran).

Relevansi penelitian Robby Hidayat terletak pada objek penelitian yaitu tari

jarananan. Perbedaan terletak pada kajian penelitiannya.

Penelitian lainnya adalah penelitian yang dilansir dari Skripsi UNY yang

berjudul Bentuk Penyajian Kesenian Tari Jaranan Thik di Desa Coper Kecamatan

Jetis Kabupaten Ponorogo Jawa Timur oleh Whinda Kartika Nugraheni tahun 2015.
42

Artikel ini memuat tentang deskripsi bentuk penyajian kesenian tari jaranan thik di

desa coper kecamatan jetis kabupaten ponorogo jawa timur.

Hasil penelitian menunjukan bahwa bentuk penyajian kesenian tari jaranan

thik terdiri dari beberapa elemen pendukung pertunjukan seperti: (1) gerak: kesenian

tari jaranan thik menggunakan gerakan yang sederhana namun menarik, (2) pola

lantai: kesenian tari jaranan thik menggunakan pola lantai menyebar, garis lurus, zig-

zag, garis lengkung dan lingkaran. (3) alat music yang digunakan adalah slompret,

gong, kenong, kendang, jidor, saron dan demung, (4) rias disesuaikan dengan masing-

masing karakter/tokoh, (5) kostum yang digunakan: (a) penari jaranan: gongseng,

udeng, slendang kuning, sumping, celana panji ungu, rompi, sembong batik parang,

kace, sabuk dan stagen. (b) penari celeng: gongseng, udeng, slendang kuning,

sumping, celana panji ungu, kace, sembong batik parang, stagen, sabuk, (6) properti

yang digunakan yaitu naga, kuda kepang, dan celeng, (7) tempat pentas biasanya di

halaman rumah/tempat yang luas/lapangan.

Relevansi penelitian Whinda Kartika Nugraheni terletak pada kajian bentuk

penyajiannya. Perbedaanya terletak pada objek penelitiannya.

Penelitian selanjutnya adalah penelitian yang dilansir dari Skripsi ISI

Yogyakarta yang berjudul Bentuk Penyajian Jathilan Sekar Kencono Di Dusun

Jitengan Balecatur Gamping Sleman oleh Kristiyan Vebriana tahun 2017.Artikel ini

memuat tentang bentuk penyajian jathilan sekar kencono di dusun jitengan balecatur

gamping sleman. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif.


43

Hasil penelitian menunjukan bahwa bentuk penyajian kesenian rakyat jathilan

kreasi baru sekar kencono terdiri dari 4 orang sinden, 8 orang penari putri, 2 orang

pawang dan 12 orang pengrawit. Gerak-gerak yang ada di dalam kesenian jathilan

kreasi baru sekar kencono mengarah pada pengembangan tari klasik gaya jogja.

Dilihat dari segi iringan musiknya menggunakan alat music berupa drum, gamelan

jawa laras pelog, slompret, dan kendang jaipong. Sedangkan dilihat dari pola lantai

yang digunakan berupa diagonal, garis lengkung, dan garis lurus.Properti yang

dipakai hanyalaha anyaman kuda kepang yang didominasi oleh warna merah muda.

Selanjutnya mengenai tempat dan waktu pertunjukan lebih sering dilaksanakan saat

siang hari dengan durasi kurang lebih satu jam dan diselenggarakan di tempat yang

luas.

Relevansi penelitian Kristiyan Vebriana ini terletak pada kajian bentuk

penyajiannya. Perbedaanya terletak pada objek penelitiannya yaitu kesenian rakyat

jathilan kreasi baru sekar kencono.

Penelitian berikutnya adalah penelitian yang dilansir dari Solah: Jurnal Seni

Pertunjukan UNNESA volume 8 nomer 2 halaman 1-13 berjudul Kreasi Bentuk

Jaranan Breng Desa Gledung Kecamatan Sanankulon Kabupaten Blitar oleh Sinda

Agustina tahun 2018. Artikel ini memuat tentang bentuk pertunjukan jaranan breng

desa kledung kecamatan sanankulon kabupaten blitar. Penelitian ini menggunakan

metode penelitian kualitatif.

Hasil penelitian menunjukan bahwa bentuk pertunjukan jaranan breng desa

gledung kecamatan sanankulon kabupaten blitar terdiri dari beberpa elemen


44

pendukung pertunjukan, pola lantai, rias dan busana serta iringan musik. Kemudian,

mengenai kreasi bentuk pertunjukan jaranan breng desa gledung kecamatan

sanankulon kabupaten blitar masih terus eksis dan berkembang di kalangan

masyarakat.

Relevansi penelitian Sinda Agustina terletak pada kajian bentuk

pertunjukannya. Perbedaan penelitian terletak pada objek penelitiannya yaitu jaranan

breng desa gledung kecamatan sanankulon kabupaten blitar.

Penelitian lainnya adalah penelitian yang dilansir dari Skripsi Unsiyah yang

berjudul Bentuk Penyajian Tari Reog Ponorogo di Desa Srikayu Kecamatan

Singkohor Aceh Singkil oleh Liska Nike Saputri tahun 2015.Artikel ini memuat

tentang sejarah dan bentuk penyajian Reog Ponorogo di Desa Srikayu Kecamatan

Singkohor Aceh Singkil.Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif-

kualitatif.

Hasil penelitian menunjukan bahwa Reog Ponorogo adalah kesenian

tradisional kerakyatan asli khas ponorogo.Kesenian ini dibawa ke desa Srikayu

kecamatan Singkohor Aceh Singkil pada tahun 1992.Kesenian Reog Ponorogo

biasanya dibawakan oleh 6 orang penari yang memiliki peran masing-masing. Ada

yang berperan sebagai kucingan, pembarong, jathil wanita dan bujang ganong.

Masing-masing peran penari pun memiliki ciri gerak yang berbeda-beda. Contohnya

kucingan yang tidak banyak bergerak, pembarong yang bergerak

memutar-mutar/memainkan dadak meraknya, penari jathil yang sering

mengukel/memutar tangannya, sedangkan bujang ganong berlagak seperti mengejek


45

dan bertingkah konyol/lucu.Pola lantai yang digunakan oleh Tari Reog Ponorogo

adalah pola lantai lingkaran, pola lantai melengkung, dsb. Kostum yang digunakan

pun berbeda-beda pada setiap penokohannya misal: kucingan menggunakan kostum

serba hitam, pembarong dan bujang ganong menggunakan celana hitam dan kaos,

sedangkan penari jathil menggunakan pengikat kepala/udeng, celana hitam serta baju

putih. Rias wajah disesuaikan dengan masing-masing peran. Properti yang digunakan

adalah kuda kepang, cambuk, dan topeng. Alat musik yang digunakan adalah kenong,

gong, dan kendang. Panggung yang digunakan adalah panggung bentuk arena.

Relevansi penelitian Liska Nike Saputri terletal pada kajian bentuk

pertunjukannya. Perbedaannya terletak pada objek penelitiannya yaitu Reog

Ponorogo.

Penelitian selanjutnya adalah penelitian yang dilansir dari skripsi Unsyiah

yang berjudul Bentuk Penyajian Tari Kuda Kepang di Desa Serbaguna Kabupaten

Nagan Raya oleh Tutik Handayani tahun 2015.Artikel ini memuat tentang bentuk

penyajian tari kuda kepang di desa serbaguna kabupaten nagan raya. Penelitian ini

menggunakan metode penelitian kualitatif.

Hasil penelitian menunjukan bahwa sejak tahun 1977 Bapak Darmak ketua

kesenian Kuda Kepang sudah mulai mempopulerkan Tari Kuda Kepang di Desa

Serbaguna Kabupaten Nagan Raya. Tarian tersebut biasa dibawakan oleh 14 orang

laki-laki yang 6 penarinya berperan sebagai butoan, 6 penari lagi sebagai baigon, 1

penari sebagai kucingan dan 1 penari lagi sebagai butoan. Ketika penari mengalami

kesurupan, dia bisa saja mengupas kelapa menggunakan gigi, memecut diri/dipecut
46

oleh orang lain tanpa merasa kesakitan, memakan beras kucing, telur mentah bahkan

ayam hidup-hidup, atau menari hingga pingsan. Properti yang digunakan untuk

menari kuda kepang adalah topeng, kuda kepang/anyaman bamboo berbentuk kuda,

gelang kaki, dan pecut/cambuk.Alat musik yang digunakan yaitu bonang, kendang,

saron, dan gong. Rias yang dipakai pun disesuaikan dengan perannya masing-masing.

Kostum pun sama, misalnya penari kucingan menggunakan celana hitam panjang dan

kaos hitam. Penari baigon memakai celana hitam pendek, kaos warna putih, pengikat

leher guna menutupi punggung dan dada, selendang, pengikat tangan, udeng/penutup

kepala dan songket/kain panjang. Penari barongan menggunakan topeng dan celana

hitam panjang.

Relevansi penelitian Tutik Handayani ini terletak pada kajian bentuk

pertunjukannya. Perbedaannya terlatak pada objek penelitianna yaitu tari Kuda

Kepang.

Penelitian berikutnya adalah penelitian yang dilansir dari Jurnal Pembelajaran

Seni dan Budaya volume 3 nomer 2 halaman 69-75 berjudul Seni Pertunjukan Kuda

Lumping Lestari Budoyo di Desa Wonua Sari Kecamatan Mowila Kabupaten

Konawe Selatan oleh Tavip Sunarto, Irianto Ibrahim, La Ode Sahidin tahun 2018.

Artikel ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian ini

memuat tentang (1) proses penyajian kesenian kuda lumping lestari budoyo di desa

Wonua Sari Kecamatan Mowila Kabupaten Konawe Selatan, (2) makna simbolik

sesajen pada pertunjukan kuda lumping lestari budoyo di desa Wonua Sari
47

Kecamatan Mowila Kabupaten Konawe Selatan, (3) fungsi kesenian kuda lumping

lestari budoyo di desa Wonua Sari Kecamatan Mowila Kabupaten Konawe Selatan.

Hasil penelitian menunjukan bahwa (1) proses pertunjukan kuda lumping

lestari budoyo di desa Wonua Sari Kecamatan Mowila Kabupaten Konawe Selatan

diawali dengan perencanaan acara, mempersiapkan tempat pertunjukan,

mempersiapkan sesajen, ziarah pepundhen, dan membakar kemenyan. Pada saat hari

H pertunjukan dilaksanakan maka akan ditampilkan tari jaranan, tari kreasi baru, tari

matraman, tari gobyok, tari jaranan gaya bali hingga ndadi/kesurupan. (2) makna

yang terkandung dalam sesajen seperti pepatah “gemah ripah loh jinawi” yang

diwakili oleh sajen degan ijo, permohonan keselamatan bagi seluruh kru selama pertu

jukan berlangsung diwakilkan oleh sajen bonang baning, agar dalam alam ghoib

pemain/penari dihindarkan dari segala marabahaya dan rasa lelah ketika

melaksanakan pertunjukan maka disediakan sajen berupa teh manis, kopi pahit, the

pahit dan kopi manis. Simbolik manusaia yang harus selalu menjaga keharuman

nama baiknya diwakili oleh sajen kembang setaman. Wujud bakti masyarakat desa

Wonua Sari kepada “kiblatnya”, wujud bakti yang muda kepada yang tua, yang lahir

lebih sehari diwakilkan oleh sajen berupa air rendaman daun dhadhap serep, (3)

fungsi tarian Kuda Lumping Lestari Budoyo diantaranya sebagai seni pertunjukan,

sebagai sarana upacara, sebagai sarana pendidikan, dan sebagai sarana hiburan.

Relevansi penelitian Tavip Sunarto, Irianto Ibrahim, La Ode Sahidin terletak

pada kajian bentuk pertunjukannya. Perbedaannya terletak pada objek penelitiannya

yaitu Kuda Lumping Lestari Budoyo.


48

Penelitian lainnya adalah penelitian yang dilansir dari Jurnal Pendidikan dan

Kajian Seni volume 3 nomer 2 halaman 180-194 berjudul Bentuk Pertunjukan

Kesenian Barongan Grup Samin Edan Kota Semarang oleh Dadang Dwi Septiyan

tahun 2018. Artikel ini memuat tentang bentuk pertunjukan dari kesenian Barongan

Samin Edan Kota Semarang dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Penelitian

ini menggunakan metode penelitian kualitatif serta pendekatan etnokoreologi.

Hasil penelitian menunjukan bahwa bentuk pertunjukan kesenian barongan

samin edan memakai topeng besar yang disambung dengan kain besar di belakangnya

untuk menyelubungi bagian badan barongan. Tarian ini tidak menggunakan rias

wajah/ kostum apapun karena karakter barongan sudah terwakilkan oleh topeng besar

barongan dan kain loreng besar yang menutupi seluruh badan penarinya. Kesenian

Barongan Samin Edan bisa diperankan oleh satu orang (tunggal), dua orang

(berpasangan), maupun secara kelompok (lebih dari 2 orang). Mengenai tempat

pertunjukan kesenian ini bisa dipentaskan di manapun.Baik di outdor/indoor dengan

seluruh tata artistic yang disesuaikan dengan kebutuhannya. Mengenai gerakan

kesenian Barongan yang memiliki arti khusus yaitu mengilustrasi/menggambarkan

kehidupan komunitas pertanian blora, Indonesia.

Relevansi penelitian Dadang Dwi Septiyan terletak pada kajian bentuk

pertunjukannya. Perbedaaanya terletak pada objek penelitiannya yaitu kesenian

Barongan Samin Edan Kota Semarang.

Penelitian selanjutnya adalah penelitian yang dilansir dari skripsi UNNES

yang berjudul Bentuk Pertunjukan Tari Silakupang Sanggar Srimpi Kecamatan


49

Ampel Gading Kabupaten Pemalang oleh Iva Ratnasari tahun 2015. Artikel ini

memuat tentang deskripsi bentuk pertunjukan dan fungsi tari silakupang sanggar tari

srimpi kecamatan ampel gading kabupaten semarang. Penelitian ini menggunakan

metode penelitian kualitatif.

Hasil penelitian menunjukan bahwa bentuk pertunjukan tari silakupang

sanggar tari srimpi kecamatan ampelgading kabupaten pemalang terdiri dari beberapa

sajian tari yaitu tarian pembuka, tari kuntulan, sintrenan, lais dan diakhiri dengan

tayub.Mengenai elemen pendukung pertunjukan silakupang terdiri dari tata suara,

gerak, tata cahaya, waktu, perlengkapan/properti, alat musik, rias wajah, rambut dan

kostum.Adapun fungsi Tari Silakupang diantaranya adalah sebagai perangsang

produktifitas, sarana hiburan, sarana komunikasi, sarana pendidikan, sarana pengikat

dan pembangkit solidaritas masyarakat.

Relevansi penelitian Iva Ratnasari terletak pada kajian bentuk pertunjukannya.

Perbedaannya terletak pada objek penelitian yaitu tari silakupang sanggar srimpi

kecamatan ampelgading kabupaten semarang.

Penelitian berikutnya adalah penelitian yang dilansir dari skripsi UNNES

yang berjudul Seni Pertunjukan Barongan Gembong Kamijoyo di Desa Dersalam

Kabupaten Kudus oleh Endah Dwi Wahyuningsih tahun 2015. Artikel ini memuat

tentang bentuk pertunjukan dan nilai-nilai dari pertunjukan Barongan Gembong

Kamijoyo di Desa Dersalam Kabupaten Kudus.Penelitian ini menggunakan metode

penelitian kualitatif.
50

Hasil penelitian menunjukan bahwa bentuk pertunjukan Barongan Gembong

Kamijoyo di desa Dersalam Kabupaten Kudus terdiri dari penonton, lakon, rupa

(sesaji, rias, properti dan busana), pelaku/pemain, gerak, iringan/alat musik, dan

tempat pertunjukan. Adapun format pertunjukan Barongan Gembong Kamijoyo di

Desa Dersalam Kabupaten Kudus terdiri dari dua jenis yaitu pertunjukan barongan

keliling (mengelilingi desa) dan pertunjukan yang diselenggarakan di panggung/

disuatu tempat menetap. Mengenai nilai-nilai yang terdapat di dalam pertunjukan

yaitu nilai religious, nilai keindahan, nilai keterampilan, nilai hayati, dan nilai

pengetahuan.

Relevansi penelitian Endah Dwi Wahyuningsih terletak pada kajian bentuk

pertunjukannya. Perbedaannya terletak pada objek penelitiannya yaitu Barongan

Gembong Kamijoyo di Desa Dersalam Kabupaten Kudus.

Penelitian lainnya adalah penelitian yang dilansir dari skripsi UNNES yang

berjudul Bentuk Pertunjukan Kesenian Singo Barong “Kusumo Joyo” di Desa

Gebang Kecamatan Bonang Kabupaten Demak oleh Dini Listiyorini tahun 2015.

Artikel ini memuat tentang bentuk pertunjukan kesenian singo barong “kusumo joyo”

di desa gebang kecamatan bonang kabupaten demak.Penelitian ini menggunakan

metode penelitian kualitatif.

Hasil penelitian menunjukan bahwa adegan pembuka pada pertunjukan

kesenian singo barong “kusumo joyo” diawali dengan tabuhan iringan musik barong

yang rancak dan riuh, lalu dilanjutkan dengan pertunjukan tari kuda kepang yang

diiringi oleh musik dangdut campursari. Adegan intinya diisi dengan tampilan arak-
51

arakan kuda hias yang dinaiki oleh anak-anak yang telah dikhitan, terakhir adegan

penutup diisi dengan atraksi yang menjadi klimaks pertunjukan secara menyeluruh.

Bentuk pertunjukan kesenian singo barong “kusumo joyo” terdiri dari komponen

pertunjukan, pola pertunjukan dan urutan penyajian. Beberapa unsur lain yang ikut

memberikan sentuhan estetik dari pertunjukan kesenian singo barong “kusumo joyo”

ini adalah gerak yang ditampilkan begitu dinamis, kuat dan lincah. Rias wajah dan

busana yang indah dan tegas serta musik yang begitu energik dan riuh sehingga

menimbulkan kesan yang meriah.

Relevansi penelitian Dini Listiyorini terletak pada kajian bentuk

pertunjukannya. Perbedaannya terletak pada objek penelitian yaitu kesenian singo

barong “kusumo joyo” di Desa Gebang Kecamatan Bonang Kabupaten Demak.

Penelitian selanjutnya adalah penelitian yang dilansir dari Skripsi UNNES

yang berjudul Kajian Bentuk Pertunjukan Kesenian Tradisional Emprak Sido Mukti

Desa Kepuk Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara oleh Anggoro Kristanto tahun

2013. Artikel ini memuat tentang kajian bentuk pertunjukan kesenian tradisional

emprak sido mukti desa kepuk kecamatan bangsri kabupaten jepara.Penelitian ini

menggunakan matode penelitian kualitatif.

Hasil penelitian menunjukan bahwa pertunjukan kesenian tradisional emprak

sido mukti ini adalah perpaduan dari tiga kesenian yaitu musik, tari dan drama.

Instrumen/alat musik yang digunakan adalah alat musik tradisional seperti goprek

(alat musik khas jepara yang dikenal juga dengan nama emprak), kendang, kenong,

demung, dan alat musik gamelan lainnya. Diiringi oleh lagu-lagu modern dan
52

campursari dari sinden dan penari yang lucu dan luwes. Mulanya kesenian tradisional

Emprak Sido Mukti ini diaadakan sebagai wujud rasa syukur para petani sehabis

panen raya kepada Tuhan Maha Esa namun sering berjalannya waktu fungsinya

sudah menjadi sarana hiburan masyarakat sekitar.

Relevansi penelitian Anggoro Kristianto terletak pada kajian bentuk

pertunjukannya. Perbedaannya terletak pada objek penelitiannya yaitu Kesenian

Emprak Sido Mukti Desa Kepuk Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara.

Penelitian berikutnya adalah penelitian yang dilansir dari Skripsi UNNES

berjudul Kajian Bentuk dan Fungsi Pertunjukan Kesenian Lengger Budi Lestari

Kecamatan Kledung Kabupaten Temanggung oleh Dyah Sri Rahayu tahun 2013.

Artikel ini memuat tentang bentuk dan fungsi pertunjukan kesenian lengger budi

lestari kecamatan kledung kabupaten temanggung. Penelitian ini menggunakan

metode penelitian kualitatif.

Hasil penelitian menunjukan bahwa bentuk kesenian tradisional lengger

adalah gabungan dari beberapa unsur seni pertunjukan seperti lagu/tembang, gerak,

iringan, rias wajah, dan kostum. Fungsi dari kesenian tradisional lengger budi lestari

di desa tuksari kecamatan kledung kabupaten temanggung adalah sebagai sarana

hiburan dan sarana upacara.

Relevansi penelitian Dyah Sri Rahayu terletak pada kajian bentuk

pertunjukannya. Perbedaannya terletak pada objek penelitiannya yaitu kesenian

tradisional lengger budi lestari di desa tuksari kecamatan kledung kabupaten

temanggung.
53

Penelitian lainnya adalah penelitian yang dilansir dari Jurnal Pesagi:

Jurnal Pendidikan dan Penelitian Sejarah volume 3 nomer 2 halaman 1-15 berjudul

Pertunjukan Kesenian Kuda Kepang di Desa Trimodadi Kecamatan Abang Selatan

Kabupaten Lampung Utara oleh Erna Febriyanti, Tantowi Amsia, dan Wakidi pada

tahun 2015. Artikel ini memuat tentang pertunjukan kesenian kuda kepang di Desa

Trimodadi Kecamatan Abang Selatan Kabupaten Lampung Utara.Penelitian ini

menggunakan metode penelitian kualitatif.

Hasil penelitian menunjukan bahwa atraksi Kuda Kepang diawali

dengan pawang melakukan ritual pemanggilan roh. Atraksi tarian diawali dengan tari

satria, tarian inti yaitu gunung kidul, pegonan, kembang jeruk, goyang hoki, goyang

dombret dan cakilan.Atraksi diakhiri dengan penari yang kesurupan berpamitan

kepada yang punya hajat kemudian pawang memulangkan roh. Pertunjukan Kuda

Kepang yang ada di Desa Trimodadi telah banyak mengalami modifikasi dari warisan

nenek moyang. Modifikasinya yaitu jenis tarian, musik, lagu, pakaian, perlengkapan

penari, alat musik, perlengkapan pertunjukan dan sajen.

Relevansi penelitian Erna Febriyanti, Tantowi Amsia, dan Wakidi

terletak pada kajian bentuk pertunjukannya. Perbedaannya terletak pada objek

penelitiannya yaitu kesenian kuda kepang di desa Trimodadi Kecamatan Abang

Selatan Kabupaten Lampung Utara.

Penelitian selanjutnya adalah penelitian yang dilansir dari Jurnal

Pendidikan Seni Tari UNY volume 5 nomer 5 berjudul Identifikasi Bentuk Penyajian

Tari Reyog Somo Taruno Di Desa Kertosari, Kecamatan Geger, Kabupaten Madiun
54

oleh Aprilia Dwi Setyarini tahun 2016. Artikel ini memuat tentang identifikasi bentuk

penyajian tari reyog somo taruno di desa kertosari, kecamatan geger, kabupaten

madiun. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif.

Hasil penelitian menunjukan bahwa bentuk penyajian tari Reyog Obyog

berstruktur penyajian tabuhan, tari Jathil, tari Pujangganong, tari Barongan, dan tari

iring-iringan; Identifikasi bentuk penyajian terletak pada gerak, iringan musik, tata

rias, tata busana, tempat pertunjukan, property, dan desain laintai; Gerak Jathil sudah

memasukkan gerak gambyongan, gerak Pujangganong sering menunjukkan gerak

atraksi, dan gerak Barongan menggunakan motif gulung. Instrumen musik yang

digunakan yaitu slompret, kendang, ketipung, kethuk-kenong, kempul, dan angklung.

Untuk tata rias yang menggunakan hanya penari Jathil. Busana Jathil: Iket, gulon ter,

hem warna putih, cakep, sampur merah dan sampur kuning, stagen, epek timang, bara

samir, kain jarik parang Barong, celana dingkikan. Busana Pujangganong: Topeng,

baju rompi merah, cakep, embong gombyog, celana, stagen cinde, sampur merah dan

sampur kuning. Busana Penari Barongan: Kaos cetakan Reyog Somo Taruno bentuk

singlet, sabuk dari kain mori, embong gombyog, celana panjang gombyog. Tempat

pertunjukan tari Reyog Somo Taruno dilaksanakan di tempat-tempat terbuka antara

lain: lapangan, halaman luas, pinggir jalan besar, halaman rumah. Properti untuk

penari Jathil menggunakan sampur layaknya kuda kepang, Pujangganong dan Penari

Barong menggunakan topeng.Pola lantai yang digunakan adalah lurus ke samping,

membentuk persegi empat, berputar.


55

Relevansi penelitian Aprilia Dwi Setyarini terletak pada kajian bentuk

penyajiannya. Perbedaannya terletak pada objek penelitiannya yaitu tari reyog somo

taruno di Desa Kertosari, Kecamatan Geger, Kabupaten Madiun.

Penelitian berikutnya adalah penelitian yang dilansir dari skripsi UNNES

berjudul Bentuk Penyajian Kuda Lumping Turonggo Bekso di Desa Wonosari

Kecamatan Bulu Kabupaten Temanggung oleh Heni Pratiwi tahun 2013. Artikel ini

memuat tentang bentuk penyajian kuda lumping turonggo bekso di Desa Wonosari

Kecamatan Bulu Kabupaten Temanggung. Penelitian ini menggunakan metode

penelitian kualitatif.

Hasil penelitian menunjukan bahwa penyajian Kuda Lumping Turonggo

Bekso terbagi menjadi tiga babak yaitu, babak pembuka disajikan tari Prawira

Watang, babak penengah tari Kuda Lumping putri, babak penutup tari Kuda Lumping

putra. Penyajian tari berbentuk kelompok dengan jumlah penari putri 17 dan jumlah

penari pria 10 orang. Ragam gerak utama meliputi laku telu, jalan congklang, pacak

gulu, hoyogan, sembahan jengkeng, jalan nyisik, liyepan, peperangan, dan jalan

lumaksono. Unsur pendukung tari meliputi iringan, tata rias, tata busana, tata suara,

tata pentas. Keunikan yang yang dimiliki yaitu setiap pentas yang dikemas dalam

bentuk sendratari, instrument tetap menggunakan gamelan, busana asli sesuai dengan

latar belakang cerita.Tari ini berfungsi sebagai upacara dan tontonan.

Relevansi peneltian Heni Pratiwi terletak pada kajian bentuk pertunjukannnya.

Perbedaanya terletak pada objek penelitiannya yaitu kuda lumping turonggo bekso di

desa wonosari kecamatan bulu kabupaten temanggung.


56

Penelitian lainnya adalah penelitian yang dilansir dari skripsi UNNES

berjudul Pertunjukan Jaran Kepang Turonggo Kridho Mudho di Desa Getas

Kecamatan Singorojo Kabupaten Kendal oleh Tuhuningsih pada tahun 2015. Artikel

ini memuat tentang pertunjukan jaran kepang turonggo kridho mudho di desa getas

kecamatan singorojo kabupaten kendal. Penelitian ini menggunakan metode peneltian

kualitatif.

Hasil penelitian menunjukan bahwa penyajian Jaran Kepang Turonggo

Kridho Mudho dalam pertunjukkannya dikombinasikan dengan Leak, Belibis, dan

Pendet. Dilihat dari media yang digunakan seni tersebut termasuk seni tari namun

juga terdapat sedikit unsur-unsur teater karena dalam setiap tarian, para penari

membawa sebuah cerita yang dilakukan oleh pasukan Jaran Kepang dan Leak. Pada

kesenian tersebut media yang mendukung adalah musik, tentunya musik tradisional

yang dari tabuhan Leak dan Jaran Kepang.Tidak terlalu sulit menggabungkan dua

unsur musik atau tabuhan dalam Leak dan Jaran Kepang karena keduanya sama-sama

mengusung semangat yang menggebu-gebu. Peralatan alat musik yang digunakan

antara lain: gong, organ, drum, dan bende. Sedangkan unsur kostum atau busana,

dalam kesenian ini tidak mengubah kostum asli dari budaya masing-masing.

Relevansi penelitian Tuhuningsih terletak pada kajian bentuk pertunjukannya.

Perbedaanya terletak pada objek penelitiannya yaitu jaran kepang turonggo kridho

mudho.

Penelitian selanjutnya adalah penelitian yang dilansir dari Jurnal Harmonia:

Jurnal Sendratasik UNNES berjudul Kolaborasi Antara Jaran Kepang dengan


57

Campursari: Suatu Perubahan Kesenian Tradisional oleh Joko Wiyoso pada tahun

2011. Artikel ini memuat tentang kolaborasi antara tarian jaran kepang dengan musik

campursari. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif.

Hasil penelitian menunjukan bahwa penyajian Kuda Kepang Turonggosari

setelah dikolaborasikan dengan campursari bentuk pertunjukkannya tetap sama

terbagi menjadi tiga babak yaitu: (1) pembukaan, (2) inti, (3) peenutup. Pembukaan

ini dimulai gendhing pembuka (talu) yang selanjutnya disajikan 3 sampai 4 lagu

campursari, pada saat penyajian lagu-lagu ini penonton bisa minta lagu dan juga

menyawer (memberi uang) kepada penyanyinya serta berjoget. bagian inti

pertunjukan penari putri ke arena menari sampai selesai, di lanjutkan menyanyi lagu

campursari, penonton bisa minta lagu, berjoget dan menyawer (memberi uang). Pada

saat penari ndadi (kesurupan) lagu campursari juga digunakan untuk mengiringi

sampai saat penari disadarkan oleh pawang inilah bagian penutup. Pertunjukan Kuda

Kepang Turonggosari diiringi dengan beberapa instrumen gamelan jawa seperti

demung, saron barung, peking, kendang, kethuk, gitar elektrik, keyboard, drum dan

kendang jaipong. Beberapa unsur yang mendukung pertunjukan Kuda Kepang

Turonggosari antara lain: peraga, musik, gerak, tata rias, tata busana, property, tata

lampu, tata suara, tempat dan waktu pementasan.

Relevansi peneltian Joko Wiyoso terletak pada kajian bentuk pertunjukannya.

Perbedaan terletak pada objek penelitian yaitu tarian jaran kepang dengan musik

campursari.
58

Penelitian lainnya adalah penelitian yang dilansir dari skripsi ISI Surakarta

yang berjudul Bentuk dan Fungsi Tari Jathil Jowo di Dusun Gandon Desa Gandu

Kecamatan Tembarak Kabupaten Temanggung oleh Dewi Nurcahyati pada tahun

2018. Artikel ini memuat tentang bentuk dan fungsi tari jathil jowo di dusun gandon

desa gandu kecamatan tembarak kabupaten temanggung. Penelitian ini menggunakan

metode penelitian kualitatif.

Hasil penelitian menunjukan bahwa bentuk pertunjukan tari jathil jowo di

dusun gandon desa gandu kecamatan tembarak kabupaten temanggung terdiri dari

elemen yaitu gerak, musik, rias dan busana, pola lantai. Terdapat dua fungsi tari jathil

jowo di dusun gandon desa gandu kecamatan tembarak kabupaten temanggung yaitu

fungsi ritual dan fungsi hiburan. Tari Jathil Jowo sebagai simbol kerukunan sehingga

masih dipentaskan setiap tahunnya di daerah tersebut.

Relevansi penelitian Dewi Nurcahyati terletak pada kajian bentuk

pertunjukannya. Perbedaannya terletak pada objek penelitiannya yaitu tari jathil jowo

di dusun gandon desa gandu kecamatan tembarak kabupaten temanggung.

Penelitian selanjutnya adalah penelitian yang dilansir dari skripsi UNNES

yang berjudul Bentuk dan Perubahan Fungsi Seni Pertunjukan Tari Opak Abang

Desa Pasigitan Kecamatan Boja Kabupaten Kendal oleh Frihastyayu Bintyar

Mawasti pada tahun 2017. Artikel ini memuat tentang bentuk dan perubahan fungsi

seni pertunjukan Tari Opak Abang desa pasigitan kecamatan boja kabupaten Kendal.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif.


59

Hasil penelitian menunjukan bahwa Tari Opak Abang berkembang di Desa

Pasigitan sejak tahun 1956. Pertunjukan Tari Opak Abang memiliki 4 urutan sajian,

yaitu: 1) Gayung Seribu Gayung; 2) Opak-Opak; 3) Terang Bulan; dan 4) Bunga

Rampai. Tari Opak Abang memiliki tema keagamaan dan perjuangan.Gerak Tari

Opak Abang merupakan gerak murni. Iringan Tari Opak Abang menggunakan nada

diatonis dengan alat musik rebana 2 buah, bass drum 1 buah, kecrek 1 buah, dan

biola/violin 1 buah. Tata rias Tari Opak Abang menggunakan rias korektif, dengan

atribut busana berupa 1) Plisir (irah-irahan) dengan bulu mentok di ujung; 2)

Selempang; 3) Slepe (sabuk); 4) Baju lengan panjang; 5) Celana panjang; 6) Kaos

kaki berwarna putih; 7) Kain songket; 8) Sampur/Selendang; 9) Kipas dari kertas

emas untuk telinga; 10) Kacamata hitam; dan 11) Kain penutup kepala. Pementasan

Tari Opak Abang menggunakan halaman rumah warga dengan pencahayaan general

light dan lampu bohlam putih. Tata suara pada pertunjukan Tari Opak Abang

menggunakan sound system berupa wireless, keyboard amplifier, dan wireless

microphone. Penari Tari Opak Abang berjumlah 4 orang, dan pemusik sekaligus

sindhen berjumlah 7 orang. Penonton yang menikmati pertunjukan Tari Opak Abang

berasal dari semua kalangan, baik yang awam atau berkecimpung dalam dunia seni

tari. Pertunjukan Tari Opak Abang berfungsi sebagai sarana hiburan, akan tetapi

pertunjukan Tari Opak Abang juga mengalami perubahan pada beberapa fungsi

lainnya dalam kurun tahun 1956 hingga tahun 2017, yaitu: sarana upacara, sarana

pertunjukan, syiar agama Islam, dan media informasi seputar kemerdekaan Indonesia.
60

Relevansi penelitian Frihastyayu Bintyar Mawasti terletak pada kajian

bentuk pertunjukannya. Perbedaannya terletak pada objek penelitiannya yaitu Tari

Opak Abang. Selanjutnya untuk mempermudah dalam melihat penelusuran kontribusi

pustaka di atas peneliti suguhkan tabel 2.1. Daftar Keterangan dan Kontribusi

Pustaka.

No Judul Penulis Nama Jurnal Kontribusi


1 Forms of Show Erna Anggraini Jurnal of Art andMemberika
Kuda Lumping dan Agus Education Volume 7,
n gambaran
Ronggo Budoyo in Cahyono Nomor 1, Halaman dan
The Village of 11-22. Tahun 2018penguatan
Lematang Jaya, mengenai
Lahat, South bentuk
Sumatera pertunjukan
tari
2 Bentuk Penyajian Ristika Jurnal Seni Tari Memberika
Kesenian Reog Novitasari dan Mangenjali Volume 7 n gambaran
Dhodhog Setyo Marwanto Nomor 6 Halaman 1- dan
Budoyo Di Dusun 13. Tahun 2018 penguatan
Brongkol Desa mengenai
Purwodadi bentuk
Kecamatan Tepus pertunjukan
Gunungkidul tari
3 Bentuk Penyajian Dian Sarastiti Jurnal Harmonia vol. Memberika
Tari Ledhek dan Veronica 1 nomor 1 halaman 1- n gambaran
Barangan di Eny Iryanti 12 dan
Kampung Blora penguatan
mengenai
bentuk
pertunjukan
tari
4 Bentuk Penyajian Reizan Putri, Tri Jurnal Ilmiah Memberika
Tari Pho di Supadmi, dan Mahasiswa volume 1 n gambaran
Gampong Simpang Ramdiana nomor 2 halaman dan
61

Peut Nagan Raya 117-125 tahun 2016 penguatan


mengenai
teori bentuk
pertunjukan
5 Bentuk Penyajian Mega Yustika Jurnal Seni Tari Memberika
Tari Bedana di dan Mohammad volume 6 nomor 1 n gambaran
Sanggar Siakh Hasan Bisri halaman 1-19 dan
Budaya Desa penguatan
Terbaya mengenai
Kecamatan bentuk
Kotaagung pertunjukan
Kabupaten tari
Tenggamus
Lampung
6 Eksistensi dan Melisa Jurnal Mangenjali Memberika
Bentuk Penyajian Wulandari volume 6 nomor 5 n gambaran
Tari Andun di halaman 1-15 tahun dan
Kota Manna 2017. penguatan
Bengkulu Selatan mengenai
bentuk
pertunjukan
tari
7 Bentuk Penyajian Yacinta Ocnes Jurnal Saraswati Memberika
Tari Jalantur Eko Ayramawati dan tahun 2014 n gambaran
Budoyo dalam Supriyanti dan
Perayaan Tahun penguatan
Baru Jawa di mengenai
Dusun bentuk
Karanganyar pertunjukan
tari
8 Bentuk Iqrok Jordan Jurnal Seni Tari tahun Memberika
Pertunjukan Tari dan Moh.Hasan 2016 n gambaran
Kurbo Siswo Bisri dan
Arjuno Mudho penguatan
Desa Growong mengenai
Kecamatan teori bentuk
Tempuran pertunjukan
62

Kabupaten tari
Magelang
9 Bentuk dan Fungsi Eka Norharyani Jurnal Seni Tari Memberika
Tari Jenang Desa dan Veronica UNNES tahun 2018 n gambaran
Kaliputu Eny Iryanti dan
Kabupaten Kudus penguatan
mengenai
teori bentuk
pertunjukan
tari
10 Bentuk dan Fungsi Nurul Amalia Jurnal Seni Tari Memberika
Kesenian UNNES n gambaran
Tradisional dan
Krangkeng di Desa penguatan
Asemdoyong mengenai
Kecamatan Taman teori bentuk
Kabupaten pertunjukan
Pemalang oleh tari
Nurul Amalia
11 Bentuk Penyajian Mentari Isnaini Jurnal Seni Tari Memberika
dan Fungsi Seni dan Moh.Hasan UNNES tahun 2016 n gambaran
Barong Singo Bisri dan
Birowo di Dukuh penguatan
Wonorejopasir mengenai
Demak bentuk
pertunjukan
tari
12 Bentuk Penyajian Fathur Rahman Jurnal Pendidikan dan Memberika
Tari Jaranan Butho dkk Kajian Seni tahun n gambaran
di Desa Danda 2018 dan
Jaya Kabupaten penguatan
Barito Kuala mengenai
teori bentuk
pertunjukan
tari
13 Seni Pertunjukan Inggit Jurnal Pendidikan Memberika
Kuda Kepang Prastiawan Ilmu-Ilmu Sosial n gambaran
63

Abadi di Desa volume 6 nomor 2 dan


Tanjung Morawa halaman 99-106 penguatan
A, Medan, tahun 2014 mengenai
Sumatra Utara Tari Kuda
Kepang
14 Bentuk, Makna, Dewi Jurnal Aditya volume Memberika
dan Fungsi Kartikasari 4 nomor 1 halaman 8- n gambaran
Pertunjukan Kudu 13 tahun 2014 dan
Lumping penguatan
Turonggo Tri mengenai
Budaya di Desa bentuk
Kaligono pertunjukan
Kecamatan tari
Kaligesing
Kabupaten
Purworejo
15 Kesenian Kuda Kuswandi dan Jurnal Artefak Memberika
Lumping di Desa Saeful Maulana volume 2 nomor 1 n gambaran
Banjaranyar halaman 87-94 tahun dan
Kecamatan 2014 penguatan
Banjarsari mengenai
Kabupaten Ciamis bentuk
pertunjukan
tari
16 Bentuk Istiqomah dan Jurnal Seni Tari Memberika
Pertunjukan Jaran Restu Lanjari volume 6 nomer 1 n gambaran
Kepang Papat di halaman 1-13 dan
Dusun Mantren penguatan
Wetan Desa mengenai
Girirejo bentuk
Kecamatan pertunjukan
Ngablak tari
Kabupaten
Magelang
17 Bentuk Penyajian Endang Skripsi UNNES Memberika
Kuda Lumping di Kuncahyowati Jurusan Pendidikan n gambaran
Desa Donorejo Seni Drama dan Tari dan
64

Kecamatan Secang tahun 2010 penguatan


Kabupaten mengenai
Magelang bentuk
pertunjukan
tari
18 Bentuk Amalia Mega Skripsi UNNES Memberika
Pertunjukan Hardiyanti Jurusan Seni Drama n gambaran
Kesenian Sintren Tari dan Musik tahun dan
Dangdut Sebagai 2016 penguatan
Upaya Pelestarian mengenai
Seni Tradisi Pada bentuk
Grup Putra Kelana pertunjukan
di Kelurahan tari
Pasarbatang
Kabupaten Brebes
19 Bentuk Penyajian Febriana Nur Skripsi UNY tahun Memberika
Kesenian Reog Endah 2014 n gambaran
Dhodhog di Dusun dan
Pedes Kelurahan penguatan
Argomulyo mengenai
Kecamatan Sedayu bentuk
Kabupaten Bantul pertunjukan
tari
20 Bentuk Penyajian Nika Suryanti, Jurnal Sendratasik Memberika
Kesenian Reog Darmawati, dan volume 6 nomor 1 n gambaran
Ponorogo di Desfiarni halaman 1-9 dan
Jorong Kota penguatan
Agung Nagari mengenai
Sungai Duo bentuk
Kecamatan Sitiung pertunjukan
Kabupaten tari
Dharmasraya
21 Bentuk dan Fungsi Ari Rahmawati Aditya volume 3 Memberika
Kesenian Ojrot- nomer 5 halamn 58- n gambaran
Ojrot di Desa 63 tahun 2013 dan
Karangduwur penguatan
Kecamatan mengenai
65

Petanahan bentuk
Kabupaten pertunjukan
Kebumen tari
22 Bentuk Nuryanti Skripsi UNNES Memberika
Pertunjukan Reog tahun 2016 n gambaran
Campursari dan
Turonggo Puspito penguatan
Desa Mukiran mengenai
Kecamatan bentuk
Kaliwungu pertunjukan
Kabupaten tari
Semarang oleh
Nuryanti tahun
23 Regenerasi dan Astika Skripsi UNY tahun Memberika
Bentuk Penyajian Cahyarani 2014 n gambaran
Tari Kuda Kepang dan
Turonggo Mudho penguatan
Budoyo di Desa mengenai
Marga Manunggal bentuk
Jaya Kabupaten pertunjukan
Muaro Jambi tari
Provinsi Jambi
24 Analisis Bentuk Yusi Agustina Jurnal Aditya volume Memberika
dan Nilai 3 nomer 3 halaman n gambaran
Pertunjukan Jaran 47-51 tahun 2013 dan
Kepang Turonggo penguatan
Satria Budaya di mengenai
Desa Samongari bentuk
Kecamatan pertunjukan
Kaligesing tari
Kabupaten
Purworejo
25 Bentuk Penyajian Desfiarini, Jurnal sendratasik Memberika
Tari Dampaeng Murniati dan volume 7 nomer 3 n gambaran
Pada Upacara Adat Zora Iriani seri A halaman 18-25 dan
Pernikahan Di tahun 2-19 penguatan
Kecamatan mengenai
66

Longkib Kota bentuk


Subulussalam pertunjukan
Aceh Singkil tari
26 Bentuk Penyajian Hesty Pangestu Jurnal Khatulistiwa Memberika
Tari Jepin Pendidikan Dan n gambaran
Bismillah Dalam Pembelajaran volume dan
Upacara 6 nomer 7 halaman 1- penguatan
Pernikahan di Desa 9 tahun 2016 mengenai
Belitang 1 bentuk
Kabupaten pertunjukan
Sekadau tari
Kalimantan
27 Bentuk Winduadi Jurnal Seni Tari Memberika
Pertunjukan Gupita dan Eny volume 1 nomer 1 n gambaran
Kesenian Jamilin Kusumastuti hlamn 1-11 dan
Di Desa Jatimulya penguatan
Kecamatan mengenai
Suradadi bentuk
Kabupaten Tegal pertunjukan
tari
28 Tek Tok Dance Putu Dyan Jurnal Kalawang: Memberika
Sebagai Sebuah Ratna dan Ni Jurnal Seni n gambaran
Seni Pertunjukan Made Ruastiti Pertunjukan volume 3 dan
Pariwisata Baru di nomor 2 halaman penguatan
Bali 142-149 mengenai
teori
pertunjukan
tari
29 Bentuk Penyajian Misselia Nofitri Jurnal Ekspresi Seni Memberika
Tari Piring di volume 17 nomer 1 n gambaran
Daerah Guguak halaman 115-128 dan
Pariangan penguatan
Kabupaten Tanah mengenai
Datar teori bentuk
pertunjukan
tari
30 Bentuk dan Fungsi Gita Bayu Skripsi UNNES Memberika
67

Tari Dayakan Andini Jurusan Sendratasik n gambaran


Dalam Kegiatan tahun 2017 dan
Ekstrakulikuler penguatan
Pramuka di SMP mengenai
Negeri 1 Muntilan teori bentuk
pertunjukan
tari
31 Javanese “Horse Eva Rapoport The UPV Memberika
Dance” Between International n gambaran
Ritual And Conference on dan
Entertainment International penguatan
Interpretations conference on mengenai
That Change And Intangible Heritage , Kesenian
Function That 25-26 May Kuda
Persist Lumping
32 Fenomena Cross Rindik Mahfuri Jurnal Seni Tari Memberika
Gender dan Moh. Hasan volume 8 nomer 1 n gambaran
Pertunjukan Bisri halaman 1-11 tahun dan
Lengger Pada 2019 penguatan
Paguyuban Rumah mengenai
Lengger pertunjukan
tari
33 Reog As Means Of Sri Ambarwangi Harmonia Jurnal of Memberika
Student’s dan S. Suharto Art Research and n gambaran
Appreciation And Education volume 14 dan
Creation In Arts nomer 1 halaman 37- penguatan
And Culture Based 45 tahun 2014 mengenai
On The Local kesenian
Wisdom kerakyatan
34 Bentuk dan Fungsi Trisakti Prosiding The 5 th Memberika
Seni Pertunjukan International n gambaran
Jaranan dalam Conference on dan
Budaya Indonesian Studies penguatan
Masyarakat Jawa “Ethnicity And mengenai
Timur Globalization” pertunjukan
halaman 377-386 tari
35 Tari Jaranan: Robby Hidayat Jurnal Seni dan Memberika
68

Sebuah Pendidikan Seni n gambaran


Permasalahan UNY volume 3 dan
Penelitian Seni nomer 2 halaman penguatan
Pertunjukan oleh 211-223 tahun 2005 mengenai
Tari
Jaranan
36 Bentuk Penyajian Whinda Kartika Skripsi UNY tahun Memberika
Kesenian Tari Nugraheni 2015 n gambaran
Jaranan Thik di dan
Desa Coper penguatan
Kecamatan Jetis mengenai
Kabupaten pertunjukan
Ponorogo Jawa tari
Timur
37 Bentuk Penyajian Kristiyan Skripsi ISI Memberika
Jathilan Sekar Vebriana Yogyakarta tahun n gambaran
Kencono Di Dusun 2017 dan
Jitengan Balecatur penguatan
Gamping Sleman mengenai
pertunjukan
tari
38 Bentuk Jaranan Sinda Agustina Jurnal Seni Memberika
Breng Desa Pertunjukan n gambaran
Gledung UNNESA volume 8 dan
Kecamatan nomer 2 halaman 1- penguatan
Sanankulon 13 tahun 2018 mengenai
Kabupaten Blitar pertunjukan
tari
39 Bentuk Penyajian Liska Nike Skripsi Unsiyah Memberika
Tari Reog Saputri tahun 2015 n gambaran
Ponorogo di Desa dan
Srikayu penguatan
Kecamatan mengenai
Singkohor Aceh pertunjukan
Singkil tari
40 Bentuk Penyajian Tutik Handayani Skripsi Unsyiah 2015 Memberika
Tari Kuda Kepang n gambaran
69

di Desa Serbaguna dan


Kabupaten Nagan penguatan
Raya mengenai
pertunjukan
tari
41 Seni Pertunjukan Tavip Sunarto, Jurnal Pembelajaran Memberika
Kuda Lumping Irianto Ibrahim Seni dan Budaya n gambaran
Lestari Budoyo di volume 3 nomer 2 dan
Desa Wonua Sari halaman 69-75 tahun penguatan
Kecamatan 2018 mengenai
Mowila Kabupaten pertunjukan
Konawe Selatan tari
42 Bentuk Dadang Dwi Jurnal Pendidikan dan Memberika
Pertunjukan Septiyan Kajian Seni volume 3 n gambaran
Kesenian nomer 2 halaman dan
Barongan Grup 180-194 tahun 2018 penguatan
Samin Edan Kota mengenai
Semarang pertunjukan
tari
43 Bentuk Iva Ratnasari Skripsi UNNES Memberika
Pertunjukan Tari tahun 2015 n gambaran
Silakupang dan
Sanggar Srimpi penguatan
Kecamatan Ampel mengenai
Gading Kabupaten pertunjukan
Pemalang tari
44 Seni Pertunjukan Endah Dwi Skripsi UNNES Me tari
Barongan Wahyuningsih tahun 2015 mberikan
Gembong gambaran
Kamijoyo di Desa dan
Dersalam penguatan
Kabupaten Kudus mengenai
pertunjukan
tari
45 Bentuk Dini Listiyorini Skripsi UNNES Memberika
Pertunjukan tahun 2015 n gambaran
Kesenian Singo dan
70

Barong “Kusumo penguatan


Joyo” di Desa mengenai
Gebang pertunjukan
Kecamatan tari
Bonang Kabupaten
Demak
46 Bentuk dan Fungsi Dyah Sri Skripsi UNNES Memberika
Pertunjukan Rahayu tahun 2013 n gambaran
Kesenian Lengger dan
Budi Lestari penguatan
Kecamatan mengenai
Kledung pertunjukan
Kabupaten tari
Temanggung
47 Pertunjukan Erna Febriyanti, Jurnal Pendidikan dan Memberika
Kesenian Kuda Tantowi Amsia, Penelitian Sejarah n gambaran
Kepang di Desa dan Wakidi volume 3 nomer 2 dan
Trimodadi halaman 1-15 tahun penguatan
Kecamatan Abang 2015 mengenai
Selatan Kabupaten Kesenian
Lampung Utara Kuda
Kepang
48 Identifikasi Bentuk Aprilia Dwi Jurnal Pendidikan Memberika
Penyajian Tari Setyarini Seni Tari UNY n gambaran
Reyog Somo Taruno volume 5 nomer 5 dan
Di Desa Kertosari, tahun 2016 penguatan
Kecamatan Geger,
mengenai
Kabupaten Madiun
bentuk
pertunjukan
tari
49 Bentuk Penyajian Heni Pratiwi Skripsi UNNES tahun Memberika
Kuda Lumping 2013 n gambaran
Turonggo Bekso di dan
Desa Wonosari penguatan
Kecamatan Bulu
mengenai
Kabupaten
bentuk
Temanggung
pertunjukan
71

tari
50 Pertunjukan Jaran Tuhuningsih skripsi UNNES tahun Memberika
Kepang Turonggo 2015 n gambaran
Kridho Mudho di dan
Desa Getas penguatan
Kecamatan mengenai
Singorojo bentuk
Kabupaten Kendal pertunjukan
tari
51 Kolaborasi Joko Wiyoso Jurnal Harmonia: Memberika
Antara Jaran Jurnal Sendratasik n gambaran
Kepang dengan UNNES tahun 2011 dan
Campursari: Suatu penguatan
Perubahan Kesenian mengenai
Tradisional bentuk
pertunjukan
tari
52 Bentuk Dan Dewi Skripsi ISI Surakarta Memberika
Fungsi Tari Jathil Nurcahyati tahun 2018 n gambaran
Jowo di Dusun dan
Gandon Desa penguatan
Gandu Kecamatan mengenai
Tembarak bentuk
Kabupaten pertunjukan
Temanggung tari
53 Bentuk dan Frihastyayu Skripsi UNNES Memberika
Perubahan Fungsi Bintyar Mawasti tahun 2017 n gambaran
Seni Pertunjukan dan
Tari Opak Abang penguatan
Desa Pasigitan mengenai
Kecamatan Boja bentuk
Kabupaten Kendal pertunjukan
tari
72

2.2 Landasan Teoretis

Landasan teoretis adalah teori yang dimanfaatkan oleh peneliti sebagai

landasan untuk melakukan penelitian. Landasan teoretis berisi konsep dan teori yang

difungsikan sebagai landasan pelaksanaan penelitian. Teori yang telah dipilih sebagai

landasan teoretis tersebut harus dapat dipertanggung jawabkan lewat kajian-kajian

pustaka yang berisi hasil penelitian dengan topik penelitian yang menerapkan teori

serupa ataupun topik yang berlainan (Syaifudin dkk 2014:9).

2.2.1 Bentuk Pertunjukan Tari

Murgiyanto (1992:36) mengemukakan bahwa “bentuk” adalah semua hal

yang berkaitan dengan pengaturan. Di dalam dunia seni tari, bentuk adalah hal yang

dapat dilihat dan diamati, biasanya berupa gerakan yang dilakukan oleh fisik (dengan

tubuh penari sebagai medianya). Di dalam seni pertunjukan musik maupun tari

terdapat beberapa urutan penyajian yang menjadi bagian dari keseluruhan

pertunjukannya. Ada pun bagian pembuka atau bagian awal, yang nantinya

diteruskan dengan bagian inti atau bagian utamnya dan diakhiri dengan bagian

penutup untuk melengkapi rangkaian pertunjukan. Setiap urutan atau struktur

pertunjukan dapat dilihat waktu yang disesuaikan oleh masing-masing penyaji

(Susetyo 2007:9).

Seni pertunjukan mempunyai beberapa jenis diantaranya seni tari, seni musik

dan seni teater. Utina dan Wahyu Lestari (2006:14) mengemukakan bahwa seni

pertunjukan tari meliputi bentuk tari, tari rakyat, langen kusuma, sendratari, langen

mandrawanara, dramatari dan langendriyan. Bentuk seni pertunjukan tari sebagai


73

karya seniman diciptakan untuk menyampaikan unsur-unsurnya seperti penonton,

tema, pelaku, gerak, tata suara, iringan, tata cahaya, tata rias, tata pentas dan tata

busana/kostum. Hubungan antar elemen-elemen pendukung pertunjukan bakal

menciptakan sebuah pertunjukan/pementasan yang kompleks.

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle adalah salah satu seni

pertunjukan karena tarian ini dipentaskan di depan khalayak umum/masyarakat luas.

Pertunjukan merupakan semua hal yang dipertontonkan dan dapat dilihat secara

menyeluruh oleh penonton. Menurut pernyataan Jazuli (2016:45) “sebuah penyajian

tari hanya bisa ditonton dan dinikmati melalui media tubuh yang ditampilkan sebagai

wujud simbolis tari”… “Suatu bentuk tarian hanya dapat terwujud dan dipahami

sebagai hasil dari hubungan structural internal yang saling melengkapi satu sama lain.

Beberapa macam struktur internal tari diantaranya adalah tata rupa/kelengkapan tari,

elemen keindahan/estetis, pengembangan gerak, variasi gerak, klimaks tarian,

kontras, transisi/perpindahan gerak dan penekanan/aksen gerak”. “Tata

rupa/kelengkapan tari mencakup properti, musik, suara, tema, tata cahaya/lighting,

kostum dan rias wajah serta panggung/tempat pentas”. (Jazuli, 2016:60).

Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa bentuk

pertunjukan adalah segala hal yang dapat ditangkap oleh indra penglihatan manusia

pada saat pementasan. Elemen-elemen pelengkap atau pendukung penyajian tari

diantaranya adalah gerak, iringan, pelaku, tata rias, tata busana, tempat pertunjukan,

tata lampu/ pencahayaan, tata suara, properti dan penonton atau penikmat (Jazuli

1994:9).
74

2.2.2 Tari

Tari adalah ekspresi manusia yang bersifat estetis merupakan bagian tak

terpisahkan dari kehidupan manusia dalam masyarakat penuh makna (meaning),

Sumandiyo Hadi (2007:13). Pendapat terkait didukung oleh Sumandiyo yang

mengatakan “Keindahan tari tidak hanya keselarasan gerak-gerakan badan dengan

iringan musik saja. Tetapi seluruh ekspresi yang seharusnya mengandung makna/

maksud tertentu dari konten tarian yang dibawakannya. Dari pendapat kedua ahli tadi

dapat diambil kesimpulan bahwa tari adalah gerak-gerak yang diekspresikan melalui

media tubuh dengan arti/makna tertentu sehingga gerakan tari tersebut tidak hanya

sekedar gerakan yang diberi sentuhan unsur keindahan saja tetapi juga memiliki

pesan yang terkandung di dalam gerakan tarinya.

Menurut pendapat Jazuli (1994:70) tari berdasarkan pola penggarapannya

dibagi menjadi dua, yakni tari kreasi dan tari tradisional. Sedangkan menurut Robby

Hidajat, tari tradisional adalah “sebuah tata cara menari atau melakukan gerakan tari

oleh suatu komunitas budaya diturunkan dari generasi ke generasi (2008:25). Tari

tradisional dibagi atas 2 jenis yaitu tari tradisional kerakyatan dan tari tradisional

keraton. Tari tradisonal kerakyatan adalah tari yang tumbuh dan berkembang dari

generasi ke generasi secara turun temurun di lingkungan masyarakat etnis. Sedangkan

tari tradisional keraton adalah tari tradisional yang berkembang hanya dilingkungan

masyarakat keraton/istana kerajaan saja, Robby Hidajat (2008:25).


75

Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bila Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle termasuk kedalam jenis tari tradisional kerakyatan karena

berkembang dan hidup dari generasi ke generasi diturunkan oleh pendahulu kepada

generasi sekarang di kalangan masyarakat dusun Bengkle.

2.2.2.1 Elemen-elemen Pendukung Pertunjukan Tari

Tari adalah salah satu jenis seni pertunjukan. Tari sebagai seni pertunjukan

mempunyai elemen-elemen pendukung pertunjukan tari seperti: musik, tata suara,

tema, tata cahaya, tata busana, tempat pementasan dan tata rias/make up (Jazuli

2008:13). Teori yang menjadi pelengkap pertunjukan tari menurut Jazuli diantaranya

penonton, pelaku dan gerak. Sebuah pertunjukan tari akan menjadi utuh jika

didukung dengan elemen-elemen sebagai berikut.

2.2.2.1.1 Tema

Jazuli (2008:18-19) mengatakan hal-hal yang bisa dijadikan sebagai sumber

tema diantaranya 1) Pengetahuan dan pemahaman seni dari cabang lainnya seperti

seni sastra, seni drama/teater, dan seni drama, 2) Pengalaman hidup seorang atas

peristiwa yang telah dialami sebelumnya seperti halnya ketamakan, kesenangan,

kesombongan, kekecewaan, dan sebagainya, 3) Upacara tradisional seperti hal nya

upacara adat dan upacara keagamaan, 4) Perangai atau kehidupan binatang, 5) karya

sastra seperti Mahabarata dan epos Ramayana, 6) aktivitas ataupun kehidupan sehari-

hari disekitar lingkungan masyarakat contohnya keresahan, kejahatan, dan

sebagainya, 7) Sejarah seorang tokoh masyarakat, tokoh keagamaan, pahlawan, dan


76

sebagainya misalnya Sunan Kalijaga, Raden Ajeng Kartini, Gajah Mada, dan

sebagainya, 8) Legenda atau cerita rakyat seperti Timun Mas, Legenda Banyuwangi

dan Sangkuriang.

2.2.2.1.2 Gerak

Gerak adalah unsur dasar pada sebuah tarian, sebuah tarian tidak akan

mempunyai bentuk jika tidak melakukan gerak. Menurut pendapat Jazuli (2016:44)

Elemen gerak terdiri dari tiga hal yaitu waktu, ruang dan tenaga. Ketiga unsur

tersebut saling berkesinambungan sehingga tidak bisa dipisahkan satu sama lainnya.

Suatu gerakan yang luas maka akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk

menjangkau ruang geraknya serta membutuhkan tenaga yang lebih besar daripada

gerakan yang sempit. Menurut pendapat Jazuli (2016:45) terdapat dua macam gerak

yaitu gerak maknawi dan gerak murni. Gerak maknawi adalah gerak yang

mengandung maksud atau makna tertentu secarat tersirat maupun tersurat. Sedangkan

gerak murni adalah gerak yang tidak mempunyai makna tertentu namun masih

mengandung unsur keindahan di dalamya.

2.2.2.1.3 Iringan

Tari berperan sebagai suatu seni pertunjukan tidak dapat berdiri sendiri.

Sebuah tarian sebagai seni pertunjukan pasti membutuhkan pasangan atau unsur lain

sebagai pendukung pertunjukan supaya dapat menciptakan sebuah pertunjukan yang

lebih menarik misalnya iringan. Memang benar adanya jika suatu tarian bisa

dipertunjukan tanpa menggunakan iringan namun dengan adanya unsur iringan dalam

suatu pertunjukan tari dapat menambah nilai estetis dari tarian tersebut. Menurut
77

Jazuli (1994:10) fungsi musik dalam tari dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu

sebagai pengiring tari, sebagai pemberi suasana, dan sebagai ilustrasi tari. Pengiring

tari berarti peranan musik hanya untuk mengiringi atau menunjang penampilan tari

sehingga tidak banyak menentukan isi tarinya. Iringan (musik) sebagai pemberi

suasana, berarti mampu memberi kesan dan suasana tertentu pada suatu tarian,

sedangkan iringan sebagai ilustrasi tari adalah tari yang menggunakan iringan baik

sebagai pengiring atau pemberi suasana pada saat tertentu saja tergantung kebutuhan

garapan tari.

2.2.2.1.4 Pelaku

Pada setiap pertunjukan tidak akan terlepas dari unsur peran yang diberikan

kepada pemain yang menjadi pelaku seni di atas panggung. Menurut pendapat

Cahyono (2006-64) pelaku atau penyaji adalah orang yang ikut terlibat baik secara

langsung (di atas panggung) maupun tidak langsung (di belakang panggung) dalam

suatu pertunjukan. Pelaku atau crew tersebut bisa hanya laki-laki saja, perempuan

saja maupun keduanya. Pelaku yang terlibat dalam Kesenian Kuda Lumping yaitu,

pengiring/pemusik, mladang/pawang, penari, dan sinden/penyanyi.

2.2.2.1.5 Tata Rias

Aspek rias dan busana pada sebuah pertunjukan tari merupakan hal yang

penting untuk diperhatikan. Jazuli (2016:61) menjelaskan bahwa rias merupakan hal

paling peka di hadapan penonton, karena penonton biasanya sebelum menikmati

tarian selalu memperhatikan wajah penarinya, baik untuk mengetahui tokoh/peran

yang sedang dibawakan maupun untuk mengetahui siapa penarinya. Fungsi rias
78

antara lain adalah untuk mengubah karakter pribadi penari menjadi karakter tokoh

yang sedang dibawakan, untuk memperkuat ekspresi, dan untuk menambah daya tarik

penampilan. Terdapat tiga prinsip dasar dalam rias wajah menurut pendapat Jazuli

(2001:116) diantaranya: (1) rias harus bisa memunculkan dengan jelas karakter tokoh

yang akan diperankan oleh penari, (2) rias harus rapih, jelas dan bersih, (3) rias harus

presisi/tepat dalam menggambarkan detail garis dan desain yang diinginkan.

2.2.2.1.6 Tata Busana

Menurut Barmin dkk (2012:34) tata busana yang dikenakan oleh para penari

ketika menari di atas panggung adalah busana yang telah disesuaikan bentuknya

dengan kebutuhan terkait citra penokohan dalam tarian sehingga jelas berbeda dengan

pakaian yang digunakan sehari-hari. Fungsi busana tari adalah untuk mendukung

tema atau isi tari, dan untuk memperjelas peran-peran dalam suatu sajian tari. Busana

tari yang baik bukan hanya sekadar untuk menutup tubuh semata, melainkan juga

harus dapat mendukung desain ruang pada saat penari sedang menari.

2.2.2.1.7 Tempat Pentas

Sebuah pertunjukan seni tari membutuhkan sebuah tempat untuk

melangsungkan pertunjukannya. Jazuli (2016:61) mengatakan bahwa tempat pentas

suatu pertunjukan apapun bentuknya selalu memerlukan tempat atau ruangan guna

menyelenggarakan pertunjukan itu sendiri. Di Indonesia terdapat beberapa bentuk

tempat pertunjukan (pentas), seperti lapangan terbuka atau area terbuka, di pendapa,

dan pemanggungan. Pada tempat terbuka kita bisa menyaksikan pertunjukan tari
79

tradisional kerakyatan. Pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

sering dipergelarkan di lapangan terbuka.

2.2.2.1.8 Tata Lampu/Pencahayaan

Menurut Jazuli (2001:18) fungsi tata lampu atau pencahayaan dalam suatu

pertunjukan pada umumnya adalah untuk menunjang suasana dramatis penyajian tari

dan guna menerangi kegiatan yang berlangsung di tempat pertunjukan. Karena sifat

lampu yang dapat menghidupkan objek yang tertimpanya serta menimbulkan kesan

magis dihadapan penonton ketika pertunjukan berlangsung. Penataan lampu perlu

mempertimbangkan tentang kualitas cahaya (contohnya distribusi dan warna) dan

efek general yang ditimbulkan oleh daya cahaya/lampu (misalnya lampu general).

2.2.2.1.9 Tata Suara

Tata suara pada suatu pertunjukan haruslah diberi perhatian khusus karena

tata suara ini yang nantinya akan mendukung pementasan menjadi lebih baik, adanya

pengeras suara dalam suatu pertunjukan memberikan kesempatan untuk menarik

minat dan perhatian orang-orang yang ada disekitar arena pertunjukan maupun yang

jauh dari arena pertunjukan untuk ikut mendekat ke sumber suara ikut melihat

pertunjukannya. Selain untuk menarik perhatian penonton, pengeras suara juga dapat

memudahkan fokus penonton untuk lebih jelas dalam menangkap audio dari

pertunjukan baik berupa lagu maupun iringan tari yang otomatis dapat memperlancar

jalannya pertunjukan (Jazuli 1994:25).


80

2.2.2.1.10 Properti

Dance property adalah properti atau perlengkapan yang berhubungan

langsung dengan penari. Properti yang secara langsung dimainkan atau disentuh oleh

penari berupa panggung, keris, sampur, kipas, kain penutup/backdrop, tombak tali,

dsb (Jazuli 1994:107).

2.2.2.1.11 Penonton

Penonton merupakan suatu elemen penentu dalam sebuah pertunjukan maka

dari itu, penonton seyogyanya dimasukan ke dalam rencana pertunjukan sebagai salah

satu unsur pendukung. Hal ini disebabkan oleh pentingnya tingkat apresiasi

masyarakat yang bisa membuat suatu pertunjukan atau kesenian bisa terus hidup,

berkembang dan bahkan semakin sempurna. Seni disajikan untuk dapat ditonton dan

dinikmati oleh penonton. Jadi pertunjukan tersebut dapat menarik perhatian semua

orang yang menyaksikannya (Bastomi 1992:42).

Berdasarkan pendapat para ahli di atas teori-teori bentuk pertunjukan yang

dikemukakan oleh Jazuli (1994:9) meliputi beberapa elemen-elemen pelengkap atau

pendukung penyajian tari di antaranya tema, gerak, iringan, pelaku, tata rias, tata

busana, tempat pertunjukan, tata lampu/pencahayaan, tata suara, properti dan

penonton atau penikmat. Kesatuan dari semua elemen-elemen pendukung

pertunjukan tari tersebut sangat penting karena jika salah satu dari elemen tersebut

dihilangkan atau hilang maka pertunjukan tari akan menjadi tidak utuh.
81

2.3 Kerangka Teoretis

Bagan 2.1 Kerangka Teoretis

Kesenian Tradisional Kabupaten Semarang

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

Bengkle
Bentuk Pertunjukan

Struktur Pertunjukan
Elemen Bentuk Pertunjukan
1. Bagian Awal
1. Tema
2. Bagian Inti
2. Gerak
3. Bagian Penutup
3. Iringan
4. Pelaku
5. Tata Rias
6. Tata Busana
7. Tata Pentas
8. Tata Lampu/Pencahayaan
9. Tata Suara
10. Properti
11. Penonton

BENTUK PERTUNJUKAN KESENIAN KUDA


LUMPING TURONGGO JATI BENGKLE
DUSUN BENGKLE DESA GEBUGAN
KECAMATAN BERGAS KABUPATEN
SEMARANG

(Sumber: Dwi Octaviani, Oktober 2020)


Keterangan:

Berdasarkan bagan 2.1 pembahasan pokok pada penelitian ini adalah

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle yang diteliti dari segi bentuk

pertunjukannya. Mengenai hal yang menjadi elemen bentuk pertunjukan Kesenian


82

Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle, diantaranya: tema, gerak, iringan, pelaku, tata

rias, tata busana, tata pentas, tata lampu/pencahayaan, tata suara, properti, dan

penonton. Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle mempunyai struktur

pertunjukan yang terdiri dari 3 bagian, yaitu: bagian awal, bagian inti dan bagian

penutup. Keseluruhan dari aspek-aspek diatas disatukan sehingga menghasilkan

sebuah wujud utuh dari “Bentuk Pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Dusun Bengkle Desa Gebugan Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang”.


BAB III METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan secara etnografi.

Menurut Yanti Heriyawati (2016:76) etnografi merupakan praktik penulisan dengan

cara mendeskripsikan suatu masyarakat mengenai kebudayaannya, dan usaha untuk

memahami suatu pandangan hidup dari sudut pandang penduduk asli.

Etnografi tersebut yang mengarahkan/memberi petunjuk kepada peneliti

selama proses penelitian untuk mempelajari dan mendeskripsikan kultur dan

pandangan hidup subyek yang menjadi objek penelitian yaitu masyarakat di Dusun

Bengkle dalam hal melangsungkan kegiatan pertunjukan kesenian kuda lumping di

Dusun Bengke Desa Gebugan Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang.

3.2 Metode Penelitian

Pendekatan penelitian menurut Ibrahim (2015: 51) adalah usaha/tindakan

yang sudah dipersiapkan dan dilaksanakan oleh peneliti guna mengawali proses

penelitian agar bisa memudahkan peneliti dalam melaksanakan proses penelitian.

Penelitian tentang bentuk pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle memanfaatkan pendekatan kualitatif, seperti yang dijelaskan oleh Ibrahim

(2015: 55) menyatakan bahwa qualitative approach/pendekatan kualitatif merupakan

suatu mekasnisme kerja sebuah penelitian yang mengandalkan uraian data berupa

kata/kalimat deskriptif yang kemudian dirangkai secara sistematis dan cermat mulai
dari mengumpulkan data sampai dengan penafsiran dan laporan hasil penelitian.

Peneliti memilih pendekatan kualitatif dalam proses penghimpunan data mengenai

bentuk pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle, kemudian

peneliti menafsirkan data-data yang telah terhimpun untuk selanjutnya disusun

menjadi sebuah laporan yang berbentuk uraian data deskriptif.

Metode penelitian adalah cara atau jalan yang dilalui untuk melaksanakan

suatu penelitian (Ibrahim:52). Macam-macam metode penelitian menurut Ibrahim

(2015:58) diantaranya: eksplanatif, deskriptif, eksploratif dan eksperimen. Metode

yang dipilh peneliti sebagai panduan pelaksanaan penelitian tentang bentuk

pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle ialah metode penelitian

deskriptif, karena peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif Ibrahim (2015:

60) maksud dari metode penelitian deskriptif disini adalah metode yang digunakan

untuk menggambarkan, melukiskan dan memaparkan kondisi objek penelitian secara

apa adanya atau sesuai dengan yang ada di lapangan, sehingga dalam penelitian ini

peneliti menjelaskan bentuk pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle sesuai dengan yang ada di Desa Gebugan.

Peneliti memaparkan bagaimana bentuk pertunjukan Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati di Dusun Bengkle, Desa Gebugan, Kecamatan Bergas, Kabupaten

Semarang secara terperinci berdasarkan unsur-unsur/elemen bentuk pertunjukan dan

struktur pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati di Dusun Bengkle

seperti yang telah dijelaskan pada bagan kerangka berpikir. Rumusan masalah yang

dikaji pada penelitian ini adalah tentang bentuk pertunjukan Kesenian Kuda Lumping

84
Turonggo Jati di Dusun Bengkle, Desa Gebugan, Kecamatan Bergas, Kabupaten

Semarang diungkapkan secara natural, sesuai dengan kondisi yang ada di lapangan

sehingga uraian hasil penelitian tidak manipulatif/direkayasa.

3.3 Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Dusun Bengkle, Desa Gebugan, Kecamatan

Bergas, Kabupaten Semarang karena tempat tesebutlah yang menjadi lokasi

keberadaan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle. Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati dapat dijumpai di Dusun Bengkle, Desa Gebugan,

Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang tepatnya di rumah Bapak Judi/Juwarto

karena Bapak Juwarto merupakan Ketua dari Paguyuban Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle sekaligus menjadi bacecamp/tempat berkumpulnya pelaku

pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle Bengkle.

3.4 Sasaran Penelitian

Sasaran pada penelitian ini adalah Kesenian Kuda Lumping Turonggo

Jati Bengkle. Penelitian ini fokus pada kajian bentuk pertunjukan Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati di Dusun Bengkle Desa Gebugan Kecamatan Bergas

Kabupaten Semarang, karena Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

termasuk ke dalam tari kerakyatan yang lahir dan tumbuh di Dusun Bengkle

mempunyai bentuk pertunjukan yang unik dan berbeda dengan tarian kerakyatan

lainnya. Bentuk pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle dapat

dikaji dari beberapa perspektif, diantaranya: 1) tema; 2) gerak; 3) iringan; 4) pelaku;

85
5) tata rias; 6) tata busana; 7) tata pentas; 8) tata lampu/pencahayaan; 9) tata suara;

10) properti; dan 11) penonton.

3.5 Sumber Data

Sumber data merupakan objek, orang, benda yang dapat menghasilkan fakta,

data, informasi dan realita yang memiliki kaitan/korelasi dengan hal yang tengah

diteliti (Ibrahim 2015: 69). Menurut Satori (dalam Ibrahim 2015: 69) sumber data

dapat berupa nilai, benda, orang maupun pihak yang dinilai mengerti mengenai social

situation dalam objek penelitan (sumber data/informasi). Sedangkan menurut Lofland

dan Lofland (dalam Ibrahim 2015: 69) sumber data terbagi menjadi dua jenis yaitu

sumber data utama/primer dan sumber data tambahan/sekunder.

Sumber data primer/utama adalah tindakan/kata-kata orang yang berperan

sebagai juru/penentu data pada suatu penelitian atau oknum yang terlibat dan terjun

langsung menjadi pelaku dalam kegiatan yang sedang diteliti (Ibrahim 2015: 70).

Pada penelitian bentuk pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle,

yang berperan sebagai sumber data primer/utama adalah Bapak Judi/juwanto sebagai

ketua paguyuban, Bapak Ngasrin sabagai pawang, Mas Arif sebagai penata iringan,

Bapak Yulianto sebagai penata tari, Bapak Mahammad Arifin sebagai penari rewo-

rewo, Bapak Wahyudi sebagai penari klasikan, Mas eri sebagai penari satrionan,

Bapak Sumarno sebagai penari klasikan pedangan, Bapak Ashorfi sebagai penata

rias, dan untuk sumber data sekunder di dapat dari Bapak Suparyanto sebagai kaur

Dese Gebugan

86
Data dan sumber data pada suatu penelitian merupakan satu kesatuan yang

saling melengkapi, karena data tidak bisa dipisahkan dengan sumber data itu

sendiri.Data pada sebuah penelitian informasi dan realita yang memiliki

kaitan/korelasi dengan hal yang tengah diteliti. Data yang ada dalam penelitian dapat

dikelompokan menjadi dua jenis yaitu data utama/primer dan data tambahan/sekunder

(Ibrahim 2015:68).

Ibrahim (2015:68) menyatakan data utama/primer merupakan semua realitas,

informasi dan fakta yang relevan atau memiliki kaitan secara langsung dengan

penelitian. Data utama/primer menurut Bunging (dalam Ibrahim 2015: 68) hanya bisa

diperoleh dari sumber utama/primer yang ada di lapangan. Data utama/primer tentang

bentuk pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle di dapat dari

penonton dan pelaku pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati di Dusun

Bengkle.

Menurut Ibrahim (2015: 68) merupakan data tambahan/sekunder merupakan

semua realitas, informasi dan fakta yang relevan atau memiliki kaitan secara tidak

langsung dengan penelitian.Data tambahan/sekunder ikut berkontribusi dalam

melengkapi penjelasan hasil penelitian.Data tambahan/sekunder dalam penelitian

mengenai bentuk pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

berupa biodata narasumber penelitian dan data statistik Desa Gebugan.

87
3.6 Tehnik Pengumpulan Data

Menurut Ibrahim (2015:81) tehnik pengumpulan data yang dipilih

dalam menghimpun data untuk penelitinan bentuk pertunjukan Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam,

diantaranya: observasi, dokumentasi dan wawancara.

3.6.1 Observasi

Metode observasi merupakan metode yang dipakai guna mengamati

suatu situasi, benda, orang maupun lingkungan secara lebih rinci kemudian

membukukannya secara cermat dan akurat. Metode observasi pada suatu penelitian

seni perlu dilakukan supaya mendapatkan evidensi mengenai karya seni,

memanifestasikan ilustrasi sistematis tentang tingkah laku, peristiwa kesenian, dan

berbagai instumen yang ada di lapangan (penelitian) yang sudah putuskan untuk

dikaji/diteliti. (Tjetjep Rohendi Rohidi, 2011:182). Observasi tentang bentuk

pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle dilaksanakan dalam

jangka waktu 2 bulan, dimulai dari bulan Februari 2020 lalu selanjutnya bulan

Oktober 2020.

Observasi pertama peneliti dilaksanakan pada tanggal 18 Februari 2020

mengunjungi lokasi penelitian dan mengamati hal apa saja yang terjadi seperti

mengamati kegiatan yang dilakukan objek hidup (manusia) dan objek tak hidup

(benda) yang terdapat di lokasi penelitian yaitu di rumah Bapak Judi (Ketua

Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle) yang juga dijadikan

88
basecamp Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle dan kediaman

Bapak Yulianto, Dusun Bengkle, Desa Gebugan, Kecamatan Bergas, Kabupaten

Semarang

Peneliti melakukan observasi langsung (datang ke lokasi penelitian) untuk

mengamati dan melihat dengan mata kepala sendiri situasi dan kondisi yang ada di

lokasi penelitian maupun objek penelitian, kemudian mencatat perilaku dan kejadian

sebagaimana yang terjadi pada keadaan sebenarnya. Peneliti mencatat peristiwa

dalam situasi yang berkaiatan dengan pengetahuan proporsional maupun pengetahuan

yang langsung diperoleh dari data.

Observasi selanjutnya berlangsung pada bulan Februari hingga Oktober 2020

di Lapangan Desa Gebugan sebagai lokasi pertunjukan Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle, rumah Bapak Judi sebagai basecamp sekaligus tempat

penyimpanan alat-alat pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

dan rumah Bapak Yulianto sebagai tempat berkumpul dan latihannya anggota

Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle.

3.6.2 Dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen

bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari

seseorang.Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah

kehidupan (life histories), cerita, biografi, peraturan, kebijakan. Dokumen yang

berbentuk gambar, misalnya foto, gambar hidup, sketsa dan lain-lain. Dokumen yang

89
berbentuk karya misalnya karya seni, yang dapat berupa gambar, patung, film, dan

lain-lain (Sugiyono, 2004:329).

Dokumentasi adalah tehnik pengumpulan data yang berhubungan

dengan dokumen baik dalam bentuk laporan, surat-surat resmi maupun catatan harian

dan lain sebagainya. Teknik dokumentasi adalah teknik mencari data yang berkenaan

dengan hal-hal atau veriabel yang berupa catatan, transkrip buku, surat kabar,

majalah, prasasti, natulen rapat, agenda foto, dan sebagainya (Arikunto 2006:231).

Dokumentasi adalah pemberian atau pengumpulan bukti-bukti dan

keterangan (seperti kutipan-kutipan dari surat kabar dan gambar-gambar)

(Poerwadarminta, 2007). Pada tanggal 18 Februari 2020, peneliti mendapat data

dokumetasi pertama datang ke rumah Bapak Yulianto di Dusun Bengkle RT 2/RW 6,

untuk menghimpun beberapa foto dokumentasi pertunjukan Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle sebelumnya, lalu juga mendokumentasikan alat-alat musik,

tata rias, tata busana, pelaku pertunjukan dan video pertunjukan Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle ketika tampil pada acara hajatan warga dusun

bengkle menggunakan gawai peneliti. Kemudian pada tanggal 23 Februari 2020

peneliti datang ke lapangan Desa Gebugan untuk menghimpun data dokumentasi

berupa video pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle yang

sedang tampil di Lapangan Desa Gebugan dan data penonton.

Lalu pada tanggal 26 Oktober 2020, peneliti datang ke kantor kepala

desa Gebugan dan menemui Bapak Suparyanto (staf kaur kepemerintahan desa

Gebugan) untuk menghimpun dokumentasi data administratif Desa Gebugan tahun

90
2020 berupa: a) data wilayah Kecamatan Bergas, b) data wilayah Desa Gebugan, c)

data kependudukan Desa Gebugan. Terakhir, 29 Oktober 2020 peneliti menuju rumah

Bapak Judi untuk menghimpun data dokumentasi gerakan tarian yang diperagakan

secara detail guna melengkapi data deskripsi gerak, mendokumentasikan piagam

pengesahan grup Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle dari Dinas

Pendidikan, Kebudayaan, Kepemudaan, dan Olahraga, piagam penghargaan milik

Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle, kemudian peneliti

melengkapi informasi riwayat hidup narasumber dengan menggunakan media

blangko dari masing-masing pelaku pertunjukan, dan data syair serta notasi iringan

musik pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle dari penata

iringan, data tentang pawang, dan data perlengkapan pertunjukan.

3.6.3 Wawancara

Wawancara adalah proses tanya jawab antar penginterview dengan

narasumber dengan maksud untuk mendapatkan informasi yang diperlukan oleh

peneliti. Wawancara adalah metode penghimpunan data yang didapatkan langsung

dari sumbernya menganai hal terkait objek penelitian (Widyoko 2012:40).

Pada penelitian yang mengkaji tentang pertunjukan, peneliti harus

mewawancarai narasumber berikut ini: 1) pelaku pertunjukan/seniman yang menjadi

penyaji; 2) penyelenggara pertunjukan (penanggap); 3) penonton atau masyarakat

umum (Maryono 2011:88). Penelitian tentang bentuk pertunjukan Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle menghimpun informasi dari beberapa narasumber

91
diantaranya penonton/masyarakat dan seniman yang menjadi pelaku/pelaku

pertunjukan.

Peneliti melakukan wawancara kepada pelaku pertunjukan Kesenian

Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle untuk menghimpun data berupa stuktur

pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle dan elemen-elemen

bentuk pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle. Selain

melakukan sesi wawancara kepada pelaku/penyaji pertunjukan Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle, peneliti juga melakukan wawancara kepada

penonton pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle untuk

menghimpun data berupa pesan dan kesan mereka setelah menonton pertunjukan

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle.

Sebelum melakukan wawancara, peneliti telah membat daftar

pertanyaan yang ditulis pada buku catatan peneliti dan mencetak blangko berisi form

isian biodata narasumber guna memudahkan peneliti dalam melangsungkan sesi

wawancara. Ketika peneliti melakukan sesi wawancara, selain mencatatat jawaban

narasumber, peneliti juga menggunakan gawai untuk merekam suara narasumber

ketika wawancara serta mendokumentasikan beberapa foto dan video yang

diperlukan. Selama sesi wawancara berlangsung peneliti memfokuskan topic

pembahasan pada poin struktur pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle, elemen-elemen bentuk pertunjukan kesenian Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle, pelaku dan penonton pertunjukan kesenian Kesenian Kuda

92
Lumping Turonggo Jati Bengkle. Di bawah ini rincian narasumber yang menjadi

partisipan sesi wawancara peneliti:

1. Bapak Suparyanto sebagai staf kaur kepemerintahan desa Gebugan mengenai data

adaministratif Kecamatan Bergas, data administratif Desa Gebugan, dan data

kependudukan Desa Gebugan. Wawancara dilakukan pada tanggal 26 Oktober

2020 di Kantor Kepala Desa Gebugan. Fokus data yang dihimpun peneliti pada

narasumber tersebut adalah data administratif Kecamatan Bergas, Desa Gebugan,

dan data kependudukan Desa Gebugan.

2. Bapak Judi/Juwarto sebagai ketua paguyuban mengenai sejarah dan hal yang

berkaitan dengan paguyuban serta bentuk pertunjukan Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle. Wawancara dilakukukan pada tanggal 29 Oktober 2020 di

rumah Bapak Judi. Fokus data yang dihimpun peneliti pada narasumber tersebut

adalah data dokumnetasi gerak tarian yang ada di dalam pertunjukan Kesenian

Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle secara detail, data piagam yang dimiliki

oleh paguuyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle, data biografi

ketua pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle, sejarah

pendirian paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle, sejarah

perkembangan paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle, data

rekam jejak pementasan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle, jadwal

latihan, struktur kepengurusan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle,

dan keunikan yang dimiliki Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle.

93
3. Bapak Ngasrin sebagai pawang Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle.

Wawancara dilakukukan pada tanggal 29 Oktober 2020 di rumah Bapak Judi

berkaitan tentang data peran pawang pada pertunjukan Kuda Lumping Turonggo

Jati beserta perlengkapan sajen saat pertunjukan Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle.

4. Mas Arif sebagai penata iringan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle.

Wawancara dilakukukan pada tanggal 29 Oktober 2020 di rumah Bapak Judi

berkaitan tentang data ciri khas, sejarah perkembangan musik/iringan yang

digunakan untuk mengiringi pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle, perlengkapan instrument gamelan, syair, notasi musik/iringan yang

digunakan dalam pertunjukan Kuda Lumping Turonggo Jati.

5. Bapak Yulianto sebagai penata tari Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle. Wawancara dilakukukan 2 kali, pertama dilakukan pada tanggal 18

Februari 2020 di rumah Bapak Yulianto untuk menghimpun data berupa foto

pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle ketika tampil di

acara Launching KTA Satkom Bergas Ceria pada tanggal 24 Februari 2019, data

foto alat musik, properti, pelaku dan video pertunjukan Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle pada saat pentas di acara hajatan warga Desa Gebugan.

Pada tanggal 29 Oktober 2020 di rumah Bapak Judi berkaitan tentang data

berkaitan dengan stuktur pertunjukan serta segala hal seputar tarian secara umum

pada Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle .

94
6. Bapak Muhammad Arifin sebagai penari rewo-rewo Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle pada tanggal 29 Oktober 2020 di rumah Bapak Judi

berkaitan tentang tari rewo-rewo.

7. Bapak Wahyudi sebagai penari klasikan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle pada tanggal 29 Oktober 2020 di rumah Bapak Judi berkaitan tentang tari

klasik.

8. Mas Eri sebagai penari satrionan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

pada tanggal 29 Oktober 2020 di rumah Bapak Judi berkaitan tentang tari

satrionan.

9. Bapak Sumarno sebagai penari klasik pedangan Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle pada tanggal 29 Oktober 2020 di rumah Bapak Judi

berkaitan tentang tari klasik pedangan.

10. Bapak Ashrofi sebagai penata rias dan busana Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle pada tanggal 29 Oktober 2020 di rumah Bapak Judi

terkait rias dan busana yang digunakan oleh personel Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle ketika pentas.

11. Bapak Nurohmani sebagai seksi perlengkapan Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle pada tanggal 29 Oktober 2020 di rumah Bapak Judi

mengenai perlengkapan tata tehnik pentas yang digunakan dalam pertunjukan

Kuda Lumping Turonggo Jati.

12. Bapak Karyono, Ibu Desy dan Mas Afriza Yuan Ardias pada tanggal 29 Oktober

2020 di rumah Bapak Judi sebagai penonton untuk menggali informasi tentang

95
pendapat penonton mengenai kesenian Kuda Lumping, sejauh mana penonton

memahami tarian Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle .

3.7 Teknik Keabsahan Data

Teknik keabsahan data merupakan proses pemastian data yang didapatkan

oleh peneliti ketika penelitian adalah data yang terpercaya, benar, dan relevan atau

berkaitan dengan apa yang dijadikan objek penelitian (Ibrahim 2015: 119). Menurut

pernyataan Moleong (dalam Ibrahim 2015:120) mengatakan terdapat empat kriterian

keabsahan data, yakni: 1. dependability atau kebergantungan, 2. credibility atau

tingkat keterpercayaan, 3. confirmability atau kepastian, 4. transferability atau

keteralihan.

Penelitian mengenai bentuk pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo

Jati Bengkle memanfaatkan salah satu kriteria tingkat kepercayaan atau credibility

guna mencermati keabsahan data yang ada di dalamnya. Tingkat kepercayaan atau

credibility difungsikan dengan cara meninjau hubungan sumber data (kredibilitas

sumber) dengan data yang diperoleh, antar tehnik eksplorasi data (kredibitas tehnik)

dengan data yang diperoleh, verifikasi data yang ada di lapangan (kredibilitas

informasi) dengan data yang diperoleh. Berlandaskan kriteria tingkat kepercayaan

(credibility) pengecekan keabsahan data penelitian dapat memanfaatkan: 1. verifikasi

anggota, 2. tinjauan kasus negatif, 3. kecukupan pustaka, 4. pemeriksaan ulang

sejawat, 5. triangulasi, 6. ketekunan observasi, dan 7. tehnik ekstensi keikutsertaan

(Ibrahim 2015: 121-122). Peneliti memanfaatkan tehnik triangulasi guna mengecek

keabsahan data penelitian mengenai bentuk pertunjukan Kesenian Kuda Lumping

96
Turonggo Jati Bengkle. Triangulasi adalah tehnik pengecekan data dengan cara

melakukan perbandingan antar tehnik/metode penelitian, sumber dan teori (Ibrahim:

2015: 124). Menurut Moleong (dalam Ibrahim 2015: 124) Triangulasi terbagi

menjadi 3 macam yaitu teori, metode dan sumber, seperti yang diterapkan oleh

peneliti dalam melakukan kajian mengenai bentuk pertunjukan Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle.

Melakukan perbandingan data-data observasi yang telah diperoleh dari hasil

wawancara kepada seluruh narasumber disebut triangulasi sumber. Contoh penerapan

Metode triangulasi yang digunakan oleh peneliti dalam melakukan perbandingan data

hasil dokumentasi dengan hasil pengamatan, data hasil pengamatan dengan data hasil

wawancara, data hasil wawancara dengan data hasil dokumentasi. Peneliti

memanfaatkan teori triangulasi untuk melakukan perbandingan dan mengecek

kecocokan data antar data penelitian yang telah didapat dengan teori yang dipilih

peneliti. (Ibrahim 2015: 125).

Triangulasi sumber digunakan oleh peneliti untuk melakukan komparasi

antara pendapat beberapa narasumber hasil dari wawancara dengan pendapat peneliti

berdasarkan sudut pandang sendiri. Contoh penerapan triangulasi sumber ini

dilakukan pada bagian pendapat penonton pertunjukan Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle dan seniman yang berkiprah langsung di dunia seni tari.

Selain itu, peneliti juga menerapkan triangulasi sumber ini pada saat melakukan

perbandingan data-data baik data yang dihasilkan dari sesi wawancara, pengamatan

atau observasi dan dokumentasi maupun pada saat melakukan adaptasi antara teori

97
yang digunakan oleh penelti dengan data yang telah diperoleh peneliti tentang bentuk

pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle.

3.8 Teknik Analisis Data

Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2015: 330) mengatakan bahwa

tindakan pada analisis data kualitatif dilaksanakan secara kontinu dan interaktif.

Terdapat tiga alur kegiatan yang dilakukan dalam satu waktu pada analisis data

kualitatif, yakni: reduksi data, penyajian data dan verifikasi atau penarikan

kesimpulan (Miles dan Huberman 1992:16). Di bawah ini disajikan bagan 3.1

komponen-komponen analisis data.

Bagan 3.1. Komponen-komponen analisis data: Model Interaktif

Pengumpulan
data

Penyajian
data
Reduksi data

Verifikasi/Penarikan
kesimpulan

(Sumber: Miles dan Huberman 1992: 20)

Berdasarkan bagan 3.1.dapat dilihat komponen-komponen analisis

data yakni: reduksi data, penyajian data dan verifikasi atau penarikan kesimpulan.

98
3.8.1 Reduksi data

Reduksi data, menurut Miles dan Huberman 1992: 16 adalah proses

simplifikasi dan penentuan data-data hasil pengamatan, dokumentasi, dan wawancara

di tempat penelitian. Peneliti dapat memilih data penelitian mana saja yang akan

digunakan dan mana yang tidak. Proses pemilihan data-data penelitian disesuaikan

dengan kajian bentuk pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle.

Data yang memintasi proses reduksi data, yakni: gambaran umum tempat penelitianm

wawancara tentang latar belakang dan sejarah Kesenian Kuda Lumping Turonggo

Jati Bengkle, wawancara dengan pelaku pertunjukan, deskripsi bentuk pertunjukan

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle serta elemen-elemen pendukung

pertunjukan.

3.8.2 Penyajian Data

Penyajian data adalah saat peneliti telah dapat menginterpretasikan

keadaan yang ada di lapangan dan mengetahui tindakan apa yang seharusnya

dilakukan. Penyajian bisa ditafsirkan sebagai kumpulan informasi yang sudah tertata

secara sistematis sehingga memungkinkan untuk dilakukan suatu tindakan maupun

menarik sebuah konklusi (Miles dan Huberman, 1992: 17). Pada proses penyajian

data, peneliti merangkum, menata, lalu mengorganisir data-data penelitian sesuai

dengan denominasi/kategori masing-masing, seperti elemen-elemen pendukung

pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle, yakni: tema, gerak,

iringan, pelaku, tata rias, tata busana, tata pentas, tata lampu/pencahayaan, tata suara,

99
properti, dan penonton dan struktur pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo

Jati Bengkle.

3.8.3 Verifikasi/Penarikan kesimpulan

Verifikasi/penarikan kesimpulan adalah proses ketika peneliti melakukan

penafsiran seputar benda-benda dengan cara menulis proporsi, pola-pola, alur sebab-

akibat, penjelasan, serta konfigurasi-konfigurasi yang mungkin. Hipotesa/kesimpulan

awal peneliti yang sedianya belum kentara, lalu meningkat menjadi lebih detail dan

spesifik (Miles dan Huberman 1992:19). Pada proses verifikasi/penarikan kesimpulan

peneliti melakukan pemeriksaan ulang pada data-data penelitian yang telah diperoleh

dari penelitian di lapangan tentang bentuk pertunjukan Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle yang nantinya digeraikan secara terperinci dalam bentuk

laporan hasil penelitian.

100
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kecamatan Bergas adalah salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten

Semarang. Wilayah Kecamatan Bergas adalah daerah dataran tinggi yang berada 400

meter di atas permukaan air laut (sumber: https://semarangkab.bps.go.id). Gambar 4.1

di bawah ini merupakan peta Wilayah Kecamatan Bergas.

Gambar 4.1. Peta Wilayah Kecamatan Bergas.

(Sumber: https://semarangkab.bps.go.id)

101
102

Berdasarkan peta di atas dapat dilihat letak astronomis Kecamatan Bergas

berada diantara 110⁰ 19' 3" hingga 110⁰ 29' 6" BT dan 7⁰ 7' 40" hingga 7⁰ 13' 12" LS.

Secara administrasi, Kecamatan Bergas berbatasan dengan Kecamatan Ungaran

Barat dan Ungaran Timur di bagian utara, Kecamatan Pringapus di bagian

timur, Kecamatan Bawen dan Bandungan di bagian selatan serta Kabupaten

Kendal di bagian barat. Kecamatan Bergas mempunyai luas 47,33 km² atau 4,98 %

dari luas wilayah Kabupaten Semarang.

Kecamatan Bergas terdiri dari 13 desa dan kelurahan. Jumlah dusun dan

lingkungan dari total 13 desa dan kelurahan sebanyak 44 dusun dan 25 lingkungan

(Sumber: https://semarangkab.bps.go.id). Jumlah Rukun Warga (RW) sebanyak 96

RW dan jumlah Rukun Tetangga (RT) berjumlah 441 RT seperti yang terlihat pada

tabel 4.1 di bawah ini.

Tabel 4.1. Jumlah Dusun/ Lingkungan, RT dan RW di Kecamatan Bergas

Dusun/ Rukun Warga Rukun


No Desa/Kelurahan
Lingkungan (RW) Tetangga (RT)
1 Bergas Kidul 6 7 39
2 Diwak 2 2 6
3 Gebugan 4 8 31
4 Gondoriyo 7 14 47
5 Jatijajar 2 3 5
6 Munding 3 3 18
7 Pagersari 8 10 38
8 Randugunting 3 4 20
9 Wringin Putih 9 7 31
10 Bergas Lor 6 11 76
11 Karangjati 6 9 58
12 Ngempon 6 6 31
13 Wujil 7 12 41
103

Jumlah:
Tahun 2019 69 96 441
(Sumber: Statistik Daerah Kabupaten Semarang 2020)

Berdasarkan tabel 4.1 bisa diketahui bahwa Desa Gebugan adalah salah satu

dari 13 desa dan kelurahan yang terdapat di Kecamatan Bergas. Data statistik

Kabupaten Semarang tahun 2020 menunjukan bahwa Desa Gebugan memiliki 4

dusun yang terbagi menjadi 8 RW (Rukun Warga) dan 31 RT (Rukun Tetangga).

Peneliti tentang wilayah Kecamatan Bergas dikarenakan Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle tumbuh dan berkembang di Desa Gebugan yang merupakan

salah satu desa di Kecamatan Bergas.

4.1.1 Kondisi dan Letak Geografis Desa Gebugan

Desa Gebugan adalah bagian dari Wilayah Kecamatan Bergas, Kabupaten

Semarang yang terletak di ujung barat wilayah perbatasan Kecamatan Bergas dengan

Kecamatan Ungaran Barat tepatnya Dusun Gintungan Desa Gogik Kecamatan

Ungaran Barat. Desa Gebugan terletak 21,1 km dari UNNES (Universitas Negeri

Semarang), Gunungpati. Ketinggian Desa Gebugan mencapai 550 meter sampai

dengan 1100 meter dari permukaan air laut dengan suhu udara berkisar antara 18 ̊C -

30 ̊C. Secara administratif letak geografis Desa Gebugan dibatasi oleh 5 Desa pada

sisi-sisinya. Disisi barat, PTPN IX NGOBO, disisi selatan berbatasan dengan Desa

Pagersari dan Kelurahan Wujil, sementara disisi timur wilayah Kelurahan Wujil dan

Kelurahan langensari dan sebelah utara berbatasan dengan Desa Munding. Desa

Gebugan mempunyai luas secara keseluruhan sebesar 618.475 Ha, secara


104

administratif terdiri 4 wilayah Dusun, 8 RW, dan 31 RT. Di bawah ini merupakan

tabel 4.2 yang menyajikan pembagian wilayah Desa Gebugan berdasarkan data

statistik Desa Gebugan tahun 2020.

Tabel 4.2 Jumlah Dusun, RW dan RT di Desa Gebugan

Jumlah
No Dusun/Dukuh
RW RT
1 Krajan 2 12
2 Tegal Melik 2 7
3 Bengkle 2 6
4 Lempuyangan 2 6
Jml 6 8 31
(Sumber: Statistik Daerah Desa Gebugan 2020)

Tabel 4.2. memuat informasi bahwa Desa Gebugan mempunyai 4

dusun/dukuh yaitu Krajan, Tegal Melik, Bengkle dan Lempuyangan. Desa Gebugan

terbagi menjadi 8 RW (Rukun Warga) dan 31 RT (Rukun Tetangga). Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle merupakan tari kerakyatan yang berkembang di

Desa Gebugan, tepatnya di kediaman Bapak Juwarto seperti terlihat pada foto 4.1.

Foto 4.1. Kediaman Bapak Juwarto/Judi


(Sumber: Dokumentasi Octa, 25 September 2020)
105

Berdasarkan foto 4.1. diketahui bahwa lokasi penelitian terletak di kediaman

Bapak Juwarto/Judi RT 03 RW 06 Dusun Bengkle Desa Gebugan, Kecamatan

Bergas, Kabupaten Semarang. Peneliti melewati jalanan yang curam, berbatu dan

berliku untuk dapat sampai lokasi penelitian yaitu Dusun Bengkle dari UNNES

(Universitas Negeri Semarang) karena Dusun Bengkle terletak di lereng gunung

Ungaran sehingga memiliki tingkat kecuraman yang cukup ekstrim selain itu

ditambah juga dengan kelokan dan struktur jalanan yang berbatu karena sebagian

besar jalanan disana belum diperbaiki (belum diaspal) membuat perjalanan semakin

beresiko apalagi jika ditamabah dengan hujan yang akan membuat batuan jalan

menjadi semakin licin dan berbahaya untuk dilewati. Jika dilihat dari jarak perjalanan

dan beberapa faktor penghambat yang sudah dijelaskan di atas membuat peneliti

memerlukan waktu kurang lebih 50 menit dengan menggunakan kendaraan sepeda

motor.

4.1.2 Data Kependudukan Desa Gebugan

4.1.2.1 Penduduk Desa Gebugan

Jumlah penduduk Desa Gebugan pada tahun 2019 sebanyak 5.929 jiwa yang

terbagi menjadi 2.948 laki-laki dan 2.981 perempuan (Sumber: Statistik Daerah Desa

Gebugan 2019). Jumlah penduduk Desa Gebugan jika diklasifikasikan berdasarkan

jenis kelamin dan umurnya akan tersaji dalam bentuk tabel 4.3 di bawah ini:
106

Tabel 4.3. Jumlah Pendudukan Desa Gebugan Berdasarkan Kelompok Jenis Kelamin

dan Umur

Penduduk
Kelompok Umur Jumlah
Laki-laki Perempuan
00-04 222 215 437
05-09 270 219 489
10-14 234 254 488
15-19 242 207 449
20-24 218 236 454
25-29 213 220 433
30-34 204 233 437
35-39 259 238 497
40-44 237 242 479
45-49 197 227 424
50-54 183 195 378
55-59 152 164 316
60-64 137 112 249
65-69 83 92 175
70-74 28 49 77
75+ 69 78 147
Jumlah :
Tahun 2020 2.948 2.981 5.929
(Sumber: Statistik Daerah Desa Gebugan 2020)

Berdasarkan tabel 4.3 di atas dan wawancara yang telah peneliti lakukan

kepada beberapa anggota Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle Dusun

Bengkle terdapat kurang lebih 35 orang anggota yang terlibat dan mengambil peran

dalam pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle Dusun Bengkle.

Dari 32 orang tersebut masing-masing anggota memiliki peran penting tersendiri,

diantaranya terdiri dari 1 orang sindhen, 3 orang pemecut, 4 orang pawang, 8 orang

pemusik dan 16 orang penari. Rentan usia pelaku pementasan Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle ini sangatlah beragam, bahkan salah satu penari
107

kuda lumping Turonggo Jati masih ada yang berumur 6 tahun, sedangkan sisanya

berumur 19 tahun – 60 tahun.

4.1.2.2 Mata Pencaharian Pendudukan Desa Gebugan

Mata pecaharian penduduk Desa Gebugan mayoritasnya adalah buruh harian

lepas, karyawan swasta dan wiraswasta. Di bawah ini terdapat tabel 4.4 yang

menyajikan data tentang mata pencaharian penduduk di Desa Gebugan secara lebih

rinci.

Tabel 4.4. Mata Pencaharian Penduduk Desa Gebugan

No Mata Pencaharian Jumlah Penduduk


1 Pegawai Negeri Sipil 24
2 Tentara Nasional Indonesia 3
3 Kepolisian RI 3
4 Perdagangan 18
5 Petani/Pekebun 135
6 Peternak 2
7 Konstruksi 3
8 Karyawan Swasta 1150
9 Karyawan BUMN 4
10 Karyawan BUMD 1
11 Karyawan Honorer 3
12 Buruh Harian Lepas 1461
13 Buruh Tani/ Perkebunan 9
14 Penjahit 1
15 Seniman 1
16 Dosen 1
17 Guru 14
18 Bidan 1
19 Perawat 5
20 Apoteker 1
21 Pelaut 1
22 Sopir 9
23 Pedagang 12
24 Perangkat Desa 10
25 Wiraswasta 504
108

(Sumber: Statistik Daerah Desa Gebugan 2020)

Pada tabel 4.4. dapat dilihat jika penduduk Desa Gebugan yang bekerja

sebagai buruh harian lepas sejumlah 1461 jiwa dan karyawan swasta sebanyak 1150

jiwa, sebab hal tersebut penduduk yang memiliki mata pencaharian buruh dan

karyawan swasta mempunyai waktu lebih banyak untuk ikut serta dalam kegiatan

berkesenian. Sebagian besar anggota grup Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle pun berasal dari kalangan buruh harian, karyawan swasta dan beberapa

pelajar. Dengan adanya grup Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle di

Desa Gebugan memberikan kesempatan kepada seluruh penduduk Desa Gebugan

untuk ikut berpastisipasi aktif serta mengapresiasi kesenian di daerahnya sendiri.

Selain itu, dengan ikut menjadi anggota Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle ini akan memberikan mereka sumber pendapatan tambahan ketika

mendapatkan upah dari “tanggapan” pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo

Jati Bengkle tersebut.

4.1.2.3 Agama Penduduk Desa Gebugan

Mayoritas penduduk di Desa Gebugan memeluk agama Islam. Berdasarkan

pengamatan peneliti, di Desa Gebugan terdapat 4 masjid dan 24 mushola. Salah satu

tradisi yang masih sering diselenggarakan di Desa Gebugan salah satunya adalah

tahlilan. Tahlilan merupakan kegaitan berdoa bersama atau ngaji yang dilakukan di

kediaman orang yang telah meninggal selama 7 hari berturut-turut tepat setelah

kematian salah satu penghuni rumah tersebut supaya arwah almarhum bisa
109

beristirahat dengan tenang. Tradisi lain yang masih sering dilakukan oleh masyarakat

di Desa Gebugan adalah Mauludan. Mauludan merupakan peringatan hari lahir Nabi

Muhammad SAW yang perayaannya jatuh tiap tanggal 12 Rabiul Awal pada

penanggalan Hijriah. Perayaan Maulid Nabi merupakan tradisi yang berkembang di

masyarakat Islam jauh setelah Nabi Muhammad SAW wafat. Selain agama Islam, di

Desa Gebugan juga terdapat beberapa warga yang menganut agama Kristen,

Katholik, Hindu dan Kepercayaan. Meskipun terdapat berbagai macam agama namun

semua warga di Desa Gebugan tetap menjunjung tinggi toleransi satu sama lain.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel 4.5 di bawah ini.

Tabel 4.5 Jumlah Pemeluk Agama di Desa Gebugan

No Agama Jumlah Pemeluk


1 Islam 5.846
2 Kristen 24
3 Katholik 54
4 Hindu 2
5 Kepercayaan 3
(Sumber: Statistik Daerah Desa Gebugan 2020)

Berdasarkan tabel di atas dapat kita ketahui bahwa pemeluk agama Islam di

Desa Gebugan sebanyak 5.846 jiwa. Disusul pada urutan kedua oleh pemeluk agama

Kristen sebanyak 24 orang. Meskipun Islam menjadi agama mayoritas di Desa

Gebugan namun semua masyarakat masih sangat mendukung adanya Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle. Salah satu wujud kongkret rasa hormat pihak

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle terhadap agama Islam, setiap

pertunjukan sedang berlangsung dan terdengar adzan berkumandang maka pada saat
110

itu pula pertunjukan akan berhenti sejenak hingga adzan selesai. Selain itu, warga di

Desa Gebugan tidak pernah mempermasalahkan sajen yang digunakan dalam

pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle karena masyarakat

memahami hal tersebut dilakukan hanya sebagai simbolik tradisi Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle yang telah ada sejak dahulu kala.

4.1.2.4 Pendidikan Penduduk Desa Gebugan

Desa Gebugan mempunyai sarana dan prasarana pendidikan yang memadai.

Sejak tahun 2013 Pemerintah Kabupaten Semarang sudah memberlakukan aturan

Wajib Belajar 12 Tahun, namun realisasinya pada tahun 2020 masih terdapat 1.775

penduduk yang menyandang status tidak/belum sekolah dan sejumlah 227 jiwa

lainnya tidak/belum tamat SD (Sekolah Dasar). Untuk data pendidikan penduduk di

Desa Gebugan lainnya dapat dilihat pada tabel 4.6 di bawah ini.

Tabel 4.6 Pendidikan Penduduk Desa Gebugan

No Pendidikan Jumlah
1 Tidak/Belum Sekolah 1.775
2 Tidak/Belum Tamat SD/Sederajat 227
3 Tamat SD/Sederajat 1.725
4 Tamat SMP/Sederajat 1.153
5 Tamat SMA/Sederajat 911
6 Tamat Diploma I/II 8
7 Tamat Diploma III 43
8 Tamat Diploma IV/Strata I 86
9 Tamat Strata II 1
(Sumber: Statistik Daerah Desa Gebugan)

Sesuai dengan yang terlihat pada tabel 4.6 di atas menunjukan bahwa masih

ada masyarakat di Desa Gebugan yang tidak tamat SD/sederajat bahkan belum
111

sempat mengenyam bangku pendidikan sama sekali. Namun menurut data yang

peneliti peroleh mengenai perkembangan pendidikan di Desa Gebugan semakin tahun

selalu mengalami perkembangan yang signifikan. Karena pada dasarnya pendidikan

sangatlah penting dalam membangun pola pikir masyarakat untuk semakin

majudalam segala bidang termasuk juga dalam bidang kesenian. Hal tersebut sangat

relevan dengan realitas yang peneliti temukan dalam melihat perkembangan bentuk

pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Dusun Bengkle yang selalu

mengikuti perkembangan zaman baik dari segi inovasi gerak, iringan serta busananya

tanpa meninggalkan nilai-nilai tradisi yang sudah ada sebelumnya.

4.1.3 Kesenian di Desa Gebugan

Desa Gebugan memiliki beragam kesenian yang ada di masing-masing dusun

yaitu di Dusun Krajan, Dusun Tegal Melik, Dusun Bengkle dan Dusun

Lempuyangan. Di setiap Dusun yang ada di Desa Gebugan masing-masing memiliki

kesenian kuda lumping atau reog dengan nama yang berbeda-beda. Seperti misalnya

di Dusun Krajan terdapat Kesenian Kuda Lumping Turonggo Welit Kridho Mudho,

di Dusun Tegal Melik terdapat Kesenian Kuda Lumping Gagak Rimang, di Dusun

Lempuyangan terdapat Kesenian Kuda Lumping Turonggo Setyo Mudho, kemudian

di Dusun Bengkle terdapat Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle . Selain

kesenian kuda lumping, di Dusun Bengkle juga terdapat kelompok Kesenian

Angklung Aremba, dan kelompok Kesenian Musik Dangdut New Kejora (Sumber:

wawancara dengan Bapak Yulianto).


112

4.2 Latar Belakang Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

4.2.1 Sejarah Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle mulai tampil di Dusun

Bengkle pada tahun 1984. Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

diciptakan oleh Almarhum Bapak Subadi. Sejarah Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle dijelaskan oleh Bapak Judi dalam wawancara pada tanggal 23

Februari 2020 sebagai berikut.

“Awal mula pendirian Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle
ini bermula dari pengalaman Almarhum Bapak Subadi yang menonton suatu
pertunjukan kesenian kuda lumping di daerah Sorogenen (Yogyakarta). Sejak saat
itulah Almarhum Bapak Subadi mulai membulatkan tekad untuk mendirikan sebuah
Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati di Dusun Bengkle. Diawal proses
pendirian, Almarhum Bapak Subadi mengajak ketiga temannya yaitu Almarhum
Bapak Meri, Almarhum Bapak Jan, dan Almarhum Bapak Budi. Lambat laun
Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle semakin terkenal
sehingga semakin banyak warga sekitar yang ikut bergabung”.
Berdasarkan wawancara dengan Bapak Judi pada tanggal 23 Februari 2020

diperoleh keterangan bahwa Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle mulai

ada di Dusun Bengkle Desa Gebugan Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang sejak

tahun 1984 dan diprakarsai oleh Almarhum Bapak Subadi yang terinspirasi dari

pertunjukan kesenian kuda lumping di daeerah Sorogenen (Yogyakarta) yang beliau

tonton sebelumnya. Pengalaman itulah yang menjadi cikal bakal lahirnya Paguyuban

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle ini. Pada proses pengembangannya

Almarhum Bapak Subadi dibantu oleh ketiga rekannya yaitu Almarhum Bapak Meri,
113

Almarhum Bapak Jan dan Almarhum Bapak Budi beserta masyarakat sekitar yang

ikut bergabung ke dalam paguyuban tersebut.

Pada awal mula terbentuknya Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo

Jati di Dusun Bengkle hanya mempunyai sedikit anggota serta peralatan musik yang

sangat minim seperti yang dikemukakan oleh Bapak Judi pada sesi wawancara pada

tanggal 25 Februari 2020.

“Dulu, menurut cerita yang turun temurun merbak di kalangan anggota


paguyuban kesenian kuda lumping turongggo jati bengkle ini awalnya hanya
memiliki segelintir anggota saja yang berasal dari kalangan kenalan/teman Almarhum
Bapak Subadi dan kawan-kawannya kemudian seiring berjalannya waktu beberapa
warga sekitar mulai ikut bergabung ke dalam paguyuban. Begitu juga dengan
ketersedian alat-alat musik dan properti yang awalnya sangat terbatas.”
Bapak Judi sebagai generasi penerus Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle dan menjadi ketua sejak tahun 2015 hingga sekarang. Bapak Judi adalah

warga asli Dusun Bengkle yang tinggal di Dusun Bengkle RT 03 RW 06 Dusun

Bengkle Desa Gebugan, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang. Bapak Judi sudah

mulai bergabung dengan Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

ini sejak beliau masih berusia remaja, hal ini selaras dengan pernyataannya pada sesei

wawancara tanggal 29 Oktober 2020 berikut.

Pada awal kegiatan latihan Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo

Jati Bengkle dilaksanakan di pelataran rumah anggota-anggotanya secara bergantian

setiap minggunya dan latihan tersebut selalu diawasi oleh Almarhum Bapak Subadi
114

langsung. Pernyataan ini sejalan dengan hasil wawancara penulis dengan Bapak Judi

pada tanggal 25 Februari 2020 yang lalu.

“Sebenarnya kalau ikut aktif bergabung ke Paguyuban Kesenian Kuda


Lumping Turonggo Jati Bengkle ini sudah sejak saya berusia remaja, mbak. Tapi
kalau menjabat jadi ketua itu baru sekitar tahun 2015 an. Dulu, ketika mau latihan
tidak dilakukan di basecamp seperti sekarang karena memang belum ada. Jadi
latihannya dilakukan di pelataran rumah anggota secara bergantian muter setiap
minggunya. Hal tersebut juga masih sangat mungkin dilakukan karena alat-alat musik
dan propertinya masih minim. Pergantian tersebut juga dilakukan supaya adil. Namun
semenjak sudah tersedianya basecamp ya latihan sekarang lebih sering dilakukan di
basecamp karena pada dasarnya semua alat musik dan properti juga disimpan di sana
semua”
Berdasar pada pernyataan Bapak Judi di atas, diketahui bahwasanya Bapak

Judi telah bergabung di paguyuban sejak berusia remaja. Kemudian beliau menjabat

menjadi ketua paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle sejak

tahun 2015. Awal mula proses latihan para pelaku Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle selalu dilakukan di rumah anggota paguyuban secara

bergantian setiap minggunya karena belum tersedianya basecamp. Namun sejak

bapak Judi menjadi ketua maka sejak saat itulah rumah Bapak Judi dijadikan

basecamp sekaligus tempat penyimpanan alat-alat musik gamelan serta tempat latihan

anggota paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle.

Awalnya, Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle melangsungkan

pentasnya hanya di pelataran rumah warga dengan segala keterbatasan alat musik dan

properti tanpa menggunakan kostum serta tanpa adanya bayaran atau undangan acara.

Pertunjukan tersebut dilakukan hanya untuk tujuan hiburan masyrakat saja sekaligus

sebagai bentuk promosi atau memperkenalkan Kesenian Kuda Lumping Turonggo


115

Jati Bengkle kepada masyarakat. Informasi selaras dengan pernyataan dari Bapak

Judi. (25 Februari 2020).

“Awalnya Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle cuma


pentas/tampil seadanya di latar-latar rumah warga. Itupun hanya ditampilkan untuk
hiburan masyarakat semata bukan untuk tampil di acara hajatan karena masih
menggunakan alat musik dan properti seadanya bahkan tanpa menggunakan kostum.
Jadi pentasnya hanya memakai baju biasa saja. Namun seiring berjalannya waktu,
penonton semakin banyak, banyak yang memberikan saweran dan ditambah dengan
terkumpulnya uang iuran anggota paguyban akhirnya dana tersebut dialokasikan
untuk membuat kostum dan melengkapi properti serta alat-alat musik gamelan. Sejak
sudah tersedianya kostum dan peralatan pertunjukan yang semakin memadai, saat
itulah mulai datang aspirasi dari warga-warga Dusun Bengkle untuk menjadikan
pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle sebagai pengisi acara di
beberapa kesempatan seperti pada acara pribadi warga misalnya hajatan maupun
acara-acara desa misalnya acara ulang tahun desa, bersih desa, acara 17 Agustusan,
dst”.
Berdasarkan wawancara dengan Bapak Yulianto tanggal 25 Februari 2020,

diketahui bahwa Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

memulai debut pertunjukan perdananya dengan melakukan pementasan di pelataran

rumah warga dan digelar hanya untuk hiburan warga semata tanpa mendapatkan

bayaran karena pentas dilakukan secara sukarela dilakukan oleh pihak paguyban

tanpa adanya undangan atau permintaan dari warga. Selain sebagai hiburan warga

pementasan tersebut juga dilakukan sebagai promosi/perkenalan kepada warga

sekitar. Pentas pun digelar dengan memanfaatkan ruang, properti, alat musik

seadanya, tanpa menggunakan kostum serta tanpa adanya bayaran atau undangan dari

pihak manapun. Lambat laun setelah semakin dikenalnya pertunjukan Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle akhirnya semakin banyak juga warga yang

mengundang untuk menjadi pengisi acara di acara hajatannya maupun tampil di


116

acara-acara desa. Hal tersebut yang akhirnya mendongkrak peningkatan pesat

Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle baik dari segi pundi-

pundi keuangan maupun pamor yang berdampak pada peningkatan kualitas

pertunjukan, peningkatan jumlah anggota, menambah kelengkapan sarana dan

prasana pementasan, dst.

Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle pernah tampil

pada beberapa acara, hal tersebut dijelaskan oleh Bapak Judi pada wawancara tanggal

29 Oktober 2020 seperti di bawah ini.

“Dulu Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle pernah


pernah tampil di acara kegiatan penggalangan dana santunan yatim piatu kelompok
Ja’ah Entertaimen dan Dewan Kesenian Kabupaten Semarang, tanggal 1 Mei 2019.
Lalu, Gelar Budaya Segara Gunung VI Keraton Amarta Bumi tanggal 9 Desember
2018. Kemudian, Acara Launching KTA Satkom Bergas Ceria tanggal 24 Februari
2019. Terus, Acara Charity Tumbas Gamelan di Wisata Bina Lingkungan Congol
Kelurahan Karangjati, tanggal nya tapi lupa mbak. Juga di Acara Pensi Reog
Peringatan dan Syukuran Desa Muncar, Ngancar, Bawen. Terus acara HUT RI ke 74
di Lapangan Desa Gebugan tanggal 23 Agustus 2020 kemarin. Selebihnya sering
tampil di acara hajatan warga sekitar sih mba paling”.

Berdasar pada pernyataan Bapak Judi pada wawancara tanggal 29 Oktober

2020 tersebut, dapat diketahui bahwa Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo

Jati Bengkle pernah pernah tampil dibeberapa acara seperti kegiatan penggalangan

dana santunan yatim piatu kelompok Ja’ah Entertaimen dan Dewan Kesenian

Kabupaten Semarang, tanggal 1 Mei 2019. Lalu, Gelar Budaya Segara Gunung VI

Keraton Amarta Bumi tanggal 9 Desember 2018. Kemudian, Acara Launching KTA

Satkom Bergas Ceria tanggal 24 Februari 2019. Terus, Acara Charity Tumbas

Gamelan di Wisata Bina Lingkungan Congol Kelurahan Karangjati, Acara Pensi


117

Reog Peringatan dan Syukuran Desa Muncar, Ngancar, Bawen. Acara HUT RI ke 74

di Lapangan Desa Gebugan tanggal 23 Agustus 2020, dan beberapa acara hajatan

warga sekitar Desa Gebugan.

Bila dilihat sekilas, Pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle ini pada dasarnya hampir serupa dengan pertunjukan kuda lumping lainnya.

Namun semua grup kesenian kuda lumping pasti memiliki ciri khas tersendiri yang

membuatnya berbeda dengan grup lainnya. Seperti pendapat yang dilontarkan oleh

Bapak Judi pada sesi wawancara tanggal 25 Februari 2020 lalu.

“Berbicara mengenai keunikan, menurut saya sebenarnya semua kesenian


Kuda Lumping di beberapa daerah memilki cerita yang beragam dan berbeda-beda.
Sama halnya dengan bentuk pertunjukannya pun memiliki format pertunjukan yang
bermacam-macam dan mengandung keunikan tersendiri. Nah, untuk paguyuban
Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati di Dusun Bengkle sendiri pun mempunyai
bentuk pertunjukan yang menarik untuk disaksikan karena memiliki beberapa babak
tarian yang tidak terdapat pada kesenian kuda lumping lainnya seperti pertunjukan
tari rewo-rewo, tari klasikan, tari satrio, lalu di tengah-tengah pertunjukan akan
ditampilkan atraksi pecutan, setelah itu akan dilanjutkan dengan tari klasik pedangan
yang di akhir tariannya seringkali terjadi kesurupan pada penarinya. Namun
kesurupan tersebut tidak akan berlangsung lama dan masih sangat aman untuk
penonton karena pawang, kru keamanan dan pagar pembatas sudah dipersiapkan
sejak sebelum kesurupan terjadi untuk mengontrol penari yang kesurupan agar tidak
membahayakan penonton. Semua penari yang mengalami kesurupan akan
disembuhkan oleh pawang. Ketika seluruh area pentas sudah clear dan tenang
pertunjukan diakhiri dengan berkumpul bersama, ritual doa bersama dan serta kata-
kata penutup dari ketua paguyuban yang intinya menyampaikan kepada penonton bila
pertunjukan telah selesai”.

Berdasarkan wawancara tersebut dapat dilihat beberapa keunikan dan ciri

khas yang dimiliki oleh Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle. Dari

beberapa aspek itulah yang membedakan pertunjukan Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle dengan pertunjukan kesenian kuda lumping lainnya.


118

4.3 Bentuk Pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

4.3.1 Deskripsi Pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

Struktur penyajian pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle terbagi menjadi 3 tahap yaitu: 1. Awal pertunjukan: persiapan semua

instrument pertunjukan dan sambutan dari Bapak Judi sebagai Ketua Paguyuban. 2.

Inti pertunjukan: Tari Rewo-Rewo, Tari Klasik, Tari Satrio, Tari Klasik Pedangan. 3.

Akhir pertunjukan: pengumpulan semua properti kuda kepang di dekat sajen lalu

Pawang merapal mantra penutup sebagai tanda penutup pertunjukan dilanjutkan

dengan ucapan terima kasih dan kata-kata penutup dari Ketua Paguyuban (Bapak

Judi). Unsur pendukung pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

adalah tema, gerak yang terdiri dari ragam gerak, unsur gerak, ruang, waktu dan

tenaga, kemudian tatat rias wajah/make-up, tata busana/kostum termasuk proses

merias wajah dan proses berbusana, iringan/musik termasuk notasi iringan tari dan

instrument musik, tata pentas, tata pencahayaan/tata lampu, tata suara, properti,

pelaku yaitu pemusik dan penari, penonton.

4.3.2 Struktur Pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

4.3.2.1 Awal Pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

Pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati di Dusun Bengkle, Desa

Gebugan, Kecamatan Bergas, Kabupaten Kendal pada tanggal 10 Oktober 2020

pukul 20:00 WIB, pada awal pertunjukannya dibuka dengan musik iringan dari

gamelan terlebih dahulu sebagai intro kemudian di tengah-tengah intro musik


119

gamelan tersebut akan diisi dengan sambutan dari ketua dan sesepuh paguyuban

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle yang tidak lain adalah Bapak Judi

dan Bapak Ngasrin seperti yang terlihat pada foto 4.2.

Foto 4.2 Sambutan oleh Bapak Judi dan Bapak Ngasrin


(Sumber: Dokumentasi Octa, 10 Oktober 2020)

Pada foto 4.2 Bapak Judi dan Bapak Ngasrin tengah memberikan sambutan

pembuka sebelum pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

dengan diiringi musik gamelan pada 12 Oktober 2020 yang bertempat di lapangan

desa Gebugan. Setelah sambutan selesai musik intro masih dilanjutkan sebagai

pengiring masuknya penari berjajar tepat di depan pemusik dari arah sisi kiri

panggung untuk bersiap menari sudah dalam keadaan berkostum lengkap, wajah

sudah dirias dan membawa properti kuda kepang namun properti terlebih dahulu

diletakkan di tanah. Semua pemain gamelan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle pun sudah menabuh instrument gamelannya masing-masing seperti yang

terlihat pada foto 4.3.


120

Foto 4.3 Penari sedang bersiap-siap untuk memulai pertunjukan


(Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)

Berdasarkan foto 4.3 di atas dapat terlihat jika penari dan sudah berada dalam

posisi bersiap-siap untuk tampil untuk segera memulai pertunjukan. Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle terdiri dari 4 babak, diantaranya: 1. tari rewo-rewo,

2. tari klasik, 3. tari satrio dan 4. tari klasik pedangan. Pada masing-masing babak

terdiri dari beberapa ragam gerak dan pada tiap pergantian tarian/babak selalu

memakai transisi berupa jalan melenggang dan sabetan. Namun tiap melakukan

pergantian tarian/babak biasanya pada babak 3 dan 4 seringkali terjadi jeda waktu

yang cukup lama daripada babak sebelumnya karena proses pergantian kostum dan

rias yang memakan waktu tidak sebentar ditambah dengan waktu istirahat penari

untuk babak selanjutnya sehingga seringkali disaat jeda tersebut diisi dengan hiburan

berupa musik dangdut.

Musik iringan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle pun sudah

mulai ditabuh, begitu juga dengan keenam penari rewo-rewo yang telah memasuki
121

area panggung dan membentuk formasi sejajar dua baris seperti yang terlihat pada

foto 4.4 di bawah ini.

Foto 4.4. Penari Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle membentuk formasi
sejajar dua baris.
(Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)

Foto 4.4 menunjukan bahwa para penari Penari Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle yang sedang memasuki area panggung sambil melakukan

gerak mlaku baris sekaligus membentuk formasi sejajar dua baris. Gerakan mlaku

baris akan selalu dilakukan setiap awal pertunjukan, transisi babak dan di akhir

pertunjukan. Gerak mlaku baris dilakukan secara berurutan dari arah luar panggung

memasuki area panggung kemudian menempati posisi masing-masing untuk

membentuk sebuah formasi awal (sejajar 2 baris) namun dengan posisi jongkok

terlebih dahulu sebelum nantinya berdiri kembali untuk melakukan gerak tarian yang

pertama pada tari rewo-rewo.

4.3.2.2 Inti Pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

Urutan pertunjukan inti Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

terbagi menjadi empat babak, diantaranya adalah Babak Tari Rewo-Rewo, Babak Tari
122

Klasik, Babak Tari Satrio, dan Babak Tari Klasik Pedangan. Berikut ini adalah

bagian inti dari pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle yang

tersaji dalam foto 4.5, foto 4.6, foto 4.7, foto 4.8, dan foto 4.9.

Foto 4.5. Babak 1 Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle: Tari Rewo-Rewo
(Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)

Berdasarkan foto 4.5. tampak penari Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle sedang menampilkan babak pertama, yaitu Tari Rewo-Rewo. Gerakan pada

babak ini terdiri dari 37 gerakkan yang di dalamnya terdiri dari beberapa ragam gerak

yang sama atau mengalami pengulangan misalnya pada gerakan transisi/penghubung

seperti ragam gerak besut dan orag jaran, sehingga jika dikelompokan ke dalam jenis

tanpa pengulangan gerak terdapat 21 jenis ragam gerak yang berbeda diantaranya:

Jengkeng Ngadep Ngarep, Laku Telu, Besut, Ombak Banyu, Trap Jamang, Trap

Jamang Ngracik, Nyisir, Ngilo Asto, Ngilo Asto Ngracik, Pentangan, Dolanan

Jaranan Adep-Adepan, Orag Jaran, Tranjalan, Puteran, Dolanan Jaran, Ancang-


123

Ancang, Tunggangan Jaran, Glebagan Jaran, Nguncung Nguncup, Nguncung

Mager, Kesurupan.

Pada gerakan Tari Rewo-Rewo ini, cenderung sederhana dan terdapat

sejumlah variasi gerak pada beberapa jenis ragam geraknya yang sebenarnya hampir

sama namun diberi variasi yang agak berbeda, diubah arah hadapnya, serta permainan

level pada beberapa gerakan agar Tari Rewo-Rewo ini lebih terlihat beragam dan

estetis.

Babak kedua setelah Tari Rewo-Rewo adalah Tari Klasikan. Penari pada Tari

Rewo-Rewo dan Tari Klasikan adalah orang yang sama namun ditambah dengan 2

orang penari lainnya. Karena pada akhir sesi Tari Rewo-Rewo terjadi sesi kesurupan

sehingga seringkali jeda waktu sekitar 10-15 menit antara Tari Rewo-Rewo dengan

Tari Klasikan yang diisi dengan atraksi pecutan atau musik dangdut supaya penari

Tari Rewo-Rewo bisa memiliki kesempatan untuk beristirahat dan melakukan

pergantian rias wajah dan kostum untuk persiapan tarian selanjutnya yaitu Tari

Klasikan. seperti pada foto 4.6 bawah ini.


124

Foto 4.6. Babak 2 Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle Bengkle: Tari
Klasikan
(Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)

Berdasar pada foto 4.7 di atas, babak kedua dari pertunjukan Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle selanjutnya adalah Tari Klasikan. Gerakan pada

tarian kedua ini terdiri dari 19 ragam gerak yang di dalamnya terdapat beberapa

ragam gerak yang sama/mengalami pengulangan karena merupakan gerak

penghubung atau transisi seperti ragam gerak Orag Jaran dan Glebagan Jaran,

sehingga jika disusun menurut jenis ragam gerak tanpa memasukan adanya

pengulangan ragam gerak terdapat 14 jenis ragam gerak utama dalam Tari Klasikan,

diantaranya: Jengkeng Ngadep Jaran, Sembahan, Junjungan Kanan, Dolanan Jaran

Adu Ngarep, Orag Jaran, Tranjalan, Gajulan Maju, Dolanan Jaran Madep Ngarep,

Derab Jaran (di tempat), Glebagan Jaran, Gajulan Mundur, Derab Maju, Derab

Kuncupan dan Kesurupan.

Pada babak Tari Klasikan ini, memiliki lebih sedikit variasi jenis ragam gerak

jika dibandingkan dengan tarian sebelumnya yaitu Tari Rewo-Rewo sehingga banyak

dilakukan perpindahan gerak, permainan level, tempo pada beberapa gerak dan

variasi pola lantai untuk meminimalisir kesan monoton pada tarian ini karena

memang pada dasarnya Tari Klasikan merupakan tari yang paling dahulu ada sejak

awal penciptaan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle dan dari segi gerak

pihak penari Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle masih

menggunakan ragam gerakan dulu tanpa pernah mengubahnya sedikitpun untuk

mempertahankan nilai originalitas dan keaslian gerak Tari Klasikan itu sendiri..
125

Pada beberapa kesempatan, Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

menggunakan Tari Klasikan ini sebagai tarian tunggal yang ditampilkan sendiri tanpa

menampilkan sesi ragam pedangannya, untuk mempersingkat waktu durasi. Namun

seringkali Tari Klasikan ini menjadi satu dengan Tari Klasik Pedangan jika pihak

penanggap/penyelenggara acara maupun keinginan dari pihak pelaku pertunjukan

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle sendiri yang ingin menampilkan

Tari Klasikan menjadi satu sesi dengan Tari Klasik Pedangan. Sehingga tarian ini

bersifat sangat dinamis dan fleksibel bisa berubah secara format, meskipun gerakan

dasarnya tetaplah sama karena hanya menggabungkan dua tarian dengan penambahan

pada sesi pedangannya saja

Babak ketiga diisi oleh Tari Satrionan, setelah Tari Klasikan selesai tampil,

para penari Tari Klasikan keluar meninggalkan area panggung dan bergantian dengan

penari Satrionan yang langsung memasuki panggung untuk menempati formasi

masing-masing sebelum nantinya menari seperti yang terlihat pada foto 4.7.

Foto 4.7. Babak 3 Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle Bengkle: Tari
Satrionan
(Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)
126

Pada foto 4.7 tampak babak ketiga pada pertunjukan Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle selanjutnya adalah Tari Satrionan. Gerakan pada tarian ketiga

ini terdiri dari 89 ragam gerak yang di dalamnya terdapat beberapa ragam gerak yang

diulangi karena merupakan gerakan transisi/peralihan seperti halnya gerak Besud,

gerak Sabetan dan beberpa gerak utama lainnya yang juga mengalami pengulangan

beberapa kali sehingga jika disusun berdasarkan jenis ragam gerak pokok terdapat 45

ragam gerak dalam Tari Satrionan diantaranya Jalan masuk panggung, Trecetan,

Onclangan, Tranjalan, Lumaksono, Tebah Bumi, Ulap-Ulap Tawing, Sabetan, Laku

Telu, Besud, Jengkeng, Srisig Manggolo, Capengan, Srisig, Tanjak Kiri, Tanjak

Kanan, Trecet Kiri, Trecet Kanan, Silangan Kambeng Muter, Silangan Kambeng

Ngarep, Kiprahan, Kiprahan Ngracik, Ulap-Ulap Ogek Lambung, Ulap-Ulap Ogek

Lambung Ngracik, Ulap-Ulap Tawing, Ulap-Ulap Tawing Ngracik, Usap Boro, Usap

Boro Ngracik, Mentang Miwir Sampur, Mentang Miwir Sampur Ngracik,

Gandrungan, Seblak Asta, Sambiran, Junjungan, Derab, Nunggang Jaran, Dolanan

Jaran, Oglangan Jaran, Orag Jaran, Laku Ngiwo Nengen, Ngglebak Ngarep,

Perangan, Obah Bahu, Loncatan Kanan Kiri, Loncatan Kanan Kiri Ngracik, Jalan

Keluar Panggung.

Pada babak Tari Satrionan ini, mempunyai paling banyak variasi jenis ragam

gerak jika dibandingkan dengan tarian lainnya yaitu Tari Rewo-Rewo, Tari Klasikan

dan Tari Klasikan Pedangan. Meskipun memiliki banyak jenis variasi ragam gerak

namun tetap dilakukan banyak variasi perpindahan gerak, permainan level, tempo
127

pada beberapa gerak dan variasi pola lantai untuk menambah nilai keindahan dalam

tarian.

Pada Tari Satrionan ini tidak terdapat adegan kesurupan maupun atraksi yang

dilakukan seperti pada tarian sebelumnya karena pada dasarnya Tari Satrionan

memang menitikberatkan pada keindahan gerak tari yang menceritakan tentang sosok

prajurit berkuda yang di dalamnya terkandung beberapa gerak kreasi baru yang

sewaktu-waktu bisa diubah sesuai dengan keadaan. Tidak seperti Tari Klasikan yang

telah menggunakan pakem gerak warisan turun temurun dari jaman dahulu dan masih

dipertahankan keasliannya. Tari Satrionan ini di tarikan oleh penari yang berbeda

dengan penari pada tarian sebelumnya dan pada beberapa kesempatan juga disisipi

oleh seorang penari cilik yang juga ikut membawakan Tari Satrionan sehingga.

Pada babak ke empat atau babak terakhir ditutup dengan Tari Klasik

Pedangan, setelah penari Tari Satrionan meninggalkan area panggung maka penari

Tari Klasik Pedangan masuk untuk mempersiapkan diri melanjutkan pertunjukan

seperti yang terlihat pada foto 4.8


128

Foto 4.8. Babak 4 Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle Bengkle: Tari
Klasik Pedangan. (Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)

Berdasar pada foto 4.8 di atas, babak keempat dari pertunjukan Kesenian

Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle sebagai penutup pertunjukan adalah Tari

Klasik Pedangan. Gerakan pada Tari Klasik Pedangan hanya terdiri dari 8 ragam

gerak yang semuanya berberda dan tidak memiliki ragam gerak peralihan/transisi

karena pada dasarnya semua ragam gerakan pada Tari Klasik Pedangan merupakan

satu kesatuan sehingga tidak memerlukan gerak penghubung. Ragam gerak Tari

Klasik Pedangan diantaranya adalah Jalan Masuk Panggung, Njipuk Keris, Glebagan

Jaran, Gajulan Mundur, Gajulan Maju, Pedangan, Tranjalan, dan Nguncup hingga

ditutup dengan adegan kesurupan kembali.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, jika dibandingkan dengan tarian

lainnya Tari Klasik Pedangan merupakan tarian yang memiliki paling sedikit jenis

dan urutan ragam gerak. Selain karena memang faktor stamina penari yang sudah

mulai menurun karena merupakan tarian paling akhir, di dalam ragam gerak tersebut

pun memiliki durasi yang cukup lama, misalnya pada ragam gerak inti yaitu ragam

Pedangan dilakukan selama 5x8 hitungan sehingga dalam satu ragam gerak saja

sudah memakan banyak waktu. Bahkan dalam beberapa kesempatan tampil, Tari

Klasik Pedangan ini dijadikan satu dengan Tari Klasik karena memiliki ragam gerak

yang mirip dan untuk mempersingkat waktu.


129

4.3.2.3 Akhir Pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

Bagian akhir pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

ditandai dengan kesurupan yang terjadi pada Tari Klasik Pedangan kemudian

pawang-pawang berusaha untuk menyembuhkan penari yang mengalami kesurupan

dan setelah semua penari telah sadar dari kesurupannya pertunjukan diakhiri dengan

dikumpulkannya properti jaranan yang dikenakan oleh penari lalu ditaruhlah sajen di

atas tumpukan properti jaranan tersebut untuk kemudian ketua paguyuban, penari dan

kru berkumpul di dekatnya guna berdoa bersama dan memberi penghormatan terakhir

kepada penonton seperti yang terlihat pada foto 4.9.

Foto 4.9. Bagian Akhir Pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle
(Sumber: Dokumentasi Octa, 22 Desember 2019)

Pada foto 4.9. dapat dilihat bahwa penari, ketua paguyuban, kru, dan beberapa

penonton berkumpul mengitari properti jaranan yang telah ditumpuk menjadi satu

lalu di tindih dengan sajen di atasnya sebagai ritual penutup untuk pertunjukan

kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle. Kemudian para kru, penari berdoa
130

bersama dipimpin oleh Bapak Judi selaku pawang dan Ketua Paguyuban sebagai

pertanda pertunjukan kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle telah selesai.

4.4 Elemen Pendukung Bentuk Pertunjukan Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle

4.4.1 Tema Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle mengangkat tema mengenai

keprajuritan yang dapat tercermin dari keseluruhan ragam gerak yang ada di dalam

seluruh sajian tarinya. Sebagian besar gerak yang terdapat pada masing-masing tarian

di dalam pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle menyajikan

ragam gerak yang ritmis, dinamis dan agresif/lincah melaui gerak properti jaranan,

imitasi gerak sesosok prajurit berkuda yang sedang akan atau sedang berperang. Hal

tersebut memang sengaja ditampilkan oleh penari untuk menimbulkan kesan

semangat dan meriah. Selain ditampilkan dari segi gerak, tema keprajuritan tersebut

juga terdapat pada makna lagu yang menjadi pengiring tarian seperti iringan lancaran

gambuh, sorak boto rubuh dan iringan bowo (suluk budhalan) yang inti syairnya

menceritakan mengenai sosok prajurit perang yang akan berangkat ke medan tempur.

Seperti yang disampaikan oleh Mas Arif (29 Oktober 2020).

“Ya, yang pertama. Kalau lagu gugur gunung itu intinya menceritakan tentang arti
kerja sama, gotong royong untuk membangun desa. Lirik-lirik dalam tembang Gugur
Gunung ini mengajarkan tentang kebersamaan, kekeluargaan dan ikhlas dalam
berbhakti dengan gotong royong. Dengan Gugur Gunung, ibaratnya pekerjaan sebesar
gunung akan dapat dikerjakan dan selesai jika dijiwai dengan semangat yang
terkandung dalam makna tembang tersebut. Lalu yang kedua lagu Kabupaten
Semarang atau Semarang Serasi itu tema dan inti cerita pada lagunya adalah ajakan
131

atau himbauan untuk semua warga semarang terutama generasi muda dalam bekerja
sama untuk membangun Kabupaten Semarang SERASI (sehat, rapih, aman, sejahtera,
dan indah). Kemudian untuk lagu Simpang Lima Ria itu ya intinya adalah
menggambarkan kondisi lapangan simpang lima yang ada di Simpang Lima, yang
terkenal menjadi kawasan yang menjadi pusat persimpangan 5 titik penting di pusat
Kota Semarang. Lagu Sorak Boto Rubuh itu intinya memiliki makna tentang sorak
sorai untuk menyambut keberangkatan prajurit dalam perjalanan menuju medan
perang kurang lebih sama dengan tema pada lagu di lancaran gambuh dan lagu bowo
suwuk budhalan. Selanjutnya lagu ngimpi juga menceritakan tentang perjalanan
seseorang dalam sebuah petualangan/pengelanaan mengelilingi dunia yang ternyata
hanya sebatas mimpi/angan-angan saja. Terakhir adalah lagu Empat Pilar itu
memiliki tema tentang kebangsaan yang menceritakan tentang empat pilar
kebangsaan Indonesia yaitu pancasila, UUD 45, Negara Kesatuan Republik
Indonesia, dan Semboyan Indonesia yaitu Bhinneka Tunggal Ika”.

Berdasarkan pernyataan Mas Arif pada saat wawancara pada tanggal 29

Oktober di atas, dapat diketahui bahwa dari 8 jenis musik iringan yang digunakan

untuk mengiringi pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

terdapat 3 lagu yang memiliki tema keprajuritan. Selain ketiga lagu tersebut memiliki

beberapa macam tema yakni tema persatuan/gotong royong pada lagu “Gugur

Gunung”, tema persuasif pembangunan Kabupaten Semarang pada lagu “Kabupaten

Semarang Serasi”, tema deskriptif tentang Simpang Lima Semarang pada lagu

“Simpang Lima Ria”, tema perjalanan pengembaraan sesorang yang ternyata hanya

sebatas mimpi dalam lagu “Ngimpi”, terakhir tema kebangsaan tentang empat pilar

kebangsaan negara Indonesia pada lagu “Empat Pilar”. Selain dilihat dari segi syair

lagu dan gerak tarian, tema keprajuritan dari Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle juga tercermin dari segi rias, kostum dan properti tariannya yang sangat

identik dengan penampilan seorang prajurit berkuda.


132

4.4.2 Gerak Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle mempunyai gerak-gerak

yang sederhana sebab Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle memang lahir

dan berkembang dari kalangan masyarakat desa Bengkle yang tercipta secara spontan

berdasarkan ilmu otodidak seluruh anggota Paguyuban Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle dari pengalaman menonton pertunjukan kesenian kuda

lumping lain. Berdasar pada observasi peneliti, gerak-gerak yang terdapat pada

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle merupakan hasil penyesuaian dari

beberapa unsur gerak tari Surakrta, seperti: ulap-ulap, trap jamang, dan ngilo asta,

namun dilakukan dengan gaya gerak tari kerakyatan pada umumnya yang lebih

sederhana.

Mengenai penamaan ragam gerak yang terdapat pada Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle selanjutnya akan dijelaskan dari pernyataan Bapak

Yulianto pada wawancara tanggal 29 Oktober 2020.

“Sebenarnya kalau mengenai ilmu teori seni tari seperti nama ragam-ragam
gerak sepeti itu sendiri kami kurang mengerti mbak, karena pada dasarnya diantara
semua anggota tidak ada yang mempunyai latar belakang pendidikan seni tari. Jadi
biasanya kami memberikan nama pada beberapa gerak tarian dengan istilah yang
kami spontan buat saja kemudian langsung mencontohkan geraknya dengan cara
mempraktekan geraknnya di depan anggota lain kemudian langsung ditiru”.

Berdasar pada pernyataan Bapak Yulianto pada wawancara tanggal 29

Oktober di atas dapat diketahui dalam hal pemberian nama gerakan pada Kesenian

Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle berasal dari spontanitas julukan atau istilah

dari penari atau penata tari saja. Bahkan terdapat beberapa ragam gerak yang tidak
133

memilki nama dari pihak Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle sehingga

terdapat beberapa nama ragam gerak yang dibuat oleh peneliti untuk mempermudah

proses pendeskripsian gerak. Pada saat proses pembuatan beberapa nama ragam gerak

dari peneliti dibuat dengan cara mengadaptasi beberapa unsur gerak tari yang ada

pada tari Jawa, khususnya yang berasal dari gerak tari Surakarta. Hal ini dilakukan

peneliti karena kemiripan gerak yang ada pada Kesenian Kuda Lumping Turonggo

Jati Bengkle memang terlihat mirip dengan gerak tari Surakarta tersebut. Sedangkan

untuk penamaan babak pada masing-masing tarian memang sudah ada sejak

diciptakannya tarian tersebut oleh generasi pendahulu Paguyuban Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle.

Gerak Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle tergolong ke dalam

jenis gerak murni, sebab masing-masing gerak memang tidak mengandung makna

tertentu dan hanya bertujuan untuk menciptakan nilai estetik saja. Sejak awal

penciptaan ragam gerak pada Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

terdapat beberapa perubahan/kreasi gerak terutama pada Tari Rewo-Rewo dan gerak

Tari Sartionannya. Sedangkan pada gerak Tari Klasikan dan Tari Klasik Pedangan

masih konsisten dari dulu hingga sekarang disetiap penampilannya selalu

menggunakan gerak yang sama. Maka dari itu, gerak pada Tari Klasikan dan Tari

Klasik Pedangan terkesan lebih sederhana jika dibandingkan dengan gerak Tari

Satrionan dan Tari Rewo-Rewo. Namun justru hal inilah yang menjadikan

pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle terasa unik/istimewa

karena kolaborasi antara konsistensinya dalam menjaga gerakannya tetep original,


134

klasik tetapi juga inovatif dalam satu kesatuan. Untuk memperjelas ragam gerak dan

urutannya di bawah ini peneliti telah sajikan deskripsi ragam gerak Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle dalam tabel 4.7.

Tabel 4.7 Deskripsi Ragam Gerak Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

1. Babak I Tari Rewo-Rewo

No Ragam Hitunga Gambar


Deskripsi
n
1 Lantunan iringan
gending Gugur
Gunung (penari
mempersiapkan
diri)
2 2x8 Pembawa acara
masuk masih
dengan lantunan
gending Gugur
Gunung
3 Jengkeng 2x8 Penari masuk ke
ngadep area panggung
jaran lalu langsung
mengambil posisi
masing-masing
membentuk
menjadi 2 baris,
lalu meletakkan
jaranan di bagian Foto 4.10 Pose Ragam
tengah barisan Jengkeng ngadep jaran
atau ditengah sela (Dokumentasi, Octaviani 23
antar penari yang Febuari 2020)
melakukan pose
jengkeng
menghadap ke
bagian dalam
barisan.
135

4 Laku telu 5x8 Jangkah kaki


kanan kemudian
kaki kiri srempet
di depan kaki
kanan lalu kaki
kanan mundur di
ikuti oleh
angkatan kaki
kiri, tangan dan
kepala mengikuti
kaki yang
berjalan, ketika Foto 4.11 Pose Ragam Gerak
salah satu kaki Laku telu (Dokumentasi,
diangkat maka Octaviani 23 Febuari 2020)
tangan yang sama
menekuk di
depan mukadan
tangan lainnya
mentang ke
samping.
Gerakan tersebut
satu rangkaian
dan dilakukan
berulang-ulang
5 Besut 1-4 Hoyog Badan ke
kanan, tangan
kanan mentang
lurus ke kanan
tangan kiri nekuk
di depan dan
tolehan ke kanan
seret kaki kiri

5-8 lalu tangan kanan


gantian nekuk di
depan dada, ukel Foto 4.12 Pose Gerak Besud
wutuh, tangan (Dokumentasi, Octaviani 23
kiri lurus, kaki Febuari 2020)
kanan junjung
lalu seleh
136

6 Ombak 2x8 Setalah ragam


banyu laku telu ragam
selanjutnya yaitu
ragam ombak
banyu, tangan
kanan mentang
lurus kedepan
kemudian diayun-
ayunkan kecil
kesamping kiri
begitu pula
dengan tangan Foto 4.13 Ombak banyu
kiri mentang (Dokumentasi, Octaviani 23
lurus kedepan Febuari 2020)
lalu di bawa ke
samping kanan,
gerakan tersebut
satu rangkaian
dan dilakukan
berulang ulang
7 Besud 1-4 Hoyog Badan ke
kanan, tangan
kanan mentang
lurus ke kanan
tangan kiri nekuk
di depan dan
tolehan ke kanan
seret kaki kiri
5-8 lalu tangan kanan
gantian nekuk di
depan dada, ukel
wutuh, tangan Foto 4.14 Pose Gerak Besud
kiri lurus, kaki (Dokumentasi, Octaviani 23
kanan junjung Febuari 2020)
lalu seleh
8 Trap 2-8 Setelah besud
Jamang penari melakukan
ragam gerak ulap
ulap trap jamang,
tangan kanan
ukel wutuh di
samping telinga
137

kanan tangan kiri Foto 4.15 Pose Ragam Gerak


ulap-ulap depan Trap Jamang (Dokumentasi,
alis kiri, kedua Octaviani 23 Febuari 2020)
kaki jinjit lalu
mendak,
selanjutnya
gantian tangan
kanan ulap-ulap
di depan alis
kanan tangan kiri
ukel wutuh di
samping telingan
kiri, kedua kaki
jinjit, mendak,
gerakan tersebut
satu rangkaian
dan dilakukan
dua kali
rangkaian
9 Trap 1-8 Masih tetap trap
jamang jamang namun
ngracik dengan hitungan
ngracik/lebih
cepat
10 Nyisir 1-8 Kedua tangan
nekuk depan dada
tangan kanan dan
kiri naik turun
secara bergantian

Foto 4.16 Pose Ragam Gerak


Nyisir (Dokumentasi, Octaviani
23 Febuari 2020)
138

11 Besud 1-4 Hoyog badan ke


kanan tangan
kanan mentang
lurus ke kanan
tangan kiri nekuk
di depan dan
tolehan ke kanan
seret kaki kiri
kemudian

5-8 Tangan kanan


bergantian nekuk Foto 4.17 Pose Gerak Besud
di depan dada (Dokumentasi, Octaviani 23
sambil ukel Febuari 2020)
wutuh, tangan
kiri lurus,
junjungan kaki
kanan lalu seleh
12 Trap 1-8 Setelah besud
jamang yaitu ragam gerak
trap jamang,
tangan kanan
ukel wutuh di
samping telinga
kanan tangan kiri
ulap ulap depan
alis kiri, kadua
kaki jinjit lalu
mendak, lalu
bergantian tangan Foto 4.18 Pose Ragam Gerak
kanan ulap ulap Trap jamang (Dokumentasi,
di depan alis Octaviani 23 Febuari 2020)
kanan tangan kiri
ukel wutuh di
samping telingan
kiri, kedua kaki
jinjit lalu
mendak, gerakan
tersebut satu
rangkaian dan
dilakukan dua
kali rangkaian
139

13 Trap 1-8 gerakan sama


jamang saja dengan trap
ngracik jamang biasanya
hanya dilakukan
dengan tempo
yang lebih cepat
14 Nyisir 3x8 Kedua tangan
nekuk depan dada
tangan kanan dan
kiri naik turun
secara bergantian

Foto 4.19 Pose Ragam Gerak


Nyisir (Dokumentasi, Octaviani
23 Febuari 2020)
15 Besud 1-4 Hoyog badan ke
kanan Tangan
kanan mentang
lurus ke kanan
tangan kiri nekuk
di depan dan
tolehan ke kanan
seret kaki kiri
kemudian
5-8 Tangan kanan Foto 4.20 Pose Gerak Besud
bergantian nekuk (Dokumentasi,Octaviani 23
di depan dada Febuari 2020)
sambil ukel
wutuh, tangan
kiri lurus,
junjungan kaki
kanan lalu seleh
140

16 Trap 2x8 Setelah besud


jamang yaitu ragam gerak
trap jamang,
tangan kanan
ukel wutuh di
samping telinga
kanan tangan kiri
ulap ulap depan
alis kiri, kadua
kaki jinjit lalu Foto 4.21 Pose Gerak Trap
mendak, lalu jamang (Dokumentasi,
bergantian tangan Octaviani 23 Febuari 2020)
kanan ulap ulap
di depan alis
kanan tangan kiri
ukel wutuh di
samping telingan
kiri, kedua kaki
jinjit lalu
mendak, gerakan
tersebut satu
rangkaian dan
dilakukan dua
kali rangkaian
17 Besud 1-4 Hoyog badan ke
kanan Tangan
kanan mentang
lurus ke kanan
tangan kiri nekuk
di depan dan
tolehan ke kanan
seret kaki kiri
kemudian
5-8 Tangan kanan Foto 4.22 Pose Gerak Besud
bergantian nekuk (Dokumentasi, Octaviani 23
di depan dada Febuari 2020)
sambil ukel
wutuh, tangan
kiri lurus,
junjungan kaki
kanan lalu seleh
141

18 Ombak 2x8 Setalah ragam


banyu laku telu ragam
selanjutnya yaitu
ragam ombak
banyu, tangan
kanan mentang
lurus kedepan
kemudian diayun-
ayunkan kecil
kesamping kiri
begitu pula
dengan tangan
kiri mentang Foto 4.23 Pose Gerak Ombak
lurus kedepan Banyu (Dokumentasi,
lalu di bawa ke Octaviani 23 Febuari 2020)
samping kanan,
gerakan tersebut
satu rangkaian
dan dilakukan
berulang ulang
19 Besud 1-4 Hoyog badan ke
kanan Tangan
kanan mentang
lurus ke kanan
tangan kiri nekuk
di depan dan
tolehan ke kanan
seret kaki kiri
kemudian

5-8 Tangan kanan


bergantian nekuk
di depan dada Foto 4.24 Pose Gerak Besud
sambil ukel (Dokumentasi, Octaviani 23
wutuh, tangan Febuari 2020)
kiri lurus,
junjungan kaki
kanan lalu seleh
142

20 Ngilo asta 1-8 Kedua


pergelangan
tangan silang di
depan dada, kaki
tanjak kiri, lalu
ingset jadi tanjak
kanan, kedua
tangan mentang
lurus ke samping,
tolehan ke kanan, Foto 4.25 Pose Gerak Ngilo
gerakan tersebut asta (Dokumentasi, Octaviani
merupakan satu 23 Febuari 2020)
rangkaian dan
diulang dua kali
rangkaian
21 Ngilo asto 1-8 Masih sama
ngracik ragam ngilo asto
namun dengan
hitungan ngracik
22 Pentangan 1x8 Kedua tangan di
rentangkan lurus
ke samping,
sambil badan di
goyangkan kecil
ke kanan dan ke
kiri, arah hadap
lurus ke depan. Foto 4.26 Pose Gerak
Gerakan Penthangan (Dokumentasi,
dilakukan secara Octaviani 23 Febuari 2020)
berulang selama
8 hitungan.
23 Ombak 1x8 Tangan kanan
banyu lurus kedepan
kemudian di
bawa ke samping
kiri bergantian
tangan kiri lurus
kedepan di bawa
ke samping kanan

Foto 4.27 Pose Gerak Ombak


143

banyu (Dokumentasi, Octaviani


24 Besud 1-4 Hoyog badan ke 23 Febuari 2020)
5-8 kanan Tangan
kanan mentang
lurus ke kanan
tangan kiri nekuk
di depan dan
tolehan ke kanan
seret kaki kiri
kemudian
Foto 4.28 Gerak Besud
Tangan kanan (Dokumentasi, Octaviani 23
bergantian nekuk Febuari 2020)
di depan dada
sambil ukel
wutuh, tangan
kiri lurus,
junjungan kaki
kanan lalu seleh
25 Jengkeng 4x8 Penari
ngadep meletakkan
jaran jaranan di bagian
tengah barisan
atau ditengah sela
antar penari yang
melakukan pose
jengkeng
menghadap ke
bagian dalam Foto 4.29 Jengkeng ngadep
barisan. jaran (Dokumentasi, Octaviani
23 Febuari 2020)
26 Dolanan 5x8 Penari
jaran mengambil jaran
(adep- kemudian
adepan) diayunkan
kedepan dan
kebelakang
sambil
menghentakan
kaki, gerakan Foto 4.30 Dolanan jaran
144

tersebut diulang (Dokumentasi, Octaviani 23


berulang ulang Febuari 2020)
27 Orag jaran 1x8 Penari mengubah
arah hadap yaitu
dengan
melakukan balik
kanan sambil
menggetarkan
properti
jaranannya
sebagai transisi Foto 4.31 Orag jaran
ke ragam gerak
selanjutnya. (Dokumentasi, Octaviani 23
Febuari 2020)

28 Tranjalan 3x8 Jalan dua


hentakan kea rah
depan/maju dan
ke
belakang/mundur
secara bergantian
dengan posisi
tangan masih Foto 4.32 Pose ragam gerak
sambil memaikan Tranjalan (Dokumentasi,
kuda Octaviani 23 Febuari 2020)

29 Dolanan 2x8 Setelah berjalan


jaran kedua ketua
(adep- barisan
adepan) berhadapan
beradu sambil
mainkan jaran

Foto 4.33 Pose Dolanan jaran


(Dokumentasi, Octaviani 23
Febuari 2020)
145

30 Puteran 4x8 Kedua barisan


masing-masing
saling berjalan
memutar ke arah
luar barisan untuk
nanti akhirnya
kembali pada
posisi awal lagi
namun sambil
tetap Foto 4.34 Pose Ragam Gerak
memainkan/meng Puteran (Dokumentasi,
ayunkan properti Octaviani 23 Febuari 2020)
jarananannya.
Lalu, kaki
dihentakkan
ketika sudah
sampai pada
posisi semula
kembali
31 Dolanan 2x8 Penari
jaran mengayunkan
properti jaranan
ke depan dan ke
belakang sambil
menghentakan
kaki, gerakan
tersebut diulang
berulang ulang Foto 4.35 Pose Dolanan jaran
(Dokumentasi, Octaviani 24
Febuari 2020)
32 Ancang- 1x8 Penari secara
ancang cepat melangkah
mundur ke
belakang lalu
secara cepat juga
berjalan maju
setelahnya seperti
orang yang Foto 4.36 Pose Ancang-ancang
hendak (Dokumentasi, Octaviani 24
menerjang/menye
Febuari 2020
ruduk lawannya
sambil tetap
146

menggetarkan
properti jaranan,
posisi badan agak
membungkuk,
pandangan tajam
melihat ke depan
layaknya orang
yang sedang
mengambil
ancang-ancang
untuk menyerang
lawan yang ada di
depannya.
33 Tunggang 2x8 Kaki kanan satu
an jaran langkah di depan
(ditempat) kaki kiri, lalu
badan di encot-
encot atau agak
memantul ke atas
ke bawah sambil
tetap mengenakan Foto 4.37 Pose Tunggangan
properti jaran (Dokumentasi, Octaviani
jaranannya dan 24 Febuari 2020
agak di kibaskan
ke kanan dan kiri.
34 Glebagan 1x8 Badan agak
jaran membungkuk,
kaki pasang pose
kuda-kuda,
pandangan lurus
ke depan sambil
mengayunkan/me
ngibaskan Foto 4.38 Pose Glebagan jaran
properti jaranan (Dokumentasi, Octaviani 24
ke kanan dan kiri
Febuari 2020
secara perlahan.
147

35 Puteran 3x8 Penari yang


jaran mulanya terbagi
menjadi 2 baris
perlahan berjalan
maju menyatu
menjadi satu
barisan dengan
bergantian
Foto 4.39 Pose Puteran jaran
menghentakan
salah satu kaki di (Dokumentasi, Octaviani 24
depan kaki Febuari 2020
lainnya sambil
membuat pola
kuncupan/lingkar
an dan berputar
dengan posisi
masih melingkar
selama beberapa
waktu.
36 Nguncung 1x8 Penari yang
nguncup tadinya berputar
dalam satu
barisan dengan
pola lantai
lingkaran masih
dalam jarak batas
yang agak
renggang
Foto 4.40 Pose Nguncung
kemudian
membuat pola nguncup (Dokumentasi,
lingkaran yang Octaviani 24 Febuari 2020
semakin sempit
atau semakin
dekat sehingga
terlihat seperti
hampir
berkumpul,
berhimpitan
dalam satu titik
temu.
148

37 Nguncung 1x8 Penari yang


megar tadinya berputar
dalam pola
lingkaran yang
sempit dan
terkumpul,
berhimpitan
dalam satu titik
temu kini Foto 4.41 Pose Nguncung
semakin berjarak megar (Dokumentasi, Octaviani
karena masing- 24 Febuari 2020
masing penari
melangkah
mundur ke luar
lingkaran
sehingga pola
lingkaran
semakin meluas.
38 Puteran 5x8 Setelah berganti
jaran posisi kemudian
menaiki jaran dan
membentuk pola
lantai lingkaran
berputar lalu
berjalan keluar
panggung dan
ada salah dua Foto 4.42. Pose Puteran jaran
penari yang (Dokumentasi, Octaviani 25
kesurupan. Febuari 2020)
39 Kesurupan Setelah penari
membentuk
posisi lingkaran
kemudian penari
keluar panggung
dan terdapat salah
dua penari yang
mengalami
kesurupan dalam
satu waktu, Foto 4.43 Penari kesurupan
penari pertama memakan bunga
yang kesurupan (Dokumentasi, Octaviani 23
langsung Febuari 2020)
149

berupaya
memakan bunga
mawar dan yang
satu berupaya
memakan arang,
kedua penari
kemudian
disembuhkan
oleh pawing
masing masing
dan setelah kedua
penari sadar Foto 4.44 Penari kesurupan
babak pertama memakan arang (Dokumentasi,
Tari Rewo Rewo Octaviani 23 Febuari 2020)
selesai
40 Atraksi 10-15 Setelah semua
Pecutan menit penari tari Rewo-
Rewo baik yang
kesurupan
maupun yang
tidak kesurupan
telah keluar dari
area pementasan
maka selanjutnya
akan diisi atraksi Foto 4.45 Atraksi Pecutan
pecutan yang (Dokumentasi, Octaviani 23
dilakukan oleh 3 Febuari 2020)
orang anggota
paguyuban
Kesenian Kuda
Lumping
Turonggo Jati
Bengkle untuk
mengisi jeda
waktu sebelum
tari Klasikan
dimulai.
150

2. Babak II Tari Klasikan

No Ragam Hitungan Deskripsi Gambar


1 4x8 Penari bersiap
siap memasuki
bagian yang
kedua dengan
diiringi tembang
pocung
2 Jengkeng 4x8 Penari jengkeng
ngadep (kaki kanan di
jaran tekuk ke arah
depan dan
telapak kaki
kanan mengarah
ke arah luar lalu
seluruh jari kaki
kanan ditekuk,
ditancapkan ke
tanah sebagai Foto 4.46 Pose Jengkeng
tumpuan badan, ngadep jaran (Dokumentasi,
kemudian kaki Octaviani 23 Febuari 2020)
kiri ditekuk ke
arah samping
badan dengan
posisi membuka
dan telapak kaki
kiri menapak) di
depan jaran
masing-masing
berhadapan
dengan
pasangan,
sambil
menunggu
iringan Gending
Pocung selesai
151

3 Sembahan 1-8 Penari


melakukan
sembahan
sebagai bentuk
penghormatan
pada seluruh
penonton serta
kepada Tuhan.
Posisi kepala
dan arah hadap Foto 4.47 Pose Sembahan
lurus ke depan, (Dokumentasi, Octaviani 23
kedua telapak Febuari 2020
tangan saling
menyatu di
depan dada
dengan posisi
siku lurus
sejajar diangkat
sehingga tidak
turun ke bawah,
kedua tangan
yang telah saling
menyatu
tersebut yang
tadinya telah
menghadap
lurus ke atas lalu
digerakkan ke
depan secara
perlahan sambil
kepala agak
ditundukkan
sedikit sebagai
simbol
penghormatan.
Kedua kaki
masih pada
sikap jengkeng.
152

Proses 1-8 Setelah


mengalun sembahan
gkan tali selesai penari
pengait mulai
properti mengalungkan
jaranan. tali yang ada
pada jaran ke
tubuh penari
masing-masing
Foto 4.48 Pose Penari
mengalungkan tali
(Dokumentasi, Octaviani 23
Febuari 2020)
4 Junjungan 1-8 Setelah selesai
kanan mengalungkan
tali pengait
properti jaranan
pada tubuh, lalu
penari berdiri
dengan posisi
menjunjung/me
ngangkat salah
satu yaitu kaki
kanan setinggi Foto 4.49 Pose Junjungan
lutut, sehingga kanan (Dokumentasi,
kaki kiri Octaviani 23 Febuari 2020)
menjadi
tumpuan berdiri
sampai
kemudian seleh
kanan sambil
tangan
mengangkat
properti
jaranana
setinggi dada.
Pandangan
melihat kea rah
samping kiri.
153

5 Dolanan 4x8 Selanjutnya


jaran adu setelah selesai
ngarep seleh kaki kanan
pada ragam
junjungan tadi,
masih dengan
posisi adu arep
(berhadapan)
penari
mengayunkan/m Foto 4.50 Pose Dolanan jaran
enggoyangkan adu ngarep (Dokumentasi,
properti jaranan Octaviani 23 Febuari 2020)
ke kanan dan
kekiri dengan
tempo sedang.
Pada raga mini
posisi kaki kiri
selangkah di
depan kaki
kanan dan agak
dihentakkan
secara halus,
badan tegak dan
kepala di
gelengkan ke
kanan dan ke
kiri secara halus
mengikuti
ayunan properti
jaranan. Arah
hadap ke depan
sehingga antar
penari saling
berhadapana
satu sama lain
154

6 Orag jaran 1x8 Lalu, sebagai


penghubung
antara ragam
sebelumnya
dengan ragam
selanjutnya
Ketika hendak
memasuki
ragam tranjalan, Foto 4.51 Pose Orag jaran
sebelumnya (Dokumentasi, Octaviani 23
masing-masing Febuari 2020)
penari pada
barisannya
melakukan
perpindahan
arah hadap yang
tadinya saling
berhadapan kini
melakukan
gerak hadap
kanan yang
mengakibatkan
salah satu baris
menghadap ke
arah penonton,
satu barisan
lainnya
menghadap ke
arah panggung
pemusik
sehingga dua
barisan sekarang
mengalami
perbedaan arah
hadap dan ketika
melakukan
gerak hadap
kanan tersebut
sambil
menggetarkan
properti
jaranannya.
155

7 Tranjalan 4x8 Masing-masing


barisan berjalan
maju dan
mundur double
step masing-
masing
dilakukan
selama 1x8
hitungan
kemudian
gerakan tersebut Foto 4.52 Ragam Gerak
di ulangi sekali Tranjalan (Dokumentasi,
lagi. Gerakan Octaviani 23 Febuari 2020)
tersebut
dilakukan
sambil tetap
memainkan
properti jaranan.
8 Orag jaran 1x8 Lalu, sebagai
gerak
penghubung
antara ragam
sebelumnya
dengan ragam
selanjutnya.
Ketika hendak
memasuki
ragam dolanan Foto 4.53 Pose Orag jaran
jaran ngadep (Dokumentasi, Octaviani 23
ngarep lagi, Febuari 2020)
sebelumnya
masing-masing
penari pada
barisannya
melakukan
perpindahan
arah hadap yang
tadinya saling
berlawanan arah
hadapnya, satu
baris
menghadap ke
156

arah penonton,
satu barisan
lainnya
menghadap ke
arah panggung
pemusik
sekarang
melakukan
gerak hadap kiri
sambil
menggetarkan
properti
jaranannya
sehingga
sekarang sudah
saling
berhadapan lagi
seperti semula.
9 Dolanan 4x8 Selanjutnya
jaran adu setelah ragam
ngarep orag jaran
sekarang sudah
saling
berhadapan
kembali
mengayunkan/m
enggoyangkan
properti jaranan
ke kanan dan
kekiri dengan Foto 4.54 Pose Dolanan jaran
tempo sedang. adu ngarep (Dokumentasi,
Pada ragam ini Octaviani 23 Febuari 2020
posisi kaki kiri
selangkah di
depan kaki
kanan dan agak
dihentakkan
secara halus,
badan tegak dan
kepala di
gelengkan ke
kanan dan ke
157

kiri secara halus


mengikuti
ayunan properti
jaranan.
10 Orag jaran 1x8 Lalu, sebagai
gerak
penghubung
antara ragam
sebelumnya
dengan ragam
selanjutnya.
Ketika hendak
memasuki
ragam gajulan Foto 4.55 Pose Orag jaran
maju, (Dokumentasi, Octaviani 23
sebelumnya Febuari 2020
masing-masing
penari pada
barisannya
melakukan
pergeseran
posisi ke arah
samping kiri
badan penari
sambil
menggetarkan
properti
jaranannya
sehingga
sekarang posisi
barisan penari
semakin
mendekat ke
area penonton
dan agak lebih
jauh dari area
panggung
pemusik.
158

11 Gajulan 5x8 Setelah


maju melakukan
ragam gerak
orag jaran tadi
sehingga arah
hadap semua
penari sekarang
menghadap ke
area panggung
pemusik lalu Foto 4.56 Gajulan maju
melakuakan (Dokumentasi, Octaviani 23
jalan dobel step Febuari 2020)
dengan sikap
kaki yang ada di
di depan kaki
lainnya
menggajul/meng
hentakkan tumit
ke tanah dan jari
kaki nylekenting
sehingga bagian
depan kaki agak
menanjak ke
atas, gerakan
nggajul ini
dilakuakan
secara gantian
antara kaki
kanan dan kaki
kiri sambil
bergerak maju
dan tangan tetap
memainkan
properti jaranan
untuk menuju ke
pola lantai
selanjutnya.
159

12 Dolanan 3x8 Setelah ragam


jaranan gajulan maju
madep selesai, penari
ngarep melakukan
ragam gerak
dolanan jaranan
madep ngarep
yaitu gerakan
memainkan/men Foto 4.57 Ragam gerak
goyangkan Dolanan jaranan madep ngarep
properti jaranan (Dokumentasi, Octaviani 23
ke kanan dan ke Febuari 2020)
kiri secara
perlahan sambil
menghentakkan
kaki kanan, kali
ini penari
semuanya
menghadap ke
area penonton.
13 Orag jaran 2x8 Setelah
melakukan
ragam gerak
Dolanan Jaran
Madep Ngarep,
untuk peralihan
dilakukan ragam
gerak orag jaran
kembali dengan Foto 4.58 Ragam gerak Orag
cara melakukan jaran (Dokumentasi, Octaviani
gerak berjalan 23 Febuari 2020)
mundur,
kemudian maju
lagi secara cepat
sambil tetap
menggetarkan
properti jaranan.
160

14 Derab 3x8 Setelah


jaran (di melakukan
tempat) ragam orag jaran
tadi, penari
kembali
menghimpitkan
properti jaranan
diantara sela
kaki sebagai
simbolik penari
sedang menaiki Foto 4.59 Ragam gerak Derab
kuda perang jaran (Dokumentasi, Octaviani
sambil 23 Febuari 2020)
menghentakkan
kaki kiri di
depan kaki
kanan, badan
tegak mengikuti
ayunan properti
jaranan yang di
kibaskan secara
perlahan ke arah
kanan dan kiri.
Semua tangan
penari
memegang
kepala/ leher
jaranan, namun
untuk ketua
barisan tangan
kiri memegang
leher/kepala
jaranan, tangan
kanan
memegang
keris.
161

15 Glebagan 1-8 Badan bungkuk


jaran jaran diayunkan
ke kanan dan ke
kiri. Tangan
masih
memegang leher
properti jaranan.
Pandangan
melihat tajam ke
depan. Foto 4.60 Ragam Gerak
Glebagan jaran (Dokumentasi,
Octaviani 23 Febuari 2020)

16 Gajulan 4x8 Penari


mundur melakukan
gerak hentakkan
salah satu kaki
kea rah samping
badan, sambil
melangkah
mundur ke be
lakang sambil Foto 4.61. Ragam Gerak
kedua tangan Gajulan mundur
masih (Dokumentasi, Octaviani 23
memegang leher Febuari 2020)
jaran.
17 Derab 1x8 Penari
maju melakukan
gerak berjalan
double step ke
arah depan
dengan sambil
agak
mengkelok-
kelokan Foto 4.62 Ragam Derab maju
langkahnya ke (Dokumentasi, Octaviani 23
kanan dan kiri. Febuari 2020)
162

18 Glebagan 1-8 Badan bungkuk


jaran jaran diayunkan
ke kanan dan ke
kiri dengan kaki
kiri berada pada
posisi
mancal/nggajul.
Tangan masih
memegang leher
properti jaranan
dan pandangan Foto 4.63 Ragam Gerak
melihat tajam ke Glebagan jaran (Dokumentasi,
arah depan. Octaviani 23 Febuari 2020)
19 Derab 5x8 Jalan berganti
kuncupan pola lantai
menjadi
berbentuk
lingkaran yang
menyempit
kemudian para
penari
memainkan
properti jaranan. Foto 4.64 Ragam Gerak Derab
Lalu mereka kuncupan
berputar dalam (Dokumentasi, Octaviani 23
kondisi masih Febuari 2020)
membentuk
formasi
lingkaran/kuncu
p tersebut
semakin lama
gerak
berputarnya
semakin cepat
hingga salah
satu penari
mengalami
kesurupan
kembali.
163

3. Babak III Tari Satrionan

No Ragam Hitungan Deskripsi Gambar


1 Jalan 1-8 Penari persiapan
masuk berjalan menuju
panggung panggung

Foto 4.65 Penari Persiapan


(Dokumentasi, Octa 10 Oktober
2020)
Menempat 1-8 Penari jalan
i formasi dengan
atau pola membawa jaran
lantai 1. dan mencari
posisi pertama

Foto 4.66 Pola Lantai I


(Dokumentasi, Octa 10 Oktober
2020)

2 Trecetan 1-2 Silang kaki


kanan ke kiri
3-4 Jangkah kiri
kemudian
gebrak hadap
kiri, kedua
tangan
membawa jaran
5-8 Trecet (kedua
kaki jinjit kecil) Foto 4.67 Pose Ragam Gerak
hadap kiri, Trecetan (Dokumentasi, Octa 10
tangan sambil Oktober 2020)
memegang jaran
1-4 Trecet hadap
belakang
5-8 Ngglebak, atau
164

berganti arah ke
depan kemudian
gebrak
3 Onclangan 2x8 Onclang
(lompatan)
dilakukan ke
depan dan
kesamping kiri,
tangan masih
membawa jaran
kepala
mengikuti kaki Foto 4.68 Pose Ragam Onclangan
(Dokumentasi, Octa 10 Oktober
2020)
4 Tranjalan 1-4 Napak kanan
kiri ke samping
kanan dilakukan
dua kali
5-6 Mundur kaki
kiri, junjung
kaki kanan
Foto 4.69 Pose Ragam Tranjalan
(Dokumentasi, Octa 10 Oktober
2020)
5 Lumaksono 7-8 Jalan kedepan
tangan kanan
kambeng tangan
kiri membawa
jaran
1-8 Masih
lumaksono
hadap depan
Foto 4.70 Pose Ragam
Lumaksono (Dokumentasi, Octa
10 Oktober 2020)
6 Tebah 1-8 Kaki dan tangan
bumi dihentakan
secara bersama
sama tolehan ke
kanan
165

Foto 4.71 Pose Ragam Tebah


bumi (Dokumentasi, Octa 10
Oktober 2020)
7 Ulap ulap 1-4 Setelah itu
tawing tangan kanan di
bawa ke depan
alis kanan lalu
tawing di depan
dada dilakukan
dua kali
rangkaian, kaki
tanjak kanan. Foto 4.72 Pose Ragam Gerak
Ulap ulap tawing (Dokumentasi,
Octa 10 Oktober 2020)
8 Sabetan 5-6 Badan hoyog ke
kanan tangan
kanan lurus
mentang tangan
kiri nekuk di
depan dada
7-8 Kaki kanan jojor
tekuk, badan
lurus, tangan Foto 4.73 Pose Ragam Sabetan
kanan nekuk (Dokumentasi, Octa 10 Oktober
tangan kiri lurus 2020)
1-2 Seleh kaki
kanan, toleh ke
kiri, tangan kiri
lurus tangan
kanan nekuk
3-4 Gedeg, kaki kiri
di angkat
5-8 Jomplang, seleh
kiri kaki kanan
nekuk lalu seleh
jadi tanjak
kanan, mentang
tangan kanan Foto 4.74 Pose Gedeg, angkat
nekuk kiri kaki kiri (Dokumentasi, Octa 10
Oktober 2020)
166

9 Laku telu 2x8 Laku telu,


1-4 jangkah kanan,
srimpet kiri
mundur kanan
jangkah kiri,
(satu rangkaian)
diulang
sebanyak 2
rangkaian ke
depan dan ke Foto 4.75 Pose Ragam Gerak
belakang Laku telu (Dokumentasi, Octa
10 Besud 5-8 Besud (hadap 10 Oktober 2020)
kiri)
11 Laku telu 2x8 Laku telu,
1-4 jangkah kanan,
srimpet kiri
mundur kanan
jangkah kiri,
(satu rangkaian)
diulang
sebanyak 2 Foto 4.76 Pose Ragam Gerak
rangkaian ke Besud (Dokumentasi, Octa 10
depan dan ke Oktober 2020)
belakang
12 5-8 Besud
13 Tranjalan 1-4 Loncat ke
samping kanan
dua kali
hitungan ke
empat kaki
kanan diangkat
5-8 Loncat ke
samping kiri dua
kali hitungan ke
Foto 4.77 Pose Ragam Tranjalan
empat kaki kiri
(Dokumentasi, Octa 10 Oktober
diangkat
2020)
dilakukan dua
kali rangkaian
1-4 Jomplangan
5-8 Besud
167

14 Jengkeng 1-8 Jengkeng (posisi


duduk di atas
kaki. Kaki
kanan sebagai
tumpuan duduk
dan kaki kiri
membuka ke
arah samping.
Telapak tangan
kiri menyentuh Foto 4.78 Pose Ragam Gerak
paha atas kaki Jengkeng (Dokumentasi, Octa 10
kiri dengan Oktober 2020)
posisi siku di
angkat ke atas
(supaya posisi
badan tetap
tegak) sebagai
penyangga
badan bagian
atas serta tangan
di letakkan di
atas pangkal
paha kaki kanan.
Properti jaranan
di letakkan di
depan penari
dan pandangan
melihat ke arah
kiri.
15 Srisig 2x8 Penari yang
manggala posisi berada di
depan sendiri
(berperan
menjadi
panglima/mangg
ala) berdiri
kemudian srisig
menuju barisan
belakang Foto 4.79 Pose Ragam Gerak
Srisig manggala (Dokumentasi,
Octa 10 Oktober 2020)
168

16 Capengan 1-4 Penari


Manggala sudah
berhenti srisig
dan berada di
posisi baris
kedua
(belakang)
untuk
melakukan Foto 4.80 Pose Ragam Gerak
gerak capengan Capengan (Dokumentasi, Octa 10
kedua tangan Oktober 2020)
disilangkan di
depan dada
kemudian geter
lalu kedua
tangan mentang
lurus, diikut
penari yang
masih duduk
melakukan
gerakan gedeg
(dagu diangakat
ditarik ke
belakang lalu
hadap depan)
17 Sabetan 5-6 Badan hoyog ke
kanan tangan
kanan lurus
mentang tangan
kiri nekuk di
depan dada,
7-8 Kaki kanan jojor
tekuk, badan
lurus, tangan
kanan nekuk Foto 4.81 Pose Ragam Gerak
tangan kiri lurus Sabetan (Dokumentasi, Octa 10
1-2 Untuk penari Oktober 2020)
selain manggala
kembali
jengkeng,
sedangkan untuk
penari manggala
169

masih bergerk
dan berdiri
melakukan
gerak seleh kaki
kanan, toleh ke
kiri, tangan kiri
lurus tangan
kanan nekuk
3-4 Gedeg, kaki kiri
di angkat
5-8 Jomplang, seleh
kiri kaki kanan
nekuk lalu seleh,
tanjak kanan,
mentang tangan
kanan nekuk kiri
1-4 Berdiri

18 Lumaksono 5-8 Lumaksono tiga


kali, dimulai
dari kaki kanan,
kiri kanan, lalu
tanjak kembali
tangan masih
kambeng.
1-2 Ngglebak ke
belakang
kembali yang Foto 4.83 Pose Ragam Gerak
ketua masih Lumaksono (Dokumentasi, Octa
berdiri, untuk 10 Oktober 2020)
penari yang lain
level sedang
3-4 Diam
19 Sabetan 5-6 Badan hoyog ke
kanan tangan
kanan lurus
mentang tangan
kiri nekuk di
depan dada,
sabetan hanya
manggala/pangli
ma saja, penari
170

lain diam dan Foto 4.84 Pose Ragam Gerak


jengkeng. Sabetan (Dokumentasi, Octa 10
Oktober 2020)
7-8 Kaki kanan jojor
tekuk, badan
lurus, tangan
kanan nekuk
tangan kiri lurus
1-2 Seleh kaki
kanan, toleh ke
kiri, tangan kiri
lurus tangan
kanan nekuk
3-4 Gedeg, kaki kiri
di angkat
5-8 Jomplang, seleh
kiri kaki kanan
nekuk lalu seleh,
tanjak kanan,
mentang tangan
kanan nekuk kiri

Foto 4.85 Pose saat manggala


melakukan gerak Jomplangan
(Dokumentasi, Octa 10 Oktober
2020)
20 Tranjalan 1-4 Jangkah kiri,
kanan, kiri dan
kanan masih
kambeng
5-8 Besud

Foto 4.86 Pose Ragam Gerak


Tranjalan (Dokumentasi, Octa 10
Oktober 2020)
171

21 Srisig 3x8 Jalan kecil-kecil


sambil agak
berjinjit, tangan
kanan kambeng
sambil kebyok
sampur tangan
kiri kambeng,
kemudian
manggala tetap Foto 4.87 Pose Ragam Gerak
berdiri Srisig (Dokumentasi, Octa 10
sedangkan Oktober 2020)
penari lain
jengkeng
kembali
22 Capengan 1-8 Kedua tangan
silang depan
dada lalu
mentang kedua
tangan
dilakukan
sebanyak 4 x,
sambil kaki
ingset ke kanan
dan kiri, badan
dan arah
pandangan
mengikuti Foto 4.88 Pose Ragam Gerak
ingsetan kaki, Capengan (Dokumentasi, Octa 10
gerak terakhir Oktober 2020)
sambil badan
getar
23 Tanjak 1-8 Tanjak kiri
Kiri tangan kiri
nekuk ke atas
tangan kambeng
sambil ukel
wutuh lalu
pacak gulu dan
kedua tangan
merentang ke Foto 4.89 Pose Ragam Gerak
atas Tanjak Kiri (Dokumentasi, Octa
10 Oktober 2020)
172

24 1-2 Trecet ke kiri,


tangan kanan
ulap ulap tangan
kiri kambeng
tolehan ke kanan
3-4 Keplek asto
5-8 Ogek lambung
25 Trecet Kiri 1-4 Trecet ke kanan,
tangan kiri ulap
ulap, tangan
kanan kambeng
3-4 Keplek asto
5-8 Ogek lambung
1-4 Lumaksono
26 Trecet
Sabetan 5-6 Badan hoyog ke
kanan tangan
kanan lurus
mentang tangan
kiri nekuk di
depan dada,
7-8 Kaki kanan jojor
tekuk, badan
lurus, tangan
kanan nekuk Foto 4.91 Pose Ragam Gerak
tangan kiri lurus Sabetan (Dokumentasi, Octa 10
27 Silangan 1-2 Seleh kaki Oktober 2020)
Kambeng kanan, toleh ke
(memutar) kiri, tangan kiri
lurus tangan
kanan nekuk
3-4 Gedeg, kaki kiri
di angkat, kedua
tangan silang di
depan dada
dalam satu Foto 4.92 Pose Ragam Gerak
hitungan saja, Silangan Kambeng (memutar)
kemudian (Dokumentasi, Octa 10 Oktober
dilanjutkan 2020)
dengan gerakan
kambeng kedua
tangan.
173

5-8 panggel lengan


kanan dan kiri
secara
bergantian
hanya saja arah
hadapnya yang
berubah-ubah ke
arah kanan dan
kiri bergantian
untuk manggala
sedangkan untuk
penari lainnya
tangan sama-
sama melakukan
gerak panggel
namun berada
dalam posisi
jengkeng tinggi
(setengah
berdiri) sambil
berubah arah, ke
arah kanan
secara terus
menerus hingga
satu putaran.
28 Silang 1-2 kedua tangan
kambeng masih
(depan) melakukan
gerak silang di
depan dada lalu
kambeng namun
sudah tidak
memutar arah
sehingga hanya Foto 4.93. Pose Ragam Gerak
hadap depan Silangan Kambeng (depan)
saja seperti (Dokumentasi, Octa 10 Oktober
biasa. 2020)
174

3-4 kedua tangan


silang lagi di
depan dada lalu
kedua tangan
mentang ke atas
sambil badan
masih dalam
posisi jengkeng
tinggi (setengah
berdiri) dan
hadap lurus ke
depan.
29 5-8 Besud tanjak
kiri

30 Kiprahan 1-8 Tanjak kanan,


tangan kiri
nekuk tangan
kanan mentang,
kepala ke bawah
dan ke atas
31 Kiprahan 1-8 Masih dengan
Ngracik gerakan yang
sama namun Foto 4.95 Pose Ragam Gerak
hitungan ngracik Kiprahan (Dokumentasi, Octa
10 Oktober 2020)
32 Ulap-Ulap 1-8 Tangan kanan
Ogek ulap-ulap tangan
Lambung kiri kambeng
sambil ogek
lambung
33 Ulap-Ulap 1-8 Masih dengan
Ogek gerakan yang
Lambung sama namun
Ngracik hitungan ngracik Foto 4.96 Pose Ragam Gerak
Ulap-Ulap Ogek Lambung
(Dokumentasi, Octa 10 Oktober
2020)
175

34 Ulap ulap 1-8 Tangan kanan


tawing ulap ulap tangan
kiri kambeng,
sambil badan
lurus kemudian
mendak, lalu
tangan kanan
tawing tangan
kiri masih
kambeng di
barengi dengan
ogek lambung
dilakuakn
bergantian
dengan tangan
kiri
35 Ulap Ulap 1-8 Masih dengan
Tawing gerakan yang
Ngracik sama namun
hitungan ngracik Foto 4.97 Pose Ragam Gerak
36 Usap Boro 1-8 Tangan kiri Ulap-Ulap Tawing
miwir sampur
tangan kanan
usap boro samir
sebelah kanan
sambil jangakah
kanan kiri,
kemudian
tangan kanan di
bawa ke depan
alis tangan kiri
masih miwir
sampur
37 Usap Boro 1-8 Masih dengan
Ngracik gerakan yang Foto 4.98 Pose Ragam Gerak
sama namun Usap Boro (Dokumentasi, Octa
hitungan ngracik 10 Oktober 2020)

38 Usap Boro 1-8 Tanjak Kiri


kemudian kedua
tangan usap
diatas alis
176

kemudian, usap
boro samir
39 Usap boro 1-8 Masih dengan
ngracik gerakan yang
sama namun
hitungan ngracik
40 Mentang 1-8 Tangan kiri
miwir miwir sampur
sampur tangan kanan
mentang sambil
jangkah kanan
kiri
41 Mentang 1-8 Masih dengan
miwir gerakan yang
sampur sama namun
ngracik hitungan ngracik Foto 4.99 Pose Ragam Gerak
Mentang miwir sampur
(Dokumentasi, Octa 10 Oktober
2020)
42 Gandrung 5x8 Gandrungan
an adalah gerakan
yang hanya
dilakukan oleh
penari manggala
yaitu serupa
dengan gerakan
ulap-ulap dan
seblak sampur,
enjer salah satu Foto 4.100 Pose Ragam Gerak
sampur, Gandrungan (Dokumentasi, Octa
lumaksono ke 10 Oktober 2020)
beberapa arah
untuk mengitari
penari lain
sebagai simbol
sedang
mengawasi dan
memberi arahan
kepada penari
lain yang
berperan sebagai
prajurit
177

bawahannya
sedangkan
penari selain
manggala hanya
melakukan sikap
sempok yaitu
kaki kiri di
tekuk ke depan
hingga telapak
kaki kiri
menyentuh paha
kanan,
kemudian kaki
kanan ditekuk
ke belakang
hingga
punggung kaki
kanan
menyentuh
lantai, tubuh
tetap pada posisi
tegap dan
pandangan
melihat ke arah
depan melihat
sang penari
manggala,
tangan fleksibel
bisa digunakan
sebagai
penyangga
badan dan
properti jaranan
di letakkan di
depan penari)
178

43 Seblakan 1-8 Gerak hentakan


asta tangan kanan
manggala yang
dilakukan secara
bergantian kea
rah atas dan
bawah, untuk
tangan kirinya
juga melakukan
hal yang sama Foto 4.101 Pose Ragam Gerak
namun sambil Seblakan asta (Dokumentasi,
memainkan Octa 10 Oktober 2020)
ujung sampur,
kaki dalam
posisi tanjak dan
gerak kepala
mengikuti arah
gerak tangan
kanan.
44 Sabetan 1-8 Badan hoyog ke
kanan tangan
kanan lurus
mentang tangan
kiri nekuk di
depan dada,
Kaki kanan jojor
tekuk, badan
Foto 4.102. Pose Ragam Gerak
lurus, tangan
Sabetan (Dokumentasi, Octa 10
kanan nekuk
Oktober 2020)
tangan kiri lurus
45 Tebah 1-8 Tebah bumi
bumi kanan kiri
Kaki dan tangan
dihentakan
secara bersama
sama tolehan ke
kanan

Foto 4.103. Pose Ragam Gerak


Tebah bumi (Dokumentasi, Octa
10 Oktober 2020)
179

46 Ulap-ulap 1-8 Tangan kanan


tawing ulap ulap tangan
kiri kambeng,
sambil badan
lurus kemudian
mendak, lalu
tangan kanan
tawing tangan
kiri masih
kambeng di
barengi dengan
Foto 4.104. Pose Ragam Gerak
ogek lambung
Ulap-ulap tawing (Dokumentasi,
dilakuakn
Octa 10 Oktober 2020)
bergantian
dengan tangan
kiri
47 Srisig 4x8 Jalan kecil-kecil
sambil agak
berjinjit, tangan
kanan kambeng
sambil kebyok
sampur tangan
kiri kambeng.
Srisig hanya
dilakukan oleh
manggala yang Foto 4.105 Pose Ragam Gerak
satu kali putaran Srisig (Dokumentasi, Octa 10
memngitari Oktober 2020)
properti jaranan
48 Jengkeng 1-8 Setelah
manggala
melakukan
srisig tadi
dilanjutkan
dengan
jengkeng
kembali yaitu
Foto 4.106 Pose Ragam Gerak
posisi duduk di
Jengkeng (Dokumentasi, Octa
atas kaki. Kaki
10 Oktober 2020)
kanan sebagai
tumpuan duduk
dan kaki kiri
180

membuka ke
arah samping.
Telapak tangan
kiri menyentuh
paha atas kaki
kiri dengan
posisi siku di
angkat ke atas
(supaya posisi
badan tetap
tegak) sebagai
penyangga
badan bagian
atas serta tangan
di letakkan di
atas pangkal
paha kaki kanan.
Properti jaranan
di letakkan di
depan penari
dan pandangan
melihat ke arah
kiri. Sedangkan
untuk penari
lainnya masih
melakukan sikap
sompok.
1-4 Berdiri
kemudian
mengambil jaran
49 5-8 Jalan dobel step
1x8 mula-mula ke
arah depan lalu
balik kanan
untuk lanjut
jalan double step
ke arah belakang
sambil tangan
memainkan
properti jaranan
yang diangkat.
181

50 Junjungan 1-4 Angkat kaki


kanan, seleh,
lalu ngglebak
angkat kaki kiri,
seleh (arah
hadap dan gestur
tubuh
mengikuti/ sama Foto 4.108. Pose Ragam Gerak
dengan kaki Junjungan (Dokumentasi, Octa
yang sedang 10 Oktober 2020)
diangkat).

5-8 dilanjutkan
dengan gerakan
berlari kecil di
tempat (trecet)
sambil agak
berjinjit serta
tangan berada di
leher properti Foto 4.109 Pose Ragam Gerak
jaranan yang Junjungan (lari kecil di tempat)
telah diselipkan (Dokumentasi, Octa 10 Oktober
pada sela-sela 2020)
kaki (seperti
orang yang
sedang berkuda)
1-4 Angkat kaki
kanan, seleh,
lalu ngglebak
angkat kaki kiri,
seleh (arah
hadap dan gestur
tubuh
mengikuti/ sama
dengan kaki
yang sedang
diangkat) lalu
langsung
dilanjutkan
dengan ragam
gerak laku telu.
182

51 Laku telu 5-8 + Laku telu,


1x8 jangkah kanan,
srimpet kiri
mundur kanan
jangkah kiri,
gerakan tersebut
satu rangkaian
dilakukan 3 kali
rangkaian yaitu
ke belakang, ke
depan dan ke Foto 4.110 Pose Ragam Gerak
belakang Laku telu (Dokumentasi, Octa
10 Oktober 2020)
52 Derab 1x8 Jalan ke arah
belakang secara
patah-patah 3
langkah/triple
step sambil
tangan masih
memanggut-
manggutkan jaran
lalu junjung kaki Foto 4.111 Pose Ragam Gerak
kiri sambil badan Derab (Dokumentasi, Octa 10
ngglebag/berbalik Oktober 2020)
dengan cepat ke
arah kiri badan
penari atau arah
depan panggung.
Gerakan yang
sama dilakukan
kembali dengan
arah sebaliknya.
53 Laku telu 1x8 Laku telu, jangkah
kanan, srimpet kiri
mundur kanan
jangkah kiri,
gerakan tersebut
satu rangkaian
dilakukan 2 kali
rangkaian yaitu ke
Foto 4.112 Pose Ragam Gerak
belakang dan ke
Laku telu (Dokumentasi, Octa
depan.
10 Oktober 2020)
183

54 Derab 1x8+ 1-4 Kaki kanan


gedruk ke depan,
ke belakang secara
bergantian dengan
tempo cepat
sambil memainkan
/memanggutkan
properti jaranan ke
ke kanan dan ke
kiri secara Foto 4.113 Pose Ragam Gerak
bergantian Derab (Dokumentasi, Octa 10
menyesuaikan Oktober 2020)
dengan gerakan
kaki. Tangan
masih memegang
leher properti
jaranan.
55 Trecet 5-8 + Kaki jinjit lari
(pindah- 3x8 kecil kecil
pindah sambil
arah mengangkat dan
hadap) menggetarkan
properti jaranan,
trecet dilakukan
mu la-mula
hadap depan,
kemudian ke Foto 4.114 Pose Ragam Gerak
samping kiri dan Trecet (Dokumentasi, Octa 10
belakang Oktober 2020)

56 Trecet 1-4 Kaki srimpet


(hadap sambil
depan) mengayunkan
jaran
5-8 Kaki jinjit lari
kecil kecil
sambil
mengangkat dan
menggetarkan Foto 4.115 Pose Ragam Gerak
properti jaranan Trecet (hadap depan)
(Dokumentasi, Octa 10 Oktober
2020)
184

57 Trecet 1-4 Angkat kaki kiri


(hadap lalu kaki kanan
belakang) maju selangkah
di susul dengan
kaki kiri maju
satu langkah lalu
balik kanan
sehingga
sekarang
menghadap Foto 4.116. Pose Ragam Gerak
belakang lalu Trecet (hadap belakang)
melompat satu (Dokumentasi, Octa 10 Oktober
kali tangan tetap 2020)
sambil
mengayunkan
(saat berpindah
arah hadap) lalu
mengangkat dan
menggetarkan
properti jaranan

5-8 kaki trecet


menghadap
belakang sambil
mengangkat dan
menggetarkan
properti jaranan
jaran
58 Trecet 1-4 Angkat kaki kiri
(hadap lalu kaki kanan
depan) maju selangkah
kembali di susul dengan
kaki kiri maju
satu langkah lalu
balik kanan
sehingga
sekarang sudah
menghadap ke Foto 4.117 Pose Ragam Gerak
depan lagi lalu Trecet (hadap depan)
melompat satu (Dokumentasi, Octa 10 Oktober
kali tangan tetap 2020)
sambil
185

mengayunkan
(saat berpindah
arah hadap) lalu
mengangkat dan
menggetarkan
properti jaranan

5-8 kaki trecet


menghadap
depan sambil
mengangkat dan
menggetarkan
properti jaranan
jaran
60 Nunggang 2x8 Kaki bergerak
jaran seperti sedang
berjalan di
tempat namun
dengan agak
berjingkrak dan
tempo agak
cepat dan arah
pandangan Foto 4.118 Pose Ragam Gerak
melihat lurus ke Nunggang jaran (Dokumentasi,
depan, posisi Octa 10 Oktober 2020)
badan masih
tegap, properti
jaranan masih
melekat di sela-
sela kaki, kedua
tangan
memegang erat
leher properti
jaranan sambil
agak dihentak-
hentakkan kecil
layaknya gerak
seorang prajurit
yang sedang
berkuda.
Gerakan ini
dilakukan
186

sambil
melakukan
perpindahan
posisi penari
menuju pola
lantai
selanjutnya
61 Dolanan 2x8 Gerak kaki
jaran kanan dan kiri
naik turun kaki
dalam posisi di
buka lebar
secara
bergantian
sambil
mengayunkan
properti jaranan Foto 4.119 Pose Ragam Gerak
ke kanan dan ke Dolanan jaran (Dokumentasi,
kiri mengikuti Octa 10 Oktober 2020)
kaki yang
sedang diangkat
(jika kaki kanan
sedang diangkat
maka jaranan
juga di ayunkan
ke arah kanan
dan sebaliknya)
tolehan sama
dengan arah
ayunanan jaran.
lalu angkat kaki
kanan dan seleh.
62 Laku telu 2x8 Jangkah kanan,
srimpet kiri
mundur kanan
jangkah kiri, (1
rangkaian)
dilakukan 4 kali
yaitu ke
belakang dan
depan masing- Foto 4.120 Pose Ragam Gerak
masing 2 kali Laku telu (Dokumentasi, Octa
187

63 Oglangan 1-4 Lompat ke 10 Oktober 2020)


jaran depan, ke
belakang lalu ke
depan lagi dan
kebelakang lagi
lalu langsung
dilanjutkan
dengan ragam
selanjutnya.
Foto 4.121 Pose Ragam Gerak
Oglangan jaran (Dokumentasi,
64 Derab 5-8 Kaki kanan
Octa 10 Oktober 2020)
2x8 gedruk ke
depan, ke
belakang secara
bergantian
dengan tempo
cepat sambil
memainkan
/memanggutkan
properti jaranan
ke ke kanan dan
ke kiri secara Foto 4.122 Pose Ragam Gerak
bergantian Derab (Dokumentasi, Octa 10
menyesuaikan Oktober 2020)
dengan gerakan
kaki. Tangan
masih
memegang leher
properti jaranan
selama 2x8
hitungan, saat
memasuki
hitungan 5-8
paling terakhir
di ragam ini
dilakukan
junjungan kaki
kanan.
188

65 Laku telu 2x8 Laku telu,


jangkah kanan,
srimpet kiri
mundur kanan
jangkah kiri,
(satu rangkaian)
dilakukan 4 kali
yaitu ke
belakang dan Foto 4.123 Pose Ragam Gerak
depan masing- Laku telu (Dokumentasi, Octa
masing 2 kali 10 Oktober 2020)
dan ditutup
dengan
junjungan kaki
kanan setiap
perpindahan
arah.
66 Oglangan 1-4 Lompat ke
jaran depan, ke
belakang lalu ke
depan, lalu
kebelakang lagi
lalu langsung
dilanjutkan
dengan ragam
selanjutnya.
Foto 4.124. Pose Ragam Gerak
Oglangan jaran (Dokumentasi,
Octa 10 Oktober 2020)

67 Derab 5-8 Kaki kanan


1-8 gedruk ke
depan, ke
belakang secara
bergantian
dengan tempo
cepat sambil
memainkan
/memanggutkan
Foto 4.125 Pose Ragam Gerak
properti jaranan
Derab (Dokumentasi, Octa 10
ke ke kanan dan
Oktober 2020)
ke kiri secara
189

bergantian
menyesuaikan
dengan gerakan
kaki. Tangan
masih
memegang leher
properti jaranan
selama 1x8
hitungan, saat
memasuki
hitungan 5-8
paling terakhir
di ragam ini
dilakukan
junjungan kaki
kanan .
68 Nunggang 2x8 Kaki bergerak
jaran seperti sedang
berjalan di
tempat namun
dengan agak
berjingkrak dan
tempo agak
cepat dan arah
pandangan
melihat lurus ke
depan, posisi
badan masih Foto 4.126. Pose Ragam Gerak
tegap, properti Nunggang Jaran (Dokumentasi,
jaranan masih Octa 10 Oktober 2020)
melekat di sela-
sela kaki, kedua
tangan
memegang erat
leher properti
jaranan sambil
agak dihentak-
hentakkan kecil
layaknya gerak
seorang prajurit
yang sedang
berkuda.
190

Gerakan ini
dilakukan
sambil
melakukan
perpindahan
posisi penari
menuju pola
lantai
selanjutnya dan
di akhiri dengan
junjungan kaki
kanan lalu seleh.
69 Orag jaran 1x8 Orag jaran
merupakan
gerak
menggetarkan
properti jaranan
dengan level
rendah (setara
lutut kaki
penari) selama 8
hitungan Foto 4.127. Pose Ragam Gerak
sehingga badan Orag Jaran (Dokumentasi, Octa
penari dalam 10 Oktober 2020)
posisi agak
membungkuk,
kedua tangan
memegang leher
dan kepala
properti jaranan,
pandangan
melihat ke
depan dan diam
di tempat
dengan posisi
kaki kanan
selangkah lebih
maju di depan
kaki kiri.
191

70 Laku 2x8 Jalan double


ngiwo step ke arah
nengen kanan dan kiri
awalnya dengan
tempo yang
sedang lalu
diulangi lagi
dengan tempo
yang lebih cepat
Foto 4.128 Pose Ragam Gerak
sambil
Laku ngiwo nengen
menghentakkan
(Dokumentasi, Octa 10 Oktober
kecil properti
2020)
jaranan sesuai
dengan arah
kaki melangkah
(arah hadap
penari
menghadap
keluar barisan
sehingga saling
membelakangi).
Tolehan penari
mengikuti arah
langkah kaki. Di
akhir gerakan
melakukan
junjungan kaki
kanan lalu seleh
dan dilanjutkan
dengan ragam
gerak
selanjutnya.
71 Nunggang 3x8 Kaki bergerak
jaran seperti sedang
berjalan di
tempat namun
dengan agak
berjingkrak dan
tempo agak
cepat dan arah
pandangan
melihat lurus ke
192

depan, posisi Foto 4.129 Pose Ragam Gerak


badan masih Nunggang jaran (pada sikap
tegap, properti hitungan 5-8 bagian 1x8 yang
jaranan masih kedua)
melekat di sela- (Dokumentasi, Octa 10 Oktober
sela kaki, kedua 2020)
tangan
memegang erat
leher properti
jaranan sambil
agak dihentak-
hentakkan kecil
layaknya gerak
seorang prajurit
yang sedang
berkuda sambil
melakukan
perpindahan
posisi penari
menuju pola
lantai
selanjutnya dan
pada hitungan 5-
8 bagian 1x8
yang kedua
digunakan untuk
balik kanan
sehingga
sekarang semua
penari saling
berhadapan dan
saling
menghentakkan
jaran ke bawah
(orag jaran) dan
lanjut berjalan
ke arah
depan/maju
sehingga penari
saling
berpapasan,
dihitungan 5-8
193

bagian 1x8
ketiga kaki kiri
jujung lalu
seleh, tolehan
dan arah
pandangan
melihat ke
samping kiri
penari/bagian
belakang Foto 4.130 Pose Ragam Gerak
panggung. Nunggang Jaran (pada sikap
hitungan 5-8 bagian 1x8 yang
ketiga) (Dokumentasi, Octa 10
Oktober 2020)

72 Sambiran 2x8 Gerakan


berpindah
posisi/formasi
baru dengan
kaki kiri sebagai
pemandu
perpindahan
gerak karena
selalu selangkah
di depan kaki Foto 4.131 Pose Ragam Gerak
kanan, Sambiran
pandangan/toleh (Dokumentasi, Octa 10 Oktober
an selalu melihat 2020)
ke arah samping
kiri penari/
belakang
panggung
dengan kedua
tangan
mengangkat dan
memankan
properti jaranan
dengan posisi
miring yaitu
kepala jaranan
194

berada di atas
dan dan ekor
jaranan setinggi
perut penari
73 1-4 Glebag balik
kanan sehingga
sekarang sudah
menghadap ke
depan kembali
lalu tanjak kaki
kanan, badan
tegap dan
berpose dengan
posisi properti
jaranan masih
berada di sela-
sela kaki, tangan
memegang leher
Ngglebak dan kepala
ngarep jaranan serta
pandangan
melihat lurus ke
depan, lalu diam
sejenak dan
dilanjutkan
dengan gerakan
obah bahu dan
sabetan. Foto 4.132 Pose Ragam Gerak
74 Sabetan 5-6 Badan hoyog ke
kanan tangan
kanan lurus
mentang tangan
kiri memegang
leher properti
jaranan,
pandangan
melihat ke arah
Foto 4.133 Pose Ragam Gerak
kanan, kaki
Sabetan pada hitungan 5-6
kanan napak,
(Dokumentasi, Octa 10 Oktober
kaki kiri
2020)
nggajul/bertump
u pada pangkal
195

tumit yang
menyentuh
lantai sedangkan
telapak kaki kiri
tidak menapak
pada lantai. Lalu
angkat kaki
kanan/jojor, ukel
seblak tangan
kanan ke atas.
7-8 Kaki kanan yang
tadi jojor
sekarang di
tekuk, badan
lurus, tangan
kanan nekuk
tangan kiri
masih
memegang leher
properti jaranan.
Foto 4.134 Pose Ragam Gerak
Pandangan
Sabetan pada hitungan 7-8
melihat ke arah
(Dokumentasi, Octa 10 Oktober
depan.
2020)
1-2 Seleh kaki
kanan, toleh ke
kiri, tangan kiri
lurus tangan
kanan nekuk
3-4 Gedeg, kaki kiri
di angkat
5-8 Jomplang, seleh
kiri kaki kanan
nekuk kemudian
seleh jadi tanjak
kanan, mentang Foto 4.135 Pose Ragam Gerak
tangan kanan Sabetan pada hitungan 3-4
nekuk kiri (Dokumentasi, Octa 10 Oktober
2020)
196

75 1-8 Awal
lumaksono yaitu
dengan kaki kiri
satu langkah
mundur ke
belakang sambil
tangan kanan
tekuk lurus lalu
angkat kaki
kanan lalu
langsung kaki
kanan maju satu
langkah ke
depan sambil
tangan kanan
Lumaksono
tekuk lagi lalu
jangkah kaki
kiri, jangkah
kaki kanan
sambil tangan
kanan lurus
tekuk lalu
kambeng tangan
kiri membawa Foto 4.136 Pose Ragam Gerak
jaran, badan Lumaksono (Dokumentasi, Octa
tegap dan 10 Oktober 2020)
pandangan
melihat lurus ke
depan.
76 Sabetan 5-6 Badan hoyog ke
kanan tangan
kanan lurus
mentang tangan
kiri memegang
leher properti
jaranan,
pandangan
melihat ke arah
Foto 4.137 Pose Ragam Gerak
kanan, kaki
Sabetan pada hitungan 5-6
kanan napak,
(Dokumentasi, Octa 10 Oktober
kaki kiri
2020)
nggajul/bertump
197

u pada pangkal
tumit yang
menyentuh
lantai sedangkan
telapak kaki kiri
tidak menapak
pada lantai. Lalu
angkat kaki
kanan/jojor, ukel
seblak tangan
kanan ke atas.
7-8 Kaki kanan yang
tadi jojor
sekarang di
tekuk, badan
lurus, tangan
kanan nekuk
tangan kiri
masih
memegang leher
properti jaranan.
Foto 4.138 Pose Ragam Gerak
Pandangan
Sabetan pada hitungan 7-8
melihat ke arah
(Dokumentasi, Octa 10 Oktober
depan.
2020)
1-2 Seleh kaki
kanan, toleh ke
kiri,tangan kiri
lurus tangan
kanan nekuk
3-4 Gedeg, kaki kiri
di angkat
5-8 Jomplang, seleh
kiri kaki kanan
nekuk kemudian
seleh jadi tanjak
kanan, mentang
tangan kanan
nekuk kiri
198

77 Tranjalan 2x8 Jangkah kanan


+ 1-4 kiri kanan
Tranjal ke kanan
dua kali tangan
kiri kambeng
membawa jaran
tangan kanan
mentang
gerakan tersebut Foto 4.139 Pose Ragam Gerak
dilakukan tiga Tranjalan (Dokumentasi, Octa
kali, lalu ogek 10 Oktober 2020)
lambung selama
4 hitungan.
78 Sabetan 5-6 Badan hoyog ke
kanan tangan
kanan lurus
mentang tangan
kiri memegang
leher properti
jaranan,
pandangan
melihat ke arah
Foto 4.140 Pose Ragam Gerak
kanan, kaki
Sabetan pada hitungan 5-6
kanan napak,
(Dokumentasi, Octa 10 Oktober
kaki kiri
2020)
nggajul/bertump
7-8 u pada pangkal
tumit yang
menyentuh
lantai sedangkan
telapak kaki kiri
tidak menapak
pada lantai. Lalu
angkat kaki
kanan/jojor, ukel Foto 4.141 Pose Ragam Gerak
seblak tangan Sabetan pada hitungan 7-8
kanan ke atas. (Dokumentasi, Octa 10 Oktober
Kaki kanan yang 2020)
tadi jojor
sekarang di
tekuk, badan
lurus, tangan
199

kanan nekuk
tangan kiri
masih
memegang leher
properti jaranan.
Pandangan
melihat ke arah
depan.
Seleh kaki
kanan, toleh ke
kiri,tangan kiri
1-4 Mundur 3
langkah diawali
dengan mundur
kaki kiri, lalu
mundur kaki
kanan, mundur
kaki kiri lagi,
kemudian
langsung
melompat
dengan kaki Foto 4.142 Pose mundur empat
kanan berada di langkah (Dokumentasi, Octa 10
depan kaki kiri, Oktober 2020)
ketika mundur
kaki kanan maka
tangan kanan
tekuk dan
tolehan melihat
ke arah
kiri/depan
200

panggung
sedangkan
ketika mundur
kaki kiri maka
tangan kanan
mentang dan
tolehan melihat
ke arah kanan
badan penari/sisi
belakang
panggung
sedangkan
tangan kiri
selalu
memegang leher
properti jaranan.
79 Nunggang 5-8 Kaki bergerak
jaran + seperti sedang
1-8 berjalan di
tempat namun
dengan
berjingkrak dan
tempo cepat,
kaki kanan
selalu berada
selangkah di Foto 4.143 Pose Ragam Gerak
depan kaki kiri Nunggang jaran (Dokumentasi,
dan arah Octa 10 Oktober 2020)
pandangan
melihat lurus ke
depan, posisi
badan masih
tegap, properti
jaranan masih
melekat di sela-
sela kaki, kedua
tangan
memegang erat
leher properti
jaranan sambil
dihentak-
hentakkan
201

layaknya gerak
seorang prajurit
yang sedang
berkuda sambil
melakukan
perpindahan
posisi penari
menuju pola
lantai
selanjutnya
80 Orag jaran 1-8 Pada 2 hitungan
awal diam
terlebih dahulu
lalu hintungan
selanjutnya
menghentakan
kedua kaki,
badan serta
menggetarkan
properti jaranan
secara cepat,
pandangan Foto 4.144 Pose Ragam Gerak
melihat ke arah Orag jaran (Dokumentasi, Octa
depan/dalam 10 Oktober 2020)
barisan sehingga
sekarang semua
penari saling
berhadapan.
81 Onclangan 1-4 Onclang
(hadap (lompat) dengan
samping) kaki kanan dan
kiri masing-
masing
dilakukan 2 kali,
pandangan lurus
melihat ke
depan (masih
pada posisi
saling Foto 4.145 Pose Ragam Gerak
berhadapan Onclangan (Dokumentasi, Octa
antar penari) dan 10 Oktober 2020)
badan masih
202

tegap, tangan
tarik properti
jaranan.
5-8 Barisan sisi kiri
balik kanan
sehingga
sekarang sudah
menghadap ke
arah depan
panggung
sedangkan
barisan sisi
kanan balik ke
arah sebaliknya
sehingga
sekarang sudah
menghadap ke
belakang. Lalu
gebrak (kedua
kaki melompat
bersama secara
cepat lalu
menapak dengan
keras ke lantai
secara
bersamaan
juga). Kedua
tangan masih
memegang
kepala dan leher
properti jaranan.
Pandangan lurus
menatap ke
depan dan badan
tegap.
1-8 Masing-masing
barisan kembali
berbalik arah,
sehingga
sekarang sudah
saling
berhadapan
203

antar penari
yaitu
menghadap ke
bagian dalam
barisan dan
melakukan
gerak onclang
kaki kanan, kaki
kiri, kaki kanan
lalu kaki kiri
lagi, pandangan
lurus melihat ke
depan/hadap
depan dan badan
masih tegap,
tangan tarik
properti jaranan.
82 Perangan 1-2 Berhadapan
dengan lawan
lalu saling tusuk
3-4 Bariasan sebelah
kanan
menyerang
terleibih dahulu
barisan sebelah
kiri.
5-6 Bergantian Foto 4.146 Pose Ragam Gerak
barisan sebelah Perangan (Dokumentasi, Octa 10
kiri menyerang Oktober 2020)
bagian sebela
kanan endo
7-8 Bagian kanan
trek atas
83 Obah bahu 1-2 Bagian kiri trek
bawah
4-8 Onclang kanan
kiri kemudian
duduk jengkeng
1-2 Obah bahu Foto 4.147 Pose Ragam Gerak
3-4 Pacak gulu Obah bahu (Dokumentasi, Octa
5-8 Kedua tangan 10 Oktober 2020)
dibawa lurus ke
204

atas kemudian
kembeng
kembali.
84 Trecetan 1x8 Berdiri, kaki
gebrak lalu jinjit
lari kecil-kecil
sambil kedua
tangan
kambeng, badan
tegap,
pandangan
melihat ke
depan dan
Foto 4.148 Pose Ragam Gerak
properti jaranan
Trecetan
di letakkan di
(Dokumentasi, Octa 10 Oktober
depan penari.
2020)
85 Loncatan 1-2 Loncat kanan
kanan kiri tangan kanan
mentang tangan
kiri nekuk
3-4 Loncat kiri
tangan kiri
mentang tangan
kanan nekuk
gerakan tersebut
merupakan satu Foto 4.149 Pose Ragam Gerak
rangkaian dan Loncatan kanan kiri
dilakukan empat (Dokumentasi, Octa 10 Oktober
kali, jadi total 2020)
gerakan
dilakukan
selama 2x8
hitungan dan
dilanjutkan
langsung dengan
sabetan.
86 Sabetan 5-8 Badan hoyog ke
kanan tangan
kanan lurus Foto 4.150 Pose Ragam Gerak
mentang tangan Sabetan
kiri memegang (Dokumentasi, Octa 10 Oktober
leher properti 2020)
205

jaranan,
pandangan
melihat ke arah
kanan, kaki
kanan napak,
kaki kiri
nggajul/bertump
u pada pangkal
tumit yang
menyentuh
lantai sedangkan
telapak kaki kiri
tidak menapak
pada lantai. Lalu
angkat kaki
kanan/jojor, ukel
seblak tangan
kanan ke atas.
Kaki kanan yang
tadi jojor
sekarang di
tekuk, badan
lurus, tangan
kanan nekuk
tangan kiri
masih
memegang leher
properti jaranan.
87 Loncatan 1-8 Berdiri, gebrak,
kanan kiri kemudian trecet
ngracik ditempat kedua
tangan kambeng
1-2 Loncat kanan
tangan kanan
mentang tangan
kiri nekuk.
3-4 Loncat kiri
tangan kiri
mentang tangan Foto 4.151 Pose Ragam Gerak
kanan nekuk Loncatan kanan kiri ngracik
gerakan tersebut (Dokumentasi, Octa 10 Oktober
dilakukan empat 2020)
206

kali dengan
tempo yang
lebih cepat.
88 Sabetan 5-6 Badan hoyog ke
kanan tangan
kanan lurus
mentang tangan
kiri nekuk di
depan dada,
yang melakukan
sabetan hanya
yang berada di
posisi paling
belakang yang Foto 4.152 Pose Ragam Gerak
lalin diam Sabetan
(Dokumentasi, Octa 10 Oktober
7-8 Kaki kanan jojor 2020)
tekuk, badan
lurus, tangan
kanan nekuk
tangan kiri lurus

1-2 Seleh kaki


kanan, toleh ke
kiri,tangan kiri
lurus tangan
kanan nekuk

3-4 Gedeg, kaki kiri


diangkat

5-8 Jomplang, seleh


kiri kaki kanan
nekuk kemudian
seleh jadi tanjak
kanan, mentang
tangan kanan
nekuk kiri
207

89 Jalan 1-4 Mundur empat


keluar langkah
5-8 Tranjal maju
sambil
mengambil jaran
2x8 Trencet mencari
posisi
1-8 Diam
(menundukkan
Foto 4.153 Pose Ragam Gerak
kepala dan agak
Jalan keluar
membungkukka
(Dokumentasi, Octa 10 Oktober
n badan sejenak,
2020)
kedua tangan
masih
memegang
properti jaranan,
sebagai tanda
terima kasih
kepada
penonton yang
telah
menyaksikan
pertunjukan dan
pamit undur diri
sebelum
meninggalkan
area panggung).
1-8 Jalan keluar
panggung
208

4. Babak IV Klasikan Pedangan

No Ragam Hitungan Deskrpsi Gerak Gambar


1 Jalan 2x8 Penari bersiap-
masuk siap untuk
panggung masuki area
panggung

Foto 4.154 Pose Jalan masuk


panggung (Dokumentasi,
Octaviani 23 Febuari 2020
2 Njipuk 1-8 Awal mula
keris penari mundur
secara cepat ke
belakang dan
maju kembali
dengan cepat
dan langsung
mengenakan
properti jaranan,
untuk penari Foto 4.155 Pose Ragam Gerak
paling depan Njipuk keris (Dokumentasi,
sebagai ketua Octaviani 23 Febuari 2020
barisan bersiap
mengambil
properti
kerisnya.
3 Glebagan 1-8 Badan bungkuk
jaran jaran diayunkan
ke kanan dan ke
kiri. Tangan
masih
memegang leher
properti jaranan.
Pandangan
melihat tajam ke
depan. Foto 4.156 Pose Ragam Gerak
Glebagan jaran (Dokumentasi,
Octaviani 23 Febuari 2020
209

4 Gajulan 2x8 Penari


mundur melakukan
gerak hentakkan
salah satu kaki
ke arah samping
badan, sambil
melangkah
mundur ke be
lakang sambil
kedua tangan
masih Foto 4.157 Pose Ragam Gerak
memegang leher Gajulan mundur (Dokumentasi,
jaran. Octaviani 23 Febuari 2020
5 Gajulan 2x8 Setelah
maju melakukan
ragam gerak
gajulan mundur
tadi, penari
berjalan dobel
step dengan
sikap kaki yang
ada di di depan
kaki lainnya
menggajul/meng Foto 4.158 Pose Ragam Gerak
hentakkan tumit Gajulan maju (Dokumentasi,
ke tanah dan jari Octaviani 23 Febuari 2020
kaki nylekenting
sehingga bagian
depan kaki agak
menanjak ke
atas, gerakan
nggajul ini
dilakuakan
secara gantian
antara kaki
kanan dan kaki
kiri sambil
bergerak maju
dan tangan tetap
memainkan
properti jaranan
untuk menuju ke
210

pola lantai
selanjutnya.
5 Glebagan 1-8 Badan bungkuk
jaran jaran diayunkan
ke kanan dan ke
kiri. Tangan
masih
memegang leher
properti jaranan.
Pandangan
melihat tajam ke Foto 4.159 Pose Ragam Gerak
depan. Glebagan jaran (Dokumentasi,
Octaviani 23 Febuari 2020
6 Kuncup 3x8 Jalan berganti
pedangan pola lantai
menjadi
berbentuk
lingkaran yang
menyempit
kemudian para
penari
memainkan
Foto 4.160 Pose Ragam Gerak
properti jaranan.
Kuncup pedangan (Dokumentasi,
Lalu mereka
Octaviani 23 Febuari 2020
berputar dalam
kondisi masih
membentuk
formasi
lingkaran/kuncu
p tersebut
semakin lama
gerak
berputarnya
semakin cepat
lalu melompat
bersama satu
lompatan
sebagai penanda
dimulainya adu
keris oleh ketua
barisan dan
penari lainnya
211

tetap berputar
mengitari proses
pedangan ketua
barisan.
7 Pedangan 5x8 Ketua barisan
saling beradu
dengan
menggunakan
pedang di
tengah tengah
sedangkan
penari yang lain
berkeliling
mengitari kedua
ketua sambil
menunggang Foto 4.161 Pose Ragam Gerak
jaran dan Pedangan (Dokumentasi,
memainkan Octaviani 23 Febuari 2020
jaran
8 Tranjalan 4x8 Jalan dobel step
ganti pola lantai
verikal ketua
barisan masih
beradu pedang.
Masing-masing
barisan berjalan
maju dan
mundur double
step masing-
masing Foto 4.162 Pose Ragam Gerak
dilakukan Tranjalan (Dokumentasi,
selama 1x8 Octaviani 23 Febuari 2020
hitungan lalu
gerakan tersebut
di ulangi sekali
lagi. Gerakan
tersebut
dilakukan
sambil tetap
memainkan
properti jaranan
212

9 Nguncup 3x8 Penari jalan


dobel step
kembali dan
membentuk pola
lingkaran
kemudian
beberapa penari
kesurupan dan
pawang
berusaha
menyembuhkan Foto 4.163 Pose Ragam Gerak
penari yang Nguncup (Dokumentasi,
kesurupan Octaviani 23 Febuari 2020

Berdasarkan deskripsi ragam gerak Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle yang telah dijelaskan pada tabel 4.7. dapat diketahui bahwa dalam

pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle terdiri dari 4 urutan

tarian, yakni 1) Tari Rewo-Rewo, 2) Tari Klasikan, 3) Tari Satrionan dan 4) Tari

Klasik Pedangan. Pada masing-masing tarian memiliki jumlah ragam yang berbeda

yaitu Tari Rewo-Rewo yang memiliki 37 urutan ragam gerak, 21 jenis ragam gerak

yang berbeda dan menggunakan gerak transisi/peralihan berupa gerak besud dan orag

jaran, kemudian Tari Klasikan yang memiliki 19 urutan ragam gerak dengan 14 jenis

ragam gerak yang berbeda, dan menggunakan gerak peralihan berupa orag jaran dan

glebagan jaran, selanjutnya Tari Satrionan yang memiliki 89 urutan ragam gerak

dengan 45 jenis ragam gerak yang berbeda dan menggunakan gerak peralihan berupa

besud dan sabetan, terakhir Tari Klasik Pedangan yang memiliki hanya 8 ragam

gerak utama tanpa adanya gerak peralihan.


213

4.4.2.1 Ruang Gerak Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

Ruang adalah unsur/elemen dalam tari yang dapat menjelaskan mengenai

posisi/keberdaan penari. Gerak Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle jika

dikaji dari segi ruang dapat diklasifikasikan menjadi beberapa sub unsur diantaranya;

garis, volume, arah, level, dan fokus pandang, lalu supaya lebih jelas dalam

mendeskripsikan unsur-unsur tadi peneliti menambahkan gambar dalam deskripsi

pola lantai yang digunakan saat pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle. Gerak Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle yang peneliti

observasi ketika pertunjukan memiliki beberapa jenis garis gerak, volume gerak, arah

gerak, level gerak, fokus pandang, dan pola lantai, sehingga menampakkan ragam-

ragam tersendiri pada pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Bengkle.

4.4.2.1.1 Garis Gerak Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

Ruang pada gerak Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle terdiri atas

sejumlah sub unsur, salah satunya yakni garis gerak. Garis-garis yang tercipta oleh

gerakan pada Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle beragam, diantaranya:

garis silang, garis lurus, garis lengkung/lingkar. Beberapa garis gerak terdapat pada

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle menciptakan beberapa kesan seperti:

1) kesan egosentris, 2) kesan sederhana, 3) kesan kuat.

Garis vertikal pada gerak Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

dapat diamati dari foto 4.164. di bawah ini.


214

Foto 4.164. Garis vertikal pada gerak Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati
Bengkle (Sumber: Dokumentasi Octa, 29 Oktober 2020)

Pada foto 4.164. garis vertikal adalah garis yang timbul akibat gerakan

anggota badan pokok seperti kaki atau lengan yang memberikan ilusi vertikal (lurus

dari atas ke bawah atau dari bawah ke atas). Di dalam gerak nyisir pada Kesenian

Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle terdapat salah satu contoh garis vertikal yang

diciptakan oleh penari dalam foto 4.24 melalui gerakan kedua tangan yang dilakukan

secara bergantian oleh tangan kanan dan tangan kiri penari dengan posisi badan agak

serong ke kanan dari atas (sejajar kepala) turun ke bawah (sejajar pusar) dan kedua

kaki membuka selebar bahu. Gerakan kedua tangan tersebutlah yang menimbulkan

garis ilusi vertikal. Garis vertikal yang diciptakan oleh penari tadi memunculkan

kesan egosentris/pasrah pada gerak Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle.
215

Garis horizontal pada gerak Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

dapat diamati pada foto 4.165. di bawah ini.

Foto 4.165. Garis horizontal pada gerak Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati
Bengkle (Sumber: Dokumentasi Octa, 29 Oktober 2020)

Pada foto 4.165. garis horizontal adalah garis yang timbul akibat gerakan

sebagian besar anggota badan yang memberikan ilusi horizontal (lurus dari ujung

samping kanan ke ujung samping kiri atau sebaliknya). Di dalam gerak Kesenian

Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle terdapat salah satu contoh garis horizontal

yang diciptakan oleh penari dalam foto 4.24 yang menyerupai sikap menthang yaitu

gerak kedua tangan yang merentang lurus ke samping kanan dan kiri badan sehingga

memberikan garis ilusi lurus horizontal membentang dengan posisi badan menghadap

ke depan dan kaki tanjak kanan. Gerakan kedua tangan tersebutlah yang

menimbulkan garis ilusi horizontal. Garis horizontal yang diciptakan oleh penari tadi
216

memunculkan kesan sederhana pada gerak Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle.

Garis silang pada gerak Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

dapat dilihat pada foto 4.166. di bawah ini.

Foto 4.166. Garis silang pada gerak Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle
(Sumber: Dokumentasi Octa, 29 Oktober 2020)

Pada foto 4.166. garis silang adalah garis yang timbul akibat gerakan sebagian

besar anggota badan yang saling bertemu atau saling tumpang tindih sehingga

menimbulakn ilusi garis bersilang. Di dalam gerak Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle terdapat salah satu contoh garis silang yang diciptakan oleh

penari dalam foto 4.26 yang merupakan sikap ngilo asto yaitu gerak kedua tangan

yang saling silang atau tumpang tindih antara pergelangan tangan kanan yang

menindih pergelangan tangan kanan dilakukan di depan dada dengan badan posisi

jejeg dan kaki tanjak kiri. Gerakan kedua tangan tersebutlah yang menimbulkan garis
217

ilusi silang. Garis silang yang diciptakan oleh penari tadi memunculkan kesan

kuat/penuh energi pada gerak Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle.

4.4.2.1.2 Pola Lantai Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

Pola lantai pada pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

pada saat dilakukan pentas di Desa Gebugan dibuat lebih beragam supaya lebih

atraktif untuk dilihat oleh penonton. Pola lantai pada Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle sangat erat kaitannya dengan desain lantai pertunjukan

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle di tempat pertunjukan seperti yang

telah dibahas pada landasan teoretis tentang desain lantai yakni lintasan/garis yang

dilewati oleh penari saat berpindah untuk melakukan gerak dalam proses peralihan

formasi satu ke formasi berikutnya. Selain berfungsi untuk menarik atraksi penonton,

penerapan pola lantai juga dimanfaatkan sebagai siasat penari dalam proses

penguasaan panggung saat pertunjukan berjalan. Pola-pola lantai yang diterapkan

dalam pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle telah dirancang

sedemikian rupa supaya sesuai dengan seberapa luas area pertunjukan serta jumlah

penari yang ada karena pada pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle terdapat beberapa perbedaan jumlah penari dalam sejumlah babak di

masing-masing tarian diantaranya: Tari Rewo-Rewo dan Tari Satrionan 6 orang

penari dan Tari Klasikan dan Klasik pedangan 8 orang penari.

Bentuk pola lantai pada pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle ada berbagai macam di masing-masing tarian, diantaranya: 1) Tari Rewo-

Rewo menggunakan 2 macam pola lantai yaitu pola lantai sejajar 2 baris dan
218

lingkaran. Pada foto 4.167. dan foto 4.168 terlihat bentuk formasi pola lantai yang

digunakan pada Tari Rewo-Rewo.

Foto 4.167. Formasi pola lantai sejajar 2 baris Tari Rewo-Rewo


(Sumber: Dokumentasi Octa 23 Februari 2020)

Pada foto 4.167. di atas terlihat penari sedangan membentuk formasi pola

lantai sejajar 2 baris bagian awal Tari Rewo-Rewo saat mempraktekan ragam gerak

Ombak Banyu untuk mengawali pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle. Di awal pertunjukan Tari Rewo-Rewo penari memasuki area pementasan

secara bersama-sama lalu menempati posisinya masing-masing sehingga terbentuklah

formasi pola lantai pertama yaitu sejajar 2 baris yang kemudian dilanjutkan pada

formasi kedua/terakhir pada Tari Rewo-Rewo yaitu formasi kuncungan/lingkaran

seperti yang dapat terlihat pada foto 4.168 di bawah ini.


219

Foto 4.168. Formasi pola lantai berbentuk kuncungan/lingkaran pada Tari Rewo-
Rewo (Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)

Berdasarkan foto 4.168. formasi yang diterapkan oleh penari pada ragam

gerak Nguncung Nguncup Tari Rewo-Rewo di atas merupakan bentuk

kuncungan/lingkaran. Formasi kuncungan dapat diidentifikasi dari 6 orang penari

yang saling merapat membentuk pola lingkaran dengan posisi saling berhadapan

mengarah ke dalam lingkaran sambil tetap berjalan memutar sehingga jika dilihat dari

sisi manapun akan tampak visual berupa lingkaran utuh yang nantinya akan semakin

merenggang dan bubar ketika beberapa penari mengalami kesurupan satu persatu.

Untuk pola lantai berikutnya adalah pola lantai yang ada pada Tari Klasikan yang

membentuk formasi persegi panjang yang seperti yang terlihat pada foto 4.169. di

bawah ini.
220

Foto 4.169. Formasi persegi panjang pada Tari Klasikan


(Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)

Berdasarkan foto 4.169. di atas dapat dilihat formasi persegi panjang/sejajar

dua baris Tari Klasikan pada ragam gerak jengkeng ngadep jaran. Formasi persegi

panjang atau sejajar dua baris ini dapat terbentuk dari posisi penari yang berbaris

menjadi 2 barisan sejajar menghadap ke sisi dalam barisan sehingga saling

berhadapan dengan posisi jengkeng dan memegang properti jaranan masing-masing

seperti yang terlihat pada foto 4.169. Formasi persegi panjang ini membuat

pandangan penari fokus ke arah kiri dan kanan panggung untuk menambah variasi

arah hadap yang ada pada Tari Klasikan. Selain itu, sikap jengkeng penari juga

menambah variasi level gerak yang ada pada Tari Klasikan karena pada dasarnya

terdapat beberapa ragam gerak yang serupa baik di dalam maupun diluar Tari

Klasikan pada pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle maka

sangat perlu dilakukan variasi baik dari segi pola lantai, arah hadap, maupun level

gerak. Formasi selanjutnya yang ada di dalam Tari Klasikan masih sama yaitu sejajar
221

dua baris namun kali ini arahnya saling berlawanan arah seperti yang terlihat pada

foto 4.170.

Foto 4.170. Formasi Sejajar dua baris pada Tari Klasikan


(Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)

Pada foto 4.170. memperlihatkan formasi pola lantai sejajar dua baris pada

Tari Klasikan. Formasi yang diterapkan pada Tari Klasikan ini dilakukan saat

melakukan ragam gerak orag jaran yang merupakan gerak penghubung antara ragam

sebelumnya dengan ragam selanjutnya. Ketika hendak memasuki ragam tranjalan,

sebelumnya masing-masing penari pada barisannya melakukan perpindahan arah

hadap yang tadinya saling berhadapan kini melakukan gerak hadap kanan yang

mengakibatkan salah satu baris menghadap ke arah penonton, satu barisan lainnya

menghadap ke arah panggung pemusik sehingga dua barisan sekarang mengalami

perbedaan arah hadap dan ketika melakukan gerak hadap kanan tersebut sambil

menggetarkan properti jaranannya seperti yang terlihat pada foto 4.170 di atas.

Sehingga setelah tadi sempat dilakukan variasi level dari jengkeng ke pose berdiri
222

juga dilakukan variasi arah yang tadinya berhadapan sekarang menjadi berlawanan

arah hadap untuk meminimalisir kesan monoton pada tarian. Formasi selanjutnya pun

masih sama sejajar dua baris namun sekarang sudah berganti arah hadap kembali

yaitu saling berhadapan antar penari seperti pada bagian awal tarian namun jika di

bagian awal tarian masih pada level rendah (jengkeng) sekarang sudah meningkat

menjadi level medium (berdiri) seperti yang dapat dilihat pada foto 4.171. di bawah.

Foto 4.171. Formasi Sejajar 2 baris pada Tari Klasikan


(Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)

Pada foto 4.171. tampak penerapan kembali pola lantai sejajar dua baris yang

sudah digunakan pada awal tarian namun sekarang menggunakan gerak dan level

yang berbeda. Pada foto di atas merupakan Tari Klasikan pada bagian ragam gerak

dolanan jaran adep-adepan. Formasi persegi panjang atau sejajar dua baris ini dapat

terbentuk dari posisi 8 orang penari yang berbaris menjadi 2 barisan sehingga

masing-masing barisan terdiri dari 4 orang penari yang berdiri sejajar menghadap ke
223

sisi dalam barisan saling berhadapan dengan posisi tangan memainkan properti

jaranan masing-masing seperti yang terlihat pada foto 4.171. Formasi sejajar 2 baris

ini membuat pandangan penari fokus ke depan (antar penari) untuk menambah variasi

arah hadap yang ada pada Tari Klasikan. Selain itu, perbedaan level dan gerak pada

pola lantai yang sama ini dapat menambah variasi visual untuk penari maupun

penonton supaya menimbulkan kesan berbeda dan menghindari kesan monoton.

Formasi selanjutnya yang ada di dalam Tari Klasikan masih sama yaitu belah sisir

muter ngarep seperti yang terlihat pada foto 4.172.

Foto 4.172. Formasi belah sisir muter ngarep pada Tari Klasikan
(Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)

Pada foto 4.172. terlihat perubahan pola lantai dari yang tadinya berbentuk

sejajar dua baris sekarang menjadi formasi pola lantai belah sisir muter ngarep.

Formasi ini digunakan ketika melakukan ragam gerak gajulan maju pada tari

Klasikan. Selain untuk menambah ragam variasi pola lantai yang ada, pola lantai

belah sisir muter ngarep ini merupakan pola lantai peralihan dari yang tadinya
224

berbentuk sejajar dua baris (berhadapan antar penari) menjadi posisi sejajar dua baris

yang menghadap ke depan (arah penonton) sebelum nantinya dilanjutkan dengan

posisi pola lantai terakhir yang ada pada Tari Klasikan yaitu pola lantai

kuncungan/limgkaran seperti yang dapat dilihat pada foto 4.173 di bawah ini.

Foto 4.173. Formasi kuncungan/limgkaran pada Tari Klasikan


(Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)

Berdasarkan foto 4.173. tampak penari Tari Klasikan yang sedang melakukan

ragam gerak derab kuncupan dan membentuk pola lantai kuncungan/lingkaran.

Formasi ini diterapkan pada tiap akhir tari rewo-rewo, tari klasikan dan tari klasik

pedangan. Formasi kuncungan atau lingkaran ini terbentuk dari posisi semua penari

yang saling merapat dan berkumpul dalam satu titik dengan posisi menghadap ke

dalam lingkaran barisan sambil tetap berjalan memutar menjaga visual bentuk pola

lantai lingkaran tersebut hingga akhirnya beberapa penari mengalami kesurupan dan

keluar area pentas setelah sadar dari kondisi kesurupannya untuk digantikan oleh
225

penari Tari satrioanan yang bersiap untuk memulai pertunjukannya seperti yang

terlihat pada foto 4.174 di bawah ini.

Foto 4.174. Formasi garis lurus/jejer wayang pada Tari Satrionan


(Sumber: Dokumentasi Octa, 10 Oktober 2020)

Berdasarkan foto 4.174. di atas tampak penari sedang membentuk formasi

garis lurus atau jejer wayang yang digunakan untuk mengawali pose pertama pada

Tari Satrionan tepat setelah penari memasuki area panggung dari sisi kakan kiri.

Ketika penari membentuk formasi ini selama 1 kali 8 hitungan mereka tidak

melakukan ragam gerakan apapun karena memang formasi ini berfungsi untuk pose

saja sebelum mulai menari dan menempati posisi pola lantai selanjutnya seperti

yang terlihat pada foto 4.175 di bawah ini.


226

Foto 4.175. Formasi 132 pada Tari Satrionan


(Sumber: Dokumentasi Octa, 10 Oktober 2020)

Berdasarkan foto 4.175 tampak penari Tari Satrionan membentuk formasi 132

pada awal permulaan pertunjukannya. Formasi 132 ini terbentuk oleh 3 lapis barisan

penari yang tersusun dari baris pertama yang diisi oleh manggala pada posisi center

panggung, lalu disusul oleh 3 orang penari yang berjajar rapih pada baris lapis ke dua

dan di tutup oleh 2 orang penari yang berada di sudut kanan dan kiri baris paling

akhir. Nama formasi sendiri diambil dari jumlah susunan penari seperti yang telah di

jelaskan di atas. Formasi ini digunakan dalam beberapa ragam gerak diantaranya

adalah trecetan, onclangan, tranjalan, lumaksono, tebah bumi, ulap-ulap tawing,

sabetan, laku telu, jengkeng, srisig manggala, dan capengan. Pada pola lantai ini

terdapat beberapa variasi level dan perubahan arah hadap maupun variasi pergantian

gerak yang dilakukan secara bergantian. Misalnya pada ragam gerak jengkeng untuk

variasi level medium menjadi level rendah dan menjadi level medium kembali,

kemudian pada aspek variasi pergantian gerak yang dilakukan secara bergantian

terjadi pada saat dilakukannya ragam srisig manggala karena di dalam ragam gerak

tersebut yang melakukan srisig hanyalah penari manggala saja sedangkan penari
227

lainnya hanya diam saja berpose. Variasi tersebutlah yang menambah nilai keindahan

pada tari Satrionan. Beranjak pada pola lantai selanjutnya yang ada pada tari

Satrionan dapat dilihat pada foto 4.176. di bawah ini.

Foto 4.176. Formasi sejajar 3 baris pada Tari Satrionan


(Sumber: Dokumentasi Octa, 10 Oktober 2020)

Berdasarkan foto 4.176 menampakkan formasi sejajar 3 baris pada Tari

Satrionan. Formasi ini diidentifikasi terbentuk dari susunan 2 lapis kolom penari

yang terbagi menjadi 3 baris dengan posisi penari manggala berada di baris tengah

paling belakang dalam level medium (berdiri) sedangkan penari lainnya masih dalam

level rendah (jengkeng). Ketika berada dalam formasi pola lantai sejajar 3 baris ini

dilakukan beberapa ragam gerak diantaranya sabetan, lumaksono, tranjalan oleh

penari manggala, untuk peralihan ke dalam formasi selanjutnya yaitu formasi 132

kembali, semua penari melakukan ragam gerak srisig secara bersamaan. Karena

formasi 132 telah dijelaskan sebelumnya sehingga dilanjutkan dengan pola lantai

selanjutnya yang dapat dilihat pada foto 4.177. di bawah ini.


228

Foto 4.177. Formasi sejajar 2 baris (hadap depan) pada Tari Satrionan
(Sumber: Dokumentasi Octa, 10 Oktober 2020)

Berdasarkan foto 4.177. terlihat penari membentuk formasi sejajar 2 baris

(hadap depan) pada Tari Satrionan. Formasi ini terbentuk atas terbaginya penari

menjadi 2 barisan yang saling berjejer sejajar menghadap ke depan (arah penonton).

Hal inilah yang menjadi alasan utama atas penamaan pada formasi pola lantai

tersebut. Ketika pola lantai ini berlangsung terdapat beberapa ragam gerak yang

dilalui seperti: nunggang jaran, dolanan jaran, laku telu, oglangan jaran dan derab.

Salah satu variasi perubahan arah yang dilakukan ketika sedang menggunakan pola

lantai formasi sejajar 2 baris hadap depan ini ada pada saat melakukan ragam gerak

laku telu terjadi perputaran arah dari depan ke belakang dan sebaliknya beberapa kali

dengan cepat. Selain itu, juga terdapat variasi perubahan arah hadap yang berbeda

pada pola lantai formasi sejajar 2 baris ini salah yang dapat dilihat pada foto 4.178 di

bawah ini.
229

Foto 4.178. Formasi sejajar 2 baris (jeblosan/saling berpapasan) pada Tari Satrionan
(Sumber: Dokumentasi Octa, 10 Oktober 2020)

Berdasarkan foto 4.178. tampak penari membentuk formasi sejajar 2 baris

(jeblosan/saling berpapasan) pada Tari Satrionan. Formasi ini terbentuk atas

terbaginya penari menjadi 2 barisan yang saling berjejer sejajar lalu yang tadinya

menghadap ke depan memutar badan ke arah samping sehingga saling berhadapan

dan melakukan ragam gerak nunggang jaran maju ke depan sehingga saling

berpapasan dan melewati penari yang ada di hadapannya masing-masing atau dapat

disebut dengan istilah jeblosan. Selain hadap depan dan jeblosan, pola lantai sejajar 2

baris ini juga memiliki variasi arah hadap lain yaitu arah hadap saling berlawanan lalu

balik kanan sehingga menjadi saling berhadapan. Variasi perubahan arah hadap yang

berbeda pada pola lantai formasi sejajar 2 baris ini dapat dilihat pada foto 4.179 dan

foto 4.180 di bawah ini.


230

Foto 4.179. Formasi sejajar 2 baris arah hadap berlawanan pada Tari Satrionan
(Sumber: Dokumentasi Octa, 10 Oktober 2020)

Berdasarkan foto 4.179 di atas dapat terlihat penari Satrionan sedang

membentuk formasi pola lantai sejajar 2 baris arah hadap berlawanan arah. Formasi

ini terbentuk atas terbaginya penari menjadi 2 barisan yang saling berjejer sejajar

menghadap ke samping sisi area penatas/arah luar barisan sehingga saling

membelakangi antar penari. Ketika pola lantai ini berlangsung terdapat beberapa

ragam gerak yang dilalui seperti: orag jaran, laku ngiwo nengen dan derab. Setelah

ragam gerak derab selesai, terjadi variasi perubahan arah hadap kembali yang

dilakukan penari ketika sedang menggunakan pola lantai formasi sejajar 2 baris

berlawanan arah yaitu melakukan perputaran arah (balik kanan) secara cepat sehingga

sekarang penari saling berhadapan dengan posisi menghadapa ke sisi dalam barisan.

Variasi perubahan arah hadap pola lantai formasi sejajar 2 baris selanjutnya dapat

dilihat pada foto 4. 180 di bawah ini.


231

Foto 4.180. Formasi sejajar 2 baris saling berhadapan pada Tari Satrionan
(Sumber: Dokumentasi Octa, 10 Oktober 2020)

Berdasarkan foto 4.180. di atas tampak penari Satrionan sedang membentuk

formasi pola lantai sejajar 2 baris saling berhadapan. Formasi ini terbentuk atas

terbaginya penari menjadi 2 barisan yang saling berjejer sejajar menghadap ke arah

dalam sisi barisan sehingga saling berhadapan antar penari. Pola lantai hanya

digunakan pada saat melakukan ragam gerka nunggang jaran saja. Setelah ragam

gerak nunggang jaran selesai, formasi pola lantai kembali membentuk pola sejajar 3

baris dan sejajar dua baris saling berhadapan kembali kemudian di akhir pertunjukan

Tari Satrionan di tutup dengan formasi pola lantai jejer wayang seperti pada saat

awal pertunjukan. Formasi pola lantai jejer wayang pada bagian akhir pertunjukan

Tari Satrionan dapat dilihat pada foto 4. 181 di bawah ini.


232

Foto 4.181. Formasi jejer wayang pada Tari Satrionan


(Sumber: Dokumentasi Octa, 10 Oktober 2020)

Berdasarkan foto 4.181 di atas terlihat penari Satrionan sedang membentuk

formasi pola lantai jejer wayang seperti pada saat awal pertunjukan Tari Satrionan.

Hal yang membedakan antara formasi jejer wayang di awal pertunjukan dengan akhir

pertunjukan adalah dengan adanya Ketua Paguyuban (Pak Judi) dan Pawang (Pak

Ngaserin) di tengah-tengah penari. Formasi ini jejer wayang terbentuk dari barisan

penari, ketua paguyuban dan pawing yang berdiri sejajar dalam satu barisan

menghadap ke arah depan (penonton) untuk melakukan penghormatan dan pamit

kepada penonton yang hadir di sana sebagai pemberitahuan bahwa pertunjukan Tari

Satrionan telah usai. Setelah penari Satrionan meninggalkan area pertunjukan maka

bergantian, penari Klasik Pedangan masuk untuk mempersiapkan diri melakukan

pertunjukan penutup pada Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle. Formasi

pola lantai selanjutnya yang digunakan dalam Tari Klasik Pedangan dapat dilihat

pada foto 4.182 di bawah ini.


233

Foto 4.182. Formasi sejajar dua baris (hadap depan) pada Tari Klasik Pedangan
(Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)

Berdasarkan foto 4.182 di atas tampak formasi sejajar dua baris (hadap depan)

pada Tari Klasik Pedangan. Formasi ini terbentuk ketika penari memasuki area

pertunjukan melalui sisi kanan dan kiri panggung kemudian mereka langsung

berjalan sambil memainkan properti jaranan sambil menempatkan diri pada posisi

masing-masing yaitu membelah jumlah penari menjadi 2 barisan yang saling berjejer

sejajar menghadap ke depan (arah penonton). Ketika pola lantai ini berlangsung

terdapat beberapa ragam gerak yang dilalui seperti: njipuk keris, glebagan jaran,

gajulan maju dan gajulan mundur. Setelah ragam gerak gajulan mundur selesai

penari langsung menempatkan diri pada variasi pola lantai selanjutnya yang dapat

dilihat pada foto 4.183 di bawah ini.


234

Foto 4.183. Formasi Kuncungan/Lingkaran pada Tari Klasik Pedangan


(Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)

Berdasrkan foto 4.183 terlihat penari Tari Klasik Pedangan yang sedang

melakukan ragam gerak kuncup pedangan dan pedangan membentuk pola lantai

kuncungan/lingkaran. Formasi kuncungan atau lingkaran ini terbentuk dari posisi

semua penari (kecuali penari ketua barisan) yang saling merapat dan berkumpul

dalam satu titik dengan posisi berjalan memutar menjaga visual bentuk pola lantai

lingkaran tersebut mengitari ketua barisan yang berada di dalam lingkaran yang

sedang melakukan ragam gerak pedangan. Kemudian setelah ragam gerak pedangan

selesai maka penari langsung memposisikan diri kembali pada formasi pola lantai

selanjutnya seperti yang terlihat pada foto 4.184 di bawah ini.


235

Foto 4.184. Formasi sejajar 2 baris (jeblosan nganan) pada Tari Klasik Pedangan
(Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)

Berdasarkan foto 4.184 tampak penari Tari Klasik Pedangan yang sedang

melakukan ragam gerak tranjalan membentuk pola lantai sejajar 2 baris (jeblosan

nganan). Formasi sejajar 2 baris (jeblosan nganan) terbentuk dari posisi penari yang

terbelah menjadi 2 barisan yang saling berjejer sejajar menghadap samping sisi area

pementasan, lebih tepatnya menghadap ke sisi dalam barisan sehingga saling

berhadapan. Kemudian barisan sebelah kiri melakukan ragam gerak tranjal maju ke

depan melewati penari barisan kanan yang sedang jengkeng hingga berada di posisi

beberapa langkah di belakang penari barisan kanan. Setelah ragam gerak tranjal

selesai penari barisan kanan yang tadinya jengkeng segera berdiri dan menempatkan

diri pada pola lantai terakhir dalam Tari Klasik Pedangan yang dapat dilihat pada foto

4.185 di bawah ini.


236

Foto 4.185. Formasi kuncupan muter pada Tari Klasik Pedangan


(Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)

Berdasarkan foto 4.185. terlihat penari Tari Klasik Pedangan yang sedang

melakukan ragam gerak nguncup dan membentuk pola lantai kuncunpan muter

/lingkaran berputar. Formasi ini diterapkan pada tiap akhir tari rewo-rewo, tari

klasikan dan tari klasik pedangan. Formasi kuncungan atau lingkaran ini terbentuk

dari posisi semua penari yang saling merapat dan berkumpul dalam satu titik dengan

posisi menghadap ke dalam lingkaran barisan sambil tetap berjalan memutar menjaga

visual bentuk pola lantai lingkaran tersebut hingga akhirnya beberapa penari

mengalami kesurupan dan melakukan penutupan pertunjukan bersama-sama setelah

sadar dari kondisi kesurupannya.

4.4.2.2.3 Volume Gerak Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

Volume yang diciptakan oleh gerak-gerak penari Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle tentu beragam besarannya mulai dari volume besar,

medium/sedang hingga kecil. Variasi gerak pada masing-masing tarian dalam


237

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle menciptakan kesan tersendiri dari

sudut pandang penonton sehingga dapat menambah nilai estetis dan minat penonton

untuk lebih menikmati pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

dari awal hingga akhir sajian. Mengenai aspek volume gerak sendiri memiliki kaitan

erat dengan aspek ruang gerak penari yang telah dibahas sebelumnya. Alasannya

adalah karena semakin besarnya ruang gerak yang digunakan oleh penari maka

semakin besar pula volume yang dibutuhkan dan sebaliknya. Untuk memperjelas

penjelasan di atas, peneliti telah mencantumkan beberapa contoh volume yang ada

dalam pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle dari volume

kecil, volume sedang hingga volume besar pada foto 4.186, 4.187, 4.188.

Berikut ragam gerak pada Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

yang mempunyai volume kecil seperti yang terlihat di foto 4.186 di bawah ini.

Foto 4.186. Gerak Tari Satrionan dengan volume kecil


(Sumber: Dokumentasi Octa, 29 Oktober 2020)
238

Pada foto 4.186 adalah peragaan ragam gerak ulap-ulap pada Tari Satrionan.

Ragam gerak ulap-ulap masuk pada klasifikasi gerak dengan volume kecil sebab

gerak tersebut tidak membutuhkan ruang gerak yang luas/besar dan didukung oleh

gerak ulap-ulap ini bersifat statis atau tidak berpidah tempat karena kaki penari pada

saat memprakterkan gerak ulap-ulap hanya pada posisi tanjak kiri dan jengkeng.

Selanjutnya untuk contoh ragam gerak bervolume sedang dapat dilihat pada foto

4.187 di bawah ini.

Foto 4.187. Gerak Tari Satrionan dengan volume medium


(Sumber: Dokumentasi Octa, 29 Oktober 2020)

Gerak pada foto 4.187. adalah gerak tari Satrionan dengan volume

medium/sedang. Sebab untuk mempraktekan gerak Usap Boro seperti yang ada pada

foto 4.187. membutuhkan ruang gerak yang agak luas. Karena tangan kanan bergerak

melambai dari bawah (di depan aksesoris boro yang melekat pada paha penari) ke

arah atas (setinggi atas kepala) sehingga membentuk visual serupa setengah
239

lingkaran. Lebih luas jangkauan ruang yang dibutuhkan jika dibandingkan dengan

ulap-ulap tadi yang hanya menjangkau area seputar wajah saja. Namun dari segi

gerak kaki masih sama, karena ragam gerak usap boro juga bersifat statis atau tidak

berpidah tempat karena kaki penari pada saat memprakterkan gerak ulap-ulap hanya

pada posisi tanjak kiri dan jengkeng. Selanjutnya untuk contoh ragam gerak

bervolume besar dapat dilihat pada foto 4.188 di bawah ini.

Foto 4.188. Gerak Tari Satrionan dengan volume besar


(Sumber: Dokumentasi Octa, 29 Oktober 2020)

Gerak pada foto 4.188. adalah peragaan ragam gerak onclangan pada Tari

Satrionan. Ragam gerak onclangan termasuk pada klasifikasi gerak dengan volume

besar sebab gerak tersebut membutuhkan ruang gerak yang luas/besar. Selain itu,

gerak onclangan ini juga bersifat dinamis atau berpidah-pindah tempat. Saat

melakukan ragam gerak onclangan tangan penari mengayunkan properti jaranan dari

arah bawah (setara lutut) dengan posisi agak menyerong kemudian di dorong ke arah
240

atas (setara atas kepala) sedangkan kaki penari melakukan lompatan sambil

mengangkat kaki salah satu kaki secara bergantian. Hal itulah yang membuat gerak

onclangan masuk ke dalam klasifikasi ragam gerak dengan volume besar.

4.4.2.1.4 Arah Gerak Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

Pada 4 macam tarian pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle terdapat bermacam-macam arah hadap yang diterapkan untuk menambah

nilai estetis tarian serta meminimalisir kesan monoton pada tarian. Semua arah hadap

baik samping kanan, samping kiri, belakang maupun depan teraplikasikan secara

sistematis di dalam tarian.

Pada foto 4.189. di bawah ini telah tersaji contoh gambaran pose ragam gerak

yang terdapat pada pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

dengan arah hadap ke samping kanan dan kiri. Gerakan ini merupakan gerak

permulaan pada Tari Rewo-Rewo bernama jengkeng adepan jaran.

Foto 4.189. Arah gerak Tari Satrionan menghadap ke arah samping kanan dan kiri
(Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)
241

Foto 4.189. menampakkan arah gerak Tari Satrionan pada pertunjukan

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle yang menghadap ke arah samping

kanan dan kiri secara bersamaan karena penari terbagi menjadi dua baris kemudian

masing-masing baris menghadap ke arah dan kiri (sisi dalam barisan) sehingga saling

berhadapan satu sama lain. Gerak selanjutnya adalah gerak laku telu yang terdapat

pada foto 4.190 di bawah ini.

Foto 4.190. Gerak Tari Satrionan yang mempunyai arah hadap berubah kanan dan
kiri
(Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)

Foto 4.190. memperlihatkan gerak Tari Satrionan yang mempunyai arah

hadap berubah kanan dan kiri dalam satu ragam gerak secara bergantian. Gerak laku

telu mulanya dilakukan dengan menghadap ke arah kanan terlebih dahulu kemudian

memutar badan 180 derajat ke arah kiri lalu memutar badan kembali ke arah kanan

180 derajat secara bergantian dan di ulang selama dilakukannya ragam gerak laku
242

telu. Sedangkan pada foto 4.191 di bawah ini terlihat penari melakukan ragam gerak

yang arah hadapnya berlawanan arah.

Foto 4.191. Gerak Tari Klasikan yang mempunyai arah hadap saling berlawanan ke
samping kanan dan kiri
(Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)

Foto 4.191. memperlihatkan gerak Tari Klasikan yang mempunyai arah hadap

saling berlawanan ke samping kanan dan kiri. Foto 4.191 di atas merupakan peragaan

dari ragam gerak tranjalan. Penari yang tadinya masih berhadapan menghadap kea

arah sisi dalam barisan kemudian barisan kanan melakukan sikap jengkeng lalu penari

pada kubu barisan kiri tranjal maju ke depan hinga melewati penari baris kiri tadi.

Arah gerak Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle yang menghadap

ke depan dapat terlihat pada foto 4.192 di bawah ini.


243

Foto 4.192. Gerak Tari Klasikan yang menghadap ke arah depan


(Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)

Foto 4.192. menampakkan arah gerak Tari Klasikan yang menghadap ke

depan. Meskipun gerakan tangan penari bergerak mengayunkan property jaranan ke

arah kanan dan kiri namun arah hadap badan dan pandangan penari tetap mengarah

ke depan (tempat penonton berada) sehingga hanya tangan saja yang bergerak

sedangkan badan dan pandangan tetap ke depan.

Selanjutnya adalah gerak tari pada Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle yang menghadap ke belakang dapat dilihat pada foto 4.193 di bawah ini.
244

Foto 4.193. Gerak Tari Rewo-Rewo yang menghadap ke belakang


(Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)

Foto 4.193. menampakkan arah gerak Tari Rewo-Rewo yang menghadap ke

belakang (tempat panggung pengrawit). Meskipun gerakan tangan penari bergerak

mengayun dari arah kanan ke kiri dan sebaliknya namun arah hadap badan dan

pandangan penari tetap mengarah ke belakang sehingga hanya tangan saja yang

bergerak dan mengalami perpindahan posisi. Namun setelah menghadap ke belakang

ini penari selanjutnya membuat pola lantai kuncupan/lingkaran mengitari area

pertunjukan yang membuat pandangan penari bisa melihat secara leluasa ke segala

penjuru. Gerakan melingkar memutari area pertunjukan tersebut berfungsi sebagai

bagian dari upaya penari dalam penguasaan area pementasan, selain itu juga untuk

menambah variasi pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle dari

segi arah hadap maupun pola lantai supaya terlihat lebih atraktif.

4.4.2.1.5 Level Gerak Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

Level difungsikan pada sebuah pertunjukan tari guna memberikan sentuhan

dinamis pada pola permainan tingkatan tinggi rendahnya suatu pertunjukan supaya

semakin variatif/bervariasi. Level yang ada di dalam gerak Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle sangatlah bervariasi karena memiliki semua tingkatan level

pada ragam geraknya, baik level tinggi, sedang maupun rendah. Meskipun demikian,

level sedang merupakan level yang paling sering digunakan pada tarian-tarian pada

pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle. Sesekali disisipi oleh

level tinggi dan rendah supaya lebih terlihat dinamis dan atraktif.
245

Pada foto 4.194 mempelihatkan gerak pada pertunjukan Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle dengan level rendah.

Foto 4.194. Gerak Tari Rewo-Rewo dengan level rendah


(Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)

Pada foto 4.194 menunjukan level rendah yang terdapat pada Tari Rewo-Rewo

yaitu ketika melakukan ragam gerak jengkeng adepan jaran. Level rendah yang

terlihat pada foto 4.194 di atas memperlihatkan bahwa penari sedang jengkeng atau

posisi duduk dengan menggunakan lutut kaki kananya sebagai tumpuan badan

sehingga menyentuh tanah sedangkan kaki kirinya menekuk ke samping dengan

posisi membuka berperan sebagai penyangga badan, serta kedua tangan yang

menyentuh lutut supaya badan bisa seimbang dan tegak. Level rendah pada ragam

gerak jengkeng adepan jaran memberikan sentuhan berbeda pada variasi tingkatan

ragam gerak supaya semakin atraktif.

Selanjutnya adalah level ragam gerak yang sering digunakan pada tarian-

tarian yang ada di dalam pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle yaitu level sedang dapat terlihat pada foto 4.195 di bawah ini.
246

Foto 4.195. Gerak Tari Rewo-Rewo dengan level sedang


(Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)

Berdasarkan foto 4.195 di atas dapat terlihat jika penari rewo-rewo sedang

memperagakan ragam gerak dengan level sedang. Level sedang merupakan level

diterapkan pada mayoritas gerak di tarian-tarian Kesenian Kuda Lumping Turonggo

Jati Bengkle. Namun tak hanya level rendah dan sedang saja yang ada pada gerak

tarian Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle tetapi juga ada level tinggi di

dalamnya. Salah satu potret foto ragam gerak pada pertunjukan Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle yang menggunakan lavel tinggi dapat terlihat pada

foto 4.196 di bawah ini.

Foto 4.196. Gerak Tari Klasik Pedangan dengan level tinggi


(Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)
247

Berdasarkan foto 4.196 di atas dapat terlihat jika penari Klasik Pedangan

sedang memperagakan ragam gerak dengan level tinggi. Level tinggi merupakan

level diterapkan pada beberapa gerak di tarian-tarian Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle selain level rendah dan level sedang. Level tinggi yang biasa

ada pada gerak tarian Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle adalah jenis

gerak melompat. Foto 4.196. di atas merupakan salah satu contoh dari gerak pada

Tari Klasik Pedangan dengan level tinggi yaitu melompat. Gerak melompat tersebut

selalu dilakukan ketika ketua barisan akan melakukan adegan pedangan.

Keberagaman level yang ada pada tarian-tarian pertunjukan Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle menimbulkan kesan atraktif, dinamis serta menambah nilai

estetis tarian.

4.4.2.1.6 Fokus Pandang Gerak Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

Fokus arah pandangan yang ada pada gerak tarian-tarian pertunjukan

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle menyesuaikan dengan ragam

gerakan yang sedang dilakukan penari. Ketika penari bergerak ke arah kanan maka

pandangan juga mengarah ke kanan juga dan saat penari bergerak ke arah kiri maka

pandangan juga melihat ke arah kiri juga. Begitu juga ketika penari bergerak maju

sudah pasti pandangan melihat ke arah depan. Namun akan berbeda jika penari

bergerak mundur, maka pandangan sesekali juga melihat ke arah depan.

4.4.2.2 Waktu Gerak Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

Waktu adalah salah satu elemem penting yang ada pada gerak tarian-tarian

pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle. Waktu dalam ragam
248

gerak tari memiliki beberapa sub elemen diantaranya: ritme, tempo, dan meter. Tari-

tari yang ada pada pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

mempunyai ritme gerak yang cenderung stabil, sebab setiap transisi gerak terdapat

unsur kontinuitas antar ragam gerak satu dengan gerak berikutnya.

4.4.2.3 Tenaga Gerak Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

Tenaga yang terdapat dalam gerak tarian-tarian pertunjukan Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle yang sangat bervariasi. Tekanan atau aksen yang

ada pada tarian-tarian pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

terbagi menjadi 3 macam yaitu kekuatan rendah/lemah, sedang dan tinggi/besar.

Salah satu contoh ragam gerak yang menggunakan tenaga/aksen lemah adalah

ragam gerak ombak banyu seperti yang terlihat pada foto 4.197 di bawah ini.

Foto 4.197. Gerak Tari Rewo-Rewo dengan intensitas tenaga rendah/lemah


(Sumber: Dokumentasi Octa 29 Oktober 2020)
249

Gerak Tari Rewo-Rewo pada foto 4.197. di atas menampakkan gerak dengan

intensitas tenaga rendah. Gerak pada foto 4.197. merupakan visualisasi dari ragam

gerak ombak banyu pada Tari Rewo-Rewo yang berupa gerak ayunan tangan dari arah

kanan ke kiri dan sebaliknya dengan pola agak naik turun layaknya ombak. Gerakan

tersebut memiliki tempo yang lambat dan mengalun/mengalir sehingga hanya

memerlukan tenaga yang rendah untuk melakukannya. Selain itu, juga posisi badan

statis ditempat saja atau tidak dilakukan perpindahan tempat maupun arah hadap

sehingga semakin meminimalisir penggunaan tenaga dalam mempraktekan gerak

ombak banyu tersebut. Hal tersebut membuat gerak pada foto 4.197 menimbulkan

kesan kualitas gerak pada level yang ringan serta masuk pada klasifiksi gerak dengan

tenaga rendah.

Berikutnya adalah gerak dengan tenaga sedang. Salah satu contoh ragam

gerak yang menggunakan tenaga/aksen sedang dapat terlihat pada foto 4.198.
250

Foto 4.198. Gerak Tari Rewo-Rewo dengan intensitas tenaga medium/sedang


(Sumber: Dokumentasi Octa 29 Oktober 2020)

Gerak tari rewo-rewo pada foto 4.198. di atas menampakkan gerak dengan

intensitas tenaga medium/sedang. Gerak pada foto 4.198. merupakan visualisasi dari

ragam gerak laku telu pada tari rewo-rewo yang berupa jangkah kaki kanan kemudian

kaki kiri srimpet di depan kaki kanan, kaki kanan mundur di ikuti oleh angkatan kaki

kiri, tangan dan kepala mengikuti kaki yang berjalan, ketika salah satu kaki diangkat

maka tangan yang sama menekuk di depan muka dan tangan lainnya mentang ke

samping. Gerakan tersebut memiliki tempo yang sedang namun mengalun/mengalir

sehingga hanya memerlukan tenaga yang sedang saja untuk melakukannya. Meskipun

gerakan laku telu termasuk pada level gerak yang sederhana namun perpindahan arah

hadap yang dilakukan secara cepat dan berulang serta gerak mengangkat salah satu

kaki di dalamnya dapat menambah effort dan tenaga yang dikeluarkan penari lebih

besar jika dibandingkan dengan ragam gerak sebelumnya yaitu gerak ombak banyu

yang statis, kaki hanya diam di tempat tanpa perlu dilakukan perpindahan arah hadap

maupun gerak mengangkat kaki yang membutuhkan tenaga leih dan keseimbangan

badan seperti halnya yang dilakukan pada ragam gerak laku telu. Hal itulah yang

membuat gerak pada foto 4.198 menimbulkan kesan kualitas gerak pada level yang

sedang serta masuk pada klasifiksi gerak dengan tenaga sedang.

Berikutnya adalah gerak dengan tenaga tinggi. Salah satu contoh ragam gerak

yang menggunakan tenaga/aksen sedang dapat terlihat pada foto 4.199.


251

Foto 4.199. Gerak Tari Satrionan dengan intensitas tenaga tinggi


(Sumber: Dokumentasi Octa 29 Oktober 2020)

Gerak tari satrionan pada foto 4.199. di atas menampakkan gerak dengan

intensitas tenaga tinggi. Gerak pada foto 4.199. merupakan visualisasi dari ragam

gerak onclangan pada tari satrionan yang berupa gerak mengayunkan properti

jaranan dari arah bawah (setara lutut) dengan posisi agak menyerong kemudian di

dorong ke arah atas (setara atas kepala) sedangkan kaki penari melakukan lompatan

sambil mengangkat kaki salah satu kaki secara bergantian setinggi lutut secara cepat.

Gerakan tersebut memiliki tempo yang cepat dan dinamis sehingga hanya

memerlukan tenaga yang tinggi untuk melakukannya.

4.4.3 Iringan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle memiliki 9 orang

pengrawit dan 2 orang sindhen. Alat-alat musik yang digunakan sebagai instrument

pengiring pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle diantaranya:

1) Kendang 1 set, 2) Bonang 1 perangkat, 3) Demung 2 perangkat, 4) Saron 2


252

perangkat, 5) Dram 1 set, dan 6) Gong 1 set. Pola permainan antara suara sindhen dan

instrumen musik yang ditabuh saling bersahutan antara satu dengan lainnya.

Iringan musik pada pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle menggunakan tangga nada pentatonis. Berikut ini merupakan kutipan

pernyataan dari Arif (penata iringan Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo

Jati Bengkle) yang diperoleh pada saat wawancara tanggal 29 Oktober 2020.

“Pola permainan musik pada pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati
Bengkle menggunakan tangga nada pentatonis karena terdiri dari laras pelog dan
slendro”.

Berdasarkan pernyataan Arif pada tanggal 29 Oktober 2020 saat dilakukan

sesi wawancara, iringan yang digunakan selama pertunjukan Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle adalah tangga nada pentatonis karena mayoritas

instrument yang digunakan berupa gamelan tradisional dengan tambahan satu set

drum sebagai pelengkap sehingga tetap berpacu pada tangga nada pentatonis yang

menggunakan laras pelog dan slendro.

4.4.3.1 Kendang

Kendang yang digunakan untuk mengiringi pertunjukan Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle dapat dilihat pada foto 4.200.


253

Foto 4.200. Alat musik kendang


(Sumber: Dokumentasi Octa, 29 Oktober 2020)

Foto 4.200. memperlihatkan satu set kendang sunda yang digunakan sebagai

instrument pengiring pada pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle. Kendang sunda oleh masyarakat sekitar sering disebut dengan kendang

jaipong. Pada setiap pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

selalu menggunakan satu set kendang sunda tersebut untuk mengiringi jalannya

pementasan. Satu set kendang sunda terdiri dari 3 buah kendang yang terdiri dari

kendang indung (kendang yang paling besar) dan 2 kendang kulanter (kendang kecil).

Cara memainkannya adalah dengan dipukul tanpa menggunakan alat bantu apapun.

Bahkan pada beberapa kesempatan, untuk instrumen kendang selain menggunakan

satu set kendang sunda/jaipong masih ditambah dengan satu kendang lagi yaitu

kendang jawa jenis kendang ciblon. Keempat kendang tersebut memiliki suara dan

fungsi yang berbeda-beda, untuk kendang sunda sendiri dijadikan sebagai instrumen

pokok yang berfungsi sebagai pemandu dalam setiap peralihan gerak bagi jalannya

pertunjukan. Kombinasi dari keempat kendang yang digunakan untuk mengiringi


254

pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle dengan jenis dan asal

daerahnya yang berbeda justru memberikan nuansa serta keunikan tersendiri pada

iringan pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle.

4.4.3.2 Bonang

Bonang yang digunakan untuk mengiringi pertunjukan Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle dapat dilihat pada foto 4.201.

.
Foto 4.201. Alat musik bonang
(Sumber: Dokumentasi Octa, 29 Oktober 2020)

Foto 4.201. memperlihatkan bonang yang digunakan sebagai instrument

pengiring pada pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle. Bonang

di atas merupakan bonang barung berukuran sedang yang tersusun atas 10 buah

pencon yang terbagi menjadi 2 baris (atas dan bawah). Pencon tersebut terbuat dari

besi dan kuningan. Bagian atas pencon yang berbentuk timbul terbuat dari kuningan

sedangkan badan pencon terbuat dari besi. Bonang barung memiliki nada beroktaf

tengah hingga tinggi. Tehnik yang digunakan dalam permainan bonang yang

mengiringi pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle adalah

tehnik tabuhan pipilan/mipil dan tabuhan imbal-imbalan. Tehnik tabuhan ini


255

berfungsi untuk mengantisipasi nada-nada yang dilantunkan nantinya supaya dapat

menjadi pemandu bagi lagu-lagu pada instrument lainnya. Dengan kata lain, bonang

barung yang digunakan pada pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle berfungsi sebagai pembuka gendhing atau penentu gendhing yang akan

dimainkan dan juga sebagai penentu alur lagu gendhing. Cara memainkannya adalah

dengan dipukul menggunakan alat pemukul khusus yang terbuat dari kayu yang

dilapisi oleh kain/karet seperti yang terlihat pada foto 4.202. di bawah ini.

Foto 4.202. Alat pemukul bonang


(Sumber: Dokumentasi Octa, 29 Oktober 2020)
Berdasarkan foto 4.202. terlihat alat pemukul bonang yang sering disebut juga

dengan bindhi cara menggunakannya adalah dengan memukulkan bindhi ke bagian

atas pencon yang timbul dan berada di tengah masing-masing pot bonang. Karena di

dalam instrument pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

terdapat 2 macam kendang yaitu kendang sunda dan kendang ciblon (jawa). Maka

tabuhan dalam bonang pun ikut menyesuaikan dengan tabuhan kendangnya, ketika

pemain kendang menggunakan kendang sunda maka tabuhan yang dilantunkan

bonang akan menggunakan tabuhan pipilan/mipil sedangkan jika pemain kendang

menabuh kendang ciblon maka pemain bonang akan menabuh dengan tabuhan secara

imbal-imbalan.
256

4.4.3.3 Demung

Demung yang digunakan untuk mengiringi pertunjukan Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle dapat dilihat pada foto 4.203.

Foto 4.203. Alat musik demung


(Sumber: Dokumentasi Octa, 29 Oktober 2020)

Foto 4.203. memperlihatkan instrument demung yang digunakan sebagai

pengiring pada pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle.

Terdapat 2 macam demung yang digunakan untuk mengiringi pertunjukan Kesenian

Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle yaitu demung slendro dan demung pelog.

Demung merupakan instrumen gamelan yang masuk ke dalam jenis balungan. Dari

segi bentuk demung hampir sama dengan saron namun memiliki wilahan yang lebih

tipis dan lebih lebar dibandingkan saron. Hal itulah yang menyebabkan demung

menghasilkan nada yang rendah dibadingkan balungan lainnya. Kedua jenis demung

tadi memiliki perbedaan yang dapat dilihat dari ukuran dan bunyi yang dihasilkan.

Demung menghasilkan nada dengan oktaf terendah dalam keluarga balungan, dengan

ukuran fisik yang lebih besar dalam jenis balungan.


257

Pola tabuhan demung disesuaikan dengan gendhing yang akan dimainkan.

Ketika demung ditabuh dengan tehnik imbal-imbalan maka demung ditabuh

bergantian antara demung 1 dan demung 2 sehingga menghasilkan jalinan nada yang

dihasilkan menjadi bervariasi namun tetap mengikuti pola permainan yang ada. Cepat

lambatnya dan keras lemahnya penabuhan tergantung pada komando dari kendang

dan jenis gendhingnya. Pada gendhing Gangsaran yang menggambarkan kondisi

peperangan misalnya, demung ditabuh dengan keras dan cepat. Pada gendhing Gati

yang bernuansa militer, demung ditabuh lambat namun keras. Ketika mengiringi lagu

ditabuh pelan. Ketika sedang dalam kondisi imbal, maka ditabuh cepat dan keras

Cara memainkan instrument demung adalah dengan dipukul menggunakan

alat pemukul khusus seperti yang terlihat pada foto 4.204. di bawah ini.

Foto 4.204. Alat pemukul demung


(Sumber: Dokumentasi Octa, 29 Oktober 2020)

Berdasarkan foto 4.204. merupakan alat pemukul demung yang sering

digunakan untuk memainkan alat musik demung oleh pengrawit Paguyuban Kesenian

Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle. Alat pemukul demung terbuat dari bahan

dasar kayu dan memiliki bentuk menyerupai palu.


258

4.4.3.4 Saron

Saron yang digunakan untuk mengiringi pertunjukan Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle dapat dilihat pada foto 4.205.

Foto 4.205. Alat musik saron


(Sumber: Dokumentasi Octa, 29 Oktober 2020)

Foto 4.205. memperlihatkan instrument saron yang digunakan sebagai

pengiring pada pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle.

Terdapat 2 macam saron yang digunakan untuk mengiringi pertunjukan Kesenian

Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle yaitu saron slendro dan saron pelog. Saron

merupakan instrumen gamelan yang masuk ke dalam jenis balungan. Dari segi bentuk

saron hampir sama dengan demung namun memiliki wilahan yang lebih tebal dan

lebih melengkung namun ukurannya lebih kecil jika dibandingkan demung. Hal itulah

yang menyebabkan saron menghasilkan nada lebih tinggi 1 oktaf jika d dibandingkan

demung. Kedua jenis saron tadi memiliki perbedaan yang dapat dilihat dari ukuran

dan bunyi yang dihasilkan.

Pola tabuhan saron persis sama dengan tabuhan demung yaitu disesuaikan

dengan gendhing yang akan dimainkan. Ketika saron ditabuh dengan tehnik imbal-
259

imbalan maka saron ditabuh bergantian antara saron 1 dan saron 2 sehingga

menghasilkan jalinan nada yang dihasilkan menjadi bervariasi namun tetap mengikuti

pola permainan yang ada. Cepat lambatnya dan keras lemahnya penabuhan

tergantung pada komando dari kendang dan jenis gendhingnya. Pada gendhing

Gangsaran yang menggambarkan kondisi peperangan misalnya, saron ditabuh

dengan keras dan cepat. Pada gendhing Gati yang bernuansa militer, saron ditabuh

lambat namun keras. Ketika mengiringi lagu ditabuh pelan. Ketika sedang dalam

kondisi imbal, maka ditabuh cepat dan keras.

Cara memainkan instrument saron adalah dengan tangan kanan memukul

wilahan saron menggunakan alat pemukul khusus yang terbuat dari kayu yang

berbentuk seperti palu seperti yang terlihat pada foto 4.206, sedangkan tangan kiri

memencet wilahan yang telah dipukul sebelumnya untuk meredam suara dengaungan

sisa pukulan nada sebelumnya. Tehnik memencet tersebut sering juga disebut dengan

memathet.

Foto 4.206. Alat pemukul saron


(Sumber: Dokumentasi Octa, 29 Oktober 2020)

Berdasarkan foto 4.206. merupakan alat pemukul saron yang sering digunakan

untuk memainkan alat musik saron oleh pengrawit Paguyuban Kesenian Kuda
260

Lumping Turonggo Jati Bengkle. Alat pemukul saron terbuat dari bahan dasar kayu

dan memiliki bentuk menyerupai palu.

4.4.3.5 Satu Set Drum (Modifikasi)

Drum yang digunakan untuk mengiringi pertunjukan Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle dapat dilihat pada foto 4.207.

Foto 4.207. Alat musik drum


(Sumber: Dokumentasi Octa, 29 Oktober 2020)

Foto 4.207. memperlihatkan instrument drum yang digunakan sebagai

pengiring pada pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle. Satu set

drum modern terdiri dari: snare, bass, tom-tom dan simbal. Namun di dalam set drum

pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle terdapat beberapa

modifikasi yang disesuaikan dengan kebutuhan sehingga tersusun dari 1 buah snare,

1 bass drum 2 buah ketipung sebagai pengganti tom-tom dan 3 buah simbal. Semua

set drum disediakan sebagai instrumen pembawa kesan megah, menggema dan untuk

memasukan unsur modern pada nuansa musik pertunjukan Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle.


261

Cara memainkan instrument drum tersebut adalah dengan menggunakan alat

pemukul drum yang biasa disebut stick drum. Alat stick drum merupakan sepasang

tongkat kayu kecil berbahan dasar kayu seperti yang terlihat pada foto 4.208.

Foto 4.208. Alat pemukul drum (stick drum)


(Sumber: Dokumentasi Octa, 29 Oktober 2020)

Berdasarkan foto 4.208. terlihat alat pemukul drum yang juga sering disebut

dengan stick drum. Alat tersebut berfungsi untuk memukul bagian-bagian yang ada

dalam set drum.

4.4.3.6 Gong

Gong yang digunakan untuk mengiringi pertunjukan Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle dapat dilihat pada foto 4.209.

Foto 4.209. Satu set gong


(Sumber: Dokumentasi Octa, 29 Oktober 2020)
262

Foto 4.209. memperlihatkan satu set instrument gong yang digunakan sebagai

pengiring pada pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle. Satu set

gong terdiri dari: gong ageng, gong suwukan dan kempul. Jika diurutkan dari arah

paling kanan: gong suwukan, bagian tengah: kempul, dan paling kiri: gong ageng.

Gong merupakan alat musik yang berbentuk pencon terbuat dari bahan

besi/perunggu.

Gong berdasarkan ukurannya terbagi menjadi 4 macam yaitu gong ageng,

gong suwukan, kempul dan bende. Namun dalam pertunjukan Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle hanya menggunakan 3 jenis gong saja. Pertama,

gong ageng yang merupakan gong berukuran paling besar diantara gong lainnya

dengan kisaran ukuran mencapai 80 cm berfungsi sebagai penanda atas permulaan

dan akhir suatu kelompok dasar lagu/gendhing. Kedua, gong suwukan merupakan

gong berukuran besar kedua setelah gong ageng dengan kisaran ukuran mencapai 70-

60 cm berfungsi sebagai penanda akhiran suatu gendhing yang memiliki struktur

pendek, misalnya srepegan, lancaran dan sampak. Ketiga, kempul merupakan gong

berukuran sedang dengan kisaran ukuran mencapai 60-50 cm berfungsi sebagai

penanda aksen-aksen penting dalam kalimat lagu gendhing. Dalam pola

permainannya, kempul tak jarang dimainkan dengan nada yang sama dengan nada

balungan. Namun untuk mekanisme penabuhannya bisa dilakukan dengan

mendahului nada balungan berikutnya, kadang juga ditabuh dengan nada yang

membentuk interval kempyung nada balungan untuk memantapkan rasa pathetnya.


263

Cara memainkan instrumen gong tersebut adalah dengan menggunakan alat

pemukul gong seperti yang terlihat pada foto 4.210.

Foto 4.210. Alat pemukul gong


(Sumber: Dokumentasi Octa, 29 Oktober 2020)

Berdasarkan foto 4.210. tampak alat pemukul gong yang sering digunakan

untuk menabuh instrument gong oleh pengrawit Paguyuban Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle. Alat pemukul gong terbuat dari bahan dasar kayu dan benang

pada ujungnya supaya lebih lunak. Jika diurutkan dari sisi paling kanan memilki

ukuran paling kecil: alat pemukul kempul, ditengah: alat pemukul gong suwuk, dan

paling kiri: alat pemukul gong ageng.

4.4.3.7 Notasi dan Syair Iringan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle

Berikut merupakan notasi dan syair yang digunakan untuk mengiringi

pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle.

1) Tari Rewo-Rewo

a. Lancaran Gugur Gunung Pelog Barang

Balungan
264

_ .6.n7 .p6.n7 .p3.n5 .p7.ng6 .2.n7 .p2.n7 .p6.n5 .p2.ng3


.5.n6 .p5.n6 .p2.n3 .p6.ng5 .2.n3 .p2.n3 .p6.n5 .p3.ng2 _

 Vokal Gugur gunung Pelog Barang


@ 7 . . @ 7 . . 3 5 6 7 # @ 7 6
A -yo kan- ca nga- ya- hi kar- ya- ning pra- ja
@ # . . @ # . . @ 7 6 5 6 2 5 3
Ke-ne ke- ne gu- gur gu- nung tan-dang ga- we
. . 5 6 6 6 6 6 2 3 5 6 5 7 6 5
Sa – yuk sa- yuk ru- kun be - ba- re- ngan ro kan- ca- ne
. . 2 3 3 3 3 3 5 6 7 5 6 5 3 2
Li - la lan le - ga- wa kang-go mul- ya- ning ne - ga – ra
@ 7 . . @ 7 . . . . 3 5 6 6 6 6
Si -ji te - lu ma- ju pa- pat pa- pat
@ 6 7 6 # @ # . @ 7 6 5 6 . 3 3
Ke-ne ke- ne gu- gur gu- nung tan-dang ga- we
. 6 6 6 6 6 6 6 . 5 5 5 5 5 5 5
Ho- lo- bis kon-tul ba - ris ho - lo- bis kon-tul ba- ris
. 3 3 3 3 3 3 3 . 6 7 5 6 5 3 2
Ho- lo- bis kon- tul ba- ris ho- lo- bis kon- tul ba- ris

 Atraksi pecutan (Kemuda Sigra-sigra Pelog 5)

Buka Kendhang .ddd Bdg1


_ 2n12n1 2n45np6 5n65n6 546ng5 6n56n5 6n54np2 5n45n6 5n42ng1 _

a. Vokal Kemuda Sigra-sigra

. . . . . . . . . . 1 4 . . ! 6
Si- gra si- gra
. . 5 6 . 6 . . . . 5 4 1 2 4 5
Na- ya - ka a - nga-ya- hi kar- sa
. 4 6 5 . 4 6 5 . z6x x c5 4 . z5x x c4 2
Pa-nga-ya - hing pra- ja gre - gut seng - kut
. . 2 4 2 4 5 6 . 5 6 4 . . 2 g1
Can-cut ta - li wan- da ma- nung- gal se- dya
. . ! ! . . ! ! . z6x x c! @ . . ! 6
Dham-pyak dham- pyak ti - non - as - ri
. . 5 6 2 4 5 6 . . 5 4 1 2 4 5
265

Swa- ra - ne gu- mu- ruh sam- ya re - but kar- sa


. z4x x c6 5 . z4x x c6 5 . . 6 5 6 4 1 2
Nges - tu pa - dha ra - wuh- nya Sang Na- ta
. 4 2 4 . 5 . 6 . 5 6 4 . 2 . g1
Sa- ju - ru ju - ru nga- ya - hi kar - ya

2) Tari Klasikan

a. Macapat Pocung Slendro 9


5 5 3 2 6 6 6 ! 5 5 3 2
Ngel- mu i - ku ka- la - ko- ne kan- thi la - ku
6 ! 5 2 1 y y 1 y 2 1 y z1x x cy t
Le- ka- se la-wan kas te- ge- se kas nyan - to- sa - n
t y 1 2 2 2 1 y 2 1 y 1
se- dya bu- dya pa- nge- ke- sing dur- ang- ka- ra

Balungan
_ 161p5 161p5 161p5 161g5 _ Sampai akhir sajian
b. Kang Sinedya Pelog 6
. . . . ! 6 ! @ . . @ 6 . . ! @
Se- si – no- ne ta- jem ar - ga
. . . . @ # @ z!x x x@xx x c! 6 5 5 6 5 3
Pa-ngar ya ar - ya ar - ya kan- de- lir
j.j 2 2 2 2 3 1 2 3 j.j 2 2 2 2 3 2 1 y
lir mu- lat ran-dhu kang ken- tir a - ku kang se- tya nu- tu - ti
. . . . . # @ ! . . 6 # . . @ !
Ma- ra Mas Tar-so pa- ti
. . . . 6 5 6 3 . . 6 z5x x c6 . 3 2
e- se- me lir se - pet ma- du
. . . . . 5 6 3 . . 5 z6x x x.x x c! 6 5
Dha-sa- re a - ngu - da- ya
. . ! 6 . . 2 1 . . y 3 . . 2 1
De-wa men les - ta - ri
. . . . y 3 2 1 . . 3 z5x x x3x x c5 6 2
266

E e e e kang wus se- tya


. . . . . 5 6 3 . . y 3 . 2 1 g6
La- ir ba - tin ca . na ra- sa

3) Tari Satrionan (Prajuritan)

a. Ada-ada Macapat Asmarandana


1 2 3 5 5 5 5 5
A- ja tu- ru so - re ka - ki
5 ! @ # ! ! 5 z6x x x6x x x5x x x6x x c5
A- na De- wa ngang- lang ja - gad
5 3 1 5 3 z2x x c3 1 2
Nyang-king bo - kor ken- ca - na- ne
5 5 6 1 3 5 z3x x c2 z3x x c5
I - si - ne do- nga te - tu - lak
2 2 2 2 2 3 z2x x c1
San-dhang ka - la -wan pa- ngan
y 1 2 2 2 2 2 z3x x x5x x x3x x c2
Ya - i - ku ba- ge- ya- ni - pun
1 1 1 2 3 3 2 z3x x x2x x c1
Wong me-lek sa- bar na- ri - ma

b. Lancaran Bendrong Pelog Barang

Balungan
_ .5.n3 .p5.n2 .p5.n2 .p5.ng3 .5.n3 .p5.n2 .p5.n3 .p5.gn6
.7.n6 .p7.n5 .p7.n5 .p7.g6 .7.n6 .p7.n5 .p7.n5 .p7.ng6
.2.3 .p2.n1 .p6.n5 .p2.gn3 _

4) Tari Klasik Pedangan

a. ( Ayun-ayun Pelog 6 )
. . . . @ # @ ! ! @ 6 5 . . 6 2
A –yun a- yun go- byog ga- we gu- mun
. 2 2 . 5 3 2 1 . . 3 5 6 1 3 2
Te- kun sar- ta ru- kun a- keh kang ka- yung-yun
. . . . 2 3 5 6 5 6 . . @ ! 6 5
267

Da- di sra- na I - ku da – tan je - mu


. ! @ 6 3 5 3 2 . 1 2 3 z2x x x1x x c2 gy
Nya-wi- ji - ning pa – ne- mu con-dhong ing kal - bu

b. ( Ela-ela Gandrung Pelog 6 )


. . . . 1 t y 1 . t . y 1 y 1 z2x
E- la e- la tan - sah gan- drung gan-drung
c5 . 5 3 5 3 5 1 . t . y 1 y 1 2
ka-pan ri- na we-ngi tan - sah gan-drung gan-drung
. . 5 3 5 3 5 6 6 . 3 5 . . 6 2
Dha-sar ke- pa- ra nya-ta gan-drung gan-drung
. 2 2 . 5 3 5 1 . 3 2 . . z1x x cy gt
Gan-drung du- ma- di - ne ke- mak - mu - ran

Keterangan :
...n. : Kenong _...._ : Tanda Pengulangan
...p. : Kempul
...g. : Gong

Berdasarkan notasi dan syair yang telah disebutkan di atas terdapat 8 judul

iringan yang digunakan untuk mengiringi pertunjukan Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle. Judul iringan pertama pada yang digunakan untuk mengiringi

tari rewo-rewo adalah Gugur Gunung lirik lagu dan temanya membahas tentang

kebersamaan, solidaritas, ikhlas dalam berbhakti, serta gotong royong dalam

melaksanakan sebuah tugas. Setelah tarian rewo-rewo selesai, kemudian disambung

dengan atraksi pecutan yang masih diringi oleh judul iringan kedua yaitu Kemuda

Sigra-Sigra memiliki tema perjuangan dan menceritakan tentang kesiapan

serombongan pasukan yang bersemangat dan kompak dalam menjalankan perintah

dari atasannya/rajanya. Setelah atraksi pecutan selesai langsung disambung kembali


268

dengan sajian tari berikutnya yaitu tari klasikan yang diringi oleh judul iringan ketiga

dan keempat yaitu Pucung dan Kang Sinedyo. Pucung merupakan salah satu tembang

macapat yang mengandung makna tentang perjalanan hidup manusia dan di dalam

lirik pucung di atas dapat diterjemahkan sebagai wejangan seseorang perihal siklus

ilmu yang hanya bisa terwujud melalui perbuatan, dimulai dari kemauan yang

menguatkan dan dengan (ilmu) kebaikan/budi pekerti dapat mengalahkan (ilmu)

kejahatan. Judul iringan keempat yaitu Kang Sinedyo adalah tembang yang

bertemakan asmara dan menceritakan tentang bentuk kasih sayang seorang putri yang

setia dan selalu jatuh cinta setiap hari kepada lelaki yang dicintainya sehingga selalu

terkesima/terpesona setiapkali melihat senyum manis dan kegagahannya. Selanjutnya

setelah tari klasikan selesai, pertunjukan diisi kembali dengan sajian tari ketiga yaitu

tari satrionan. Pada tari satrionan menggunakan judul iringan kelima yang berjudul

Asmaradana merupakan tembang macapat bertemakan asmara juga. Namun dalam

tema asmara pada tembang Asmaradana tidak secara khusus hanya untuk

menggambarkan asmara sesame manusia semata tetapi juga cinta secara universal

termasuk rasa cinta kepada Sang Pencipta/Tuhan. Hal tersebut sesuai dengan

terjemah lirik Asmaradana di atas yang menceritakan tentang sebuah anjuran untuk

tidak tidur sore hari. Karena ada dewa melanglang/mengelilingi jagad dengan bokor

atau wadah emas berisi rezeki dan doa tolak balak/hal buruk. Isi bokor itu

diperuntukkan kepada yang kuat tirakat dengan tetap terjaga di malam hari. Secara

tidak langsung hal tersebut merupakan wejangan sesorang untuk lebih mencintai

Tuhan dengan menjalankan ibadah salah satunya yaitu tirakat/sholat tahajud. Selain
269

lagu macapat Asmaradana, tari satrionan juga diringi oleh lancaran bendrongan yang

merupakan bentuk musik instrument umum dalam pertunjukan tari yang bisa

digunakan untuk mengiringi suatu tarian baik dalam bentuk hanya nada saja tanpa

adanya lirik yang tetap maupun diisi dengan lirik dari lagu-lagu apapun sesuai dengan

tema tarian. Pada babak akhir pertunjukan diisi oleh sajian tari klasik pedangan yang

diiringi oleh judul iringan kelima dan keenam yaitu Ayun-Ayun dan Ela-Ela

Gandrung. Lagu Ayun-Ayun adalah menceritakan tentang saran untuk menyatukan

tekad dalam mencapai sebuah tujuan supaya dapat mewujudkan cita-cita. Terakhir,

judul iringan keenam yaitu Ela-Ela Gandrung yang menceritakan tentang perasaan

seseorang yang rindu teramat sangat akan sebuah keinginan yang kuat sampai

akhirnya siang dan malam selalu terbayang oleh keinginan tersebut.

4.4.4 Pelaku Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

Pada pertunjukan Keseniana Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

melibatkan berjumlah 32 orang pelaku pertunjukan dengan peran dan tugas masing-

masing diantaranya terdiri dari 1 orang sindhen, 3 orang pemecut, 4 orang pawang, 8

orang pemusik dan 16 orang penari seperti yang terlihat pada foto 4.211., 4.212.,

4.213., 4.214., dan 4.215. di bawah ini.


270

Foto 4.211. Pelaku dalam pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turongggo Jati
Bengkle (pengrawit dan sindhen). (Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)

Foto 4.212. Pelaku pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turongggo Jati Bengkle
(penari klasikan). (Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)

Foto 4.213. Pelaku pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turongggo Jati Bengkle
(penari satrionan). (Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)
271

Foto 4.214. Pelaku pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turongggo Jati Bengkle
(pemecut). (Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)

Foto 4.215. Pelaku pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turongggo Jati Bengkle
(pawang). (Sumber: Dokumentasi Octa, 22 Desember 2019)

Berdasarkan foto 4.211., 4.212., 4.213., 4.214., dan 4.215 pelaku pertunjukan

Kesenian Kuda Lumping Turongggo Jati Bengkle berjumlah 32 orang dengan peran

dan tugas masing-masing diantaranya terdiri dari 1 orang sindhen, 3 orang pemecut, 4

orang pawang, 8 orang pemusik dan 16 orang penari. Pelaku pertunjukan Kesenian

Kuda Lumping Turongggo Jati Bengkle terdiri dari berbagai usia yang berbeda,

diantaranya: 1) tim penari klasikan terdiri dari 8 orang penari yang memiliki rentan

usia antara 25-35 tahun, 2) tim penari satrionan terdiri dari 7 orang penari yang
272

mempunyai rentan usia dari 18-20 tahun serta 1 orang penari berusia 6 tahun, 3)

bagian pemusik yang terdiri dari 8 orang pengrawit dengan rentan usia dari 17 tahun

hingga 27 tahun serta 1 orang penyanyi usia 30 tahun, 4) bagian pemecut terdiri dari

3 orang yang memiliki rentan usia 25-40 tahun, dan 5) bagian pawang terdiri dari 4

orang sesepuh anggota Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turongggo Jati Bengkle

orang termasuk Bapak Juwarto (ketua Paguyuban Kesenian Kuda Lumping

Turongggo Jati Bengkle dengan Bapak Juwarto) dan beberapa sesepuh lainnya yang

memiliki rentan usia antara 50-60.

4.4.5 Tata Rias Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

Tata rias yang digunakan pada penari Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

termasuk ke dalam jenis rias karakter. Secara spesifik, rias karakter yang diterapkan

pada penari Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle adalah rias putra gagah

teleng untuk tari rewo-rewo dan rias putra lanyap untuk tari klasikan, satrionan dan

klasik pedangan. Rias karakter adalah rias yang diaplikasikan pada wajah seseorang

guna mengubah tampilan asli objek rias tersebut menjadi sosok tokoh yang ingin

dimunculkan.

Rias pada pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

sangat sederhana dan fleksibel sebab penata rias mempelajari ilmu rias ini secara

mandiri/otodidak serta hanya menggunakan alat rias pribadi yang seadanya. Bahkan

disebabkan oleh waktu rias dan jumlah penata rias yang sangat terbatas seringkali

penari ada yang berinisiatif untuk merias diri sendiri atau merias teman penari lainnya
273

dengan cara mencontoh hasil rias dari penata rias. Foto 4.216., 4.217., dan 4.218. di

bawah merupakan riasan yang digunakan oleh penari ketika tampil pada pertunjukan

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle.

Foto 4.216. Rias wajah (tari rewo-rewo) Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati
Bengkle. (Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)

Ciri khas dari rias putra gagah telengan seperti yang terlihat pada foto 4.216.

di atas adalah pada bagain alis warna hitam pekat, tebal dan tajam lurus agak naik

supaya terlihat garang, memakai celak dibagian kelopak atas dan bawah mata, bagian

sisi kanan kiri hidung diberi bayangan menggunakan pidih warna hitam, tambahan

bentuk kumis yang tebal memanjang ke arah kanan dan kiri hingga melebihi area atas

bibir serta bibir bagian atas diberi warna hitam juga, laler menclok sebagai hiasan

tambahan yang berbentuk serupa tanda seru di tengah-tengah area mata dan di atas

hidung, serta godeg gagah dibagian kanan kiri wajah, untuk selebihnya diberi

bayangan berwarna merah terutama dibagian jidat dan dagu. Rias putra gagah
274

telengan ini diaplikasikan kepada penari rewo-rewo supaya memunculkan karakter

gagah perkasa. Selanjutnya adalah rias putra lanyap yang digunakan untuk tari

klasikan, satrionan dan klasik pedangan seperti yang terlihat pada foto 4.217.

Foto 4.217. Rias wajah (tari klasikan dan tari klasik pedangan) Kesenian Kuda
Lumping Turonggo Jati Bengkle (Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)

Foto 4.218. Rias wajah (tari satrionan) Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati
Bengkle (Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)
275

Rias putra lanyap pada foto 4.217 dan 4.218 di atas memiliki ciri tampilan

berupa rias cakepan yang menggunakan alis warna hitam pekat, tidak setebal rias

putra gagah telengan, dan berbentuk melengkung, memakai celak hanya dibagian

kelopak atas mata, bagian hidung diberi bayangan namun hanya tipis saja

menggunakan foundation atau bedak saja, kumis warna hitam pada selebar bibir atas

(tidak melebihi batas bibir), bibir menggunakan lipstik warna merah, blush on/perona

pipi pada area tulang pipi, laler menclok sebagai hiasan tambahan yang berbentuk

serupa tanda seru di tengah-tengah area mata dan di atas hidung, godeg gagah dan

selebihnya area wajah lain berwarna natural kulit karena hanya menggunakan

foundation dan bedak padat (sesuai warna kulit asli penari). Rias putra lanyap ini

diaplikasikan kepada penari klasikan, satrionan dan klasik pedangan supaya

memunculkan karakter halus dan lincah layaknya seorang prajurit berkuda pada

umumnya. Rias karakter ini sengaja dipilih oleh penata rias karena pengaplikasianya

yang praktis dan fleksibel.

4.4.5.1 Proses Rias Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

4.4.5.1.1 Alat Rias Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

Berikut ini adalah alat-alat rias yang digunakan oleh penata rias ketika

melakukan proses rias Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle, diantaranya:

milk cleanser/susu pembersih, face tonic/penyegar, kuas make up/ brush, pelembab,

alas bedak/foundation, bedak tabur, bedak padat, lipstik, blush on/perona pipi, spons,

pensil alis hitam/celak, pidih hitam, pidih putih, eyeshadow warna jingga, merah dan

kuning keemasan,
276

1. Milk cleanser/susu pembersih: cairan berwarna putih, berbentuk seperti lotion

dan susu yang digunakan untuk membersihkan wajah dari kotoran/debu sebelum

mencuci muka.

2. Face tonic/penyegar: cairan encer serupa air yang digunakan untuk

membersihkan sisa residu susu pembersih yang tadi sudah sempat diangkat oleh

kapas supaya mendapatkan hasil bersih yang lebih maksimal serta untuk

memberikan sensasi segar pada wajah sebelum dirias.

3. Kuas make up/ brush: alat aplikator yang terdiri dari bulu-bulu halus dan tangkai

dengan bentuk dan jenis yang sangat beragam menyesuaikan dengan fungsinya

masing-masing. Fungsi dari kuas sendiri adalah untuk mempermudah

pengaaplikasian make up pada wajah.

4. Pelembab: cairan yang berbentuk lotion agak kental dan biasanya berwarna putih

digunakan untuk menambah kelembaban wajah sehingga riasan dapat lebih

menempel, mudah diaplikasikan dan lebih tahan lama.

5. Alas bedak/foundation: cairan bertekstur lotion agak kental dengan warna yang

diselaraskan dengan warna kulit. Alas bedak ini dijadikan sebagai lapisan

pertama dalam riasan sebelum nantinya ditimpa dengan bedak tabur supaya dapat

melekat dengan sempurna.

6. Bedak tabur: bubuk yang bertekstur halus dan memiliki beragam warna yang

disesuaikan dengan warna kulit. Fungsi bedak tabur sendiri adalah untuk

mengkunci alas bedak agar dapat melekat lebih lama pada riasan wajah.
277

7. Bedak padat: serbuk bedak yang dipadatkan, warnanya pun beragam. Fungsinya

sendiri adalah untuk menyempurnakan complection agar lebih sempurna dan

awet.

8. Lipstik: kosmetik yang umumnya terbuat dari lilin, minyak dan pigmen yang

digunakan untuk memberikan warna tertentu pada bibir agar memunculkan kesan

sesuai dengan yang diinginkan dan supaya bibir terlihat segar/tidak pucat.

9. Blush on/perona pipi: serbuk powdery seperti bedak, namun ada juga yang

berbentuk liquid. Blush on sendiri memiliki fungsi sebagai perona pipi agar

riasan tidak terlihat pucat serta menimbulkan kesan segar pada wajah.

10. Spons: alat kosmetik yang terbuat dari bahan yang elastis dan memiliki pori-pori

sehingga dapat digunakan untuk membaurkan produk pada kulit supaya

memberikan hasil yang rapih dan natural.

11. Pensil alis hitam/celak: alat rias yang berbentuk seperti pensil dan memilki isian

warna hitam bertekstur agak creamy supaya dapat dengan mudah diaplikasikan

baik untuk membentuk alis maupun untuk membingkai mata (celak).

12. Pidih hitam: alat rias yang berbentuk jar kecil atau berwadah seperti lipstik berisi

cream padat berwarna hitam. Berfungsi untuk memberikan warna lebih tegas

pada bagian yang diinginkan secara lebih praktis karena terkturnya yang creamy

(tidak kering namun juga tidak meleleh).

13. Pidih putih: alat rias yang wadahnya berbentuk jar kecil atau seperti lipstik berisi

cream padat berwarna putih. Berfungsi untuk memberikan warna lebih tegas
278

pada bagian yang diinginkan secara lebih praktis karena terkturnya yang creamy

(tidak kering namun juga tidak meleleh).

14. Pidih jingga: alat rias yang wadahnya berbentuk jar kecil atau seperti lipstik

berisi cream padat berwarna jingga. Berfungsi untuk memberikan warna lebih

tegas pada bagian yang diinginkan secara lebih praktis karena terkturnya yang

creamy (tidak kering namun juga tidak meleleh).

15. Eyeshadow: bubuk/cream padat yang memiliki beragam sekali warna untuk

memberi polesan warna pada area yang diinginkan. Warna eyeshadow yang

sering digunakan untuk merias wajah penari Kesenian Kuda Lumping Turonggo

Jati Bengkle adalah warna merah dan kuning keemasan.

16. Sisir: sebuah alat rias yang terbuat dari bahan keras (misalnya: plastik) biasanya

berbentuk pipih, memiliki gerigi. Fungsi dari sisir sendiri adalah untuk

membantu proses penataan rambut, membersihkan rambut, dll.

17. Cermin: alat rias yang licin dan dapat menciptakan pantulan bayangan objek

yang ada di depannya secara sempurna atau sama persis dengan aslinya. Fungsi

dari cermin adalah untuk membantu proses rias dalam meneliti hasil tampilan

riasan secara detail.

4.4.5.1.2 Tahapan Rias Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

4.4.5.1.2.1 Tata Rias Wajah Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

Berikut merupakan langkah-langkah dalam proses rias wajah pada penari

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle, diantaranya:


279

1) Wajah penari mula-mula dibersihkan menggunakan susu pembersih yang

dioleskan pada wajah dan leher, lalu dibersihkan dengan kapas dan kemudian

dibersihkan kembali dengan kapas yang telah diberi penyegar. Bisa

dilanjutkan dengan mencuci muka dengan sabun pencuci muka jika perlu.

2) Wajah yang telah bersih selanjutnya diolesi pelembab secara merata dengan

takaran secukupnya, tunggu beberapa menit dulu agar agak pelembab meresap

ke dalam kulit. Setelah kulit sudah dalam keadaan lembab, kemudian bisa

segera dibaurkan alas bedak di atasnya, bisa menggunakan tangan langsung

atau spons khusus alas bedak.

3) Wajah penari yang telah diberi alas bedak selanjutnya dibauri dengan bedak

tabur menggunakan warna yang sesuai dengan kulit penari, lalu ditimpa

dengan bedak padat yang disapukan pada wajah secara merata menggunakan

spons bedak.

4) Jika complection dasar pada wajah sudah selesai semua, selanjutnya bisa

dilanjutkan dengan membuat alis menggunakan pensil alis warna hitam sesuai

dengan jenis riasan (putra gagah teleng/putra lanyap).

5) Setelah bagian alis telah selesai bisa dilanjutkan dengan membuat rias bagian

mata yaitu menggunakan eyeshadow dan pidih untuk membuat mata lebih

tegas termasuk membingkai mata pada bagian garis kelopak mata atas dan

bawah serta membuat wings di area sudut mata dengan celak.

6) Untuk rias putra lanyap bisa dilanjutkan dengan menggunakan blush on,

sedangkan untuk rias putra gagah teleng bisa dilanjutkan dengan memberi
280

warna merah pada bagian jidat, tulang hidung, bibir bagian bawah dan dagu

menggunakan pidih jingga.

7) Rias putra gagah teleng bisa dilanjutkan dengan membuat bayangan di sisi

kanan kiri tulang hidung, garis kerutan mata, kumis (diatas bibir space antara

hidung dan bibir hingga bibir atas juga diberi warna hitam), godeg dan laler

menclok sebagai hiasan tambahan yang berbentuk serupa tanda seru di tengah-

tengah area mata dan di atas hidung berwarna putih pada area dalamnya dan

dibingkai dengan garis hitam pada sisi luarannya. Lalu membuat bingkai garis

berbentuk 2 taring pada sisi pojok kanan kiri bibir bawah. Kemudian diisi

dengan pidih warna putih, selain itu pidih warna putih juga dibubuhkan pada

sisi kanan dan kiri cuping hidung.

8) Rias putra lanyap dilanjutkan dengan membuat shading atau bayangan pada

sisi kanan kiri hidung menggunakan eyeshadow coklat dan bedak untuk

memberi dimensi pada bagian hidung, membentuk kumis (hanya selebar

space antara hidung dan bibir saja tanpa memberi warna hitam pada bibir

bagian atas), godeg dan laler menclok sebagai hiasan tambahan yang

berbentuk serupa tanda seru di tengah-tengah area mata dan di atas hidung

berwana hitam. Lalu membubuhkan lipstik warna merah pada bibir atas dan

bawah.

9) Terakhir sebelum mengaplikasikan aksesoris ikat kepala rambut penari disisir

terlebih dahulu agar rapih dan bersolek pada cermin untuk meneliti kembali

hasil riasan.
281

4.4.6 Tata Busana Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

4.4.6.1 Perlengkapan Busana Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

Busana/kostum yang digunakan oleh penari Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle disesuaikan dengan sosok tokoh yang ada dalam tarian. Selain

berfungsi untuk penutup tubuh dan memunculkan karakter tokoh dalam masing-

masing tarian, kostum juga berperan sebagai pendukung tema dalam sajian tari.

Sebab tarian yang ada di dalam pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle mayoritas merupakan tarian dengan isi gerakan enerjik dan dinamis sehingga

sebisa mungkin, kostum yang digunakan oleh penari tidak mengganggu/menghambat

proses gerak penari. Busana yang dikenakan oleh penari Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle merupakan jenis kostum sederhana yang mencerminkan

seorang prajurit, baik itu prajurit elit kerajaan maupun sosok prajurit dari kalangan

masyarakat jelata. Hal ini dapat terlihat dari bentuk kostum yang dikenakan berbeda

pada hampir semua sesi tarian. Untuk lebih jelasnya mengenai kostum penari

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle dapat dilihat pada foto 4.219.,

4.220., dan 4.221. di bawah ini.


282

Foto 4.219. Rias busana (tari rewo-rewo) Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati
Bengkle (Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)

Berdasarkan foto 4.219. di atas dapat terlihat kostum yang digunakan oleh

penari rewo-rewo pada saat pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle terdapat dua versi. Versi pertama menggunakan kostum berupa: 1) iket (ikat

kepala) berwarna merah hitam, 2) rompi hitam jaranan, 3) stagen, 4) jarik barong

(kain/jarik yang bermotif kotak-kotak hitam putih), 5) celana panjen. Versi kedua

mengenakan kostum berupa: 1) iket (ikat kepala) berwarna kuning hijau, 2) baju

surjan, 3) stagen, 4) jarik barong (kain/jarik yang bermotif kotak-kotak hitam putih),

5) celana panjen, 6) sampur warna hijau. Selanjutnya untuk tari klasikan dan klasik

pedangan, kedua tarian ini menggunakan kostum yang sama. Untuk lebih jelasnya

dapat dilihat pada foto 4.220. di bawah ini.


283

Foto 4.220. Rias busana (tari klasikan dan klasik pedangan) Kesenian Kuda Lumping
Turonggo Jati Bengkle (Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)

Berdasarkan foto 4.220. di atas dapat terlihat kostum yang digunakan oleh

penari klasikan dan klasik pedangan pada saat pertunjukan Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle menggunakan kostum berupa : 1) iket (ikat kepala) berwarna

kuning hijau, 2) baju surjan hitam motif bunga, 3) stagen, 4) jarik barong (kain/jarik

yang bermotif kotak-kotak hitam putih, kuning, merah), 5) celana panjen, dan 6)

sampur warna merah. Selanjutnya untuk kostum/busana yang dikenakan pada tari

satrionan dapat terlihat pada foto 4.221. di bawah ini.


284

Foto 4.221. Rias busana (tari satrionan) Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati
Bengkle (Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)

Berdasarkan foto 4.221. di atas dapat terlihat kostum yang digunakan oleh

penari satrionan pada saat pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle menggunakan kostum dan aksesoris berupa: 1) blangkon merah, 2) sumping,

3) wig (rambut palsu), 4) kalung kace, 5) kelat bahu 6) gelang tangan, 7) kendit, 8)

stagen motif batik warna merah, 9) sampur putih polos dan sampur merah dengan

motif batik di ujungnya, 10) sabuk dan epek timang, 11) boro samir, 12) jarit, 13)

celana panjen, 14) gelang kaki 15) uncal. Untuk penjelasan mengenai kostum dan

aksesoris penari Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle per-satuan/per-item


285

akan dibahas lebih lanjut berdasarkan lokasi penyematannya dari badan bagian atas

ke bawah.

4.4.6.1.1 Kostum dan Aksesoris Bagian Kepala Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle

4.4.6.1.1.1 Iket

Akesoris yang disematkan pada kepala penari rewo-rewo yang sering disebut

dengan iket karena cara pengaplikasiannya adalah dengan diikatkan pada kepala. Iket

adalah kain berbentuk bujur sangkar yang mempunyai empat sudut. Sebelum

diikatkan ke kepala terlebih dahulu kain iket ini dilipat menjadi dua bagian sehingga

membentuk segitiga tiga sudut sama kaki. Untuk lebih jelasnya, bentuk iket dapat

dilihat pada foto 4.222. di bawah ini.

Foto 4.222. Iket (digunakan pada tari rewo-rewo dan tari klasikan) Kesenian Kuda
Lumping Turonggo Jati Bengkle (Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)

Iket yang digunakan oleh penari rewo-rewo, tari klasikan dan tari klasik

pedangan selain berfungsi sebagai aksesoris/hiasan supaya terlihat lebih dekat dengan

karakter orang jaman dahulu yang selalu menggunakan iket ini untuk sehari-hari, juga

berperan sebagai penutup kepala yang dipercaya dapat memproteksi diri dari roh-roh
286

jahat. Tari rewo-rewo menggunakan iket warna merah hitam sedangkan tari klasikan

dan klasik pedangan menggunakan iket warna hijau kuning.

4.4.6.1.1.2. Blangkon

Akesoris yang disematkan pada kepala penari satrionan bernama blangkon.

Jika dibandingkan dengan hiasan kepala tari rewo-rewo, tari klasikan dan tari klasik

pedangan yang hanya menggunakan iket, aksesoris blangkon yang digunakan oleh

penari satrionan lebih praktis dan ekslusif. Untuk lebih jelasnya, bentuk blangkon

dapat dilihat pada foto 4.223. di bawah ini.

Foto 4.223. Blangkon (digunakan pada tari satrionan) Kesenian Kuda Lumping
Turonggo Jati Bengkle (Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)

Foto 4.223. tampak aksesoris blangkon yang digunakan oleh penari satrionan.

Blangkon merupakan tutup kepala yang terbuat dari kain batik serupa topi berbentuk

setengah lingkaran yang bagian belakangnya terdapat tonjolan sebagai tanda model

rambut laki-laki pada jaman dahulu yang acapkali mengikat rambut panjang mereka

pada bagian belakang kepala sehingga bagian belakang blangkon tersebut

menyembul. Blangkon yang digunakan oleh penari satrionan adalah blangkon dengan

motif batik warna kuning yang didominasi oleh latar berwarna merah.
287

4.4.6.1.1.3. Wig (Rambut Palsu)

Aksesoris kepala lainnya yang dikenakan oleh penari satrionan selain

blangkon adalah wig. Jika dibandingkan dengan hiasan kepala dan gaya rambut tari

rewo-rewo, tari klasikan dan tari klasik pedangan yang hanya menggunakan iket dan

rambut asli saja tanpa menggunakan tambahan aksesoris wig yang digunakan oleh

penari satrionan. Untuk lebih jelasnya, bentuk blangkon dapat dilihat pada foto

4.224. di bawah ini.

Foto 4.224. Wig ( hanya digunakan pada tari satrionan) Kesenian Kuda Lumping
Turonggo Jati Bengkle (Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)

Foto 4.224. tampak aksesoris wig yang hanya digunakan oleh penari

satrionan. Wig merupakan rambut imitasi/palsu yang terbuat dari rambut manusia

asli, wol, bulu, rambut yak, rambut kerbau, atau bahan sintetis lainnya yang

dikenakan pada kepala. Karena model rambut laki-laki pada jaman dahulu banyak

yang gondrong memelihara rambut mereka hingga panjang. Jenis wig yang

digunakan oleh penari satrionan adalah jenis wig yang terbuat dari rambut manusia

asli berwarna hitam pekat dengan tekstur yang lurus panjang.


288

4.4.6.1.2 Kostum dan Aksesoris Bagian Kuping Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle

4.4.6.1.2.1 Sumping

Tari rewo-rewo, tari klasikan, dan tari klasik pedangan tidak menggunakan

hiasan pada bagian kuping. Hiasan kuping yang biasa disebut dengan sumping ini

hanya digunakan oleh penari satrionan. Untuk lebih jelasnya, bentuk sumping dapat

dilihat pada foto 4.225. di bawah ini.

Foto 4.225. Sumping (hanya digunakan pada tari satrionan) Kesenian Kuda Lumping
Turonggo Jati Bengkle (Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)

Foto 4.225. tampak aksesoris sumping yang digunakan oleh penari satrionan.

Sumping merupakan hiasan yang dikenakan penari pada daun telinga penari terbuat

dari kuningan/lembaran kulit yang biasa digunakan sebagai bahan dasar pembuatan

wayang kulit kemudian ditatah hingga tembus dan berlubang lalu sebagai finishing

dicat dengan warna keemasan. Bentuk sumping sendiri menyerupai sulur helai daun

atau sayap burung.


289

4.4.6.1.3 Kostum dan Aksesoris Bagian Leher Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle

4.4.6.1.3.1 Kalung Kace

Pada tari rewo-rewo, tari klasikan dan tari klasik pedangan tidak

menggunakan hiasan pada bagian leher. Hiasan leher yang biasa disebut dengan

kalung kace susun ini hanya digunakan oleh penari satrionan. Untuk lebih jelasnya,

bentuk kalung kace susun dapat dilihat pada foto 4.226. di bawah ini.

Foto 4.226. Kalung kace susun (hanya digunakan pada tari satrionan) Kesenian Kuda
Lumping Turonggo Jati Bengkle (Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)

Foto 4.226. tampak aksesoris kalung kace susun yang digunakan oleh penari

satrionan. Kalung kace susun merupakan hiasan yang dikenakan penari pada leher

penari terbuat dari spons yang dilapisi oleh kertas emas dan diberi manik-manik

berupa permata imitasi bersusun 3.


290

4.4.6.1.4 Kostum dan Aksesoris Bagian Lengen Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle

4.4.6.1.4.1 Kelat Bahu

Pada tari rewo-rewo, tari klasikan dan tari klasik pedangan tidak

menggunakan hiasan pada bagian lengan. Hiasan lengan yang biasa disebut dengan

kelat bahu ini hanya digunakan oleh penari satrionan. Untuk lebih jelasnya, bentuk

kelat bahu dapat dilihat pada foto 4.227. di bawah ini.

Foto 4.227. Kelat bahu (hanya digunakan pada tari satrionan) Kesenian Kuda
Lumping Turonggo Jati Bengkle (Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)

Foto 4.227. tampak aksesoris kelat bahu yang digunakan oleh penari

satrionan. Kelat bahu merupakan hiasan yang dikenakan penari pada lengan dekat

bahu penari terbuat dari kuningan, lembaran kulit, maupun plasmen yang dilapisi

oleh kertas berwarna, ada yang diberi tambahan manik-manik berupa permata imitasi

namun ada juga yang polosan atau tidak diberi tambahan manik-manik. Pada kelat

bahu yang digunakan oleh penari satrionan merupakan jenis kelat bahu berbahan

dasar plasmen yang dilapisi oleh kertas berwarna merah dan keemasan dan

berbentuk/bermotif kobaran api. Cara pemakaian kelat bahu ini adalah dengan
291

melingkarkannya ke lengan kanan dan kiri penari dekat ketiak/pangkal lengan

sehingga menempel pada area otot trisep dan bisep lengannya.

4.4.6.1.5 Kostum dan Aksesoris Bagian Tangan Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle

4.4.6.1.5.1 Gelang Tangan

Pada tari rewo-rewo, tari klasikan dan tari klasik pedangan tidak

menggunakan hiasan pada bagian pergelangan tangan. Hiasan pergelangan tangan

yang biasa disebut dengan gelang tangan ini hanya digunakan oleh penari satrionan.

Untuk lebih jelasnya, bentuk gelang tangan dapat dilihat pada foto 4.228. di bawah.

Foto 4.228. Gelang tangan (hanya digunakan pada tari satrionan) Kesenian Kuda
Lumping Turonggo Jati Bengkle (Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)

Foto 4.228. tampak aksesoris gelang tangan yang digunakan oleh penari

satrionan. Gelang tangan merupakan hiasan yang dikenakan penari pada pergelangan

tangan penari umumnya ada yang terbuat dari kuningan, lembaran kulit, maupun

plasmen yang dilapisi oleh kertas berwarna, ada yang diberi tambahan manik-manik

berupa permata imitasi namun ada juga yang polosan atau tidak diberi tambahan
292

manik-manik. Pada aksesoris gelang tangan yang digunakan oleh penari satrionan

merupakan jenis gelang tangan berbahan dasar plasmen yang dilapisi oleh kertas

berwarna merah bermotif sebutir tetesan air di tengah-tengahnya yang disi oleh

permata imitasi. Cara pemakaian gelang tangan ini adalah dengan melingkarkannya

ke pergelangan tangan kanan dan kiri penari.

4.4.6.1.6 Kostum dan Aksesoris Badan Bagian Atas Penari Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle

4.4.6.1.6.1. Rompi dan Baju Sorjan

Pada tari rewo-rewo menggunakan baju atasan berupa rompi warna hitam dan

baju sorjan lurik warna coklat, untuk tari klasikan dan tari klasik pedangan

menggunkan baju sorjan ontrokusuma warna hitam dengan motif bunga warna biru .

Sedangkan untuk tari satrionan tidak menggunakan baju atasan apapun alias

bertelanjang dada. Untuk lebih jelasnya, bentuk rompi dan baju sorjan yang

digunakan oleh penari rewo-rewo dapat dilihat pada foto 4.229. di bawah ini.
293

Foto 4.229. Rompi dan baju sorjan lurik yang digunakan oleh penari rewo-rewo,
Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle (Sumber: Dokumentasi Octa, 23
Februari 2020)

Foto 4.229. tampak kostum berupa rompi warna hitam dan baju sorjan lurik

warna coklat yang biasa digunakan untuk kostum pada tari rewo-rewo. Rompi dan

baju sorjan yang digunakan oleh penari rewo-rewo ini merupakan perwujudan dari

busana yang sering digunakan oleh rakyat jelata pada masa itu. Kostum rompi ini

terbuat dari kain satin yang dihiasi oleh renda emas pada tepiannya sehingga terlihat

menarik. Sedangkan untuk baju sorjan motif lurik merupakan baju laki-laki khas jawa

khususnya di kalangan kerajaan mataraman pada masa itu. Baju surjan ini memiliki

jenis kerah yang tegak, berlengan panjang dan terbuat dari kain lurik yaitu kain tenun

bermotif lurik (garis lurus vertikal), kemudian pada bagian leher baju sorjan jenis

lurik ini terdapat 6 biji kancing yang mewakili jumlah rukun iman agama islam, serta

3 buah kancing tesembunyi yang letaknya dekat dengan bagian perut dan dada

sebagai perwakilan dari 3 jenis nafsu manusia yang harus selalu di redam.

Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, tari klasikan dan tari klasik

pedangan menggunkan baju sorjan ontrokusuma warna hitam dengan motif bunga

warna biru. Untuk lebih jelasnya, bentuk baju sorjan ontrokusuma digunakan oleh

penari klasikan dan klasik pedangan dapat dilihat pada foto 4.90. di bawah ini.
294

Foto 4.230. Baju sorjan ontrokusuma yang digunakan oleh penari klasikan dan klasik
pedangan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle
(Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)

Foto 4.230. tampak kostum berupa baju sorjan ontrokusuma warna hitam

dengan motif bunga warna biru yang biasa digunakan oleh penari klasikan dan klasik

pedangan. Jika baju sorjan lurik yang dikenakan oleh penari rewo-rewo merupakan

perwujudan dari busana yang sering digunakan oleh rakyat jelata pada masa itu

khususnya oleh laki-laki jawa kalangan kerajaan mataraman pada masa itu. Baju

sorjan ontrokusuma merupakan busana yang sering digunakan oleh rakyat yang

berasal dari kalangan bangsawan kerajaan mataram. Selain memiliki perbedaan

dalam hal kasta rakyat yang menggunaanya, jenis baju sorjan lurik dan baju sorjan

ontrokusuma juga memiliki perbedaan dalam hal bahan bentuknya. Dari segi bahan,

baju sorjan ontrokusuma tidak terbuat dari kain tenun seperti baju sorjan lurik namun

terbuat dari bahan sutra. Kemudian dari segi bentuk, baju sorjan ontrokusuma

memiliki warna hitam dengan motif bunga warna biru. Selebihnya untuk peletakan

kancing antara baju sorjan lurik dengan baju sorjan ontrokusuma masih sama.
295

4.4.6.1.6.2 Stagen dan Korset

Selain baju, kostum yang melekat pada badan bagian atas penari adalah stagen

dan korset. Untuk penari rewo-rewo, klasikan dan klasik pedangan hanya

mengugunakan stagen lilit warna hitam polos saja, sedangkan untuk penari satrionan

menggunakan korset hitam polos dan stagen cinde warna merah. Untuk lebih

jelasnya, bentuk stagen dan korset yang digunakan oleh penari rewo-rewo, klasikan,

klasik pedangan dan satrionan dapat dilihat pada foto 4.231. di bawah ini.

Foto 4.231. Stagen dan korset yang digunakan oleh penari rewo-rewo, klasikan,
klasik pedangan dan satrionan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle
(Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)

Foto 4.231. tampak stagen dan korset yang digunakan oleh penari rewo-rewo,

klasikan, klasik pedangan dan satrionan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle. Stagen adalah semacam kain panjang yang dililitkan ke perut. Terdapat 2

macam stagen yang digunakan oleh tarian pada pertunjukan Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle diantaranya adalah stagen warna hitam polos untuk tari rewo-

rewo, klasikan, dan klasik pedangan. Sedangkan untuk tari satrionan menggunakan

stagen cinde warna merah dan juga korset di bagian dalamnya sebelum nantinya
296

korset tersebut ditutup oleh stagen cinde warna merah tersebut. Korset merupakan

kostum yang serupa dengan stagen.

Perbedaan stagen dan korset terdapat pada bahan, tekstur, dan cara

pemakainannya. Dari segi bahan baku, stagen terbuat dari kain, sedangkan korset

terbuat dari bahan Poliester 65%, Karet 31%, Nilon 4%. Kemudian dari segi tekstur,

stagen tidak bisa meregang/elastis, sedangkan korset bisa meregang. Terakhir dari

segi cara pemakaian karena stagen memiliki ukuran panjang yang mencapai hingga

10 meter sehingga cara menggunakannya adalah dengan melilitkannya secara

berulang ke area pinggang dari ujung ke ujung dan menimpakan stagen lilit ini secara

erat pada permukaan kain yang dikenakan supaya kain tidak melorot dan menempel

erat pada tubuh penari. Berbeda dengan stagen yang membutuhkan tingkat

ketelatenan tinggi, korset secara penggunaan dinilai jauh lebih praktis karena

memiliki pengait pada ujungnya sehingga tinggal mengaitkan pengaitnya saja.

4.4.6.1.6.4 Sampur

Kostum lainnya yang melekat pada area bagian atas badan penari adalah

sampur. Pada tari rewo-rewo versi kostum baju sorjan dengan motif lurik warna

coklat pada bagian badannya dililitkan sampur warna hijau secara melintang

diagonal. Lalu, pada tari klasikan dan klasik pedangan menggunakan sampur warna

merah yang dililitkan di bagian perut tepatnya diatas perut dan pinggang penari yang

sebelumnya telah dilekatkan stagen warna hitam polos. Karena sampur tersebut

biasanya dililitkan/diikatkan di atas stagen. Kemudian pada tari satrionan juga

menggunakan sampur double warna putih polos dan sampur merah dengan motif
297

batik di ujungnya. Untuk lebih jelasnya, sampur yang digunakan oleh penari rewo-

rewo, klasikan, klasik pedangan dan satrionan dapat dilihat pada foto 4.232.

Foto 4.232. Sampur yang digunakan oleh penari rewo-rewo, klasikan, klasik
pedangan dan satrionan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle (Sumber:
Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)

Foto 4.232. tampak sampur-sampur yang digunakan oleh penari rewo-rewo,

klasikan, klasik pedangan dan satrionan pada pertunjukan Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle. Sampur adalah salah satu kelengkapan kostum tari berupa

kain selendang dengan ukuran lebar kisaran 50 cm dan panjang 260 cm yang

biasanya dililitkan pada bahu maupun pinggang penari. Jenis sampur yang digunakan

pada pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle terbagi menjadi

dua macam.

Pertama adalah sampur jenis sampur polos berbahan dasar kain sifon

berukuran sekitar 260 cm x 50 cm dengan manik-manik berbentuk sehelai daun

warna keemasan. Jenis sampur polos yang digunakan pada tari rewo-rewo berwarna

hijau tua, pada tari klasikan dan klasik pedangan menggunakan sampur polos warna

merah. Pada tari satrionan menggunakan jenis sampur yang berbeda dengan sampur
298

sebelumnya yaitu sampur motif batik pada bagian ujungnya. Sampur jenis kedua ini

merupakan sampur dengan motif batik yang terbuat dari kain shanthung dengan

ukuran 240 cm x 50 cm dengan motif batik pada bagian ujungnya. Pada tari satrionan

menggunakan 2 jenis sampur sekaligus pada masing-masing penari yaitu sampur

jenis polos dengan bahan kain sifon warna putih polos dan sampur motif batik.

Cara pemakaian sampur pada tari rewo-rewo adalah dengan melilitkannya

secara melintang dengan posisi diagonal pada bahu penari kemudian dikat/diberi

peniti pada pinggang penari supaya tidak menghambat gerak penari. Selebihnya,

sampur lain seperti sampur yang digunakan pada tari klasikan, satrionan dan klasik

pedangan melilitkan sampurnya pada bagian perut/pinggang penari secara melingkar.

4.4.6.1.6.4. Sabuk, Epek Timang dan Boro Samir

Sabuk, epek timang, dan boro samir adalah satu kesatuan kelengkapan kostum

penari yang tidak dapat dipisahkan karena bersifat saling melengkapi satu sama lain

meski memiliki fungsinya sendiri. Dari semua tarian yang ada pada pertunjukan

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle satu-satunya tarian yang

menggunakan sabuk, epek timang, dan boro samir sebagai pelengkap kostumnya

hanya tari satrionan. Untuk lebih jelasnya, sabuk, epek timang dan boro samir yang

digunakan oleh penari satrionan dapat dilihat pada foto 4.233. di bawah ini.
299

Foto 4.233. Sabuk, epek timang dan boro samir yang digunakan oleh penari satrionan
pada Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle
(Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)

Foto 4.233. tampak sabuk, epek timang dan boro samir yang digunakan oleh

penari satrionan pada Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle. Sabuk dan

epek timang adalah salah satu kelengkapan kostum berupa kain persegi panjang yang

disematkan pada bagian perut penari. Fungsi dari sabuk dan epek timan ini sendiri

adalah untuk melekatkan bagian kostum lainnya yang ada pada area pinggang penari.

Selain itu, sabuk dan epek timan ini juga berfungsi untuk menambah nilai keindahan

pada kostum penari satrionan. Sabuk yang digunakan oleh penari satrionan pada

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle merupakan sabuk dengan bahan

dasar kain bludru warna merah dengan hiasan berupa manik-maink yang disusun

sedemikian rupa dengan warna keemasan, dilengkapi dengan epek timang sebagai

kepala sabuk yang berfungsi untuk mengatur tingkat kekencangan sabuk pada tubuh

penari.
300

Cara pengaplikasian sabuk dan epek timang ini sendiri adalah dengan

memasukkan epek timang ke sabuk supaya nantinya ketika sabuk telah dikaitkan

kedua ujungnya tinggal mengatur/menggeser posisi epek timang supaya berada di

tengah-tengah perut penari dan pastikan telah sesuai dengan tingkat kekencangan

yang kebutuhan baru menggunakan jarum pentul/peniti untuk melekatkan bagian

ujung sabuk yang tersisa.

4.4.6.1.7 Kostum dan Aksesoris Badan Bagian Bawah Penari Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle

4.4.6.1.7.1 Jarik

Salah satu kostum yang melekat pada badan bagian bawah penari adalah jarik.

Semua tarian pada Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle menggunakan

jarik ini sebagai kostumnya. Pada tari rewo-rewo, tari klasikan dan klasik pedangan

menggunakan jarik bali dengan motif kotak-kotak, namum pada tari rewo-rewo

menggunakan jarik bali dengan motif kotak-kotak warna hitam putih sedangkan

untuk tari klasikan dan klasik pedangan menggunakan jarik bali motif kotak-kotak

warna warni. Terakhir, pada tari satrionan menggunakan 2 jenis jarik sekaligus yaitu

jarik solo warna coklat tua dan jarik batik tulis motif buketan pekalongan. Untuk

lebih jelasnya, jarik-jarik yang digunakan oleh penari rewo-rewo, klasikan, klasik

pedangan dan satrionan dalam pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle dapat dilihat pada foto 4.94. di bawah.


301

Foto 4.234. Jarik-jarik yang digunakan oleh penari satrionan pada Kesenian Kuda
Lumping Turonggo Jati Bengkle (Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)

Foto 4.234. tampak jarik-jarik yang digunakan oleh penari rewo-rewo,

klasikan, klasik pedangan dan satrionan dalam pertunjukan Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle. Jarik adalah salah satu kelengkapan kostum tari berupa kain

panjang yang dikenakan untuk menutup area badan bagian bawah penari . Jarik

memiliki bentuk persegi panjang seperti sampur/selendang namun dengan ukuran

yang lebih besar yaitu lebarnya bisa mencapai 110 cm dan panjang 250 cm sehingga

bisa digunakan untuk menyelimuti seluruh bagian tubuh bawah penari mulai dari area

pinggang hingga pergelangan kakinya secara sempurna. Terdapat 4 macam jarik yang

yang digunakan pada tarian-tarian dalam pertunjukan Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle. Selanjutnya jarik akan dijelaskan urut dari foto paling kiri

hingga jarik paling kanan dengan sebutan jarik 1, 2, 3 dan 4.

Jarik pertama adalah jarik yang dikenakan pada tari rewo-rewo merupakan

jarik bali dengan motif kotak-kotak dan memiliki perpaduan warna hitam dan putih.

Jarik bali ini memiliki ukuran 200 cm x 100 cm. Karena semua penari pada
302

pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle berjenis kelamin pria

maka cara pemakaian jarik bali pada penari rewo-rewo berbeda dengan cara

pemakaian jarik pada wanita. Cara pertama yang harus dilakukan dalam pemakaian

jarik pada pria adalah dengan memposisikan kaki secara merenggang ke samping

terlebih dahulu. Fungsinya adalah untuk memastikan penari tetap nyaman dalam

bergerak nantinya setelah jarik terpasang. Bila posisi kaki sudah dirasa cukup nyaman

selanjutnya tinggal melilitkan kain jarik dari arah kanan kemudian agak ditarik

namun usahakan jangan terlalu kencang karena itu bisa menghambat ruang gerak

penari nantinya. Lalu kenakan jarik dari pinggang hingga 5 cm di atas lutut karena

setelah jarik ini penari juga masih menggunakan celana ukuran ¾ sehingga jarik ini

tidak difungsikan untuk menutup keseluruhan bagian kaki penari namun hanya untuk

menutup bagian bwah pinggang hingga atas lutut saja. Setelah semua langkah tadi

telah selesai, sebagai step terakhirnya adalah pembuatan wiru pada bagian tengah

antara kedua kaki untuk memudahkan penari dalam memposisikan properti jaranan

yang akan diletakkan di area sana serta untuk membuat sisa jarik yang ada lebih

terlihat rapih.

Jarik kedua adalah jarik yang dikenakan pada kostum penari klasikan dan

klasik pedangan yaitu sama dengan jenis jarik penari rewo-rewo namun memiliki

kombinasi warna yang lebih banyak yaitu warna hitam, putih, merah dan kuning.

Mengenai ukuran dan cara pemakaian jarik bali warna warni pada tari klasikan dan

klasik pedangan sama persis dengan ukuran dan cara pemakaian pada kostum tari

rewo-rewo.
303

Jarik ketiga dan keempat merupakan jarik yang dikenakan secara bersamaan

dalam kostum tari satrionan. Jarik ketiga adalah jarik yang fotonya berada di tengah

urutan foto 4.94. Jarik tersebut adalah jarik batik solo warna coklat tua terbuat dari

bahan kain katun dengan ukuran panjang 240 cm dan lebar 115 cm. Cara

pemakaiannya agak berbeda dengan jarik-jarik pada tari sebelumnya. Karena pada

tari satrionan ini menggunakan 2 jarik sekaligus sehingga kedua jarik pada tari

satrionan harus dipasang secara bertahap. Untuk jarik ketiga ini dipasang setelah

jarik keempat telah terpasang pada penari sehingga jarik ketiga ini hanya digunakan

untuk menutup area pinggang hingga lutut penari. Perbedaan lain yang dimiliki oleh

cara pemakaian jarik pada tari satrioanan dengan cara pemakaian jarik pada tari

sebelumnya adalah dalam hal pembuatan wiru. Jika jarik pada tari sebelumnya baru

diwiru setelah jarik sudah terpasang pada badan penari, pada tari satrionan justru

sebaliknya karena sebelum diaplikaskan ke tubuh penari terlebih dahulu jarik telah

diwiru.

Jarik keempat adalah jarik yang fotonya berada di posisi paling kanan pada

urutan foto 4.234. Jarik tersebut adalah jarik batik tulis dengan motif buketan dari

pekalongan terbuat dari bahan kain katun dengan ukuran panjang 250 cm dan lebar

110 cm. Seperti yang sudah disinggung pada penjelasan pemakaian jarik ketiga tadi.

Jarik keempat ini justru dikenakan terlebih dahulu sebelum mengenakan jarik ketiga.

Fungsi dari jarik keempat ini adalah hanya untuk menutupi area kaki kanan penari

saja mulai dari atas (pinggang) hingga atas mata kaki. Selebihnya untuk cara

penggunaannya hampir sama dengan jarik ketiga tadi.


304

4.4.6.1.7.2 Celana Panjen

Kostum yang dikenakan pada badan bagian bawah semua penari pada

pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle selain jarik adalah

celana panjen. Untuk lebih jelasnya, celana panjen yang digunakan oleh penari rewo-

rewo, klasikan, klasik pedangan dan satrionan dalam pertunjukan Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle dapat dilihat pada foto 4.235. di bawah.

Foto 4.235. celana panjen beserta rompinya yang digunakan oleh penari rewo-rewo,
klasikan, klasik pedangan dan satrionan dalam pertunjukan Kesenian Kuda Lumping
Turonggo Jati Bengkle (Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)

Pada foto 4.235. tampak celana panjen beserta rompinya yang digunakan oleh

penari rewo-rewo, klasikan, klasik pedangan dan satrionan dalam pertunjukan

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle. Celana celana panjen adalah salah

satu kelengkapan kostum tari berupa celana panjang selutut atau ¾ yang dikenakan

untuk menutup area badan bagian bawah penari mulai dari pinggang hingga batas

lutut penari. Celana panjen ini dipilih karena memiliki bentuk yang simple, praktis

sehingga memudahkan mekanisme gerak penari serta dirasa cocok untuk


305

mencerminkan karakter prajurit perang pada jaman dahulu kala. Celana panjen yang

digunakan dalam kostum tarian pada pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo

Jati Bengkle terbagi menjadi 2 pilihan warna yaitu 1) celana panjen warna hitam

polos dengan hiasan renda berwarna keemasan pada bagian bawahnya. Celana panjen

warna hitam ini khusus dikenakan oleh penari klasikan dan klasik pedangan

sedangkan untuk tari rewo-rewo dan satrionan menggunakan celana panjen warna

merah.

Kemudian cara pemakaiannya juga masih seperti mengenakan celana pada

umumnya karena celana panjen ini sudah diberi kolor sehingga bisa langsung praktis

digunakan dengan mudah oleh penari, hanya saja tahapan pemakaian celana ini

dilakukan sebelum mengenakan jarik dan stagen. Pemilihan warna merah dan hitam

pada celana panjen ini adalah karena merah dianggap sebagai warna yang bisa

mewakilkan kesan pemberani serta warna hitam yang juga memberikan kesan

gagah/maskulin.

4.4.6.1.7.3 Gelang kaki

Aksesoris yang dikenakan pada badan bagian bawah penari pada pertunjukan

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle adalah gelang kaki. Gelang kaki ini

digunakan sebagai aksesoris hanya pada tari satrionan saja karena pada tarian lain

tidak ada yang menggunakan aksesoris gelang kaki. Untuk lebih jelasnya, gelang kaki

yang digunakan oleh penari satrionan dalam pertunjukan Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle dapat dilihat pada foto 4.236. di bawah.


306

Foto 4.236. Gelang kaki yang digunakan oleh penari satrionan dalam pertunjukan
Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle (Sumber: Dokumentasi Octa, 23
Februari 2020)

Pada foto 4.236. gelang kaki yang digunakan oleh penari satrionan dalam

pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle. Gelang kaki adalah

aksesoris tambahan pada kostum satrionan yang memiliki bentuk melingkar untuk

dikenakan pada area pergelangan kaki penari sebagai hiasan dan menambah nilai

keindahan pada keseluruhan kostum itu sendiri. Gelang kaki yang digunakan pada

tari satrionan ini terbuat dari spon yang dilapisi oleh kertas berwarna emas lalu pada

masing-masing ujung gelang di beri kancing jepret/kancing tekan yang terdiri dari 2

bagian yaitu bagian cembung dan cekung supaya bisa saling merekat. Cara

pemakaian gelang kaki ini adalah dengan melingkarkannya ke pergelangan kaki

kanan dan kiri penari kemudian menekan kancingnya.

4.4.6.1.7.4 Uncal

Aksesoris lainnya dikenakan pada badan bagian bawah penari pada

pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle adalah uncal. Uncal ini

hanya digunakan sebagai aksesoris pada tari satrionan saja karena pada tarian lain
307

tidak ada yang menggunakan aksesoris uncal. Untuk lebih jelasnya, uncal yang

digunakan oleh penari satrionan dalam pertunjukan Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle dapat dilihat pada foto 4.237. di bawah

Foto 4.237. Uncal yang digunakan oleh penari satrionan dalam pertunjukan Kesenian
Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle (Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari
2020)

Pada foto 4.237. uncal yang digunakan oleh penari satrionan dalam

pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle. Uncal adalah aksesoris

tambahan pada kostum satrionan yang memiliki bentuk menyerupai kalung kace

namun ukurannya 3 kali lipat lebih besar daripada kalung kace. Uncal yang

digunakan oleh penari satrionan terdiri dari 2 susun spons yang dilapisi oleh kertas

emas yang memiliki motif kepala banteng dan 2 utas tali yang menjuntai ke bawah

dengan ujung hiasan berupa kumpulan sejumput benang pada bagian sisi kanan dan

sisi kirinya. Fungsi uncal jika dilihat dari segi kostum adalah untuk menambah

keindahan kostum namun secara tersirat uncal dalam fungsi senjata bagi prajurit
308

perang jaman dahulu. Uncal dikenakan pada area bawah perut dan dipasangkan pada

sabuk dan epek timang.

4.4.6.2 Proses Busana Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

Langkah selanjutnya yang dilakukan penari setelah selesai dirias wajahnya

adalah memakai kostum tari yang ada pada pertunjukan Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle seperti yang terlihat pada foto 4.238.

Foto 4.238. Proses pemakaian kostum dan aksesoris penari satrionan dalam
pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle (Sumber: Dokumentasi
Octa, 23 Februari 2020)

Berdasarkan foto 4.238. memperlihatkan proses pemakaian kostum dan

aksesoris penari satrionan dalam pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle. Ketika proses pemakaian kostum, penari selalu dibantu oleh penata rias dan

penari lainnya juga. Karena jumlah penari yang banyak sedangkan hanya terdapat

satu orang penata rias sehingga untuk mempersingkat waktu penari lain juga ikut
309

membantu proses pengaplikasian kostum sesuai dengan intruksi dari penata tari

maupun mencontoh salah satu kostum yang telah selesai diaplikasikan. Berikut

adalah tahapan/urutan cara pengaplikasian busana pada tari-tari dalam pertunjukan

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle.

4.4.6.2.1 Proses Pemakaian Busana Tari Satrionan

1. Memakai celana panjen warna merah kemudian mengenakan jarik batik tulis

dengan motif buketan dari pekalongan sebagai lapisan jarit pertama untuk dikenakan

oleh penari yang telah mengenakan celana panjen. Sebagai langkah awal, regangkan

kaki penari kesamping hingga posisi kaki sudah dirasa cukup nyaman selanjutnya

tinggal melilitkan kain jarik dari arah kanan. Posisikan jarik bagian atas sampai

dengan setara ketiak secara melintang (diagonal) letakkan bagian jarik yang diwiru

dari arah kiri hingga ke ujung paha kanan penari. Lalu rapihkan bagian ujung kiri

jarik satunya yang tidak diwiru. Jika jarik lapiasan pertama sudah berada pada posisi

yang tepat, langsung ikat jarik dengan tali pada area perut supaya posisi jarik tidak

berubah lagi. Tekuk bagian jarik atas yang menempel setara ketiak tadi ke bawah.

Usahakan ujung jarik yang ada di sisi kiri tubuh penari bagian bawahnya berada 5 cm

di bawah pinggang saja supaya nanti bisa tertutup oleh jarik lapis keduanya. Setelah

jarik sudah selesai diikat, selanjutnya buka/lepaskan jepitan yang ada pada wiru

supaya bagian wiru tersebut bisa terurai dan menutup bagian kaki kanan penari

sampai dengan atas mata kaki kanan penari.

2. Setelah jarik lapisan pertama selesai bisa langsung dilanjutkan dengan menimpa

jarik lapisan kedua pada penari dengan metode yang sama. Usahakan jarik lapisan
310

kedua ini hanya menutupi area pantat dan paha kanan maupun kiri penari. Sehingga

ujung bagian bawah jarik kedua hanya sebatas lutut saja.

3. Selipkan aksesoris kostum boro samir pada sisi kanan (satu bagian saja) dan kiri

cethik penari (dua bagian) dengan cara posisikan bagain atas boro samir di atas tali

pengikat supaya nanti bisa ditimpa oleh korset.

4. Pasang korset sesuaikan dengan ukuran tubuh penari, usahakan jangan terlalu erat

tapi jangan terlalu longgar juga. Cara pengaplikasian korset sangat lah mudah karena

hanya tinggal menempelkan korset pada area perut penari dan jika posisi sudah dirasa

tepat tinggal mengaitkan pengait korset yang ada di bagian ujung-ujung korset.

5. Setelah selesai, korset ditimpa kembali dengan stagen cinde warna merah supaya

kostum terlihat lebih estetis dan susunan kostum sebelumnya bisa lebih melekat

maksimal. Cara pengaplikasian stagen cinde merah ini adalah dengan melilitkan

bagian ujung depan stagen memutar ke arah kiri secara berulang hingga bertemu

dengan ujung stagen bagian belakang lalu kunci dengan menggunakan peniti/jarum

pentul.

6. Sematkan sabuk beserta epek timang di atas stagen cinde warna merah dengan

posisi akhir epek timang berada di tengah-tengah, lalu kunci ujung sabuk yang masih

tersisa supaya rapih gunakan peniti/jarum pentul

7. Setelah sabuk sudah terpasang dengan rapih step selanjutnya adalah mengaitkan

tali uncal pada sabuk dan epek timang

8. Lalu ikatkan sampur putih polos dan sampur merah dengan motif batik di area

perut dengan cara mengaitkan kedua sampur secara bersamaan di area cethik penari
311

namun dibiarkan agak longgar dibagian belakang pantat penari untuk sampur warna

merah dan longgarkan di bagian depan paha untuk sampur warna putih sehingga

menimbulkan lengkungan sampur di area tersebut.

9. Jika kostum bagian utama tadi sudah selesai, selanjutnya tinggal memasangkan

aksesoris-aksesoris saja, seperti memakai gelang kaki, gelang tangan, kalung kace,

kelat bahu, wig, blangkon dan sumping.

4.4.6.2.2 Proses Pemakaian Busana Tari Rewo-Rewo (Versi 1)

1. Memakai celana pajen warna merah dengan hiasan renda warna keemasan pada

ujungnya kemudian mengenakan jarik bali dengan motif kotak-kotak warna hitam

dan putih. Sebagai langkah awal, regangkan kaki penari kesamping hingga posisi

kaki sudah dirasa cukup nyaman selanjutnya tinggal melilitkan kain jarik dari arah

kanan. Posisikan bagian tengah-tengah jarik menempel pada pinggang hingga pantat

penari dari belakang lalu tarik kedua ujung jarik ke arah depan sampai kedua ujung

jarik saling bertemu untuk memastikan kedua sisi jarik telah seimbang. Lalu tinggal

sesuaikan saja kebutuhan wiru jarik tepat di tengah-tengah (depan kemaluan)

fungsinya supaya nantinya jika area tersebut diberi properti jaranan tidak kesulitan.

Usahakan ujung jarik bagian bawah berada 5 cm di atas lutut. Untuk mengencangkan

susunan jarik yang telah dibuat, ikat bagian atas jarik yang ada di area selingkar

perut.

2. Jika jarik sudah selesai diikat dengan tali, bisa segera menutup area perut dan

bagian atas jarik yang sudah diikat tali dengan stagen. Cara pengaplikasian stagen

adalah dengan melilitkan bagian ujung depan stagen memutar ke arah kiri secara
312

berulang hingga bertemu dengan ujung stagen bagian belakang lalu kunci dengan

menggunakan peniti/jarum pentul.

3. Memakai rompi hitam polos dengan renda hiasan warna emas

4. Terakhir mengikatkan iket warna merah hitam ke kepala penari.

4.4.6.2.3 Proses Pemakaian Busana Tari Rewo-Rewo (Versi 2)

1. Memakai celana pajen warna merah dengan hiasan renda warna keemasan pada

ujungnya kemudian mengenakan jarik bali dengan motif kotak-kotak warna hitam

dan putih. Sebagai langkah awal, regangkan kaki penari kesamping hingga posisi

kaki sudah dirasa cukup nyaman selanjutnya tinggal melilitkan kain jarik dari arah

kanan. Posisikan bagian tengah-tengah jarik menempel pada pinggang hingga pantat

penari dari belakang lalu tarik kedua ujung jarik ke arah depan sampai kedua ujung

jarik saling bertemu untuk memastikan kedua sisi jarik telah seimbang. Lalu tinggal

sesuaikan saja kebutuhan wiru jarik tepat di tengah-tengah (depan kemaluan)

fungsinya supaya nantinya jika area tersebut diberi properti jaranan tidak kesulitan.

Usahakan ujung jarik bagian bawah berada 5 cm di atas lutut. Untuk mengencangkan

susunan jarik yang telah dibuat, ikat bagian atas jarik yang ada di area selingkar

perut.

2. Jika jarik sudah selesai diikat dengan tali, bisa segera menutup area perut dan

bagian atas jarik yang sudah diikat tali dengan stagen. Cara pengaplikasian stagen

adalah dengan melilitkan bagian ujung depan stagen memutar ke arah kiri secara

berulang hingga bertemu dengan ujung stagen bagian belakang lalu kunci dengan

menggunakan peniti/jarum pentul.


313

3. Memakai baju sorjan lurik warna coklat, supaya lebih rapih ujung bagian bawah

baju sorjan lurik tersebut diselipkan ke dalam stagen.

4. Lilitkan/sematkan sampur warna hijau secara melintang dengan posisi diagonal

pada bahu penari kemudian dikat/diberi peniti pada pinggang penari supaya tidak

menghambat gerak penari.

5. Terakhir mengikatkan iket warna hujau kuning ke kepala penari.

4.4.6.2.4 Proses Pemakaian Busana Tari Klasikan dan Klasik Pedangan

1. Memakai celana pajen warna hitam polos dengan hiasan renda warna keemasan

pada ujungnya kemudian mengenakan jarik bali dengan motif kotak-kotak warna

warni. Sebagai langkah awal, regangkan kaki penari kesamping hingga posisi kaki

sudah dirasa cukup nyaman selanjutnya tinggal melilitkan kain jarik dari arah kanan.

2. Posisikan bagian tengah-tengah jarik menempel pada pinggang hingga pantat

penari dari belakang lalu tarik kedua ujung jarik ke arah depan sampai kedua ujung

jarik saling bertemu untuk memastikan kedua sisi jarik telah seimbang. Lalu tinggal

sesuaikan saja kebutuhan wiru jarik tepat di tengah-tengah (depan kemaluan)

fungsinya supaya nantinya jika area tersebut diberi properti jaranan tidak kesulitan.

Usahakan ujung jarik bagian bawah berada 5 cm di atas lutut. Untuk mengencangkan

susunan jarik yang telah dibuat, ikat bagian atas jarik yang ada di area selingkar

perut.

3. Jika jarik sudah selesai diikat dengan tali, bisa segera menutup area perut dan

bagian atas jarik yang sudah diikat tali dengan stagen. Cara pengaplikasian stagen

adalah dengan melilitkan bagian ujung depan stagen memutar ke arah kiri secara
314

berulang hingga bertemu dengan ujung stagen bagian belakang lalu kunci dengan

menggunakan peniti/jarum pentul.

4. Memakai baju sorjan baju sorjan ontrokusuma warna hitam dengan motif bunga

warna biru, supaya lebih rapih ujung bagian bawah baju sorjan ontrokusuma tersebut

diselipkan ke dalam stagen.

5. Lilitkan/ikatkan sampur warna merah pada perut penari (di atas baju sorjan dan

stagen) sesuaikan panjang sampur hanya sampai sebatas bawah lutut saja (jangan

sampai ujung sampur terlalu panjang hingga melebihi mata kaki) dengan mengatur

simpul ikatan sampur agar sebisa mungkin uraian ujung sampur berada di cethik

kanan dan kiri penari supaya mempermudah penari dalam meraih sampur.

6. Terakhir mengikatkan iket warna hujau kuning ke kepala penari.

4.4.7 Tempat Pentas Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

Pada saat peneliti melakukan observasi lapangan, Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle sedang melangsungkan pertunjukan di lapangan Desa

Gebugan. Tempat pentas/pertunjukan secara tidak langsung terbagi menjadi 2 level

yaitu level atas (area panggung) digunakan untuk para pengrawit sedangkan penari

melangsungkan pertunjukan tarinya pada level bawah (area depan panggung) berupa

tanah lapangan yang agak becek karean saat itu sedang musim penghujan. Guna

meminimalisir tingkat kelicinan tanah yang digunakan oleh penari untuk bergerak

maka pihak panitia sudah membubuhkan serbuk gergaji di atasnya. Gambaran


315

keseluruhan tempat pentas Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle di

Lapangan Desa Gebugan dapat dilihat di foto 4.239. di bawah ini.

Foto 4.239. Tempat pentas Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle di
Lapangan Desa Gebugan (Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)

Pada foto 4.239. memperlihatkan tempat pementasan Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle di Lapangan Desa Gebugan pada tanggal 23

Februari 2020 pukul 13:00. Alasan pemilihan Lapangan Desa Gebugan sebagai

tempat pentas pada saat itu adalah karena sudah menjadi adat istiadat yang secara

turun temurun dilakukan setiap tahun oleh warga desa Gebugan ketika menggelar

acara-acara penting di Desa memang selalu menggunakan Lapangan Desa Gebugan

sebagai tempat penyelenggaraannya. Lapangan Desa Gebugan Desa juga dinilai

sebagai tempat yang paling tepat untuk menggelar acara karena strategis, luas dan

paling mudah diakses oleh warga desa karena sangat dekat dengan jalan utama desa

yang sering digunakan untuk lalu lalang warga desa dari penjuru manapun sehingga
316

mempermudah warga dalam mengunjungi tempat pertunjukan untuk menonton

pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle.

4.4.8 Tata Lampu/Pencahayaan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle

Pada pementasan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle di

Lapangan Desa Gebugan pada tanggal 23 Februari 2020 berlangsung saat siang hari

yaitu pukul 13:00 sehingga pihak panitia pertunjukan tidak menyediakan lighting

sama sekali dan hanya cukup memanfaatkan cahaya matahari saja sebagai satu-

satunya sumber pencahayaan pementasan seperti yang dapat dilihat pada foto 4.239.

di atas. Alasan penyelenggaraan pertunjukan pada jam tersebut adalah supaya tidak

berbenturan dengan waktu shalat dzuhur, sehingga ketika waktu adzan ashar

berkumandang pun pertunjukan akan dihentikan sementara waktu dan sebisa

mungkin ketika pertunjukan diadakan sejak siang hari maka sebelum adzan maghrib

harus sudah selesai.

Meskipun begitu, Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle juga

pernah melaksanakan pentas pada waktu petang/malam hari yaitu pada tanggal 22

Desember 2019 ketika menjadi pengisi dalam acara hajatan salah satu warga Dusun

Bengkle. Saat pertunjukan berlangsung pada malam hari, Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle pun hanya menggunakan general lighting. General lighting

atau pencahayaan general adalah pencahayaan yang memiliki fungsi hanya untuk

menerangi suatu area pentas dan beberapa spot-spot lain yang diinginkan saja supaya
317

area pementasan bisa terlihat lebih jelas dan terang. Lampu yang digunakan pada

general lighting pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle adalah

lampu bohlam biasa dengan warna putih seperti yang dapat terlihat pada foto 4.240.

di bawah ini.

Foto 4.240. Lampu yang digunakan pada pertunjukan Kesenian Kuda Lumping
Turonggo Jati Bengkle (Sumber: Dokumentasi Octa, 22 Desember 2019)

Berdasarkan foto 4.240. tata lampu/pencahayaan yang digunakan oleh

pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle adalah jenis general

lighting (terletak di sudut kanan depan rumah yang pelatarannya digunakan sebagai

tempat pentas) sebab pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

tidak terlalu membutuhkan tata cahaya yang bersifat artistik yang berfungsi untuk

mendukung pembentukan suasana tertentu. Di dukung dengan sempitnya area pentas

pada waktu sehingga pementasan tidak terlalu membutuhkan banyak lampu. Tata

lampu/pencahayaan pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle


318

dijelaskan oleh Bapak Nurohmani selaku seksi perlengkapan melalui sesi wawancara

pada tanggal 29 Oktober 2020 melalui pernyataan di bawah ini.

“Ya kalau siang kan ndak perlu pakai lampu to mbak, lah kalau malam ya paling
pakainya lampu general atau penerangan biasa yang penting bisa untuk menerangi
panggung dan halaman saja”.

Berdasarkan pernyataan Bapak Nurohmani pada sesi wawancara pada tanggal

29 Oktober 2020 di atas, tata lampu/pencahayaan pada pertunjukan Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle pada tanggal 22 Desember 2019 menggunakan

lampu bohlam biasa warna putih milik tuan rumah penyelenggara acara hajatan yang

mengundang Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle untuk

tampil.

4.4.9 Tata Suara Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

Tata suara adalah salah satu komponen penting dalam pementasan karena

memiliki fungsi untuk meningkatkan volume suara dari sumber suara yang ditangkap.

Secara umum, tata suara pada suatu pertunjukan terbagi menjadi 3 bagian

diantaranya: 1) input transducer, 2) audio processor, dan 3) output transducer.

Terdapat 6 jenis alat sound system yang digunakan pada pertunjukan Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle diantaranya adalah 1) microphone kabel (8 buah)

sebagai input transducer, 2) standing microphone (8 buah), 3) audio mixer (1 unit)

dan 4) power amplifier (3 unit) sebagai audio processor, serta 5) speaker (8 unit)

sebagai output transducer, 6) tripod speaker (2 unit).

4.4.9.1 Microphone Kabel


319

Pada pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

menggunakan 8 buah microphone kabel untuk masing-masing pengrawit dan sindhen

supaya suara yang dihasilkan oleh masing-masing sumber seimbang dan bervolume

besar. Berikut adalah salah satu microphone kabel yang digunakan dalam pertunjukan

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle seperti pada foto 4.101

Foto 4.241. Microphone kabel yang digunakan dalam pertunjukan Kesenian Kuda
Lumping Turonggo Jati Bengkle (Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)

Foto 4.242. menunjukan salah satu microphone kabel yang digunakan oleh

sindhen dan pengrawit dalam pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle. Microphone kabel adalah salah satu perlengkapan sound system jenis input

transducer yang berfungsi untuk menangkap gelombang suara akustik dari sumber

suara, untuk disalurkan melaui kabel microphone menuju audio mixer dan power

amplifier kemudian disalurkan lagi ke speaker untuk dikeluarkan menjadi sebuah

output suara yang lebih besar volumenya sehingga bisa dengan mudah didengar oleh

banyak orang dari jarak jauh sekalipun karena suaranya sudah berubah menjadi lebih
320

nyaring. Pada dasarnya, terdapat dua jenis microphone yaitu microphone kabel dan

microphone wireless. Namun seksi perlengkapan Kesenian Kuda Lumping Turonggo

Jati Bengkle lebih memilih menggunakan microphone kabel karena memiliki

beberapa keunggulan seperti: 1) memiliki sinyal yang lebih solid dan kualitas suara

lebih baik, 2) microphone kabel tersambung ke audio mixer dengan kabel, jadi

meminimalisir kemungkinan terjadinya gangguan sinyal suara, 3) tidak memiliki titik

mati karena sinyal bergerak melalui kabel, sehingga tidak perlu khawatir akan terjadi

titik mati, 4) tidak membutuhkan baterai karena microphone kabel mengambil energi

langsung dari peralatan rekaman sehingga tidak memerlukan baterai, 5) bisa dengan

mudah mengetahui kisaran jarak pasti dari jangkauan microphone kabel agar dapat

selalu mendapatkan kualitas suara yang bagus serta bisa mendapatkan jangkauan

yang lebih besar dengan memperpanjang kabel, 6) terakhir adalah hal paling esensial

yang menjadi pertimbangan untuk lebih memilih microphone kabel karena harganya

dari microphone kabel beserta kabelnya jauh lebih murah jika dibandingkan dengan

harga microphone wireless beserta batrainya.

4.4.9.2 Standing Microphone

Pada pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

menggunakan 8 buah microphone kabel untuk masing-masing pengrawit dan sindhen

sehingga pihak penyelenggara dan seksi perlengkapan juga menyediakan 8 buah

standing microphone untuk masing-masing microphone kabel. Standing microphone

sangat dibutuhkan dalam pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle, karena dengan adanya alat standing microphone para pengguna microphone
321

kabel tidak perlu selalu memegangnya. Terutama untuk pengrawit yang sudah jelas

kedua tangannya sibuk memainkan instrument alat musik sehingga tidak bisa

memegang microphone kabel sambil mengoperasikan instrumen musiknya. Berikut

adalah salah satu standing microphone yang digunakan dalam pertunjukan Kesenian

Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle seperti pada foto 4.242.

Foto 4.242. Standing microphone yang digunakan dalam pertunjukan Kesenian Kuda
Lumping Turonggo Jati Bengkle (Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)

Foto 4.242 menunjukan salah satu standing microphone yang digunakan oleh

sindhen dan pengrawit dalam pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle. Standing microphone adalah salah satu kelengkapan dari microphone

berupa tongkat lurus yang bagian atasnya berupa dudukan microphone bersifat

fleksibel seperti analog sehingga bisa diatur sesuai dengan kebutuhan serta memiliki

3 kaki penyangga. Fungsi dari standing microphone adalah sebagai tempat memasang

microphone agar tetap bisa dengan kokoh berdiri pada posisi yang dinginkan tanpa

perlu bantuan manusia untuk memegangnya. Selain itu, dengan menggunakan stand
322

microphone juga bisa untuk memaksimalkan kualitas suara yang dihasilkan kareana

posisinya bisa lebih stabil ketika diletakkan pada stand microphone dibandingkan

saat dipegang oleh manusia.

4.4.9.3 Audio Mixer

Pada pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle terdapat 8

buah microphone kabel untuk menangkap suara yang dihasilkan oleh sindhen serta

alunan musik iringan dari beberapa instrument gamelan. Suara tersebut akan diolah

terlebih dahulu oleh untuk audio mixer, setelah diolah pun harus melewati power

amplifier terlebih dahulu baru nantinya bisa dikeluarkan menjadi kombinasi suara

yang memiliki volume lebih besar oleh speaker. Berikut adalah audio mixer yang

digunakan dalam pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

seperti pada foto 4.243.

Foto 4.243. Audio mixer yang digunakan dalam pertunjukan Kesenian Kuda Lumping
Turonggo Jati Bengkle (Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)
323

Foto 4.243. menampakkan audio mixer yang digunakan dalam pertunjukan

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle. Audio mixer adalah salah satu

perangkat pengolah audio/audio processor yang juga merupakan media lanjutan dari

input transducer sebelumnya (microphone kabel). Audio mixer berbentuk persegi

serupa papan dengan beberapa tombol pengaturan yang digunakan untuk menjadi

media pengolah, pengatur, dan pengontrol input sinyal suara yang tercampur dari

berbagai sumber suara supaya dapat tercipta output suara yang sesuai dengan

keingingan setelah melalui power amplifier dan speaker.

4.4.9.4 Power Amplifier

Pada pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

menggunakan 3 unit power amplifier berbeda untuk memaksimalkan kinerja 3 jenis

speaker pasif (speaker low, speaker mid, dan speaker hi) yang terletak pada bagian

sisi pojok kanan dan kiri bawah panggung area pertunjukan sebab speaker pasif tidak

memiliki inbuilt amplifier sehingga membutuhkan amplifier tambahan/eksternal

supaya dapat bekerja dengan maksimal. Berikut adalah 3 unit power amplifier yang

digunakan dalam pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

seperti pada foto 4.244.


324

Foto 4.244. Power amplifier yang digunakan dalam pertunjukan Kesenian Kuda
Lumping Turonggo Jati Bengkle (Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)

Foto 4.244. menampakkan 3 unit power amplifier yang digunakan dalam

pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle. Power amplifier adalah

salah satu perangkat audio processor yang juga merupakan media lanjutan dari input

transducer sebelumnya yaitu microphone kabel dan audio mixer berbentuk persegi

yang dilengkapi dengan beberapa tombol pengaturan yang digunakan untuk menjadi

sistem penguat akhir pada sound system. Fungsi power amplifier adalah menguatkan

dan mendorong sinyal audio yang telah diolah dan diubah oleh audio mixer supaya

memiliki daya yang cukup memadai untuk dikirimkan kepada speaker. Pertunjukan

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle menggunakan 3 unit power

amplifier yang berbeda jenis karena dalam skema susunan speaker 4-way terdiri dari

3 jenis speaker berbeda pula yaitu speaker low, speaker mid, dan speaker hi.

Jika diurutkan dari susunan foto 4.244. foto paling kanan adalah power

amplifier mid high XR7 RX1000, foto yang di tengah adalah power amplifier class

GB crown macrotech 5002, dan foto paling kiri adalah power amplifier class D

SubZero PAD600. Power amplifier mid-high XR7 RX1000 merupakan power


325

amplifier yang diperuntukkan khusus untuk speaker tipe/jenis range mid-hig yang

biasa digunakan untuk mengeluarkan karakter suara level high/suara tinggi yang

memiliki kisaran frekuensi 160 kHz sampai 20 kHz yang masih cocok untuk

dipasangkan dengan speaker tipe range suara mid-hig seperti speaker jenis tweeter

(high).

Power amplifier class GB crown macrotech 5002 merupakan power amplifier

yang terbuat dari bahan circuit jenis GB class kualitas tinggi sangat cocok untuk

speaker tipe/jenis range low-mid yang biasa digunakan untuk mengeluarkan karakter

suara level mid/suara tengah-tengah yang memiliki kisaran frekuensi 80 Hz-3 kHz

yang masih cocok untuk dipasangkan dengan speaker tipe range suara low-mid

seperti speaker jenis midrange (mid).

Power amplifier class D SubZero PAD600 merupakan jenis penguat yang

tidak linier karena menggunakan system Pulse With Modulator. Salah satu kelemahan

dari power amplifier class D ini adalah efisiensi kerjanya yang hanya bisa mencapai

batas maksimal 90 persen karena tidak memiliki siklus gelombang tegangan sehingga

arus menjadi tumpang tindih karena arus hanya ditarik melalui transistor yang

menyala.

Meskipun hanya memiliki efisiensi kerja yang hanya mencapai 90 persen,

power amplifier class D ini tetap dapat menciptakan dorongan yang besar dengan

pengurasan daya yang kecil. Keuntungan lainnya yang bisa di sapatkan dari power

amplifier class D ini adalah tidak memerlukan power supply tenaga tinggi serta

transistor yang tidak cepat rusak karena bisa selalu dingin. Power amplifier class D
326

ini dapat mengeluarkan kinerja maksimal sambil tetap menghemat listrik sekaligus.

Maka dari itu, Power amplifier class D sangat cocok untuk speaker tipe/jenis range

low-sub yang biasa digunakan untuk mengeluarkan karakter suara level low/suara

nada rendah yang memiliki kisaran frekuensi 30-80 Hz yang artinya cocok untuk

dipasangkan dengan speaker tipe range suara low-sub seperti speaker jenis

sub-bass/subwoofer (low).

4.4.9.5 Speaker

Pada pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle terdapat 8

unit speaker yang berperan sebagai perangkat audio terusan paling akhir dari 2

rangkaian audio sound system sebelumnya yaitu microphone kabel (input transducer)

audio mixer dan power amplifier sebagai (audio processor). Sebagai output

transducer/perangkat luaran audio, speaker berfungsi sebagai terminal akhir dari

semua audio yang telah ditangkap dan diproses sebelumnya pada perangkat audio

sebelumnya sehingga sekarang saatnya speaker bertugas untuk mengeluarkan semua

suara tersebut. Berikut adalah 4 macam speaker yang digunakan dalam pertunjukan

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle seperti pada foto 4.245.
327

Foto 4.245. 4 macam speaker yang digunakan dalam pertunjukan Kesenian Kuda
Lumping Turonggo Jati Bengkle (Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)

Foto 4.245. menampakkan 4 macam speaker yang digunakan dalam

pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle. Secara umum, speaker

dikenal oleh masyarakat umum sebagai perangkat sound system yang dapat

mengeluarkan gelombang audio dalam level volume besar. Pada sebuah speaker

terdiri dari beberapa elemen penyusun yang saling melengkapi sehingga dapat dengan

maksimal menghasilkan output suara yang baik dan sesuai dengan kebutuhan acara.

Beberapa elemen penyusun speaker diantaranya driver, penguat suara/amplifier,

satelit, dan beberapa elemen lainnya. Dari segi elemen penyusun tersebut, speaker

dapat diklasifikasikan menjadi 2 jenis yaitu speaker aktif dan speaker pasif.

Speaker aktif adalah speaker yang sudah memiliki inbuilt amplifier di

dalamnya sehingga dapat bekerja menggunakan aliran listrik langsung tanpa

memerlukan amplifier tambahan. Speaker pasif adalah speaker yang tidak memiliki

inbuilt amplifier di dalamnya sehingga membutuhkan amplifier tambahan/eksternal

supaya dapat bekerja dengan maksimal. Pada pertunjukan Kesenian Kuda Lumping
328

Turonggo Jati Bengkle tanggal 23 Februari 2020 yang diselenggarakan di Lapangan

Desa Gebugan pun menggunakan kedua jenis speaker tersebut.

Terdapat 2 unit speaker aktif jenis speaker monitor (foto 4.245 speaker pojok

kanan atas) yang diletakkan di pojok kanan dan kiri panggung yang disematkan di

atas tripod speaker serta 6 unit speaker pasif lainnya yang diletakkan di sisi pojok

kanan dan kiri bawah panggung dengan menggunakan susunan speaker 4-way seperti

yang dapat dilihat pada foto 4.246 dan 4.247 di bawah ini.

Foto 4.246. peletakkan speaker aktif (area dalam garis kuning) di atas panggung
pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle (Sumber: Dokumentasi
Octa, 23 Februari 2020)
329

Foto 4.247. peletakkan skema 4 way speaker pasif (area dalam garis merah) pada
bagian bawah panggung pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle
(Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)

Speaker aktif jenis speaker monitor adalah salah satu perangkat pengeras

suara yang dapat mengeluarkan suara asli dari awal proses penangkapan rekaman

suara oleh microphone sebagai input transducer karena suara yang masuk pada

speaker monitor ini tidak melalui audio processor yaitu audio mixer dan power

amplifier seperti yang terjadi pada speaker pasif sehingga suara yang dihasilakn oleh

speaker monitor pun menjadi benar-benar asli/mentah karena tidak mengalami proses

pengolahan. Maka dari itu, speaker monitor ini diletakkan persis di belakang area

pengrawit dengan tujuan supaya pengrawit bisa dengan mudah mendengarkan hasil

suara asli tabuhan mereka dari dekat secara jelas dan detail, jika sampai ada suatu hal

yang dirasa kurang sesuai bisa dikomunikasikan secara langsung dengan pengrawit

yang lain.

Sedangkan untuk susunan speaker 4-way dinilai sebagai skema susunan

speaker yang paling tepat untuk sound system lapangan, karena dalam pertunjukan
330

terdapat 3 jenis range frekuensi yang berbeda-beda sehingga di dalam skema susunan

speaker tersebut juga terdapat 3 jenis speaker aktif yang masing-masingnya sejumlah

2 unit diantaranya : 1) speaker jenis sub-bass/subwoofer (low) model real folded horn

superscoop (pada foto 4.105 speaker pojok kiri bawah) ukuran 18 inchi (2 unit) yang

sangat cocok untuk memproduksi nada level rendah berfrekuensi kisaran anatara 30-

80 Hz, dengan power handling kisaran 400 watt. Contoh instrument musik yang

digunakan dalam pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle yang

masuk ke dalam kelompok nada rendah yaitu bass drum, 2) speaker jenis midrange

(mid) model cubo kick (pada foto 4.245 speaker pojok kiri atas) ukuran 15 inchi (2

unit) yang sangat cocok untuk memproduksi nada level menengah berfrekuensi

kisaran 80 Hz-3 kHz, dengan power handing kisaran 360 watt. Contoh instrument

musik yang digunakan dalam pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle yang masuk ke dalam kelompok nada menengah yaitu suara vokal sindhen,

kendhang, hingga bass drum. 3) speaker jenis tweeter (high) model loaded hom 2

way (pada foto 4.245 speaker pojok kanan bawah) ukuran 12 inchi (2 unit) yang

sangat cocok untuk memproduksi nada level tinggi dengan berfrekuensi kisaran 160

kHz-20 kHz, dengan power handling kisaran 2400 watt. Contoh instrument musik

yang digunakan dalam pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

yang masuk ke dalam kelompok nada tinggi yaitu suara vokal sindhen dan suara

gamelan.
331

4.4.9.6 Tripod Speaker

Pada pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

menggunakan 2 unit speaker aktif jenis speaker monitor yang di letakkan di atas

panggung. Guna menyangga dan menyematkan kedua speaker tersebut supaya bisa

berada pada level yang lebih tinggi memerlukan tripod/stand speaker sehingga suara

dari speaker monitor bisa tidak sejajar langsung menerpa pengrawit karena akan

terlalu bising. Berikut adalah salah satu tripod/stand speaker yang digunakan dalam

pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle seperti pada foto 4.248.

Foto 4.248. Tripod/stand speaker yang digunakan dalam pertunjukan Kesenian Kuda
Lumping Turonggo Jati Bengkle (Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)

Foto 4.248 menunjukan salah satu tripod/stand speaker yang digunakan

dalam pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle. Tripod/stand

speaker adalah salah satu kelengkapan dari speaker berupa tongkat lurus yang bagian

atasnya berupa dudukan speaker bersifat fleksibel seperti analog sehingga bisa diatur
332

sesuai dengan kebutuhan serta memiliki 3 kaki penyangga untuk memperkokoh

pijakan tripod karena mengingat berat speaker yang berkisar 35 kg jika sampai

terjatuh dan menimpa seseorang. Fungsi utama dari tripod/stand speaker adalah

untuk menyangga speaker supaya dapat berdiri sehingga secara tidak langsung juga

bisa memaksimalkan kualitas suara yang dihasilkan.

4.4.10 Properti Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

Pada pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

menggunakan tiga properti, diantaranya: 1) anyaman jaran kepang, 2) keris dan

parang (sintetis), dan 3) cambuk/pecut. Properti anyaman jaran kepang merupakan

properti utama yang digunakan oleh semua penari pada semua tarian yang ada pada

pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle. Berikut adalah properti

anyaman jaran kepang yang digunakan dalam pertunjukan Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle seperti pada foto 4.249.


333

Foto 4.249. properti anyaman jaran kepang yang digunakan dalam pertunjukan
Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati (Sumber: Dokumentasi Octa, 22 Desember
2019)
Pada foto 4.249. menampakkan properti anyaman jaran kepang yang

digunakan dalam pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati. Properti

anyaman jaran kepang tersebut terbuat dari bamboo yang disusun sedemikian rupa

dengan ditambahkan hiasan gambar dari cat kayu serta serabut/ijuk sebagai bahan

pembuat bagian ekor dan rambut jaran kepang sehingga memiliki bentuk menyerupai

kuda. Properti selanjutnya adalah keris dan parang (sintetis), khusus untuk properti

ini tidak digunakan oleh semua penari karena 2 buah parang sintetis hanya digunakan

oleh 2 penari yang berperan sebagai ketua barisan pada tari klasik pedangan untuk

saling beradu parang serta 1 buah keris sintetis yang hanya disematkan pada 1 orang

penari yang berperan sebagai patih pada tari satrionan untuk pelengkap kostum.

Berikut adalah properti keris dan parang (sintetis) yang digunakan dalam pertunjukan

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle seperti pada foto 4.250.

Foto 4.250. properti keris dan parang (sintetis) yang digunakan dalam pertunjukan
Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle (Sumber: Dokumentasi Octa, 22
Desember 2019)
334

Pada foto 4.250. menampakkan properti keris dan parang (sintetis) yang

digunakan dalam pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle.

Properti keris yang bahan utamanya terbuat dari kayu untuk sarung/wadah luar

kerisnya dan keris di dalamnya terbuat dari bahan stainless steel agar terlihat seperti

keris asli. Sedangkan untuk properti parang sintetis sendiri terbuat dari kayu, namun

ada juga yang terbuat dari stainless steel bisa dipilih sesaui dengan selera masing-

masing. Keris yang digunakan sebagai properti pada tarian satrionan hanya

digunakan sebagai pelengkap kostum saja karena pada tari satrionan yang cenderung

berperan sebagai prajurit kerajaan dahulu kala selalu membawa keris ketika hendak

berangkat perang sehingga tidak benar-benar dipakai untuk berperang pada saat

menari satrionan. Berbanding terbalik dengan tari klasik pedangan yang memang

menghadirkan properti parang sintesis untuk digunakan sebagai alat perang antar

penari sebagai simbolik perlawanan rakyat jelata dalam melawan penjajah dulu.

Properti terakhir adalah pecut yang digunakan untuk atraksi setelah tari rewo-

rewo oleh beberapa pemecut yang telah berlatih sebelumnya karena tidak semua

orang awam bisa menggunakannya. Berikut adalah properti pecut yang digunakan

dalam pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle seperti pada foto

4.251.
335

Foto 4.251. properti pecut yang digunakan dalam pertunjukan Kesenian Kuda
Lumping Turonggo Jati Bengkle (Sumber: Dokumentasi Octa, 22 Desember 2019)

Pada foto 4.251. menampakkan properti pecut yang digunakan dalam

pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle. Properti pecut

memiliki 2 bagian utama dalam badannya yaitu pertama, bagian batang/pegangannya

dengan diameter sekitar 5 cm yang terbuat dari kayu dilapisi oleh benang wol yang

dirajut sedemikian rupa supaya nyaman dan terasa pas saat dipegang/digunakan dan

minim iritasi. Kemudian yang kedua adalah bagian batang cambukannya itu sendiri.

Panjang properti cambuk/pecut yang digunakan dalam atraksi pertunjukan Kesenian

Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle mencapai 300 cm. Jika pecut/cambuk ini

digunakan oleh orang yang tepat/sudah ahli maka adakn mengeluarkan bunyi yang

kejut yang sangat keras dan bisa memekakan telinga. Namun ketika pecut tersebut

ridak digunakan oleh orang yang berpengalaman maka mustahil bisa mengeluarkan
336

bunyi seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Tips utama dalam menggunakan

properti cambuk/pecut ini adalah usahakan ujung cambuk berada di posisi bawah

ketika melecutkannya ke tanah atau area yang lapang sampai terdengar bunyi ledakan

keras.

4.4.11 Penonton Pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

Penonton yang menyaksikan pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo

Jati Bengkle berasal dari semua lapisan masyarakat serta segala umur, tidak

memandang dari kalangan manapun, mereka semua berkumpul menjadi satu ke

dalam area pertunjukan, meskipun mayoritas penonton berasal dari warga Desa

Gebugan. Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle yang masuk ke dalam

jenis tari kerakyatan ini sudah cukup dikenal oleh kalangan warga sekitar karena telah

beberapa kali pentas dan menjadi pengisi acara diberbagai kesempatan sehingga

secara tidak langsung meningkatkan antusiasme warga untuk menontonnya kembali.

Berikut merupakan beberapa pendapat, kesan dan pesan dari narasumber yang telah

peneliti himpun saat penelitian tepat setelah narasumber selesai menonton

pertunjukan.

Narasumber pertama adalah ibu Desy Ratiani (23 Februari 2020) mengatakan,

“Saya sudah 3 kali menonton pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati
Bengkle. Alasan saya sering menonton pertunjukan ini karena saya memang suka
menonton pertunjukan seni seperti ini. Kemudian untuk kesan saya ya, senang
melihat pertunjukan tersebut terutama pada bagian tari klasik pedangannya mbak.”
337

Berdasarkan pernyataan ibu Desy Ratiani di atas, beliau merasa senang dan

selalu ingin kembali menonton pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle karena dua alasan, yang pertama memang karena menyukai pertunjukan seni

semacam ini dan yang kedua adalah karena ingin menonton tari klasik pedangan yang

ada pada pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle. Hampir

serupa dengan statement Bapak Karyono yang pada tanggal 23 Februari 2020 juga

datang ke Lapangan Desa Gebugan untuk menonton pertunjukan Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle.

“Saya sudah 2 kali menonton pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati
Bengkle. Alasan saya menonton pertunjukan ini karena saya memang suka menonton
pertunjukan seni terutama pada adegan kesurupannya. Kemudian untuk kesan saya
ikut senang ketika melihat masih ada banyak orang yang bersedia melestarikan
kesenian dan budaya Indonesia seperti ini ditengah segala keterbatasan yang ada.
Mereka tetap mau manyisihkan waktu, uang dan tenaganya untuk menggelar pentas.”

Bapak Karyono berpendapat bahwa salah satu alas an ketertarikannya untuk

menonton pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle hingga dua

kali ini adalah karena senang dengan adegan kesurupannya serta merasa ikut bahagia

ketika melihat masih ada banyak orang yang peduli dan antusias untuk terus

berpartisipasi aktif dalam usaha pelestarian kesenian dan budaya Indonesia ini

walaupun dalam kondisi yang serba terbatas sekalipun. Berbeda lagi dengan Afriza

Yuan Ardias sebagai orang yang baru pertama kali menonton pertunjukan Kesenian

Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle berpendapat bahwa,

“Kesan saya sebagai orang yang baru pertama kali menonton pertunjukan Kesenian
Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle langsung tertuju pada perpaduan tari dan
unsur magis yang ditampilkan. Menurut saya, hal tersebut menghadirkan kesan yang
338

indah dan special, sebab sudah lama saya tidak menyaksikan pertunjukan tari yang
mengandung unsur magis seperti ini.”

Berdasar pada pernyataan Afriza Yuan Ardias di atas setelah dilakukan

wawancara pada tanggal 23 Februari 2020, narasumber berpendapat bahwa

pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle yang baru pertama kali

Ia lihat langsung memberikan kesan indah dan special baginya karena memadukan

antara keindahan unsur tari dan unsur magis di dalamnya. Hal itulah yang jarang

ditemui oleh Afriza Yuan Ardias saat melihat pertunjukan seni sebelumnya.

Sesuai dengan beberapa pendapat yang telah dihimpunoleh peneliti dari sesi

wawancara pada tanggal 23 Februari 2020 terhadap 3 narasumber yang memiliki

perbedaaan latar belakang, peneliti dapat menyimpulkan pendapat dan kesan

penonton tersebut atas pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

bahwa pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle sukses menjadi

pertunjukan yang menghibur masyarakat hingga menyebabkan beberapa penonton

ingin selalu datang untuk menonton pertunjukan mereka kembali pada berbagai

kesempatan. Selain itu, pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

juga mampu menciptakan kesan spesial tersendiri dimata beberapa penoton karean

masih mempertahankan unsur magis di dalam pertunjukannya yang sudah cukup sulit

ditemui pada pertunjukan seni lain pada umumnya di jaman yang semakin modern

ini. Pada foto 4.252, 4.253, 4.254, dan 4.255. di bawah dapat terlihat kondisi

penonton yang hadir untuk menonoton pertunjukan Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle.


339

Foto 4.252. penonton yang ada di dataran atas kanan pertunjukan Kesenian Kuda
Lumping Turonggo Jati Bengkle (Sumber: Dokumentasi Octa, 22 Desember 2019)

Foto 4.253. penonton yang ada di dataran bawah sisi kanan panggung area
pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle (Sumber: Dokumentasi
Octa, 22 Desember 2019)

Foto 4.254. penonton yang ada di area depan panggung pertunjukan Kesenian Kuda
Lumping Turonggo Jati Bengkle (Sumber: Dokumentasi Octa, 22 Desember 2019)
340

Foto 4.255. penonton yang ada di sisi kanan dan kiri panggung pertunjukan Kesenian
Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle (Sumber: Dokumentasi Octa, 22 Desember
2019)

Pada foto 4.252, 4.253, 4.254, 4.254. dan 4.255, di atas memperlihatkan

kondisi kepadatan penonton dari berbagai sisi yang terekam oleh peneliti ketika

menyaksikan pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle di

lapangan Desa Gebugan. Hampir semua sisi area pertunjukan hingga jalan desa depan

lapangan Desa Gebugan tertutup rapat oleh keramaian penonton yang datang.

Sebagian besar penonton memang berasal dari sekitar dusun Bengkle atau warga asli

Desa Gebugan yang ingin hadir dalam acara hari itu, namun tidak dapat dipungkiri

juga terdapat sebagian kecil dari penonton yang datang dari luar Desa Gebugan

sengaja jauh-jauh datang hanya untuk melihat pertunjukan Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle.


BAB V PENUTUP

PENUTUP

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang Bentuk Pertunjukan Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Dusun Bengkle Desa Gebugan Kecamatan Bergas

Kabupaten Semarang, dapat diketahui bahwa struktur pertunjukan Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle terbagi menjadi tiga, meliputi awal pertunjukan, inti

pertunjukan, dan akhir pertunjukan. Awal pertunjukan dibuka dengan musik gamelan

dan sambutan dari ketua dan sesepuh Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo

Jati Bengkle, yang dilanjutkan dengan musik gamelan sebagai musik pengiring

masuknya penari rewo-rewo ke area panggung. Setelah itu, penari membentuk

formasi sejajar dua baris, lalu meletakkan properti jaranan di tengah-tengah barisan

dan melakukan jengkeng (saling berhadapan) sebagai ragam awal pada tari rewo-

rewo. Bagian inti pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

terbagi menjadi 4 babak tarian yang berbeda, meliputi Tari Rewo-Rewo, Tari

Klasikan, Tari Satrionan, dan Tari Klasik Pedangan.

Pada bagian akhir pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle ditutup dengan adegan kesurupan pada Tari Klasik Pedangan yang segera

disembuhkan oleh pawing. Setelah semua penari sadar, ketua paguyuban, penari, dan

semua kru berkumpul di sekeliling tumpukan properti jaranan yang di atasnya telah

diletakkan sajen untuk berdoa bersama dan memberi penghormatan terakhir kepada

342
343

penonton. Gerak tarian-tarian yang ada di pertunjukan Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle termasuk ke jenis gerak murni, sebab tidak mengandung

makna tertentu dan hanya mengedepankan nilai keindahan semata. Iringan musik

pada pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle menggunakan

tangga nada pentatonis dengan alat-alat musik berupa kendang 1 set, bonang 1

perangkat, demung 2 perangkat, saron 2 perangkat, dram 1 set, dan gong 1 set. Pelaku

pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle sebanyak 32 orang

dengan peran dan tugas masing-masing, di antaranya 1 orang sindhen, 3 orang

pemecut, 4 orang pawang, 8 orang pemusik, dan 16 orang penari. Tata rias yang

diaplikasikan pada penari Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle adalah

jenis rias karakter dan tata busana/kostum, serta aksesoris yang digunakan oleh penari

Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle, meliputi: 1) Kostum dan aksesoris bagian

kepala: Iket (kain ikat kepala) 2 variasi yaitu warna merah hitam dan kuning hijau,

blangkon merah, wig (rambut palsu) warna hitam lurus panjang, 2) Kostum dan

aksesoris bagian kuping: sumping, 3) Kostum dan aksesoris bagian leher: kalung

kace, 4) Kostum dan aksesoris bagian lengan: kelat bahu, 5) Kostum dan aksesoris

bagian tangan: gelang tangan, 6) Kostum dan aksesoris badan bagian atas: rompi

warna hitam, baju sorjan lurik warna coklat, baju sorjan ontrokusuma warna hitam

dengan motif bunga warna biru, stagen warna hitam dan stagen motif batik warna

merah, korset, sampur warna hijau polos, sampur warna merah polos, sampur warna

putih polos, sampur warna merah motif batik, sabuk, epek timang, boro samir, 7)

Kostum dan aksesoris badan bagian bawah: jarik bali motif kotak-kotak warna hitam
344

putih jarik bali motif kotak-kotak warna warni, jarik solo warna coklat tua, jarik batik

tulis motif buketan pekalongan, celana pajen warna hitam, celana pajen warna hitam,

gelang kaki, uncal. Pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

dilakukan di Lapangan Desa Gebugan. Tata lampu pada pertunjukan Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle terbagi menjadi 2 jenis bergantung dengan kondisi

dan waktu pentasnya. Bila pertunjukan dilakukan saat siang hari maka hanya

menggunakan penerangan cahaya matahari saja, namun jika pertunjukan dilakukan

saat malam hari maka sistem penerangan yang digunakan adalah jenis general

lighting misalnya lampu bohlam warna putih milik tuan rumah penyelenggara acara

hajatan yang mengundang Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle untuk tampil. Tata suara pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle menggunakan sound system berupa microphone kabel (8 buah), standing

microphone (8 buah), audio mixer (1 unit), power amplifier (3 unit), speaker (8 unit),

dan tripod speaker (2 unit). Properti yang digunakan dalam pertunjukan Kesenian

Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle berupa anyaman jaran kepang, keris dan

parang (sintetis), dan cambuk/pecut. Penonton pertunjukan Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle berasal dari semua lapisan masyarakat.

5.2 Saran

Saran untuk Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati di Dusun

Bengkle supaya tetap menjaga semangat dan solidaritasnya dalam usaha pelestarian

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati. Saran untuk bentuk pertunjukan Kesenian
345

Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle adalah semakin giat dalam berlatih menari dan

mempersiapkan segala hal untuk pementasan lebih matang lagi supaya pada saat

pertunjukan berlangsung semua penari dan elemen-elemen bentuk pertunjukan

lainnya dapat tampil dengan lebih maksimal untuk menghibur penonton. Selain itu,

peneliti menyarankan kepada Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

untuk tetap konsisten dalam memegang prinsip inovasi pada penyusunan variasi

ragam-ragam gerak di tari rewo-rewo, klasik pedangan dan satrionan supaya

menambah khasanah keragaman gerak-gerak pada pertunjukan tari tersebut. Namun

sebisa mungkin untuk tetap konsisten juga dalam hal penanaman segi orisinalitas

gerak pada tari klasikan serta adegan kesurupan yang sekarang sudah dihilangkan

oleh beberapa pertunjukan kesenian kuda lumping lainnya. Kedepannya untuk dapat

melakukan revitalisasi dan regenerasi anggota karena melihat anggota-anggota yang

sekarang beberapa di antaranya sudah memasuki fase lanjut usia, juga supaya dapat

menambah jumlah anggota yang berpotensi menjadi penerus selanjutnya dan

menghidupkan kembali tarian jaranan versi wanita dan tarian jaranan versi anak-anak,

ataupun atraksi lainnya yang sekarang sudah hilang/vacum karena kurang bahkan

tidak adanya anggota penari wanita dan anak-anak dalam Paguyuban Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati yang sekarang. Kemudian untuk segi kostum dan properti

pertunjukan perlu diperbaharui lagi karena mengingat kondisi kostum sekarang yang

sudah mulai tidak lengkap, rusak atau kurang terkonsep sehingga mengurangi

performa estetika kostum pada tarian.


DAFTAR PUSTAKA

Agustina, S. (2018). “Kreasi Bentuk Jaranan Breng Desa Gledung Kecamatan Sanan

Kulon Kabupaten Blitar.” Solah: Jurnal Seni Pertunjukan., 08 (02), 1–13.

https://jurnalmahasiswa.unnesa.ac.id/index.php/solah/article/view/29385

Agustina, Y. (2013). “Analisis Bentuk dan Nilai Pertunjukan Jaran Kepang Turonggo

Satrio Budoyo di Desa Samongari Kecamatan Kaligesing Kabupaten

Purworejo.” Jurnal Aditya, 03 (03), 47–51.

ejournal.umpwr.ac.id/index.php/aditya/article/view/738/712

Amalia, N. (2015). “Bentuk dan Fungsi Kesenian Tradisional Krangkeng di Desa

Asemdoyong Kecamatan Taman Kabupaten Pemalang”. Jurnal Seni Tari, 4 (2),

1–12. https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jst/article/view/9629

Ambarwangi, Sri, & Suharto, S. (2014). "Reog As Means of Students’ Appreciation

and Creation in Arts and Culture Based on the Local Wisdom". Harmonia:

Journal of Arts Research and Education, 14 (1), 37–45.

https://doi.org/10.15294/harmonia.v14i1.2789

Andini, G. (2017). “Bentuk dan Fungsi Tari Dayakan dalam Kegiatan Ekstrakulikuler

Pramuka di SMP Negeri Muntilan”. Skripsi. UNNES. Semarang.

346
https://lib.unnes.ac.id/30844/

Anggraini, E, & Cahyono. (2018). “Forms of Show Kuda Lumping Ronggo Budoyo

in The Village of Lematang Jaya, Lahat, South Sumatera.” Catharsis. 7 (1),

11-22. doi:10.15294/catharsis.v7i1.21886

Ayrmawati, Yacinta, Supriyanti. (2014). “Bentuk Penyajian Tari Jalantur Eko

Budoyo dalam Perayaan Tahun Baru Jawa di Dusun Karanganyar.” Saraswati.

http://journal.isi.ac.id/index.php/saraswati/article/view/750

Cahyarani, A. (2014). “Regenerasi dan Bentuk Penyajian Tari Kuda Kepang

Turonggo Mudho Budoyo di Desa Marga Manunggal Jaya, Kabupaten Muaro

Jambi, Provinsi Jambi.” Skripsi. UNY. Yogyakarta.

http://eprints.uny.ac.id/20152.

Murniati, Iriani Z, Desfiarni. (2019). “Bentuk Penyajian Tari Dampaeng Pada

Upacara Adat Pernikahan di Kecamatan Longkib Kota Subulussalam Aceh

Singkil.” Jurnal Sendratasik. 7 (3), 18-25.

ejournal.unp.ac.id/index/php/sendratasik/article/view/103279

Endah, Febriana Nur. (2014). “Bentuk Penyajian Kesenian Reog Dhodhog di Dusun

Pedes, Kelurahan Argomulyo, Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul.” Skripsi.

UNY. Yogyakarta. http://eprints.uny.ac.id/eprint/20317

Febriyanti, Erma, Tantowi Amsia, Wakidi. (2015). “Pertunjukan Kuda Kepang di

Desa Trimodadi Kecamatan Abang Selatan Kabupaten Lampung Utara.”

347
Pesagi: Jurnal Pendidikan dan Penelitian Sejarah. 3 (2), 1-15.

jurnal.fkip.unila.ac.id/index.php/PES/article/view/8417/pdf_121

Gupita, Winduadi & Eny Kusumastuti. (2012). “Bentuk Pertunjukan Kesenian

Jamilin di Desa Jatimulya Kecamatan Suradadi Kabupaten Tegal.” Jurnal Seni

Tari. UNNES. Semarang. 1 (1), 1-11.

https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jst/article/view/1806

Handayani, Tutik. (2015). “Bentuk Penyajian Tari Kuda Kepang di Desa Serbaguna

Kabupaten Nagan Raya.” Skripsi Unsyiah. https://etd.unsyiah.ac.id/index.php?

p=show_detail&id=15741

Hardiyanti, Amalia Mega. (2016). “Bentuk Pertunjukan Kesenian Sintren Dangdut

Sebagai Upaya Pelestarian Seni Tradisi Pada Grup Putra Kelana di Kelurahan

Pasarbatang Kabupaten Brebes.” Skripsi. UNNES. Semarang.

https://lib.unnes.ac.id/29128

Hidajat, Robby. (2005). “Tari Jaranan: Sebuah Permasalahan Penelitian Seni

Pertunjukan” Imaji: Jurnal Seni dan Pendidikan Seni. 3 (2), 211-223.

https://journal.uny.ac.id/index.php/imaji/article/view/6914

Ibrahim M.A. (2015). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Isnanini, Mentari. (2016). “Bentuk Penyajian dan Fungsi Seni Barong Singo Birowo

di Dukuh Wonorejopasir Demak.” Jurnal Seni Tari. 5 (1), 1-10.

348
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jst/article/view/971

Istiqomah, Anis, Restu Lanjari. (2017). “Bentuk Pertunjukan Jaran Kepang Papat di

Dusun Mantran Wetan Desa Girirejo Kecamatan Ngablak Kabupaten

Magelang.” Jurnal Seni Tari. 6 (1), 1-13.

https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jst/article/view/15510

Kartikasari, Dewi. (2014). “Bentuk, Makna, dan Fungsi Pertunjukan Kuda Lumping

Turonggo Tri Budoyo di Desa Kaligono Kecamatan Kaligesing Kabupaten

Purworejo.” Jurnal Aditya: Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan

Sastra Jawa Universitas Muhammadiyah Purworejo. 04 (01), 8-13.

http://ejournal,umpwr.ac.id/index.php/aditya/article/view/1098.

Kristanto, Anggoro. (2013). “Kajian Bentuk Pertunjukan Kesenian Tradisional

Emprak Sido Mukti Desa Kepuk Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara.”

Skripsi. UNNES. https://id.123.dok.com/document/download/lzg3p9zq

Kuncahyowati, Endang. (2010). “Bentuk Penyajian Kuda Lumping di Desa Donorojo

Kecamatan Secang Kabupaten Magelang.” Skripsi Jurusan Sendratasik.

UNNES. Semarang. https://lib.unnes.ac.id/8208

Kuswandi, Saepul Maulana. (2014). “Kesenian Kuda Lumping di Desa Banjaranyar

Kecamatan Banjarsari Kabupaten Ciamis.” Jurnal Artefak. 2 (1), 87-94.

349
https://jurnal.unigal.ac.id/index.php/article/view/1956

Listiyorini, Dini. (2015). “Bentuk Pertunjukan Kesenian Singo Barong ‘Kusumo

Joyo’ di Desa Gebang Kecamatan Bonang Kabupaten Demak.” Skripsi

UNNES. https://id.123.doc.com/document/downlod/dzxog4nz

Mahfuri, Rindik, & Bisri M,H. (2019). “Fenomena Cross Gender Pertunjukan

Lengger Pada Paguyuban Rumah Lengger.” Jurnal Seni Tari. 8 (1), 1-11.

https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jst/article/view/30636

Maryono. (2011). Penelitian Kualitatif Seni Pertunjukan. Surakarta: ISI Press

Nofitri, Misselia. (2015). “Bentuk Penyajian Tari Piring di Daerah Guguak Pariangan

Kabupaten Tanah Datar.” Jurnal Ekspresi Seni. 17 (1), 115-128.

https://journal.isi.padangpanjang.ac.id/index.php/ekspresi/article/view/70/59

Norhayani, Novi Eka & Eny Veronica. (2018). "Bentuk dan Fungsi Tari Jenang Desa

Kaliputu Kabupaten Kudus". Jurnal Seni Tari. 7 (1), 50-57.

https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jst/article/view/22098

Novitasari, R, & Marwanto. (2018). “Bentuk Penyajian Kesenian Reog Dhodhog

Setyo Budoyo di Dusun Brongkol Desa Purwodadi Kecamatan Tepus

350
Gunungkidul.” Pendidik Seni Tari UNY. 7 (6), 1-13.

http://journal.student.uny.ac.id/ojs/index.php/tari/article/view/1459

Nugraheni, Whinda Kartika. “Bentuk Penyajian Kesenian Tari Jaranan Thik Di Desa

Coper, Kecamatan Jetis Kabupaten Ponorogo Jawa Timur”. Skripsi. UNY.

https://eprints.uny.ac.id/18147/1/SKRIPSI.pdf

Nurcahyati, Dewi. (2018). “Bentuk dan Fungsi Tari Jathil Jowo di Dusun Gandon

Desa Gandu Kecamatan Tembarak Kabupaten Temanggung.” Skripsi. ISI

Surakarta. repository.isi-ska.ac.id/3024

Nuryanti. (2016). “Bentuk Pertunjukan Reog Campursari Turonggo Puspito Desa

Mukiran Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang.” Skripsi Jurnal

Sendratasik. https://lib.unnes.ac.id/29233/1/2501915002.pdf

Pangestu, Hesty. (2016). “Bentuk Penyajian Tari Jepin Bismillah dalam Acara

Pernikahan di Desa Belitang 1 Kabupaten Sekadau Kalimantan Barat.” Jurnal

Katulistiwa: Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Untan. 6 (7), 1-9.

jurnal.untan.ac.id/index.php/jpdpd/article/view/20881/16981

Prastiawan, Inggit. (2014). “Seni Pertunjukan Kuda Kepang Abadi di Desa Tanjung

Morawa.” Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial. 6 (2), 99-106.

351
http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/jupiis/article/view/2289/1962

Pratiwi, Heni. (2013). “Bentuk Penyajian Kuda Lumping Turonggo Bekso di Desa

Wonosari Kecamatan Bulu Kabupaten Temanggung.” Skripsi UNNES..

https://lib.unnes.ac.id/29113/

Prihatini, & Sri Nanik. Seni Pertunjukan Rakyat Kedu. Surakarta: Pascasarjana dan

ISI Press Surakarta; 2008, hlm. 165-166.

Putri, Reizan, dkk. (2016). “Bentuk Penyajian Tari Pho di Gampong Simpang Peut

Nagan Raya.” Jurnal Ilmiah Mahasiswa. 1 (2), 117-125.

http://jim.unsyah.ac.id/sendratasik.article/view/5257/2193

Sri Rahayu, Dyah. (2013). “Kajian Bentuk dan Fungsi Pertunjukan Kesenian Lengger

Budi Lestari Kecamatan Kledung Kabupaten Temanggung.” Skripsi UNNES.

https://id.123.dok.com/document/download/wye1jlez

Rahman, Fathur, dkk. (2018). “Bentuk Penyajian Tari Jaranan Butho di Desa Danda

Jaya Kabupaten Barito Kuala.” Pelataran Seni. 3 (1), 68-75.

https://ppjp.ulm.ac.id/journal/index.php/pensi/article/view/5215/pdf

Rahmawati, Ari. (2013). “Bentuk dan Fungsi Kesenian Ojrot-Ojrot di Desa

Karangduwur Kecamatan Petanahan Kabupaten Kebumen". Jurnal Aditya. 03

352
(05), 58-63. ejournal.umpwr.ac.id/index.php/aditya/article/view/776/750

Raiz, Iqrok Jordan, & Mohammad Hasan Bisri. (2018). "Bentuk Pertunjukan Tari

Kubro Siswo Arjuno Mudho Desa Growong Kecamatan Tempuran Kabupaten

Magelang". Jurnal Seni Tari. 7 (1), 81-90.

https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jst/article/view/22810/11323

Rapoport, Eva. (2014). “Javanese ‘Horse Dance’ Between Ritual And Entertainment.

Interpretations That Change And Functions That Persist.”. Paper read on

pagtib-ong: The VPV International Conference on Intangible Heritage, 25-26

May, Iloilo City, Philliphines. https://thol.academia.edu/EvaRapoport

Ratna, dkk., Seni Dalam Dimensi Sejarah di Sumatera Utara, (Balai Pelestarian

Sejarah dan Nilai Tradisional Banda Aceh, 2008), hlm. 38-39

Ratna, Putu Dyan, & Ni Made Ruastiti. (2017). “Tek Tok Dance Sebagai Sebuah

Seni Pertunjukan Pariwisata Baru di Bali.” Jurnal Kalawan: Jurnal Seni

Pertunjukan. 3 (2), 142-149.

https://jurnal.isi-dps.ac.id/index.php/kalawang/article/view/238/149

Ratnasari, Iva. (2015). “Bentuk Pertunjukan Tari Silakupang Sanggar Tari Srimpi

Kecamatan Ampelgading Kabupaten Pemalang”. Skripsi. UNNES.

353
https://id.123dok.com/document/download/6qm5m592

Saputri, Liska Nike. (2015). “Bentuk Penyajian Tari Reog Ponorogo di Desa Srikayu

Kecamatan Singkohor Aceh Singkil.” Skripsi ETD (Elektronik Theses And

Disertations) Unsyiah. https://etd.unsyiah.ac.id/index.php?

p:show.detail&id=15847

Sarastiti, D, & Veronica Eny Iryanti. (2012). “Bentuk Penyajian Tari Ledhek

Barangan di Kabupaten Blora.” Jurnal Seni Tari. 1 (1), 1-12.

https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jst/article/view/1809

Septiyan, Dadang Dwi. (2018). “Bentuk Pertunjukan Kesenian Barongan Grup Samin

Edan Kota Semarang.” Jurnal Pendidik dan Kajian Seni. 3 (2), 180-194.

https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jst/article/download/27171/12212

Setiyarini, Aprilia Dwi. (2016). “Identifikasi Bentuk Penyajian Tari Reyog Somo

Taruno di Desa Kertosari, Kecamatan Geger, Kabupaten Madiun.” Jurnal

Pendidik Seni Tari UNY. 5 (5). https://eprints.uny.ac.id/43569/

Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Tindakan Komprehensif. Bandung: Alfabeta

Sunarto, Tavip, dkk. (2018) “Seni Pertunjukan Kuda Lumping Lestari Budaya di

Desa Wonua Sari Kecamatan Mowila Kabupaten Konawe Selatan.” Jurnal

354
Pembelajaran Seni dan Budaya. 3 (2), 69-75.

https://media.neliti.com/media/publications/286838-seni-pertunjukan-kuda-

lumping-lestari-bu-boc1d18f.pdf

Suryanti, Nika, dkk. (2017). “Bentuk Penyajian Kesenian Reog Ponorogo di Jorong

Kota Agung Nagari Sungai Duo Kecamatan Sitiung Kabupaten Dharmasraya.”

Jurnal Sendratasik. 6 (1), 1-9.

ejournal.unp.ac.id/index.php/sendratasik/article/view/8685/6685

Trisakti. (2013). "Bentuk dan Fungsi Seni Pertunjukan Jaranan dalam Budaya

Masyarakat Jawa Timur". Prosiding 5th International Conference on

Indonesian Studies “Ethnicity and Globalization. 377-386.

https://icssis.files.wordpress.com/2013/09/2013-02-31.pdf

Tuhuningsih. (2015). “Pertunjukan Jaran Kepang Turonggo Kridho Mudho di Desa

Getas Kecamatan Singorojo Kabupaten Kendal: Mengkaji dan Menganalisis

Bentuk Pertunjukan.” Skripsi UNNES.

https://lib.unnes.ac.id/29233/1/2501915002.pdf

Vebriana, Kritiyan. (2017). “Bentuk Penyajian Jathilan Sekar Kencono di Dusun

Jitengan Balecatur Gamping Sleman.” Skripsi ISI Yogyakarta.

digibli.isi.ac.id/2485

Wahyuningsih, Endah Dwi. (2015). “Seni Pertunjukan Barongan Gembong Kamijoyo

di Desa Dersalam Kabupaten Kudus.” Skripsi UNNES.

355
https://id.123.dok.com/document/download/oz14m532

Widyoko, Eko Putro S. (2012). “Tehnik Penyusunan Instrumen Penelitian”.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Wiyoso, Joko. (2011). “Kolaborasi Antar Jaran Kepang dengan Campursari: Suatu

Perubahan Kesenian Tradisional.” Harmonia: Journal Of Research Art And

Education. 6 (1), 1-9.

https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/harmonia/article/view/1497

Wulandari, Melisa. (2017). “Eksistensi dan Bentuk Penyajian Tari Andun di Kota

Manna Bengkulu Selatan.” Jurnal Mangenjali: Jurnal Pendidikan Seni Tari. 6

(5), 1-15. http://journal.student.uny.ac.id/ojs/index.php/tari/article/view/9864

Yustika, Mega, & Muhammad Hasan Bisri. (2017). “Bentuk Penyajian Tari Bedana

di Desa Terbaya Kecamatan Kotaagung Tanggamus Lampung.” Jurnal Seni

Tari. 6 (1), 1-9. http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jst

356
347

LAMPIRAN
348

Lampiran 1

INSTRUMEN PENELITIAN

BENTUK PERTUNJUKAN KESENIAN KUDA LUMPING TURONGGO

JATI DUSUN BENGKLE DESA GEBUGAN KECAMATAN BERGAS

KABUPATEN SEMARANG

1. PEDOMAN OBSERVASI

1.1 Gambaran umum Desa Gebugan, meliputi:

a. Lokasi Desa Gebugan

b. Kondisi geografis Desa Gebugan

1.2 Bentuk Pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle, meliputi:

a. Tema

b. Gerak

c. Iringan

d. Pelaku

e. Tata rias

f. Tata busana

g. Tempat pentas
349

h. Tata lampu

i. Tata suara

j. Properti

k. Penonton

2. PEDOMAN DOKUMENTASI

2.1 Foto Pertunjukan

a. Foto rias dan busana

b. Foto para pelaku seni pertunjukan Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

2.2 Data wilayah dan kependudukan

a. Data wilayah Kecamatan Bergas

b. Data wilayah Desa Gebugan (letak dan kondisi geografis)

c. Data kependudukan Desa Gebugan

2.3 Data pelaku kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

a. Data riwayat hidup pelaku kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

b. Data piagam penghargaan yang pernah diraih oleh paguyuban kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle

3. PEDOMAN WAWANCARA

3.1 Wawancara kepada Ketua Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle (Bapak Judi):

1. Kapan berdirinya Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle?

2. Siapa pendiri Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle?


350

3. Apa arti/makna dari nama Turonggo Jati?

4. Apa tujuan didirikannya Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle?

5. Dimana pertama kali Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle diciptakan dan melakukan latihan untuk pertama kalinya?

6. Dimana pertama kali Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle melakukan pentas pertama kali?

7. Bagaimana sejarah proses penciptaan Paguyuban Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle? Serta hal apa yang menginspirasi pendiri untuk

menciptakan paguyuban ini?

8. Bagaimana sejarah perkembangan Paguyuban Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle dari generasi ke generasi?

9. Apa tema yang diangkat dalam pertunjukan Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle?

10. Adakah alur cerita dari masing-masing tarian yang terdapat dalam Kesenian

Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle? jika ada, menceritakan mengenai apa?

11. Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle pernah pentas di mana saja?

12. Adakah persyaratan tertentu jika ingin ikut bergabung dengan Paguyuban

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle?

13. Dimana saja Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

melakukan latihan?
351

14. Bagaimana jadwal latihan rutinan di Paguyuban Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle?

15. Bagaimana struktur kepengurusan di dalam Paguyuban Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle?

16. Adakah kas/iuran untuk keperluan Paguyuban Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle?

17. Bagaimana perkembangan jumlah anggota Paguyuban Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle dari tahun ke tahun?

18. Bagaimana perkembangan/perubahan pada segi tarian di Paguyuban Kesenian

Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle?

19. Sejak tahun berapa Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle vacuum/off sementara?

20. Sejak tahun berapa Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle aktif kembali dan digalakkan lagi oleh siapa?

21. Apa hal yang menyebabkan Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo

Jati Bengkle sempat mengalami vacuum?

22. Piagam apa saja yang pernah didapatkan oleh Paguyuban Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle?

23. Sejak tahun berapa Bapak Judi menjabat menjadi Ketua di Paguyuban

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle?

24. Apa keunikan/ciri khas apa yang dimiliki oleh Paguyuban Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle?


352

25. Bagaimana respon aparat pemerintah setempat terhadap keberadaan

Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle ? dukungan apa yang

pernah diberikan?

26. Berapa jumlah personil lengkap yang dibutuhkan untuk menggelar

pementasan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle? apa saja peran yang

dibutuhkan?

3.2 Wawancara kepada Pawang Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle (Bapak Ngaserin):

1. Berapa jumlah pawang yang ada di Paguyuban Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle?

2. Apa saja tugas dari pawang di Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo

Jati Bengkle?

3. Apa saja syarat yang harus dipenuhi untuk bisa menjadi pawang di Paguyuban

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle?

4. Sejak tahun berapa Bapak Ngaserin menjadi pawang di Paguyuban Kesenian

Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle?

5. Ritual apa saja yang perlu dilakukan sebelum pentas, saat pentas hingga pasca

pentas Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle?

6. Bagaimana cara pawang menyembuhkan penari yang kesurupan?

7. Apa saja sajen yang diperlukan untuk pentas dan apa makna dari masing-

masing sajen tersebut?


353

3.3 Wawancara kepada Penata Iringan Paguyuban Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle (Mas Arif):

1. Berapa jumlah pengrawit di Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo

Jati Bengkle?

2. Siapa saja yang menjadi pengrawit di Paguyuban Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle? (beserta alat musik yang dimainkan)

3. Bagaimana pola permainan musik gendhing di Paguyuban Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle?

4. Alat musik yang digunakan oleh pengrawit di Paguyuban Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle termsuk ke dalam gending jenis apa?

5. Laras jenis apa yang digunakan di Paguyuban Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle

6. Bagaimana perkembangan gending yang terjadi pada Paguyuban Kesenian

Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle?

7. Sejak tahun berapa Anda bergabung menjadi pengrawit di Paguyuban

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle?

8. Kesulitan apa yang Anda pernah alami selama menjadi pengrawit di

Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle?

9. Bagaimana kesan yang Anda rasakan selama menjadi pengrawit di

Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle?

10. Apa ciri khas yang dimiliki oleh iringan musik Paguyuban Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle?


354

11. Dimana biasanya latihan gamelan berlangsung?

12. Adakah jadwal latihan rutinan untuk pengrawit?

13. Lagu/instrumen iringan apa saja yang digunakan oleh pengrawit untuk

mengiringi pentas pertujukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle?

14. Bagaimana notasi iringan yang digunakan ketika mengiringi pementasan

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle?

3.4 Wawancara kepada Penata Tari Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo

Jati Bengkle (Mas Yulianto):

1. Sejak tahun berapa Anda bergabung menjadi penata penari di Paguyuban

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle?

2. Kesulitan apa yang Anda pernah alami selama menjadi penata penari di

Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle?

3. Bagaimana kesan yang Anda rasakan selama menjadi penata penari di

Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle?

4. Bagaimana struktur pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle?

5. Kapan terakhir kali Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

melakukan pentas?

6. Bagaimana proses masuknya penari dan hal apa yang dilakukan penari

sebelum melakukan gerakan tarian pertama?


355

7. Jenis gerakan apa yang digunakan pada tarian-tarian Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle?

8. Darimana asal gerakan-gerakan tarian yang ada di Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle? lalu siapa yang menciptakan gerakan-gerakan

tersebut?

9. Gaya mana yang menjadi kiblat gerakan-gerakan pada tarian Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle?

10. Bagaimana mekanisme pelatihan gerak pada Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle?

11. Adakah nama-nama pada tiap ragam gerak dimasing-masing tarian?

12. Apa fungsi lain dari tarian Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

selain sebagai hiburan?

3.5 Wawancara kepada Penari Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle:

1. Sejak tahun berapa Anda bergabung menjadi penata penari di Paguyuban

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle?

2. Kesulitan apa yang Anda pernah alami selama menjadi penata penari di

Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle?

3. Bagaimana kesan yang Anda rasakan selama menjadi penata penari di

Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle?

4. Berapa orang penari yang masuk pada tarian pertama? lalu siapa saja penari

tersebut?
356

5. Berapa durasi waktu yang diperlukan untuk pentas tarian pertaman?

6. Jenis gerakan apa yang digunakan pada tarian-tarian Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle?

7. Tarian 1 ini mengangkat tema mengenai apa?

8. Apa alur cerita yang diangkat dalam tarian pertama ini?

9. Kesan apa yang ingin ditampilkan di dalam tarian pertama ini?

10. Pola lantai apa saja yang digunakan di dalam tarian pertama ini?

11. Bagaimana deskripsi gerak pada tarian pertama ini?

12. Alur cerita apa yang diambil dalam tarian pertama ini?

3.6 Wawancara kepada Penonton Pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo

Jati Bengkle:

1. Apa yang Anda ketahui tentang Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle?

2. Bagaimana kesan Anda setelah menonton pertunjukan Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle?

3. Apa alasan Anda menonton pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo

Jati Bengkle?

4. Apakah Anda mengerti maksud atau alur cerita yang terkandung di dalam

tarian Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle? Bila iya, apa?

5. Apakah Anda merasa puas/senang dengan sajian tari Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle?


357

6. Apa kritik dan saran Anda untuk Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle?

3.7 Wawancara kepada Penata Rias dan Busana Paguyuban Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle:

1. Kesulitan apa yang Anda pernah alami selama menjadi penata rias dan busana

di Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle?

2. Bagaimana kesan yang Anda rasakan selama menjadi penata rias dan busana

di Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle?

3. Apa tema dan konsep dari rias dan busana pada tarian Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle?

4. Apa saja alat rias yang digunakan untuk meriasa penari ketika pentas?

5. Siapa yang merias dan memakaikan kostum untuk para penari?

6. Berapa waktu yang diperlukan untuk rias wajah dan busana pada tiap

penarinya?

7. Apa saja nama kostum dan aksesoris yang digunakan pada masing-masing

tarian?

8. Dari mana asal seluruh kostum dan aksesoris tersebut?

9. Properti apa saja yang digunakan ketika penatas?

10. Darimana asal properti tersebut?

3.8 Wawancara kepada Seksi Perlengkapan Paguyuban Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle?


358

1. Bagaiaman tata lampu/pencahayaan pada pertunjukan Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle?

2. Bagaimana tata suara pada pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo

Jati Bengkle?

3. Sejak tahun berapa Anda bergabung menjadi seksi perlengkapan di

Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle?

4. Kesulitan apa yang Anda pernah alami selama menjadi seksi perlengkapan di

Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle?

5. Bagaimana kesan yang Anda rasakan selama menjadi seksi perlengkapan di

Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle?


359

Lampiran 2

HASIL WAWANCARA

1. Narasumber : Bapak Judi, ketua paguyuban Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle

Peneliti (P) : Assalamua’laikum, Pak.

Bapak Judi (BJ) : Wa’alaikumsalam, mbak.

P : Mohon maaf sebelumnya jika mengganggu waktu Bapak,

saya Dwi Octaviani. Mahasiswa tingkat akhir dari UNNES.

Saya datang kemari bermaksud untuk melakukan penelitian

pada Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle.

Sekiranya apakah Bapak mengijinkan hal tersebut?

BJ : Iya, mbak saya mengijinkan dengan senang hati.

P : Sebagai permulaan dalam penelitian ini saya menemui

Bapak selain untuk meminta ijin juga untuk melakukan sesi

wawancara pertama saya guna menghimpun beberapa data

untuk saya masukan ke dalam skripsi saya. Apakah Bapak

bersedia untuk menjadi narasumber saya pada kesempatan

kali ini?

BJ : Tentu saja mba saya bersedia.


360

P : Sebelumnya, terima kasih banyak Bapak. Kalau begitu saya

langsung mulai sesi wawancaranya sekarang ya Pak.

BJ : Iya mbak, silahkan.

P : Kapan berdirinya Paguyuban Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle?

BJ : 24 Juli 1984

P : Siapa pendiri Paguyuban Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle?

BJ : Almarhum Mbah Subadi dan Almarhum Mbah Samsu

P : Apa arti/ makna dari nama Turonggo Jati?

BJ : Turonggo Jati memiliki makna secara intinya adalah “Kuda

Sejati”. Maksudnya adalah Kuda yang paling sejati,

karakternya paling mencerminkan Kuda dalam arti yang

sesungguhnya.

P : Apa tujuan didirikannya Paguyuban Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle?

BJ : Sebagai media hiburan anggota paguyuban sendiri yang

menyukai kesenian kuda lumping dan hiburan masyarakat

desa. Serta sebagai wujud apresiasi masyarakat terhadap

semangat juang dan simbol kemiliteran prajurit berkuda

dalam berperang melawan para penjajah jaman dulu.


361

P : Dimana pertama kali Paguyuban Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle diciptakan dan melakukan latihan

untuk pertama kalinya?

BJ : Ya, di rumah Almarhum Mbah Samsu tadi mbak

P : Dimana pertama kali Paguyuban Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle melakukan pentas pertama kali?

BJ : Di Desa Bengkle mbak

P : Bagaimana sejarah proses penciptaan Paguyuban Kesenian

Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle? Serta hal apa yang

menginspirasi pendiri untuk menciptakan paguyuban ini?

BJ : Awal mula pendirian Paguyuban Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati ini bermula dari pengalaman Almarhum Bapak

Subadi yang menonton suatu pertunjukan kesenian kuda

lumping di daerah Sorogenen (Yogyakarta). Sejak saat itulah

Almarhum Bapak Subadi mulai membulatkan tekad untuk

mendirikan sebuah Paguyuban Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati di Dusun Bengkle. Diawal proses pendirian,

Almarhum Bapak Subadi mengajak ketiga temannya yaitu

Almarhum Bapak Meri, Almarhum Bapak Jan, dan

Almarhum Bapak Budi. Lambat laun Paguyuban Kesenian

Kuda Lumping Turonggo Jati semakin terkenal sehingga

semakin banyak warga sekitar yang ikut bergabung.


362

P : Bagaimana sejarah perkembangan Paguyuban Kesenian

Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle dari generasi ke

generasi?

BJ : Pada tahun 1984 hingga tahun 2000-an tarian dan

kostumnya masih sangat sederhana mba, bahkan hanya baru

ada satu tarian saja yaitu tari klasikan itu yang gerakannya

masih sangat monoton. Alat musik saja Cuma ada bende 4 pcs

sama kendang sabet 1 pcs. Kemudian dari segi kostum juga,

awal pentas pertama malahan menurut cerita dari sesepuh

terdahulu tidak menggunakan kostum ya hanya menggunakan

baju yang dimiliki saja. Baru sekitar tahun 2000 hingga tahun

2015 tepatnya saat pergantian ketua generasi kedua yaitu

Almarhum Mbah Samijan. Sudah memiliki 3 tarian yaitu tari

klasikan, tari rewo-rewo dan tari klasik pedangan, alat musik

gamelan sudah lengkap satu set namun baru yang slendro dan

sudah mempunyai kostum yang layak. Terakhir, tahun 2016

an sudah punya 4 tarian, kostum lumayan banyak dan

gamelan lengkap slendro dan pelog beserta tambahan drum

nya.

P : Apa tema yang diangkat dalam pertunjukan Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle?


363

BJ : Berubah-ubah sih mbak, tapi sebagian besar ya mengenai

latihan perang dan perang.

P : Adakah alur cerita dari masing-masing tarian yang terdapat

dalam Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle? jika

ada, menceritakan mengenai apa?

BJ : Tari Rewo-Rewo itu ada yang alur ceritanya tentang latihan

perang, tapi dulu juga pernah mengangkat tentang asal mula

daerah kaligayam. Tari satrionan itu menceritakan tentang

latihan perang tapi juga pernah menceritakan tentang sejarah

desa Bengkle. Kalau yang tari klasik baik yang biasa maupun

yang klasik pedangan itu menceritakan tentang perangnya

mba.

P : Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle pernah

pentas di mana saja?

BJ :Kalau yang dulu-dulu saya kurang tahu dan ada yang lupa

juga mbak. Seingat saya saja ya mbak, ndak papa kan?

P : Iya Bapak, tidak apa-apa.

BJ : Ya, dulu Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle pernah tampil di acara kegiatan penggalangan dana

santunan yatim piatu kelompok Ja’ah Entertaimen dan Dewan

Kesenian Kabupaten Semarang, tanggal 1 Mei 2019. Lalu,

Gelar Budaya Segara Gunung VI Keraton Amarta Bumi


364

tanggal 9 Desember 2018. Kemudian, Acara Launching KTA

Satkom Bergas Ceria tanggal 24 Februari 2019. Terus, Acara

Charity Tumbas Gamelan di Wisata Bina Lingkungan Congol

Kelurahan Karangjati, tanggal nya tapi lupa mbak. Juga di

Acara Pensi Reog Peringatan dan Syukuran Desa Muncar,

Ngancar, Bawen. Terus acara HUT RI ke 74 di Lapangan

Desa Gebugan tanggal 23 Agustus 2020 kemarin. Selebihnya

sering tampil di acara hajatan warga sekitar sih mba paling.

P : Oh, baik pak. Selanjutnya, adakah persyaratan tertentu jika

ingin ikut bergabung dengan Paguyuban Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle?

BJ : Tidak ada syarat tertentu sih mba sebenarnya, siapa saja

umur berapa saja, laki-laki atau wanita boleh sekali gabung

yang penting diijinkan oleh pihak keluarga saja sudah cukup.

P : Dimana saja Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo

Jati Bengkle melakukan latihan?

BJ : Di rumah saya mbak.

P : Bagaimana jadwal latihan rutinan di Paguyuban Kesenian

Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle?

BJ : Untuk latian biasanya kami menyesuaikan waktu saja sih

mba. Soalnya kan masing-masing punya kesibukan sendiri-

sendiri. Tapi lebih seringnya ya disempatkan seminggu


365

minimal 2-3 kali. Tapi kalau mau ada pentas sebisa mungkin

seminggu sebelum pentas itu pasti latihan full 7 hari mbak

supaya pentasnya maksimal.

P : Bagaimana struktur kepengurusan di dalam Paguyuban

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle?

BJ : Ketua: Bapak Judi (saya sendiri), lalu bendahara sekaligus

sekertarisnya Bapak Wahyudi, seksi perlengkapan Bapak

Nurohmani, seksi gamelan/ wiyogonya Mas Arif, penata tari

Bapak Yulianto dan Mas Erik, penarinya: Mas Sulistio, Mas

Arifin, Mas Wahyudi, Mas Saiful, Mas Adi Prastio, Mas

Alim, Pak Tugi, Mas Eri, Mas Rofi, Mas Dedi, Mas Riski,

Mas Amin, Mas Wahib. Bagian tukang pecutnya Bapak

Yulianto, Mbah Ngaserin, Pak Slamet. Pawangnya saya

sendiri (Pak Judi), Mbah Ngaserin, Pak Suyatno. Tambahan

dari luar paguyuban yaitu seksi keamanan yaitu Mbah

Sumarno, Mbah Sudi dan Mbah Rukeni.

P : Adakah kas/ iuran untuk keperluan Paguyuban Kesenian

Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle?

BJ : Semenjak saya menjabat menjadi ketua disini sih kalau iuran

rutinan tidak ada mba. Semua kebutuhan paguyban selalu

ditopang dari uang hasil “tanggapan” yang kami kumpulkan.


366

P : Sejak tahun berapa Paguyuban Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle vacuum/ off sementara?

BJ : Sejak 2002 hingga 2007.

P : Sejak tahun berapa Paguyuban Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle aktif kembali dan digalakkan lagi oleh

siapa?

BJ : Tahun 2007 oleh Almarhum Mbah Samijan

P : Apa hal yang menyebabkan Paguyuban Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle sempat mengalami vacuum?

BJ : Biasa lah mba, penyakitnya organisasi dengan format

paguyuban seperti ini kan ya banyak yang keluar masuk

orangnya. Jadi dulu sampai vacuum ya karena banyak yang

minta off secara bersamaan.

P : Piagam apa saja yang pernah didapatkan oleh Paguyuban

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle?

BJ : Sebenarnya kalau piagam itu punya banyak mbak, tapi

namanya juga orang ndesa. Dianggapnya piagam kertas

seperti itu tidak penting jadi banyak yang hilang. Sisanya

yang masih tersimpan ya tinggal 3 yaitu piagam dari Kegiatan

Penggalangan Dana Santunan Yatim Piatu Kelompok Ja’ah

Entertainment dan Dewan Kesenian Kabupaten Semarang,

lalu Piagam dari Panitia Gelar Budaya Segara Gunung VI


367

Karaton Amarta Bumi, kemudian Piagam dari Acara

Launching KTA Satkom Bergas Ceria.

P : Sejak tahun berapa Bapak Judi menjabat menjadi Ketua di

Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle?

BJ : Sebenarnya kalau ikut aktif bergabung ke Paguyuban

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle ini sudah

sejak saya berusia remaja, mbak. Tapi kalau menjabat jadi

ketua itu baru sekitar tahun 2015 an. Dulu, ketika mau latihan

tidak dilakukan di basecamp seperti sekarang karena memang

belum ada. Jadi latihannya dilakukan di pelataran rumah

anggota secara bergantian muter setiap minggunya. Hal

tersebut juga masih sangat mungkin dilakukan karena alat-alat

musik dan propertinya masih minim. Pergantian tersebut juga

dilakukan supaya adil. Namun semenjak sudah tersedianya

basecamp ya latihan sekarang lebih sering dilakukan di

basecamp karena pada dasarnya semua alat musik dan

properti juga disimpan di sana semua

P : Apa keunikan/ ciri khas apa yang dimiliki oleh Paguyuban

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle?

BJ : Berbicara mengenai keunikan, menurut saya sebenarnya

semua kesenian Kuda Lumping di beberapa daerah memilki

cerita yang beragam dan berbeda-beda. Sama halnya dengan


368

bentuk pertunjukannya pun memiliki format pertunjukan yang

bermacam-macam dan mengandung keunikan tersendiri. Nah,

untuk paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati di

Dusun Bengkle sendiri pun mempunyai bentuk pertunjukan

yang menarik untuk disaksikan karena memiliki beberapa

babak tarian yang tidak terdapat pada kesenian kuda lumping

lainnya seperti pertunjukan tari rewo-rewo, tari klasikan, tari

satrio, lalu di tengah-tengah pertunjukan akan ditampilkan

atraksi pecutan, setelah itu akan dilanjutkan dengan tari klasik

pedangan yang di akhir tariannya seringkali terjadi kesurupan

pada penarinya. Namun kesurupan tersebut tidak akan

berlangsung lama dan masih sangat aman untuk penonton

karena pawang, kru keamanan dan pagar pembatas sudah

dipersiapkan sejak sebelum kesurupan terjadi untuk

mengontrol penari yang kesurupan agar tidak membahayakan

penonton. Semua penari yang mengalami kesurupan akan

disembuhkan oleh pawang. Ketika seluruh area pentas sudah

clear dan tenang pertunjukan diakhiri dengan berkumpul

bersama, ritual doa bersama dan serta kata-kata penutup dari

ketua paguyuban yang intinya menyampaikan kepada

penonton bila pertunjukan telah selesai.


369

P :Bagaimana respon aparat pemerintah setempat terhadap

keberadaan Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo

Jati Bengkle ? dukungan apa yang pernah diberikan?

BJ : Dukungannya ya paling berupa materi/dana misalnya

setahun sekali dapat dana Daut dari Desa maupun dari

nasional.

P : Berapa jumlah personil lengkap yang dibutuhkan untuk

menggelar pementasan Kesenian Kuda Lumping Turonggo

Jati Bengkle?

BJ : Kalau full team ya biasanya ada 40 orang mbak.

P : Baik, Pak. Sekiranya sekian dulu sesi wawancaranya.

Terima kasih banyak atas informasi dan waktu yang telah

bapak berikan untuk mengikuti sesi wawancara ini.

BJ : Iya, sama-sama mba dengan senang hati saya bisa membantu

mba.

2. Narasumber : Bapak Ngaserin, pawang paguyuban Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle

Peneliti (P) : Assalamu’alaikum

Bapak Ngaserin (BN) : Wa’alikumsalam

P : Bolehkah saya wawancara sebentar tentang Kesenian

Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle terutama seputar

pawang, pak?
370

BN : Boleh, mbak. Silahkan.

P : Berapa jumlah pawang yang ada di Paguyuban Kesenian

Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle? Siapa saja?

BN : Ada 5 orang mbak yaitu saya sendiri (bapak Ngaserin),

Bapak Judi/ Juwarto, Bapak Kaseri, Bapak Slamet, dan

Bapak Suyatno.

P : Apa saja tugas dari pawang di Paguyuban Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle?

BN : Tugasnya yaitu: 1) Memandikan Jaran Kepang. 2)

Memberi makan Jaran Kepang, 3) Menyembuhkan penari/

kru yang kesurupan.

P : Apa saja syarat yang harus dipenuhi untuk bisa menjadi

pawang di Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo

Jati Bengkle?

BN : Jika akan melaksanakan pementasan maka harus tirakat

40 hari dulu mbak. Lalu untuk penentuan pawang biasanya

dari adat turun temurun sih mba.

P : Sejak tahun berapa Bapak Ngaserin menjadi pawang di

Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle?

BN : Saya bergabung di paguyuban dan menjadi pawang sejak

tahun 2000 an mba.


371

P : Ritual apa saja yang perlu dilakukan sebelum pentas, saat

pentas hingga pasca pentas Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle?

BN : Ritual sebelum pentas ya itu, memandikan jaran kepang,

memberi makan jaran kepang untuk hari nya biasanya

dipilih saat jumat kliwon, selasa kliwon dan senen pahing.

Kemudian setiap suronan nyekar bersama-sama ke makam

Kyai Kanoman dan Mbah Abdurohman.

P : Bagaimana cara pawang menyembuhkan penari yang

kesurupan?

BN : Ya dengan dibacakan doa saja sih mba. Lalu ada juga

yang minta sajen yang sudah dipersiapkan sebelumnya.

Selain itu juga ada yang ingin dipertemukan dengan

kerabat/pamong dari arwah yang merasuki.

P : Apa saja sajen yang diperlukan untuk pentas dan apa

makna dari masing-masing sajen tersebut?

BN : Sajennya ya lumayan banyak mbak. Diantaranya : 1)

Telor ayam tersebut memiliki makna tersendiri pada tiap-

tiap lapisannya. Misalnya putih telur mengandung makna

kesucian/kemurnian hati. Lalu kuning telurnya mewakili

simbol kemuliaan, ketenangan, kewibawaan dan

kebijaksanaan pada jiwa seorang manusia. Berikutnya


372

adalah bagian cangkang telurnya itu mengandung makna

kehidupan yang langgeng, kesabaran dalam menghadapi

segala cobaan dan ketenangan pikiran manusia dalam

menjalani rintangan yang ada dalam hidupnya.

Keseluruhan elemen tersebut menjadi perwujudan dari

masing-masing unsur makna pada tiap lapiasna telur tadi.

Yang artinya seorang manusia jika mempunyai harapan

harus memiliki tekad yang bulat. Sajen kedua yaitu ayam

hidup, karena konon katanya arwah itu suka dengan ayam

hidup mbak. Jika dilihat dari maknanya ayam ini

diibaratkan sebagi manusia yang baru menginjak masa

remaja karena biasanya orang dengan rentan umur tersebut

lebih mudah terjerumus ke dalam jurang kenistaan

sehingga ayam yang dipakai harus ayam kampong yang

baru berumur 3 bulan. Sajen yang ketiga yaitu manggar

(kelapa muda) ini adalah simbol dari air suci yang bisa

menjadi penyuci lahir dan batin manusia yang selalu

dipenuhi oleh dosa. Sajen keempat adalah padi mewakili

simbol harapan supaya tertanam niat yang kuat pada

seorang manusia untuk melaksanakan sebuah tujuan yang

diinginkannya. Ketika ingin mencapai sebuah keniatan

harus melakukan perjuangan yang sungguh-sungguh dari


373

dalam diri. Sajen kelima yaitu minyak misik sebagai

perwakilan dari lambang ketentraman dan keharuman

nama pribadi, keluarga, serta kepada Tuhan YME. Sajen

keenam kemeyan yang mengandung simbol jika apapun

perbuatan yang akan dilakukan oleh manusia harus diawali

dengan doa meminta kelancaran kepada Tuhan YME.

Sesajen ketujuh kendi dan klowoh yang melambangkan

sepasang manusia laki-laki dan perempuan yang saling

melengkapi. Sajen kedelapan yaitu juwadah pasar yang

berisi buah-buahan dan jajanan pasar, mengandung simbol

kebersamaan karena isinya yang bermacam-macam dan

dijajakan dalam satu wadah sehingga hal tersebut dijadikan

sebagai simbol dari kebersamaan. Sajen yang terakhir

adalah bunga mawar merah dan putih mewakili simbolik

dari perwujudan orang tua (Ayah dan ibu) mawar putih

mewakili sosok ayah dan mawar merah mewakili sosok

ibu. Dengan menyediakan sesajen berupa mawar putih dan

merah tersebut bermaksud untuk mewakili lambang

restu/doa dari orang tua.

P : Baik, Pak. Sekiranya sekian dulu sesi wawancaranya.

Terima kasih banyak atas informasi dan waktu yang telah

bapak berikan untuk mengikuti sesi wawancara ini.


374

BN : Nggih mba, sami-sami.

3. Narasumber : Mas Arif, penata iringan paguyuban Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle.

Peneliti (P) : Assalamu’alaikum

Mas Arif (MA) : Wa’alikumsalam

P : Bolehkah saya wawancara sebentar tentang iringan Kesenian

Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle mas?

MA : Boleh, mbak. Silahkan.

P : Berapa jumlah pengrawit di Paguyuban Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle?

MA : Ada 8 pengrawit dan 1 orang sindhen laki-laki mbak

P : Siapa saja yang menjadi pengrawit di Paguyuban Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle? (beserta alat musik yang

dimainkan)

MA : 1. Pemain Kendang: Mas Arif (saya sendiri), 2. Bonang: Mas

Nurohmani, 3. Demung 1: Mas Guntur, 4. Demung 2: Mas Deni,

5. Saron 1: Mas Cahyo, 6. Saron 2: Mas Eko, 7. Dram: Mas Jaiz,

8. Gong: Mas Rio, 9. Sindhen laki-laki: Mas Gufron dan Mas Arif.

P : Bagaimana pola permainan musik gendhing di Paguyuban

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle?


375

MA : “Pola permainan musik pada pertunjukan Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle menggunakan tangga nada

pentatonis karena terdiri dari laras pelog dan slendro. Untuk

catatan notasinya nanti mbak bisa foto saja buku catatan

musiknya”.

P : Alat musik yang digunakan oleh pengrawit di Paguyuban

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle termsuk ke

dalam gending jenis apa?

MA : Kendang, bonang, demung, saron, dram, dan gong.

P : Laras jenis apa yang digunakan di Paguyuban Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle?

MA : Dua-dua nya mbak, laras pelog dan slendro kami pakai semua.

P : Bagaimana perkembangan gending yang terjadi pada Paguyuban

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle?

MA : Dulu saat baru didirikan paguyubannya hingga tahun 2007 an

bende baru ada 4, kendang sabet 1. Lalu tahun 2007 ke atas sudah

punya satu set gamelan lengkap. Kemudian tahun 2019 ada

penambahan alat musik lain yaitu drum.

P : Sejak tahun berapa Anda bergabung menjadi pengrawit di

Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle?

MA : Sejak tahun 2010 an mbak.


376

P : Kesulitan apa yang Anda pernah alami selama menjadi

pengrawit di Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle?

MA : Karena dipaguyuban ini metodenya independen/mandiri semua

jadi saya harus berusaha selalu bisa beradaptasi sendiri dan

mempelajari sendiri semua hal tentang gendingannya. Jadi kalau

bingung ya bingung sendiri gak bisa tanya kesiapa-siapa harus cari

tahu dan pelajari sendiri. Selain itu juga masih sulit untuk

mengkompakkan grup baik dari sisi iringannya sendiri, sisi

tariannya sendiri maupun mengkompakkan antara iringan dengan

tariannya.

P : Bagaimana kesan yang Anda rasakan selama menjadi pengrawit

di Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle?

MA : Ya, kesannya senang. Bisa ikut gabung di paguyuban ini, guyub

rukun, bersama-sama nguri-nguri budaya jawa.

P : Apa ciri khas yang dimiliki oleh iringan musik Paguyuban

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle?

MA : Salah satu ciri khas dari musik iringan di Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle yaitu tabuhan slendro versi

ponorogonannya sih paling mba.

P : Dimana biasanya latihan gamelan berlangsung?

MA : Di rumah Pak Judi mbak


377

P : Adakah jadwal latihan rutinan untuk pengrawit?

MA : Ya, ada mbak. Sama sebenarnya dengan latihan tariannya.

Seminggu minimal 3 kali dan seminggu full ketika sudah

mendekati hari H pentas.

P : Lagu/instrumen iringan apa saja yang digunakan oleh pengrawit

untuk mengiringi pentas pertujukan Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle?

MA : Lagunya itu Gugur Gunung, Kemuda Sigra-Sigra, Pucung, Kang

Sinedya, Asmaradana, Ayun-Ayun dan Ela-Ela Gandrung. Notasi

dan liriknya nanti ada di buku mbak, silahkan nanti tinggal

dicatet/difoto saja.

P : Apa tema yang diusung oleh semua lagu tersebut?

MA : “Ya, yang pertama, Gugur Gunung lirik lagu dan temanya

membahas tentang kebersamaan, solidaritas, ikhlas dalam

berbhakti, serta gotong royong dalam melaksanakan sebuah tugas.

Kedua yaitu Kemuda Sigra-Sigra memiliki tema perjuangan dan

menceritakan tentang kesiapan serombongan pasukan yang

bersemangat dan kompak dalam menjalankan perintah dari

atasannya/rajanya. Ketiga dan keempat yaitu Pucung dan Kang

Sinedyo. Pucung merupakan salah satu tembang macapat yang

mengandung makna tentang perjalanan hidup manusia dan di

dalam lirik pucung di atas dapat diterjemahkan sebagai wejangan


378

seseorang perihal siklus ilmu yang hanya bisa terwujud melalui

perbuatan, dimulai dari kemauan yang menguatkan dan dengan

(ilmu) kebaikan/budi pekerti dapat mengalahkan (ilmu) kejahatan.

Judul iringan keempat yaitu Kang Sinedyo adalah tembang yang

bertemakan asmara dan menceritakan tentang bentuk kasih sayang

seorang putri yang setia dan selalu jatuh cinta setiap hari kepada

lelaki yang dicintainya sehingga selalu terkesima/terpesona

setiapkali melihat senyum manis dan kegagahannya. Kelima

Asmaradana merupakan tembang macapat bertemakan asmara

juga. Namun dalam tema asmara pada tembang Asmaradana tidak

secara khusus hanya untuk menggambarkan asmara sesama

manusia semata tetapi juga cinta secara universal termasuk rasa

cinta kepada Sang Pencipta/Tuhan. Hal tersebut sesuai dengan

terjemah lirik Asmaradana di atas yang menceritakan tentang

sebuah anjuran untuk tidak tidur sore hari. Karena ada dewa

melanglang/mengelilingi jagad dengan bokor atau wadah emas

berisi rezeki dan doa tolak balak/hal buruk. Isi bokor itu

diperuntukkan kepada yang kuat tirakat dengan tetap terjaga di

malam hari. Secara tidak langsung hal tersebut merupakan

wejangan sesorang untuk lebih mencintai Tuhan dengan

menjalankan ibadah salah satunya yaitu tirakat/sholat tahajud.

Selain lagu macapat Asmaradana, tari satrionan juga diringi oleh


379

lancaran bendrongan yang merupakan bentuk musik instrument

umum dalam pertunjukan tari yang bisa digunakan untuk

mengiringi suatu tarian baik dalam bentuk hanya nada saja tanpa

adanya lirik yang tetap maupun diisi dengan lirik dari lagu-lagu

apapun sesuai dengan tema tarian. Pada babak akhir pertunjukan

diisi oleh sajian tari klasik pedangan yang diiringi oleh judul

iringan kelima dan keenam yaitu Ayun-Ayun dan Ela-Ela

Gandrung. Lagu Ayun-Ayun adalah menceritakan tentang saran

untuk menyatukan tekad dalam mencapai sebuah tujuan supaya

dapat mewujudkan cita-cita. Keenam yaitu Ela-Ela Gandrung

yang menceritakan tentang perasaan seseorang yang rindu teramat

sangat akan sebuah keinginan yang kuat sampai akhirnya siang

dan malam selalu terbayang oleh keinginan tersebut.

P : Baik, Mas. Sekiranya sekian dulu sesi wawancaranya. Terima

kasih banyak atas informasi dan waktu yang telah mas berikan

untuk mengikuti sesi wawancara ini.

MA : Siap mba sama-sama.


380

4. Narasumber : Bapak Yulianto, penata tari paguyuban Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle.

Peneliti (P) : Assalamu’alaikum

Bapak Yulianto (BY) : Wa’alikumsalam

P : Bolehkah saya wawancara sebentar tentang penataan

gerak Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

mas?

BY : Boleh, mbak. Silahkan.

P : Sejak tahun berapa Anda bergabung menjadi penata

penari di Paguyuban Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle?

BY : Sejak tahun 2010 an mba.

P : Kesulitan apa yang Anda pernah alami selama menjadi

penata penari di Paguyuban Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle?

BY : Paling mengenai pembagian waktu sih mbak, karena

kerjan saya waktunya tidak menentu jadi agak sulit

dalam membagi waktu antara bekerja dan latihan atau

pentasnya.

P : Bagaimana kesan yang Anda rasakan selama menjadi

penata penari di Paguyuban Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle?


381

BY : Senang mbak, dengan bergabung di paguyuban ini

saya jadi memiliki banyak kenalan baru, pengalaman

baru, kesempatan untuk tampil dan berkesenian sangat

menghibur.

P : Bagaimana struktur pertunjukan Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle?

BY : Struktur pertunjukan Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle pada dasarnya terbagi menjadi 3

bagian mba yaitu: 1) awal pertunjukan sebelum penari

masuk dan menari pertama-tama di awali dengan musik

instrument pembuka dulu sering kami sebut sebagai

spot yang berisi instrument gamelan dan sambutan dari

Pak Judi dan Pak Ngaserin di pertengahan setelah

sambutan selesai diisi dengan instrumen gamelan lagi

hingga dilanjutnkan pada masuknya tarian pertama.

Untuk awal pertunjukan atau spot ini kami biasanya

berdurasi sekitar 5-8 menitan mbak. 2) inti pertunjukan

yaitu berisi tari rewo-rewo, tari klasik, tari satrionan dan

tari klasik pedangan. Masing-masing tarian biasanya

berdurasi 15 menitan mbak. 3) akhir pertunjukan berisi

kata-kata penutup dari bapak Judi lagi yang intinya


382

memberi tahu kalau pertunjukan sudah selesai dan

ditutup dengan doa bersama.

P : Kapan terakhir kali Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle melakukan pentas?

BY : Terakhir kali kami tampil itu tanggal 14 Oktober 2020

kemarin bukan untuk hadir di sebuah acara, tapi untuk

keperluan mengikuti lomba sih mba. Tapi persyratannya

harus mengirim video pertunjukan yang nantinya akan

di upload ke Youtube.

P : Bagaimana proses masuknya penari dan hal apa yang

dilakukan penari sebelum melakukan gerakan tarian

pertama?

BY : Untuk proses masuknya penari dari arah mana ya

tergantung dengan arah hadap dan tata panggungnya sih

mba. Tapi lebih sering kami masuknya justru dari arah

samping panggung atau kalau tidak dari arah depan.

Kemudian penari akan berjejer dan menempati posisi

masing-masing yang nantinya membentuk sebuah

formasi selama kurang lebih 2 menitan sambil

menunggu instrument spot selesai dan instrument musik

untuk tarian pertama dimainkan.


383

P : Jenis gerakan apa yang digunakan pada tarian-tarian

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle?

BY : Gerakannya jenis gerak murni semua mbak. Artinya

semua gerakan itu pure hanya untuk tujuan keindahan

saja, tidak memiliki makna simbolik apa-apa.

P : Darimana asal gerakan-gerakan tarian yang ada di

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle? lalu

siapa yang menciptakan gerakan-gerakan tersebut?

BY : Kalau geraknya itu ya semuanya berasal dari ide atau

kreasi semua anggota mbak. Jadi kami menggarap

semua tarian dan iringan itu bersama-sama berdasarkan

ide dari beberapa anggota.

P :Gaya mana yang menjadi kiblat gerakan-gerakan pada

tarian Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle?

BY : Ikut gaya mataraman mbak. Sepengamatan saya

sepertinya semua kesenian kuda lumping di area

Kabupaten Semarang rata-rata menggunakan gaya

mataraman sih mba.

P : Adakah nama-nama pada tiap ragam gerak dimasing-

masing tarian?

BY : Sebenarnya kalau mengenai ilmu teori seni tari seperti

nama ragam-ragam gerak sepeti itu sendiri kami kurang


384

mengerti mbak, karena pada dasarnya diantara semua

anggota tidak ada yang mempunyai latar belakang

pendidikan seni tari. Jadi biasanya kami memberikan

nama pada beberapa gerak tarian dengan istilah yang

kami spontan buat saja kemudian langsung

mencontohkan geraknya dengan cara mempraktekan

geraknnya di depan anggota lain kemudian langsung

ditiru”.

P : Apa fungsi lain dari tarian Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle selain sebagai hiburan?

BY : Sebenarnya kalau fungsi utamanya ya Cuma untuk

hiburan semata sih mba, tapi kalau ditanya fungsi

lainnya ya paling untuk melestarikan budaya dan tradisi

saja mbak.

P : Baik, Pak. Sekiranya sekian dulu sesi wawancaranya.

Terima kasih banyak atas informasi dan waktu yang

telah bapak berikan untuk mengikuti sesi wawancara

ini.

BY : Siap mba sama-sama.


385

5. Narasumber : Bapak Muhammad Arifin, penari rewo-rewo paguyuban

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle.

Peneliti (P) : Assalamu’alaikum

Bapak Muhammad (BM) : Wa’alikumsalam

P : Bolehkah saya wawancara sebentar tentang tarian

Rewo-Rewo yang ada di dalam Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle Pak?

BM : Boleh, mbak. Silahkan.

P : Sejak tahun berapa bapak bergabung menjadi

penari di Paguyuban Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle?

BM : Sekitar tahun 2011 an mba.

P : Kesulitan apa yang Anda pernah alami selama

menjadi penata penari di Paguyuban Kesenian

Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle?

BM : Kalau kesulitan yang berarti Alhamdulillah belum

ada sih mba.

P : Bagaimana kesan yang Anda rasakan selama

menjadi penari di Paguyuban Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle?

BM : Kesannya ya senang saja mba bisa ikut nguri-

nguri budaya jawa.


386

P : Berapa orang penari yang masuk pada tarian

pertama? lalu siapa saja penari tersebut?

BM : Untuk tarian Rewo-Rewo sendiri biasanya terdiri

dari 6 orang mbak minimal. Penarinya ya saya

(Muhammad Arifin), Mas Sulistio, Mas Wahyudi,

Mas Yulianto, Mas Saiful, dan Mas Adi Prastio.

P : Berapa durasi waktu yang diperlukan untuk pentas

tarian pertama?

BM : Sekitar 15 menitan mbak.

P : Tarian 1 ini mengangkat tema mengenai apa?

BM : Temanya keprajuritan mbak.

P : Apa alur cerita yang diangkat dalam tarian

pertama ini?

BM : Kalau tari rewo-rewo ini sebenarnya diciptakan

hanya untuk mengisi kekosongan saja sih mba. Jadi

alur ceritanya tidak ada.

P : Kesan apa yang ingin ditampilkan di dalam tarian

pertama ini?

BM : Ya kesan nya bersuka ria saja sih mba.

P : Pola lantai apa saja yang digunakan di dalam

tarian pertama ini?


387

BM : Ada 3 mba, pola lantai pertama dinamai pola dua

sejajar (hadap depan), lalu pola kuncup, dan

terakhir pola dua sejajar lagi namun hadapnya ke

samping dengan posisi antar penari saling

berlawanan arah.

P : Baik, Pak. Sekiranya sekian dulu sesi

wawancaranya. Terima kasih banyak atas informasi

dan waktu yang telah bapak berikan untuk

mengikuti sesi wawancara ini.

BM : Siap mba sama-sama.

6. Narasumber : Bapak Sajad Wahyudi, penari klasikan paguyuban

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle.

Peneliti (P) : Assalamu’alaikum

Bapak Wahyudi (BW) : Wa’alikumsalam

P : Bolehkah saya wawancara sebentar tentang tarian

klasik yang ada di dalam Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle Pak?

BW : Boleh, mbak. Silahkan.

P : Sejak tahun berapa bapak bergabung menjadi penari

di Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle?

BW : Sekitar tahun 2009 an mba.


388

P : Kesulitan apa yang Anda pernah alami selama

menjadi penata penari di Paguyuban Kesenian uda

Lumping Turonggo Jati Bengkle?

BW : Kalau kesulitan yang berarti Alhamdulillah belum

ada sih mba.

P : Bagaimana kesan yang Anda rasakan selama menjadi

penari di Paguyuban Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle?

BW : Kesannya ya senang saja mba soalnya saya memang

sudah suka menari sejak kecil jadi ketika bisa ikut

menari di acara pementasan seperti ini ya senang.

P : Berapa orang penari yang masuk pada tari klasikan?

lalu siapa saja penari tersebut?

BW : Untuk tarian klasikan sendiri biasanya terdiri dari 8

orang mbak minimal yang sebenarnya itu penari di tari

rewo-rewo tadi Cuma ditambah dua orang lainnya.

Penarinya ya Bapak Muhammad Arifin, Mas Sulistio,

saya sendiri (Wahyudi), Mas Yulianto, Mas Saiful,

Mas Adi Prastio, Mas Alim dan Bapak Tugi.

P : Berapa durasi waktu yang diperlukan untuk pentas

tarian pertama?

BW : Sekitar 10 menitan juga mbak.


389

P : Tarian klasikan ini mengangkat tema mengenai apa?

BW : Temanya juga berubah-ubah mba, dulu pernah

mengambil tema tentang asal mula daerah kaliganyam

(legenda) tapi seringnya bertema keprajuritan mbak.

P : Apa alur cerita yang diangkat dalam tarian pertama

ini?

BW : Kalau tari klasikan ini alur ceritanya ya kurang lebih

hampir sama dengan yang tari klasik pedangan nanti.

Karena geraknnya juga memang sama dengan gerak

pengantar pada tari klasik pedangan mbak. Jadi kalau

tari klasik ini alurnya kalau tidak tentang legenda ya

cuma tentang prajurit yang sedang bersiap untuk

perang.

P : Kesan apa yang ingin ditampilkan di dalam tarian

pertama ini?

BW Ya kesan nya gagah berani mbak

P : Pola lantai apa saja yang digunakan di dalam tarian

klasik ini?

BW : Ada 5 mba, pola lantai pertama dinamai pola jejer

adepan jaran, lalu pola kedua pola sejajar dua baris

lawan arah, lalu pola ketiga adalah pola sejajar dua

baris adep-adepan, lalu pola keempat pola belah sisir


390

madep ngarep, terakhir pola kelima yaitu pola kuncup

1 (muter bersama).

P : Baik, Pak. Sekiranya sekian dulu sesi wawancaranya.

Terima kasih banyak atas informasi dan waktu yang

telah bapak berikan untuk mengikuti sesi wawancara

ini.

BY : Siap mba sama-sama.

7. Narasumber : Mas Eri Susanto penari satrionan paguyuban Kesenian

Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle.

Peneliti (P) : Assalamu’alaikum

Mas Eri (ME) : Wa’alikumsalam

P : Bolehkah saya wawancara sebentar tentang tarian satrionan

yang ada di dalam Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle Pak?

ME : Boleh, mbak. Silahkan.

P : Sejak tahun berapa Mas Eri bergabung menjadi penari di

Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle?

ME : Sekitar tahun 2012 an mba.

P : Kesulitan apa yang Anda pernah alami selama menjadi penata

penari di Paguyuban Kesenian uda Lumping Turonggo Jati

Bengkle?
391

ME : Kalau kesulitan yang berarti Alhamdulillah belum ada sih

mba.

P : Bagaimana kesan yang Anda rasakan selama menjadi penari

di Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle?

ME : Kesannya ya senang, ada susahnya juga mba. Terutama ketika

sedang melakukan pentas di tempat yang outdor lalu hujan

sehingga penonton pada pulang. Itu kadang sempat membuat

saya agak khawatir tidak ada yang nonton saat tampil.

P : Berapa orang penari yang masuk pada tarian pertama? lalu

siapa saja penari tersebut?

ME : Untuk tarian satrionan sendiri biasanya terdiri dari 6 orang

mbak minimal, orangnya ya saya (Mas Eri), Mas Rofi, Mas

Dedi, Mas Riski, Mas Amin dan Mas Wahid.

P : Berapa durasi waktu yang diperlukan untuk pentas tarian

pertama?

ME : Sekitar 15 menit kurang lebih mbak.

P : Tarian klasikan ini mengangkat tema mengenai apa?

ME : Temanya keprajuritan juga mbak

P : Apa alur cerita yang diangkat dalam tarian pertama ini?


392

ME : Kalau tari satrionan ini alur ceritanya tentang latihan perang

prajurit berkuda yang di dalamnya terdapat kiprah manggolo

nya mbak.

P : Kesan apa yang ingin ditampilkan di dalam tarian satrionan

ini?

ME : Ya kesan nya gagahnya seorang prajurit berkuda yang akan

maju perang mbak.

P : Pola lantai apa saja yang digunakan di dalam tarian klasik ini?

ME : Kalau tari satrionan ini termasuk ke dalam tarian yang paling

kompleks mba disini. Untuk pola lantainya ada 11 pola. Pola

lantai pertama dinamai pola jejer sejajar, pola lantai kedua

dinamai pola 132, pola lantai ketiga dinamai pola sejajar 3

baris, pola lantai keempat kembali ke pola 132 lagi, pola lantai

kelima adalah pola sejajar dua baris (hadap depan), pola lantai

keenam itu masih sama sejajar dua baris ungkur-ungkuran

(masing-masing baris menghadap ke samping/luar), pola lantai

ketujuh dinamai jeblosan, pola kedepalan kembali ke pola

lantai sejajar 3 baris, pola lantai kesembilan pola baris maju

mundur, pola lantai kesepuluh bernama pola 2121, terakhir

pola lantai ke sebelas kembali ke pola jejer sejajar lagi seperti

di awal pertunjukan tadi.


393

P : Baik, Mas. Sekiranya sekian dulu sesi wawancaranya. Terima

kasih banyak atas informasi dan waktu yang telah mas berikan

untuk mengikuti sesi wawancara ini.

ME : Siap mba sama-sama.

8. Narasumber : Bapak Yulianto, penari klasik pedangan paguyuban

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle.

Peneliti (P) : Assalamu’alaikum

Bapak Yulianto (BY) : Wa’alikumsalam

P : Bolehkah saya wawancara sebentar tentang tarian

klasik pedangan yang ada di dalam Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle Pak?

BY : Boleh, mbak. Silahkan.

P : Sejak tahun berapa bapak bergabung menjadi penari

di Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle?

BY : Sekitar tahun 2010 an mba.

P : Kesulitan apa yang Anda pernah alami selama

menjadi penata penari di Paguyuban Kesenian uda

Lumping Turonggo Jati Bengkle?

BY : Paling mengenai pembagian waktu sih mbak, karena

kerjan saya waktunya tidak menentu jadi agak sulit


394

dalam membagi waktu antara bekerja dan latihan atau

pentasnya.

P : Bagaimana kesan yang Anda rasakan selama menjadi

penata penari di Paguyuban Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle?

BY : Senang mbak, dengan bergabung di paguyuban ini

saya jadi memiliki banyak kenalan baru, pengalaman

baru, kesempatan untuk tampil dan berkesenian sangat

menghibur.

P : Berapa orang penari yang masuk pada tari klasik

pedangan? lalu siapa saja penari tersebut?

BY : Untuk tarian klasikan sendiri biasanya terdiri dari 8

orang mbak minimal yang sebenarnya itu penari di tari

rewo-rewo tadi Cuma ditambah dua orang lainnya.

Penarinya ya Bapak Muhammad Arifin, Mas Sulistio,

Bapak Wahyudi, saya (Yulianto), Mas Saiful, Mas

Adi Prastio, Mas Alim dan Bapak Tugi.

P : Berapa durasi waktu yang diperlukan untuk pentas

tarian pertama?

BY : Sekitar 10 menitan paling mbak.

P : Tarian klasik pedangan ini mengangkat tema

mengenai apa?
395

BY : Temanya mengambil tentang peperangan mba.

P : Apa alur cerita yang diangkat dalam tarian pertama

ini?

BY : Kalau tari klasik pedangan ini alur ceritanya ya

tentang prajurit berkuda yang sedang melakukan

peperangan mbak.

P : Kesan apa yang ingin ditampilkan di dalam tarian

pertama ini?

BW :Ya kesan nya gagah berani mbak.

P : Pola lantai apa saja yang digunakan di dalam tarian

klasik pedangan ini?

BW : Ada 4 mba, pola lantai pertama itu kuncupan 2 (2

orang penari yaitu Mas Sulistio dan Mas Arifin

melakukan sesi pedangan selama 5 kali tarung di

dalam formasi pola kuncupan penari lainnya yang

memutari Mas Arifin dan Mas Sulistio), lalu setelah

pedangan selesai lanjut pada pola sejajar dua baris

adep-adepan, kemudian pola jeblosan kanan, dan

terakhir pola kuncupan 1 lagi muter bersama dalam

satu lingkaran yang dilanjutnkan dengan sesi

kesurupannya sebagai sajian terakhir menutup semua

tarian.
396

P : Baik, Pak. Sekiranya sekian dulu sesi wawancaranya.

Terima kasih banyak atas informasi dan waktu yang

telah bapak berikan untuk mengikuti sesi wawancara

ini.

BY : Siap mba sama-sama.

9. Narasumber : Ibu Desy Ratiani, penonton pertunjukan Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle.

Peneliti (P) : Assalamu’alaikum

Ibu Desy (ID) : Wa’alikumsalam

P : Bolehkah saya wawancara sebentar tentang pendapat anda

sebagai penonton pertunjukan Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle Bu?

ID : Boleh, mbak. Silahkan.

P : Sudah berapa kali Anda melihat pertunjukan Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengjkle ini?

ID : Kira-kira saya sudah 3 kali menonton pertunjukan Kesenian

Kuda Lumping Turonggo Jati Bengjkle ini mbak.

P : Bagaimana kesan Anda setelah menonton pertunjukan

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle?

ID : Kesan saya senang melihat pertunjukan ini, terutama pada

bagian tari klasik pedangannya mbak.


397

P : Apa alasan Anda menonton pertunjukan Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle?

ID : Karena saya memang suka menonton pertunjukan seni seperti

ini mbak

P : Apakah Anda mengerti maksud atau alur cerita yang

terkandung di dalam tarian Kesenian Kuda Lumping Turonggo

Jati Bengkle? Bila iya, apa?

ID : Mengerti mbak, di dalam tarian klasikan yang pernah saya

tonton misalnya itu dulu menceritakan mengenai asal usul

daerah kaliganyam mbak.

P : Apakah Anda merasa puas/senang dengan sajian tari Kesenian

Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle?

ID : Alhamdulillah, puas mba. Pertunjukannya sangat menghibur.

P : Apa kritik dan saran Anda untuk Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle?

ID : Kritiknya paling untuk penari satrionan nya saya rasa kurang

semnagat dalam menari sehingga saya sebagai penonton

merasa kurang greget dalam melihatnya. Sarannya ya kalau

bisa supaya lebih maksimal hasil pertunjukannya bagi

keseluruhan penari lebih baik untuk menambah porsi latihan

supaya hasilnya bisa lebih matang saat dipentaskan.


398

P : Baik, Bu. Sekiranya sekian dulu sesi wawancaranya. Terima

kasih banyak atas informasi dan waktu yang telah ibu berikan

untuk mengikuti sesi wawancara ini.

ID : Siap mba sama-sama.

10. Narasumber : Bapak Karyono, penonton pertunjukan Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle.

Peneliti (P) : Assalamu’alaikum

Bapak Karyono (BK) : Wa’alikumsalam

P : Bolehkah saya wawancara sebentar tentang pendapat

anda sebagai penonton pertunjukan Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle Pak?

BK : Boleh, mbak. Silahkan.

P : Sudah berapa kali Anda melihat pertunjukan Kesenian

Kuda Lumping Turonggo Jati Bengjkle ini?

BK : Kira-kira sudah 2 kali mbak.

P : Bagaimana kesan Anda setelah menonton pertunjukan

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle?

BK : Kesan saya ya suka saja, melihat masih ada orang yang

mau melestarikan kesenian dan budaya Indonesia

seperti ini ditengah segala keterbatasan yang ada.

Mereka tetap mau manyisihkan waktu, uang dan

tenaganya untuk menggelar pentas seperti ini.


399

P : Apa alasan Anda menonton pertunjukan Kesenian

Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle?

BK : Karena saya memang suka menonton kesenian kuda

lumping semacam ini mbak apalagi ketika ada yang

kesurupan.

P : Apakah Anda mengerti maksud atau alur cerita yang

terkandung di dalam tarian Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle? Bila iya, apa?

BK : Mengerti mbak, di dalam tarian satrionan misalnya,

menurut saya itu mengandung cerita tentang kawanan

prajurit berkuda yang sedang latian perang dengan

manggolonya.

P : Apakah Anda merasa puas/senang dengan sajian tari

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle?

BK : Sangat puas mba. Pertunjukannya sangat spektakuler

dengan beberapa pemain yang kesurupan tadi sangat

memicu adrenalin.

P : Apa kritik dan saran Anda untuk Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle?

BK : Kritiknya tadi saya lihat jika dari segi tarian masih

banyak yang lupa dan gerakannya cenderung monoton.

Sarannya kalau bisa lebih sering melihat referensi


400

gerak/ pertunjukan kuda lumping lainnya supaya bisa

memperkaya variasi gerak di pementasan selanjtnya.

P : Baik, Pak. Sekiranya sekian dulu sesi wawancaranya.

Terima kasih banyak atas informasi dan waktu yang

telah bapak berikan untuk mengikuti sesi wawancara

ini.

BK : Siap mba sama-sama.

11. Narasumber : Mas Afriza Yuan Ardias, penonton pertunjukan Kesenian

Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle.

Peneliti (P) : Assalamu’alaikum

Mas Afriza (MA) :Wa’alikumsalam

P : Bolehkah saya wawancara sebentar tentang pendapat

anda sebagai penonton pertunjukan Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle, mas?

MA : Boleh, mbak. Silahkan.

P : Sudah berapa kali Anda melihat pertunjukan Kesenian

Kuda Lumping Turonggo Jati Bengjkle ini?

MA : Baru satu kali mbak.

P : Bagaimana kesan Anda setelah menonton pertunjukan

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle?

MA : Kesan saya sebagai orang yang baru pertama kali

menonton pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo


401

Jati Bengkle langsung tertuju pada perpaduan tari dan

unsur magis yang ditampilkan. Menurut saya, hal tersebut

menghadirkan kesan yang indah dan special, sebab sudah

lama saya tidak menyaksikan pertunjukan tari yang

mengandung unsur magis seperti ini.

P : Apa alasan Anda menonton pertunjukan Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle?

MA : Karena saya ingin melihat tarian dengan unsur magis

versi Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle.

P : Apakah Anda mengerti maksud atau alur cerita yang

terkandung di dalam tarian Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle? Bila iya, apa?

MA : Sebelum masuk ke dalam sesi atraksi, pecutan dan

kesurupan tadi saya lumayan menyimak tarian klasik

pedangannya yang menurut saya seperti sedang

menceritakan situasi peperangan para prajurit berkuda.

P : Apakah Anda merasa puas/senang dengan sajian tari

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle?

MA : Cukup senang dan puas mba.

P : Apa kritik dan saran Anda untuk Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle?


402

MA : Kritik nya mungkin dari segi keseriusan penari sepertinya

kurang mbak. Soalnya tadi saya lihat ada yang masih

terlihat bingung, tertawa-tawa ketika melihat ada penari

lain yang terpeleset. Tapi bagi saya sebenarnya itu wajar

saja sih mba, malah menghibur. Untuk sarannya saya

usulkan supaya dari pihak paguyuban lebih maksimal lagi

dalam hal pendokumentasiannya, supaya pertunjukan ini

banyak yang tahu mungkin lebih baik di share ke beberapa

sosial media masing-masing anggota dan di Youtube

supaya bisa lebih dikenal masyarakat luas.

P : Baik, Mas. Sekiranya sekian dulu sesi wawancaranya.

Terima kasih banyak atas informasi dan waktu yang telah

mas berikan untuk mengikuti sesi wawancara ini.

MA : Siap mba sama-sama.

12. Narasumber : Bapak Ashrofi, Rias dan busana pertunjukan Kesenian

Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle.

Peneliti (P) : Assalamu’alaikum

Bapak Ashrofi (BA) : Wa’alikumsalam

P : Bolehkah saya wawancara sebentar tentang pendapat

anda sebagai penata rias dan busana pertunjukan

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle, bapak?

BA : Boleh, mbak. Silahkan.


403

P : Kesulitan apa yang Anda pernah alami selama menjadi

penata rias dan busana di Paguyuban Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle?

BA : Untuk kesulitannya sendiri adalah karena diantara kami

tidak semuanya bisa merias jadi sangat kesulitan dalam hal

tenaga rias, sedangakan ketika kami bergantian merias diri

sendiri lalu merias anggota lain itu lumayan menguras

waktu dan tenaga mba.

P : Bagaimana kesan yang Anda rasakan selama menjadi

penata rias dan busana di Paguyuban Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle?

BA : Ya, walaupun lelah dan kadang sempat beberapa kali

terjadi masalah intern. Saya tetap senang mba menjalani

proses ini sebagai bagian dari anggota paguyuban

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle.

P : Apa tema dan konsep dari rias dan busana pada tarian

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle?

BA : Rias yang digunakan pada penari Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle termasuk ke dalam jenis rias

karakter. Secara spesifik, rias karakter yang diterapkan

pada penari Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle adalah rias putra gagah teleng untuk tari rewo-


404

rewo dan rias putra lanyap untuk tari klasikan, satrionan

dan klasik pedangan. Rias karakter adalah rias yang

diaplikasikan pada wajah seseorang guna mengubah

tampilan asli objek rias tersebut menjadi sosok tokoh yang

ingin dimunculkan.

P : Apa saja alat rias yang digunakan untuk meriasa penari

ketika pentas?

BA : Alat riasnya ya berupa milk cleanser/susu pembersih, face

tonic/penyegar, kuas make up/ brush, pelembab, alas

bedak/foundation, bedak tabur, bedak padat, lipstik, blush

on/perona pipi, spons, pensil alis hitam/celak, pidih hitam,

pidih putih, eyeshadow warna jingga, merah dan kuning

keemasan.

P : Siapa yang merias dan memakaikan kostum untuk para

penari?

BA : Kalau rias sebenarnya tidak menentu sih mba, kalau ada

saya ya saya, tapi kalau ada Mba Ratih biasanya ya dibantu

mba Ratih. Tapi seringnya ya kalau ndak ada yang

membantu ya saling bantu membantu mba.

P : Berapa waktu yang diperlukan untuk rias wajah dan

busana pada tiap penarinya?

BA : Sekitar 15 menitan perorang


405

P : Apa saja nama kostum dan aksesoris yang digunakan

pada masing-masing tarian?

BA : Kalau busana dan aksesoris yang dipakai pada tari rewo-

rewo pada saat pertunjukan Kesenian Kuda Lumping

Turonggo Jati Bengkle terdapat dua versi. Versi pertama

menggunakan kostum berupa : 1) iket (ikat kepala)

berwarna merah, 2) rompi hitam jaranan, 3) stagen, 4) jarik

barong (kain/jarik yang bermotif kotak-kotak hitam putih),

5) celana merah selutut. Versi kedua mengenakan kostum

berupa : 1) iket (ikat kepala) berwarna putih hijau, 2) baju

surjan, 3) stagen, 4) jarik barong (kain/jarik yang bermotif

kotak-kotak hitam putih), 5) celana merah selutut, 6)

sampur warna hijau. Selanjutnya untuk tari klasikan dan

klasik pedangan menggunakan kostum yang sama yaitu 1)

iket (ikat kepala) berwarna hijau putih, 2) sorjan hitam

motif bunga, 3) stagen, 4) jarik barong (kain/jarik yang

bermotif kotak-kotak hitam putih, kuning, merah), 5)

celana hitam selutut, dan 6) sampur warna merah. Kalau

untuk busana dan aksesoris tari satrionan yaitu 1)

blangkon merah, 2) sumping, 3) wig (rambut palsu) warna

hitam lurus panjang, 4) stagen motif batik warna merah, 6)

kalung kace, 7) gelang tangan, 8) kendit, 9) sampur putih


406

polos dan sampur merah dengan motif batik di ujungnya,

10) jarit, 11) sabuk, 12) epek timang, 13) boro samir,

sampur, 14) celana jaranan merah selutut, 15) gelang kaki.

P : Properti apa saja yang digunakan ketika pentas?

BA : Properti nya ya paling jaranan (kuda kepang), pecut sama

keris mbak.

P : Baik, Pak. Sekiranya sekian dulu sesi wawancaranya.

Terima kasih banyak atas informasi dan waktu yang telah

abapak berikan untuk mengikuti sesi wawancara ini.

MA : Siap mba sama-sama.

13. Narasumber : Bapak Nurohmani, seksi perlengkapan di paguyuban

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle.

Peneliti (P) : Assalamu’alaikum

Bapak Nurohmani (BN) : Wa’alikumsalam

P : Bolehkah saya wawancara sebentar tentang

pendapat anda sebagai penonton pertunjukan

Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle,

bapak?

BN : Boleh, mbak. Silahkan.

P : Bagaiaman tata lampu/pencahayaan pada

pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle?
407

BN : Ya kalau siang kan ndak perlu pakai lampu to

mbak, lah kalau malam ya paling pakainya lampu

general atau penerangan biasa yang penting bisa

untuk menerangi panggung dan halaman saja.

P : Bagaimana tata suara pada pertunjukan Kesenian

Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle?

BN : Kalau kami alat-alat sound sistemnya satu paket

lengkap sewa semua mbak, di daerah Lerep nama

jasa penyewaannya itu “Besi Tua Sound”.


408

Lampiran 3

PROFIL NARASUMBER

1. Ketua Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

Nama : Juwarto/ Judi

Usia : 53

Jenis Kelamin : Pria

Pendidikan Terakhir : Sekolah Rakyat/ SD

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat Rumah : Dusun Bengkle RT 3 RW 6, Desa Gebugan,

Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang.

2. Pawang Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

Nama : Ngaserin Asrodin

Usia : 49

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Pendidikan Terakhir : SD

Pekerjaan : Petani

Alamat Rumah : Dusun Bengkle RT 2 RW 5, Desa Gebugan,

Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang.


409

3. Penata Iringan Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

Nama : Arifaturohman

Usia : 22

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Pendidikan Terakhir : SMP

Pekerjaan : Buruh

Alamat Rumah :Dusun Bengkle RT 2, RW 5, Desa Gebugan,

Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang.

4. Penata Tari sekaligus Penari Klasik Pedangan Paguyuban Kesenian Kuda

Lumping Turonggo Jati Bengkle

Nama : Yulianto

Usia : 30

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Pendidikan Terakhir : SMA

Pekerjaan : Swasta

Alamat Rumah : Dusun Bengkle RT 2 RW 6, Desa Gebugan,

Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang.


410

5. Penari Rewo-Rewo Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle

Nama : Muhammad Arifin

Usia : 29

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Pendidikan Terakhir : SMP

Pekerjaan : Karyawan

Alamat Rumah : Dusun Bengkle RT 2 RW 6, Desa Gebugan,

Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang.

6. Penari Klasik Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

Nama : Sajad Wahyudi

Usia : 34

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Pendidikan Terakhir : SMK

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat Rumah : Dusun Bengkle RT 2 RW 5, Desa Gebugan,

Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang.


411

7. Penari Satrio Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

Nama : Eri Susanto

Usia : 22

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Pendidikan Terakhir : SMK

Pekerjaan : Buruh Pabrik

Alamat Rumah : Dusun Bengkle RT 2 RW 6, Desa Gebugan,

Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang.

8. Penonton Pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

Nama : Desy Rutiani

Usia : 24

Jenis Kelamin : Wanita

Pendidikan Terakhir : SMK

Pekerjaan : Buruh Pabrik

Alamat Rumah : Dusun Bengkle RT 3 RW 5, Desa Gebugan,

Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang.

9. Penonton Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

Nama : Sulistio

Usia : 26

Jenis Kelamin : Laki-Laki


412

Pendidikan Terakhir : SD

Pekerjaan : Buruh

Alamat Rumah : Dusun Bengkle RT 3 RW 5, Desa Gebugan,

Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang.

10. Penonton Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

Nama : Afriza Yuan Ardias

Usia : 28

Jenis Kelamin : Pria

Pendidikan Terakhir : S1 UNNES

Pekerjaan : Copy Writer

Alamat Rumah : Dusun Slahung RT 2 RW 1, Dukuh Dawang,

Kecamatan Slahung, Kabupaten Ponorogo.

11. Penata Rias Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle

Nama : Ashrofi

Usia : 26

Jenis Kelamin : Pria

Pendidikan Terakhir : SD

Pekerjaan : Buruh

Alamat Rumah : Dusun Slahung RT 2 RW 5, Dukuh Dawang,

Kecamatan Slahung, Kabupaten Ponorogo.


413

12. Seksi Perlengkapan Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati

Bengkle

Nama : Nurohmani

Usia : 29

Jenis Kelamin : Pria

Pendidikan Terakhir : SMP

Pekerjaan : Swasta

Alamat Rumah : Dusun Slahung RT 3 RW 6, Dukuh Dawang,

Kecamatan Slahung, Kabupaten Ponorogo.


414

Lampiran 4

FOTO

Foto 1. Lembar pengesahan Grup Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati


Bengkle dari Dinas Pendidikan, Kebudayaan, Kepemudaan dan olahraga
(Sumber: Dokumentasi Octa, 29 Oktober 2020)

Foto 2. Piagam penghargaan Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo


Jati Bengkle atas partisipasi dalam Penggalangan Dana Santunan Yatim
Piatu Kelompok Ja’ah Entertainment dan Dewan Kesenian Kabupaten
Semarang (Sumber: Dokumentasi Octa, 29 Oktober 2020)
415

Foto 3. Piagam Penghargaan Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo


Jati Bengkle atas partisipasi dalam acara Gelar Budaya Segara Gunung VI
Keraton Amarta Bumi.
(Sumber: Dokumentasi Octa, 29 Oktober 2020)

Foto 4. Piagam Penghargaan Penghargaan Paguyuban Kesenian Kuda


Lumping Turonggo Jati Bengkle atas partisipasi dalam acara Launching KTA
Satkom Bergas Ceria.
(Sumber: Dokumentasi Octa, 29 Oktober 2020)
416

Foto 5. Piagam Penghargaan Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo


Jati Bengkle atas partisipasi dalam acara Festival Tari Rakyat Segara Gunung
VI Tingkat Jawa Tengah.
(Sumber: Dokumentasi Octa, 29 Oktober 2020)
417

Foto 6. Peneliti dan Bapak Judi


(Sumber: Dokumentasi Octa, 29 Oktober 2020)

Foto 7. Peneliti dan Mas Arif


(Sumber: Dokumentasi Octa, 29 Oktober 2020)
418

Foto 8. Peneliti dan Mas Eri


(Sumber: Dokumentasi Octa, 29 Oktober 2020)

Foto 9. Peneliti bersama Bapak Judi dan Bapak Yulianto


(Sumber: Dokumentasi Octa, 22 Desember 2019)
419

Foto 10. Penari Rewo-Rewo pada Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati
Bengkle (Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)

Foto 11. Penari Klasikan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle
pada pembuatan video pertunjukan untuk lomba tingkat kabupaten.
(Sumber: Dokumentasi Octa, 10 Oktober 2020)
420

Foto 12. Penari Satrionan Keseniain Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle
pada acara Launching KTA Satkom Bergas Ceria
(Sumber: Dokumentasi Octa, 24 Februari 2019)

Foto 13. Penari Klasik Pedangan Paguyuban Kesenian Kuda Lumping


Turonggo Jati Bengkle (Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)
421

Lampiran 5

SK Dosen Pembimbing
422

Lampiran 6

Surat Permohonan Izin Penelitian


423

Lampiran 7

Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian

Anda mungkin juga menyukai