HALAMAN JUDUL
Skripsi
diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan Seni Tari
oleh
Dwi Octaviani
2501413077
i
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Jati di Dusun Bengkle Desa Gebugan Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang” telah
Pembimbing,
ii
PENGESAHAN
Dwi Octaviani NIM 2501413077 ini telah dipertahankan dalam Ujian Skripsi Jurusan
Panitia
Ketua, Sekertaris,
Penguji III,
NIP 198003112005012002
iii
PERNYATAAN
NIM : 2501413077
Semarang yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar hasil karya saya sendiri,
bukan jiplakan dari karya orang lain, baik sebagaian atau seluruhnya. Pendapat atau
temuan orang lain yang terdapat dalm skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan
kode etik ilmiah. Atas pernyataan tersebut, secara pribadi saya bersedia untuk
bertanggung jawab atau menanggung segala resiko dan sansi hukum yang berlaku
Dwi Octaviani
NIM 2501413077
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO :
PERSEMBAHAN :
Negeri Semarang
v
PRAKATA
Puji syukur peneliti penjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
meraih gelar sarjana S1 Program Studi Seni Tari Fakultas Bahasa dan Seni
1. Prof. Dr. Fathur Rohman, M.Hum., selaku Rektor Universitas Negeri Semarang
yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk menempuh studi strata
2. Dr. Sri Rejeki Urip, M.Hum., selaku Dekan Fakultas Bahasa dan Seni
3. Dr. Udi Utomo, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Seni Drama Tari
Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan
4. Dra. Eny Kusumastuti., M.Pd., Kepala Program Studi Pendidikan Seni Drama
Tari Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang yang telah
vi
5. Usrek Tani Utina, S.Pd., M.A., Dosen pembimbing skripsi yang telah memberi
yang telah memberikan motivasi dan dukungan penuh selama proses kuliah dan
8. Afriza Yuan Ardias, selaku teman hidup yang selalu setia menemani dan banyak
9. Bapak Judi/Juwarto selaku Ketua Paguyuban, Bapak Yulianto selaku Penata Tari
dan seluruh anggota Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle yang telah
10. Teman-Teman Peniti Perak dari Pendidikan Seni Tari angkatan 2013 dan seluruh
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti secara pribadi dan bagi
Peneliti
vii
SARI
Octaviani, Dwi. (2020). Bentuk Pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati
di Dusun Bengkle Desa Gebugan Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang. Skripsi,
Pendidikan Seni Tari, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Usrek Tani Utina,
S.Pd., M.A
Kata Kunci : Bentuk, Seni Pertunjukan, Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati
Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati adalah salah satu kesenian tradisional
yang berasal dari Dusun Bengkle, Desa Gebugan, Kecamatan Bergas, Kabupaten
Semarang. Peneliti tertarik untuk mengkaji bentuk pertunjukan Kesenian Kuda
Lumping Turonggo Jati karena Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle
memiliki format bentuk pertunjukan yang unik dan original berbeda dengan format
pertunjukan kesenian kuda lumping lainnya. Salah satunya adalah atraksi pecutan dan
sesi kesurupan yang tidak dimiliki oleh semua pertunjukan kesenian kuda lumping
lain. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan Bentuk Pertunjukan Kesenian
Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle, Desa Gubugan, Kecamatan Bergas,
Kabupaten Semarang. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif
kualitatif.Tehnik triangulasi yang dipilih untuk menguji keabsahan data pada
penelitian.Tiga alur analisis data yang dimanfaatkan oleh peneliti yaitu reduksi dan
penyajian data serta penarikan kesimpulan.Terdapat tiga tehnik pengumpulan data
yang dimanfaatkan untuk menghimpun data penelitian yaitu tehnik dokumentasi,
tehnik observasi dan tehnik wawancara.
Hasil dari penelitian menunjukan bahwa Kesenian Kuda Lumping Turonggo
Jati Bengkle diciptakan pada tahun 1984 oleh Samsu. Kesenian Kuda Lumping
Turonggo Jati Bengkle terdiri dari 4 babak yakni:1) Tari Rewo-Rewo,2) Tari
Klasikan,3) Tari Satrionan, dan 4) Tari Klasik Pedangan. Kesenian Kuda Lumping
Turonggo Jati Bengkle mengusung tema keprajuritan. Gerak pada Kesenian Kuda
Lumping Turonggo Jati Bengkle merupakan gerak murni. Iringan musik yang
digunakan untuk mengiringi pertunjukan adalah nada pentatonis dari beberapa alat
musik gamelan yang terdiri atas 1 kendang, 1 bonang, 2 demung, 2 saron, satu set
drum, dan satu set gong. Rias wajah yang digunakan pada Kesenian Kuda Lumping
Turonggo Jati Bengkle adalah rias karakter, sedangkan untuk kostum yang dipakai
terdiri dari 3 jenis kostum yang berbeda yaitu kostum untuk Tari Rewo-Rewo, Tari
Satrionan, Tari Klasikan digunakan untuk Tari Klasik Pedangan juga. Pertunjukan
diselenggarakan di halaman rumah warga maupun di lapangan dengan memanfaatkan
cahaya matahari untuk siang hari dan jika malam hari hanya menggunakan lampu
general saja. Dari segi tata suara, pertunjukan menggunakan seperangkat sound
system berupa microphone kabel, power amplifier, audio mixer, dan speaker. Jumlah
keseluruhan penari Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle adalah 16 orang.
Penonton pertunjukan pun berasal dari semua elemen masyarakat tumpah ruah dalam
satu area.
viii
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING..............................................................................ii
PENGESAHAN..........................................................................................................iii
PERNYATAAN..........................................................................................................iv
PRAKATA..................................................................................................................vi
DAFTAR ISI...............................................................................................................ix
DAFTAR TABEL.....................................................................................................xiii
DAFTAR BAGAN....................................................................................................xiv
DAFTAR GAMBAR/FOTO.....................................................................................xv
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................xxx
not defined.
ix
2.1 Tinjauan Pustaka..............................................Error! Bookmark not defined.
defined.
x
4.1.1 Kondisi dan Letak Geografis Desa Gebugan............Error! Bookmark not
defined.
4.4.1 Tema Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle. Error! Bookmark
not defined.
4.4.2 Gerak Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle Error! Bookmark
not defined.
4.4.3 Iringan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle Error! Bookmark
not defined.
xi
4.4.4 Pelaku Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle Error! Bookmark
not defined.
xii
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
defined.
defined.
Tabel 4. 7 Deskripsi Ragam Gerak Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle
xiv
DAFTAR BAGAN
Bagan Halaman
xv
DAFTAR GAMBAR/FOTO
Gambar/Foto Halaman
xvi
Foto 4.19. Pose Ragam Gerak Nyisir…………………………….............................139
xvii
Foto 4.41. Pose Ragam Gerak Nguncung Megar……………………….….…….…148
xviii
Foto 4.63. Pose Ragam Gerak Glebagan Jaran…………….….…………...….........162
Foto 4.74. Pose Ragam Gerak Gedeg dan Angkat Kaki Kiri....................................165
xix
Foto 4.85. Pose Ragam Gerak Jomplangan Manggala...............................................170
xx
Foto 4.107. Pose Ragam Gerak Sambiran......................................................................180
xxi
Foto 4.129. Pose Ragam Gerak Nunggang Jaran (Hitungan 5-8, 1x8 Kedua)...........192
Foto 4.130. Pose Ragam Gerak Nunggang Jaran (Hitungan 5-8, 1x8 Ketiga).........193
xxii
Foto 4.151. Pose Ragam Gerak Loncatan Kanan Kiri Ngracik...............................205
Foto 4.164. Pose Garis Vertikal Pada Gerak Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati
Bengkle...................................................................................................................214
Foto 4.165. Pose Garis Horizontal Pada Gerak Kesenian Kuda Lumping Turonggo
Jati Bengkle.............................................................................................................215
Foto 4.166. Pose Garis Silang Pada Gerak Kesenian Kuda Lumping Turonggo
Jati Bengkle..............................................................................................................216
Foto 4.168. Formasi pola lantai berbentuk kuncungan/lingkaran pada Tari Rewo-
Rewo.........................................................................................................................219
xxiii
Foto 4.169. Formasi persegi panjang pada Tari Klasikan.......................................220
Foto 4.172. Formasi belah sisir muter ngarep pada Tari Klasikan........................223
Foto 4.177. Formasi sejajar 2 baris (hadap depan) pada Tari Satrionan................228
Foto 4.179. Formasi sejajar 2 baris berlawanan arah pada Tari Satrionan………...230
Foto 4.180. Formasi sejajar 2 baris saling berhadapan pada Tari Satrionan……....231
Foto 4.182. Formasi sejajar dua baris hadap depan pada Tari Klasik Pedangan….233
Foto 4.184. Formasi sejajar 2 baris jeblosan pada Tari Klasik Pedangan……..…..235
Foto 4.189. Arah gerak Tari Satrionan hadap ke arah samping kanan dan kiri…..240
Foto 4.190. Gerak Tari Satrionan arah hadap berubah kanan dan kiri……..………241
xxiv
Foto 4.191. Gerak Tari Klasikan arah hadap saling berlawanan……..…….............242
xxv
Foto 4.212. Pelaku pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turongggo Jati Bengkle
(penari klasikan)....…………………………………………....................................272
Foto 4.213. Pelaku pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turongggo Jati Bengkle
(penari satrionan)...…………………………………………....................................272
Foto 4.214. Pelaku pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turongggo Jati Bengkle
(pemecut)…...…………………………………………............................................273
Foto 4.215. Pelaku pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turongggo Jati Bengkle
(pawang).…...…………………………………………............................................273
Foto 4.216. Rias wajah (tari rewo-rewo) Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati
Bengkle. …...…………………………………………............................................275
Foto 4.217. Rias wajah (tari klasikan dan tari klasik pedangan) Kesenian Kuda
Foto 4.218. Rias wajah (tari satrionan) Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati
Bengkle…...…………………………………………...............................................277
Foto 4.219. Rias busana (tari rewo-rewo) Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati
Bengkle…...…………………………………………...............................................284
Foto 4.220. Rias busana (tari klasikan dan klasik pedangan) Kesenian Kuda
Foto 4.221. Rias busana (tari satrionan) Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati
Bengkle…...…………………………………………...............................................286
Foto 4.222. Iket (digunakan pada tari rewo-rewo dan tari klasikan) Kesenian Kuda
xxvi
Foto 4.223. Blangkon (digunakan pada tari satrionan) Kesenian Kuda Lumping
Foto 4.224. Wig (hanya digunakan pada tari satrionan) Kesenian Kuda Lumping
Foto 4.225. Sumping (hanya digunakan pada tari satrionan) Kesenian Kuda
Foto 4.226. Kalung kace susun (hanya digunakan pada tari satrionan) Kesenian
Foto 4.227. Kelat bahu (hanya digunakan pada tari satrionan) Kesenian Kuda
Foto 4.228. Gelang tangan (hanya digunakan pada tari satrionan) Kesenian Kuda
Foto 4.229. Rompi dan baju sorjan lurik yang digunakan oleh penari rewo-rewo,
Foto 4.230. Baju sorjan ontrokusuma yang digunakan oleh penari klasikan dan klasik
Foto 4.231. Stagen dan korset yang digunakan oleh penari rewo-rewo, klasikan,
klasik pedangan dan satrionan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle...297
Foto 4.232. Sampur yang digunakan oleh penari rewo-rewo, klasikan, klasik
Foto 4.233. Sabuk, epek timang dan boro samir yang digunakan oleh penari
xxvii
Foto 4.234. Jarik-jarik yang digunakan oleh penari satrionan pada Kesenian Kuda
Foto 4.235. celana panjen beserta rompinya yang digunakan oleh penari rewo-rewo,
klasikan, klasik pedangan dan satrionan dalam pertunjukan Kesenian Kuda Lumping
Foto 4.236. Gelang kaki yang digunakan oleh penari satrionan dalam pertunjukan
Foto 4.237. Uncal yang digunakan oleh penari satrionan dalam pertunjukan
Foto 4.238. Proses pemakaian kostum dan aksesoris penari satrionan dalam
Foto 4.239. Tempat pentas Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle di
Foto 4.240. Lampu yang digunakan pada pertunjukan Kesenian Kuda Lumping
Foto 4.241. Microphone kabel yang digunakan dalam pertunjukan Kesenian Kuda
Foto 4.242. Standing microphone yang digunakan dalam pertunjukan Kesenian Kuda
Foto 4.243. Audio mixer yang digunakan dalam pertunjukan Kesenian Kuda
xxviii
Foto 4.244. Power amplifier yang digunakan dalam pertunjukan Kesenian Kuda
Foto 4.245. 4 macam speaker yang digunakan dalam pertunjukan Kesenian Kuda
Foto 4.246. peletakkan speaker aktif (area dalam garis kuning) di atas panggung
Foto 4.247. peletakkan skema 4 way speaker pasif (area dalam garis merah) pada
Bengkle......................................................................................................................332
Foto 4.248. Tripod/stand speaker yang digunakan dalam pertunjukan Kesenian Kuda
Foto 4.249. properti anyaman jaran kepang yang digunakan dalam pertunjukan
Foto 4.250. properti keris dan parang (sintetis) yang digunakan dalam pertunjukan
Foto 4.251. properti pecut yang digunakan dalam pertunjukan Kesenian Kuda
Foto 4.252. penonton yang ada di dataran atas kanan pertunjukan Kesenian Kuda
Foto 4.253. penonton yang ada di dataran bawah sisi kanan panggung area
xxix
Foto 4.254. penonton yang ada di area depan panggung pertunjukan Kesenian Kuda
Foto 4.255. penonton yang ada di sisi kanan dan kiri panggung pertunjukan Kesenian
xxx
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
defined.
defined.
xxxi
xxxii
BAB I
PENDAHULUAN
kesenian tradisional yang berasal dari Dusun Bengkle, Desa Gebugan, Kecamatan
Bergas, Kabupaten Semarang. Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle lahir
kerakyatan mempunyai gerak, musik iringan, rias, busana/kostum serta tata pentas
Bengkle tergolong agak lambat karena dulu juga pernah mengalami vacum/berhenti
Jati Bengkle pada tahun 1984, pada tahun 2002 pun vacum hingga pada akhirnya
tahun 2007 mulai aktif kembali hingga sekarang (2020). Walaupun sempat
mengalami fase vacuum selama 5 tahun namun Kesenian Kuda Lumping Turonggo
Jati Bengkle selalu berusaha untuk membuat inovasi dan peningkatan kualitas
pertunjukan, baik dari sisi gerak tarian, iringan musik, kostum, rias hingga tata
1
Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle tetap mempertahankan orisinalitas
pertunjukannya seperti
2
2
dengan tetap menggunakan gerak khas tari klasikan yang ada sejak dulu serta
sesi kesurupan yang tetap dihadirkan dalam setiap pertunjukannya. Karena sekarang
ini telah banyak grup kesenian kuda lumping yang menghilangkan tradisi kesurupan
Bengkle tetap menjaga konsistensinya dalam hal keoriginalan melalui gerak tarian
klasikan dan kesurupannya, namun mereka juga tetap melakukan beberapa inovasi
pada aspek lainnya demi meningkatkan kualitas pertunjukannya yaitu lewat gerak
pada tari satrionan dan tari rewo-rewo yang cenderung menggunakan gerak kreasi
Bengkle ini memiliki makna “Kuda Sejati”. Maksud dari pencipta tari (almarhum
Mbah Samsu dan Mbah Subadi) memberi nama “Turonggo Jati” pada paguyuban dan
kesenian kuda lumping ini supaya Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle
ini bisa menjadi tarian yang mewakili karakter prajurit berkuda sejati/paling mirip
dengan karakter prajurit berkuda yang sesungguhnya. Pada tahun 1984, Paguyuban
Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle ini diciptakan oleh almarhum Mbah
Samsu dan Mbah Subadi hanya sebagai media hiburan anggota paguyuban yang
senang dengan kesenian kuda lumping serta sebagai hiburan masyarakat desa
Gebugan serta sebagai wujud apresiasi masyarakat terhadap semangat juang dan
simbol kemiliteran prajurit berkuda dalam berperang melawan para penjajah jaman
dulu. Sehingga segala aspek pertunjukan pada kesenian ini dulu masih sangat
3
sederhana bahkan terkesan sembarangan. Pada tahun 1984 hingga tahun 2000-an
Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle hanya memiliki satu tarian yaitu tari
klasikan yang gerakannya masih sangat monoton. Alat musik hanya ada bende 4 buah
dan kendang sabet 1 buah. Kemudian dari segi kostum, awal pentas pertama menurut
cerita dari sesepuh terdahulu tidak menggunakan kostum namun hanya menggunakan
baju yang dimiliki saja oleh penari. Sampai akhirnya tahun 2000 hingga tahun 2015
tepatnya saat pergantian ketua generasi kedua yaitu Almarhum Mbah Samijan
paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle telah memiliki 3 tarian
yaitu Tari Klasikan, Tari Rewo-Rewo dan Tari Klasik pedangan, alat musik gamelan
pun sudah lengkap satu set. Namun baru slendro dan sudah mempunyai kostum yang
layak. Terakhir, pada tahun 2016-an saat pergantian ketua generasi ketiga yaitu
Bapak Judi/Juwarto sudah punya 4 tarian, kostum lumayan beragam dan gamelan
sudah lengkap slendro dan pelog beserta tambahan drum (wawancara: Bapak Judi, 29
Oktober 2020).
paguyuban/grup Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle yang berasal dari
mendapatkan kesempatan untuk tampil di beberapa acara desa meliputi hajatan warga
(pernikahan, khitanan, dst) maupun acara kegiatan umum yang ada di desa Gebugan
maupun luar desa seperti acara penggalangan dana santunan yatim piatu kelompok
4
Ja’ah Entertaimen dan Dewan Kesenian Kabupaten Semarang, tanggal 1 Mei 2019.
Lalu, Gelar Budaya Segara Gunung VI Keraton Amarta Bumi tanggal 9 Desember
2019. Selanjutnya pada Acara Charity Tumbas Gamelan di Wisata Bina Lingkungan
Congol Kelurahan Karangjati, acara Pensi Reog Peringatan dan Syukuran Desa
beragam dan berbeda. Sama halnya dengan bentuk pertunjukannya pun memiliki
beberapa babak tarian yang tidak terdapat pada kesenian kuda lumping lainnya seperti
pertunjukan akan ditampilkan atraksi pecutan, setelah itu akan dilanjutkan dengan
Tari Klasik Pedangan yang di akhir tariannya seringkali terjadi kesurupan pada
penarinya. Namun kesurupan tersebut tidak akan berlangsung lama dan masih sangat
aman untuk penonton karena pawang, crew keamanan dan pagar pembatas sudah
kesurupan akan disembuhkan oleh pawang. Ketika seluruh area pentas sudah clear
dan tenang pertunjukan diakhiri dengan berkumpul untuk melakukan doa bersama
5
dan pertunjukan ditutup dengan kata-kata penutup dari ketua paguyuban yang intinya
Selain dalam hal gerak tarian dan sajian tarian yang beragam tadi,
Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle juga memiliki 3 jenis tampilan/look
yang berbeda pada tiap tariannya. Meskipun pada umumnya dalam hal rias sebagain
besar tarian menggunakan rias teleng dan rias karakter namun terdapat 3 jenis kostum
berbeda yang digunakan pada sajian tariannya yaitu kostum Tari Rewo-Rewo,
kostum Tari Satrionan serta kostum Tari Klasikan dan klasik pedangan yang
mengusung 3 kostum berbeda. Kesamaan kostum dan rias hanya terdapat pada Tari
Klasikan dan klasik pedangan yang pementasannya terjeda oleh Tari Satrionan
untuk mengiringi tarian pada saat pementasan berlangsung. Alat musik yang
digunakan oleh Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle ketika pentas adalah
satu set gamelan lengkap (1 set kendang, 1 perangkat bonang, 2 perangkat demung, 2
perangkat saron, 1 set gong) dan 1 set drum lalu menggunakan musik tabuhan
slendro serta menggunakan syair lagu yang dibawakan pun sangat beragam dan
familiar sehingga tidak terkesan monoton dan akrab di telinga penonton. Lagu-lagu
yang digunakan adalah Gugur Gunung, Kemuda Sigra-Sigra, Pucung, Kang Sinedya,
2020). Hal itulah yang membuat pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati
6
Bengkle lebih unik dibandingkan dengan pertunjukan kesenian kuda lumping lainnya.
Semua keunikan tersebut berpadu menjadi satu dalam satu format pertunjukan
sehingga menimbulkan kesan original khas milik Kesenian Kuda Lumping Turonggo
Lumping Turonggo Jati Dusun Bengkle yang telah disebutkan di atas, mendorong
minat peneliti untuk mengetahui secara detail bentuk pertunjukan Kesenian Kuda
Lumping Turonggo Jati Dusun Bengkle Desa Gebugan Kecamatan Bergas Kabupaten
Semarang.
permasalahan yang dikaji pada penelitian ini adalah “Bagaimana Bentuk Pertunjukan
Kabupaten Semarang.
7
manfaat penelitian ini terbagi menjadi dua sisi, yaitu manfaat secara teoretis dan
1.4.2.1 Bagi peneliti, penelitian ini dapat menambah wawasan dan wacana tentang
1.4.2.2 Bagi kelompok Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle untuk
kuda lumping.
1.4.2.3 Bagi masyarakat umum penelitian ini dapat memberikan informasi tentang
1.4.2.4 Bagi pemerintah daerah setempat, sebagai bahan masukan untuk membina
1. Bagian awal
prakata, sari, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar dan foto, daftar bagan, serta
daftar lampiran.
2. Bagian Isi
penelitian skripsi.
telah dilakukan.
Bab V Penutup berisi tentang kesimpulan dari masalah yang dikaji dengan
hasil penelitian atau data nyata di lapangan dan saran dari peneliti
3. Bagian akhir
Bagian akhir skripsi memuat daftar pustaka dan lampiran skripsi yang berisi
acuan dalam melaksanakan penelitian supaya peneliti memperoleh gambaran data dan
informasi yang relevan agar dapat memaksimalkan hasil penelitian. Kajian pustaka
yang dipilih oleh peneliti yaitu kajian Bentuk Pertunjukan Kesenian Kuda Lumping
Semarang, supaya peneliti bisa menentukan arah pandangan yang berbeda dan
digunakan oleh peneliti sebagai acuan dalam melakukan penelitian baru, diantaranya:
Pertama adalah penelitian yang dilansir dalam Catharsis Jurnal of Art and
Kuda Lumping Ronggo Budoyo in The Village of Lematang Jaya, Lahat, South
Sumatera oleh Erna Anggraini dan Agus Cahyono pada tahun 2018 memuat tentang
bentuk pertunjukan seni Kuda Lumping di Desa Lematang Jaya, Merapi Timur,
11
Budoyo dibagi menjadi tiga fase terlebih dahulu sebelum pertunjukan yang terdiri
atas persiapan gerak dan latihan musik, tarian penari, properti dan
persembahan.Kedua kali acara dibuka dengan tarian Pegon Kecil, diikuti oleh tarian
Blind, tarian Pegon Remaja, Kucingan dan berakhir dengan tarian Pegon
peralatan tari.
Relevansi penelitian Erna Anggraini dan Agus Cahyono terletak pada kajian
Cahyono terletak pada objek penelitian yaitu kuda lumping Ronggo Budoyo.
Nomor 6 Halaman 1-13 dengan judul Bentuk Penyajian Kesenian Reog Dhodhog
oleh Ristika Novitasari dan Marwanto pada tahun 2018. Artikel yang ditulis oleh
Ristika Novitasari dan Marwanto memuat tentang bentuk penyajian kesenian Reog
berdiri pada tahun 1997 yang diprakarsai oleh Bapak Kartono dan Bapak Sagiman.
12
Penyajian kesenian Reog Dhodog Setyo Budoyo terdiri atas 3 babak yaitu babak
pembuka, inti dan babak penutup dengan gerak, pola lantai, properti, tata rias, tata
busana, iringan dan tempat pertunjukan sebagai elemen yang mendukung bentuk
Balai Pedukuhan pada acara bersih desa (Rasulan) namun apabila ada tanggapan
Penelitian lain, yaitu penelitian yang dilansir dalam Jurnal Harmonia vol. 1
nomor 1 halaman 1-12 dengan artikel berjudul Bentuk Penyajian Tari Ledhek
Barangan di Kampung Blora oleh Dian Sarastiti dan Veronica Eny Iryanti memuat
tentang deskripsi bentuk penyajian Tari Ledhek Barangan yang ada di Kabupaten
Blora merupakan tari kreasi baru yang penciptaannya terinspirasi dari Tayub dan
Barangan. Tari Ledhek Barangan mempunyai unsur dialog, drama, ibingan, serta
tembang. Tempat pentas penyajian Tari Ledhek Barangan di Kabaputen Blora tidak
mempunyai kriteria khusus yang berarti segala jenis bentuk panggung dapat
digunakan.
13
Relevansi penelitian Dian Sarastiti dan Eny Veronica Iryanti terletak pada
kajian bentuk penyajian.Perbedaan penelitian Dian Sarastiti dan Eny Veronica Iryanti
Penyajian Tari Pho di Gampong Simpang Peut Nagan Raya oleh Reizan Putri, Tri
Supadmi, dan Ramdiana pada tahun 2016. Artikel yang ditulis Reizan Putri, Tri
Supadmi, dan Ramdiana memuat tentang bentuk penyajian Tari Tradisional Pho yang
kualitatif.
Aceh yang diadakan dalam acara hiburan perkawinan dan khitanan adalah untuk
mengungkapkan rasa kasih sayang seorang ibu kepada anaknya melalui syair dan
gerak.Pola lantai Tari Pho sangat sederhana hanya berbentuk lingkaran, segitiga,
berbanjar lurus, belah ketupat, dan berbanjar dua saf.Busana yang digunakan adalah
busana adat aceh dengan menggunakan rias korektif. Iringan musik yang digunakan
dalam Tarian Pho, yaitu menggunakan musik internal yang berasal dari suara syeikh
dan penari.
Relevansi penelitian Reizan Putri, Tri Supadmi, dan Ramdiana pada kajian
Penelitian selanjutnya adalah penelitian yang dilansir dari Jurnal Seni Tari
volume 6 nomor 1 halaman 1-19 dengan artikel berjudul Bentuk Penyajian Tari
Tenggamus Lampung oleh Mega Yustika dan Mohammad Hasan Bisri pada tahun
2017. Artikel yang ditulis oleh Mega Yustika dan Mohammad Hasan Bisri memuat
Lampung meliputi gerak, tema, iringan, tata rias, tata busana, pola lantai dan tempat
pertunjukan. Tari Bedana diiringi dengan alat musik seperti rebana, ketipung,
Relevansi penelitian Mega Yustika dan Mohammad Hasan Bisri pada kajian
bentuk penyajian. Perbedaan penelitian Mega Yustika dan Mohammad Hasan Bisri
volume 6 nomor 5 halaman 1-15 dengan artikel berjudul Eksistensi dan Bentuk
Penyajian Tari Andun di Kota Manna Bengkulu Selatan oleh Melisa Wulandari pada
tahun 2017. Artikel yang ditulis oleh Melisa Wulandari memuat eksistensi dan bentuk
kali ditampilkan pada saat pesta perkawinan antara Putri Bungsu Sungai Ngiang
dengan Dangku Rajau. Fungsi tari Andun sebagai upacara adat pernikahan, hiburan,
15
dan pertunjukan. Bentuk penyajian Tari Andun terdiri atas gerak, iringan, tata rias
dan busana.Tari Andun mempunyai dua bentuk penyajian yaitu tari Andun
Kebanyakan dan Tari Andun Lelawanan.Tari Andun dapat ditarikan oleh semua
Perbedaan penelitian Melisa Wulandari terletak pada objek kajian tari yaitu Tari
Andun.
dengan artikel berjudul Bentuk Penyajian Tari Jalantur Eko Budoyo dalam Perayaan
Tahun Baru Jawa di Dusun Karanganyar oleh Yacinta Ocnes Ayramawati dan
Supriyanti tahun 2014.Artikel yang ditulis Yacinta Ocnes Ayramawati dan Supriyanti
penyajian Tari Jalantur Eko Budoyo pada perayaan tahun baru Jawa memiliki durasi
waktu yang lebih lama dibandingkan dengan acara-acara lainnya, seperti syukuran,
khitanan, acara festival serta hari nasional dengan sajian yang berbeda.
Supriyanti terletak pada objek penelitian, yaitu Tari Jalantur Eko Budoyo.
Penelitian lainnya adalah penelitian yang dilansir dari Jurnal Seni Tari
UNNES yang berjudul Bentuk Pertunjukan Tari Kurbo Siswo Arjuno Mudho Desa
Moh.Hasan Bisri tahun 2016.Artikel penelitian yang ditulis oleh Iqrok Jordan dan
Hasil penelitian Iqrok Jordan dan Moh. Hasan Bisri menjelaskan bahwa
terdapat tiga segmen atau bagian dalam pertunjukan Tari Kurbo Siswo yang
dipentaskan oleh grup Kesenian Arjuno Mudho.Tiga segmen yang dimaksud adalah
bagian pembuka, bagian inti/theleng, dan bagian penutup yang ditandai dengan aba-
aba pada akhir masing-masing segmen serta terdapat aksi kesurupan pada saat
Relevansi penelitian Iqrok Jordan dan Moh.Hasan Bisri terletak pada kajian
bentuk tari.Perbedaan penelitian Iqrok Jordan dan Moh.Hasan Bisri terletak pada
Penelitian selanjutnya dilansir dari Jurnal Seni Tari UNNES yang berjudul
Bentuk dan Fungsi Tari Jenang Desa Kaliputu Kabupaten Kudus oleh Novy Eka
Norharyani dan Veronica Eny Iryanti tahun 2018. Artikel penelitian yang ditulis oleh
Novy Eka Norharyani dan Veronica Eny Iryanti menggunakan metode kualitatif yang
Hasil penelitian Novy Eka Norharyani dan Veronica Eny Iryanti menjelaskan
bahwa terdapat tiga tahap dalam Tari Jenang yaitu tahap awal, tahap inti, dan tahap
akhir yang diawali dengan jalan step pada tahap awal, dilanjutkan dengan gerakan
membungkus jenang pada tahap inti serta gerak sembahan pada tahap penutup.
17
Relevansi penelitian Novy Eka Norharyani dan Veronica Eny Iryanti terletak
pada kajian bentuk tari. Perbedaan penelitian Novy Eka Norharyani dan Veronica
Penelitian berikutnya, dilansir dari Jurnal Seni Tari UNNES yang berjudul
Hasil penelitian Nurul Amalia menjelaskan bahwa terdapat dua babak dalam
pertunjukan kesenian Krangkeng, yaitu tari-tarian pada tahap awal dan demonstrasi
kekebalan tubuh sebagai tahap inti. Mengenai fungsi dari kesenian Krangkeng sendiri
sebagai sarana ritual, sebagai media propaganda keagamaan dan sebagai sarana
hiburan.
tarinya. Perbedaan penelitian Nurul Amalia terletak pada objek peneltiannya yaitu
Penelitian lainnya, dilansir dari Jurnal Seni Tari UNNES, berjudul Bentuk
Penyajian dan Fungsi Seni Barong Singo Birowo di Dukuh Wonorejopasir Demak
oleh Mentari Isnaini dan Moh.Hasan Bisri pada tahun 2016.Artikel penelitian yang
ditulis oleh Mentari Isnaini dan Moh. Hasan Bisri menggunakan metode kualitatif
Hasil penelitian Mentari Isnaini dan Moh. Hasan Bisri menjelaskan bahwa
terdapat tiga urutan yang terdiri atas bagian awal, inti dan akhir dalam bentuk
penyajian Seni Barong Singo Birowo. Kolaborasi musik dangdut dan gendhing Jawa
menjadi iringan Seni Barong Singo Birowo serta penggunaan panggung terbuka, tata
rias dan tata busana yang sesuai dengan peran menjadi ciri khas Seni Barong Singo
Birowo.
Relevansi penelitian Mentari Isnaini dan Moh.Hasan Bisri terletak pada kajian
bentuk penyajian tari. Perbedaan penelitian Mentari Isnaini dan Moh. Hasan Bisri
terletak pada objek kajian penelitian, yaitu Seni Barong Singo Birowo.
dan Kajian Seni yang berjudul Bentuk Penyajian Tari Jaranan Butho di Desa Danda
Jaya Kabupaten Barito Kuala oleh Fathur Rahman dkk.tahun 2018. Artikel penelitian
yang ditulis Fathur Rahman dkk. menggunkan metode kualitatif deskriptif dalam
Tari Jaranan Butho terdiri atas dua pola lantai pokok yaitu pola lantai lurus
(horizontal kesamping kanan) dan lingkaran serta tujuh komposisi tari. Menyajikan
berupa 8 alat musik instrumental yang dilengkapi dengan syair. Rias wajah penari
menggunakan rias karakter, kostum yang terdiri dari 11 bagian beserta propertinya.
nomor 2 halaman 99-106 dalam artikel berjudul Seni Pertunjukan Kuda Kepang
Abadi di Desa Tanjung Morawa A, Medan, Sumatra Utara oleh Inggit Prastiawan
pada tahun 2014. Artikel yang ditulis Inggit Prastiawan memuat tentang perubahan
Desa Tanjung Morawa A tidak terlalu mementingkan unsur tema, alur cerita, tata rias,
tersebut. Selain itu, pertunjukan Kuda Kepang Abadi ini juga sudah terlepas dari
unsur-unsur pakemnya yang dulu awalnya dibawa oleh masyarakat Jawa Timur
sebagai pertunjukan yang digunakan sebagai sarana hiburan oleh masyarakat secara
Perbedaan penelitian Inggit Prastiawan terletak pada objek tarinya yaitu Tari Kuda
Kepang.
20
volume 4 nomor 1 halaman 8-13 dengan artikel yang berjudul Bentuk, Makna, dan
2014. Artikel yang ditulis Dewi Kartikasari memuat tentang bentuk penyajian Tari
Kuda Lumping Turonggo Tri Budaya di Desa Kaligono, makna simbolik sesaji yang
digunakan dalam pertunjukan Tari Kuda Lumping Turonggo Tri Budaya di Desa
Kaligono, fungsi pertunjukan Tari Kuda Lumping Turonggo Tri Budaya di Desa
Turonggo Tri Budaya, meliputi: tari kreasi, tari jaipong, tari gobyok, tari matraman,
tari jaranan versi Bali, kesurupan/ ndadi, dan 3) Pasca pertunjukan ditutup dengan
tarian yang ditarikan oleh sesepuh grup Kesenian Kuda Lumping Turonggo Tri
Budoyo. Makna simbolik sesaji, meliputi: a) degan ijo, b) bonang baning c) kopi
pahit, kopi manis, teh pahit, teh manis, d) kembang setaman, e) air putih dicampur
daun dhadhap serep. Fungsi tari Kuda Lumping Turonggo Tri Budaya di Desa
volume 2 nomor 1 halaman 87-94 dengan artikel yang berjudul Kesenian Kuda
Kuswandi dan Saeful Maulana pada tahun 2014. Penelitian yang ditulis Kuswandi
Banjaranyar telah lahir dan berkembang sejak tahun 2005. Namun di dalam
2008 dan diaktifkan kembali pada tahun 2012 dengan mayoritas pemeran yang
acara-acara hajatan baik yang ada di dalam maupun luar daerah. Upaya pelestarian
bentuk. Perbedaan penelitian Kuswandi dan Saeful Maulana terletak pada kajian
Penelitian selanjutnya adalah penelitian yang dilansir dari Jurnal Seni Tari
volume 6 nomer 1 halaman 1-13 dengan artikel yang berjudul Bentuk Pertunjukan
Jaran Kepang Papat di Dusun Mantren Wetan Desa Girirejo Kecamatan Ngablak
Kabupaten Magelang oleh Anis Istiqomah dan Restu Lanjari memuat tentang
sesaji, pemain, properti, gerak, tempat pementasan, musik, tata busana dan tata
rias.Pelaku/ penari Jaran Kepang Papat terdiri dari 16 orang penari yang kesemuanya
adalah laki-laki dan masih dalam satu garis keturunan.Tiap satu kali tampil dalam
setiap pertunjukan hanya ditarikan oleh 4 orang penari saja sebagai simbolik cirikhas
tersendiri seperti namanya yaitu Jaran Kepang Papat. Di akhir pementasan akan
ditutup dengan ragam gerak perangan yang seringkali disisipi oleh peristiwa ndandi/
Relevansi penelitian Anis Istiqomah dan Restu Lanjari terletak pada kajian
Kepang Papat.
Jurusan Pendidikan Seni Drama dan Tari berjudul Bentuk Penyajian Kuda Lumping
Kuncahyowati tahun 2010. Artikel ini memuat tentang deskripsi bentuk penyajian
Kecamatan Secang Kabupaten Magelang terbagi menjadi 3 bagian yaitu tari warokan,
tari kuda lumping putra dan tari kuda lumping putri. Tari warokan terdiri dari gerak
perangan, jalan nyongklang, jalan nyirik, sembahan, hoyogan, dan pacak gulu.
Sedangkan untuk ragam gerak pada tari kuda lumping putra terdiri dari gerak jalan
nyongklang, sembahan, srisig, laku telu, dan hoyogan. Tari kuda lumping putri terdiri
dari ragam gerak jalan nyongklang, sembahan, hoyogan dan laku telu. Pertunjukan
pertunjukan seperti property, tata rias, tema, tata busana, tempat pertunjukan, dan
iringan. Tari warokan memiliki karakter yang galak hampir sama dengan karakter tari
busana yang dipakai adalah ikat kepala atau udheng warna merah, celana dan rompi
warna merah. Tata rias kuda lumping putra menggunakan rias gagah serta setelan
24
kostum berupa badong bali dan celena hitam. Pada bagian iringan menggunakan alat
musik bas drum, bendhe, kendhang, saron, kempul, dan gong sedangkan properti
Jurusan Seni Drama Tari dan Musik berjudul Bentuk Pertunjukan Kesenian Sintren
Dangdut Sebagai Upaya Pelestarian Seni Tradisi Pada Grup Putra Kelana di
2016. Artikel ini memuat tentang deskripsi bentuk pertunjukan kesenian sintren
dangdut sebagai upaya pelestarian seni tradisi pada grup putra kelana di kelurahan
dangdut ini terdiri dari beberapa elemen seperti urutan pertunjukan, lakon, penonton,
gerak, properti, pelaku, tata pentas, iringan, rias wajah serta tata busana/ kostum.
Adapun terdapat beberapa peran yang terlibat di dalam pementasan seperti pembawa
pementasan seperti doa, kurungan, sesaji, kain penutup, arang, layah/anglo, dan dupa.
Selanjutnya, urutan pementasan pada kesenian sintren dangdut ini terdiri dari tiga
babak yaitu babak awal, babak pertunjukan dan babak akhir pertunjukan. Musik
25
dangdut ada pada babak pertunjukan sebagai selingan dan di akhir sebagai
pementasan.
Dangdut.
Argomulyo Kecamatan Sedayu Kabupaten Bantul oleh Febriana Nur Endah pada
tahun 2014.Artikel ini memuat tentang bentuk penyajian kesenian reog dhodhog di
dan berdiri sejak tahun 1996.Bentuk penyajian kesenian reog dhodhog di desa pedes
ini terdiri atas beberapa elemen pendukung penyajian dan struktur penyajian. Bila
dilihat dari segi struktur penyajian kesenian ini terbagi atas tiga sesi yaitu sesi
pembuka, sesi inti dan sesi penutup. Bila dilihat dari segi elemen pendukung
penyajan terdiri dari tempat pertunjukan, gerak, property, desain lantai, tata busana,
iringan dan tata rias. Gerakan yang digunakan dalam pertunjukan kesenian reog
Desain/pola lantai yang dipakai adalah huruf V, lurus horizontal, miring, lurus
seperti kendhang dhodhog, kendang batangan, simbal, gong, kempul dan bonang.
26
Rias putri menggunakan rias cantik, putra menggunakan rias putra halus dan rias
humor untuk penghibur. Kostum penghibur menggunakan iket, stagen, rompi, kain
jarik, dan celana. Kostum penari putra menggunakan krincing kaki, iket, deker
tangan, baju lurik, klat bahu, celana, sampur, jarik, rampek, bara, stagen dan buntal.
Kostum untuk penari putri menggunakan aksesoris, baju lurik, dekker tangan, celana,
klat bahu, kain jarik, bara sampur, sabuk timang, stagen, dan buntal. Kemudian untuk
volume 6 nomor 1 halaman 1-9 dengan artikel berjudul Bentuk Penyajian Kesenian
Reog Ponorogo di Jorong Kota Agung Nagari Sungai Duo Kecamatan Sitiung
tentang bentuk penyajian kesenian Reog Ponorogo di Jorong Kota Agung Nagari
bentuknya nonrepresentatif/ bersifat abstrak. Hal ini dapat dilihat dari unsur-unsur
properti, pola lantai, rias wajah, musik/iringan dan kostum. Sedangkan bila dilihat
27
dari segi struktur pertunjukannya terdiri dari tiga tarian yaitu Singo Barong, Jathilan,
Penelitian lainnya adalah penelitian yang dilansir dari jurnal Aditya volume 3
nomer 5 halamn 58-63 dengan judul Bentuk dan Fungsi Kesenian Ojrot-Ojrot di
pada tahun 2013. Artiekel ini memuat tentang fungsi Kesenian Ojrot-Ojrot pada
pertunjukan yang luas, berbentuk persegi panjang, tingginya minimal 1 meter dari
permukaan tanah, penerangan, alat musik dan sound system, 2 orang penyanyi dan 1
orang MC. (b) ketika pementasan urutan penyajian kesenian Ojrot-Ojrot Desa
Karangduwur terdiri dari 2 periode, periode pertama adalah lagu pembuka “mars”
dan periode dua adalah lagu populer. (c) pasca pertunjukan diakhiri dengan lagu
perpisahan dan kata-kata penutup dari MC. Kemudian untuk unsur pendukung
meliputi: alat musik, penari/pemain, sound system, MC, penyanyi, kostum penari,
tempat dan waktu pertunjukan. (2) fungsi kesenian Ojrot-Ojrot di dalam kehidupan
28
hiburan, dan sebagai pengikut rasa solidaritas masyarakat. (3) fungsi kesenian ojrot-
ojrot pada kehidupan seniman yaitu sebagai sarana pemenuhan kepuasan batin,
masyarakat.
bagian yaitu babak pembuka, babak inti dan babak penutup. 2. Unsur pendukung
pertunjukan berupa pola lantai, gerak, properti, tata rias, iringan dan kostum. 3.
Babak inti pada pertunjukan terdiri dari tiga bagian yaitu bujang ganong, yakso
ageng, dan buto. 4. Gerakan masih sederhana dan terkesan monoton karena
variasinya cenderung sedikit. 5. Penonton yang terdiri dari berbagai macam tingkatan
Penelitian berikutnya adalah penelitian yang dilansir dari skripsi UNY yang
berjudul Regenerasi dan Bentuk Penyajian Tari Kuda Kepang Turonggo Mudho
Budoyo di Desa Marga Manunggal Jaya Kabupaten Muaro Jambi Provinsi Jambi
oleh Astika Cahyarani tahun 2014. Artikel ini memuat tentang regenerasi dan bentuk
penyajian Tari Kuda Kepang Turonggo Mudho Budoyo di Desa Marga Manunggal
Jaya Kabupaten Muaro Jambi Provinsi Jambi. Penelitian ini menggunakan metode
dilaksanakan oleh grup tari kuda lumping turonggo mudho budoyo yaitu melatih tari
anak-anak usia 10-15 tahun, memberikan pendidikan dan pengajaran tentang tarian
kuda kepang. Bentuk penyajian Tarian Kuda Kepang Turonggo Mudho Budoyo
terdiri dari beberapa unsur diantaranya: (a) gerakan untuk anak-anak terdapat 14
gerakan yang berpijak pada gaya tarian banyumasan seperti mlaku jejer, mlaku baris,
obah bahu, ukel kaki jinjit, mlaku telu ukel wolak-walik, sembahan ngadeg, dolanan
ebeg, dolanan sampur, jengkeng, ulap-ulap dan sembahan. Kemudian untuk gerakan
penari dewasa terdapat 16 gerakan yaitu mlaku onclang, embeg maju mundur, geol
sampur, ukel, mlaku telu, silang junjung, onclang dan dolanan embeg. (b) pola lantai
yang dipakai ada 3 yaitu huruf S, baris bersap, dan lingkaran. (c) musik/iringan
menggunakan gamelan laras slendro dan laras pelog. (d) make up/rias yang dipakai
30
adalah rias gagah putra, (e) kostum/busana yang dikenakan adalah pakaian dasar,
yang dipakai adalah pecut, kuda-kudaan, barongan, dan topeng. (g) tempat pentas
pertunjukannya. Perbedaan penelitian terletak pada objek penelitian yaitu Tari Kuda
Kepang Turonggo Mudho Budoyo di Desa Marga Manunggal Jaya Kabupaten Muaro
volume 3 nomer 3 halaman 47-51 dengan artikel yang berjudul Analisis Bentuk dan
Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo oleh Yusi Agustina tahun 2013. Artikel
ini memuat tentang (1) Bentuk Pertunjukan Jaran Kepang Turonggo Satrio Budaya di
pertunjukan jaran kepang turonggo satrio budaya. (3) Makna simbolis sajen pada
terdiri dari 3 tahapan yaitu: (1) tahap prapertunjukan yaitu persiapan sajen, membuat
obong menyan/menbakar kemenyan. (2) tahap pertunjukan terdiri dari suka-suka, tari
31
pembuka, kesurupan/ndadi, tari persembahan, tari rampak muda tari sekar taji. (3)
tahap pasca pertunjukan diakhiri dengan tabuhan gendhingan oleh semua anggota
kesenian. Nilai keindahan yang terdapat pada pertunjukan Jaran Kepang Turonggo
Satrio Budoyo ada di dalam unsur iringan, tarian, alat musik/gendhing, kostum dan
rias wajah/make up. Makna simbolis sajen dalam pertunjukan Jaran Kepang
Turonggo Satrio Budoyo ada di dalam degan, nasi tumpeng, arang-arang kembang,
ayam panggang, bonang-baneng, pisang raja, kupat lepet, wajik dan gemblong.
volume 7 nomer 3 seri A halaman 18-25 yang berjudul Bentuk Penyajian Tari
Subulussalam Aceh Singkil oleh Desfiarini, Murniati dan Zora Iriani tahun 2019.
Artikel ini memuat tentang bentuk dan urutan penyajian Tari Dampaeng pada upacara
adat pernikahan di kecamatan longkub kota subulussalam aceh singkil. Penelitian ini
merupakan tarian wajib dalam sebuah acara pernikahan di kecamatan longkib kota
adalah tempat pertunjukan, gerak, lagu/iringan, pola lantai, rias wajah, rias busana
biasanya di pelataran rumah yang cukup luas serta sudah diberi dekorasi tenda
menjatoh dan mengakhlak. Gerakan Tari Dampaeng merupakan gerakan imitasi elang
saat terbang dan membuka sayapnya. Beberapa ragam geraknya seperti langkah telu,
tepuk tangan, jaga kembhikang, toyong jari, dan putar balik. Jumlah penarinya 6-8
orang, pola lantai yang dipakai adalah lingkaran. Rias wajah dan kostumnya
dari talam dan gendang yang menjadi ciri khas Tari Dampaeng sekaligus pemandu
Relevansi penelitian Desfiarni, Murniati dan Zora Iriani ini terletak pada
Kabupaten Sekadau Kalimantan Barat oleh Hesty Pangestu tahun 2016. Artikel ini
memuat tentang deskripsi bentuk penyajian Tari Jepin Bismillah Dalam Upacara
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dalam pertunjukan tari Jepin Bismillah
terdapat beberapa ragam gerak seperti langkah 1-12, gerak lipas pengantin, gerak
tahtim dan gerak penutup. Unsur pendukung pertunjukan meliputi (1) tempat
dilapangan/tanah lapang. (2) kostum yang dipakai adalah selendang songket, baju
kebaya warna kuning dan kain songket. (3) iringan dan alat musik yang dipakai
adalah gambus, beruas, dan selingan syair puji-pujian berbahasa campuran ( bahasa
Bismillah.
Penelitian berikutnya adalah penelitian yang dilansir dari Jurnal Seni Tari
Desa Jatimulya Kecamatan Suradadi Kabupaten Tegal oleh Winduadi Gupita dan
Eny Kusumastuti memuat tentang bentuk dan urutan pertunjukan Kesenian Jamillin
Desa Jatimulya Kecamatan Suradadi Kabupaten Tegal terdiri dari properti, pelaku,
gerak, tata lampu, iringan, tata suara, tata rias, tata panggung, tata busana/ kostum dan
urutan pertunjukan kesenian Jamilin yang buka dengan musik organ tunggal lagu
Tegalan demi mengumpulkan warga supaya datang ke area pertunjukan dan tenda
34
Relevansi penelitian yang ditulis oleh Winduadi Gupita dan Eny Kusumastuti
Kabupaten Tegal.
Jurnal Seni Pertunjukan volume 3 nomor 2 halaman 142-149 oleh Putu Dyan Ratna
dan Ni Made Ruastiti berjudul Tek Tok Dance Sebagai Sebuah Seni Pertunjukan
Pariwisata Baru di Bali memuat tentang (1) bentuk pertunjukan tek tok dance, (2)
alasan penciptaan Tek tok Dance, (3) kontribusi tarian tersebut untuk puri kantor,
kualitatif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa (1) Tek Tok Dance adalah seni
pertunjukan baru dalam bidang pariwisata Bali yang berbentuk drama tari. Jika
ditinjau dari aspek penyajian pertunjukannya terdapat beberapa elemen seperti iringan
pertunjukan, cara penyajian, kostum, koreografi, lakon dan struktur pertunjukan. (2)
alasan penciptaan Tek Tok Dance adalah karena potensi kegiatan seni masyarakat
daerah sekitar sangat memadai dan peluang pasar yang besar tentunya. (3) kontribusi
positif Tek Tok Dance berdampak pada sektor ekonomi, budaya dan sosial
masyarakat sekitar, pengayaan bagi bidang industri pariwisata Bali serta pihak-pihak
Relevansi penelitian Putu Dyan Ratna dan Ni Made Ruastiti terletak pada
Daerah Guguak Pariangan Kabupaten Tanah Datar oleh Misselia Nofitri memuat
tentang bentuk penyajian tari piring di daerah guguak pariangan kabupaten tanah
agraris. Pada saat pertunjukan berlangsung para penari menggunakan properti pisau,
piring, dan sapu tangan.Nantinya properti tersebut biasanya digunakan oleh 2 orang
penari yang memakai piring dan 1 orang penari lainnya menggunakan properti pisau
dan satunya lagi menggunakan properti sapu tangan. Alat musik yang digunakan
untuk mengiringi tarian piring ini adalah pupuik gadung, gandang katindiak, dan
talempong pacik. Busana yang digunakan saat menari adalah destar, baju randai/baju
milik, sesamping sarung bugis, dan ending. Waktu pementasan biasanya tari piring
Jurusan Sendratasik berjudul Bentuk dan Fungsi Tari Dayakan Dalam Kegiatan
Ekstrakulikuler Pramuka di SMP Negeri 1 Muntilan oleh Gita Bayu Andini tahun
2017. Artikel ini memuat tentang bentuk dan fungsi Tari Dayakan dalam kegiatan
ektrakulikuler pramuka yang ada di SMP Negeri 1 Muntilan terdiri dari beberapa
unsur yaitu (1) gerak terdiri dari gerak gejuk mendhak, langkah laku gejug, engklek
kanan, silang angkat kiri, engklek kiri, silang angakat kanan, ogek lambung, junjung
kiri, mendhak gagah, bungkuk sikep, adheg ngrayung kiri, bungkuk ngrayung, adheg
ngrayung kanan, ngepel menthang kanan, jengkeng gagah, ngepel menthang kiri,
jengkeng tapak buko, silang mendhak dan jengkeng ukel. (2) musik ynag dipakai
untuk mengiringi Tari Dayakan menggunakan gamelan laras pelog, (3) Rias penari
rok/sayak, gelang kaki, kuluk/irah-irahan dan gelang tangan. (4) tempat pertunjukan
biasanya dilangsungkan di tanah yang luas. (5) untuklighting atau tata cahaya
menggunakan lampu halogen bila pertunjukan dilaksanakan ketika malam hari dan
hanya menggunakan cahaya matahari jika dilakukan di siang hari. (6) pertunjukan tari
Relevansi penelitian yang ditulis oleh Gita Bayu Andini terletak pada kajian
bentuk penyajiannya. Perbedaan penelitian terletak pada objek penelitian yaitu tari
dayakan.
Heritage , 25-26 May, Iloilo city, Philliphines berjudul Javanese “Horse Dance”
Between Ritual And Entertainment Interpretations That Change And Function That
Persist oleh Eva Rapoport memuat tentang gamabaran umum bentuk pertunjukan
kuda kepang sebagai ritual yang kini sudah beralih fungsi menjadi sarana hiburan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa kuda kepang adalah salah satu tarian jawa
telah ada dan diwariskan dari jaman nenek moyang hingga kegenerasi sekarang yang
masih memegang teguh bentuk dan fungsinya. Berbeda hal nya dengan interpretasi
makna, fungsi dan ceritanya yang sudah mulai berubah seiring dengan transformasi
kuda lumping. Perbedaan penelitian ini terletak pada subjek penelitiannya yang lebih
fokus pada makna ritual dan perubahan fungsi pertunjukan kuda lumping tersebut.
Penelitian berikutnya adalah penelitian yang dilansir dari Jurnal Seni Tari
Lengger Pada Paguyuban Rumah Lengger oleh Rindik Mahfuri dan Moh. Hasan
Bisri memuat tentang bentuk pertunjukan kesenian lengger paguyuban rumah lengger
yang dilestarikan oleh penari cross gender serta fenomena penari cross gender dalam
oleh wanita namun dalam kesenian lengger di paguyuban rumah lengger yang
ditarikan oleh penari cross gender Fenomena cross gender pada penari lengger di
terdiri atas struktur pertunjukan (bagian awal, bagian inti dan bagian akhir
pertunjukan), tempat pertunjukan, gerak, musik iringan, properti, tata busana dan tata
rias serta fenomena penari cross gender dalam pertunjukan lengger yang ditujukan
Relevansi penelitian Rindil Mahfuri dan Moh.Hasan Bisri terletak pada kajian
lengger.
Penelitian lainnya adalah penelitian yang dilansir dari Harmonia Jurnal of Art
Research and Education volume 14 nomer 1 halaman 37-45 tahun 2014 berjudul
Reog As Means Of Student’s Appreciation And Creation In Arts And Culture Based
On The Local Wisdom oleh Sri Ambarwangi dan S. Suharto memuat tentang
pelaksanaan studi seni dan budaya di sekolah kejuruan. Penelitian ini menggunakan
belajar yang telah disesuaikan dengan kurikulum sekolah akan lebih efisien. Salah
satu kesenian yang telah dijadikan materi pembelajaran adalah Reog yang sudah
terkandung dalam kesenian Reog secara konseptual dapat diajarkan kepada siswa di
kelas untuk nantinya bisa dipentaskan di acara-acara sekolah ataupun lomba kesenian.
Siswa pun dapat lebih ekspresif dalam melakukan praktek gerak sambil menerima
materi pembelajaran. Nilai yang terkandung dalam kesenian Reog adalah nilai
budaya, nilai nasionalisme, nilai agama/nilai spiritual, dan nilai sosial. Nilai yang
didapat dari pembelajaran kesenian Reog disekolah adalah rasa bangga dan
aktualisasi diri yang tinggi dalam berkecimpung di kegiatan maupun kehidupan sosial
dimasyarakat.
objek penelitian yang membahas tentang kesenian kerakyatan yaitu Reog. Perbedaan
halaman 377-386 berjudul Bentuk dan Fungsi Seni Pertunjukan Jaranan dalam
Budaya Masyarakat Jawa Timur oleh Trisakti memuat tentang bentuk dan fungsi seni
pertunjukan jaranan yang terdapat pada beberapa kesenian jaranan di Jawa Timur.
jaranan adalah salah satu kesenian tradisional terpopuler yang menjadi ikonik dan
tersebar luas di Jawa Timur. Terdapat 17 nama kesenian jaranan yang ada du 34
wilayah lainya belum teridentifikasi kesenian jaranananya. Jika dilihat dari segi
tersendiri.Bila dilihat dari segi properti semua kesenian jaranan selalu menggunakan
properti berbentuk jaran, baik itu jaran sungguhan maupun anyaman bamboo yang
menampilkan bentuk properti khas milik mereka sendiri.Kemudian jika dilihat dari
segi adegan kebanyakan kesenian jaranan selalu menampilkan adegan solah krida,
solah prajuritan dan solah perang meski di dalam pertunjukannya diisi oleh gerakan
khas grup kesenian jaranan masing-masing. Selanjutnya jika dilihat dari struktur
bentuk penyajian terdapat dua jenis yaitu pertunjukan kesenian jaranan yang
dipentaskan sebagai tarian utama dan dipertunjukan secara utuh/full dalam satu
dengan tarian lainnya dalam suatu format pertunjukan. Terdapat fungsi sosial seni
Penelitian berikutnya adalah penelitian yang dilansir dari Imaji: Jurnal Seni
dan Pendidikan Seni UNY volume 3 nomer 2 halaman 211-223 berjudul Tari
tahun 2005 memuat tentang pandangan mengenai tari jaranan dari aspek metaforis
Hasil penelitian menunjukan bahwa tari jaranan adalah salah satu tarian
alasan menyebabkan taria ini kurang menarik minat peneliti untuk menjadikannya
objek penelitian. Beberapa pendekatan yang sering digunakan untuk mengkaji aspek
koreografi tari jaranan seperti aspek interpretasi budaya (Geertz), aspek koreologi
pemahaman yang lebih dalam tentang tarian, peneliti dapat lebih mudah memahami
aspek bawah sadar yang mengungkap ekspresi alami (emik) sehingga lebih
Relevansi penelitian Robby Hidayat terletak pada objek penelitian yaitu tari
Penelitian lainnya adalah penelitian yang dilansir dari Skripsi UNY yang
berjudul Bentuk Penyajian Kesenian Tari Jaranan Thik di Desa Coper Kecamatan
Jetis Kabupaten Ponorogo Jawa Timur oleh Whinda Kartika Nugraheni tahun 2015.
42
Artikel ini memuat tentang deskripsi bentuk penyajian kesenian tari jaranan thik di
thik terdiri dari beberapa elemen pendukung pertunjukan seperti: (1) gerak: kesenian
tari jaranan thik menggunakan gerakan yang sederhana namun menarik, (2) pola
lantai: kesenian tari jaranan thik menggunakan pola lantai menyebar, garis lurus, zig-
zag, garis lengkung dan lingkaran. (3) alat music yang digunakan adalah slompret,
gong, kenong, kendang, jidor, saron dan demung, (4) rias disesuaikan dengan masing-
masing karakter/tokoh, (5) kostum yang digunakan: (a) penari jaranan: gongseng,
udeng, slendang kuning, sumping, celana panji ungu, rompi, sembong batik parang,
kace, sabuk dan stagen. (b) penari celeng: gongseng, udeng, slendang kuning,
sumping, celana panji ungu, kace, sembong batik parang, stagen, sabuk, (6) properti
yang digunakan yaitu naga, kuda kepang, dan celeng, (7) tempat pentas biasanya di
Jitengan Balecatur Gamping Sleman oleh Kristiyan Vebriana tahun 2017.Artikel ini
memuat tentang bentuk penyajian jathilan sekar kencono di dusun jitengan balecatur
kreasi baru sekar kencono terdiri dari 4 orang sinden, 8 orang penari putri, 2 orang
pawang dan 12 orang pengrawit. Gerak-gerak yang ada di dalam kesenian jathilan
kreasi baru sekar kencono mengarah pada pengembangan tari klasik gaya jogja.
Dilihat dari segi iringan musiknya menggunakan alat music berupa drum, gamelan
jawa laras pelog, slompret, dan kendang jaipong. Sedangkan dilihat dari pola lantai
yang digunakan berupa diagonal, garis lengkung, dan garis lurus.Properti yang
dipakai hanyalaha anyaman kuda kepang yang didominasi oleh warna merah muda.
Selanjutnya mengenai tempat dan waktu pertunjukan lebih sering dilaksanakan saat
siang hari dengan durasi kurang lebih satu jam dan diselenggarakan di tempat yang
luas.
Penelitian berikutnya adalah penelitian yang dilansir dari Solah: Jurnal Seni
Jaranan Breng Desa Gledung Kecamatan Sanankulon Kabupaten Blitar oleh Sinda
Agustina tahun 2018. Artikel ini memuat tentang bentuk pertunjukan jaranan breng
pendukung pertunjukan, pola lantai, rias dan busana serta iringan musik. Kemudian,
masyarakat.
Penelitian lainnya adalah penelitian yang dilansir dari Skripsi Unsiyah yang
Singkohor Aceh Singkil oleh Liska Nike Saputri tahun 2015.Artikel ini memuat
tentang sejarah dan bentuk penyajian Reog Ponorogo di Desa Srikayu Kecamatan
kualitatif.
biasanya dibawakan oleh 6 orang penari yang memiliki peran masing-masing. Ada
yang berperan sebagai kucingan, pembarong, jathil wanita dan bujang ganong.
Masing-masing peran penari pun memiliki ciri gerak yang berbeda-beda. Contohnya
dan bertingkah konyol/lucu.Pola lantai yang digunakan oleh Tari Reog Ponorogo
adalah pola lantai lingkaran, pola lantai melengkung, dsb. Kostum yang digunakan
serba hitam, pembarong dan bujang ganong menggunakan celana hitam dan kaos,
sedangkan penari jathil menggunakan pengikat kepala/udeng, celana hitam serta baju
putih. Rias wajah disesuaikan dengan masing-masing peran. Properti yang digunakan
adalah kuda kepang, cambuk, dan topeng. Alat musik yang digunakan adalah kenong,
gong, dan kendang. Panggung yang digunakan adalah panggung bentuk arena.
Ponorogo.
yang berjudul Bentuk Penyajian Tari Kuda Kepang di Desa Serbaguna Kabupaten
Nagan Raya oleh Tutik Handayani tahun 2015.Artikel ini memuat tentang bentuk
penyajian tari kuda kepang di desa serbaguna kabupaten nagan raya. Penelitian ini
Hasil penelitian menunjukan bahwa sejak tahun 1977 Bapak Darmak ketua
kesenian Kuda Kepang sudah mulai mempopulerkan Tari Kuda Kepang di Desa
Serbaguna Kabupaten Nagan Raya. Tarian tersebut biasa dibawakan oleh 14 orang
laki-laki yang 6 penarinya berperan sebagai butoan, 6 penari lagi sebagai baigon, 1
penari sebagai kucingan dan 1 penari lagi sebagai butoan. Ketika penari mengalami
kesurupan, dia bisa saja mengupas kelapa menggunakan gigi, memecut diri/dipecut
46
oleh orang lain tanpa merasa kesakitan, memakan beras kucing, telur mentah bahkan
ayam hidup-hidup, atau menari hingga pingsan. Properti yang digunakan untuk
menari kuda kepang adalah topeng, kuda kepang/anyaman bamboo berbentuk kuda,
gelang kaki, dan pecut/cambuk.Alat musik yang digunakan yaitu bonang, kendang,
saron, dan gong. Rias yang dipakai pun disesuaikan dengan perannya masing-masing.
Kostum pun sama, misalnya penari kucingan menggunakan celana hitam panjang dan
kaos hitam. Penari baigon memakai celana hitam pendek, kaos warna putih, pengikat
leher guna menutupi punggung dan dada, selendang, pengikat tangan, udeng/penutup
kepala dan songket/kain panjang. Penari barongan menggunakan topeng dan celana
hitam panjang.
Kepang.
Seni dan Budaya volume 3 nomer 2 halaman 69-75 berjudul Seni Pertunjukan Kuda
Konawe Selatan oleh Tavip Sunarto, Irianto Ibrahim, La Ode Sahidin tahun 2018.
memuat tentang (1) proses penyajian kesenian kuda lumping lestari budoyo di desa
Wonua Sari Kecamatan Mowila Kabupaten Konawe Selatan, (2) makna simbolik
sesajen pada pertunjukan kuda lumping lestari budoyo di desa Wonua Sari
47
Kecamatan Mowila Kabupaten Konawe Selatan, (3) fungsi kesenian kuda lumping
lestari budoyo di desa Wonua Sari Kecamatan Mowila Kabupaten Konawe Selatan.
lestari budoyo di desa Wonua Sari Kecamatan Mowila Kabupaten Konawe Selatan
mempersiapkan sesajen, ziarah pepundhen, dan membakar kemenyan. Pada saat hari
H pertunjukan dilaksanakan maka akan ditampilkan tari jaranan, tari kreasi baru, tari
matraman, tari gobyok, tari jaranan gaya bali hingga ndadi/kesurupan. (2) makna
yang terkandung dalam sesajen seperti pepatah “gemah ripah loh jinawi” yang
diwakili oleh sajen degan ijo, permohonan keselamatan bagi seluruh kru selama pertu
jukan berlangsung diwakilkan oleh sajen bonang baning, agar dalam alam ghoib
melaksanakan pertunjukan maka disediakan sajen berupa teh manis, kopi pahit, the
pahit dan kopi manis. Simbolik manusaia yang harus selalu menjaga keharuman
nama baiknya diwakili oleh sajen kembang setaman. Wujud bakti masyarakat desa
Wonua Sari kepada “kiblatnya”, wujud bakti yang muda kepada yang tua, yang lahir
lebih sehari diwakilkan oleh sajen berupa air rendaman daun dhadhap serep, (3)
fungsi tarian Kuda Lumping Lestari Budoyo diantaranya sebagai seni pertunjukan,
sebagai sarana upacara, sebagai sarana pendidikan, dan sebagai sarana hiburan.
Penelitian lainnya adalah penelitian yang dilansir dari Jurnal Pendidikan dan
Kesenian Barongan Grup Samin Edan Kota Semarang oleh Dadang Dwi Septiyan
tahun 2018. Artikel ini memuat tentang bentuk pertunjukan dari kesenian Barongan
Samin Edan Kota Semarang dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Penelitian
samin edan memakai topeng besar yang disambung dengan kain besar di belakangnya
untuk menyelubungi bagian badan barongan. Tarian ini tidak menggunakan rias
wajah/ kostum apapun karena karakter barongan sudah terwakilkan oleh topeng besar
barongan dan kain loreng besar yang menutupi seluruh badan penarinya. Kesenian
Barongan Samin Edan bisa diperankan oleh satu orang (tunggal), dua orang
Ampel Gading Kabupaten Pemalang oleh Iva Ratnasari tahun 2015. Artikel ini
memuat tentang deskripsi bentuk pertunjukan dan fungsi tari silakupang sanggar tari
sanggar tari srimpi kecamatan ampelgading kabupaten pemalang terdiri dari beberapa
sajian tari yaitu tarian pembuka, tari kuntulan, sintrenan, lais dan diakhiri dengan
gerak, tata cahaya, waktu, perlengkapan/properti, alat musik, rias wajah, rambut dan
Perbedaannya terletak pada objek penelitian yaitu tari silakupang sanggar srimpi
Kabupaten Kudus oleh Endah Dwi Wahyuningsih tahun 2015. Artikel ini memuat
penelitian kualitatif.
50
Kamijoyo di desa Dersalam Kabupaten Kudus terdiri dari penonton, lakon, rupa
(sesaji, rias, properti dan busana), pelaku/pemain, gerak, iringan/alat musik, dan
Desa Dersalam Kabupaten Kudus terdiri dari dua jenis yaitu pertunjukan barongan
yaitu nilai religious, nilai keindahan, nilai keterampilan, nilai hayati, dan nilai
pengetahuan.
Penelitian lainnya adalah penelitian yang dilansir dari skripsi UNNES yang
Gebang Kecamatan Bonang Kabupaten Demak oleh Dini Listiyorini tahun 2015.
Artikel ini memuat tentang bentuk pertunjukan kesenian singo barong “kusumo joyo”
kesenian singo barong “kusumo joyo” diawali dengan tabuhan iringan musik barong
yang rancak dan riuh, lalu dilanjutkan dengan pertunjukan tari kuda kepang yang
diiringi oleh musik dangdut campursari. Adegan intinya diisi dengan tampilan arak-
51
arakan kuda hias yang dinaiki oleh anak-anak yang telah dikhitan, terakhir adegan
penutup diisi dengan atraksi yang menjadi klimaks pertunjukan secara menyeluruh.
Bentuk pertunjukan kesenian singo barong “kusumo joyo” terdiri dari komponen
pertunjukan, pola pertunjukan dan urutan penyajian. Beberapa unsur lain yang ikut
memberikan sentuhan estetik dari pertunjukan kesenian singo barong “kusumo joyo”
ini adalah gerak yang ditampilkan begitu dinamis, kuat dan lincah. Rias wajah dan
busana yang indah dan tegas serta musik yang begitu energik dan riuh sehingga
yang berjudul Kajian Bentuk Pertunjukan Kesenian Tradisional Emprak Sido Mukti
Desa Kepuk Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara oleh Anggoro Kristanto tahun
2013. Artikel ini memuat tentang kajian bentuk pertunjukan kesenian tradisional
emprak sido mukti desa kepuk kecamatan bangsri kabupaten jepara.Penelitian ini
sido mukti ini adalah perpaduan dari tiga kesenian yaitu musik, tari dan drama.
Instrumen/alat musik yang digunakan adalah alat musik tradisional seperti goprek
(alat musik khas jepara yang dikenal juga dengan nama emprak), kendang, kenong,
demung, dan alat musik gamelan lainnya. Diiringi oleh lagu-lagu modern dan
52
campursari dari sinden dan penari yang lucu dan luwes. Mulanya kesenian tradisional
Emprak Sido Mukti ini diaadakan sebagai wujud rasa syukur para petani sehabis
panen raya kepada Tuhan Maha Esa namun sering berjalannya waktu fungsinya
berjudul Kajian Bentuk dan Fungsi Pertunjukan Kesenian Lengger Budi Lestari
Kecamatan Kledung Kabupaten Temanggung oleh Dyah Sri Rahayu tahun 2013.
Artikel ini memuat tentang bentuk dan fungsi pertunjukan kesenian lengger budi
adalah gabungan dari beberapa unsur seni pertunjukan seperti lagu/tembang, gerak,
iringan, rias wajah, dan kostum. Fungsi dari kesenian tradisional lengger budi lestari
temanggung.
53
Jurnal Pendidikan dan Penelitian Sejarah volume 3 nomer 2 halaman 1-15 berjudul
Kabupaten Lampung Utara oleh Erna Febriyanti, Tantowi Amsia, dan Wakidi pada
tahun 2015. Artikel ini memuat tentang pertunjukan kesenian kuda kepang di Desa
dengan pawang melakukan ritual pemanggilan roh. Atraksi tarian diawali dengan tari
satria, tarian inti yaitu gunung kidul, pegonan, kembang jeruk, goyang hoki, goyang
kepada yang punya hajat kemudian pawang memulangkan roh. Pertunjukan Kuda
Kepang yang ada di Desa Trimodadi telah banyak mengalami modifikasi dari warisan
nenek moyang. Modifikasinya yaitu jenis tarian, musik, lagu, pakaian, perlengkapan
Pendidikan Seni Tari UNY volume 5 nomer 5 berjudul Identifikasi Bentuk Penyajian
Tari Reyog Somo Taruno Di Desa Kertosari, Kecamatan Geger, Kabupaten Madiun
54
oleh Aprilia Dwi Setyarini tahun 2016. Artikel ini memuat tentang identifikasi bentuk
penyajian tari reyog somo taruno di desa kertosari, kecamatan geger, kabupaten
berstruktur penyajian tabuhan, tari Jathil, tari Pujangganong, tari Barongan, dan tari
iring-iringan; Identifikasi bentuk penyajian terletak pada gerak, iringan musik, tata
rias, tata busana, tempat pertunjukan, property, dan desain laintai; Gerak Jathil sudah
atraksi, dan gerak Barongan menggunakan motif gulung. Instrumen musik yang
Untuk tata rias yang menggunakan hanya penari Jathil. Busana Jathil: Iket, gulon ter,
hem warna putih, cakep, sampur merah dan sampur kuning, stagen, epek timang, bara
samir, kain jarik parang Barong, celana dingkikan. Busana Pujangganong: Topeng,
baju rompi merah, cakep, embong gombyog, celana, stagen cinde, sampur merah dan
sampur kuning. Busana Penari Barongan: Kaos cetakan Reyog Somo Taruno bentuk
singlet, sabuk dari kain mori, embong gombyog, celana panjang gombyog. Tempat
lain: lapangan, halaman luas, pinggir jalan besar, halaman rumah. Properti untuk
penari Jathil menggunakan sampur layaknya kuda kepang, Pujangganong dan Penari
penyajiannya. Perbedaannya terletak pada objek penelitiannya yaitu tari reyog somo
Kecamatan Bulu Kabupaten Temanggung oleh Heni Pratiwi tahun 2013. Artikel ini
memuat tentang bentuk penyajian kuda lumping turonggo bekso di Desa Wonosari
penelitian kualitatif.
Bekso terbagi menjadi tiga babak yaitu, babak pembuka disajikan tari Prawira
Watang, babak penengah tari Kuda Lumping putri, babak penutup tari Kuda Lumping
putra. Penyajian tari berbentuk kelompok dengan jumlah penari putri 17 dan jumlah
penari pria 10 orang. Ragam gerak utama meliputi laku telu, jalan congklang, pacak
gulu, hoyogan, sembahan jengkeng, jalan nyisik, liyepan, peperangan, dan jalan
lumaksono. Unsur pendukung tari meliputi iringan, tata rias, tata busana, tata suara,
tata pentas. Keunikan yang yang dimiliki yaitu setiap pentas yang dikemas dalam
bentuk sendratari, instrument tetap menggunakan gamelan, busana asli sesuai dengan
Perbedaanya terletak pada objek penelitiannya yaitu kuda lumping turonggo bekso di
Kecamatan Singorojo Kabupaten Kendal oleh Tuhuningsih pada tahun 2015. Artikel
ini memuat tentang pertunjukan jaran kepang turonggo kridho mudho di desa getas
kualitatif.
Pendet. Dilihat dari media yang digunakan seni tersebut termasuk seni tari namun
juga terdapat sedikit unsur-unsur teater karena dalam setiap tarian, para penari
membawa sebuah cerita yang dilakukan oleh pasukan Jaran Kepang dan Leak. Pada
kesenian tersebut media yang mendukung adalah musik, tentunya musik tradisional
yang dari tabuhan Leak dan Jaran Kepang.Tidak terlalu sulit menggabungkan dua
unsur musik atau tabuhan dalam Leak dan Jaran Kepang karena keduanya sama-sama
antara lain: gong, organ, drum, dan bende. Sedangkan unsur kostum atau busana,
dalam kesenian ini tidak mengubah kostum asli dari budaya masing-masing.
Perbedaanya terletak pada objek penelitiannya yaitu jaran kepang turonggo kridho
mudho.
Campursari: Suatu Perubahan Kesenian Tradisional oleh Joko Wiyoso pada tahun
2011. Artikel ini memuat tentang kolaborasi antara tarian jaran kepang dengan musik
terbagi menjadi tiga babak yaitu: (1) pembukaan, (2) inti, (3) peenutup. Pembukaan
ini dimulai gendhing pembuka (talu) yang selanjutnya disajikan 3 sampai 4 lagu
campursari, pada saat penyajian lagu-lagu ini penonton bisa minta lagu dan juga
pertunjukan penari putri ke arena menari sampai selesai, di lanjutkan menyanyi lagu
campursari, penonton bisa minta lagu, berjoget dan menyawer (memberi uang). Pada
saat penari ndadi (kesurupan) lagu campursari juga digunakan untuk mengiringi
sampai saat penari disadarkan oleh pawang inilah bagian penutup. Pertunjukan Kuda
demung, saron barung, peking, kendang, kethuk, gitar elektrik, keyboard, drum dan
Turonggosari antara lain: peraga, musik, gerak, tata rias, tata busana, property, tata
Perbedaan terletak pada objek penelitian yaitu tarian jaran kepang dengan musik
campursari.
58
Penelitian lainnya adalah penelitian yang dilansir dari skripsi ISI Surakarta
yang berjudul Bentuk dan Fungsi Tari Jathil Jowo di Dusun Gandon Desa Gandu
2018. Artikel ini memuat tentang bentuk dan fungsi tari jathil jowo di dusun gandon
dusun gandon desa gandu kecamatan tembarak kabupaten temanggung terdiri dari
elemen yaitu gerak, musik, rias dan busana, pola lantai. Terdapat dua fungsi tari jathil
jowo di dusun gandon desa gandu kecamatan tembarak kabupaten temanggung yaitu
fungsi ritual dan fungsi hiburan. Tari Jathil Jowo sebagai simbol kerukunan sehingga
pertunjukannya. Perbedaannya terletak pada objek penelitiannya yaitu tari jathil jowo
yang berjudul Bentuk dan Perubahan Fungsi Seni Pertunjukan Tari Opak Abang
Mawasti pada tahun 2017. Artikel ini memuat tentang bentuk dan perubahan fungsi
seni pertunjukan Tari Opak Abang desa pasigitan kecamatan boja kabupaten Kendal.
Pasigitan sejak tahun 1956. Pertunjukan Tari Opak Abang memiliki 4 urutan sajian,
Rampai. Tari Opak Abang memiliki tema keagamaan dan perjuangan.Gerak Tari
Opak Abang merupakan gerak murni. Iringan Tari Opak Abang menggunakan nada
diatonis dengan alat musik rebana 2 buah, bass drum 1 buah, kecrek 1 buah, dan
biola/violin 1 buah. Tata rias Tari Opak Abang menggunakan rias korektif, dengan
emas untuk telinga; 10) Kacamata hitam; dan 11) Kain penutup kepala. Pementasan
Tari Opak Abang menggunakan halaman rumah warga dengan pencahayaan general
light dan lampu bohlam putih. Tata suara pada pertunjukan Tari Opak Abang
microphone. Penari Tari Opak Abang berjumlah 4 orang, dan pemusik sekaligus
sindhen berjumlah 7 orang. Penonton yang menikmati pertunjukan Tari Opak Abang
berasal dari semua kalangan, baik yang awam atau berkecimpung dalam dunia seni
tari. Pertunjukan Tari Opak Abang berfungsi sebagai sarana hiburan, akan tetapi
pertunjukan Tari Opak Abang juga mengalami perubahan pada beberapa fungsi
lainnya dalam kurun tahun 1956 hingga tahun 2017, yaitu: sarana upacara, sarana
pertunjukan, syiar agama Islam, dan media informasi seputar kemerdekaan Indonesia.
60
pustaka di atas peneliti suguhkan tabel 2.1. Daftar Keterangan dan Kontribusi
Pustaka.
Kabupaten tari
Magelang
9 Bentuk dan Fungsi Eka Norharyani Jurnal Seni Tari Memberika
Tari Jenang Desa dan Veronica UNNES tahun 2018 n gambaran
Kaliputu Eny Iryanti dan
Kabupaten Kudus penguatan
mengenai
teori bentuk
pertunjukan
tari
10 Bentuk dan Fungsi Nurul Amalia Jurnal Seni Tari Memberika
Kesenian UNNES n gambaran
Tradisional dan
Krangkeng di Desa penguatan
Asemdoyong mengenai
Kecamatan Taman teori bentuk
Kabupaten pertunjukan
Pemalang oleh tari
Nurul Amalia
11 Bentuk Penyajian Mentari Isnaini Jurnal Seni Tari Memberika
dan Fungsi Seni dan Moh.Hasan UNNES tahun 2016 n gambaran
Barong Singo Bisri dan
Birowo di Dukuh penguatan
Wonorejopasir mengenai
Demak bentuk
pertunjukan
tari
12 Bentuk Penyajian Fathur Rahman Jurnal Pendidikan dan Memberika
Tari Jaranan Butho dkk Kajian Seni tahun n gambaran
di Desa Danda 2018 dan
Jaya Kabupaten penguatan
Barito Kuala mengenai
teori bentuk
pertunjukan
tari
13 Seni Pertunjukan Inggit Jurnal Pendidikan Memberika
Kuda Kepang Prastiawan Ilmu-Ilmu Sosial n gambaran
63
Petanahan bentuk
Kabupaten pertunjukan
Kebumen tari
22 Bentuk Nuryanti Skripsi UNNES Memberika
Pertunjukan Reog tahun 2016 n gambaran
Campursari dan
Turonggo Puspito penguatan
Desa Mukiran mengenai
Kecamatan bentuk
Kaliwungu pertunjukan
Kabupaten tari
Semarang oleh
Nuryanti tahun
23 Regenerasi dan Astika Skripsi UNY tahun Memberika
Bentuk Penyajian Cahyarani 2014 n gambaran
Tari Kuda Kepang dan
Turonggo Mudho penguatan
Budoyo di Desa mengenai
Marga Manunggal bentuk
Jaya Kabupaten pertunjukan
Muaro Jambi tari
Provinsi Jambi
24 Analisis Bentuk Yusi Agustina Jurnal Aditya volume Memberika
dan Nilai 3 nomer 3 halaman n gambaran
Pertunjukan Jaran 47-51 tahun 2013 dan
Kepang Turonggo penguatan
Satria Budaya di mengenai
Desa Samongari bentuk
Kecamatan pertunjukan
Kaligesing tari
Kabupaten
Purworejo
25 Bentuk Penyajian Desfiarini, Jurnal sendratasik Memberika
Tari Dampaeng Murniati dan volume 7 nomer 3 n gambaran
Pada Upacara Adat Zora Iriani seri A halaman 18-25 dan
Pernikahan Di tahun 2-19 penguatan
Kecamatan mengenai
66
tari
50 Pertunjukan Jaran Tuhuningsih skripsi UNNES tahun Memberika
Kepang Turonggo 2015 n gambaran
Kridho Mudho di dan
Desa Getas penguatan
Kecamatan mengenai
Singorojo bentuk
Kabupaten Kendal pertunjukan
tari
51 Kolaborasi Joko Wiyoso Jurnal Harmonia: Memberika
Antara Jaran Jurnal Sendratasik n gambaran
Kepang dengan UNNES tahun 2011 dan
Campursari: Suatu penguatan
Perubahan Kesenian mengenai
Tradisional bentuk
pertunjukan
tari
52 Bentuk Dan Dewi Skripsi ISI Surakarta Memberika
Fungsi Tari Jathil Nurcahyati tahun 2018 n gambaran
Jowo di Dusun dan
Gandon Desa penguatan
Gandu Kecamatan mengenai
Tembarak bentuk
Kabupaten pertunjukan
Temanggung tari
53 Bentuk dan Frihastyayu Skripsi UNNES Memberika
Perubahan Fungsi Bintyar Mawasti tahun 2017 n gambaran
Seni Pertunjukan dan
Tari Opak Abang penguatan
Desa Pasigitan mengenai
Kecamatan Boja bentuk
Kabupaten Kendal pertunjukan
tari
72
landasan untuk melakukan penelitian. Landasan teoretis berisi konsep dan teori yang
difungsikan sebagai landasan pelaksanaan penelitian. Teori yang telah dipilih sebagai
pustaka yang berisi hasil penelitian dengan topik penelitian yang menerapkan teori
yang berkaitan dengan pengaturan. Di dalam dunia seni tari, bentuk adalah hal yang
dapat dilihat dan diamati, biasanya berupa gerakan yang dilakukan oleh fisik (dengan
tubuh penari sebagai medianya). Di dalam seni pertunjukan musik maupun tari
pertunjukannya. Ada pun bagian pembuka atau bagian awal, yang nantinya
diteruskan dengan bagian inti atau bagian utamnya dan diakhiri dengan bagian
(Susetyo 2007:9).
Seni pertunjukan mempunyai beberapa jenis diantaranya seni tari, seni musik
dan seni teater. Utina dan Wahyu Lestari (2006:14) mengemukakan bahwa seni
pertunjukan tari meliputi bentuk tari, tari rakyat, langen kusuma, sendratari, langen
tema, pelaku, gerak, tata suara, iringan, tata cahaya, tata rias, tata pentas dan tata
Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle adalah salah satu seni
Pertunjukan merupakan semua hal yang dipertontonkan dan dapat dilihat secara
tari hanya bisa ditonton dan dinikmati melalui media tubuh yang ditampilkan sebagai
wujud simbolis tari”… “Suatu bentuk tarian hanya dapat terwujud dan dipahami
sebagai hasil dari hubungan structural internal yang saling melengkapi satu sama lain.
Beberapa macam struktur internal tari diantaranya adalah tata rupa/kelengkapan tari,
Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa bentuk
pertunjukan adalah segala hal yang dapat ditangkap oleh indra penglihatan manusia
diantaranya adalah gerak, iringan, pelaku, tata rias, tata busana, tempat pertunjukan,
tata lampu/ pencahayaan, tata suara, properti dan penonton atau penikmat (Jazuli
1994:9).
74
2.2.2 Tari
Tari adalah ekspresi manusia yang bersifat estetis merupakan bagian tak
iringan musik saja. Tetapi seluruh ekspresi yang seharusnya mengandung makna/
maksud tertentu dari konten tarian yang dibawakannya. Dari pendapat kedua ahli tadi
dapat diambil kesimpulan bahwa tari adalah gerak-gerak yang diekspresikan melalui
media tubuh dengan arti/makna tertentu sehingga gerakan tari tersebut tidak hanya
sekedar gerakan yang diberi sentuhan unsur keindahan saja tetapi juga memiliki
dibagi menjadi dua, yakni tari kreasi dan tari tradisional. Sedangkan menurut Robby
Hidajat, tari tradisional adalah “sebuah tata cara menari atau melakukan gerakan tari
oleh suatu komunitas budaya diturunkan dari generasi ke generasi (2008:25). Tari
tradisional dibagi atas 2 jenis yaitu tari tradisional kerakyatan dan tari tradisional
keraton. Tari tradisonal kerakyatan adalah tari yang tumbuh dan berkembang dari
tari tradisional keraton adalah tari tradisional yang berkembang hanya dilingkungan
Turonggo Jati Bengkle termasuk kedalam jenis tari tradisional kerakyatan karena
berkembang dan hidup dari generasi ke generasi diturunkan oleh pendahulu kepada
Tari adalah salah satu jenis seni pertunjukan. Tari sebagai seni pertunjukan
tema, tata cahaya, tata busana, tempat pementasan dan tata rias/make up (Jazuli
2008:13). Teori yang menjadi pelengkap pertunjukan tari menurut Jazuli diantaranya
penonton, pelaku dan gerak. Sebuah pertunjukan tari akan menjadi utuh jika
2.2.2.1.1 Tema
tema diantaranya 1) Pengetahuan dan pemahaman seni dari cabang lainnya seperti
seni sastra, seni drama/teater, dan seni drama, 2) Pengalaman hidup seorang atas
upacara adat dan upacara keagamaan, 4) Perangai atau kehidupan binatang, 5) karya
sastra seperti Mahabarata dan epos Ramayana, 6) aktivitas ataupun kehidupan sehari-
sebagainya misalnya Sunan Kalijaga, Raden Ajeng Kartini, Gajah Mada, dan
sebagainya, 8) Legenda atau cerita rakyat seperti Timun Mas, Legenda Banyuwangi
dan Sangkuriang.
2.2.2.1.2 Gerak
Gerak adalah unsur dasar pada sebuah tarian, sebuah tarian tidak akan
mempunyai bentuk jika tidak melakukan gerak. Menurut pendapat Jazuli (2016:44)
Elemen gerak terdiri dari tiga hal yaitu waktu, ruang dan tenaga. Ketiga unsur
tersebut saling berkesinambungan sehingga tidak bisa dipisahkan satu sama lainnya.
Suatu gerakan yang luas maka akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk
menjangkau ruang geraknya serta membutuhkan tenaga yang lebih besar daripada
gerakan yang sempit. Menurut pendapat Jazuli (2016:45) terdapat dua macam gerak
yaitu gerak maknawi dan gerak murni. Gerak maknawi adalah gerak yang
mengandung maksud atau makna tertentu secarat tersirat maupun tersurat. Sedangkan
gerak murni adalah gerak yang tidak mempunyai makna tertentu namun masih
2.2.2.1.3 Iringan
Tari berperan sebagai suatu seni pertunjukan tidak dapat berdiri sendiri.
Sebuah tarian sebagai seni pertunjukan pasti membutuhkan pasangan atau unsur lain
lebih menarik misalnya iringan. Memang benar adanya jika suatu tarian bisa
dipertunjukan tanpa menggunakan iringan namun dengan adanya unsur iringan dalam
suatu pertunjukan tari dapat menambah nilai estetis dari tarian tersebut. Menurut
77
Jazuli (1994:10) fungsi musik dalam tari dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu
sebagai pengiring tari, sebagai pemberi suasana, dan sebagai ilustrasi tari. Pengiring
tari berarti peranan musik hanya untuk mengiringi atau menunjang penampilan tari
sehingga tidak banyak menentukan isi tarinya. Iringan (musik) sebagai pemberi
suasana, berarti mampu memberi kesan dan suasana tertentu pada suatu tarian,
sedangkan iringan sebagai ilustrasi tari adalah tari yang menggunakan iringan baik
sebagai pengiring atau pemberi suasana pada saat tertentu saja tergantung kebutuhan
garapan tari.
2.2.2.1.4 Pelaku
Pada setiap pertunjukan tidak akan terlepas dari unsur peran yang diberikan
kepada pemain yang menjadi pelaku seni di atas panggung. Menurut pendapat
Cahyono (2006-64) pelaku atau penyaji adalah orang yang ikut terlibat baik secara
langsung (di atas panggung) maupun tidak langsung (di belakang panggung) dalam
suatu pertunjukan. Pelaku atau crew tersebut bisa hanya laki-laki saja, perempuan
saja maupun keduanya. Pelaku yang terlibat dalam Kesenian Kuda Lumping yaitu,
Aspek rias dan busana pada sebuah pertunjukan tari merupakan hal yang
penting untuk diperhatikan. Jazuli (2016:61) menjelaskan bahwa rias merupakan hal
yang sedang dibawakan maupun untuk mengetahui siapa penarinya. Fungsi rias
78
antara lain adalah untuk mengubah karakter pribadi penari menjadi karakter tokoh
yang sedang dibawakan, untuk memperkuat ekspresi, dan untuk menambah daya tarik
penampilan. Terdapat tiga prinsip dasar dalam rias wajah menurut pendapat Jazuli
(2001:116) diantaranya: (1) rias harus bisa memunculkan dengan jelas karakter tokoh
yang akan diperankan oleh penari, (2) rias harus rapih, jelas dan bersih, (3) rias harus
Menurut Barmin dkk (2012:34) tata busana yang dikenakan oleh para penari
ketika menari di atas panggung adalah busana yang telah disesuaikan bentuknya
dengan kebutuhan terkait citra penokohan dalam tarian sehingga jelas berbeda dengan
pakaian yang digunakan sehari-hari. Fungsi busana tari adalah untuk mendukung
tema atau isi tari, dan untuk memperjelas peran-peran dalam suatu sajian tari. Busana
tari yang baik bukan hanya sekadar untuk menutup tubuh semata, melainkan juga
harus dapat mendukung desain ruang pada saat penari sedang menari.
suatu pertunjukan apapun bentuknya selalu memerlukan tempat atau ruangan guna
tempat pertunjukan (pentas), seperti lapangan terbuka atau area terbuka, di pendapa,
dan pemanggungan. Pada tempat terbuka kita bisa menyaksikan pertunjukan tari
79
Menurut Jazuli (2001:18) fungsi tata lampu atau pencahayaan dalam suatu
pertunjukan pada umumnya adalah untuk menunjang suasana dramatis penyajian tari
dan guna menerangi kegiatan yang berlangsung di tempat pertunjukan. Karena sifat
lampu yang dapat menghidupkan objek yang tertimpanya serta menimbulkan kesan
efek general yang ditimbulkan oleh daya cahaya/lampu (misalnya lampu general).
Tata suara pada suatu pertunjukan haruslah diberi perhatian khusus karena
tata suara ini yang nantinya akan mendukung pementasan menjadi lebih baik, adanya
minat dan perhatian orang-orang yang ada disekitar arena pertunjukan maupun yang
jauh dari arena pertunjukan untuk ikut mendekat ke sumber suara ikut melihat
pertunjukannya. Selain untuk menarik perhatian penonton, pengeras suara juga dapat
memudahkan fokus penonton untuk lebih jelas dalam menangkap audio dari
pertunjukan baik berupa lagu maupun iringan tari yang otomatis dapat memperlancar
2.2.2.1.10 Properti
langsung dengan penari. Properti yang secara langsung dimainkan atau disentuh oleh
penari berupa panggung, keris, sampur, kipas, kain penutup/backdrop, tombak tali,
2.2.2.1.11 Penonton
dari itu, penonton seyogyanya dimasukan ke dalam rencana pertunjukan sebagai salah
satu unsur pendukung. Hal ini disebabkan oleh pentingnya tingkat apresiasi
masyarakat yang bisa membuat suatu pertunjukan atau kesenian bisa terus hidup,
berkembang dan bahkan semakin sempurna. Seni disajikan untuk dapat ditonton dan
dinikmati oleh penonton. Jadi pertunjukan tersebut dapat menarik perhatian semua
pendukung penyajian tari di antaranya tema, gerak, iringan, pelaku, tata rias, tata
pertunjukan tari tersebut sangat penting karena jika salah satu dari elemen tersebut
dihilangkan atau hilang maka pertunjukan tari akan menjadi tidak utuh.
81
Bengkle
Bentuk Pertunjukan
Struktur Pertunjukan
Elemen Bentuk Pertunjukan
1. Bagian Awal
1. Tema
2. Bagian Inti
2. Gerak
3. Bagian Penutup
3. Iringan
4. Pelaku
5. Tata Rias
6. Tata Busana
7. Tata Pentas
8. Tata Lampu/Pencahayaan
9. Tata Suara
10. Properti
11. Penonton
Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle yang diteliti dari segi bentuk
Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle, diantaranya: tema, gerak, iringan, pelaku, tata
rias, tata busana, tata pentas, tata lampu/pencahayaan, tata suara, properti, dan
pertunjukan yang terdiri dari 3 bagian, yaitu: bagian awal, bagian inti dan bagian
sebuah wujud utuh dari “Bentuk Pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati
METODOLOGI PENELITIAN
pandangan hidup subyek yang menjadi objek penelitian yaitu masyarakat di Dusun
yang sudah dipersiapkan dan dilaksanakan oleh peneliti guna mengawali proses
suatu mekasnisme kerja sebuah penelitian yang mengandalkan uraian data berupa
kata/kalimat deskriptif yang kemudian dirangkai secara sistematis dan cermat mulai
dari mengumpulkan data sampai dengan penafsiran dan laporan hasil penelitian.
Metode penelitian adalah cara atau jalan yang dilalui untuk melaksanakan
pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle ialah metode penelitian
60) maksud dari metode penelitian deskriptif disini adalah metode yang digunakan
apa adanya atau sesuai dengan yang ada di lapangan, sehingga dalam penelitian ini
seperti yang telah dijelaskan pada bagan kerangka berpikir. Rumusan masalah yang
dikaji pada penelitian ini adalah tentang bentuk pertunjukan Kesenian Kuda Lumping
84
Turonggo Jati di Dusun Bengkle, Desa Gebugan, Kecamatan Bergas, Kabupaten
Semarang diungkapkan secara natural, sesuai dengan kondisi yang ada di lapangan
karena Bapak Juwarto merupakan Ketua dari Paguyuban Kesenian Kuda Lumping
Jati Bengkle. Penelitian ini fokus pada kajian bentuk pertunjukan Kesenian Kuda
termasuk ke dalam tari kerakyatan yang lahir dan tumbuh di Dusun Bengkle
mempunyai bentuk pertunjukan yang unik dan berbeda dengan tarian kerakyatan
lainnya. Bentuk pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle dapat
85
5) tata rias; 6) tata busana; 7) tata pentas; 8) tata lampu/pencahayaan; 9) tata suara;
Sumber data merupakan objek, orang, benda yang dapat menghasilkan fakta,
data, informasi dan realita yang memiliki kaitan/korelasi dengan hal yang tengah
diteliti (Ibrahim 2015: 69). Menurut Satori (dalam Ibrahim 2015: 69) sumber data
dapat berupa nilai, benda, orang maupun pihak yang dinilai mengerti mengenai social
dan Lofland (dalam Ibrahim 2015: 69) sumber data terbagi menjadi dua jenis yaitu
sebagai juru/penentu data pada suatu penelitian atau oknum yang terlibat dan terjun
langsung menjadi pelaku dalam kegiatan yang sedang diteliti (Ibrahim 2015: 70).
Pada penelitian bentuk pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle,
yang berperan sebagai sumber data primer/utama adalah Bapak Judi/juwanto sebagai
ketua paguyuban, Bapak Ngasrin sabagai pawang, Mas Arif sebagai penata iringan,
Bapak Yulianto sebagai penata tari, Bapak Mahammad Arifin sebagai penari rewo-
rewo, Bapak Wahyudi sebagai penari klasikan, Mas eri sebagai penari satrionan,
Bapak Sumarno sebagai penari klasikan pedangan, Bapak Ashorfi sebagai penata
rias, dan untuk sumber data sekunder di dapat dari Bapak Suparyanto sebagai kaur
Dese Gebugan
86
Data dan sumber data pada suatu penelitian merupakan satu kesatuan yang
saling melengkapi, karena data tidak bisa dipisahkan dengan sumber data itu
kaitan/korelasi dengan hal yang tengah diteliti. Data yang ada dalam penelitian dapat
dikelompokan menjadi dua jenis yaitu data utama/primer dan data tambahan/sekunder
(Ibrahim 2015:68).
informasi dan fakta yang relevan atau memiliki kaitan secara langsung dengan
penelitian. Data utama/primer menurut Bunging (dalam Ibrahim 2015: 68) hanya bisa
diperoleh dari sumber utama/primer yang ada di lapangan. Data utama/primer tentang
bentuk pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle di dapat dari
penonton dan pelaku pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati di Dusun
Bengkle.
semua realitas, informasi dan fakta yang relevan atau memiliki kaitan secara tidak
87
3.6 Tehnik Pengumpulan Data
3.6.1 Observasi
suatu situasi, benda, orang maupun lingkungan secara lebih rinci kemudian
membukukannya secara cermat dan akurat. Metode observasi pada suatu penelitian
berbagai instumen yang ada di lapangan (penelitian) yang sudah putuskan untuk
jangka waktu 2 bulan, dimulai dari bulan Februari 2020 lalu selanjutnya bulan
Oktober 2020.
mengunjungi lokasi penelitian dan mengamati hal apa saja yang terjadi seperti
mengamati kegiatan yang dilakukan objek hidup (manusia) dan objek tak hidup
(benda) yang terdapat di lokasi penelitian yaitu di rumah Bapak Judi (Ketua
Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle) yang juga dijadikan
88
basecamp Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle dan kediaman
Semarang
mengamati dan melihat dengan mata kepala sendiri situasi dan kondisi yang ada di
lokasi penelitian maupun objek penelitian, kemudian mencatat perilaku dan kejadian
Turonggo Jati Bengkle, rumah Bapak Judi sebagai basecamp sekaligus tempat
dan rumah Bapak Yulianto sebagai tempat berkumpul dan latihannya anggota
3.6.2 Dokumentasi
berbentuk gambar, misalnya foto, gambar hidup, sketsa dan lain-lain. Dokumen yang
89
berbentuk karya misalnya karya seni, yang dapat berupa gambar, patung, film, dan
dengan dokumen baik dalam bentuk laporan, surat-surat resmi maupun catatan harian
dan lain sebagainya. Teknik dokumentasi adalah teknik mencari data yang berkenaan
dengan hal-hal atau veriabel yang berupa catatan, transkrip buku, surat kabar,
majalah, prasasti, natulen rapat, agenda foto, dan sebagainya (Arikunto 2006:231).
tata rias, tata busana, pelaku pertunjukan dan video pertunjukan Kesenian Kuda
Lumping Turonggo Jati Bengkle ketika tampil pada acara hajatan warga dusun
berupa video pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle yang
desa Gebugan dan menemui Bapak Suparyanto (staf kaur kepemerintahan desa
90
2020 berupa: a) data wilayah Kecamatan Bergas, b) data wilayah Desa Gebugan, c)
data kependudukan Desa Gebugan. Terakhir, 29 Oktober 2020 peneliti menuju rumah
Bapak Judi untuk menghimpun data dokumentasi gerakan tarian yang diperagakan
pengesahan grup Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle dari Dinas
blangko dari masing-masing pelaku pertunjukan, dan data syair serta notasi iringan
musik pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle dari penata
3.6.3 Wawancara
91
diantaranya penonton/masyarakat dan seniman yang menjadi pelaku/pelaku
pertunjukan.
Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle untuk menghimpun data berupa stuktur
menghimpun data berupa pesan dan kesan mereka setelah menonton pertunjukan
pertanyaan yang ditulis pada buku catatan peneliti dan mencetak blangko berisi form
pembahasan pada poin struktur pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati
Turonggo Jati Bengkle, pelaku dan penonton pertunjukan kesenian Kesenian Kuda
92
Lumping Turonggo Jati Bengkle. Di bawah ini rincian narasumber yang menjadi
1. Bapak Suparyanto sebagai staf kaur kepemerintahan desa Gebugan mengenai data
2020 di Kantor Kepala Desa Gebugan. Fokus data yang dihimpun peneliti pada
2. Bapak Judi/Juwarto sebagai ketua paguyuban mengenai sejarah dan hal yang
rumah Bapak Judi. Fokus data yang dihimpun peneliti pada narasumber tersebut
adalah data dokumnetasi gerak tarian yang ada di dalam pertunjukan Kesenian
Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle secara detail, data piagam yang dimiliki
oleh paguuyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle, data biografi
rekam jejak pementasan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle, jadwal
dan keunikan yang dimiliki Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle.
93
3. Bapak Ngasrin sebagai pawang Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle.
berkaitan tentang data peran pawang pada pertunjukan Kuda Lumping Turonggo
4. Mas Arif sebagai penata iringan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle.
5. Bapak Yulianto sebagai penata tari Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati
Februari 2020 di rumah Bapak Yulianto untuk menghimpun data berupa foto
acara Launching KTA Satkom Bergas Ceria pada tanggal 24 Februari 2019, data
foto alat musik, properti, pelaku dan video pertunjukan Kesenian Kuda Lumping
Turonggo Jati Bengkle pada saat pentas di acara hajatan warga Desa Gebugan.
Pada tanggal 29 Oktober 2020 di rumah Bapak Judi berkaitan tentang data
berkaitan dengan stuktur pertunjukan serta segala hal seputar tarian secara umum
94
6. Bapak Muhammad Arifin sebagai penari rewo-rewo Kesenian Kuda Lumping
Turonggo Jati Bengkle pada tanggal 29 Oktober 2020 di rumah Bapak Judi
7. Bapak Wahyudi sebagai penari klasikan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati
Bengkle pada tanggal 29 Oktober 2020 di rumah Bapak Judi berkaitan tentang tari
klasik.
8. Mas Eri sebagai penari satrionan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle
pada tanggal 29 Oktober 2020 di rumah Bapak Judi berkaitan tentang tari
satrionan.
Turonggo Jati Bengkle pada tanggal 29 Oktober 2020 di rumah Bapak Judi
10. Bapak Ashrofi sebagai penata rias dan busana Kesenian Kuda Lumping
Turonggo Jati Bengkle pada tanggal 29 Oktober 2020 di rumah Bapak Judi
terkait rias dan busana yang digunakan oleh personel Kesenian Kuda Lumping
Turonggo Jati Bengkle pada tanggal 29 Oktober 2020 di rumah Bapak Judi
12. Bapak Karyono, Ibu Desy dan Mas Afriza Yuan Ardias pada tanggal 29 Oktober
2020 di rumah Bapak Judi sebagai penonton untuk menggali informasi tentang
95
pendapat penonton mengenai kesenian Kuda Lumping, sejauh mana penonton
oleh peneliti ketika penelitian adalah data yang terpercaya, benar, dan relevan atau
berkaitan dengan apa yang dijadikan objek penelitian (Ibrahim 2015: 119). Menurut
keteralihan.
Jati Bengkle memanfaatkan salah satu kriteria tingkat kepercayaan atau credibility
guna mencermati keabsahan data yang ada di dalamnya. Tingkat kepercayaan atau
sumber) dengan data yang diperoleh, antar tehnik eksplorasi data (kredibitas tehnik)
dengan data yang diperoleh, verifikasi data yang ada di lapangan (kredibilitas
96
Turonggo Jati Bengkle. Triangulasi adalah tehnik pengecekan data dengan cara
2015: 124). Menurut Moleong (dalam Ibrahim 2015: 124) Triangulasi terbagi
menjadi 3 macam yaitu teori, metode dan sumber, seperti yang diterapkan oleh
Metode triangulasi yang digunakan oleh peneliti dalam melakukan perbandingan data
hasil dokumentasi dengan hasil pengamatan, data hasil pengamatan dengan data hasil
kecocokan data antar data penelitian yang telah didapat dengan teori yang dipilih
antara pendapat beberapa narasumber hasil dari wawancara dengan pendapat peneliti
Turonggo Jati Bengkle dan seniman yang berkiprah langsung di dunia seni tari.
Selain itu, peneliti juga menerapkan triangulasi sumber ini pada saat melakukan
perbandingan data-data baik data yang dihasilkan dari sesi wawancara, pengamatan
atau observasi dan dokumentasi maupun pada saat melakukan adaptasi antara teori
97
yang digunakan oleh penelti dengan data yang telah diperoleh peneliti tentang bentuk
tindakan pada analisis data kualitatif dilaksanakan secara kontinu dan interaktif.
Terdapat tiga alur kegiatan yang dilakukan dalam satu waktu pada analisis data
kualitatif, yakni: reduksi data, penyajian data dan verifikasi atau penarikan
kesimpulan (Miles dan Huberman 1992:16). Di bawah ini disajikan bagan 3.1
Pengumpulan
data
Penyajian
data
Reduksi data
Verifikasi/Penarikan
kesimpulan
data yakni: reduksi data, penyajian data dan verifikasi atau penarikan kesimpulan.
98
3.8.1 Reduksi data
di tempat penelitian. Peneliti dapat memilih data penelitian mana saja yang akan
digunakan dan mana yang tidak. Proses pemilihan data-data penelitian disesuaikan
dengan kajian bentuk pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle.
Data yang memintasi proses reduksi data, yakni: gambaran umum tempat penelitianm
wawancara tentang latar belakang dan sejarah Kesenian Kuda Lumping Turonggo
pertunjukan.
keadaan yang ada di lapangan dan mengetahui tindakan apa yang seharusnya
dilakukan. Penyajian bisa ditafsirkan sebagai kumpulan informasi yang sudah tertata
menarik sebuah konklusi (Miles dan Huberman, 1992: 17). Pada proses penyajian
pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle, yakni: tema, gerak,
iringan, pelaku, tata rias, tata busana, tata pentas, tata lampu/pencahayaan, tata suara,
99
properti, dan penonton dan struktur pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo
Jati Bengkle.
penafsiran seputar benda-benda dengan cara menulis proporsi, pola-pola, alur sebab-
awal peneliti yang sedianya belum kentara, lalu meningkat menjadi lebih detail dan
peneliti melakukan pemeriksaan ulang pada data-data penelitian yang telah diperoleh
Turonggo Jati Bengkle yang nantinya digeraikan secara terperinci dalam bentuk
100
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Semarang. Wilayah Kecamatan Bergas adalah daerah dataran tinggi yang berada 400
(Sumber: https://semarangkab.bps.go.id)
101
102
berada diantara 110⁰ 19' 3" hingga 110⁰ 29' 6" BT dan 7⁰ 7' 40" hingga 7⁰ 13' 12" LS.
Kendal di bagian barat. Kecamatan Bergas mempunyai luas 47,33 km² atau 4,98 %
Kecamatan Bergas terdiri dari 13 desa dan kelurahan. Jumlah dusun dan
lingkungan dari total 13 desa dan kelurahan sebanyak 44 dusun dan 25 lingkungan
RW dan jumlah Rukun Tetangga (RT) berjumlah 441 RT seperti yang terlihat pada
Jumlah:
Tahun 2019 69 96 441
(Sumber: Statistik Daerah Kabupaten Semarang 2020)
Berdasarkan tabel 4.1 bisa diketahui bahwa Desa Gebugan adalah salah satu
dari 13 desa dan kelurahan yang terdapat di Kecamatan Bergas. Data statistik
Turonggo Jati Bengkle tumbuh dan berkembang di Desa Gebugan yang merupakan
Semarang yang terletak di ujung barat wilayah perbatasan Kecamatan Bergas dengan
Ungaran Barat. Desa Gebugan terletak 21,1 km dari UNNES (Universitas Negeri
dengan 1100 meter dari permukaan air laut dengan suhu udara berkisar antara 18 ̊C -
30 ̊C. Secara administratif letak geografis Desa Gebugan dibatasi oleh 5 Desa pada
sisi-sisinya. Disisi barat, PTPN IX NGOBO, disisi selatan berbatasan dengan Desa
Pagersari dan Kelurahan Wujil, sementara disisi timur wilayah Kelurahan Wujil dan
Kelurahan langensari dan sebelah utara berbatasan dengan Desa Munding. Desa
administratif terdiri 4 wilayah Dusun, 8 RW, dan 31 RT. Di bawah ini merupakan
tabel 4.2 yang menyajikan pembagian wilayah Desa Gebugan berdasarkan data
Jumlah
No Dusun/Dukuh
RW RT
1 Krajan 2 12
2 Tegal Melik 2 7
3 Bengkle 2 6
4 Lempuyangan 2 6
Jml 6 8 31
(Sumber: Statistik Daerah Desa Gebugan 2020)
dusun/dukuh yaitu Krajan, Tegal Melik, Bengkle dan Lempuyangan. Desa Gebugan
Desa Gebugan, tepatnya di kediaman Bapak Juwarto seperti terlihat pada foto 4.1.
Bergas, Kabupaten Semarang. Peneliti melewati jalanan yang curam, berbatu dan
berliku untuk dapat sampai lokasi penelitian yaitu Dusun Bengkle dari UNNES
Ungaran sehingga memiliki tingkat kecuraman yang cukup ekstrim selain itu
ditambah juga dengan kelokan dan struktur jalanan yang berbatu karena sebagian
besar jalanan disana belum diperbaiki (belum diaspal) membuat perjalanan semakin
beresiko apalagi jika ditamabah dengan hujan yang akan membuat batuan jalan
menjadi semakin licin dan berbahaya untuk dilewati. Jika dilihat dari jarak perjalanan
dan beberapa faktor penghambat yang sudah dijelaskan di atas membuat peneliti
motor.
Jumlah penduduk Desa Gebugan pada tahun 2019 sebanyak 5.929 jiwa yang
terbagi menjadi 2.948 laki-laki dan 2.981 perempuan (Sumber: Statistik Daerah Desa
jenis kelamin dan umurnya akan tersaji dalam bentuk tabel 4.3 di bawah ini:
106
Tabel 4.3. Jumlah Pendudukan Desa Gebugan Berdasarkan Kelompok Jenis Kelamin
dan Umur
Penduduk
Kelompok Umur Jumlah
Laki-laki Perempuan
00-04 222 215 437
05-09 270 219 489
10-14 234 254 488
15-19 242 207 449
20-24 218 236 454
25-29 213 220 433
30-34 204 233 437
35-39 259 238 497
40-44 237 242 479
45-49 197 227 424
50-54 183 195 378
55-59 152 164 316
60-64 137 112 249
65-69 83 92 175
70-74 28 49 77
75+ 69 78 147
Jumlah :
Tahun 2020 2.948 2.981 5.929
(Sumber: Statistik Daerah Desa Gebugan 2020)
Berdasarkan tabel 4.3 di atas dan wawancara yang telah peneliti lakukan
kepada beberapa anggota Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle Dusun
Bengkle terdapat kurang lebih 35 orang anggota yang terlibat dan mengambil peran
dalam pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle Dusun Bengkle.
diantaranya terdiri dari 1 orang sindhen, 3 orang pemecut, 4 orang pawang, 8 orang
pemusik dan 16 orang penari. Rentan usia pelaku pementasan Kesenian Kuda
Lumping Turonggo Jati Bengkle ini sangatlah beragam, bahkan salah satu penari
107
kuda lumping Turonggo Jati masih ada yang berumur 6 tahun, sedangkan sisanya
lepas, karyawan swasta dan wiraswasta. Di bawah ini terdapat tabel 4.4 yang
menyajikan data tentang mata pencaharian penduduk di Desa Gebugan secara lebih
rinci.
Pada tabel 4.4. dapat dilihat jika penduduk Desa Gebugan yang bekerja
sebagai buruh harian lepas sejumlah 1461 jiwa dan karyawan swasta sebanyak 1150
jiwa, sebab hal tersebut penduduk yang memiliki mata pencaharian buruh dan
karyawan swasta mempunyai waktu lebih banyak untuk ikut serta dalam kegiatan
berkesenian. Sebagian besar anggota grup Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati
Bengkle pun berasal dari kalangan buruh harian, karyawan swasta dan beberapa
pelajar. Dengan adanya grup Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle di
Selain itu, dengan ikut menjadi anggota Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati
pengamatan peneliti, di Desa Gebugan terdapat 4 masjid dan 24 mushola. Salah satu
tradisi yang masih sering diselenggarakan di Desa Gebugan salah satunya adalah
tahlilan. Tahlilan merupakan kegaitan berdoa bersama atau ngaji yang dilakukan di
kediaman orang yang telah meninggal selama 7 hari berturut-turut tepat setelah
kematian salah satu penghuni rumah tersebut supaya arwah almarhum bisa
109
beristirahat dengan tenang. Tradisi lain yang masih sering dilakukan oleh masyarakat
di Desa Gebugan adalah Mauludan. Mauludan merupakan peringatan hari lahir Nabi
Muhammad SAW yang perayaannya jatuh tiap tanggal 12 Rabiul Awal pada
masyarakat Islam jauh setelah Nabi Muhammad SAW wafat. Selain agama Islam, di
Desa Gebugan juga terdapat beberapa warga yang menganut agama Kristen,
Katholik, Hindu dan Kepercayaan. Meskipun terdapat berbagai macam agama namun
semua warga di Desa Gebugan tetap menjunjung tinggi toleransi satu sama lain.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel 4.5 di bawah ini.
Berdasarkan tabel di atas dapat kita ketahui bahwa pemeluk agama Islam di
Desa Gebugan sebanyak 5.846 jiwa. Disusul pada urutan kedua oleh pemeluk agama
Gebugan namun semua masyarakat masih sangat mendukung adanya Kesenian Kuda
Lumping Turonggo Jati Bengkle. Salah satu wujud kongkret rasa hormat pihak
Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle terhadap agama Islam, setiap
pertunjukan sedang berlangsung dan terdengar adzan berkumandang maka pada saat
110
itu pula pertunjukan akan berhenti sejenak hingga adzan selesai. Selain itu, warga di
memahami hal tersebut dilakukan hanya sebagai simbolik tradisi Kesenian Kuda
Lumping Turonggo Jati Bengkle yang telah ada sejak dahulu kala.
Wajib Belajar 12 Tahun, namun realisasinya pada tahun 2020 masih terdapat 1.775
penduduk yang menyandang status tidak/belum sekolah dan sejumlah 227 jiwa
Desa Gebugan lainnya dapat dilihat pada tabel 4.6 di bawah ini.
No Pendidikan Jumlah
1 Tidak/Belum Sekolah 1.775
2 Tidak/Belum Tamat SD/Sederajat 227
3 Tamat SD/Sederajat 1.725
4 Tamat SMP/Sederajat 1.153
5 Tamat SMA/Sederajat 911
6 Tamat Diploma I/II 8
7 Tamat Diploma III 43
8 Tamat Diploma IV/Strata I 86
9 Tamat Strata II 1
(Sumber: Statistik Daerah Desa Gebugan)
Sesuai dengan yang terlihat pada tabel 4.6 di atas menunjukan bahwa masih
ada masyarakat di Desa Gebugan yang tidak tamat SD/sederajat bahkan belum
111
sempat mengenyam bangku pendidikan sama sekali. Namun menurut data yang
majudalam segala bidang termasuk juga dalam bidang kesenian. Hal tersebut sangat
relevan dengan realitas yang peneliti temukan dalam melihat perkembangan bentuk
pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Dusun Bengkle yang selalu
mengikuti perkembangan zaman baik dari segi inovasi gerak, iringan serta busananya
yaitu di Dusun Krajan, Dusun Tegal Melik, Dusun Bengkle dan Dusun
kesenian kuda lumping atau reog dengan nama yang berbeda-beda. Seperti misalnya
di Dusun Krajan terdapat Kesenian Kuda Lumping Turonggo Welit Kridho Mudho,
di Dusun Tegal Melik terdapat Kesenian Kuda Lumping Gagak Rimang, di Dusun
di Dusun Bengkle terdapat Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle . Selain
Angklung Aremba, dan kelompok Kesenian Musik Dangdut New Kejora (Sumber:
Bengkle pada tahun 1984. Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle
Turonggo Jati Bengkle dijelaskan oleh Bapak Judi dalam wawancara pada tanggal 23
“Awal mula pendirian Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle
ini bermula dari pengalaman Almarhum Bapak Subadi yang menonton suatu
pertunjukan kesenian kuda lumping di daerah Sorogenen (Yogyakarta). Sejak saat
itulah Almarhum Bapak Subadi mulai membulatkan tekad untuk mendirikan sebuah
Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati di Dusun Bengkle. Diawal proses
pendirian, Almarhum Bapak Subadi mengajak ketiga temannya yaitu Almarhum
Bapak Meri, Almarhum Bapak Jan, dan Almarhum Bapak Budi. Lambat laun
Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle semakin terkenal
sehingga semakin banyak warga sekitar yang ikut bergabung”.
Berdasarkan wawancara dengan Bapak Judi pada tanggal 23 Februari 2020
diperoleh keterangan bahwa Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle mulai
ada di Dusun Bengkle Desa Gebugan Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang sejak
tahun 1984 dan diprakarsai oleh Almarhum Bapak Subadi yang terinspirasi dari
tonton sebelumnya. Pengalaman itulah yang menjadi cikal bakal lahirnya Paguyuban
Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle ini. Pada proses pengembangannya
Almarhum Bapak Subadi dibantu oleh ketiga rekannya yaitu Almarhum Bapak Meri,
113
Almarhum Bapak Jan dan Almarhum Bapak Budi beserta masyarakat sekitar yang
Jati di Dusun Bengkle hanya mempunyai sedikit anggota serta peralatan musik yang
sangat minim seperti yang dikemukakan oleh Bapak Judi pada sesi wawancara pada
Bengkle dan menjadi ketua sejak tahun 2015 hingga sekarang. Bapak Judi adalah
Bengkle Desa Gebugan, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang. Bapak Judi sudah
mulai bergabung dengan Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle
ini sejak beliau masih berusia remaja, hal ini selaras dengan pernyataannya pada sesei
setiap minggunya dan latihan tersebut selalu diawasi oleh Almarhum Bapak Subadi
114
langsung. Pernyataan ini sejalan dengan hasil wawancara penulis dengan Bapak Judi
Judi telah bergabung di paguyuban sejak berusia remaja. Kemudian beliau menjabat
menjadi ketua paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle sejak
tahun 2015. Awal mula proses latihan para pelaku Kesenian Kuda Lumping
bapak Judi menjadi ketua maka sejak saat itulah rumah Bapak Judi dijadikan
basecamp sekaligus tempat penyimpanan alat-alat musik gamelan serta tempat latihan
pentasnya hanya di pelataran rumah warga dengan segala keterbatasan alat musik dan
properti tanpa menggunakan kostum serta tanpa adanya bayaran atau undangan acara.
Pertunjukan tersebut dilakukan hanya untuk tujuan hiburan masyrakat saja sekaligus
Jati Bengkle kepada masyarakat. Informasi selaras dengan pernyataan dari Bapak
rumah warga dan digelar hanya untuk hiburan warga semata tanpa mendapatkan
bayaran karena pentas dilakukan secara sukarela dilakukan oleh pihak paguyban
tanpa adanya undangan atau permintaan dari warga. Selain sebagai hiburan warga
sekitar. Pentas pun digelar dengan memanfaatkan ruang, properti, alat musik
seadanya, tanpa menggunakan kostum serta tanpa adanya bayaran atau undangan dari
pihak manapun. Lambat laun setelah semakin dikenalnya pertunjukan Kesenian Kuda
Lumping Turonggo Jati Bengkle akhirnya semakin banyak juga warga yang
Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle baik dari segi pundi-
pada beberapa acara, hal tersebut dijelaskan oleh Bapak Judi pada wawancara tanggal
2020 tersebut, dapat diketahui bahwa Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo
Jati Bengkle pernah pernah tampil dibeberapa acara seperti kegiatan penggalangan
dana santunan yatim piatu kelompok Ja’ah Entertaimen dan Dewan Kesenian
Kabupaten Semarang, tanggal 1 Mei 2019. Lalu, Gelar Budaya Segara Gunung VI
Keraton Amarta Bumi tanggal 9 Desember 2018. Kemudian, Acara Launching KTA
Satkom Bergas Ceria tanggal 24 Februari 2019. Terus, Acara Charity Tumbas
Reog Peringatan dan Syukuran Desa Muncar, Ngancar, Bawen. Acara HUT RI ke 74
di Lapangan Desa Gebugan tanggal 23 Agustus 2020, dan beberapa acara hajatan
Bengkle ini pada dasarnya hampir serupa dengan pertunjukan kuda lumping lainnya.
Namun semua grup kesenian kuda lumping pasti memiliki ciri khas tersendiri yang
membuatnya berbeda dengan grup lainnya. Seperti pendapat yang dilontarkan oleh
khas yang dimiliki oleh Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle. Dari
instrument pertunjukan dan sambutan dari Bapak Judi sebagai Ketua Paguyuban. 2.
Inti pertunjukan: Tari Rewo-Rewo, Tari Klasik, Tari Satrio, Tari Klasik Pedangan. 3.
Akhir pertunjukan: pengumpulan semua properti kuda kepang di dekat sajen lalu
dengan ucapan terima kasih dan kata-kata penutup dari Ketua Paguyuban (Bapak
Judi). Unsur pendukung pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle
adalah tema, gerak yang terdiri dari ragam gerak, unsur gerak, ruang, waktu dan
merias wajah dan proses berbusana, iringan/musik termasuk notasi iringan tari dan
instrument musik, tata pentas, tata pencahayaan/tata lampu, tata suara, properti,
pukul 20:00 WIB, pada awal pertunjukannya dibuka dengan musik iringan dari
gamelan tersebut akan diisi dengan sambutan dari ketua dan sesepuh paguyuban
Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle yang tidak lain adalah Bapak Judi
Pada foto 4.2 Bapak Judi dan Bapak Ngasrin tengah memberikan sambutan
dengan diiringi musik gamelan pada 12 Oktober 2020 yang bertempat di lapangan
desa Gebugan. Setelah sambutan selesai musik intro masih dilanjutkan sebagai
pengiring masuknya penari berjajar tepat di depan pemusik dari arah sisi kiri
panggung untuk bersiap menari sudah dalam keadaan berkostum lengkap, wajah
sudah dirias dan membawa properti kuda kepang namun properti terlebih dahulu
diletakkan di tanah. Semua pemain gamelan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati
Berdasarkan foto 4.3 di atas dapat terlihat jika penari dan sudah berada dalam
posisi bersiap-siap untuk tampil untuk segera memulai pertunjukan. Kesenian Kuda
Lumping Turonggo Jati Bengkle terdiri dari 4 babak, diantaranya: 1. tari rewo-rewo,
2. tari klasik, 3. tari satrio dan 4. tari klasik pedangan. Pada masing-masing babak
terdiri dari beberapa ragam gerak dan pada tiap pergantian tarian/babak selalu
memakai transisi berupa jalan melenggang dan sabetan. Namun tiap melakukan
pergantian tarian/babak biasanya pada babak 3 dan 4 seringkali terjadi jeda waktu
yang cukup lama daripada babak sebelumnya karena proses pergantian kostum dan
rias yang memakan waktu tidak sebentar ditambah dengan waktu istirahat penari
untuk babak selanjutnya sehingga seringkali disaat jeda tersebut diisi dengan hiburan
Musik iringan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle pun sudah
mulai ditabuh, begitu juga dengan keenam penari rewo-rewo yang telah memasuki
121
area panggung dan membentuk formasi sejajar dua baris seperti yang terlihat pada
Foto 4.4. Penari Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle membentuk formasi
sejajar dua baris.
(Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)
Foto 4.4 menunjukan bahwa para penari Penari Kesenian Kuda Lumping
Turonggo Jati Bengkle yang sedang memasuki area panggung sambil melakukan
gerak mlaku baris sekaligus membentuk formasi sejajar dua baris. Gerakan mlaku
baris akan selalu dilakukan setiap awal pertunjukan, transisi babak dan di akhir
pertunjukan. Gerak mlaku baris dilakukan secara berurutan dari arah luar panggung
membentuk sebuah formasi awal (sejajar 2 baris) namun dengan posisi jongkok
terlebih dahulu sebelum nantinya berdiri kembali untuk melakukan gerak tarian yang
terbagi menjadi empat babak, diantaranya adalah Babak Tari Rewo-Rewo, Babak Tari
122
Klasik, Babak Tari Satrio, dan Babak Tari Klasik Pedangan. Berikut ini adalah
bagian inti dari pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle yang
tersaji dalam foto 4.5, foto 4.6, foto 4.7, foto 4.8, dan foto 4.9.
Foto 4.5. Babak 1 Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle: Tari Rewo-Rewo
(Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)
Berdasarkan foto 4.5. tampak penari Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati
Bengkle sedang menampilkan babak pertama, yaitu Tari Rewo-Rewo. Gerakan pada
babak ini terdiri dari 37 gerakkan yang di dalamnya terdiri dari beberapa ragam gerak
seperti ragam gerak besut dan orag jaran, sehingga jika dikelompokan ke dalam jenis
tanpa pengulangan gerak terdapat 21 jenis ragam gerak yang berbeda diantaranya:
Jengkeng Ngadep Ngarep, Laku Telu, Besut, Ombak Banyu, Trap Jamang, Trap
Jamang Ngracik, Nyisir, Ngilo Asto, Ngilo Asto Ngracik, Pentangan, Dolanan
Mager, Kesurupan.
sejumlah variasi gerak pada beberapa jenis ragam geraknya yang sebenarnya hampir
sama namun diberi variasi yang agak berbeda, diubah arah hadapnya, serta permainan
level pada beberapa gerakan agar Tari Rewo-Rewo ini lebih terlihat beragam dan
estetis.
Babak kedua setelah Tari Rewo-Rewo adalah Tari Klasikan. Penari pada Tari
Rewo-Rewo dan Tari Klasikan adalah orang yang sama namun ditambah dengan 2
orang penari lainnya. Karena pada akhir sesi Tari Rewo-Rewo terjadi sesi kesurupan
sehingga seringkali jeda waktu sekitar 10-15 menit antara Tari Rewo-Rewo dengan
Tari Klasikan yang diisi dengan atraksi pecutan atau musik dangdut supaya penari
pergantian rias wajah dan kostum untuk persiapan tarian selanjutnya yaitu Tari
Foto 4.6. Babak 2 Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle Bengkle: Tari
Klasikan
(Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)
Berdasar pada foto 4.7 di atas, babak kedua dari pertunjukan Kesenian Kuda
Lumping Turonggo Jati Bengkle selanjutnya adalah Tari Klasikan. Gerakan pada
tarian kedua ini terdiri dari 19 ragam gerak yang di dalamnya terdapat beberapa
penghubung atau transisi seperti ragam gerak Orag Jaran dan Glebagan Jaran,
sehingga jika disusun menurut jenis ragam gerak tanpa memasukan adanya
pengulangan ragam gerak terdapat 14 jenis ragam gerak utama dalam Tari Klasikan,
Adu Ngarep, Orag Jaran, Tranjalan, Gajulan Maju, Dolanan Jaran Madep Ngarep,
Derab Jaran (di tempat), Glebagan Jaran, Gajulan Mundur, Derab Maju, Derab
Pada babak Tari Klasikan ini, memiliki lebih sedikit variasi jenis ragam gerak
jika dibandingkan dengan tarian sebelumnya yaitu Tari Rewo-Rewo sehingga banyak
dilakukan perpindahan gerak, permainan level, tempo pada beberapa gerak dan
variasi pola lantai untuk meminimalisir kesan monoton pada tarian ini karena
memang pada dasarnya Tari Klasikan merupakan tari yang paling dahulu ada sejak
awal penciptaan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle dan dari segi gerak
pihak penari Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle masih
mempertahankan nilai originalitas dan keaslian gerak Tari Klasikan itu sendiri..
125
menggunakan Tari Klasikan ini sebagai tarian tunggal yang ditampilkan sendiri tanpa
seringkali Tari Klasikan ini menjadi satu dengan Tari Klasik Pedangan jika pihak
Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle sendiri yang ingin menampilkan
Tari Klasikan menjadi satu sesi dengan Tari Klasik Pedangan. Sehingga tarian ini
bersifat sangat dinamis dan fleksibel bisa berubah secara format, meskipun gerakan
dasarnya tetaplah sama karena hanya menggabungkan dua tarian dengan penambahan
Babak ketiga diisi oleh Tari Satrionan, setelah Tari Klasikan selesai tampil,
para penari Tari Klasikan keluar meninggalkan area panggung dan bergantian dengan
masing-masing sebelum nantinya menari seperti yang terlihat pada foto 4.7.
Foto 4.7. Babak 3 Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle Bengkle: Tari
Satrionan
(Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)
126
Pada foto 4.7 tampak babak ketiga pada pertunjukan Kesenian Kuda Lumping
Turonggo Jati Bengkle selanjutnya adalah Tari Satrionan. Gerakan pada tarian ketiga
ini terdiri dari 89 ragam gerak yang di dalamnya terdapat beberapa ragam gerak yang
gerak Sabetan dan beberpa gerak utama lainnya yang juga mengalami pengulangan
beberapa kali sehingga jika disusun berdasarkan jenis ragam gerak pokok terdapat 45
ragam gerak dalam Tari Satrionan diantaranya Jalan masuk panggung, Trecetan,
Telu, Besud, Jengkeng, Srisig Manggolo, Capengan, Srisig, Tanjak Kiri, Tanjak
Kanan, Trecet Kiri, Trecet Kanan, Silangan Kambeng Muter, Silangan Kambeng
Lambung Ngracik, Ulap-Ulap Tawing, Ulap-Ulap Tawing Ngracik, Usap Boro, Usap
Jaran, Oglangan Jaran, Orag Jaran, Laku Ngiwo Nengen, Ngglebak Ngarep,
Perangan, Obah Bahu, Loncatan Kanan Kiri, Loncatan Kanan Kiri Ngracik, Jalan
Keluar Panggung.
Pada babak Tari Satrionan ini, mempunyai paling banyak variasi jenis ragam
gerak jika dibandingkan dengan tarian lainnya yaitu Tari Rewo-Rewo, Tari Klasikan
dan Tari Klasikan Pedangan. Meskipun memiliki banyak jenis variasi ragam gerak
namun tetap dilakukan banyak variasi perpindahan gerak, permainan level, tempo
127
pada beberapa gerak dan variasi pola lantai untuk menambah nilai keindahan dalam
tarian.
Pada Tari Satrionan ini tidak terdapat adegan kesurupan maupun atraksi yang
dilakukan seperti pada tarian sebelumnya karena pada dasarnya Tari Satrionan
memang menitikberatkan pada keindahan gerak tari yang menceritakan tentang sosok
prajurit berkuda yang di dalamnya terkandung beberapa gerak kreasi baru yang
sewaktu-waktu bisa diubah sesuai dengan keadaan. Tidak seperti Tari Klasikan yang
telah menggunakan pakem gerak warisan turun temurun dari jaman dahulu dan masih
dipertahankan keasliannya. Tari Satrionan ini di tarikan oleh penari yang berbeda
dengan penari pada tarian sebelumnya dan pada beberapa kesempatan juga disisipi
oleh seorang penari cilik yang juga ikut membawakan Tari Satrionan sehingga.
Pada babak ke empat atau babak terakhir ditutup dengan Tari Klasik
Pedangan, setelah penari Tari Satrionan meninggalkan area panggung maka penari
Foto 4.8. Babak 4 Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle Bengkle: Tari
Klasik Pedangan. (Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)
Berdasar pada foto 4.8 di atas, babak keempat dari pertunjukan Kesenian
Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle sebagai penutup pertunjukan adalah Tari
Klasik Pedangan. Gerakan pada Tari Klasik Pedangan hanya terdiri dari 8 ragam
gerak yang semuanya berberda dan tidak memiliki ragam gerak peralihan/transisi
karena pada dasarnya semua ragam gerakan pada Tari Klasik Pedangan merupakan
satu kesatuan sehingga tidak memerlukan gerak penghubung. Ragam gerak Tari
Klasik Pedangan diantaranya adalah Jalan Masuk Panggung, Njipuk Keris, Glebagan
Jaran, Gajulan Mundur, Gajulan Maju, Pedangan, Tranjalan, dan Nguncup hingga
lainnya Tari Klasik Pedangan merupakan tarian yang memiliki paling sedikit jenis
dan urutan ragam gerak. Selain karena memang faktor stamina penari yang sudah
mulai menurun karena merupakan tarian paling akhir, di dalam ragam gerak tersebut
pun memiliki durasi yang cukup lama, misalnya pada ragam gerak inti yaitu ragam
Pedangan dilakukan selama 5x8 hitungan sehingga dalam satu ragam gerak saja
sudah memakan banyak waktu. Bahkan dalam beberapa kesempatan tampil, Tari
Klasik Pedangan ini dijadikan satu dengan Tari Klasik karena memiliki ragam gerak
ditandai dengan kesurupan yang terjadi pada Tari Klasik Pedangan kemudian
dan setelah semua penari telah sadar dari kesurupannya pertunjukan diakhiri dengan
dikumpulkannya properti jaranan yang dikenakan oleh penari lalu ditaruhlah sajen di
atas tumpukan properti jaranan tersebut untuk kemudian ketua paguyuban, penari dan
kru berkumpul di dekatnya guna berdoa bersama dan memberi penghormatan terakhir
Foto 4.9. Bagian Akhir Pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle
(Sumber: Dokumentasi Octa, 22 Desember 2019)
Pada foto 4.9. dapat dilihat bahwa penari, ketua paguyuban, kru, dan beberapa
penonton berkumpul mengitari properti jaranan yang telah ditumpuk menjadi satu
lalu di tindih dengan sajen di atasnya sebagai ritual penutup untuk pertunjukan
kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle. Kemudian para kru, penari berdoa
130
bersama dipimpin oleh Bapak Judi selaku pawang dan Ketua Paguyuban sebagai
pertanda pertunjukan kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle telah selesai.
keprajuritan yang dapat tercermin dari keseluruhan ragam gerak yang ada di dalam
seluruh sajian tarinya. Sebagian besar gerak yang terdapat pada masing-masing tarian
ragam gerak yang ritmis, dinamis dan agresif/lincah melaui gerak properti jaranan,
imitasi gerak sesosok prajurit berkuda yang sedang akan atau sedang berperang. Hal
semangat dan meriah. Selain ditampilkan dari segi gerak, tema keprajuritan tersebut
juga terdapat pada makna lagu yang menjadi pengiring tarian seperti iringan lancaran
gambuh, sorak boto rubuh dan iringan bowo (suluk budhalan) yang inti syairnya
menceritakan mengenai sosok prajurit perang yang akan berangkat ke medan tempur.
“Ya, yang pertama. Kalau lagu gugur gunung itu intinya menceritakan tentang arti
kerja sama, gotong royong untuk membangun desa. Lirik-lirik dalam tembang Gugur
Gunung ini mengajarkan tentang kebersamaan, kekeluargaan dan ikhlas dalam
berbhakti dengan gotong royong. Dengan Gugur Gunung, ibaratnya pekerjaan sebesar
gunung akan dapat dikerjakan dan selesai jika dijiwai dengan semangat yang
terkandung dalam makna tembang tersebut. Lalu yang kedua lagu Kabupaten
Semarang atau Semarang Serasi itu tema dan inti cerita pada lagunya adalah ajakan
131
atau himbauan untuk semua warga semarang terutama generasi muda dalam bekerja
sama untuk membangun Kabupaten Semarang SERASI (sehat, rapih, aman, sejahtera,
dan indah). Kemudian untuk lagu Simpang Lima Ria itu ya intinya adalah
menggambarkan kondisi lapangan simpang lima yang ada di Simpang Lima, yang
terkenal menjadi kawasan yang menjadi pusat persimpangan 5 titik penting di pusat
Kota Semarang. Lagu Sorak Boto Rubuh itu intinya memiliki makna tentang sorak
sorai untuk menyambut keberangkatan prajurit dalam perjalanan menuju medan
perang kurang lebih sama dengan tema pada lagu di lancaran gambuh dan lagu bowo
suwuk budhalan. Selanjutnya lagu ngimpi juga menceritakan tentang perjalanan
seseorang dalam sebuah petualangan/pengelanaan mengelilingi dunia yang ternyata
hanya sebatas mimpi/angan-angan saja. Terakhir adalah lagu Empat Pilar itu
memiliki tema tentang kebangsaan yang menceritakan tentang empat pilar
kebangsaan Indonesia yaitu pancasila, UUD 45, Negara Kesatuan Republik
Indonesia, dan Semboyan Indonesia yaitu Bhinneka Tunggal Ika”.
Oktober di atas, dapat diketahui bahwa dari 8 jenis musik iringan yang digunakan
terdapat 3 lagu yang memiliki tema keprajuritan. Selain ketiga lagu tersebut memiliki
beberapa macam tema yakni tema persatuan/gotong royong pada lagu “Gugur
Semarang Serasi”, tema deskriptif tentang Simpang Lima Semarang pada lagu
“Simpang Lima Ria”, tema perjalanan pengembaraan sesorang yang ternyata hanya
sebatas mimpi dalam lagu “Ngimpi”, terakhir tema kebangsaan tentang empat pilar
kebangsaan negara Indonesia pada lagu “Empat Pilar”. Selain dilihat dari segi syair
lagu dan gerak tarian, tema keprajuritan dari Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati
Bengkle juga tercermin dari segi rias, kostum dan properti tariannya yang sangat
yang sederhana sebab Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle memang lahir
dan berkembang dari kalangan masyarakat desa Bengkle yang tercipta secara spontan
lumping lain. Berdasar pada observasi peneliti, gerak-gerak yang terdapat pada
Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle merupakan hasil penyesuaian dari
beberapa unsur gerak tari Surakrta, seperti: ulap-ulap, trap jamang, dan ngilo asta,
namun dilakukan dengan gaya gerak tari kerakyatan pada umumnya yang lebih
sederhana.
Lumping Turonggo Jati Bengkle selanjutnya akan dijelaskan dari pernyataan Bapak
“Sebenarnya kalau mengenai ilmu teori seni tari seperti nama ragam-ragam
gerak sepeti itu sendiri kami kurang mengerti mbak, karena pada dasarnya diantara
semua anggota tidak ada yang mempunyai latar belakang pendidikan seni tari. Jadi
biasanya kami memberikan nama pada beberapa gerak tarian dengan istilah yang
kami spontan buat saja kemudian langsung mencontohkan geraknya dengan cara
mempraktekan geraknnya di depan anggota lain kemudian langsung ditiru”.
Oktober di atas dapat diketahui dalam hal pemberian nama gerakan pada Kesenian
Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle berasal dari spontanitas julukan atau istilah
dari penari atau penata tari saja. Bahkan terdapat beberapa ragam gerak yang tidak
133
memilki nama dari pihak Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle sehingga
terdapat beberapa nama ragam gerak yang dibuat oleh peneliti untuk mempermudah
proses pendeskripsian gerak. Pada saat proses pembuatan beberapa nama ragam gerak
dari peneliti dibuat dengan cara mengadaptasi beberapa unsur gerak tari yang ada
pada tari Jawa, khususnya yang berasal dari gerak tari Surakarta. Hal ini dilakukan
peneliti karena kemiripan gerak yang ada pada Kesenian Kuda Lumping Turonggo
Jati Bengkle memang terlihat mirip dengan gerak tari Surakarta tersebut. Sedangkan
untuk penamaan babak pada masing-masing tarian memang sudah ada sejak
jenis gerak murni, sebab masing-masing gerak memang tidak mengandung makna
tertentu dan hanya bertujuan untuk menciptakan nilai estetik saja. Sejak awal
penciptaan ragam gerak pada Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle
terdapat beberapa perubahan/kreasi gerak terutama pada Tari Rewo-Rewo dan gerak
Tari Sartionannya. Sedangkan pada gerak Tari Klasikan dan Tari Klasik Pedangan
menggunakan gerak yang sama. Maka dari itu, gerak pada Tari Klasikan dan Tari
Klasik Pedangan terkesan lebih sederhana jika dibandingkan dengan gerak Tari
Satrionan dan Tari Rewo-Rewo. Namun justru hal inilah yang menjadikan
klasik tetapi juga inovatif dalam satu kesatuan. Untuk memperjelas ragam gerak dan
urutannya di bawah ini peneliti telah sajikan deskripsi ragam gerak Kesenian Kuda
Tabel 4.7 Deskripsi Ragam Gerak Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle
menggetarkan
properti jaranan,
posisi badan agak
membungkuk,
pandangan tajam
melihat ke depan
layaknya orang
yang sedang
mengambil
ancang-ancang
untuk menyerang
lawan yang ada di
depannya.
33 Tunggang 2x8 Kaki kanan satu
an jaran langkah di depan
(ditempat) kaki kiri, lalu
badan di encot-
encot atau agak
memantul ke atas
ke bawah sambil
tetap mengenakan Foto 4.37 Pose Tunggangan
properti jaran (Dokumentasi, Octaviani
jaranannya dan 24 Febuari 2020
agak di kibaskan
ke kanan dan kiri.
34 Glebagan 1x8 Badan agak
jaran membungkuk,
kaki pasang pose
kuda-kuda,
pandangan lurus
ke depan sambil
mengayunkan/me
ngibaskan Foto 4.38 Pose Glebagan jaran
properti jaranan (Dokumentasi, Octaviani 24
ke kanan dan kiri
Febuari 2020
secara perlahan.
147
berupaya
memakan bunga
mawar dan yang
satu berupaya
memakan arang,
kedua penari
kemudian
disembuhkan
oleh pawing
masing masing
dan setelah kedua
penari sadar Foto 4.44 Penari kesurupan
babak pertama memakan arang (Dokumentasi,
Tari Rewo Rewo Octaviani 23 Febuari 2020)
selesai
40 Atraksi 10-15 Setelah semua
Pecutan menit penari tari Rewo-
Rewo baik yang
kesurupan
maupun yang
tidak kesurupan
telah keluar dari
area pementasan
maka selanjutnya
akan diisi atraksi Foto 4.45 Atraksi Pecutan
pecutan yang (Dokumentasi, Octaviani 23
dilakukan oleh 3 Febuari 2020)
orang anggota
paguyuban
Kesenian Kuda
Lumping
Turonggo Jati
Bengkle untuk
mengisi jeda
waktu sebelum
tari Klasikan
dimulai.
150
arah penonton,
satu barisan
lainnya
menghadap ke
arah panggung
pemusik
sekarang
melakukan
gerak hadap kiri
sambil
menggetarkan
properti
jaranannya
sehingga
sekarang sudah
saling
berhadapan lagi
seperti semula.
9 Dolanan 4x8 Selanjutnya
jaran adu setelah ragam
ngarep orag jaran
sekarang sudah
saling
berhadapan
kembali
mengayunkan/m
enggoyangkan
properti jaranan
ke kanan dan
kekiri dengan Foto 4.54 Pose Dolanan jaran
tempo sedang. adu ngarep (Dokumentasi,
Pada ragam ini Octaviani 23 Febuari 2020
posisi kaki kiri
selangkah di
depan kaki
kanan dan agak
dihentakkan
secara halus,
badan tegak dan
kepala di
gelengkan ke
kanan dan ke
157
berganti arah ke
depan kemudian
gebrak
3 Onclangan 2x8 Onclang
(lompatan)
dilakukan ke
depan dan
kesamping kiri,
tangan masih
membawa jaran
kepala
mengikuti kaki Foto 4.68 Pose Ragam Onclangan
(Dokumentasi, Octa 10 Oktober
2020)
4 Tranjalan 1-4 Napak kanan
kiri ke samping
kanan dilakukan
dua kali
5-6 Mundur kaki
kiri, junjung
kaki kanan
Foto 4.69 Pose Ragam Tranjalan
(Dokumentasi, Octa 10 Oktober
2020)
5 Lumaksono 7-8 Jalan kedepan
tangan kanan
kambeng tangan
kiri membawa
jaran
1-8 Masih
lumaksono
hadap depan
Foto 4.70 Pose Ragam
Lumaksono (Dokumentasi, Octa
10 Oktober 2020)
6 Tebah 1-8 Kaki dan tangan
bumi dihentakan
secara bersama
sama tolehan ke
kanan
165
masih bergerk
dan berdiri
melakukan
gerak seleh kaki
kanan, toleh ke
kiri, tangan kiri
lurus tangan
kanan nekuk
3-4 Gedeg, kaki kiri
di angkat
5-8 Jomplang, seleh
kiri kaki kanan
nekuk lalu seleh,
tanjak kanan,
mentang tangan
kanan nekuk kiri
1-4 Berdiri
kemudian, usap
boro samir
39 Usap boro 1-8 Masih dengan
ngracik gerakan yang
sama namun
hitungan ngracik
40 Mentang 1-8 Tangan kiri
miwir miwir sampur
sampur tangan kanan
mentang sambil
jangkah kanan
kiri
41 Mentang 1-8 Masih dengan
miwir gerakan yang
sampur sama namun
ngracik hitungan ngracik Foto 4.99 Pose Ragam Gerak
Mentang miwir sampur
(Dokumentasi, Octa 10 Oktober
2020)
42 Gandrung 5x8 Gandrungan
an adalah gerakan
yang hanya
dilakukan oleh
penari manggala
yaitu serupa
dengan gerakan
ulap-ulap dan
seblak sampur,
enjer salah satu Foto 4.100 Pose Ragam Gerak
sampur, Gandrungan (Dokumentasi, Octa
lumaksono ke 10 Oktober 2020)
beberapa arah
untuk mengitari
penari lain
sebagai simbol
sedang
mengawasi dan
memberi arahan
kepada penari
lain yang
berperan sebagai
prajurit
177
bawahannya
sedangkan
penari selain
manggala hanya
melakukan sikap
sempok yaitu
kaki kiri di
tekuk ke depan
hingga telapak
kaki kiri
menyentuh paha
kanan,
kemudian kaki
kanan ditekuk
ke belakang
hingga
punggung kaki
kanan
menyentuh
lantai, tubuh
tetap pada posisi
tegap dan
pandangan
melihat ke arah
depan melihat
sang penari
manggala,
tangan fleksibel
bisa digunakan
sebagai
penyangga
badan dan
properti jaranan
di letakkan di
depan penari)
178
membuka ke
arah samping.
Telapak tangan
kiri menyentuh
paha atas kaki
kiri dengan
posisi siku di
angkat ke atas
(supaya posisi
badan tetap
tegak) sebagai
penyangga
badan bagian
atas serta tangan
di letakkan di
atas pangkal
paha kaki kanan.
Properti jaranan
di letakkan di
depan penari
dan pandangan
melihat ke arah
kiri. Sedangkan
untuk penari
lainnya masih
melakukan sikap
sompok.
1-4 Berdiri
kemudian
mengambil jaran
49 5-8 Jalan dobel step
1x8 mula-mula ke
arah depan lalu
balik kanan
untuk lanjut
jalan double step
ke arah belakang
sambil tangan
memainkan
properti jaranan
yang diangkat.
181
5-8 dilanjutkan
dengan gerakan
berlari kecil di
tempat (trecet)
sambil agak
berjinjit serta
tangan berada di
leher properti Foto 4.109 Pose Ragam Gerak
jaranan yang Junjungan (lari kecil di tempat)
telah diselipkan (Dokumentasi, Octa 10 Oktober
pada sela-sela 2020)
kaki (seperti
orang yang
sedang berkuda)
1-4 Angkat kaki
kanan, seleh,
lalu ngglebak
angkat kaki kiri,
seleh (arah
hadap dan gestur
tubuh
mengikuti/ sama
dengan kaki
yang sedang
diangkat) lalu
langsung
dilanjutkan
dengan ragam
gerak laku telu.
182
mengayunkan
(saat berpindah
arah hadap) lalu
mengangkat dan
menggetarkan
properti jaranan
sambil
melakukan
perpindahan
posisi penari
menuju pola
lantai
selanjutnya
61 Dolanan 2x8 Gerak kaki
jaran kanan dan kiri
naik turun kaki
dalam posisi di
buka lebar
secara
bergantian
sambil
mengayunkan
properti jaranan Foto 4.119 Pose Ragam Gerak
ke kanan dan ke Dolanan jaran (Dokumentasi,
kiri mengikuti Octa 10 Oktober 2020)
kaki yang
sedang diangkat
(jika kaki kanan
sedang diangkat
maka jaranan
juga di ayunkan
ke arah kanan
dan sebaliknya)
tolehan sama
dengan arah
ayunanan jaran.
lalu angkat kaki
kanan dan seleh.
62 Laku telu 2x8 Jangkah kanan,
srimpet kiri
mundur kanan
jangkah kiri, (1
rangkaian)
dilakukan 4 kali
yaitu ke
belakang dan
depan masing- Foto 4.120 Pose Ragam Gerak
masing 2 kali Laku telu (Dokumentasi, Octa
187
bergantian
menyesuaikan
dengan gerakan
kaki. Tangan
masih
memegang leher
properti jaranan
selama 1x8
hitungan, saat
memasuki
hitungan 5-8
paling terakhir
di ragam ini
dilakukan
junjungan kaki
kanan .
68 Nunggang 2x8 Kaki bergerak
jaran seperti sedang
berjalan di
tempat namun
dengan agak
berjingkrak dan
tempo agak
cepat dan arah
pandangan
melihat lurus ke
depan, posisi
badan masih Foto 4.126. Pose Ragam Gerak
tegap, properti Nunggang Jaran (Dokumentasi,
jaranan masih Octa 10 Oktober 2020)
melekat di sela-
sela kaki, kedua
tangan
memegang erat
leher properti
jaranan sambil
agak dihentak-
hentakkan kecil
layaknya gerak
seorang prajurit
yang sedang
berkuda.
190
Gerakan ini
dilakukan
sambil
melakukan
perpindahan
posisi penari
menuju pola
lantai
selanjutnya dan
di akhiri dengan
junjungan kaki
kanan lalu seleh.
69 Orag jaran 1x8 Orag jaran
merupakan
gerak
menggetarkan
properti jaranan
dengan level
rendah (setara
lutut kaki
penari) selama 8
hitungan Foto 4.127. Pose Ragam Gerak
sehingga badan Orag Jaran (Dokumentasi, Octa
penari dalam 10 Oktober 2020)
posisi agak
membungkuk,
kedua tangan
memegang leher
dan kepala
properti jaranan,
pandangan
melihat ke
depan dan diam
di tempat
dengan posisi
kaki kanan
selangkah lebih
maju di depan
kaki kiri.
191
bagian 1x8
ketiga kaki kiri
jujung lalu
seleh, tolehan
dan arah
pandangan
melihat ke
samping kiri
penari/bagian
belakang Foto 4.130 Pose Ragam Gerak
panggung. Nunggang Jaran (pada sikap
hitungan 5-8 bagian 1x8 yang
ketiga) (Dokumentasi, Octa 10
Oktober 2020)
berada di atas
dan dan ekor
jaranan setinggi
perut penari
73 1-4 Glebag balik
kanan sehingga
sekarang sudah
menghadap ke
depan kembali
lalu tanjak kaki
kanan, badan
tegap dan
berpose dengan
posisi properti
jaranan masih
berada di sela-
sela kaki, tangan
memegang leher
Ngglebak dan kepala
ngarep jaranan serta
pandangan
melihat lurus ke
depan, lalu diam
sejenak dan
dilanjutkan
dengan gerakan
obah bahu dan
sabetan. Foto 4.132 Pose Ragam Gerak
74 Sabetan 5-6 Badan hoyog ke
kanan tangan
kanan lurus
mentang tangan
kiri memegang
leher properti
jaranan,
pandangan
melihat ke arah
Foto 4.133 Pose Ragam Gerak
kanan, kaki
Sabetan pada hitungan 5-6
kanan napak,
(Dokumentasi, Octa 10 Oktober
kaki kiri
2020)
nggajul/bertump
u pada pangkal
195
tumit yang
menyentuh
lantai sedangkan
telapak kaki kiri
tidak menapak
pada lantai. Lalu
angkat kaki
kanan/jojor, ukel
seblak tangan
kanan ke atas.
7-8 Kaki kanan yang
tadi jojor
sekarang di
tekuk, badan
lurus, tangan
kanan nekuk
tangan kiri
masih
memegang leher
properti jaranan.
Foto 4.134 Pose Ragam Gerak
Pandangan
Sabetan pada hitungan 7-8
melihat ke arah
(Dokumentasi, Octa 10 Oktober
depan.
2020)
1-2 Seleh kaki
kanan, toleh ke
kiri, tangan kiri
lurus tangan
kanan nekuk
3-4 Gedeg, kaki kiri
di angkat
5-8 Jomplang, seleh
kiri kaki kanan
nekuk kemudian
seleh jadi tanjak
kanan, mentang Foto 4.135 Pose Ragam Gerak
tangan kanan Sabetan pada hitungan 3-4
nekuk kiri (Dokumentasi, Octa 10 Oktober
2020)
196
75 1-8 Awal
lumaksono yaitu
dengan kaki kiri
satu langkah
mundur ke
belakang sambil
tangan kanan
tekuk lurus lalu
angkat kaki
kanan lalu
langsung kaki
kanan maju satu
langkah ke
depan sambil
tangan kanan
Lumaksono
tekuk lagi lalu
jangkah kaki
kiri, jangkah
kaki kanan
sambil tangan
kanan lurus
tekuk lalu
kambeng tangan
kiri membawa Foto 4.136 Pose Ragam Gerak
jaran, badan Lumaksono (Dokumentasi, Octa
tegap dan 10 Oktober 2020)
pandangan
melihat lurus ke
depan.
76 Sabetan 5-6 Badan hoyog ke
kanan tangan
kanan lurus
mentang tangan
kiri memegang
leher properti
jaranan,
pandangan
melihat ke arah
Foto 4.137 Pose Ragam Gerak
kanan, kaki
Sabetan pada hitungan 5-6
kanan napak,
(Dokumentasi, Octa 10 Oktober
kaki kiri
2020)
nggajul/bertump
197
u pada pangkal
tumit yang
menyentuh
lantai sedangkan
telapak kaki kiri
tidak menapak
pada lantai. Lalu
angkat kaki
kanan/jojor, ukel
seblak tangan
kanan ke atas.
7-8 Kaki kanan yang
tadi jojor
sekarang di
tekuk, badan
lurus, tangan
kanan nekuk
tangan kiri
masih
memegang leher
properti jaranan.
Foto 4.138 Pose Ragam Gerak
Pandangan
Sabetan pada hitungan 7-8
melihat ke arah
(Dokumentasi, Octa 10 Oktober
depan.
2020)
1-2 Seleh kaki
kanan, toleh ke
kiri,tangan kiri
lurus tangan
kanan nekuk
3-4 Gedeg, kaki kiri
di angkat
5-8 Jomplang, seleh
kiri kaki kanan
nekuk kemudian
seleh jadi tanjak
kanan, mentang
tangan kanan
nekuk kiri
198
kanan nekuk
tangan kiri
masih
memegang leher
properti jaranan.
Pandangan
melihat ke arah
depan.
Seleh kaki
kanan, toleh ke
kiri,tangan kiri
1-4 Mundur 3
langkah diawali
dengan mundur
kaki kiri, lalu
mundur kaki
kanan, mundur
kaki kiri lagi,
kemudian
langsung
melompat
dengan kaki Foto 4.142 Pose mundur empat
kanan berada di langkah (Dokumentasi, Octa 10
depan kaki kiri, Oktober 2020)
ketika mundur
kaki kanan maka
tangan kanan
tekuk dan
tolehan melihat
ke arah
kiri/depan
200
panggung
sedangkan
ketika mundur
kaki kiri maka
tangan kanan
mentang dan
tolehan melihat
ke arah kanan
badan penari/sisi
belakang
panggung
sedangkan
tangan kiri
selalu
memegang leher
properti jaranan.
79 Nunggang 5-8 Kaki bergerak
jaran + seperti sedang
1-8 berjalan di
tempat namun
dengan
berjingkrak dan
tempo cepat,
kaki kanan
selalu berada
selangkah di Foto 4.143 Pose Ragam Gerak
depan kaki kiri Nunggang jaran (Dokumentasi,
dan arah Octa 10 Oktober 2020)
pandangan
melihat lurus ke
depan, posisi
badan masih
tegap, properti
jaranan masih
melekat di sela-
sela kaki, kedua
tangan
memegang erat
leher properti
jaranan sambil
dihentak-
hentakkan
201
layaknya gerak
seorang prajurit
yang sedang
berkuda sambil
melakukan
perpindahan
posisi penari
menuju pola
lantai
selanjutnya
80 Orag jaran 1-8 Pada 2 hitungan
awal diam
terlebih dahulu
lalu hintungan
selanjutnya
menghentakan
kedua kaki,
badan serta
menggetarkan
properti jaranan
secara cepat,
pandangan Foto 4.144 Pose Ragam Gerak
melihat ke arah Orag jaran (Dokumentasi, Octa
depan/dalam 10 Oktober 2020)
barisan sehingga
sekarang semua
penari saling
berhadapan.
81 Onclangan 1-4 Onclang
(hadap (lompat) dengan
samping) kaki kanan dan
kiri masing-
masing
dilakukan 2 kali,
pandangan lurus
melihat ke
depan (masih
pada posisi
saling Foto 4.145 Pose Ragam Gerak
berhadapan Onclangan (Dokumentasi, Octa
antar penari) dan 10 Oktober 2020)
badan masih
202
tegap, tangan
tarik properti
jaranan.
5-8 Barisan sisi kiri
balik kanan
sehingga
sekarang sudah
menghadap ke
arah depan
panggung
sedangkan
barisan sisi
kanan balik ke
arah sebaliknya
sehingga
sekarang sudah
menghadap ke
belakang. Lalu
gebrak (kedua
kaki melompat
bersama secara
cepat lalu
menapak dengan
keras ke lantai
secara
bersamaan
juga). Kedua
tangan masih
memegang
kepala dan leher
properti jaranan.
Pandangan lurus
menatap ke
depan dan badan
tegap.
1-8 Masing-masing
barisan kembali
berbalik arah,
sehingga
sekarang sudah
saling
berhadapan
203
antar penari
yaitu
menghadap ke
bagian dalam
barisan dan
melakukan
gerak onclang
kaki kanan, kaki
kiri, kaki kanan
lalu kaki kiri
lagi, pandangan
lurus melihat ke
depan/hadap
depan dan badan
masih tegap,
tangan tarik
properti jaranan.
82 Perangan 1-2 Berhadapan
dengan lawan
lalu saling tusuk
3-4 Bariasan sebelah
kanan
menyerang
terleibih dahulu
barisan sebelah
kiri.
5-6 Bergantian Foto 4.146 Pose Ragam Gerak
barisan sebelah Perangan (Dokumentasi, Octa 10
kiri menyerang Oktober 2020)
bagian sebela
kanan endo
7-8 Bagian kanan
trek atas
83 Obah bahu 1-2 Bagian kiri trek
bawah
4-8 Onclang kanan
kiri kemudian
duduk jengkeng
1-2 Obah bahu Foto 4.147 Pose Ragam Gerak
3-4 Pacak gulu Obah bahu (Dokumentasi, Octa
5-8 Kedua tangan 10 Oktober 2020)
dibawa lurus ke
204
atas kemudian
kembeng
kembali.
84 Trecetan 1x8 Berdiri, kaki
gebrak lalu jinjit
lari kecil-kecil
sambil kedua
tangan
kambeng, badan
tegap,
pandangan
melihat ke
depan dan
Foto 4.148 Pose Ragam Gerak
properti jaranan
Trecetan
di letakkan di
(Dokumentasi, Octa 10 Oktober
depan penari.
2020)
85 Loncatan 1-2 Loncat kanan
kanan kiri tangan kanan
mentang tangan
kiri nekuk
3-4 Loncat kiri
tangan kiri
mentang tangan
kanan nekuk
gerakan tersebut
merupakan satu Foto 4.149 Pose Ragam Gerak
rangkaian dan Loncatan kanan kiri
dilakukan empat (Dokumentasi, Octa 10 Oktober
kali, jadi total 2020)
gerakan
dilakukan
selama 2x8
hitungan dan
dilanjutkan
langsung dengan
sabetan.
86 Sabetan 5-8 Badan hoyog ke
kanan tangan
kanan lurus Foto 4.150 Pose Ragam Gerak
mentang tangan Sabetan
kiri memegang (Dokumentasi, Octa 10 Oktober
leher properti 2020)
205
jaranan,
pandangan
melihat ke arah
kanan, kaki
kanan napak,
kaki kiri
nggajul/bertump
u pada pangkal
tumit yang
menyentuh
lantai sedangkan
telapak kaki kiri
tidak menapak
pada lantai. Lalu
angkat kaki
kanan/jojor, ukel
seblak tangan
kanan ke atas.
Kaki kanan yang
tadi jojor
sekarang di
tekuk, badan
lurus, tangan
kanan nekuk
tangan kiri
masih
memegang leher
properti jaranan.
87 Loncatan 1-8 Berdiri, gebrak,
kanan kiri kemudian trecet
ngracik ditempat kedua
tangan kambeng
1-2 Loncat kanan
tangan kanan
mentang tangan
kiri nekuk.
3-4 Loncat kiri
tangan kiri
mentang tangan Foto 4.151 Pose Ragam Gerak
kanan nekuk Loncatan kanan kiri ngracik
gerakan tersebut (Dokumentasi, Octa 10 Oktober
dilakukan empat 2020)
206
kali dengan
tempo yang
lebih cepat.
88 Sabetan 5-6 Badan hoyog ke
kanan tangan
kanan lurus
mentang tangan
kiri nekuk di
depan dada,
yang melakukan
sabetan hanya
yang berada di
posisi paling
belakang yang Foto 4.152 Pose Ragam Gerak
lalin diam Sabetan
(Dokumentasi, Octa 10 Oktober
7-8 Kaki kanan jojor 2020)
tekuk, badan
lurus, tangan
kanan nekuk
tangan kiri lurus
pola lantai
selanjutnya.
5 Glebagan 1-8 Badan bungkuk
jaran jaran diayunkan
ke kanan dan ke
kiri. Tangan
masih
memegang leher
properti jaranan.
Pandangan
melihat tajam ke Foto 4.159 Pose Ragam Gerak
depan. Glebagan jaran (Dokumentasi,
Octaviani 23 Febuari 2020
6 Kuncup 3x8 Jalan berganti
pedangan pola lantai
menjadi
berbentuk
lingkaran yang
menyempit
kemudian para
penari
memainkan
Foto 4.160 Pose Ragam Gerak
properti jaranan.
Kuncup pedangan (Dokumentasi,
Lalu mereka
Octaviani 23 Febuari 2020
berputar dalam
kondisi masih
membentuk
formasi
lingkaran/kuncu
p tersebut
semakin lama
gerak
berputarnya
semakin cepat
lalu melompat
bersama satu
lompatan
sebagai penanda
dimulainya adu
keris oleh ketua
barisan dan
penari lainnya
211
tetap berputar
mengitari proses
pedangan ketua
barisan.
7 Pedangan 5x8 Ketua barisan
saling beradu
dengan
menggunakan
pedang di
tengah tengah
sedangkan
penari yang lain
berkeliling
mengitari kedua
ketua sambil
menunggang Foto 4.161 Pose Ragam Gerak
jaran dan Pedangan (Dokumentasi,
memainkan Octaviani 23 Febuari 2020
jaran
8 Tranjalan 4x8 Jalan dobel step
ganti pola lantai
verikal ketua
barisan masih
beradu pedang.
Masing-masing
barisan berjalan
maju dan
mundur double
step masing-
masing Foto 4.162 Pose Ragam Gerak
dilakukan Tranjalan (Dokumentasi,
selama 1x8 Octaviani 23 Febuari 2020
hitungan lalu
gerakan tersebut
di ulangi sekali
lagi. Gerakan
tersebut
dilakukan
sambil tetap
memainkan
properti jaranan
212
Bengkle yang telah dijelaskan pada tabel 4.7. dapat diketahui bahwa dalam
pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle terdiri dari 4 urutan
tarian, yakni 1) Tari Rewo-Rewo, 2) Tari Klasikan, 3) Tari Satrionan dan 4) Tari
Klasik Pedangan. Pada masing-masing tarian memiliki jumlah ragam yang berbeda
yaitu Tari Rewo-Rewo yang memiliki 37 urutan ragam gerak, 21 jenis ragam gerak
yang berbeda dan menggunakan gerak transisi/peralihan berupa gerak besud dan orag
jaran, kemudian Tari Klasikan yang memiliki 19 urutan ragam gerak dengan 14 jenis
ragam gerak yang berbeda, dan menggunakan gerak peralihan berupa orag jaran dan
glebagan jaran, selanjutnya Tari Satrionan yang memiliki 89 urutan ragam gerak
dengan 45 jenis ragam gerak yang berbeda dan menggunakan gerak peralihan berupa
besud dan sabetan, terakhir Tari Klasik Pedangan yang memiliki hanya 8 ragam
posisi/keberdaan penari. Gerak Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle jika
dikaji dari segi ruang dapat diklasifikasikan menjadi beberapa sub unsur diantaranya;
garis, volume, arah, level, dan fokus pandang, lalu supaya lebih jelas dalam
pola lantai yang digunakan saat pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati
Bengkle. Gerak Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle yang peneliti
observasi ketika pertunjukan memiliki beberapa jenis garis gerak, volume gerak, arah
gerak, level gerak, fokus pandang, dan pola lantai, sehingga menampakkan ragam-
Ruang pada gerak Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle terdiri atas
sejumlah sub unsur, salah satunya yakni garis gerak. Garis-garis yang tercipta oleh
gerakan pada Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle beragam, diantaranya:
garis silang, garis lurus, garis lengkung/lingkar. Beberapa garis gerak terdapat pada
Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle menciptakan beberapa kesan seperti:
Garis vertikal pada gerak Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle
Foto 4.164. Garis vertikal pada gerak Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati
Bengkle (Sumber: Dokumentasi Octa, 29 Oktober 2020)
Pada foto 4.164. garis vertikal adalah garis yang timbul akibat gerakan
anggota badan pokok seperti kaki atau lengan yang memberikan ilusi vertikal (lurus
dari atas ke bawah atau dari bawah ke atas). Di dalam gerak nyisir pada Kesenian
Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle terdapat salah satu contoh garis vertikal yang
diciptakan oleh penari dalam foto 4.24 melalui gerakan kedua tangan yang dilakukan
secara bergantian oleh tangan kanan dan tangan kiri penari dengan posisi badan agak
serong ke kanan dari atas (sejajar kepala) turun ke bawah (sejajar pusar) dan kedua
kaki membuka selebar bahu. Gerakan kedua tangan tersebutlah yang menimbulkan
garis ilusi vertikal. Garis vertikal yang diciptakan oleh penari tadi memunculkan
kesan egosentris/pasrah pada gerak Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle.
215
Garis horizontal pada gerak Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle
Foto 4.165. Garis horizontal pada gerak Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati
Bengkle (Sumber: Dokumentasi Octa, 29 Oktober 2020)
Pada foto 4.165. garis horizontal adalah garis yang timbul akibat gerakan
sebagian besar anggota badan yang memberikan ilusi horizontal (lurus dari ujung
samping kanan ke ujung samping kiri atau sebaliknya). Di dalam gerak Kesenian
Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle terdapat salah satu contoh garis horizontal
yang diciptakan oleh penari dalam foto 4.24 yang menyerupai sikap menthang yaitu
gerak kedua tangan yang merentang lurus ke samping kanan dan kiri badan sehingga
memberikan garis ilusi lurus horizontal membentang dengan posisi badan menghadap
ke depan dan kaki tanjak kanan. Gerakan kedua tangan tersebutlah yang
menimbulkan garis ilusi horizontal. Garis horizontal yang diciptakan oleh penari tadi
216
memunculkan kesan sederhana pada gerak Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati
Bengkle.
Garis silang pada gerak Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle
Foto 4.166. Garis silang pada gerak Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle
(Sumber: Dokumentasi Octa, 29 Oktober 2020)
Pada foto 4.166. garis silang adalah garis yang timbul akibat gerakan sebagian
besar anggota badan yang saling bertemu atau saling tumpang tindih sehingga
Turonggo Jati Bengkle terdapat salah satu contoh garis silang yang diciptakan oleh
penari dalam foto 4.26 yang merupakan sikap ngilo asto yaitu gerak kedua tangan
yang saling silang atau tumpang tindih antara pergelangan tangan kanan yang
menindih pergelangan tangan kanan dilakukan di depan dada dengan badan posisi
jejeg dan kaki tanjak kiri. Gerakan kedua tangan tersebutlah yang menimbulkan garis
217
ilusi silang. Garis silang yang diciptakan oleh penari tadi memunculkan kesan
kuat/penuh energi pada gerak Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle.
Pola lantai pada pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle
pada saat dilakukan pentas di Desa Gebugan dibuat lebih beragam supaya lebih
atraktif untuk dilihat oleh penonton. Pola lantai pada Kesenian Kuda Lumping
Turonggo Jati Bengkle sangat erat kaitannya dengan desain lantai pertunjukan
Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle di tempat pertunjukan seperti yang
telah dibahas pada landasan teoretis tentang desain lantai yakni lintasan/garis yang
dilewati oleh penari saat berpindah untuk melakukan gerak dalam proses peralihan
formasi satu ke formasi berikutnya. Selain berfungsi untuk menarik atraksi penonton,
penerapan pola lantai juga dimanfaatkan sebagai siasat penari dalam proses
dalam pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle telah dirancang
sedemikian rupa supaya sesuai dengan seberapa luas area pertunjukan serta jumlah
penari yang ada karena pada pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati
Bentuk pola lantai pada pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati
Rewo menggunakan 2 macam pola lantai yaitu pola lantai sejajar 2 baris dan
218
lingkaran. Pada foto 4.167. dan foto 4.168 terlihat bentuk formasi pola lantai yang
Pada foto 4.167. di atas terlihat penari sedangan membentuk formasi pola
lantai sejajar 2 baris bagian awal Tari Rewo-Rewo saat mempraktekan ragam gerak
Ombak Banyu untuk mengawali pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati
formasi pola lantai pertama yaitu sejajar 2 baris yang kemudian dilanjutkan pada
Foto 4.168. Formasi pola lantai berbentuk kuncungan/lingkaran pada Tari Rewo-
Rewo (Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)
Berdasarkan foto 4.168. formasi yang diterapkan oleh penari pada ragam
yang saling merapat membentuk pola lingkaran dengan posisi saling berhadapan
mengarah ke dalam lingkaran sambil tetap berjalan memutar sehingga jika dilihat dari
sisi manapun akan tampak visual berupa lingkaran utuh yang nantinya akan semakin
merenggang dan bubar ketika beberapa penari mengalami kesurupan satu persatu.
Untuk pola lantai berikutnya adalah pola lantai yang ada pada Tari Klasikan yang
membentuk formasi persegi panjang yang seperti yang terlihat pada foto 4.169. di
bawah ini.
220
dua baris Tari Klasikan pada ragam gerak jengkeng ngadep jaran. Formasi persegi
panjang atau sejajar dua baris ini dapat terbentuk dari posisi penari yang berbaris
seperti yang terlihat pada foto 4.169. Formasi persegi panjang ini membuat
pandangan penari fokus ke arah kiri dan kanan panggung untuk menambah variasi
arah hadap yang ada pada Tari Klasikan. Selain itu, sikap jengkeng penari juga
menambah variasi level gerak yang ada pada Tari Klasikan karena pada dasarnya
terdapat beberapa ragam gerak yang serupa baik di dalam maupun diluar Tari
Klasikan pada pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle maka
sangat perlu dilakukan variasi baik dari segi pola lantai, arah hadap, maupun level
gerak. Formasi selanjutnya yang ada di dalam Tari Klasikan masih sama yaitu sejajar
221
dua baris namun kali ini arahnya saling berlawanan arah seperti yang terlihat pada
foto 4.170.
Pada foto 4.170. memperlihatkan formasi pola lantai sejajar dua baris pada
Tari Klasikan. Formasi yang diterapkan pada Tari Klasikan ini dilakukan saat
melakukan ragam gerak orag jaran yang merupakan gerak penghubung antara ragam
hadap yang tadinya saling berhadapan kini melakukan gerak hadap kanan yang
mengakibatkan salah satu baris menghadap ke arah penonton, satu barisan lainnya
perbedaan arah hadap dan ketika melakukan gerak hadap kanan tersebut sambil
menggetarkan properti jaranannya seperti yang terlihat pada foto 4.170 di atas.
Sehingga setelah tadi sempat dilakukan variasi level dari jengkeng ke pose berdiri
222
juga dilakukan variasi arah yang tadinya berhadapan sekarang menjadi berlawanan
arah hadap untuk meminimalisir kesan monoton pada tarian. Formasi selanjutnya pun
masih sama sejajar dua baris namun sekarang sudah berganti arah hadap kembali
yaitu saling berhadapan antar penari seperti pada bagian awal tarian namun jika di
bagian awal tarian masih pada level rendah (jengkeng) sekarang sudah meningkat
menjadi level medium (berdiri) seperti yang dapat dilihat pada foto 4.171. di bawah.
Pada foto 4.171. tampak penerapan kembali pola lantai sejajar dua baris yang
sudah digunakan pada awal tarian namun sekarang menggunakan gerak dan level
yang berbeda. Pada foto di atas merupakan Tari Klasikan pada bagian ragam gerak
dolanan jaran adep-adepan. Formasi persegi panjang atau sejajar dua baris ini dapat
terbentuk dari posisi 8 orang penari yang berbaris menjadi 2 barisan sehingga
masing-masing barisan terdiri dari 4 orang penari yang berdiri sejajar menghadap ke
223
sisi dalam barisan saling berhadapan dengan posisi tangan memainkan properti
jaranan masing-masing seperti yang terlihat pada foto 4.171. Formasi sejajar 2 baris
ini membuat pandangan penari fokus ke depan (antar penari) untuk menambah variasi
arah hadap yang ada pada Tari Klasikan. Selain itu, perbedaan level dan gerak pada
pola lantai yang sama ini dapat menambah variasi visual untuk penari maupun
Formasi selanjutnya yang ada di dalam Tari Klasikan masih sama yaitu belah sisir
Foto 4.172. Formasi belah sisir muter ngarep pada Tari Klasikan
(Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)
Pada foto 4.172. terlihat perubahan pola lantai dari yang tadinya berbentuk
sejajar dua baris sekarang menjadi formasi pola lantai belah sisir muter ngarep.
Formasi ini digunakan ketika melakukan ragam gerak gajulan maju pada tari
Klasikan. Selain untuk menambah ragam variasi pola lantai yang ada, pola lantai
belah sisir muter ngarep ini merupakan pola lantai peralihan dari yang tadinya
224
berbentuk sejajar dua baris (berhadapan antar penari) menjadi posisi sejajar dua baris
posisi pola lantai terakhir yang ada pada Tari Klasikan yaitu pola lantai
kuncungan/limgkaran seperti yang dapat dilihat pada foto 4.173 di bawah ini.
Berdasarkan foto 4.173. tampak penari Tari Klasikan yang sedang melakukan
Formasi ini diterapkan pada tiap akhir tari rewo-rewo, tari klasikan dan tari klasik
pedangan. Formasi kuncungan atau lingkaran ini terbentuk dari posisi semua penari
yang saling merapat dan berkumpul dalam satu titik dengan posisi menghadap ke
dalam lingkaran barisan sambil tetap berjalan memutar menjaga visual bentuk pola
lantai lingkaran tersebut hingga akhirnya beberapa penari mengalami kesurupan dan
keluar area pentas setelah sadar dari kondisi kesurupannya untuk digantikan oleh
225
penari Tari satrioanan yang bersiap untuk memulai pertunjukannya seperti yang
garis lurus atau jejer wayang yang digunakan untuk mengawali pose pertama pada
Tari Satrionan tepat setelah penari memasuki area panggung dari sisi kakan kiri.
Ketika penari membentuk formasi ini selama 1 kali 8 hitungan mereka tidak
melakukan ragam gerakan apapun karena memang formasi ini berfungsi untuk pose
saja sebelum mulai menari dan menempati posisi pola lantai selanjutnya seperti
Berdasarkan foto 4.175 tampak penari Tari Satrionan membentuk formasi 132
pada awal permulaan pertunjukannya. Formasi 132 ini terbentuk oleh 3 lapis barisan
penari yang tersusun dari baris pertama yang diisi oleh manggala pada posisi center
panggung, lalu disusul oleh 3 orang penari yang berjajar rapih pada baris lapis ke dua
dan di tutup oleh 2 orang penari yang berada di sudut kanan dan kiri baris paling
akhir. Nama formasi sendiri diambil dari jumlah susunan penari seperti yang telah di
jelaskan di atas. Formasi ini digunakan dalam beberapa ragam gerak diantaranya
sabetan, laku telu, jengkeng, srisig manggala, dan capengan. Pada pola lantai ini
terdapat beberapa variasi level dan perubahan arah hadap maupun variasi pergantian
gerak yang dilakukan secara bergantian. Misalnya pada ragam gerak jengkeng untuk
variasi level medium menjadi level rendah dan menjadi level medium kembali,
kemudian pada aspek variasi pergantian gerak yang dilakukan secara bergantian
terjadi pada saat dilakukannya ragam srisig manggala karena di dalam ragam gerak
tersebut yang melakukan srisig hanyalah penari manggala saja sedangkan penari
227
lainnya hanya diam saja berpose. Variasi tersebutlah yang menambah nilai keindahan
pada tari Satrionan. Beranjak pada pola lantai selanjutnya yang ada pada tari
Satrionan. Formasi ini diidentifikasi terbentuk dari susunan 2 lapis kolom penari
yang terbagi menjadi 3 baris dengan posisi penari manggala berada di baris tengah
paling belakang dalam level medium (berdiri) sedangkan penari lainnya masih dalam
level rendah (jengkeng). Ketika berada dalam formasi pola lantai sejajar 3 baris ini
penari manggala, untuk peralihan ke dalam formasi selanjutnya yaitu formasi 132
kembali, semua penari melakukan ragam gerak srisig secara bersamaan. Karena
formasi 132 telah dijelaskan sebelumnya sehingga dilanjutkan dengan pola lantai
Foto 4.177. Formasi sejajar 2 baris (hadap depan) pada Tari Satrionan
(Sumber: Dokumentasi Octa, 10 Oktober 2020)
(hadap depan) pada Tari Satrionan. Formasi ini terbentuk atas terbaginya penari
menjadi 2 barisan yang saling berjejer sejajar menghadap ke depan (arah penonton).
Hal inilah yang menjadi alasan utama atas penamaan pada formasi pola lantai
tersebut. Ketika pola lantai ini berlangsung terdapat beberapa ragam gerak yang
dilalui seperti: nunggang jaran, dolanan jaran, laku telu, oglangan jaran dan derab.
Salah satu variasi perubahan arah yang dilakukan ketika sedang menggunakan pola
lantai formasi sejajar 2 baris hadap depan ini ada pada saat melakukan ragam gerak
laku telu terjadi perputaran arah dari depan ke belakang dan sebaliknya beberapa kali
dengan cepat. Selain itu, juga terdapat variasi perubahan arah hadap yang berbeda
pada pola lantai formasi sejajar 2 baris ini salah yang dapat dilihat pada foto 4.178 di
bawah ini.
229
Foto 4.178. Formasi sejajar 2 baris (jeblosan/saling berpapasan) pada Tari Satrionan
(Sumber: Dokumentasi Octa, 10 Oktober 2020)
terbaginya penari menjadi 2 barisan yang saling berjejer sejajar lalu yang tadinya
dan melakukan ragam gerak nunggang jaran maju ke depan sehingga saling
berpapasan dan melewati penari yang ada di hadapannya masing-masing atau dapat
disebut dengan istilah jeblosan. Selain hadap depan dan jeblosan, pola lantai sejajar 2
baris ini juga memiliki variasi arah hadap lain yaitu arah hadap saling berlawanan lalu
balik kanan sehingga menjadi saling berhadapan. Variasi perubahan arah hadap yang
berbeda pada pola lantai formasi sejajar 2 baris ini dapat dilihat pada foto 4.179 dan
Foto 4.179. Formasi sejajar 2 baris arah hadap berlawanan pada Tari Satrionan
(Sumber: Dokumentasi Octa, 10 Oktober 2020)
membentuk formasi pola lantai sejajar 2 baris arah hadap berlawanan arah. Formasi
ini terbentuk atas terbaginya penari menjadi 2 barisan yang saling berjejer sejajar
membelakangi antar penari. Ketika pola lantai ini berlangsung terdapat beberapa
ragam gerak yang dilalui seperti: orag jaran, laku ngiwo nengen dan derab. Setelah
ragam gerak derab selesai, terjadi variasi perubahan arah hadap kembali yang
dilakukan penari ketika sedang menggunakan pola lantai formasi sejajar 2 baris
berlawanan arah yaitu melakukan perputaran arah (balik kanan) secara cepat sehingga
sekarang penari saling berhadapan dengan posisi menghadapa ke sisi dalam barisan.
Variasi perubahan arah hadap pola lantai formasi sejajar 2 baris selanjutnya dapat
Foto 4.180. Formasi sejajar 2 baris saling berhadapan pada Tari Satrionan
(Sumber: Dokumentasi Octa, 10 Oktober 2020)
formasi pola lantai sejajar 2 baris saling berhadapan. Formasi ini terbentuk atas
terbaginya penari menjadi 2 barisan yang saling berjejer sejajar menghadap ke arah
dalam sisi barisan sehingga saling berhadapan antar penari. Pola lantai hanya
digunakan pada saat melakukan ragam gerka nunggang jaran saja. Setelah ragam
gerak nunggang jaran selesai, formasi pola lantai kembali membentuk pola sejajar 3
baris dan sejajar dua baris saling berhadapan kembali kemudian di akhir pertunjukan
Tari Satrionan di tutup dengan formasi pola lantai jejer wayang seperti pada saat
awal pertunjukan. Formasi pola lantai jejer wayang pada bagian akhir pertunjukan
formasi pola lantai jejer wayang seperti pada saat awal pertunjukan Tari Satrionan.
Hal yang membedakan antara formasi jejer wayang di awal pertunjukan dengan akhir
pertunjukan adalah dengan adanya Ketua Paguyuban (Pak Judi) dan Pawang (Pak
Ngaserin) di tengah-tengah penari. Formasi ini jejer wayang terbentuk dari barisan
penari, ketua paguyuban dan pawing yang berdiri sejajar dalam satu barisan
kepada penonton yang hadir di sana sebagai pemberitahuan bahwa pertunjukan Tari
Satrionan telah usai. Setelah penari Satrionan meninggalkan area pertunjukan maka
pertunjukan penutup pada Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle. Formasi
pola lantai selanjutnya yang digunakan dalam Tari Klasik Pedangan dapat dilihat
Foto 4.182. Formasi sejajar dua baris (hadap depan) pada Tari Klasik Pedangan
(Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)
Berdasarkan foto 4.182 di atas tampak formasi sejajar dua baris (hadap depan)
pada Tari Klasik Pedangan. Formasi ini terbentuk ketika penari memasuki area
pertunjukan melalui sisi kanan dan kiri panggung kemudian mereka langsung
berjalan sambil memainkan properti jaranan sambil menempatkan diri pada posisi
masing-masing yaitu membelah jumlah penari menjadi 2 barisan yang saling berjejer
sejajar menghadap ke depan (arah penonton). Ketika pola lantai ini berlangsung
terdapat beberapa ragam gerak yang dilalui seperti: njipuk keris, glebagan jaran,
gajulan maju dan gajulan mundur. Setelah ragam gerak gajulan mundur selesai
penari langsung menempatkan diri pada variasi pola lantai selanjutnya yang dapat
Berdasrkan foto 4.183 terlihat penari Tari Klasik Pedangan yang sedang
melakukan ragam gerak kuncup pedangan dan pedangan membentuk pola lantai
semua penari (kecuali penari ketua barisan) yang saling merapat dan berkumpul
dalam satu titik dengan posisi berjalan memutar menjaga visual bentuk pola lantai
lingkaran tersebut mengitari ketua barisan yang berada di dalam lingkaran yang
sedang melakukan ragam gerak pedangan. Kemudian setelah ragam gerak pedangan
selesai maka penari langsung memposisikan diri kembali pada formasi pola lantai
Foto 4.184. Formasi sejajar 2 baris (jeblosan nganan) pada Tari Klasik Pedangan
(Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)
Berdasarkan foto 4.184 tampak penari Tari Klasik Pedangan yang sedang
melakukan ragam gerak tranjalan membentuk pola lantai sejajar 2 baris (jeblosan
nganan). Formasi sejajar 2 baris (jeblosan nganan) terbentuk dari posisi penari yang
terbelah menjadi 2 barisan yang saling berjejer sejajar menghadap samping sisi area
berhadapan. Kemudian barisan sebelah kiri melakukan ragam gerak tranjal maju ke
depan melewati penari barisan kanan yang sedang jengkeng hingga berada di posisi
beberapa langkah di belakang penari barisan kanan. Setelah ragam gerak tranjal
selesai penari barisan kanan yang tadinya jengkeng segera berdiri dan menempatkan
diri pada pola lantai terakhir dalam Tari Klasik Pedangan yang dapat dilihat pada foto
Berdasarkan foto 4.185. terlihat penari Tari Klasik Pedangan yang sedang
melakukan ragam gerak nguncup dan membentuk pola lantai kuncunpan muter
/lingkaran berputar. Formasi ini diterapkan pada tiap akhir tari rewo-rewo, tari
klasikan dan tari klasik pedangan. Formasi kuncungan atau lingkaran ini terbentuk
dari posisi semua penari yang saling merapat dan berkumpul dalam satu titik dengan
posisi menghadap ke dalam lingkaran barisan sambil tetap berjalan memutar menjaga
visual bentuk pola lantai lingkaran tersebut hingga akhirnya beberapa penari
Turonggo Jati Bengkle tentu beragam besarannya mulai dari volume besar,
Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle menciptakan kesan tersendiri dari
sudut pandang penonton sehingga dapat menambah nilai estetis dan minat penonton
untuk lebih menikmati pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle
dari awal hingga akhir sajian. Mengenai aspek volume gerak sendiri memiliki kaitan
erat dengan aspek ruang gerak penari yang telah dibahas sebelumnya. Alasannya
adalah karena semakin besarnya ruang gerak yang digunakan oleh penari maka
semakin besar pula volume yang dibutuhkan dan sebaliknya. Untuk memperjelas
penjelasan di atas, peneliti telah mencantumkan beberapa contoh volume yang ada
dalam pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle dari volume
kecil, volume sedang hingga volume besar pada foto 4.186, 4.187, 4.188.
Berikut ragam gerak pada Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle
yang mempunyai volume kecil seperti yang terlihat di foto 4.186 di bawah ini.
Pada foto 4.186 adalah peragaan ragam gerak ulap-ulap pada Tari Satrionan.
Ragam gerak ulap-ulap masuk pada klasifikasi gerak dengan volume kecil sebab
gerak tersebut tidak membutuhkan ruang gerak yang luas/besar dan didukung oleh
gerak ulap-ulap ini bersifat statis atau tidak berpidah tempat karena kaki penari pada
saat memprakterkan gerak ulap-ulap hanya pada posisi tanjak kiri dan jengkeng.
Selanjutnya untuk contoh ragam gerak bervolume sedang dapat dilihat pada foto
Gerak pada foto 4.187. adalah gerak tari Satrionan dengan volume
medium/sedang. Sebab untuk mempraktekan gerak Usap Boro seperti yang ada pada
foto 4.187. membutuhkan ruang gerak yang agak luas. Karena tangan kanan bergerak
melambai dari bawah (di depan aksesoris boro yang melekat pada paha penari) ke
arah atas (setinggi atas kepala) sehingga membentuk visual serupa setengah
239
lingkaran. Lebih luas jangkauan ruang yang dibutuhkan jika dibandingkan dengan
ulap-ulap tadi yang hanya menjangkau area seputar wajah saja. Namun dari segi
gerak kaki masih sama, karena ragam gerak usap boro juga bersifat statis atau tidak
berpidah tempat karena kaki penari pada saat memprakterkan gerak ulap-ulap hanya
pada posisi tanjak kiri dan jengkeng. Selanjutnya untuk contoh ragam gerak
Gerak pada foto 4.188. adalah peragaan ragam gerak onclangan pada Tari
Satrionan. Ragam gerak onclangan termasuk pada klasifikasi gerak dengan volume
besar sebab gerak tersebut membutuhkan ruang gerak yang luas/besar. Selain itu,
gerak onclangan ini juga bersifat dinamis atau berpidah-pindah tempat. Saat
melakukan ragam gerak onclangan tangan penari mengayunkan properti jaranan dari
arah bawah (setara lutut) dengan posisi agak menyerong kemudian di dorong ke arah
240
atas (setara atas kepala) sedangkan kaki penari melakukan lompatan sambil
mengangkat kaki salah satu kaki secara bergantian. Hal itulah yang membuat gerak
nilai estetis tarian serta meminimalisir kesan monoton pada tarian. Semua arah hadap
baik samping kanan, samping kiri, belakang maupun depan teraplikasikan secara
Pada foto 4.189. di bawah ini telah tersaji contoh gambaran pose ragam gerak
yang terdapat pada pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle
dengan arah hadap ke samping kanan dan kiri. Gerakan ini merupakan gerak
Foto 4.189. Arah gerak Tari Satrionan menghadap ke arah samping kanan dan kiri
(Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)
241
Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle yang menghadap ke arah samping
kanan dan kiri secara bersamaan karena penari terbagi menjadi dua baris kemudian
masing-masing baris menghadap ke arah dan kiri (sisi dalam barisan) sehingga saling
berhadapan satu sama lain. Gerak selanjutnya adalah gerak laku telu yang terdapat
Foto 4.190. Gerak Tari Satrionan yang mempunyai arah hadap berubah kanan dan
kiri
(Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)
hadap berubah kanan dan kiri dalam satu ragam gerak secara bergantian. Gerak laku
telu mulanya dilakukan dengan menghadap ke arah kanan terlebih dahulu kemudian
memutar badan 180 derajat ke arah kiri lalu memutar badan kembali ke arah kanan
180 derajat secara bergantian dan di ulang selama dilakukannya ragam gerak laku
242
telu. Sedangkan pada foto 4.191 di bawah ini terlihat penari melakukan ragam gerak
Foto 4.191. Gerak Tari Klasikan yang mempunyai arah hadap saling berlawanan ke
samping kanan dan kiri
(Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)
Foto 4.191. memperlihatkan gerak Tari Klasikan yang mempunyai arah hadap
saling berlawanan ke samping kanan dan kiri. Foto 4.191 di atas merupakan peragaan
dari ragam gerak tranjalan. Penari yang tadinya masih berhadapan menghadap kea
arah sisi dalam barisan kemudian barisan kanan melakukan sikap jengkeng lalu penari
pada kubu barisan kiri tranjal maju ke depan hinga melewati penari baris kiri tadi.
Arah gerak Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle yang menghadap
arah kanan dan kiri namun arah hadap badan dan pandangan penari tetap mengarah
ke depan (tempat penonton berada) sehingga hanya tangan saja yang bergerak
Selanjutnya adalah gerak tari pada Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati
Bengkle yang menghadap ke belakang dapat dilihat pada foto 4.193 di bawah ini.
244
mengayun dari arah kanan ke kiri dan sebaliknya namun arah hadap badan dan
pandangan penari tetap mengarah ke belakang sehingga hanya tangan saja yang
pertunjukan yang membuat pandangan penari bisa melihat secara leluasa ke segala
bagian dari upaya penari dalam penguasaan area pementasan, selain itu juga untuk
menambah variasi pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle dari
segi arah hadap maupun pola lantai supaya terlihat lebih atraktif.
dinamis pada pola permainan tingkatan tinggi rendahnya suatu pertunjukan supaya
semakin variatif/bervariasi. Level yang ada di dalam gerak Kesenian Kuda Lumping
Turonggo Jati Bengkle sangatlah bervariasi karena memiliki semua tingkatan level
pada ragam geraknya, baik level tinggi, sedang maupun rendah. Meskipun demikian,
level sedang merupakan level yang paling sering digunakan pada tarian-tarian pada
pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle. Sesekali disisipi oleh
level tinggi dan rendah supaya lebih terlihat dinamis dan atraktif.
245
Pada foto 4.194 menunjukan level rendah yang terdapat pada Tari Rewo-Rewo
yaitu ketika melakukan ragam gerak jengkeng adepan jaran. Level rendah yang
terlihat pada foto 4.194 di atas memperlihatkan bahwa penari sedang jengkeng atau
posisi duduk dengan menggunakan lutut kaki kananya sebagai tumpuan badan
posisi membuka berperan sebagai penyangga badan, serta kedua tangan yang
menyentuh lutut supaya badan bisa seimbang dan tegak. Level rendah pada ragam
gerak jengkeng adepan jaran memberikan sentuhan berbeda pada variasi tingkatan
Selanjutnya adalah level ragam gerak yang sering digunakan pada tarian-
tarian yang ada di dalam pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati
Bengkle yaitu level sedang dapat terlihat pada foto 4.195 di bawah ini.
246
Berdasarkan foto 4.195 di atas dapat terlihat jika penari rewo-rewo sedang
memperagakan ragam gerak dengan level sedang. Level sedang merupakan level
Jati Bengkle. Namun tak hanya level rendah dan sedang saja yang ada pada gerak
tarian Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle tetapi juga ada level tinggi di
dalamnya. Salah satu potret foto ragam gerak pada pertunjukan Kesenian Kuda
Lumping Turonggo Jati Bengkle yang menggunakan lavel tinggi dapat terlihat pada
Berdasarkan foto 4.196 di atas dapat terlihat jika penari Klasik Pedangan
sedang memperagakan ragam gerak dengan level tinggi. Level tinggi merupakan
Turonggo Jati Bengkle selain level rendah dan level sedang. Level tinggi yang biasa
ada pada gerak tarian Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle adalah jenis
gerak melompat. Foto 4.196. di atas merupakan salah satu contoh dari gerak pada
Tari Klasik Pedangan dengan level tinggi yaitu melompat. Gerak melompat tersebut
Keberagaman level yang ada pada tarian-tarian pertunjukan Kesenian Kuda Lumping
Turonggo Jati Bengkle menimbulkan kesan atraktif, dinamis serta menambah nilai
estetis tarian.
4.4.2.1.6 Fokus Pandang Gerak Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle
gerakan yang sedang dilakukan penari. Ketika penari bergerak ke arah kanan maka
pandangan juga mengarah ke kanan juga dan saat penari bergerak ke arah kiri maka
pandangan juga melihat ke arah kiri juga. Begitu juga ketika penari bergerak maju
sudah pasti pandangan melihat ke arah depan. Namun akan berbeda jika penari
Waktu adalah salah satu elemem penting yang ada pada gerak tarian-tarian
pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle. Waktu dalam ragam
248
gerak tari memiliki beberapa sub elemen diantaranya: ritme, tempo, dan meter. Tari-
tari yang ada pada pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle
mempunyai ritme gerak yang cenderung stabil, sebab setiap transisi gerak terdapat
Lumping Turonggo Jati Bengkle yang sangat bervariasi. Tekanan atau aksen yang
ada pada tarian-tarian pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle
Salah satu contoh ragam gerak yang menggunakan tenaga/aksen lemah adalah
ragam gerak ombak banyu seperti yang terlihat pada foto 4.197 di bawah ini.
Gerak Tari Rewo-Rewo pada foto 4.197. di atas menampakkan gerak dengan
intensitas tenaga rendah. Gerak pada foto 4.197. merupakan visualisasi dari ragam
gerak ombak banyu pada Tari Rewo-Rewo yang berupa gerak ayunan tangan dari arah
kanan ke kiri dan sebaliknya dengan pola agak naik turun layaknya ombak. Gerakan
memerlukan tenaga yang rendah untuk melakukannya. Selain itu, juga posisi badan
statis ditempat saja atau tidak dilakukan perpindahan tempat maupun arah hadap
ombak banyu tersebut. Hal tersebut membuat gerak pada foto 4.197 menimbulkan
kesan kualitas gerak pada level yang ringan serta masuk pada klasifiksi gerak dengan
tenaga rendah.
Berikutnya adalah gerak dengan tenaga sedang. Salah satu contoh ragam
gerak yang menggunakan tenaga/aksen sedang dapat terlihat pada foto 4.198.
250
Gerak tari rewo-rewo pada foto 4.198. di atas menampakkan gerak dengan
intensitas tenaga medium/sedang. Gerak pada foto 4.198. merupakan visualisasi dari
ragam gerak laku telu pada tari rewo-rewo yang berupa jangkah kaki kanan kemudian
kaki kiri srimpet di depan kaki kanan, kaki kanan mundur di ikuti oleh angkatan kaki
kiri, tangan dan kepala mengikuti kaki yang berjalan, ketika salah satu kaki diangkat
maka tangan yang sama menekuk di depan muka dan tangan lainnya mentang ke
sehingga hanya memerlukan tenaga yang sedang saja untuk melakukannya. Meskipun
gerakan laku telu termasuk pada level gerak yang sederhana namun perpindahan arah
hadap yang dilakukan secara cepat dan berulang serta gerak mengangkat salah satu
kaki di dalamnya dapat menambah effort dan tenaga yang dikeluarkan penari lebih
besar jika dibandingkan dengan ragam gerak sebelumnya yaitu gerak ombak banyu
yang statis, kaki hanya diam di tempat tanpa perlu dilakukan perpindahan arah hadap
maupun gerak mengangkat kaki yang membutuhkan tenaga leih dan keseimbangan
badan seperti halnya yang dilakukan pada ragam gerak laku telu. Hal itulah yang
membuat gerak pada foto 4.198 menimbulkan kesan kualitas gerak pada level yang
Berikutnya adalah gerak dengan tenaga tinggi. Salah satu contoh ragam gerak
Gerak tari satrionan pada foto 4.199. di atas menampakkan gerak dengan
intensitas tenaga tinggi. Gerak pada foto 4.199. merupakan visualisasi dari ragam
gerak onclangan pada tari satrionan yang berupa gerak mengayunkan properti
jaranan dari arah bawah (setara lutut) dengan posisi agak menyerong kemudian di
dorong ke arah atas (setara atas kepala) sedangkan kaki penari melakukan lompatan
sambil mengangkat kaki salah satu kaki secara bergantian setinggi lutut secara cepat.
Gerakan tersebut memiliki tempo yang cepat dan dinamis sehingga hanya
pengrawit dan 2 orang sindhen. Alat-alat musik yang digunakan sebagai instrument
perangkat, 5) Dram 1 set, dan 6) Gong 1 set. Pola permainan antara suara sindhen dan
instrumen musik yang ditabuh saling bersahutan antara satu dengan lainnya.
pernyataan dari Arif (penata iringan Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo
Jati Bengkle) yang diperoleh pada saat wawancara tanggal 29 Oktober 2020.
“Pola permainan musik pada pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati
Bengkle menggunakan tangga nada pentatonis karena terdiri dari laras pelog dan
slendro”.
Lumping Turonggo Jati Bengkle adalah tangga nada pentatonis karena mayoritas
instrument yang digunakan berupa gamelan tradisional dengan tambahan satu set
drum sebagai pelengkap sehingga tetap berpacu pada tangga nada pentatonis yang
4.4.3.1 Kendang
Foto 4.200. memperlihatkan satu set kendang sunda yang digunakan sebagai
Bengkle. Kendang sunda oleh masyarakat sekitar sering disebut dengan kendang
jaipong. Pada setiap pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle
selalu menggunakan satu set kendang sunda tersebut untuk mengiringi jalannya
pementasan. Satu set kendang sunda terdiri dari 3 buah kendang yang terdiri dari
kendang indung (kendang yang paling besar) dan 2 kendang kulanter (kendang kecil).
Cara memainkannya adalah dengan dipukul tanpa menggunakan alat bantu apapun.
satu set kendang sunda/jaipong masih ditambah dengan satu kendang lagi yaitu
kendang jawa jenis kendang ciblon. Keempat kendang tersebut memiliki suara dan
fungsi yang berbeda-beda, untuk kendang sunda sendiri dijadikan sebagai instrumen
pokok yang berfungsi sebagai pemandu dalam setiap peralihan gerak bagi jalannya
pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle dengan jenis dan asal
daerahnya yang berbeda justru memberikan nuansa serta keunikan tersendiri pada
4.4.3.2 Bonang
.
Foto 4.201. Alat musik bonang
(Sumber: Dokumentasi Octa, 29 Oktober 2020)
pengiring pada pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle. Bonang
di atas merupakan bonang barung berukuran sedang yang tersusun atas 10 buah
pencon yang terbagi menjadi 2 baris (atas dan bawah). Pencon tersebut terbuat dari
besi dan kuningan. Bagian atas pencon yang berbentuk timbul terbuat dari kuningan
sedangkan badan pencon terbuat dari besi. Bonang barung memiliki nada beroktaf
tengah hingga tinggi. Tehnik yang digunakan dalam permainan bonang yang
menjadi pemandu bagi lagu-lagu pada instrument lainnya. Dengan kata lain, bonang
barung yang digunakan pada pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati
Bengkle berfungsi sebagai pembuka gendhing atau penentu gendhing yang akan
dimainkan dan juga sebagai penentu alur lagu gendhing. Cara memainkannya adalah
dengan dipukul menggunakan alat pemukul khusus yang terbuat dari kayu yang
dilapisi oleh kain/karet seperti yang terlihat pada foto 4.202. di bawah ini.
atas pencon yang timbul dan berada di tengah masing-masing pot bonang. Karena di
terdapat 2 macam kendang yaitu kendang sunda dan kendang ciblon (jawa). Maka
tabuhan dalam bonang pun ikut menyesuaikan dengan tabuhan kendangnya, ketika
menabuh kendang ciblon maka pemain bonang akan menabuh dengan tabuhan secara
imbal-imbalan.
256
4.4.3.3 Demung
Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle yaitu demung slendro dan demung pelog.
Demung merupakan instrumen gamelan yang masuk ke dalam jenis balungan. Dari
segi bentuk demung hampir sama dengan saron namun memiliki wilahan yang lebih
tipis dan lebih lebar dibandingkan saron. Hal itulah yang menyebabkan demung
menghasilkan nada yang rendah dibadingkan balungan lainnya. Kedua jenis demung
tadi memiliki perbedaan yang dapat dilihat dari ukuran dan bunyi yang dihasilkan.
Demung menghasilkan nada dengan oktaf terendah dalam keluarga balungan, dengan
bergantian antara demung 1 dan demung 2 sehingga menghasilkan jalinan nada yang
dihasilkan menjadi bervariasi namun tetap mengikuti pola permainan yang ada. Cepat
lambatnya dan keras lemahnya penabuhan tergantung pada komando dari kendang
peperangan misalnya, demung ditabuh dengan keras dan cepat. Pada gendhing Gati
yang bernuansa militer, demung ditabuh lambat namun keras. Ketika mengiringi lagu
ditabuh pelan. Ketika sedang dalam kondisi imbal, maka ditabuh cepat dan keras
alat pemukul khusus seperti yang terlihat pada foto 4.204. di bawah ini.
digunakan untuk memainkan alat musik demung oleh pengrawit Paguyuban Kesenian
Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle. Alat pemukul demung terbuat dari bahan
4.4.3.4 Saron
Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle yaitu saron slendro dan saron pelog. Saron
merupakan instrumen gamelan yang masuk ke dalam jenis balungan. Dari segi bentuk
saron hampir sama dengan demung namun memiliki wilahan yang lebih tebal dan
lebih melengkung namun ukurannya lebih kecil jika dibandingkan demung. Hal itulah
yang menyebabkan saron menghasilkan nada lebih tinggi 1 oktaf jika d dibandingkan
demung. Kedua jenis saron tadi memiliki perbedaan yang dapat dilihat dari ukuran
Pola tabuhan saron persis sama dengan tabuhan demung yaitu disesuaikan
dengan gendhing yang akan dimainkan. Ketika saron ditabuh dengan tehnik imbal-
259
imbalan maka saron ditabuh bergantian antara saron 1 dan saron 2 sehingga
menghasilkan jalinan nada yang dihasilkan menjadi bervariasi namun tetap mengikuti
pola permainan yang ada. Cepat lambatnya dan keras lemahnya penabuhan
tergantung pada komando dari kendang dan jenis gendhingnya. Pada gendhing
dengan keras dan cepat. Pada gendhing Gati yang bernuansa militer, saron ditabuh
lambat namun keras. Ketika mengiringi lagu ditabuh pelan. Ketika sedang dalam
wilahan saron menggunakan alat pemukul khusus yang terbuat dari kayu yang
berbentuk seperti palu seperti yang terlihat pada foto 4.206, sedangkan tangan kiri
memencet wilahan yang telah dipukul sebelumnya untuk meredam suara dengaungan
sisa pukulan nada sebelumnya. Tehnik memencet tersebut sering juga disebut dengan
memathet.
Berdasarkan foto 4.206. merupakan alat pemukul saron yang sering digunakan
untuk memainkan alat musik saron oleh pengrawit Paguyuban Kesenian Kuda
260
Lumping Turonggo Jati Bengkle. Alat pemukul saron terbuat dari bahan dasar kayu
pengiring pada pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle. Satu set
drum modern terdiri dari: snare, bass, tom-tom dan simbal. Namun di dalam set drum
modifikasi yang disesuaikan dengan kebutuhan sehingga tersusun dari 1 buah snare,
1 bass drum 2 buah ketipung sebagai pengganti tom-tom dan 3 buah simbal. Semua
set drum disediakan sebagai instrumen pembawa kesan megah, menggema dan untuk
memasukan unsur modern pada nuansa musik pertunjukan Kesenian Kuda Lumping
pemukul drum yang biasa disebut stick drum. Alat stick drum merupakan sepasang
tongkat kayu kecil berbahan dasar kayu seperti yang terlihat pada foto 4.208.
Berdasarkan foto 4.208. terlihat alat pemukul drum yang juga sering disebut
dengan stick drum. Alat tersebut berfungsi untuk memukul bagian-bagian yang ada
4.4.3.6 Gong
Foto 4.209. memperlihatkan satu set instrument gong yang digunakan sebagai
pengiring pada pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle. Satu set
gong terdiri dari: gong ageng, gong suwukan dan kempul. Jika diurutkan dari arah
paling kanan: gong suwukan, bagian tengah: kempul, dan paling kiri: gong ageng.
Gong merupakan alat musik yang berbentuk pencon terbuat dari bahan
besi/perunggu.
gong suwukan, kempul dan bende. Namun dalam pertunjukan Kesenian Kuda
Lumping Turonggo Jati Bengkle hanya menggunakan 3 jenis gong saja. Pertama,
gong ageng yang merupakan gong berukuran paling besar diantara gong lainnya
dan akhir suatu kelompok dasar lagu/gendhing. Kedua, gong suwukan merupakan
gong berukuran besar kedua setelah gong ageng dengan kisaran ukuran mencapai 70-
pendek, misalnya srepegan, lancaran dan sampak. Ketiga, kempul merupakan gong
permainannya, kempul tak jarang dimainkan dengan nada yang sama dengan nada
mendahului nada balungan berikutnya, kadang juga ditabuh dengan nada yang
Berdasarkan foto 4.210. tampak alat pemukul gong yang sering digunakan
untuk menabuh instrument gong oleh pengrawit Paguyuban Kesenian Kuda Lumping
Turonggo Jati Bengkle. Alat pemukul gong terbuat dari bahan dasar kayu dan benang
pada ujungnya supaya lebih lunak. Jika diurutkan dari sisi paling kanan memilki
ukuran paling kecil: alat pemukul kempul, ditengah: alat pemukul gong suwuk, dan
4.4.3.7 Notasi dan Syair Iringan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati
Bengkle
1) Tari Rewo-Rewo
Balungan
264
. . . . . . . . . . 1 4 . . ! 6
Si- gra si- gra
. . 5 6 . 6 . . . . 5 4 1 2 4 5
Na- ya - ka a - nga-ya- hi kar- sa
. 4 6 5 . 4 6 5 . z6x x c5 4 . z5x x c4 2
Pa-nga-ya - hing pra- ja gre - gut seng - kut
. . 2 4 2 4 5 6 . 5 6 4 . . 2 g1
Can-cut ta - li wan- da ma- nung- gal se- dya
. . ! ! . . ! ! . z6x x c! @ . . ! 6
Dham-pyak dham- pyak ti - non - as - ri
. . 5 6 2 4 5 6 . . 5 4 1 2 4 5
265
2) Tari Klasikan
Balungan
_ 161p5 161p5 161p5 161g5 _ Sampai akhir sajian
b. Kang Sinedya Pelog 6
. . . . ! 6 ! @ . . @ 6 . . ! @
Se- si – no- ne ta- jem ar - ga
. . . . @ # @ z!x x x@xx x c! 6 5 5 6 5 3
Pa-ngar ya ar - ya ar - ya kan- de- lir
j.j 2 2 2 2 3 1 2 3 j.j 2 2 2 2 3 2 1 y
lir mu- lat ran-dhu kang ken- tir a - ku kang se- tya nu- tu - ti
. . . . . # @ ! . . 6 # . . @ !
Ma- ra Mas Tar-so pa- ti
. . . . 6 5 6 3 . . 6 z5x x c6 . 3 2
e- se- me lir se - pet ma- du
. . . . . 5 6 3 . . 5 z6x x x.x x c! 6 5
Dha-sa- re a - ngu - da- ya
. . ! 6 . . 2 1 . . y 3 . . 2 1
De-wa men les - ta - ri
. . . . y 3 2 1 . . 3 z5x x x3x x c5 6 2
266
Balungan
_ .5.n3 .p5.n2 .p5.n2 .p5.ng3 .5.n3 .p5.n2 .p5.n3 .p5.gn6
.7.n6 .p7.n5 .p7.n5 .p7.g6 .7.n6 .p7.n5 .p7.n5 .p7.ng6
.2.3 .p2.n1 .p6.n5 .p2.gn3 _
a. ( Ayun-ayun Pelog 6 )
. . . . @ # @ ! ! @ 6 5 . . 6 2
A –yun a- yun go- byog ga- we gu- mun
. 2 2 . 5 3 2 1 . . 3 5 6 1 3 2
Te- kun sar- ta ru- kun a- keh kang ka- yung-yun
. . . . 2 3 5 6 5 6 . . @ ! 6 5
267
Keterangan :
...n. : Kenong _...._ : Tanda Pengulangan
...p. : Kempul
...g. : Gong
Berdasarkan notasi dan syair yang telah disebutkan di atas terdapat 8 judul
Turonggo Jati Bengkle. Judul iringan pertama pada yang digunakan untuk mengiringi
tari rewo-rewo adalah Gugur Gunung lirik lagu dan temanya membahas tentang
dengan atraksi pecutan yang masih diringi oleh judul iringan kedua yaitu Kemuda
dengan sajian tari berikutnya yaitu tari klasikan yang diringi oleh judul iringan ketiga
dan keempat yaitu Pucung dan Kang Sinedyo. Pucung merupakan salah satu tembang
macapat yang mengandung makna tentang perjalanan hidup manusia dan di dalam
lirik pucung di atas dapat diterjemahkan sebagai wejangan seseorang perihal siklus
ilmu yang hanya bisa terwujud melalui perbuatan, dimulai dari kemauan yang
kejahatan. Judul iringan keempat yaitu Kang Sinedyo adalah tembang yang
bertemakan asmara dan menceritakan tentang bentuk kasih sayang seorang putri yang
setia dan selalu jatuh cinta setiap hari kepada lelaki yang dicintainya sehingga selalu
setelah tari klasikan selesai, pertunjukan diisi kembali dengan sajian tari ketiga yaitu
tari satrionan. Pada tari satrionan menggunakan judul iringan kelima yang berjudul
tema asmara pada tembang Asmaradana tidak secara khusus hanya untuk
menggambarkan asmara sesame manusia semata tetapi juga cinta secara universal
termasuk rasa cinta kepada Sang Pencipta/Tuhan. Hal tersebut sesuai dengan
terjemah lirik Asmaradana di atas yang menceritakan tentang sebuah anjuran untuk
tidak tidur sore hari. Karena ada dewa melanglang/mengelilingi jagad dengan bokor
atau wadah emas berisi rezeki dan doa tolak balak/hal buruk. Isi bokor itu
diperuntukkan kepada yang kuat tirakat dengan tetap terjaga di malam hari. Secara
tidak langsung hal tersebut merupakan wejangan sesorang untuk lebih mencintai
Tuhan dengan menjalankan ibadah salah satunya yaitu tirakat/sholat tahajud. Selain
269
lagu macapat Asmaradana, tari satrionan juga diringi oleh lancaran bendrongan yang
merupakan bentuk musik instrument umum dalam pertunjukan tari yang bisa
digunakan untuk mengiringi suatu tarian baik dalam bentuk hanya nada saja tanpa
adanya lirik yang tetap maupun diisi dengan lirik dari lagu-lagu apapun sesuai dengan
tema tarian. Pada babak akhir pertunjukan diisi oleh sajian tari klasik pedangan yang
diiringi oleh judul iringan kelima dan keenam yaitu Ayun-Ayun dan Ela-Ela
tekad dalam mencapai sebuah tujuan supaya dapat mewujudkan cita-cita. Terakhir,
judul iringan keenam yaitu Ela-Ela Gandrung yang menceritakan tentang perasaan
seseorang yang rindu teramat sangat akan sebuah keinginan yang kuat sampai
melibatkan berjumlah 32 orang pelaku pertunjukan dengan peran dan tugas masing-
masing diantaranya terdiri dari 1 orang sindhen, 3 orang pemecut, 4 orang pawang, 8
orang pemusik dan 16 orang penari seperti yang terlihat pada foto 4.211., 4.212.,
Foto 4.211. Pelaku dalam pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turongggo Jati
Bengkle (pengrawit dan sindhen). (Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)
Foto 4.212. Pelaku pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turongggo Jati Bengkle
(penari klasikan). (Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)
Foto 4.213. Pelaku pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turongggo Jati Bengkle
(penari satrionan). (Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)
271
Foto 4.214. Pelaku pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turongggo Jati Bengkle
(pemecut). (Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)
Foto 4.215. Pelaku pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turongggo Jati Bengkle
(pawang). (Sumber: Dokumentasi Octa, 22 Desember 2019)
Berdasarkan foto 4.211., 4.212., 4.213., 4.214., dan 4.215 pelaku pertunjukan
Kesenian Kuda Lumping Turongggo Jati Bengkle berjumlah 32 orang dengan peran
dan tugas masing-masing diantaranya terdiri dari 1 orang sindhen, 3 orang pemecut, 4
orang pawang, 8 orang pemusik dan 16 orang penari. Pelaku pertunjukan Kesenian
Kuda Lumping Turongggo Jati Bengkle terdiri dari berbagai usia yang berbeda,
diantaranya: 1) tim penari klasikan terdiri dari 8 orang penari yang memiliki rentan
usia antara 25-35 tahun, 2) tim penari satrionan terdiri dari 7 orang penari yang
272
mempunyai rentan usia dari 18-20 tahun serta 1 orang penari berusia 6 tahun, 3)
bagian pemusik yang terdiri dari 8 orang pengrawit dengan rentan usia dari 17 tahun
hingga 27 tahun serta 1 orang penyanyi usia 30 tahun, 4) bagian pemecut terdiri dari
3 orang yang memiliki rentan usia 25-40 tahun, dan 5) bagian pawang terdiri dari 4
orang sesepuh anggota Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turongggo Jati Bengkle
Turongggo Jati Bengkle dengan Bapak Juwarto) dan beberapa sesepuh lainnya yang
Tata rias yang digunakan pada penari Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle
termasuk ke dalam jenis rias karakter. Secara spesifik, rias karakter yang diterapkan
pada penari Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle adalah rias putra gagah
teleng untuk tari rewo-rewo dan rias putra lanyap untuk tari klasikan, satrionan dan
klasik pedangan. Rias karakter adalah rias yang diaplikasikan pada wajah seseorang
guna mengubah tampilan asli objek rias tersebut menjadi sosok tokoh yang ingin
dimunculkan.
sangat sederhana dan fleksibel sebab penata rias mempelajari ilmu rias ini secara
mandiri/otodidak serta hanya menggunakan alat rias pribadi yang seadanya. Bahkan
disebabkan oleh waktu rias dan jumlah penata rias yang sangat terbatas seringkali
penari ada yang berinisiatif untuk merias diri sendiri atau merias teman penari lainnya
273
dengan cara mencontoh hasil rias dari penata rias. Foto 4.216., 4.217., dan 4.218. di
bawah merupakan riasan yang digunakan oleh penari ketika tampil pada pertunjukan
Foto 4.216. Rias wajah (tari rewo-rewo) Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati
Bengkle. (Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)
Ciri khas dari rias putra gagah telengan seperti yang terlihat pada foto 4.216.
di atas adalah pada bagain alis warna hitam pekat, tebal dan tajam lurus agak naik
supaya terlihat garang, memakai celak dibagian kelopak atas dan bawah mata, bagian
sisi kanan kiri hidung diberi bayangan menggunakan pidih warna hitam, tambahan
bentuk kumis yang tebal memanjang ke arah kanan dan kiri hingga melebihi area atas
bibir serta bibir bagian atas diberi warna hitam juga, laler menclok sebagai hiasan
tambahan yang berbentuk serupa tanda seru di tengah-tengah area mata dan di atas
hidung, serta godeg gagah dibagian kanan kiri wajah, untuk selebihnya diberi
bayangan berwarna merah terutama dibagian jidat dan dagu. Rias putra gagah
274
gagah perkasa. Selanjutnya adalah rias putra lanyap yang digunakan untuk tari
klasikan, satrionan dan klasik pedangan seperti yang terlihat pada foto 4.217.
Foto 4.217. Rias wajah (tari klasikan dan tari klasik pedangan) Kesenian Kuda
Lumping Turonggo Jati Bengkle (Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)
Foto 4.218. Rias wajah (tari satrionan) Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati
Bengkle (Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)
275
Rias putra lanyap pada foto 4.217 dan 4.218 di atas memiliki ciri tampilan
berupa rias cakepan yang menggunakan alis warna hitam pekat, tidak setebal rias
putra gagah telengan, dan berbentuk melengkung, memakai celak hanya dibagian
kelopak atas mata, bagian hidung diberi bayangan namun hanya tipis saja
menggunakan foundation atau bedak saja, kumis warna hitam pada selebar bibir atas
(tidak melebihi batas bibir), bibir menggunakan lipstik warna merah, blush on/perona
pipi pada area tulang pipi, laler menclok sebagai hiasan tambahan yang berbentuk
serupa tanda seru di tengah-tengah area mata dan di atas hidung, godeg gagah dan
selebihnya area wajah lain berwarna natural kulit karena hanya menggunakan
foundation dan bedak padat (sesuai warna kulit asli penari). Rias putra lanyap ini
memunculkan karakter halus dan lincah layaknya seorang prajurit berkuda pada
umumnya. Rias karakter ini sengaja dipilih oleh penata rias karena pengaplikasianya
Berikut ini adalah alat-alat rias yang digunakan oleh penata rias ketika
melakukan proses rias Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle, diantaranya:
milk cleanser/susu pembersih, face tonic/penyegar, kuas make up/ brush, pelembab,
alas bedak/foundation, bedak tabur, bedak padat, lipstik, blush on/perona pipi, spons,
pensil alis hitam/celak, pidih hitam, pidih putih, eyeshadow warna jingga, merah dan
kuning keemasan,
276
dan susu yang digunakan untuk membersihkan wajah dari kotoran/debu sebelum
mencuci muka.
membersihkan sisa residu susu pembersih yang tadi sudah sempat diangkat oleh
kapas supaya mendapatkan hasil bersih yang lebih maksimal serta untuk
3. Kuas make up/ brush: alat aplikator yang terdiri dari bulu-bulu halus dan tangkai
dengan bentuk dan jenis yang sangat beragam menyesuaikan dengan fungsinya
4. Pelembab: cairan yang berbentuk lotion agak kental dan biasanya berwarna putih
5. Alas bedak/foundation: cairan bertekstur lotion agak kental dengan warna yang
diselaraskan dengan warna kulit. Alas bedak ini dijadikan sebagai lapisan
pertama dalam riasan sebelum nantinya ditimpa dengan bedak tabur supaya dapat
6. Bedak tabur: bubuk yang bertekstur halus dan memiliki beragam warna yang
disesuaikan dengan warna kulit. Fungsi bedak tabur sendiri adalah untuk
mengkunci alas bedak agar dapat melekat lebih lama pada riasan wajah.
277
7. Bedak padat: serbuk bedak yang dipadatkan, warnanya pun beragam. Fungsinya
awet.
8. Lipstik: kosmetik yang umumnya terbuat dari lilin, minyak dan pigmen yang
digunakan untuk memberikan warna tertentu pada bibir agar memunculkan kesan
sesuai dengan yang diinginkan dan supaya bibir terlihat segar/tidak pucat.
9. Blush on/perona pipi: serbuk powdery seperti bedak, namun ada juga yang
berbentuk liquid. Blush on sendiri memiliki fungsi sebagai perona pipi agar
riasan tidak terlihat pucat serta menimbulkan kesan segar pada wajah.
10. Spons: alat kosmetik yang terbuat dari bahan yang elastis dan memiliki pori-pori
11. Pensil alis hitam/celak: alat rias yang berbentuk seperti pensil dan memilki isian
warna hitam bertekstur agak creamy supaya dapat dengan mudah diaplikasikan
12. Pidih hitam: alat rias yang berbentuk jar kecil atau berwadah seperti lipstik berisi
cream padat berwarna hitam. Berfungsi untuk memberikan warna lebih tegas
pada bagian yang diinginkan secara lebih praktis karena terkturnya yang creamy
13. Pidih putih: alat rias yang wadahnya berbentuk jar kecil atau seperti lipstik berisi
cream padat berwarna putih. Berfungsi untuk memberikan warna lebih tegas
278
pada bagian yang diinginkan secara lebih praktis karena terkturnya yang creamy
14. Pidih jingga: alat rias yang wadahnya berbentuk jar kecil atau seperti lipstik
berisi cream padat berwarna jingga. Berfungsi untuk memberikan warna lebih
tegas pada bagian yang diinginkan secara lebih praktis karena terkturnya yang
15. Eyeshadow: bubuk/cream padat yang memiliki beragam sekali warna untuk
memberi polesan warna pada area yang diinginkan. Warna eyeshadow yang
sering digunakan untuk merias wajah penari Kesenian Kuda Lumping Turonggo
16. Sisir: sebuah alat rias yang terbuat dari bahan keras (misalnya: plastik) biasanya
berbentuk pipih, memiliki gerigi. Fungsi dari sisir sendiri adalah untuk
17. Cermin: alat rias yang licin dan dapat menciptakan pantulan bayangan objek
yang ada di depannya secara sempurna atau sama persis dengan aslinya. Fungsi
dari cermin adalah untuk membantu proses rias dalam meneliti hasil tampilan
4.4.5.1.2.1 Tata Rias Wajah Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle
dioleskan pada wajah dan leher, lalu dibersihkan dengan kapas dan kemudian
dilanjutkan dengan mencuci muka dengan sabun pencuci muka jika perlu.
2) Wajah yang telah bersih selanjutnya diolesi pelembab secara merata dengan
takaran secukupnya, tunggu beberapa menit dulu agar agak pelembab meresap
ke dalam kulit. Setelah kulit sudah dalam keadaan lembab, kemudian bisa
3) Wajah penari yang telah diberi alas bedak selanjutnya dibauri dengan bedak
tabur menggunakan warna yang sesuai dengan kulit penari, lalu ditimpa
dengan bedak padat yang disapukan pada wajah secara merata menggunakan
spons bedak.
4) Jika complection dasar pada wajah sudah selesai semua, selanjutnya bisa
dilanjutkan dengan membuat alis menggunakan pensil alis warna hitam sesuai
5) Setelah bagian alis telah selesai bisa dilanjutkan dengan membuat rias bagian
mata yaitu menggunakan eyeshadow dan pidih untuk membuat mata lebih
tegas termasuk membingkai mata pada bagian garis kelopak mata atas dan
6) Untuk rias putra lanyap bisa dilanjutkan dengan menggunakan blush on,
sedangkan untuk rias putra gagah teleng bisa dilanjutkan dengan memberi
280
warna merah pada bagian jidat, tulang hidung, bibir bagian bawah dan dagu
7) Rias putra gagah teleng bisa dilanjutkan dengan membuat bayangan di sisi
kanan kiri tulang hidung, garis kerutan mata, kumis (diatas bibir space antara
hidung dan bibir hingga bibir atas juga diberi warna hitam), godeg dan laler
menclok sebagai hiasan tambahan yang berbentuk serupa tanda seru di tengah-
tengah area mata dan di atas hidung berwarna putih pada area dalamnya dan
dibingkai dengan garis hitam pada sisi luarannya. Lalu membuat bingkai garis
berbentuk 2 taring pada sisi pojok kanan kiri bibir bawah. Kemudian diisi
dengan pidih warna putih, selain itu pidih warna putih juga dibubuhkan pada
8) Rias putra lanyap dilanjutkan dengan membuat shading atau bayangan pada
sisi kanan kiri hidung menggunakan eyeshadow coklat dan bedak untuk
space antara hidung dan bibir saja tanpa memberi warna hitam pada bibir
bagian atas), godeg dan laler menclok sebagai hiasan tambahan yang
berbentuk serupa tanda seru di tengah-tengah area mata dan di atas hidung
berwana hitam. Lalu membubuhkan lipstik warna merah pada bibir atas dan
bawah.
terlebih dahulu agar rapih dan bersolek pada cermin untuk meneliti kembali
hasil riasan.
281
Turonggo Jati Bengkle disesuaikan dengan sosok tokoh yang ada dalam tarian. Selain
berfungsi untuk penutup tubuh dan memunculkan karakter tokoh dalam masing-
masing tarian, kostum juga berperan sebagai pendukung tema dalam sajian tari.
Sebab tarian yang ada di dalam pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati
Bengkle mayoritas merupakan tarian dengan isi gerakan enerjik dan dinamis sehingga
proses gerak penari. Busana yang dikenakan oleh penari Kesenian Kuda Lumping
seorang prajurit, baik itu prajurit elit kerajaan maupun sosok prajurit dari kalangan
masyarakat jelata. Hal ini dapat terlihat dari bentuk kostum yang dikenakan berbeda
pada hampir semua sesi tarian. Untuk lebih jelasnya mengenai kostum penari
Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle dapat dilihat pada foto 4.219.,
Foto 4.219. Rias busana (tari rewo-rewo) Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati
Bengkle (Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)
Berdasarkan foto 4.219. di atas dapat terlihat kostum yang digunakan oleh
penari rewo-rewo pada saat pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati
Bengkle terdapat dua versi. Versi pertama menggunakan kostum berupa: 1) iket (ikat
kepala) berwarna merah hitam, 2) rompi hitam jaranan, 3) stagen, 4) jarik barong
(kain/jarik yang bermotif kotak-kotak hitam putih), 5) celana panjen. Versi kedua
mengenakan kostum berupa: 1) iket (ikat kepala) berwarna kuning hijau, 2) baju
surjan, 3) stagen, 4) jarik barong (kain/jarik yang bermotif kotak-kotak hitam putih),
5) celana panjen, 6) sampur warna hijau. Selanjutnya untuk tari klasikan dan klasik
pedangan, kedua tarian ini menggunakan kostum yang sama. Untuk lebih jelasnya
Foto 4.220. Rias busana (tari klasikan dan klasik pedangan) Kesenian Kuda Lumping
Turonggo Jati Bengkle (Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)
Berdasarkan foto 4.220. di atas dapat terlihat kostum yang digunakan oleh
penari klasikan dan klasik pedangan pada saat pertunjukan Kesenian Kuda Lumping
Turonggo Jati Bengkle menggunakan kostum berupa : 1) iket (ikat kepala) berwarna
kuning hijau, 2) baju surjan hitam motif bunga, 3) stagen, 4) jarik barong (kain/jarik
yang bermotif kotak-kotak hitam putih, kuning, merah), 5) celana panjen, dan 6)
sampur warna merah. Selanjutnya untuk kostum/busana yang dikenakan pada tari
Foto 4.221. Rias busana (tari satrionan) Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati
Bengkle (Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)
Berdasarkan foto 4.221. di atas dapat terlihat kostum yang digunakan oleh
penari satrionan pada saat pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati
3) wig (rambut palsu), 4) kalung kace, 5) kelat bahu 6) gelang tangan, 7) kendit, 8)
stagen motif batik warna merah, 9) sampur putih polos dan sampur merah dengan
motif batik di ujungnya, 10) sabuk dan epek timang, 11) boro samir, 12) jarit, 13)
celana panjen, 14) gelang kaki 15) uncal. Untuk penjelasan mengenai kostum dan
akan dibahas lebih lanjut berdasarkan lokasi penyematannya dari badan bagian atas
ke bawah.
4.4.6.1.1.1 Iket
Akesoris yang disematkan pada kepala penari rewo-rewo yang sering disebut
dengan iket karena cara pengaplikasiannya adalah dengan diikatkan pada kepala. Iket
adalah kain berbentuk bujur sangkar yang mempunyai empat sudut. Sebelum
diikatkan ke kepala terlebih dahulu kain iket ini dilipat menjadi dua bagian sehingga
membentuk segitiga tiga sudut sama kaki. Untuk lebih jelasnya, bentuk iket dapat
Foto 4.222. Iket (digunakan pada tari rewo-rewo dan tari klasikan) Kesenian Kuda
Lumping Turonggo Jati Bengkle (Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)
Iket yang digunakan oleh penari rewo-rewo, tari klasikan dan tari klasik
pedangan selain berfungsi sebagai aksesoris/hiasan supaya terlihat lebih dekat dengan
karakter orang jaman dahulu yang selalu menggunakan iket ini untuk sehari-hari, juga
berperan sebagai penutup kepala yang dipercaya dapat memproteksi diri dari roh-roh
286
jahat. Tari rewo-rewo menggunakan iket warna merah hitam sedangkan tari klasikan
4.4.6.1.1.2. Blangkon
Jika dibandingkan dengan hiasan kepala tari rewo-rewo, tari klasikan dan tari klasik
pedangan yang hanya menggunakan iket, aksesoris blangkon yang digunakan oleh
penari satrionan lebih praktis dan ekslusif. Untuk lebih jelasnya, bentuk blangkon
Foto 4.223. Blangkon (digunakan pada tari satrionan) Kesenian Kuda Lumping
Turonggo Jati Bengkle (Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)
Foto 4.223. tampak aksesoris blangkon yang digunakan oleh penari satrionan.
Blangkon merupakan tutup kepala yang terbuat dari kain batik serupa topi berbentuk
setengah lingkaran yang bagian belakangnya terdapat tonjolan sebagai tanda model
rambut laki-laki pada jaman dahulu yang acapkali mengikat rambut panjang mereka
menyembul. Blangkon yang digunakan oleh penari satrionan adalah blangkon dengan
motif batik warna kuning yang didominasi oleh latar berwarna merah.
287
blangkon adalah wig. Jika dibandingkan dengan hiasan kepala dan gaya rambut tari
rewo-rewo, tari klasikan dan tari klasik pedangan yang hanya menggunakan iket dan
rambut asli saja tanpa menggunakan tambahan aksesoris wig yang digunakan oleh
penari satrionan. Untuk lebih jelasnya, bentuk blangkon dapat dilihat pada foto
Foto 4.224. Wig ( hanya digunakan pada tari satrionan) Kesenian Kuda Lumping
Turonggo Jati Bengkle (Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)
Foto 4.224. tampak aksesoris wig yang hanya digunakan oleh penari
satrionan. Wig merupakan rambut imitasi/palsu yang terbuat dari rambut manusia
asli, wol, bulu, rambut yak, rambut kerbau, atau bahan sintetis lainnya yang
dikenakan pada kepala. Karena model rambut laki-laki pada jaman dahulu banyak
yang gondrong memelihara rambut mereka hingga panjang. Jenis wig yang
digunakan oleh penari satrionan adalah jenis wig yang terbuat dari rambut manusia
4.4.6.1.2.1 Sumping
Tari rewo-rewo, tari klasikan, dan tari klasik pedangan tidak menggunakan
hiasan pada bagian kuping. Hiasan kuping yang biasa disebut dengan sumping ini
hanya digunakan oleh penari satrionan. Untuk lebih jelasnya, bentuk sumping dapat
Foto 4.225. Sumping (hanya digunakan pada tari satrionan) Kesenian Kuda Lumping
Turonggo Jati Bengkle (Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)
Foto 4.225. tampak aksesoris sumping yang digunakan oleh penari satrionan.
Sumping merupakan hiasan yang dikenakan penari pada daun telinga penari terbuat
dari kuningan/lembaran kulit yang biasa digunakan sebagai bahan dasar pembuatan
wayang kulit kemudian ditatah hingga tembus dan berlubang lalu sebagai finishing
dicat dengan warna keemasan. Bentuk sumping sendiri menyerupai sulur helai daun
Pada tari rewo-rewo, tari klasikan dan tari klasik pedangan tidak
menggunakan hiasan pada bagian leher. Hiasan leher yang biasa disebut dengan
kalung kace susun ini hanya digunakan oleh penari satrionan. Untuk lebih jelasnya,
bentuk kalung kace susun dapat dilihat pada foto 4.226. di bawah ini.
Foto 4.226. Kalung kace susun (hanya digunakan pada tari satrionan) Kesenian Kuda
Lumping Turonggo Jati Bengkle (Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)
Foto 4.226. tampak aksesoris kalung kace susun yang digunakan oleh penari
satrionan. Kalung kace susun merupakan hiasan yang dikenakan penari pada leher
penari terbuat dari spons yang dilapisi oleh kertas emas dan diberi manik-manik
Pada tari rewo-rewo, tari klasikan dan tari klasik pedangan tidak
menggunakan hiasan pada bagian lengan. Hiasan lengan yang biasa disebut dengan
kelat bahu ini hanya digunakan oleh penari satrionan. Untuk lebih jelasnya, bentuk
Foto 4.227. Kelat bahu (hanya digunakan pada tari satrionan) Kesenian Kuda
Lumping Turonggo Jati Bengkle (Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)
Foto 4.227. tampak aksesoris kelat bahu yang digunakan oleh penari
satrionan. Kelat bahu merupakan hiasan yang dikenakan penari pada lengan dekat
bahu penari terbuat dari kuningan, lembaran kulit, maupun plasmen yang dilapisi
oleh kertas berwarna, ada yang diberi tambahan manik-manik berupa permata imitasi
namun ada juga yang polosan atau tidak diberi tambahan manik-manik. Pada kelat
bahu yang digunakan oleh penari satrionan merupakan jenis kelat bahu berbahan
dasar plasmen yang dilapisi oleh kertas berwarna merah dan keemasan dan
berbentuk/bermotif kobaran api. Cara pemakaian kelat bahu ini adalah dengan
291
Pada tari rewo-rewo, tari klasikan dan tari klasik pedangan tidak
yang biasa disebut dengan gelang tangan ini hanya digunakan oleh penari satrionan.
Untuk lebih jelasnya, bentuk gelang tangan dapat dilihat pada foto 4.228. di bawah.
Foto 4.228. Gelang tangan (hanya digunakan pada tari satrionan) Kesenian Kuda
Lumping Turonggo Jati Bengkle (Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)
Foto 4.228. tampak aksesoris gelang tangan yang digunakan oleh penari
satrionan. Gelang tangan merupakan hiasan yang dikenakan penari pada pergelangan
tangan penari umumnya ada yang terbuat dari kuningan, lembaran kulit, maupun
plasmen yang dilapisi oleh kertas berwarna, ada yang diberi tambahan manik-manik
berupa permata imitasi namun ada juga yang polosan atau tidak diberi tambahan
292
manik-manik. Pada aksesoris gelang tangan yang digunakan oleh penari satrionan
merupakan jenis gelang tangan berbahan dasar plasmen yang dilapisi oleh kertas
berwarna merah bermotif sebutir tetesan air di tengah-tengahnya yang disi oleh
permata imitasi. Cara pemakaian gelang tangan ini adalah dengan melingkarkannya
4.4.6.1.6 Kostum dan Aksesoris Badan Bagian Atas Penari Kesenian Kuda
Pada tari rewo-rewo menggunakan baju atasan berupa rompi warna hitam dan
baju sorjan lurik warna coklat, untuk tari klasikan dan tari klasik pedangan
menggunkan baju sorjan ontrokusuma warna hitam dengan motif bunga warna biru .
Sedangkan untuk tari satrionan tidak menggunakan baju atasan apapun alias
bertelanjang dada. Untuk lebih jelasnya, bentuk rompi dan baju sorjan yang
digunakan oleh penari rewo-rewo dapat dilihat pada foto 4.229. di bawah ini.
293
Foto 4.229. Rompi dan baju sorjan lurik yang digunakan oleh penari rewo-rewo,
Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle (Sumber: Dokumentasi Octa, 23
Februari 2020)
Foto 4.229. tampak kostum berupa rompi warna hitam dan baju sorjan lurik
warna coklat yang biasa digunakan untuk kostum pada tari rewo-rewo. Rompi dan
baju sorjan yang digunakan oleh penari rewo-rewo ini merupakan perwujudan dari
busana yang sering digunakan oleh rakyat jelata pada masa itu. Kostum rompi ini
terbuat dari kain satin yang dihiasi oleh renda emas pada tepiannya sehingga terlihat
menarik. Sedangkan untuk baju sorjan motif lurik merupakan baju laki-laki khas jawa
khususnya di kalangan kerajaan mataraman pada masa itu. Baju surjan ini memiliki
jenis kerah yang tegak, berlengan panjang dan terbuat dari kain lurik yaitu kain tenun
bermotif lurik (garis lurus vertikal), kemudian pada bagian leher baju sorjan jenis
lurik ini terdapat 6 biji kancing yang mewakili jumlah rukun iman agama islam, serta
3 buah kancing tesembunyi yang letaknya dekat dengan bagian perut dan dada
sebagai perwakilan dari 3 jenis nafsu manusia yang harus selalu di redam.
Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, tari klasikan dan tari klasik
pedangan menggunkan baju sorjan ontrokusuma warna hitam dengan motif bunga
warna biru. Untuk lebih jelasnya, bentuk baju sorjan ontrokusuma digunakan oleh
penari klasikan dan klasik pedangan dapat dilihat pada foto 4.90. di bawah ini.
294
Foto 4.230. Baju sorjan ontrokusuma yang digunakan oleh penari klasikan dan klasik
pedangan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle
(Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)
Foto 4.230. tampak kostum berupa baju sorjan ontrokusuma warna hitam
dengan motif bunga warna biru yang biasa digunakan oleh penari klasikan dan klasik
pedangan. Jika baju sorjan lurik yang dikenakan oleh penari rewo-rewo merupakan
perwujudan dari busana yang sering digunakan oleh rakyat jelata pada masa itu
khususnya oleh laki-laki jawa kalangan kerajaan mataraman pada masa itu. Baju
sorjan ontrokusuma merupakan busana yang sering digunakan oleh rakyat yang
dalam hal kasta rakyat yang menggunaanya, jenis baju sorjan lurik dan baju sorjan
ontrokusuma juga memiliki perbedaan dalam hal bahan bentuknya. Dari segi bahan,
baju sorjan ontrokusuma tidak terbuat dari kain tenun seperti baju sorjan lurik namun
terbuat dari bahan sutra. Kemudian dari segi bentuk, baju sorjan ontrokusuma
memiliki warna hitam dengan motif bunga warna biru. Selebihnya untuk peletakan
kancing antara baju sorjan lurik dengan baju sorjan ontrokusuma masih sama.
295
Selain baju, kostum yang melekat pada badan bagian atas penari adalah stagen
dan korset. Untuk penari rewo-rewo, klasikan dan klasik pedangan hanya
mengugunakan stagen lilit warna hitam polos saja, sedangkan untuk penari satrionan
menggunakan korset hitam polos dan stagen cinde warna merah. Untuk lebih
jelasnya, bentuk stagen dan korset yang digunakan oleh penari rewo-rewo, klasikan,
klasik pedangan dan satrionan dapat dilihat pada foto 4.231. di bawah ini.
Foto 4.231. Stagen dan korset yang digunakan oleh penari rewo-rewo, klasikan,
klasik pedangan dan satrionan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle
(Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)
Foto 4.231. tampak stagen dan korset yang digunakan oleh penari rewo-rewo,
klasikan, klasik pedangan dan satrionan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati
Bengkle. Stagen adalah semacam kain panjang yang dililitkan ke perut. Terdapat 2
macam stagen yang digunakan oleh tarian pada pertunjukan Kesenian Kuda Lumping
Turonggo Jati Bengkle diantaranya adalah stagen warna hitam polos untuk tari rewo-
rewo, klasikan, dan klasik pedangan. Sedangkan untuk tari satrionan menggunakan
stagen cinde warna merah dan juga korset di bagian dalamnya sebelum nantinya
296
korset tersebut ditutup oleh stagen cinde warna merah tersebut. Korset merupakan
Perbedaan stagen dan korset terdapat pada bahan, tekstur, dan cara
pemakainannya. Dari segi bahan baku, stagen terbuat dari kain, sedangkan korset
terbuat dari bahan Poliester 65%, Karet 31%, Nilon 4%. Kemudian dari segi tekstur,
stagen tidak bisa meregang/elastis, sedangkan korset bisa meregang. Terakhir dari
segi cara pemakaian karena stagen memiliki ukuran panjang yang mencapai hingga
berulang ke area pinggang dari ujung ke ujung dan menimpakan stagen lilit ini secara
erat pada permukaan kain yang dikenakan supaya kain tidak melorot dan menempel
erat pada tubuh penari. Berbeda dengan stagen yang membutuhkan tingkat
ketelatenan tinggi, korset secara penggunaan dinilai jauh lebih praktis karena
4.4.6.1.6.4 Sampur
Kostum lainnya yang melekat pada area bagian atas badan penari adalah
sampur. Pada tari rewo-rewo versi kostum baju sorjan dengan motif lurik warna
coklat pada bagian badannya dililitkan sampur warna hijau secara melintang
diagonal. Lalu, pada tari klasikan dan klasik pedangan menggunakan sampur warna
merah yang dililitkan di bagian perut tepatnya diatas perut dan pinggang penari yang
sebelumnya telah dilekatkan stagen warna hitam polos. Karena sampur tersebut
menggunakan sampur double warna putih polos dan sampur merah dengan motif
297
batik di ujungnya. Untuk lebih jelasnya, sampur yang digunakan oleh penari rewo-
rewo, klasikan, klasik pedangan dan satrionan dapat dilihat pada foto 4.232.
Foto 4.232. Sampur yang digunakan oleh penari rewo-rewo, klasikan, klasik
pedangan dan satrionan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle (Sumber:
Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)
klasikan, klasik pedangan dan satrionan pada pertunjukan Kesenian Kuda Lumping
Turonggo Jati Bengkle. Sampur adalah salah satu kelengkapan kostum tari berupa
kain selendang dengan ukuran lebar kisaran 50 cm dan panjang 260 cm yang
biasanya dililitkan pada bahu maupun pinggang penari. Jenis sampur yang digunakan
pada pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle terbagi menjadi
dua macam.
Pertama adalah sampur jenis sampur polos berbahan dasar kain sifon
warna keemasan. Jenis sampur polos yang digunakan pada tari rewo-rewo berwarna
hijau tua, pada tari klasikan dan klasik pedangan menggunakan sampur polos warna
merah. Pada tari satrionan menggunakan jenis sampur yang berbeda dengan sampur
298
sebelumnya yaitu sampur motif batik pada bagian ujungnya. Sampur jenis kedua ini
merupakan sampur dengan motif batik yang terbuat dari kain shanthung dengan
ukuran 240 cm x 50 cm dengan motif batik pada bagian ujungnya. Pada tari satrionan
jenis polos dengan bahan kain sifon warna putih polos dan sampur motif batik.
secara melintang dengan posisi diagonal pada bahu penari kemudian dikat/diberi
peniti pada pinggang penari supaya tidak menghambat gerak penari. Selebihnya,
sampur lain seperti sampur yang digunakan pada tari klasikan, satrionan dan klasik
Sabuk, epek timang, dan boro samir adalah satu kesatuan kelengkapan kostum
penari yang tidak dapat dipisahkan karena bersifat saling melengkapi satu sama lain
meski memiliki fungsinya sendiri. Dari semua tarian yang ada pada pertunjukan
menggunakan sabuk, epek timang, dan boro samir sebagai pelengkap kostumnya
hanya tari satrionan. Untuk lebih jelasnya, sabuk, epek timang dan boro samir yang
digunakan oleh penari satrionan dapat dilihat pada foto 4.233. di bawah ini.
299
Foto 4.233. Sabuk, epek timang dan boro samir yang digunakan oleh penari satrionan
pada Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle
(Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)
Foto 4.233. tampak sabuk, epek timang dan boro samir yang digunakan oleh
penari satrionan pada Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle. Sabuk dan
epek timang adalah salah satu kelengkapan kostum berupa kain persegi panjang yang
disematkan pada bagian perut penari. Fungsi dari sabuk dan epek timan ini sendiri
adalah untuk melekatkan bagian kostum lainnya yang ada pada area pinggang penari.
Selain itu, sabuk dan epek timan ini juga berfungsi untuk menambah nilai keindahan
pada kostum penari satrionan. Sabuk yang digunakan oleh penari satrionan pada
Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle merupakan sabuk dengan bahan
dasar kain bludru warna merah dengan hiasan berupa manik-maink yang disusun
sedemikian rupa dengan warna keemasan, dilengkapi dengan epek timang sebagai
kepala sabuk yang berfungsi untuk mengatur tingkat kekencangan sabuk pada tubuh
penari.
300
Cara pengaplikasian sabuk dan epek timang ini sendiri adalah dengan
memasukkan epek timang ke sabuk supaya nantinya ketika sabuk telah dikaitkan
tengah-tengah perut penari dan pastikan telah sesuai dengan tingkat kekencangan
4.4.6.1.7 Kostum dan Aksesoris Badan Bagian Bawah Penari Kesenian Kuda
4.4.6.1.7.1 Jarik
Salah satu kostum yang melekat pada badan bagian bawah penari adalah jarik.
Semua tarian pada Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle menggunakan
jarik ini sebagai kostumnya. Pada tari rewo-rewo, tari klasikan dan klasik pedangan
menggunakan jarik bali dengan motif kotak-kotak, namum pada tari rewo-rewo
menggunakan jarik bali dengan motif kotak-kotak warna hitam putih sedangkan
untuk tari klasikan dan klasik pedangan menggunakan jarik bali motif kotak-kotak
warna warni. Terakhir, pada tari satrionan menggunakan 2 jenis jarik sekaligus yaitu
jarik solo warna coklat tua dan jarik batik tulis motif buketan pekalongan. Untuk
lebih jelasnya, jarik-jarik yang digunakan oleh penari rewo-rewo, klasikan, klasik
pedangan dan satrionan dalam pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati
Foto 4.234. Jarik-jarik yang digunakan oleh penari satrionan pada Kesenian Kuda
Lumping Turonggo Jati Bengkle (Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)
klasikan, klasik pedangan dan satrionan dalam pertunjukan Kesenian Kuda Lumping
Turonggo Jati Bengkle. Jarik adalah salah satu kelengkapan kostum tari berupa kain
panjang yang dikenakan untuk menutup area badan bagian bawah penari . Jarik
yang lebih besar yaitu lebarnya bisa mencapai 110 cm dan panjang 250 cm sehingga
bisa digunakan untuk menyelimuti seluruh bagian tubuh bawah penari mulai dari area
pinggang hingga pergelangan kakinya secara sempurna. Terdapat 4 macam jarik yang
Turonggo Jati Bengkle. Selanjutnya jarik akan dijelaskan urut dari foto paling kiri
Jarik pertama adalah jarik yang dikenakan pada tari rewo-rewo merupakan
jarik bali dengan motif kotak-kotak dan memiliki perpaduan warna hitam dan putih.
Jarik bali ini memiliki ukuran 200 cm x 100 cm. Karena semua penari pada
302
pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle berjenis kelamin pria
maka cara pemakaian jarik bali pada penari rewo-rewo berbeda dengan cara
pemakaian jarik pada wanita. Cara pertama yang harus dilakukan dalam pemakaian
jarik pada pria adalah dengan memposisikan kaki secara merenggang ke samping
terlebih dahulu. Fungsinya adalah untuk memastikan penari tetap nyaman dalam
bergerak nantinya setelah jarik terpasang. Bila posisi kaki sudah dirasa cukup nyaman
selanjutnya tinggal melilitkan kain jarik dari arah kanan kemudian agak ditarik
namun usahakan jangan terlalu kencang karena itu bisa menghambat ruang gerak
penari nantinya. Lalu kenakan jarik dari pinggang hingga 5 cm di atas lutut karena
setelah jarik ini penari juga masih menggunakan celana ukuran ¾ sehingga jarik ini
tidak difungsikan untuk menutup keseluruhan bagian kaki penari namun hanya untuk
menutup bagian bwah pinggang hingga atas lutut saja. Setelah semua langkah tadi
telah selesai, sebagai step terakhirnya adalah pembuatan wiru pada bagian tengah
antara kedua kaki untuk memudahkan penari dalam memposisikan properti jaranan
yang akan diletakkan di area sana serta untuk membuat sisa jarik yang ada lebih
terlihat rapih.
Jarik kedua adalah jarik yang dikenakan pada kostum penari klasikan dan
klasik pedangan yaitu sama dengan jenis jarik penari rewo-rewo namun memiliki
kombinasi warna yang lebih banyak yaitu warna hitam, putih, merah dan kuning.
Mengenai ukuran dan cara pemakaian jarik bali warna warni pada tari klasikan dan
klasik pedangan sama persis dengan ukuran dan cara pemakaian pada kostum tari
rewo-rewo.
303
Jarik ketiga dan keempat merupakan jarik yang dikenakan secara bersamaan
dalam kostum tari satrionan. Jarik ketiga adalah jarik yang fotonya berada di tengah
urutan foto 4.94. Jarik tersebut adalah jarik batik solo warna coklat tua terbuat dari
bahan kain katun dengan ukuran panjang 240 cm dan lebar 115 cm. Cara
pemakaiannya agak berbeda dengan jarik-jarik pada tari sebelumnya. Karena pada
tari satrionan ini menggunakan 2 jarik sekaligus sehingga kedua jarik pada tari
satrionan harus dipasang secara bertahap. Untuk jarik ketiga ini dipasang setelah
jarik keempat telah terpasang pada penari sehingga jarik ketiga ini hanya digunakan
untuk menutup area pinggang hingga lutut penari. Perbedaan lain yang dimiliki oleh
cara pemakaian jarik pada tari satrioanan dengan cara pemakaian jarik pada tari
sebelumnya adalah dalam hal pembuatan wiru. Jika jarik pada tari sebelumnya baru
diwiru setelah jarik sudah terpasang pada badan penari, pada tari satrionan justru
sebaliknya karena sebelum diaplikaskan ke tubuh penari terlebih dahulu jarik telah
diwiru.
Jarik keempat adalah jarik yang fotonya berada di posisi paling kanan pada
urutan foto 4.234. Jarik tersebut adalah jarik batik tulis dengan motif buketan dari
pekalongan terbuat dari bahan kain katun dengan ukuran panjang 250 cm dan lebar
110 cm. Seperti yang sudah disinggung pada penjelasan pemakaian jarik ketiga tadi.
Jarik keempat ini justru dikenakan terlebih dahulu sebelum mengenakan jarik ketiga.
Fungsi dari jarik keempat ini adalah hanya untuk menutupi area kaki kanan penari
saja mulai dari atas (pinggang) hingga atas mata kaki. Selebihnya untuk cara
Kostum yang dikenakan pada badan bagian bawah semua penari pada
pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle selain jarik adalah
celana panjen. Untuk lebih jelasnya, celana panjen yang digunakan oleh penari rewo-
rewo, klasikan, klasik pedangan dan satrionan dalam pertunjukan Kesenian Kuda
Lumping Turonggo Jati Bengkle dapat dilihat pada foto 4.235. di bawah.
Foto 4.235. celana panjen beserta rompinya yang digunakan oleh penari rewo-rewo,
klasikan, klasik pedangan dan satrionan dalam pertunjukan Kesenian Kuda Lumping
Turonggo Jati Bengkle (Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)
Pada foto 4.235. tampak celana panjen beserta rompinya yang digunakan oleh
Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle. Celana celana panjen adalah salah
satu kelengkapan kostum tari berupa celana panjang selutut atau ¾ yang dikenakan
untuk menutup area badan bagian bawah penari mulai dari pinggang hingga batas
lutut penari. Celana panjen ini dipilih karena memiliki bentuk yang simple, praktis
mencerminkan karakter prajurit perang pada jaman dahulu kala. Celana panjen yang
digunakan dalam kostum tarian pada pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo
Jati Bengkle terbagi menjadi 2 pilihan warna yaitu 1) celana panjen warna hitam
polos dengan hiasan renda berwarna keemasan pada bagian bawahnya. Celana panjen
warna hitam ini khusus dikenakan oleh penari klasikan dan klasik pedangan
sedangkan untuk tari rewo-rewo dan satrionan menggunakan celana panjen warna
merah.
umumnya karena celana panjen ini sudah diberi kolor sehingga bisa langsung praktis
digunakan dengan mudah oleh penari, hanya saja tahapan pemakaian celana ini
dilakukan sebelum mengenakan jarik dan stagen. Pemilihan warna merah dan hitam
pada celana panjen ini adalah karena merah dianggap sebagai warna yang bisa
mewakilkan kesan pemberani serta warna hitam yang juga memberikan kesan
gagah/maskulin.
Aksesoris yang dikenakan pada badan bagian bawah penari pada pertunjukan
Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle adalah gelang kaki. Gelang kaki ini
digunakan sebagai aksesoris hanya pada tari satrionan saja karena pada tarian lain
tidak ada yang menggunakan aksesoris gelang kaki. Untuk lebih jelasnya, gelang kaki
yang digunakan oleh penari satrionan dalam pertunjukan Kesenian Kuda Lumping
Foto 4.236. Gelang kaki yang digunakan oleh penari satrionan dalam pertunjukan
Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle (Sumber: Dokumentasi Octa, 23
Februari 2020)
Pada foto 4.236. gelang kaki yang digunakan oleh penari satrionan dalam
pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle. Gelang kaki adalah
aksesoris tambahan pada kostum satrionan yang memiliki bentuk melingkar untuk
dikenakan pada area pergelangan kaki penari sebagai hiasan dan menambah nilai
keindahan pada keseluruhan kostum itu sendiri. Gelang kaki yang digunakan pada
tari satrionan ini terbuat dari spon yang dilapisi oleh kertas berwarna emas lalu pada
masing-masing ujung gelang di beri kancing jepret/kancing tekan yang terdiri dari 2
bagian yaitu bagian cembung dan cekung supaya bisa saling merekat. Cara
4.4.6.1.7.4 Uncal
pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle adalah uncal. Uncal ini
hanya digunakan sebagai aksesoris pada tari satrionan saja karena pada tarian lain
307
tidak ada yang menggunakan aksesoris uncal. Untuk lebih jelasnya, uncal yang
Foto 4.237. Uncal yang digunakan oleh penari satrionan dalam pertunjukan Kesenian
Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle (Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari
2020)
Pada foto 4.237. uncal yang digunakan oleh penari satrionan dalam
pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle. Uncal adalah aksesoris
tambahan pada kostum satrionan yang memiliki bentuk menyerupai kalung kace
namun ukurannya 3 kali lipat lebih besar daripada kalung kace. Uncal yang
digunakan oleh penari satrionan terdiri dari 2 susun spons yang dilapisi oleh kertas
emas yang memiliki motif kepala banteng dan 2 utas tali yang menjuntai ke bawah
dengan ujung hiasan berupa kumpulan sejumput benang pada bagian sisi kanan dan
sisi kirinya. Fungsi uncal jika dilihat dari segi kostum adalah untuk menambah
keindahan kostum namun secara tersirat uncal dalam fungsi senjata bagi prajurit
308
perang jaman dahulu. Uncal dikenakan pada area bawah perut dan dipasangkan pada
adalah memakai kostum tari yang ada pada pertunjukan Kesenian Kuda Lumping
Foto 4.238. Proses pemakaian kostum dan aksesoris penari satrionan dalam
pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle (Sumber: Dokumentasi
Octa, 23 Februari 2020)
aksesoris penari satrionan dalam pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati
Bengkle. Ketika proses pemakaian kostum, penari selalu dibantu oleh penata rias dan
penari lainnya juga. Karena jumlah penari yang banyak sedangkan hanya terdapat
satu orang penata rias sehingga untuk mempersingkat waktu penari lain juga ikut
309
membantu proses pengaplikasian kostum sesuai dengan intruksi dari penata tari
maupun mencontoh salah satu kostum yang telah selesai diaplikasikan. Berikut
1. Memakai celana panjen warna merah kemudian mengenakan jarik batik tulis
dengan motif buketan dari pekalongan sebagai lapisan jarit pertama untuk dikenakan
oleh penari yang telah mengenakan celana panjen. Sebagai langkah awal, regangkan
kaki penari kesamping hingga posisi kaki sudah dirasa cukup nyaman selanjutnya
tinggal melilitkan kain jarik dari arah kanan. Posisikan jarik bagian atas sampai
dengan setara ketiak secara melintang (diagonal) letakkan bagian jarik yang diwiru
dari arah kiri hingga ke ujung paha kanan penari. Lalu rapihkan bagian ujung kiri
jarik satunya yang tidak diwiru. Jika jarik lapiasan pertama sudah berada pada posisi
yang tepat, langsung ikat jarik dengan tali pada area perut supaya posisi jarik tidak
berubah lagi. Tekuk bagian jarik atas yang menempel setara ketiak tadi ke bawah.
Usahakan ujung jarik yang ada di sisi kiri tubuh penari bagian bawahnya berada 5 cm
di bawah pinggang saja supaya nanti bisa tertutup oleh jarik lapis keduanya. Setelah
jarik sudah selesai diikat, selanjutnya buka/lepaskan jepitan yang ada pada wiru
supaya bagian wiru tersebut bisa terurai dan menutup bagian kaki kanan penari
2. Setelah jarik lapisan pertama selesai bisa langsung dilanjutkan dengan menimpa
jarik lapisan kedua pada penari dengan metode yang sama. Usahakan jarik lapisan
310
kedua ini hanya menutupi area pantat dan paha kanan maupun kiri penari. Sehingga
3. Selipkan aksesoris kostum boro samir pada sisi kanan (satu bagian saja) dan kiri
cethik penari (dua bagian) dengan cara posisikan bagain atas boro samir di atas tali
4. Pasang korset sesuaikan dengan ukuran tubuh penari, usahakan jangan terlalu erat
tapi jangan terlalu longgar juga. Cara pengaplikasian korset sangat lah mudah karena
hanya tinggal menempelkan korset pada area perut penari dan jika posisi sudah dirasa
tepat tinggal mengaitkan pengait korset yang ada di bagian ujung-ujung korset.
5. Setelah selesai, korset ditimpa kembali dengan stagen cinde warna merah supaya
kostum terlihat lebih estetis dan susunan kostum sebelumnya bisa lebih melekat
maksimal. Cara pengaplikasian stagen cinde merah ini adalah dengan melilitkan
bagian ujung depan stagen memutar ke arah kiri secara berulang hingga bertemu
dengan ujung stagen bagian belakang lalu kunci dengan menggunakan peniti/jarum
pentul.
6. Sematkan sabuk beserta epek timang di atas stagen cinde warna merah dengan
posisi akhir epek timang berada di tengah-tengah, lalu kunci ujung sabuk yang masih
7. Setelah sabuk sudah terpasang dengan rapih step selanjutnya adalah mengaitkan
8. Lalu ikatkan sampur putih polos dan sampur merah dengan motif batik di area
perut dengan cara mengaitkan kedua sampur secara bersamaan di area cethik penari
311
namun dibiarkan agak longgar dibagian belakang pantat penari untuk sampur warna
merah dan longgarkan di bagian depan paha untuk sampur warna putih sehingga
9. Jika kostum bagian utama tadi sudah selesai, selanjutnya tinggal memasangkan
aksesoris-aksesoris saja, seperti memakai gelang kaki, gelang tangan, kalung kace,
1. Memakai celana pajen warna merah dengan hiasan renda warna keemasan pada
ujungnya kemudian mengenakan jarik bali dengan motif kotak-kotak warna hitam
dan putih. Sebagai langkah awal, regangkan kaki penari kesamping hingga posisi
kaki sudah dirasa cukup nyaman selanjutnya tinggal melilitkan kain jarik dari arah
kanan. Posisikan bagian tengah-tengah jarik menempel pada pinggang hingga pantat
penari dari belakang lalu tarik kedua ujung jarik ke arah depan sampai kedua ujung
jarik saling bertemu untuk memastikan kedua sisi jarik telah seimbang. Lalu tinggal
fungsinya supaya nantinya jika area tersebut diberi properti jaranan tidak kesulitan.
Usahakan ujung jarik bagian bawah berada 5 cm di atas lutut. Untuk mengencangkan
susunan jarik yang telah dibuat, ikat bagian atas jarik yang ada di area selingkar
perut.
2. Jika jarik sudah selesai diikat dengan tali, bisa segera menutup area perut dan
bagian atas jarik yang sudah diikat tali dengan stagen. Cara pengaplikasian stagen
adalah dengan melilitkan bagian ujung depan stagen memutar ke arah kiri secara
312
berulang hingga bertemu dengan ujung stagen bagian belakang lalu kunci dengan
1. Memakai celana pajen warna merah dengan hiasan renda warna keemasan pada
ujungnya kemudian mengenakan jarik bali dengan motif kotak-kotak warna hitam
dan putih. Sebagai langkah awal, regangkan kaki penari kesamping hingga posisi
kaki sudah dirasa cukup nyaman selanjutnya tinggal melilitkan kain jarik dari arah
kanan. Posisikan bagian tengah-tengah jarik menempel pada pinggang hingga pantat
penari dari belakang lalu tarik kedua ujung jarik ke arah depan sampai kedua ujung
jarik saling bertemu untuk memastikan kedua sisi jarik telah seimbang. Lalu tinggal
fungsinya supaya nantinya jika area tersebut diberi properti jaranan tidak kesulitan.
Usahakan ujung jarik bagian bawah berada 5 cm di atas lutut. Untuk mengencangkan
susunan jarik yang telah dibuat, ikat bagian atas jarik yang ada di area selingkar
perut.
2. Jika jarik sudah selesai diikat dengan tali, bisa segera menutup area perut dan
bagian atas jarik yang sudah diikat tali dengan stagen. Cara pengaplikasian stagen
adalah dengan melilitkan bagian ujung depan stagen memutar ke arah kiri secara
berulang hingga bertemu dengan ujung stagen bagian belakang lalu kunci dengan
3. Memakai baju sorjan lurik warna coklat, supaya lebih rapih ujung bagian bawah
pada bahu penari kemudian dikat/diberi peniti pada pinggang penari supaya tidak
1. Memakai celana pajen warna hitam polos dengan hiasan renda warna keemasan
pada ujungnya kemudian mengenakan jarik bali dengan motif kotak-kotak warna
warni. Sebagai langkah awal, regangkan kaki penari kesamping hingga posisi kaki
sudah dirasa cukup nyaman selanjutnya tinggal melilitkan kain jarik dari arah kanan.
penari dari belakang lalu tarik kedua ujung jarik ke arah depan sampai kedua ujung
jarik saling bertemu untuk memastikan kedua sisi jarik telah seimbang. Lalu tinggal
fungsinya supaya nantinya jika area tersebut diberi properti jaranan tidak kesulitan.
Usahakan ujung jarik bagian bawah berada 5 cm di atas lutut. Untuk mengencangkan
susunan jarik yang telah dibuat, ikat bagian atas jarik yang ada di area selingkar
perut.
3. Jika jarik sudah selesai diikat dengan tali, bisa segera menutup area perut dan
bagian atas jarik yang sudah diikat tali dengan stagen. Cara pengaplikasian stagen
adalah dengan melilitkan bagian ujung depan stagen memutar ke arah kiri secara
314
berulang hingga bertemu dengan ujung stagen bagian belakang lalu kunci dengan
4. Memakai baju sorjan baju sorjan ontrokusuma warna hitam dengan motif bunga
warna biru, supaya lebih rapih ujung bagian bawah baju sorjan ontrokusuma tersebut
5. Lilitkan/ikatkan sampur warna merah pada perut penari (di atas baju sorjan dan
stagen) sesuaikan panjang sampur hanya sampai sebatas bawah lutut saja (jangan
sampai ujung sampur terlalu panjang hingga melebihi mata kaki) dengan mengatur
simpul ikatan sampur agar sebisa mungkin uraian ujung sampur berada di cethik
kanan dan kiri penari supaya mempermudah penari dalam meraih sampur.
yaitu level atas (area panggung) digunakan untuk para pengrawit sedangkan penari
melangsungkan pertunjukan tarinya pada level bawah (area depan panggung) berupa
tanah lapangan yang agak becek karean saat itu sedang musim penghujan. Guna
meminimalisir tingkat kelicinan tanah yang digunakan oleh penari untuk bergerak
Foto 4.239. Tempat pentas Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle di
Lapangan Desa Gebugan (Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)
Februari 2020 pukul 13:00. Alasan pemilihan Lapangan Desa Gebugan sebagai
tempat pentas pada saat itu adalah karena sudah menjadi adat istiadat yang secara
turun temurun dilakukan setiap tahun oleh warga desa Gebugan ketika menggelar
sebagai tempat yang paling tepat untuk menggelar acara karena strategis, luas dan
paling mudah diakses oleh warga desa karena sangat dekat dengan jalan utama desa
yang sering digunakan untuk lalu lalang warga desa dari penjuru manapun sehingga
316
Bengkle
Lapangan Desa Gebugan pada tanggal 23 Februari 2020 berlangsung saat siang hari
yaitu pukul 13:00 sehingga pihak panitia pertunjukan tidak menyediakan lighting
sama sekali dan hanya cukup memanfaatkan cahaya matahari saja sebagai satu-
satunya sumber pencahayaan pementasan seperti yang dapat dilihat pada foto 4.239.
di atas. Alasan penyelenggaraan pertunjukan pada jam tersebut adalah supaya tidak
berbenturan dengan waktu shalat dzuhur, sehingga ketika waktu adzan ashar
mungkin ketika pertunjukan diadakan sejak siang hari maka sebelum adzan maghrib
pernah melaksanakan pentas pada waktu petang/malam hari yaitu pada tanggal 22
Desember 2019 ketika menjadi pengisi dalam acara hajatan salah satu warga Dusun
Bengkle. Saat pertunjukan berlangsung pada malam hari, Kesenian Kuda Lumping
Turonggo Jati Bengkle pun hanya menggunakan general lighting. General lighting
atau pencahayaan general adalah pencahayaan yang memiliki fungsi hanya untuk
menerangi suatu area pentas dan beberapa spot-spot lain yang diinginkan saja supaya
317
area pementasan bisa terlihat lebih jelas dan terang. Lampu yang digunakan pada
general lighting pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle adalah
lampu bohlam biasa dengan warna putih seperti yang dapat terlihat pada foto 4.240.
di bawah ini.
Foto 4.240. Lampu yang digunakan pada pertunjukan Kesenian Kuda Lumping
Turonggo Jati Bengkle (Sumber: Dokumentasi Octa, 22 Desember 2019)
pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle adalah jenis general
lighting (terletak di sudut kanan depan rumah yang pelatarannya digunakan sebagai
tempat pentas) sebab pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle
tidak terlalu membutuhkan tata cahaya yang bersifat artistik yang berfungsi untuk
pada waktu sehingga pementasan tidak terlalu membutuhkan banyak lampu. Tata
dijelaskan oleh Bapak Nurohmani selaku seksi perlengkapan melalui sesi wawancara
“Ya kalau siang kan ndak perlu pakai lampu to mbak, lah kalau malam ya paling
pakainya lampu general atau penerangan biasa yang penting bisa untuk menerangi
panggung dan halaman saja”.
lampu bohlam biasa warna putih milik tuan rumah penyelenggara acara hajatan yang
tampil.
Tata suara adalah salah satu komponen penting dalam pementasan karena
memiliki fungsi untuk meningkatkan volume suara dari sumber suara yang ditangkap.
Secara umum, tata suara pada suatu pertunjukan terbagi menjadi 3 bagian
Terdapat 6 jenis alat sound system yang digunakan pada pertunjukan Kesenian Kuda
dan 4) power amplifier (3 unit) sebagai audio processor, serta 5) speaker (8 unit)
supaya suara yang dihasilkan oleh masing-masing sumber seimbang dan bervolume
besar. Berikut adalah salah satu microphone kabel yang digunakan dalam pertunjukan
Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle seperti pada foto 4.101
Foto 4.241. Microphone kabel yang digunakan dalam pertunjukan Kesenian Kuda
Lumping Turonggo Jati Bengkle (Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)
Foto 4.242. menunjukan salah satu microphone kabel yang digunakan oleh
sindhen dan pengrawit dalam pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati
Bengkle. Microphone kabel adalah salah satu perlengkapan sound system jenis input
transducer yang berfungsi untuk menangkap gelombang suara akustik dari sumber
suara, untuk disalurkan melaui kabel microphone menuju audio mixer dan power
output suara yang lebih besar volumenya sehingga bisa dengan mudah didengar oleh
banyak orang dari jarak jauh sekalipun karena suaranya sudah berubah menjadi lebih
320
nyaring. Pada dasarnya, terdapat dua jenis microphone yaitu microphone kabel dan
beberapa keunggulan seperti: 1) memiliki sinyal yang lebih solid dan kualitas suara
lebih baik, 2) microphone kabel tersambung ke audio mixer dengan kabel, jadi
mati karena sinyal bergerak melalui kabel, sehingga tidak perlu khawatir akan terjadi
titik mati, 4) tidak membutuhkan baterai karena microphone kabel mengambil energi
langsung dari peralatan rekaman sehingga tidak memerlukan baterai, 5) bisa dengan
mudah mengetahui kisaran jarak pasti dari jangkauan microphone kabel agar dapat
selalu mendapatkan kualitas suara yang bagus serta bisa mendapatkan jangkauan
yang lebih besar dengan memperpanjang kabel, 6) terakhir adalah hal paling esensial
yang menjadi pertimbangan untuk lebih memilih microphone kabel karena harganya
dari microphone kabel beserta kabelnya jauh lebih murah jika dibandingkan dengan
Bengkle, karena dengan adanya alat standing microphone para pengguna microphone
321
kabel tidak perlu selalu memegangnya. Terutama untuk pengrawit yang sudah jelas
kedua tangannya sibuk memainkan instrument alat musik sehingga tidak bisa
adalah salah satu standing microphone yang digunakan dalam pertunjukan Kesenian
Foto 4.242. Standing microphone yang digunakan dalam pertunjukan Kesenian Kuda
Lumping Turonggo Jati Bengkle (Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)
Foto 4.242 menunjukan salah satu standing microphone yang digunakan oleh
sindhen dan pengrawit dalam pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati
berupa tongkat lurus yang bagian atasnya berupa dudukan microphone bersifat
fleksibel seperti analog sehingga bisa diatur sesuai dengan kebutuhan serta memiliki
3 kaki penyangga. Fungsi dari standing microphone adalah sebagai tempat memasang
microphone agar tetap bisa dengan kokoh berdiri pada posisi yang dinginkan tanpa
perlu bantuan manusia untuk memegangnya. Selain itu, dengan menggunakan stand
322
microphone juga bisa untuk memaksimalkan kualitas suara yang dihasilkan kareana
posisinya bisa lebih stabil ketika diletakkan pada stand microphone dibandingkan
buah microphone kabel untuk menangkap suara yang dihasilkan oleh sindhen serta
alunan musik iringan dari beberapa instrument gamelan. Suara tersebut akan diolah
terlebih dahulu oleh untuk audio mixer, setelah diolah pun harus melewati power
amplifier terlebih dahulu baru nantinya bisa dikeluarkan menjadi kombinasi suara
yang memiliki volume lebih besar oleh speaker. Berikut adalah audio mixer yang
Foto 4.243. Audio mixer yang digunakan dalam pertunjukan Kesenian Kuda Lumping
Turonggo Jati Bengkle (Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)
323
Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle. Audio mixer adalah salah satu
perangkat pengolah audio/audio processor yang juga merupakan media lanjutan dari
serupa papan dengan beberapa tombol pengaturan yang digunakan untuk menjadi
media pengolah, pengatur, dan pengontrol input sinyal suara yang tercampur dari
berbagai sumber suara supaya dapat tercipta output suara yang sesuai dengan
speaker pasif (speaker low, speaker mid, dan speaker hi) yang terletak pada bagian
sisi pojok kanan dan kiri bawah panggung area pertunjukan sebab speaker pasif tidak
supaya dapat bekerja dengan maksimal. Berikut adalah 3 unit power amplifier yang
Foto 4.244. Power amplifier yang digunakan dalam pertunjukan Kesenian Kuda
Lumping Turonggo Jati Bengkle (Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)
pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle. Power amplifier adalah
salah satu perangkat audio processor yang juga merupakan media lanjutan dari input
transducer sebelumnya yaitu microphone kabel dan audio mixer berbentuk persegi
yang dilengkapi dengan beberapa tombol pengaturan yang digunakan untuk menjadi
sistem penguat akhir pada sound system. Fungsi power amplifier adalah menguatkan
dan mendorong sinyal audio yang telah diolah dan diubah oleh audio mixer supaya
memiliki daya yang cukup memadai untuk dikirimkan kepada speaker. Pertunjukan
amplifier yang berbeda jenis karena dalam skema susunan speaker 4-way terdiri dari
3 jenis speaker berbeda pula yaitu speaker low, speaker mid, dan speaker hi.
Jika diurutkan dari susunan foto 4.244. foto paling kanan adalah power
amplifier mid high XR7 RX1000, foto yang di tengah adalah power amplifier class
GB crown macrotech 5002, dan foto paling kiri adalah power amplifier class D
amplifier yang diperuntukkan khusus untuk speaker tipe/jenis range mid-hig yang
biasa digunakan untuk mengeluarkan karakter suara level high/suara tinggi yang
memiliki kisaran frekuensi 160 kHz sampai 20 kHz yang masih cocok untuk
dipasangkan dengan speaker tipe range suara mid-hig seperti speaker jenis tweeter
(high).
yang terbuat dari bahan circuit jenis GB class kualitas tinggi sangat cocok untuk
speaker tipe/jenis range low-mid yang biasa digunakan untuk mengeluarkan karakter
suara level mid/suara tengah-tengah yang memiliki kisaran frekuensi 80 Hz-3 kHz
yang masih cocok untuk dipasangkan dengan speaker tipe range suara low-mid
tidak linier karena menggunakan system Pulse With Modulator. Salah satu kelemahan
dari power amplifier class D ini adalah efisiensi kerjanya yang hanya bisa mencapai
batas maksimal 90 persen karena tidak memiliki siklus gelombang tegangan sehingga
arus menjadi tumpang tindih karena arus hanya ditarik melalui transistor yang
menyala.
power amplifier class D ini tetap dapat menciptakan dorongan yang besar dengan
pengurasan daya yang kecil. Keuntungan lainnya yang bisa di sapatkan dari power
amplifier class D ini adalah tidak memerlukan power supply tenaga tinggi serta
transistor yang tidak cepat rusak karena bisa selalu dingin. Power amplifier class D
326
ini dapat mengeluarkan kinerja maksimal sambil tetap menghemat listrik sekaligus.
Maka dari itu, Power amplifier class D sangat cocok untuk speaker tipe/jenis range
low-sub yang biasa digunakan untuk mengeluarkan karakter suara level low/suara
nada rendah yang memiliki kisaran frekuensi 30-80 Hz yang artinya cocok untuk
dipasangkan dengan speaker tipe range suara low-sub seperti speaker jenis
sub-bass/subwoofer (low).
4.4.9.5 Speaker
unit speaker yang berperan sebagai perangkat audio terusan paling akhir dari 2
rangkaian audio sound system sebelumnya yaitu microphone kabel (input transducer)
audio mixer dan power amplifier sebagai (audio processor). Sebagai output
semua audio yang telah ditangkap dan diproses sebelumnya pada perangkat audio
suara tersebut. Berikut adalah 4 macam speaker yang digunakan dalam pertunjukan
Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle seperti pada foto 4.245.
327
Foto 4.245. 4 macam speaker yang digunakan dalam pertunjukan Kesenian Kuda
Lumping Turonggo Jati Bengkle (Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)
pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle. Secara umum, speaker
dikenal oleh masyarakat umum sebagai perangkat sound system yang dapat
mengeluarkan gelombang audio dalam level volume besar. Pada sebuah speaker
terdiri dari beberapa elemen penyusun yang saling melengkapi sehingga dapat dengan
maksimal menghasilkan output suara yang baik dan sesuai dengan kebutuhan acara.
satelit, dan beberapa elemen lainnya. Dari segi elemen penyusun tersebut, speaker
dapat diklasifikasikan menjadi 2 jenis yaitu speaker aktif dan speaker pasif.
memerlukan amplifier tambahan. Speaker pasif adalah speaker yang tidak memiliki
supaya dapat bekerja dengan maksimal. Pada pertunjukan Kesenian Kuda Lumping
328
Terdapat 2 unit speaker aktif jenis speaker monitor (foto 4.245 speaker pojok
kanan atas) yang diletakkan di pojok kanan dan kiri panggung yang disematkan di
atas tripod speaker serta 6 unit speaker pasif lainnya yang diletakkan di sisi pojok
kanan dan kiri bawah panggung dengan menggunakan susunan speaker 4-way seperti
yang dapat dilihat pada foto 4.246 dan 4.247 di bawah ini.
Foto 4.246. peletakkan speaker aktif (area dalam garis kuning) di atas panggung
pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle (Sumber: Dokumentasi
Octa, 23 Februari 2020)
329
Foto 4.247. peletakkan skema 4 way speaker pasif (area dalam garis merah) pada
bagian bawah panggung pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle
(Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)
Speaker aktif jenis speaker monitor adalah salah satu perangkat pengeras
suara yang dapat mengeluarkan suara asli dari awal proses penangkapan rekaman
suara oleh microphone sebagai input transducer karena suara yang masuk pada
speaker monitor ini tidak melalui audio processor yaitu audio mixer dan power
amplifier seperti yang terjadi pada speaker pasif sehingga suara yang dihasilakn oleh
speaker monitor pun menjadi benar-benar asli/mentah karena tidak mengalami proses
pengolahan. Maka dari itu, speaker monitor ini diletakkan persis di belakang area
pengrawit dengan tujuan supaya pengrawit bisa dengan mudah mendengarkan hasil
suara asli tabuhan mereka dari dekat secara jelas dan detail, jika sampai ada suatu hal
yang dirasa kurang sesuai bisa dikomunikasikan secara langsung dengan pengrawit
yang lain.
speaker yang paling tepat untuk sound system lapangan, karena dalam pertunjukan
330
terdapat 3 jenis range frekuensi yang berbeda-beda sehingga di dalam skema susunan
speaker tersebut juga terdapat 3 jenis speaker aktif yang masing-masingnya sejumlah
2 unit diantaranya : 1) speaker jenis sub-bass/subwoofer (low) model real folded horn
superscoop (pada foto 4.105 speaker pojok kiri bawah) ukuran 18 inchi (2 unit) yang
sangat cocok untuk memproduksi nada level rendah berfrekuensi kisaran anatara 30-
80 Hz, dengan power handling kisaran 400 watt. Contoh instrument musik yang
digunakan dalam pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle yang
masuk ke dalam kelompok nada rendah yaitu bass drum, 2) speaker jenis midrange
(mid) model cubo kick (pada foto 4.245 speaker pojok kiri atas) ukuran 15 inchi (2
unit) yang sangat cocok untuk memproduksi nada level menengah berfrekuensi
kisaran 80 Hz-3 kHz, dengan power handing kisaran 360 watt. Contoh instrument
musik yang digunakan dalam pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati
Bengkle yang masuk ke dalam kelompok nada menengah yaitu suara vokal sindhen,
kendhang, hingga bass drum. 3) speaker jenis tweeter (high) model loaded hom 2
way (pada foto 4.245 speaker pojok kanan bawah) ukuran 12 inchi (2 unit) yang
sangat cocok untuk memproduksi nada level tinggi dengan berfrekuensi kisaran 160
kHz-20 kHz, dengan power handling kisaran 2400 watt. Contoh instrument musik
yang digunakan dalam pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle
yang masuk ke dalam kelompok nada tinggi yaitu suara vokal sindhen dan suara
gamelan.
331
menggunakan 2 unit speaker aktif jenis speaker monitor yang di letakkan di atas
panggung. Guna menyangga dan menyematkan kedua speaker tersebut supaya bisa
berada pada level yang lebih tinggi memerlukan tripod/stand speaker sehingga suara
dari speaker monitor bisa tidak sejajar langsung menerpa pengrawit karena akan
terlalu bising. Berikut adalah salah satu tripod/stand speaker yang digunakan dalam
pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle seperti pada foto 4.248.
Foto 4.248. Tripod/stand speaker yang digunakan dalam pertunjukan Kesenian Kuda
Lumping Turonggo Jati Bengkle (Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)
speaker adalah salah satu kelengkapan dari speaker berupa tongkat lurus yang bagian
atasnya berupa dudukan speaker bersifat fleksibel seperti analog sehingga bisa diatur
332
pijakan tripod karena mengingat berat speaker yang berkisar 35 kg jika sampai
terjatuh dan menimpa seseorang. Fungsi utama dari tripod/stand speaker adalah
untuk menyangga speaker supaya dapat berdiri sehingga secara tidak langsung juga
properti utama yang digunakan oleh semua penari pada semua tarian yang ada pada
pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle. Berikut adalah properti
anyaman jaran kepang yang digunakan dalam pertunjukan Kesenian Kuda Lumping
Foto 4.249. properti anyaman jaran kepang yang digunakan dalam pertunjukan
Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati (Sumber: Dokumentasi Octa, 22 Desember
2019)
Pada foto 4.249. menampakkan properti anyaman jaran kepang yang
anyaman jaran kepang tersebut terbuat dari bamboo yang disusun sedemikian rupa
dengan ditambahkan hiasan gambar dari cat kayu serta serabut/ijuk sebagai bahan
pembuat bagian ekor dan rambut jaran kepang sehingga memiliki bentuk menyerupai
kuda. Properti selanjutnya adalah keris dan parang (sintetis), khusus untuk properti
ini tidak digunakan oleh semua penari karena 2 buah parang sintetis hanya digunakan
oleh 2 penari yang berperan sebagai ketua barisan pada tari klasik pedangan untuk
saling beradu parang serta 1 buah keris sintetis yang hanya disematkan pada 1 orang
penari yang berperan sebagai patih pada tari satrionan untuk pelengkap kostum.
Berikut adalah properti keris dan parang (sintetis) yang digunakan dalam pertunjukan
Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle seperti pada foto 4.250.
Foto 4.250. properti keris dan parang (sintetis) yang digunakan dalam pertunjukan
Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle (Sumber: Dokumentasi Octa, 22
Desember 2019)
334
Pada foto 4.250. menampakkan properti keris dan parang (sintetis) yang
Properti keris yang bahan utamanya terbuat dari kayu untuk sarung/wadah luar
kerisnya dan keris di dalamnya terbuat dari bahan stainless steel agar terlihat seperti
keris asli. Sedangkan untuk properti parang sintetis sendiri terbuat dari kayu, namun
ada juga yang terbuat dari stainless steel bisa dipilih sesaui dengan selera masing-
masing. Keris yang digunakan sebagai properti pada tarian satrionan hanya
digunakan sebagai pelengkap kostum saja karena pada tari satrionan yang cenderung
berperan sebagai prajurit kerajaan dahulu kala selalu membawa keris ketika hendak
berangkat perang sehingga tidak benar-benar dipakai untuk berperang pada saat
menari satrionan. Berbanding terbalik dengan tari klasik pedangan yang memang
menghadirkan properti parang sintesis untuk digunakan sebagai alat perang antar
penari sebagai simbolik perlawanan rakyat jelata dalam melawan penjajah dulu.
Properti terakhir adalah pecut yang digunakan untuk atraksi setelah tari rewo-
rewo oleh beberapa pemecut yang telah berlatih sebelumnya karena tidak semua
orang awam bisa menggunakannya. Berikut adalah properti pecut yang digunakan
dalam pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle seperti pada foto
4.251.
335
Foto 4.251. properti pecut yang digunakan dalam pertunjukan Kesenian Kuda
Lumping Turonggo Jati Bengkle (Sumber: Dokumentasi Octa, 22 Desember 2019)
dengan diameter sekitar 5 cm yang terbuat dari kayu dilapisi oleh benang wol yang
dirajut sedemikian rupa supaya nyaman dan terasa pas saat dipegang/digunakan dan
minim iritasi. Kemudian yang kedua adalah bagian batang cambukannya itu sendiri.
Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle mencapai 300 cm. Jika pecut/cambuk ini
digunakan oleh orang yang tepat/sudah ahli maka adakn mengeluarkan bunyi yang
kejut yang sangat keras dan bisa memekakan telinga. Namun ketika pecut tersebut
ridak digunakan oleh orang yang berpengalaman maka mustahil bisa mengeluarkan
336
bunyi seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Tips utama dalam menggunakan
properti cambuk/pecut ini adalah usahakan ujung cambuk berada di posisi bawah
ketika melecutkannya ke tanah atau area yang lapang sampai terdengar bunyi ledakan
keras.
Jati Bengkle berasal dari semua lapisan masyarakat serta segala umur, tidak
dalam area pertunjukan, meskipun mayoritas penonton berasal dari warga Desa
Gebugan. Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle yang masuk ke dalam
jenis tari kerakyatan ini sudah cukup dikenal oleh kalangan warga sekitar karena telah
beberapa kali pentas dan menjadi pengisi acara diberbagai kesempatan sehingga
Berikut merupakan beberapa pendapat, kesan dan pesan dari narasumber yang telah
pertunjukan.
Narasumber pertama adalah ibu Desy Ratiani (23 Februari 2020) mengatakan,
“Saya sudah 3 kali menonton pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati
Bengkle. Alasan saya sering menonton pertunjukan ini karena saya memang suka
menonton pertunjukan seni seperti ini. Kemudian untuk kesan saya ya, senang
melihat pertunjukan tersebut terutama pada bagian tari klasik pedangannya mbak.”
337
Berdasarkan pernyataan ibu Desy Ratiani di atas, beliau merasa senang dan
selalu ingin kembali menonton pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati
Bengkle karena dua alasan, yang pertama memang karena menyukai pertunjukan seni
semacam ini dan yang kedua adalah karena ingin menonton tari klasik pedangan yang
ada pada pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle. Hampir
serupa dengan statement Bapak Karyono yang pada tanggal 23 Februari 2020 juga
“Saya sudah 2 kali menonton pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati
Bengkle. Alasan saya menonton pertunjukan ini karena saya memang suka menonton
pertunjukan seni terutama pada adegan kesurupannya. Kemudian untuk kesan saya
ikut senang ketika melihat masih ada banyak orang yang bersedia melestarikan
kesenian dan budaya Indonesia seperti ini ditengah segala keterbatasan yang ada.
Mereka tetap mau manyisihkan waktu, uang dan tenaganya untuk menggelar pentas.”
menonton pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle hingga dua
kali ini adalah karena senang dengan adegan kesurupannya serta merasa ikut bahagia
ketika melihat masih ada banyak orang yang peduli dan antusias untuk terus
berpartisipasi aktif dalam usaha pelestarian kesenian dan budaya Indonesia ini
walaupun dalam kondisi yang serba terbatas sekalipun. Berbeda lagi dengan Afriza
Yuan Ardias sebagai orang yang baru pertama kali menonton pertunjukan Kesenian
“Kesan saya sebagai orang yang baru pertama kali menonton pertunjukan Kesenian
Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle langsung tertuju pada perpaduan tari dan
unsur magis yang ditampilkan. Menurut saya, hal tersebut menghadirkan kesan yang
338
indah dan special, sebab sudah lama saya tidak menyaksikan pertunjukan tari yang
mengandung unsur magis seperti ini.”
pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle yang baru pertama kali
Ia lihat langsung memberikan kesan indah dan special baginya karena memadukan
antara keindahan unsur tari dan unsur magis di dalamnya. Hal itulah yang jarang
ditemui oleh Afriza Yuan Ardias saat melihat pertunjukan seni sebelumnya.
Sesuai dengan beberapa pendapat yang telah dihimpunoleh peneliti dari sesi
penonton tersebut atas pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle
bahwa pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle sukses menjadi
ingin selalu datang untuk menonton pertunjukan mereka kembali pada berbagai
kesempatan. Selain itu, pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle
juga mampu menciptakan kesan spesial tersendiri dimata beberapa penoton karean
masih mempertahankan unsur magis di dalam pertunjukannya yang sudah cukup sulit
ditemui pada pertunjukan seni lain pada umumnya di jaman yang semakin modern
ini. Pada foto 4.252, 4.253, 4.254, dan 4.255. di bawah dapat terlihat kondisi
Foto 4.252. penonton yang ada di dataran atas kanan pertunjukan Kesenian Kuda
Lumping Turonggo Jati Bengkle (Sumber: Dokumentasi Octa, 22 Desember 2019)
Foto 4.253. penonton yang ada di dataran bawah sisi kanan panggung area
pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle (Sumber: Dokumentasi
Octa, 22 Desember 2019)
Foto 4.254. penonton yang ada di area depan panggung pertunjukan Kesenian Kuda
Lumping Turonggo Jati Bengkle (Sumber: Dokumentasi Octa, 22 Desember 2019)
340
Foto 4.255. penonton yang ada di sisi kanan dan kiri panggung pertunjukan Kesenian
Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle (Sumber: Dokumentasi Octa, 22 Desember
2019)
Pada foto 4.252, 4.253, 4.254, 4.254. dan 4.255, di atas memperlihatkan
kondisi kepadatan penonton dari berbagai sisi yang terekam oleh peneliti ketika
lapangan Desa Gebugan. Hampir semua sisi area pertunjukan hingga jalan desa depan
lapangan Desa Gebugan tertutup rapat oleh keramaian penonton yang datang.
Sebagian besar penonton memang berasal dari sekitar dusun Bengkle atau warga asli
Desa Gebugan yang ingin hadir dalam acara hari itu, namun tidak dapat dipungkiri
juga terdapat sebagian kecil dari penonton yang datang dari luar Desa Gebugan
sengaja jauh-jauh datang hanya untuk melihat pertunjukan Kesenian Kuda Lumping
PENUTUP
5.1 Simpulan
Lumping Turonggo Jati Bengkle terbagi menjadi tiga, meliputi awal pertunjukan, inti
pertunjukan, dan akhir pertunjukan. Awal pertunjukan dibuka dengan musik gamelan
dan sambutan dari ketua dan sesepuh Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo
Jati Bengkle, yang dilanjutkan dengan musik gamelan sebagai musik pengiring
formasi sejajar dua baris, lalu meletakkan properti jaranan di tengah-tengah barisan
dan melakukan jengkeng (saling berhadapan) sebagai ragam awal pada tari rewo-
rewo. Bagian inti pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle
terbagi menjadi 4 babak tarian yang berbeda, meliputi Tari Rewo-Rewo, Tari
Bengkle ditutup dengan adegan kesurupan pada Tari Klasik Pedangan yang segera
disembuhkan oleh pawing. Setelah semua penari sadar, ketua paguyuban, penari, dan
semua kru berkumpul di sekeliling tumpukan properti jaranan yang di atasnya telah
diletakkan sajen untuk berdoa bersama dan memberi penghormatan terakhir kepada
342
343
Turonggo Jati Bengkle termasuk ke jenis gerak murni, sebab tidak mengandung
makna tertentu dan hanya mengedepankan nilai keindahan semata. Iringan musik
tangga nada pentatonis dengan alat-alat musik berupa kendang 1 set, bonang 1
perangkat, demung 2 perangkat, saron 2 perangkat, dram 1 set, dan gong 1 set. Pelaku
pemecut, 4 orang pawang, 8 orang pemusik, dan 16 orang penari. Tata rias yang
diaplikasikan pada penari Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle adalah
jenis rias karakter dan tata busana/kostum, serta aksesoris yang digunakan oleh penari
Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle, meliputi: 1) Kostum dan aksesoris bagian
kepala: Iket (kain ikat kepala) 2 variasi yaitu warna merah hitam dan kuning hijau,
blangkon merah, wig (rambut palsu) warna hitam lurus panjang, 2) Kostum dan
aksesoris bagian kuping: sumping, 3) Kostum dan aksesoris bagian leher: kalung
kace, 4) Kostum dan aksesoris bagian lengan: kelat bahu, 5) Kostum dan aksesoris
bagian tangan: gelang tangan, 6) Kostum dan aksesoris badan bagian atas: rompi
warna hitam, baju sorjan lurik warna coklat, baju sorjan ontrokusuma warna hitam
dengan motif bunga warna biru, stagen warna hitam dan stagen motif batik warna
merah, korset, sampur warna hijau polos, sampur warna merah polos, sampur warna
putih polos, sampur warna merah motif batik, sabuk, epek timang, boro samir, 7)
Kostum dan aksesoris badan bagian bawah: jarik bali motif kotak-kotak warna hitam
344
putih jarik bali motif kotak-kotak warna warni, jarik solo warna coklat tua, jarik batik
tulis motif buketan pekalongan, celana pajen warna hitam, celana pajen warna hitam,
gelang kaki, uncal. Pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle
dilakukan di Lapangan Desa Gebugan. Tata lampu pada pertunjukan Kesenian Kuda
Lumping Turonggo Jati Bengkle terbagi menjadi 2 jenis bergantung dengan kondisi
dan waktu pentasnya. Bila pertunjukan dilakukan saat siang hari maka hanya
saat malam hari maka sistem penerangan yang digunakan adalah jenis general
lighting misalnya lampu bohlam warna putih milik tuan rumah penyelenggara acara
Bengkle untuk tampil. Tata suara pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati
microphone (8 buah), audio mixer (1 unit), power amplifier (3 unit), speaker (8 unit),
dan tripod speaker (2 unit). Properti yang digunakan dalam pertunjukan Kesenian
Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle berupa anyaman jaran kepang, keris dan
5.2 Saran
Bengkle supaya tetap menjaga semangat dan solidaritasnya dalam usaha pelestarian
Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati. Saran untuk bentuk pertunjukan Kesenian
345
Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle adalah semakin giat dalam berlatih menari dan
mempersiapkan segala hal untuk pementasan lebih matang lagi supaya pada saat
lainnya dapat tampil dengan lebih maksimal untuk menghibur penonton. Selain itu,
untuk tetap konsisten dalam memegang prinsip inovasi pada penyusunan variasi
sebisa mungkin untuk tetap konsisten juga dalam hal penanaman segi orisinalitas
gerak pada tari klasikan serta adegan kesurupan yang sekarang sudah dihilangkan
oleh beberapa pertunjukan kesenian kuda lumping lainnya. Kedepannya untuk dapat
sekarang beberapa di antaranya sudah memasuki fase lanjut usia, juga supaya dapat
menghidupkan kembali tarian jaranan versi wanita dan tarian jaranan versi anak-anak,
ataupun atraksi lainnya yang sekarang sudah hilang/vacum karena kurang bahkan
tidak adanya anggota penari wanita dan anak-anak dalam Paguyuban Kesenian Kuda
Lumping Turonggo Jati yang sekarang. Kemudian untuk segi kostum dan properti
pertunjukan perlu diperbaharui lagi karena mengingat kondisi kostum sekarang yang
sudah mulai tidak lengkap, rusak atau kurang terkonsep sehingga mengurangi
Agustina, S. (2018). “Kreasi Bentuk Jaranan Breng Desa Gledung Kecamatan Sanan
https://jurnalmahasiswa.unnesa.ac.id/index.php/solah/article/view/29385
Agustina, Y. (2013). “Analisis Bentuk dan Nilai Pertunjukan Jaran Kepang Turonggo
ejournal.umpwr.ac.id/index.php/aditya/article/view/738/712
1–12. https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jst/article/view/9629
and Creation in Arts and Culture Based on the Local Wisdom". Harmonia:
https://doi.org/10.15294/harmonia.v14i1.2789
Andini, G. (2017). “Bentuk dan Fungsi Tari Dayakan dalam Kegiatan Ekstrakulikuler
346
https://lib.unnes.ac.id/30844/
Anggraini, E, & Cahyono. (2018). “Forms of Show Kuda Lumping Ronggo Budoyo
11-22. doi:10.15294/catharsis.v7i1.21886
http://journal.isi.ac.id/index.php/saraswati/article/view/750
http://eprints.uny.ac.id/20152.
ejournal.unp.ac.id/index/php/sendratasik/article/view/103279
Endah, Febriana Nur. (2014). “Bentuk Penyajian Kesenian Reog Dhodhog di Dusun
347
Pesagi: Jurnal Pendidikan dan Penelitian Sejarah. 3 (2), 1-15.
jurnal.fkip.unila.ac.id/index.php/PES/article/view/8417/pdf_121
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jst/article/view/1806
Handayani, Tutik. (2015). “Bentuk Penyajian Tari Kuda Kepang di Desa Serbaguna
p=show_detail&id=15741
Sebagai Upaya Pelestarian Seni Tradisi Pada Grup Putra Kelana di Kelurahan
https://lib.unnes.ac.id/29128
https://journal.uny.ac.id/index.php/imaji/article/view/6914
Isnanini, Mentari. (2016). “Bentuk Penyajian dan Fungsi Seni Barong Singo Birowo
348
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jst/article/view/971
Istiqomah, Anis, Restu Lanjari. (2017). “Bentuk Pertunjukan Jaran Kepang Papat di
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jst/article/view/15510
Kartikasari, Dewi. (2014). “Bentuk, Makna, dan Fungsi Pertunjukan Kuda Lumping
http://ejournal,umpwr.ac.id/index.php/aditya/article/view/1098.
349
https://jurnal.unigal.ac.id/index.php/article/view/1956
UNNES. https://id.123.doc.com/document/downlod/dzxog4nz
Mahfuri, Rindik, & Bisri M,H. (2019). “Fenomena Cross Gender Pertunjukan
Lengger Pada Paguyuban Rumah Lengger.” Jurnal Seni Tari. 8 (1), 1-11.
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jst/article/view/30636
Nofitri, Misselia. (2015). “Bentuk Penyajian Tari Piring di Daerah Guguak Pariangan
https://journal.isi.padangpanjang.ac.id/index.php/ekspresi/article/view/70/59
Norhayani, Novi Eka & Eny Veronica. (2018). "Bentuk dan Fungsi Tari Jenang Desa
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jst/article/view/22098
350
Gunungkidul.” Pendidik Seni Tari UNY. 7 (6), 1-13.
http://journal.student.uny.ac.id/ojs/index.php/tari/article/view/1459
Nugraheni, Whinda Kartika. “Bentuk Penyajian Kesenian Tari Jaranan Thik Di Desa
https://eprints.uny.ac.id/18147/1/SKRIPSI.pdf
Nurcahyati, Dewi. (2018). “Bentuk dan Fungsi Tari Jathil Jowo di Dusun Gandon
Surakarta. repository.isi-ska.ac.id/3024
Sendratasik. https://lib.unnes.ac.id/29233/1/2501915002.pdf
Pangestu, Hesty. (2016). “Bentuk Penyajian Tari Jepin Bismillah dalam Acara
jurnal.untan.ac.id/index.php/jpdpd/article/view/20881/16981
Prastiawan, Inggit. (2014). “Seni Pertunjukan Kuda Kepang Abadi di Desa Tanjung
351
http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/jupiis/article/view/2289/1962
Pratiwi, Heni. (2013). “Bentuk Penyajian Kuda Lumping Turonggo Bekso di Desa
https://lib.unnes.ac.id/29113/
Prihatini, & Sri Nanik. Seni Pertunjukan Rakyat Kedu. Surakarta: Pascasarjana dan
Putri, Reizan, dkk. (2016). “Bentuk Penyajian Tari Pho di Gampong Simpang Peut
http://jim.unsyah.ac.id/sendratasik.article/view/5257/2193
Sri Rahayu, Dyah. (2013). “Kajian Bentuk dan Fungsi Pertunjukan Kesenian Lengger
https://id.123.dok.com/document/download/wye1jlez
Rahman, Fathur, dkk. (2018). “Bentuk Penyajian Tari Jaranan Butho di Desa Danda
https://ppjp.ulm.ac.id/journal/index.php/pensi/article/view/5215/pdf
352
(05), 58-63. ejournal.umpwr.ac.id/index.php/aditya/article/view/776/750
Raiz, Iqrok Jordan, & Mohammad Hasan Bisri. (2018). "Bentuk Pertunjukan Tari
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jst/article/view/22810/11323
Rapoport, Eva. (2014). “Javanese ‘Horse Dance’ Between Ritual And Entertainment.
Ratna, dkk., Seni Dalam Dimensi Sejarah di Sumatera Utara, (Balai Pelestarian
Ratna, Putu Dyan, & Ni Made Ruastiti. (2017). “Tek Tok Dance Sebagai Sebuah
https://jurnal.isi-dps.ac.id/index.php/kalawang/article/view/238/149
Ratnasari, Iva. (2015). “Bentuk Pertunjukan Tari Silakupang Sanggar Tari Srimpi
353
https://id.123dok.com/document/download/6qm5m592
Saputri, Liska Nike. (2015). “Bentuk Penyajian Tari Reog Ponorogo di Desa Srikayu
p:show.detail&id=15847
Sarastiti, D, & Veronica Eny Iryanti. (2012). “Bentuk Penyajian Tari Ledhek
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jst/article/view/1809
Septiyan, Dadang Dwi. (2018). “Bentuk Pertunjukan Kesenian Barongan Grup Samin
Edan Kota Semarang.” Jurnal Pendidik dan Kajian Seni. 3 (2), 180-194.
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jst/article/download/27171/12212
Setiyarini, Aprilia Dwi. (2016). “Identifikasi Bentuk Penyajian Tari Reyog Somo
Sunarto, Tavip, dkk. (2018) “Seni Pertunjukan Kuda Lumping Lestari Budaya di
354
Pembelajaran Seni dan Budaya. 3 (2), 69-75.
https://media.neliti.com/media/publications/286838-seni-pertunjukan-kuda-
lumping-lestari-bu-boc1d18f.pdf
Suryanti, Nika, dkk. (2017). “Bentuk Penyajian Kesenian Reog Ponorogo di Jorong
ejournal.unp.ac.id/index.php/sendratasik/article/view/8685/6685
Trisakti. (2013). "Bentuk dan Fungsi Seni Pertunjukan Jaranan dalam Budaya
https://icssis.files.wordpress.com/2013/09/2013-02-31.pdf
https://lib.unnes.ac.id/29233/1/2501915002.pdf
digibli.isi.ac.id/2485
355
https://id.123.dok.com/document/download/oz14m532
Wiyoso, Joko. (2011). “Kolaborasi Antar Jaran Kepang dengan Campursari: Suatu
https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/harmonia/article/view/1497
Wulandari, Melisa. (2017). “Eksistensi dan Bentuk Penyajian Tari Andun di Kota
Yustika, Mega, & Muhammad Hasan Bisri. (2017). “Bentuk Penyajian Tari Bedana
356
347
LAMPIRAN
348
Lampiran 1
INSTRUMEN PENELITIAN
KABUPATEN SEMARANG
1. PEDOMAN OBSERVASI
1.2 Bentuk Pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle, meliputi:
a. Tema
b. Gerak
c. Iringan
d. Pelaku
e. Tata rias
f. Tata busana
g. Tempat pentas
349
h. Tata lampu
i. Tata suara
j. Properti
k. Penonton
2. PEDOMAN DOKUMENTASI
b. Foto para pelaku seni pertunjukan Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle
a. Data riwayat hidup pelaku kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle
b. Data piagam penghargaan yang pernah diraih oleh paguyuban kesenian Kuda
3. PEDOMAN WAWANCARA
3.1 Wawancara kepada Ketua Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati
Bengkle?
Bengkle?
Turonggo Jati Bengkle? Serta hal apa yang menginspirasi pendiri untuk
10. Adakah alur cerita dari masing-masing tarian yang terdapat dalam Kesenian
Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle? jika ada, menceritakan mengenai apa?
11. Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle pernah pentas di mana saja?
12. Adakah persyaratan tertentu jika ingin ikut bergabung dengan Paguyuban
13. Dimana saja Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle
melakukan latihan?
351
19. Sejak tahun berapa Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati
20. Sejak tahun berapa Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati
21. Apa hal yang menyebabkan Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo
22. Piagam apa saja yang pernah didapatkan oleh Paguyuban Kesenian Kuda
23. Sejak tahun berapa Bapak Judi menjabat menjadi Ketua di Paguyuban
24. Apa keunikan/ciri khas apa yang dimiliki oleh Paguyuban Kesenian Kuda
Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle ? dukungan apa yang
pernah diberikan?
pementasan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle? apa saja peran yang
dibutuhkan?
3.2 Wawancara kepada Pawang Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati
2. Apa saja tugas dari pawang di Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo
Jati Bengkle?
3. Apa saja syarat yang harus dipenuhi untuk bisa menjadi pawang di Paguyuban
5. Ritual apa saja yang perlu dilakukan sebelum pentas, saat pentas hingga pasca
7. Apa saja sajen yang diperlukan untuk pentas dan apa makna dari masing-
Jati Bengkle?
10. Apa ciri khas yang dimiliki oleh iringan musik Paguyuban Kesenian Kuda
13. Lagu/instrumen iringan apa saja yang digunakan oleh pengrawit untuk
Bengkle?
3.4 Wawancara kepada Penata Tari Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo
2. Kesulitan apa yang Anda pernah alami selama menjadi penata penari di
Bengkle?
melakukan pentas?
6. Bagaimana proses masuknya penari dan hal apa yang dilakukan penari
tersebut?
9. Gaya mana yang menjadi kiblat gerakan-gerakan pada tarian Kesenian Kuda
12. Apa fungsi lain dari tarian Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle
3.5 Wawancara kepada Penari Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati
Bengkle:
2. Kesulitan apa yang Anda pernah alami selama menjadi penata penari di
4. Berapa orang penari yang masuk pada tarian pertama? lalu siapa saja penari
tersebut?
356
10. Pola lantai apa saja yang digunakan di dalam tarian pertama ini?
12. Alur cerita apa yang diambil dalam tarian pertama ini?
Jati Bengkle:
1. Apa yang Anda ketahui tentang Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati
Bengkle?
Jati Bengkle?
4. Apakah Anda mengerti maksud atau alur cerita yang terkandung di dalam
tarian Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle? Bila iya, apa?
6. Apa kritik dan saran Anda untuk Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati
Bengkle?
3.7 Wawancara kepada Penata Rias dan Busana Paguyuban Kesenian Kuda Lumping
1. Kesulitan apa yang Anda pernah alami selama menjadi penata rias dan busana
2. Bagaimana kesan yang Anda rasakan selama menjadi penata rias dan busana
3. Apa tema dan konsep dari rias dan busana pada tarian Kesenian Kuda
4. Apa saja alat rias yang digunakan untuk meriasa penari ketika pentas?
6. Berapa waktu yang diperlukan untuk rias wajah dan busana pada tiap
penarinya?
7. Apa saja nama kostum dan aksesoris yang digunakan pada masing-masing
tarian?
Jati Bengkle?
4. Kesulitan apa yang Anda pernah alami selama menjadi seksi perlengkapan di
Lampiran 2
HASIL WAWANCARA
kali ini?
BJ : 24 Juli 1984
sesungguhnya.
generasi?
ada satu tarian saja yaitu tari klasikan itu yang gerakannya
masih sangat monoton. Alat musik saja Cuma ada bende 4 pcs
baju yang dimiliki saja. Baru sekitar tahun 2000 hingga tahun
gamelan sudah lengkap satu set namun baru yang slendro dan
nya.
desa Bengkle. Kalau yang tari klasik baik yang biasa maupun
mba.
BJ :Kalau yang dulu-dulu saya kurang tahu dan ada yang lupa
minimal 2-3 kali. Tapi kalau mau ada pentas sebisa mungkin
Alim, Pak Tugi, Mas Eri, Mas Rofi, Mas Dedi, Mas Riski,
siapa?
ketua itu baru sekitar tahun 2015 an. Dulu, ketika mau latihan
nasional.
Jati Bengkle?
mba.
pawang, pak?
370
Bapak Suyatno.
Jati Bengkle?
Bengkle?
kesurupan?
(kelapa muda) ini adalah simbol dari air suci yang bisa
dimainkan)
8. Gong: Mas Rio, 9. Sindhen laki-laki: Mas Gufron dan Mas Arif.
musiknya”.
MA : Dua-dua nya mbak, laras pelog dan slendro kami pakai semua.
bende baru ada 4, kendang sabet 1. Lalu tahun 2007 ke atas sudah
Bengkle?
tahu dan pelajari sendiri. Selain itu juga masih sulit untuk
tariannya.
dicatet/difoto saja.
seorang putri yang setia dan selalu jatuh cinta setiap hari kepada
sebuah anjuran untuk tidak tidur sore hari. Karena ada dewa
berisi rezeki dan doa tolak balak/hal buruk. Isi bokor itu
mengiringi suatu tarian baik dalam bentuk hanya nada saja tanpa
adanya lirik yang tetap maupun diisi dengan lirik dari lagu-lagu
diisi oleh sajian tari klasik pedangan yang diiringi oleh judul
kasih banyak atas informasi dan waktu yang telah mas berikan
mas?
pentasnya.
menghibur.
di upload ke Youtube.
pertama?
masing tarian?
ditiru”.
saja mbak.
ini.
tarian pertama?
pertama ini?
pertama ini?
berlawanan arah.
Bengkle?
tarian pertama?
ini?
perang.
pertama ini?
klasik ini?
1 (muter bersama).
ini.
Bengkle Pak?
Bengkle?
391
mba.
Bengkle?
pertama?
nya mbak.
ini?
P : Pola lantai apa saja yang digunakan di dalam tarian klasik ini?
baris, pola lantai keempat kembali ke pola 132 lagi, pola lantai
kelima adalah pola sejajar dua baris (hadap depan), pola lantai
kasih banyak atas informasi dan waktu yang telah mas berikan
Bengkle?
pentasnya.
menghibur.
tarian pertama?
mengenai apa?
395
ini?
peperangan mbak.
pertama ini?
tarian.
396
ini.
ini mbak
kasih banyak atas informasi dan waktu yang telah ibu berikan
kesurupan.
manggolonya.
memicu adrenalin.
ini.
P : Apa tema dan konsep dari rias dan busana pada tarian
ingin dimunculkan.
ketika pentas?
keemasan.
penari?
10) jarit, 11) sabuk, 12) epek timang, 13) boro samir,
keris mbak.
bapak?
Bengkle?
407
Lampiran 3
PROFIL NARASUMBER
Usia : 53
Pekerjaan : Wiraswasta
Usia : 49
Pendidikan Terakhir : SD
Pekerjaan : Petani
Nama : Arifaturohman
Usia : 22
Pekerjaan : Buruh
Nama : Yulianto
Usia : 30
Pekerjaan : Swasta
Bengkle
Usia : 29
Pekerjaan : Karyawan
Usia : 34
Pekerjaan : Wiraswasta
Usia : 22
Usia : 24
Nama : Sulistio
Usia : 26
Pendidikan Terakhir : SD
Pekerjaan : Buruh
Usia : 28
11. Penata Rias Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle
Nama : Ashrofi
Usia : 26
Pendidikan Terakhir : SD
Pekerjaan : Buruh
Bengkle
Nama : Nurohmani
Usia : 29
Pekerjaan : Swasta
Lampiran 4
FOTO
Foto 10. Penari Rewo-Rewo pada Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati
Bengkle (Sumber: Dokumentasi Octa, 23 Februari 2020)
Foto 11. Penari Klasikan Kesenian Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle
pada pembuatan video pertunjukan untuk lomba tingkat kabupaten.
(Sumber: Dokumentasi Octa, 10 Oktober 2020)
420
Foto 12. Penari Satrionan Keseniain Kuda Lumping Turonggo Jati Bengkle
pada acara Launching KTA Satkom Bergas Ceria
(Sumber: Dokumentasi Octa, 24 Februari 2019)
Lampiran 5
SK Dosen Pembimbing
422
Lampiran 6
Lampiran 7