Anda di halaman 1dari 98

POLA PEWARISAN PEMAIN WANITA

WAYANG ORANG NGESTI PANDAWA SEMARANG

SKRIPSI

Diajukan dalam rangka penyelesaian studi strata I


Untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan

Disusun Oleh:
Nama : Anik Purwati
NIM : 2501401012
Program Studi : Pendidikan Seni Tari
Jurusan : Pendidikan Sendratasik

FAKULTAS BAHASA DAN SENI


UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2005
PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertanggungjawabkan dihadapan sidang panitia ujian

skripsi Fakultas Bahasa dan Seni Unversitas Negeri Semarang pada:

Hari : Selasa

Tanggal : 6 September 2005

Panitia Ujian

Ketua Sekretaris

Prof. Rustono, M. Hum Drs. Syahrul Syah Sinaga, M. Hum


NIP.131281222 NIP. 131931634

Pembimbing I Penguji I

Dra. Malarsih, M. Sn Dra. Endang Ratih EW, M.Pd


NIP. 131764021 NIP. 131764042

Pembimbing II Penguji II

Drs. Agus Cahyono, M. Hum Drs. Agus Cahyono, M. Hum


NIP. 132058805 NIP. 132058805

Penguji III

Dra. Malarsih, M.Sn


NIP. 131764021

ii
SARI

Anik Purwati. 2005. Pola Pewarisan Pemain Wanita Wayang Orang Ngesti
Pandawa Semarang. Skripsi : Jurusan Pendidikan Seni Drama, Tari dan Musik.
Fakultas Bahasa dan Seni. Universitas Negeri Semarang.

Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang selain keadaan lingkungan


yang tidak kondusif dipengaruhi pula kurangnya peminat dari masyarakat umum
baik dari segi penonton ataupun regenerasi Wayang Orang Ngesti Pandawa
Semarang, sehingga proses regenerasi lebih banyak terjadi dalam keluarga pemain
Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang sendiri, seperti keluarga pemain wanita
Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang. Dalam penelitian ini difokuskan
pemain wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang karena melihat latar
belakang pemain wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang dari sisi
kehidupan pekerjaan dan alasan-alasan serta motivasi-motivasi pemain wanita
Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang dalam pewarisan terhadap keluarganya
di Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang yang telah di tinggal peminatnya.
Tujuan penelitian ini adalah mendeskrepsikan pola pewarisan sebagai pemain
wayang orang dengan segala faktor yang mempengaruhi dari pola pewarisan
sebagai pemain Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Sasaran penelitian
adalah pola pewarisan pemain wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang
dalam keluarganya dan faktor yang mempengaruhi pola pewarisan sebagai pemain
Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang. Lokasi penelitian di asrama Wayang
Orang Ngesti Pandawa Semarang, jalan Arya Mukti Timur gang VIII-IX
Pedurungan Semarang dan di gedung Ki Narta Sabda TBRS. Data dikumpulkan
melalui teknik observasi, wawancara dan dokumentasi. Teknik keabsahan data
dengan pendekatan trianggulasi dan teknik analisis data dengan cara
mengumpulkan data, menyajikan data, mereduksi data kemudian simpulan atau
verifikasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola pewarisan sebagai pemain
wayang orang melalui proses enkulturasi yang dipengaruhi oleh latar belakang
pemain wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang dan pengetahuan anak
pemain wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang serta sistem
pembelajaran yang bersifat tradisional atau disebut pembiasaan anak akan
ketrampilan atau materi sebagain pemain wayang orang, seperti : gerak tari, rias
dan busana, antawecana, karakter dan penguasaan iringan. Faktor yang
mempengaruhi pola pewarisan sebagai pemain wayang orang adalah keluarga,
lingkungan yang kondusif, Paguyuban Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang
sendiri.
Kesimpulannya bahwa pola pewarisan pemain wanita Wayang Orang
Ngesti Pandawa Semarang melalui proses enkulturasi dan pembelajaran
tradisional atau lebih disebut pembiasaan serta didukung dari berbagai pihak baik
intern maupun ekstern. Pola pewarisan sebagai pemain wayang orang akan
terlaksana secara maksimal, apabila ditampung dalam sebuah sanggar khusus
untuk generasi penerus pemain Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang.

iii
PERNYATAAN

Dengan ini saya

Nama : Anik Purwati


NIM : 2501401012
Prodi / Jurusan : PSDTM / Seni Tari
Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang

Menyatakan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul “Pola Pewarisan


Pemain Wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang”, saya tulis dalam
rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana ini benar-
benar merupakan karya saya sendiri, yang saya hasilkan setelah memenuhi
penelitian, bimbingan, diskusi, dan pemaparan/ujian.
Semua kutipan, baik secara langsung maupun tidak langsung, baik yang
di peroleh dari sumber kepustakaan, wahana elektronik, wawancara langsung,
maupun sumber lainnya, telah disertai keterangan mengenai identitas
sumbernya dengan cara sebagaimana lazim dalam penulisan karya ilmiah.
Dengan demikian, walaupun tim penguji dan pembimbing penulisan skripsi
ini membubuhkan tanda tangan sebagai tanda keabsahan, seluruh isi karya
ilmiah ini tetap menjadi tanggung jawab saya sendiri. Jika kemudian
ditemukan ketidakberesan, saya bersedia menerima konsekuensinya.
Demikian, pernyataan ini dibuat, semoga dapat digunakan seperlunya.

Semarang, 23 Agustus 2005


Yang Membuat Pernyataan

Anik Purwati
NIM. 2501401012

iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO
“Apa yang terlalu sukar bagimu jangan kau cari, dan apa yang
melampaui kemampuanmu jangan kau selidiki “(Sirakh, 3: 21)

PERSEMBAHAN
Dengan penuh rasa hormat, karya kecil ini
kupersembahkan kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan kekuatan dan kelancaran.
2. Bapak, ibu, mas Dodik, dik Prastiyo
yang tercinta, yang memberi dorongan
material dan spiritual.
3. Mas Yanto, mbak Ani, mas Budi,
Vincent, mas Moerid, ibu A. Suyati yang
memberi dorongan spiritual dan saran,
serta mas Yan tersayang, yang selalu
mendampingi dalam setiap saat.
4. Candra, Intan, Philip, Yuli, Maya, Bayu,
heni, Ayok, teman-teman eks SMKI,
teman Puri Nimas Kost, Paramesthi, dan
teman-teman angkatan 2001, terima
kasih atas dorongannya.

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, penulis panjatkan atas
pelimpahan rahmat dan karunia yang diberikan sehingga penyusunan skripsi ini
dapat terselesaikan.
Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, pada kesempatan yang baik ini perkenankan penulis menyampaikan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. Ari Tri Soegito, SH, M.M Rektor Universitas Negeri Semarang dan Prof.
Dr Rustono, M. Hum Dekan Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri
Semarang, yang telah memberikan ijin untuk mengadakan penelitian.
2. Drs. Syahrul Syah Sinaga, M. Hum Ketua Jurusan Pendidikan Sendratasik
Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang, yang telah banyak
membantu dalam menyediakan fasilitas dan ijin penelitian.
3. Dra. Malarsih, M.Sn pembimbing I dan Drs. Agus Cahyono, M, Hum
pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan dengan penuh
kesabaran, saran yang membangun sehingga penelitian dapat mencapai
sasaran.
4. Semua Dosen Jurusan Sendratasik, terima kasih atas segala bimbingan dan
bekal ilmu yang telah diberikan.
5. Paguyuban Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang, yang telah memberi
ijin, khususnya Pemain Wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang
beserta keluarga yang telah memberi informasi dalam penelitian.
Atas kebaikan dari semua pihak, penulis mengucapkan terima kasih.
Semoga semua bantuan yang telah diberikan menjadi kebaikan dan diberkati
Tuhan Yang Maha Esa. Amin.
Semarang, 23 Agustus 2005

Penulis

vi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... ii

SARI ................................................................................................................ iii

PERNYATAAN .............................................................................................. iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN .................................................................. v

KATA PENGANTAR .................................................................................... vi

DAFTAR ISI.................................................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... viii

DAFTAR TABEL .......................................................................................... ix

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. x

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ......................................................................... 1


B. Rumusan Masalah .................................................................................. 6
C. Tujuan Penelitian ................................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian ................................................................................. 7
E. Sistematika Penulisan ............................................................................ 7

BAB II LANDASAN TEORI

A. Sejarah Wayang Orang ........................................................................... 9


B. Karakteristik Pemain Wanita Wayang Orang ......................................... 11
C. Pola Pewarisan sebagai Pemain Wayang orang...................................... 14
D. Faktor yang Mempengaruhi Pola Pewarisan Kesenian dalam Keluarga 26

vii
BAB III METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian ............................................................................ 30


B. Lokasi dan Sasaran Penelitian ................................................................ 31
C. Teknik Pengumpulan Data ..................................................................... 31
D. Teknik Keabsahan Data ......................................................................... 34
E. Teknik Analisis Data .............................................................................. 34

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang............... 36


B. Karakteristik Pemain Wanita Wayang Orang
Ngesti Pandawa Semarang ..................................................................... 43

C. Pola Pewarisan Pemain Wanita Wayang Orang


Ngesti Pandawa Semarang ..................................................................... 50

D. Faktor Yang Mempengaruhi Pola Pewarisan


Sebagai Pemain Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang ................. 67

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ................................................................................................ 75
B. Saran ....................................................................................................... 76

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 77

LAMPIRAN .................................................................................................... 80

viii
DAFTAR GAMBAR

Hal

No.1. Gedung pertunjukan TBRS. .............................................................. 38

No.2. Taman hiburan Wonderia. ................................................................. 42

No.3. Jumlah Penonton ................................................................................ 43

No.4. Perumahan Ngesti Pandawa Semarang ............................................. 47

No.5. Kerja Sampingan salah satu pemain wanita


Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang. ...................................... 49

No.6. Anak pemain wanita dalam adegan wayang orang. ........................... 57

No.7. Tempat Latihan tari. .......................................................................... 58

No.8. Proses rias dan busana. ...................................................................... 60

No.9. Tokoh karakter cakil yang diperankan oleh anak pemain wanita. ..... 64

No.10. Partisipasi anak pemain wanita terhadap iringan. .............................. 66

No.11. Penguasaan gending dalam gerak tari Bondoyudo. ........................... 67

ix
viii
DAFTAR TABEL

Hal

No.1. Jumlah pementasan dalam bulan Juli. ............................................ 41

No.2. Data apresiasi pemain wanita Wayang Orang


Ngesti Pandawa Semarang. ............................................................ 44

ixx
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Denah lokasi .......................................................................... 80

Lampiran 2 Daftar informan ..................................................................... 81

Lampiran 3 Pedoman wawancara ............................................................. 85

Lampiran 4 Pedoman dokumentasi .......................................................... 86

Lampiran 5 Pedoman obervasi ................................................................. 87

xi
x
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Seni memiliki peran penting dari masyarakat dalam upaya

pengembangan manusia seutuhnya, karena pada dasarnya manusia adalah

makhluk yang berbudaya dan mampu membudaya, yaitu mampu

mengekspresikan jiwa untuk memenuhi rasa keindahan.

Rohidi (2000: 93-94) mengatakan bahwa kesenian melekat ciri-ciri

khas suatu kebudayaan, yaitu kesenian adalah milik bersama yang memiliki

seperangkat nilai, gagasan dan dasar berpijak dari tingkah laku, ia adalah

acuan bersama yang membuat tindakan individual yang dipahami dan

sekaligus pemahaman terhadap kelompoknya. Ciri khas berikutnya adalah

bahwa kesenian dipelajari dan dialih wariskan dari suatu generasi ke generasi

berikutnya melalui proses enkulturasi. Jadi dapat disimpulkan bahwa semua

jenis kesenian dapat diwariskan melalui pembelajaran dengan proses

enkulturasi.

Merujuk pernyataan Rohidi (2000: 93-94), proses pewarisan

kebudayaan atau kesenian berlangsung secara berangsur-angsur melalui proses

dan apresiasi yang panjang, dan didukung oleh kemampuan atau kualitas

sumber daya manusia serta lingkungan yang kondusif. Pewarisan sebagai

wayang orang misalnya, selain didukung oleh kemampuan sumber daya

manusia baik dari pihak pendidik (pemain wanita wayang orang) maupun

1
2

peserta didik (generasi penerus) dan lingkungan yang kondusif, sehingga

membentuk generasi penerus memahami dan mengerti karakteristik seorang

pemain wayang orang, serta dapat membantu generasi penerus dalam

berapresiasi tentang seni yang akan diwarisinya.

Kesenian wayang orang yang sampai abad ini masih dirasakan

eksistensinya diperlukan penanganan yang serius, karena melihat

perkembangan jaman yang semakin merambah pada kancah globalisasi, di

mana pemuasan akan kebutuhan estetis manusia semakin mudah dan praktis

untuk dikonsumsi.

Wayang orang merupakan seni pertunjukan tradisional yang

menyajikan cerita Mahabarata dan Ramayana, oleh karena itu pertunjukan

wayang orang masih bersifat tradisional dan dianggap kuno, pada dasarnya

manusia modern lebih berfikir tentang inovasi dan perkembangan masa depan

yang dirasa lebih menarik dan terbaru.

Wayang orang yang kini dari waktu ke waktu terus mengalami

kemunduran disebabkan oleh sedikitnya pemain dan tidak adanya regenerasi,

serta terbatasnya pemain yang berkualitas membuat wayang orang mulai sulit

ditemui ( MSPI, 19 Desember 2004). Di samping masalah itu, ada juga

masalah non teknik dalam pengembangan kesenian itu antara lain disiplin

pemain dan perawatan perlengkapan kurang, kondisi sound system dan

peralatan pendukung lainnya yang tidak memenuhi syarat. Melihat kondisi

wayang orang yang semakin terpuruk membentuk kelompok wayang orang itu

menjadi ditinggal oleh para peminat wayang orang.


3

Keadaan wayang orang tersebut dialami oleh dua kelompok besar

wayang orang di Jawa Tengah yaitu Wayang Orang Sriwedari di Surakarta

dan Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang di Semarang. melihat dari

kondisi yang dialami kedua kelompok wayang orang tersebut, penulis hanya

meneliti Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang, karena Wayang Orang

Ngesti pandawa merupakan wayang orang yang hidup di tengah kota dengan

keterbatasan peminat, tidak hanya pada penonton tetapi juga pada regenerasi

atau pewarisan sebagai pemain wayang orang.

Proses pewarisan sebagai pemain Wayang Orang Ngesti Pandawa

Semarang lebih banyak terjadi pada keluarga pemain wayang orang, karena

pola pewarisan tersebut disebabkan minimnya minat masyarakat umum dalam

proses regenerasi pemain Wayang Orang Ngesti pandawa Semarang.

Keadaan Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang mengalami

banyak kemunduran seperti : mengurangi durasi pementasan menjadi satu kali

dalam seminggu jumlah penonton tiap pementasan berkisar pada 20 orang

dalam setiap pementasan. Sistem perekrutan tergolong lebih terbuka untuk

umum tetapi sedikit peminat untuk menjadi pemain wayang orang, hal

tersebut juga dipengaruhi kondisi lingkungan yang tidak kondusif.

Seniman merupakan contoh pekerjaan wanita yang sangat dilematis.

Seorang seniman wanita di antara anggapan masyarakat yang kurang baik dan

mengasuh anak dalam penanaman nilai, norma dan moral menjadikan wanita

di antara dimensi yang berbeda. Tanggung jawab pendidikan anak yang


4

sampai abad ini masih merupakan tanggungan seorang istri, diperlukan

strategi yang baik bagi seorang seniman wanita.

Dalam kehidupan yang modern, pekerjaan sebagai pemain wayang

orang bagi wanita merupakan hal yang jarang ditemui, karena pada dasarnya

setiap wanita modern lebih memilih sesuatu kegiatan atau pekerjaan yang

praktis dan mempermudah kelangsungan hidupnya.

Sebenarnya pola pewarisan sebagai pemain Wayang Orang Ngesti

Pandawa Semarang dapat terjadi di keluarga pemain Wayang Orang Ngesti

Pandawa Semarang baik pria maupun wanita, disini hanya dipaparkan dalam

keluarga pemain wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang, karena

melihat kepedulian dan partisipasi pemain wanita Wayang Orang Ngesti

Pandawa Semarang terhadap perkembangan Wayang Orang Ngesti Pandawa

Semarang.

Pewarisan dalam keluarga biasanya terjadi pada keluarga pemain

pria Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang yang disebabkan dorongan dan

motivasi pemain pria Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang kepada

anaknya dan anak menuruti sebagai tanda hormat kepada orang tua, sedangkan

di keluarga pemain wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang lebih

ditekankan pada pewarisan keluarga yang bersifat alamiah dan tidak sengaja.

Berpijak dari asumsi tersebut penulis memfokuskan kajian pada

pemain wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang karena melihat latar

belakang dari Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang yang ditinggal

peminatnya, latar belakang pemain wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa


5

Semarang dari sisi kehidupan pekerjaan dan pola pewarisan sebagai pemain

wayang orang dari keluarga pemain wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa

Semarang.

Realisasi dari keinginan pemain wanita wayang orang terhadap

regenerasi pemain wayang orang, khususnya Wayang Orang Ngesti Pandawa

Semarang terjadi pada keluarga pemain wanita wayang orang merupakan hal

yang bersifat alamiah, dengan cara yang alamiah pula pemain wanita wayang

orang dalam melakukan pewarisan, sehingga pewarisan sebagai pemain

wayang orang tetap mengalir dan terjaga dalam keturunan keluarganya.

Berdasarkan pemaparan perbedaan kondisi dan lingkungan serta latar

belakang Pemain Wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang, maka

penulis mengambil Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang sebagai sasaran

penelitian dalam hal pewarisan dalam keluarga.

Dalam penelitian ini, penulis mencoba mengkaji pola pewarisan

pemain wayang orang dan lebih dikhususkan pemain wanita, karena

berdasarkan pada alasan kondisi, lingkungan, dan latar belakang dari Wayang

Orang Ngesti Pandawa Semarang dirasa permasalahan ini belum pernah

diteliti. Beberapa penelitian tentang Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang

yang diharap dapat memperkuat dan membuktikan bahwa masalah belum

pernah diteliti, antara lain: Upaya Inovasi Bentuk Penyajian Wayang Orang

Ngesti Pandawa Semarang dan Pengaruhnya Bagi Penonton (2001) oleh

Subiarti, Mustikawati (2002) dengan Persepsi Pemain Wayang Orang Ngesti

Pandawa Semarang dengan Kehadiran Pemain Luar, dan Pengambilan


6

Keputusan Pemain Wanita Wayang Orang terhadap Keputusan menjadi

Seniman (Studi Kasus Peran Ganda Pemain Wanita Wayang Orang) yang di

tulis oleh Ratih (2000).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang ada, maka masalah yang akan dikaji

adalah:

1. Bagaimanakah pola pewarisan pemain wanita Wayang Orang Ngesti

Pandawa Semarang ?

2. Faktor apa yang mempengaruhi pola pewarisan pemain wanita Wayang

Orang Ngesti Pandawa Semarang ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: “Mengetahui,

memahami dan mendeskripsikan pola pewarisan pemain wanita Wayang

Orang Ngesti Pandawa Semarang dan faktor yang mempengaruhi pola

pewarisan pemain wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang”.


7

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai

berikut:

1. Bagi kelompok Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang mendapatkan

masukan informasi empirik tentang regenerasi Pemain Wayang Orang

Ngesti Pandawa Semarang.

2. Bagi pengurus paguyuban wayang orang yang sejenis mendapatkan

informasi empirik tentang proses regenerasi pemain wayang orang.

3. Menambah wawasan tentang pola pewarisan pemain Wayang Orang

Ngesti Pandawa Semarang dan dapat menjadi acuan bagi peneliti yang

akan datang.

E. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini terbagi menjadi lima bab dengan sistematika

sebagai berikut :

1. Bagian awal skripsi, berisi Halaman Judul, Halaman pengesahan, Sari,

Motto dan Persembahan, Kata Pengantar, Daftar Isi, dan Daftar Gambar,

Daftar tabel, Daftar lampiran.

2. Bagian isi skripsi,

Bab I, berisi Pendahuluan yang meliputi Latar Belakang Masalah,

Perumusan Masalah, Tujuan penelitian, Manfaat penelitian, dan

Sistematika Penulisan Skripsi.


8

Bab II, Tinjauan Pustaka berisi Wayang Orang Ngesti Pandawa

Semarang, Karakteristik Pemain Wanita Wayang Orang, Pola

Pewarisan Sebagai Pemain Wayang Orang dan Faktor yang

Mempengaruhi Pewarisan Kesenian.

Bab III, Metode penelitian berisi Pendekatan Penelitian, Lokasi dan

Sasaran Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, Teknik

Keabsahaan Data, dan Teknik Analisis Data.

Bab IV, Hasil Penelitian dan pembahasan berisi paparan tentang gambaran

umum Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang. Karakteristik

Pemain Wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang, Pola

Pewarisan Sebagai Pemain Wayang Orang Ngesti Pandawa

Semarang dan Faktor yang mempengaruhi Pola Pewarisan

Pemain Wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang.

Bab V, Simpulan dan Saran.

3. Bagian akhir skripsi berisi Daftar Pustaka dan Daftar Lampiran.


9

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Sejarah Wayang Orang

Wayang berasal dari bahasa Jawa Kuno yang berarti “bayangan”,

sedangkan menurut Wojowasito dalam Subiarti (2001: 9), kata wang / wong

berarti orang atau manusia. Jadi wayang wong dapat diartikan sebuah

pertunjukan wayang yang pelakunya dimainkan manusia atau orang. Asminto

dalam Subiarti (2001: 9) wayang dapat diartikan boneka yang digunakan

dalam pertunjukan yang memberi bayang-bayang, sedangkan wayang orang

adalah suatu permainan atau pertunjukan tarian drama yang dilakukan oleh

manusia.

Lindsay, J.(1991: 83) menyatakan bahwa wayang orang adalah

suatu drama tari berdialog yang mengambil cerita Ramayana dan Mahabarata.

Dialog dalam wayang orang di lakukan sendiri oleh penari mengikuti

rancangan pertunjukan wayang kulit, sedangkan Mangkunegara VI dalam

Bandem (2001: 20) menyatakan bahwa wayang bukan hanya sekedar hiburan,

tetapi karya seni yang mengandung filsafat yang “dalam”.

Wayang menurut Sedyawati (1991: 57) adalah suatu pertunjukan

hiburan, tetapi merupakan karya seni yang mengandung filsafat yang “dalam”.

Dalam pertunjukan wayang orang, sutradara dikenal dengan sebutan dalang,

yang peranannya dapat mendominasi seperti dalang wayang purwa di Jawa..

9
10

Wayang purwa disajikan oleh seorang dalang dengan menggunakan boneka

atau sejenisnya sebagai pertunjukan.

Wayang orang merupakan seni pertunjukan tradisional yang

merupakan personifikasi dari wayang kulit purwa yang ceritanya mengambil

epos Mahabarata dan Ramayana dan cerita itu sendiri pada dasarnya

merupakan refleksi kehidupan manusia yaitu perilaku manusia ( Mustikawati,

2002: 11), sedangkan menurut Soedarsono (2000: 3) menyatakan bahwa

wayang orang merupakan sebuah genre tari yang dapat dikategorikan sebagai

suatu pertunjukan total (total theatre) yang didalamnya tercakup seni tari, seni

drama (pewayangan), seni sastra, seni musik dan seni rupa.

Menurut Mulyono dalam Subiati (2001: 12) wayang orang pertama

kali dipentaskan pada pertengahan abad XVII (1776 M) dibawah pimpinan

KGPAA Mangkunegoro I yang hanya menunjukan lakon-lakon dari wayang

purwa. Hal ini diperkuat oleh Mustikawati (2002 : 3) yang menyatakan bahwa

wayang orang mulai di kenal sejak abad 11 – 12 yakni pada Majapahit dengan

sebutan “ Raket”. “Raket” diperankan dengan menggunakan topeng dan

mengambil lakon Mahabarata dan Ramayana.

Pada abad 18 perkembangan wayang orang di Pura Mangkunegaran

dan keraton Yogyakarta mengalami pembaharuan yang pesat, namun

pembaharuan pada dua keraton ersebut memiliki perbedaan. Pada abad 20

wayang orang di Yogyakarta diperluas sebagai kesenian istana dan pada masa

pemerintahan Sultan Hamengkubuwono VIII (1921-1936) merupakan masa

keemasan wayang orang ( Subiarti, 2001: 13).


11

Wayang orang di Surakarta pada saat terbentuknya dimainkan para

abdi dalem Keraton Mangkunagaraan. Pertama kali wayang orang dipentaskan

pada tahun 1960. pada masa Sri Mangkunagoro V memerintah (abad 19),

barulah pertunjukan wayang orang mulai memasyarakat meskipun yang

menikmati kalangan terbatas yaitu para kerabat istana dan pegawainya.

Baik di Keraton Yogyakarta maupun Mangkunagaran pada tahab

selanjutnya, wayang orang difungsikan untuk menjamu para tamu dan tukar

menukar penghormatan antar bangsawan ( Subiarti, 2001: 13).

B. Karakteristik Pemain Wanita Wayang Orang

Karakteristik seseorang, pada dasarnya dilatarbelakangi oleh banyak

hal diantaranya : keluarga, lingkungan, psikologi, fisik, pola pikir dan materi.

Hal tersebut mempengaruhi sikap dan proses pendewasaan dan manajemen

dalam mengatur kehidupan sehari-hari. Sektor pekerjaan misalnya, pekerjaan

bagi pria dan wanita sangat dipengaruhi oleh psikologi dan fisik manusia.

Banyak kesempatan bagi wanita di beberapa sektor kerja yang

memerlukan imajinasi, intuisi dan estetika, sekalipun demikian, wanita secara

naluriah dan dalam tatanan tradisi senantiasa terikat oleh perannya sebagai ibu

rumah tangga membuat wanita masih tetap dituntut untuk lebih banyak

menghabiskan waktunya dirumah, dalam upaya mewujudkan keluarga yang

bahagia, terutama secara khusus mengasuh dan merawat anak (Ratih, 2000:1-

2).
12

Perkembangan jaman dan budaya yang semakin pesat, banyaknya

kajian analisis gender dan besarnya emansipasi wanita dalam sektor pekerjaan

apapun, menempatkan wanita mempunyai hak yang setara dalam hal

kesempatan bekerja.

Wanita pada saat ini telah ikut berperan tidak hanya terbatas di

lingkungan keluarga saja, tetapi telah melangkah jauh keluar rumah untuk

berpartisispasi bersama dengan kaum laki-laki dalam pembangunan negara.

Wanita bekerja diluar rumah sudah hampir menjadi pandangan umum, dan

pada umumnya masyarakat sudah menerima hal ini sebagai suatu kenyataan

yang tidak dapat dielakkan (Ratih, 2000: 2).

Bekerja bagi perempuan merupakan sarana untuk memenuhi

kebutuhan akan aktualisasi dan realisasi diri, meningkatkan kesejahteraan

pribadi secara ekonomis, memanfaatkan kesempatan berinteraksi,

menyumbang sesuatu yang kreatif bagi masyarakat atau sekedar mencari

pengalaman di luar rumah (Subyantoro, 2000: 23-24).

Salah satu jenis pekerjaan yang dilakukan oleh kaum wanita adalah

menjadi pemain wanita wayang orang. Pekerjaan tersebut disatu segi

nampaknya cocok dengan naluri kewanitaan dan didukung karena adanya

bakat dalam dirinya, namun disisi lain menjadi tantangan bagi pendidikan

keluarga karena tugas yang dijalankan malam hari yaitu di saat-saat seorang

ibu dibutuhkan untuk membimbing belajar anak-anaknya (Ratih, 2000: 2).


13

Pekerjaan sebagai pemain wayang orang merupakan pekerjaan yang

memerlukan bakat, talenta seni, dan keseriusan. Hal tersebut lebih ditekankan

oleh Ratih ( 2002 : 6-7) sebagai berikut :

Wanita pemain wayang adalah seorang wanita yang


menggeluti bidang seni khususnya wayang orang yang
dalam penampilannya di atas pangung membawakan tokoh
yang diperankan. Latar belakang wanita pemain wayang
tidaklah sama antara satu dengan yang lainnya. Ada yang
bermain wayang dijadikan pekerjaan tetap, yaitu mencari
tambahan penghasilan atau bahkan menjadikannya sebagai
profesi utama, untuk mencukupi kebutuhan keluarga,
khususnya dalam kebutuhan pendidikan bagi anak-
anaknya, namun ada juga yang bermain wayang hanya
untuk menyalurkan bakat yang ada dalam dirinya. Pada
golongan ini biasanya dipengaruhi oleh keturunan keluarga
yang sebelumnya menekuni bidang yang sama, selain itu
ada juga sebagian pemain wayang yang hanya sekedar hobi
dan sebatas ikut-ikutan saja.

Sebenarnya menjadi pemain wayang orang juga merupakan

panggilan naluri akan kebutuhan estetis di samping pekerjaan yang

menghasilkan uang, walaupun latar belakang pemain wanita wayang orang

berdasar pada naluri, Ratih ( 2002 :6-7) menjelaskan bahwa:

Lepas dari latar belakang pemain wanita wayang orang


yang tidak bisa dipungkiri adalah peran seorang ibu
terhadap keluarga, khususnya anak-anak, pekerjaan
menjadi pemain wayang adalah merupakan suatu
tantangan. Hal ini disebabkan karena tugas yang
dijalankannya malam hari, yaitu di saat-saat seorang ibu
dibutuhkan untuk membimbing belajar anak-anaknya serta
mendampingi tatkala mereka berangkat tidur. Belum lagi
pandangan masyarakat terhadap mereka yang menganggap
wanita pemain wayang adalah kurang terpuji karena
tugasnya malam hari dan pulangnya sampai larut malam.
Tak jarang mereka mendapat sindiran dan cemoohan.
14

C. Pola Pewarisan sebagai Pemain Wayang Orang

Setiap masyarakat baik sadar maupun tidak sadar, mengembangkan

kesenian sebagai ungkapan pernyataan rasa estetis yang merangsangnya

sejalan dengan pandangan, inspirasi, kebutuhan dan gagasan yang

mendominasinya. Proses pemuasan kebutuhan estetis berlangsung dan diatur

oleh seperangkat nilai dan azas yang berlaku dalam masyarakat, dan oleh

karena itu cenderung untuk direalisasikan dan diwariskan pada generasi

berikutnya (Rohidi, 2000: 4-5).

Sistem transmisi bisa sengaja dan tidak disengaja. Setiap orang

selalu mempunyai kapasitas untuk berbagi pengalaman dan cara hidup yang

berlangsung dari satu generasi ke generasi berikutnya. Generasi tua

menurunkan dan membagi pengalaman mereka kepada generasi yang lebih

muda dalam menjalankan tradisi yang sudah turun temurun berlangsung.

Generasi tua lebih konservatif dalam sikap hidupnya, yang dalam berkesenian

mereka cenderung mempertahankan kesenian tradisi yang dianggapnya lebih

mapan. Namun sebaliknya, generasi muda lebih progresif serta menghargai

hal-hal yang baru, dalam berkesenian mereka cenderung meninggalkan

bentuk-bentuk yang lama dan menyukai bentuk-bentuk yang baru. Dengan

kata lain, dalam masyarakat generasi tua berfungsi memelihara, melestarikan

atau mempertahankan bentuk kesenian lama, sebaliknya generasi muda

berfungsi mewarisi dan sekaligus mengembangkan bentuk kesenian lama

(Cahyono, 2000: 66-67).


15

Manusia dan kebudayaan merupakan kesatuan yang tidak

terpisahkan, dan makhluk manusia merupakan pendukung kebudayaan.

Sekalipun makhluk manusia akan mati, tetapi kebudayaan yang dimilikinya

akan diwariskan untuk keturunannya, demikian seterusnya. Pewarisan

kebudayaan makhluk manusia, tidak hanya terjadi secara vertikal atau kepada

anak cucu mereka, melainkan dapat pula dilakukan secara horizontal atau

manusia yang satu dapat belajar kebudayaan dari manusia lain. Berbagai

pengalaman makhluk manusia dalam rangka kebudayaannya, akan diteruskan

kepada generasi berikutnya atau dapat dikomunikasikan dengan individu

lainnya (Poerwanto, 2000: 87).

Kebudayaan merupakan proses belajar dan bukan sesuatu yang

diwariskan secara biologis. Oleh karenanya kebudayaan merupakan pola

tingkah laku yang dipelajari dan disampaikan dari satu generasi ke generasi

berikutnya. Paling tidak, ada tiga proses belajar kebudayaan yang penting,

yaitu dalam kaitannya dengan manusia sebagai makhluk hidup, dan sebagai

bagian dalam suatu system sosial. Proses belajar kebudayaan yang

berlangsung sejak dilahirkan sampai mati, yaitu dalam kaitannya dengan

penggembangan perasaan, hasrat, emosi dalam rangka pembentukan

kepribadiaannya, sering dikenal sebagai proses internalisasi. Karena makhluk

manusia adalah bagian dari suatu system social, maka setiap individu harus

selalu belajar mengenai pola-pola tindakan, agar ia dapat mengembangkan

hubungannya dengan individu-individu lain disekitarnya. Proses belajar ini

lebih dikenal dengan sosialisasi. Selanjutnya, proses belajar kebudayaan


16

lainnya dikenal dengan istilah enkulturasi atau pembudayaan, yaitu seseorang

harus mempelajari dan menyesuaikan sikap dan alam berpikirnya dengan

system norma yang hidup (Poerwanto, 2000: 88 - 89).

Proses belajar kebudayaan terdapat tiga cara melalui proses

internalisasi, dimana proses ini berawal dari manusia itu sendiri dalam

menanamkan kebudayaan dalam kepribadiannya, yang kedua melalui proses

sosialisasi, yaitu proses belajar kebudayaan dalam hubungan dengan system

social, dan yang ketiga yaitu proses enkulturasi adalah system pembelajaran

kebudayaan dalam keluarga ataupun masyarakat seperti: norma-norma

pergaulan, sopan- santun berbicara dan lain-lain (Koentjaraningrat, 1996:

233).

1) Pewarisan melalui pembelajaran

Kebudayaan ditransmisikan kepada orang lain melalui proses

enkulturasi. Istilah enkulturasi sebagai suatu konsep, secara harfiah dapat

dipadankan artinya dengan proses pembudayaan atau sosialisasi budaya

(Triyanto, 1993: 6). Dalam proses itu, seorang individu mempelajari dan

menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya dengan adat-adat, sistem norma

dan peraturan-peraturan yang hidup dalam kebudayaannya.

Proses enkulturasi dimulai dari alam pikiran, banyak orang-orang

didalam lingkungan keluarganya, kemudian dari teman-teman bermain.

Seringkali anak belajar dengan cara meniru saja berbagai macam tindakan,

setelah perasaan dan nilai budaya yang memberi motivasi akan tindakan
17

meniru itu telah di internalisasi dalam kepribadiannya. Dengan berkali-kali

meniru maka tindakannya menjadi berpola yang mantap dan norma yang

mengatur tindakannya dibudayakan (Rohidi, 1994: 24-25).

Dalam pengertian pewarisan kebudayaan senantiasa terkandung

tiga aspek penting, yaitu bahwa :

a. Kebudayaan dialihkan dari satu generasi kegenerasi lainnya,


dalam hal ini kebudayaan di pandang sebagai suatu warisan
atau tradisi sosial.
b. Kebudayaan dipelajari, bukan dialihkan dari keadaan jasmani
manusia yang bersifat genetik.
c. Kebudayaan dihayati dan dimiliki bersama oleh para warga
masyarakat pendukungnya
(Rohidi, 2000: 28).

Kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan, kepercayaan, nilai-

nilai yang dimiliki oleh manusia sebagai mahkluk sosial, yang isinya

adalah perangkat-perangkat model pengetahuan atau sistem-sistem makna

yang terjalin secara menyeluruh dalam simbol-simbol yang di

transmisikan secara historis. Kebudayaan merupakan sistem simbol,

pemberian makna, model kognitif yang ditransmisikan melalui kose-kose

simbolik dan merupakan strategi adaptif untuk melestarikan dan

mengembangkan kehidupan dalam menyiasati lingkungan dan sumber

daya disekelilingnya (Rohidi, 2000:6-7).

Kebudayaan merupakan hasil proses belajar yang berpola, proses

ini berlangsung secara teratur ketika anak memiliki pengalaman-

pengalaman pada tahap awal dalam kehidupannya dan terus menerus

sampai kurun waktu berikutnya, dilingkungannya terutama di lingkungan

keluarganya (Rohidi, 1994: 24).


18

Anak-anak yang mempunyai ekspresi estetik yang di dukung

lingkungan yang kondusif dalam pemenuhan apresiasi dan kebutuhan

estetisnya. Berekspresi estetis merupakan salah satu kebutuhan manusia

yang tergolong ke dalam kebutuhan integratife. Kebutuhan integratife ini

muncul karena adanya dorongan dalam diri manusia yang secara hakiki

senantiasa ingin merefleksikan keberadaan sebagai mahkluk yang

bermoral, berakal dan berperasaan (Rohidi, 2000: 9).

Dalam pola pewarisan melalui sistem pendidikan atau

pembelajaran, dimaksudkan adalah sistem pembelajaran atau pewarisan

yang bersifat tradisional yaitu tidak berupa pendidikan formal, walaupun

tidak menutup kemungkinan pendidikan secara formal. Sistem

pembelajaran yang bersifat tradisional berlangsung secara berangsur-

angsur dan tanpa adanya batas waktu atau jenjang (Cahyono, 2000: 119).

Biasanya sistem pembelajaran tradisional menggunakan

pendekatan teaching and learning by doing (mengajar dan belajar sambil

bekerja), artinya dalam mengajar pendidik menyampaikan segala sesuatu

nya yang berkenaan dengan materi yang diberikan sambil bekerja.

Demikian pula bagi subjek didik, merka belajar materi yang diberikan

melalui kegiatan praktek langsung atau latihan kerja. Kendati proses yang

terjadi bersifat tidak resmi atau santai, namun pola pendekatan

pembelajaran itu tetap memperlihatkan adanya suatu metode yang khas

dan ajeg (Cahyono, 2000: 120).


19

Pendidikan sebagai proses pengalihan kebudayaan mempunyai

dimensi yang lebih luas dari pada semata-mata pelestarian kebudayaan.

Pendidikan mempunyai arti sebagai proses pengembangan kebudayaan

yang dikaitkan dengan dinamika perubahan masyarakat dan

kebudayaannya. Pendidikan mempunyai fungsi yaitu melestarikan dan

mengembangkan kebudayaan sesuai dengan kebutuhan (individu, sosial

dan budaya) para warga masyarakatnya, yang hasilnya tercermin dengan

jelas dalam cara berfikir, bersikap (menghayati), berbicara dan bertindak

dari mereka yang menjadi peserta didik.

Dalam pengertian ini tersirat bahwa proses pengalihan kebudayaan

/ sistem simbol senantiasa terjadi melalui proses pendidikan. Di sini terjadi

usaha pengalihan (oleh pendidik) dan penerimaan (oleh peserta didik)

bertalian dengan substansi tertentu (kebudayaan) dengan tujuan agar dapat

dijadikan pedoman hidup (penghayatan dan pemilikan). Dalam pandangan

ini, keberhasilan pendidikan di ukur dari sejauh mana proses pengalihan

budaya dari satu generasi ke generasi lainnya. Pendidikan di sini di

pandang sebagai upaya pelestarian guna mempertahankan sifat tradisional

kebudayaan yaitu suatu proses yang bersifat konservatif (Rohidi, 2000:

28-29).
20

Pendidikan mempunyai peranan penting untuk menanamkan nilai

kreatif sebagai acuan hidup yang memiliki kebanggaan, terutama pada

masyarakat yang berorientasi ke masa silam. Sifat-sifat yang melekat pada

pendidikan seni antara lain imajinatif, sensibilitas dan kebebasan (Rohidi,

2000: 24).

Sejak anak-anakpun mahkluk manusia sudah dapat dikatakan

sebagai mahkluk budaya. Betapapun, sekurang-kurangnya pada diri anak

tercermin ciri-ciri sebagai mahkluk budaya, yaitu berbicara, mempunyai

kepercayaan, pengetahuan dan cara berfikir, serta nilai-nilai dan aturan-

aturan tertentu yang digunakan atau dijadikan pedoman dalam bertindak

atau menanggapi banyak hal dalam kehidupannya. Berbagai kemampuan

manusia itu diperolehnya melalui proses pendidikan. Sesungguhnya,

pendidikan adalah proses budaya (Rohidi, 1994: 2). Melalui proses

pendidikanlah setiap individu dalam masyarakat mengenal, menyerap,

mewarisi dan memasukkan ke dalam dirinya segala unsur-unsur

kebudayaannya, yaitu berupa nilai-nilai, kepercayaan, pengetahuan dan

tehnologi (Rohidi, 1994: 11).

Transmisi nilai sebagai suatu proses budaya, pendidikan adalah

alat atau sarana untuk mewariskan atau mengalihkan nilai-nilai budaya

suatu masyarakat yang di anggap bermakna bagi kehidupan masyarakat

yang bersangkutan. Nilai-nilai itu antara lain berupa berbagai

pengetahuan, sikap dan keterampilan (Triyanto, 1997: 79).


21

Dalam pola pewarisan hal yang paling awal dilakukan adalah

membantu belajar dalam hal pengetahuan, sikap, ketrampilam dan

keahlian generasi penerus terhadap materi yang bersifat estetis dan unsur

pokok wayang orang yang diwariskan, antara lain :

a. Gerak tari

Gerak tari dalam wayang orang dipengaruhi oleh perwatakan

tokoh yang diperankan, dan tetap menggunakan tata baku atau aturan

tari pada umumnya, seperti tata aturan tari gaya Surakarta hasta

sawanda. Perwatakan gerak tari dalam wayang orang terbagi atas gerak

tari putra dan gerak tari putri, dimana di dalam gerak tari putra maupun

gerak tari putri ada pembagian tipe tari, yaitu luruh (lemah lembut) dan

lanyap (dinamis) (Hersapandi, 1999 : 32).

Menurut Jazuli (1994: 34) Gerak tari adalah gerak yang ritmis,

dimana berasal dari hasil proses pengolahan yang telah mengalami

stilasi (digayakan) dan distorsi (pengubahan) yang kemudian

melahirkan gerak murni dan gerak maknawi. Gerak murni atau disebut

gerak wantah adalah gerak yang disusun dengan tujuan untuk

mendapatkan bentuk artistik dan tidak mempunyai maksud tertentu,

seperti: gerak sabetan. Gerak maknawi adalah gerak yang mengandung

arti atau maksud tertentu dan telah distrilisasi, seperti: ulap-ulap.

b. Tata Rias dan Busana

Tata rias dan busana wayang orang disesuaikan dengan

masing-masing peran mengikuti norma-norma pada wayang kulit,


22

karena wayang orang merupakan personifikasi dari wayang kulit.

selain mengikuti norma-norma dalam wayang kulit, tata rias dan

busana wayang orang dijelaskan dengan perwatakan tari, sehingga

perpaduan unsur-unsur itu memberi makna dan sinbol tertentu bagi

tokoh wayang yang bersangkutan.

Sebagaimana dalam wayang kulit atribut-atribut tertentu

menunjuk pasa tokoh-tokoh tertentu baik menunjuk pada karakteristik

maupun status sosial (Hersapandi, 1999: 47).

Fungsi rias antara lain adalah untuk mengubah karakter

pribadi, untuk memperkuat ekspresi, dan untuk menambah daya tarik

penampilan seorang penarinya, baik untuk mengetahui tokoh atau

peran yang dibawakan oleh seorang penari ataupun untuk mengetahui

siapa penarinya. Beberapa prinsip penataan rias sebagai seni

pertunjukan, antara lain adalah rias hendaknya mencerminkan karakter

tokoh yang diperankan, rias harus tampak rapi dan bersih, garis-garis

rias harus jelas sesuai dengan ketepatan desain yang dihendaki (Jazuli,

2000: 116).

Rias busana adalah kerampilan untuk mengubah, melengkapi

atau membentuk suatu penampilan dengan segala sesuatu yang dipakai

mulai dari rambut sampai ujung kaki, busana juga dapat

mencerminkan jiwa serta menunjukkan watak atau pribadi si pemakai

busana (Palupi, 1999: 72). Busana berfungsi menghidupkan


23

perwatakan pelaku, artinya sebelum dia berdialog, kostum sudah

menunjukkan siapa dia sebenarnya (Soedarsono, 2000: 160).

c. Antawecana

Antawecana merupakan jenis bahasa percakapan yang

digunakan saat pementasan sesuai dengan karakter, misalnya

antawecana Dursasana berbeda dengan antawecana Arjuna, Dursasana

berkarakter gagah dan mudah marah digambarkan dengan suara yang

keras dan kasar, sedangkan Arjuna ksatria yang sabar, tampan dan

pandai digambarkan dengan suara yang halus, lemah, lembut dan

berwibawa, walaupun dalam suasana perang (Subiarti, 2001: 25).

Antawecana selain terbagi karena karakter juga terbagi oleh

tingkatan berbeda menurut pangkat dan kedudukan, misalnya: seorang

raja dan seorang emban mempunyai gaya bahasa yang berbeda,

contoh: sepisan, kapindo dan lain-lain.

d. Karakter

Telah dijelaskan di bagian gerak tari dan tata rias dan busana,

menurut Hersapandi (1999: 32) bahwa karakter wayang orang di

pengaruhi antara perpaduan gerak tari, tata rias dan busana, sehingga

dapat disimpulakan segara jelas suatu karakter di lihat dari tipe garak

dan ekspresi serta penggunaan tata rias dan busana.

Karakter disini dimaksudkan adalah penguasaan ulat dan

wirasa dari tokoh yang diperankan. Ulat adalah ekspresi mimik guna

mencapai dramatik dari peran yang dibawakan oleh penari, seperti


24

ekspresi marah, tenang dan wirasa merupakan proses penggabungan

antara pembawaan gerak tari dan penguasaan gending atau irama,

untuk mencapai hal itu sangat diperlukan penghayatan yang prima,

penghayatan terhadap karakter peran yang dibawakan, gerak yang

dilakukan, dan ekspresi yang ditampilkan. Penghayatan berarti

melibatkan aspek olah rasa dalam mengkombinasikan secara harmonis

antara gerak dan irama (Jazuli, 1994: 119-120).

e. Irama atau musik

Menurut Hersapandi (1999: 33-39), irama atau musik dalam

wayang orang sering disebut gending. Jenis-jenis gending ini

digunakan untuk mencapai struktur dramatik wayang orang dan sistem

gending wayang orang nenggunakan kesatuaan sistem pathet.

Bentuk-bentuk gending yang digunakan dalam wayang orang

disusun dalam pathet meliputi bentuk gending lancaran, sampak,

srepegan, ayak-ayakan, kemudo, ketawang, ladramg dan bentuk

merong ketuk loro kerep. gending-gending itu merupakan kerangka

lagu yang membuat lagu ialah sindenan, gerongan dan beberapa

instrumen tertentu seperti rebab, gender atau gambang.

Wayang orang yang salah satu unsur penting dalam

pertunjukan adalah gerak tari, maka irama atau gending yang

digunakan harus mendukung gerak dan suasana yang diharapkan.

Penguasaan terhadap irama menjadi jembatan untuk menampilkan

sebuah tari yang dinamis dan mempunyai daya hidup bila dinikmati.
25

Pengendalian irama dengan tekanan-tekanan gerak yang tepat akan

menimbulkan kajian tari yang memiliki greget dan berkesan tidak

monoton (Jazuli, 1994: 6).

Menurut Jazuli (1994: 9-12) fungsi musik dalam tari

dikelompokkan menjadi tiga yaitu:

1). Musik sebagai pengiring tari

Peranan musik disini dimaksudkan hanya untuk mengiringi

atau menunjang penampilan tari, sehingga tak banyak ikut

menentukan isi tarinya. Walaupun demikian, tidak berarti musik

kurang mendapat perhatian yang serius. Pada dasarnya musik

merupakan bagian yang tak terpisahkan dari tari.

2). Musik sebagai pembuat suasana

Musik sebagai pembuat suasana dimaksudkan musik yang

diharapkan dapat memberikan suasana pada suatu adegan tertentu.

Musik ini sangat cocok untuk konsep garapan drama tari, meskipun

tidak menutup kemungkinan tari garapan yang lain. Jadi peranan

musik sangat besar dalam membuat dan untuk menghadirkan

suasana-suasana tertentu sesuai dengan garapan suasana maupun

tarinya.

3). Musik sebagai ilustrasi atau pengantar tari

Musik sebagai ilustrasi dimaksudkan adalah musik yang

dapat berfungsi sebagai pengiring sekaligus pembuat suasana,

tergantung pada saat-saat tertentu yang dibutuhkan kebutuhan


26

garapan tari tersebut. Dengan kata lain, musik diperlukan hanya

pada bagian-bagian tertentu dari seluruh kajian garapan, bisa hanya

berupa pengantar, sebelum tari disajikan, bisa hanya bagian depan

dari keseluruhan tari atau hanya bagian tengah dari keseluruhan

sajian tari.

D. Faktor yang Mempengaruhi Pewarisan Kesenian dalam Keluarga

Faktor yang memepengaruhi pola pewarisan kesenian dalam keluarga

terdiri dari faktor inten dan ekstern, dimana faktor intern dan ekstern muncul

dalam proses pewarisan dari individu (orang tua) kepada individu lain (anak).

1. Faktor Intern

a. Motivasi orang tua

Motivasi merupakan suatu proses yang menggiatkan,

memperkuat dan mengarahkan motif kepada suatu tingkah laku

tertentu dalam mencapai suatu tujuan yang berakar pada adanya suatu

kebutuhan.

Gerungan ( 1977 : 142) menyatakan motivasi adalah suatu

pengertian yang melingkupi semua penggerak, alasan-alasan atau

dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan seseorang berbuat

sesuatu.

Dalam pola pewarisan kesenian dalam keluarga, motivasi

dimaksudkan adalah proses mengarahkan anak dan alasan-alasan


27

pengarahan tersebut terhadap kesenian yang akan diwariskan di dalam

keluarganya.

b. Kemampuan orang tua

Kemampuan orang tua ini meliputi pengetahuan, keahlian,

ketrampilan dan sumber daya manusia dari orang tua sendiri dalam

pola pewarisan kesenian dalam keluarganya.

Kemampuan orang tua ini juga dipengaruhi oleh latar belakang

atau karakteristik orang tua dalam berapresiasi terhadap kesenian yang

akan diwariskan kepada keluarganya.

Dalam pola pewarisan kesenian, kemampuan orang tua

memegang peranan penting, karena oarnag tua merupakan pelaku

utama dalam pola pewarisan. Keberhasilan oarang tua dalam pola

pewarisan ini akan terlihat pada kemapuan anak berpartisipasi dalam

pertunjukan.

2. Faktor Ekstern

a. Keluarga

Keluarga merupakan pengaruh yang besar terhadap pola

pewarisan kesenian, dukungan dan dorongan dari saudara dan kerabat

merupakan motivasi tersendiri dalam pola pewarisan kesenian yang

dilakukan oleh orang tua.

Latar belakang keluarga dan psikologi keluarga mempengaruhi

pola pewarisan kesenian, karena sebuah keluarga seniman akan sangat

memotivasi anak dalam belajar di banding keluarga biasa (di luar


28

keluarga seniman) akan mendapat beberapa hambatan, seperti :

kemauan dan kemampuan dari anak.

b. Lingkungan yang kondusif

Pola pewarisan tidak akan berhasil tanpa di dukung oleh

lingkungan yang kondusif. Lingkungan yang kondusif dimaksudkan

disini adalah lingkungan yang menyediakan sarana dan prasarana, alat

dan materi dalam pola pewarisan kesenian.

Lingkungan yang kondusif dalam pola pewarisan kesenian

wayang orang misalnya : gedung, kostum, tempat latihan, make up,

personal yang lain dan manajemen dari wayang orang .

Adanya lingkungan yang kondusif mempengaruhi pada

pewarisan khususnya pada anak agar dapat secara langsung

mempelajari materi, dengan alat dan sarana yang ada sehingga materi

dapat mudah tersampaikan.

c. Minat anak terhadap kesenian yang diwarisi

Sutrisno (2002 : 12) menyatakan bahwa minat adalah

Sesuatu kekuatan jiwa yang memdorong seseorang


untuk secara aktif berhubungan denagn sesuatu yanag
menarik perhatiannya sehingga dapat memenuhi
kebutuhan dirinya. Minat merupakan sesuatu kegiatan
yang penuh kesadaran terhadap suatu objek yang
disenangi.

Minat anak terhadap kesenian yang diwarisi merupakan alasan-

alasan dan dorongan hati serta keinginan-keinginan anak terhadap

kesenian yang akan diwarisi di luar dorongan atau pengaruh dari orang

tua.
29

Alasan-alasan atau dorongan anak ini berdasar pada

ketertarikan dan simpati terhadap objek, latar belakang objek,

perkembangan dan kehidupan objek yang akan digeluti.


30

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini akan mengkaji tentang pola pewarisan pemain wanita

Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang, maka satuan yang dikaji tentang

tanggapan, sikap dan motivasi pemain wanita wayang orang ngesti pandawa

Semarang dalam melakukan pewarisan sebagai pemain Wayang Orang Ngesti

Pandawa Semarang. Berdasarkan data-data yang diperoleh, maka pendekatan

yang digunakan pendekatan kualitatif.

Pendekatan kualitatif merupakan prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif, berupa kata-kata yang terucapkan secara lisan

dan tertulis serta perilaku orang-orang yang diamati. Dalam penelitian

kualitatif, latar (settings) dan manusia yang menjadi obyek penelitian dilihat

secara utuh (holistic), perilaku manusia tidak dapat dilepaskan pada latar

dimana dia berada dan hidup. Metode ini memberi peluang pada penulis untuk

mengetahui secara personal obyek penelitiannya. Penulis dapat mengalami

sendiri, menggali obyek penelitian dalam kehidupan sehari-hari ( Fathur R,

2000: 1-2).

30
31

B. Lokasi Dan Sasaran Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di asrama Wayang Orang Ngesti Pandawa

Semarang jalan Arya Mukti Timur gang VIII-IX Pedurungan Semarang,

dan digedung pertunjukan Ki Narta Sabda Taman Budaya Raden Saleh

(TBRS). Adapun alasan pemilihan lokasi penelitian adalah di asrama

Ngesti Pandawalah pemain wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa

tinggal, dan digedung pertunjukan Ki Narta Sabda TBRS merupakan

tempat pertunjukan, dimana pemain wanita Wayang Orang Ngesti

Pandawa Semarang melaksanakan aktivitas dan pementasannya.

2. Sasaran Penelitian

Sasaran penelitian ini adalah pola pewarisan pemain wanita

Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang di dalam keluarganya, dan

faktor yang mempengaruhi pola pewarisan pemain wanita Wayang Orang

Ngesti Pandawa Semarang, sampai pada hasil dan bukti nyata pewarisan

sebagai pemain wayang orang

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah:

1. Observasi.

Observasi adalah pengamatan secara langsung atau kegiatan

pemusatan perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan seluruh


32

alat indera (Arikunto, 1998: 146). Observasi dilakukan pada saat pemain

wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang melakukan pertunjukan

dengan Paguyuban Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang, dimana

didalam pertunjukan itu terdapat pula anak dan keluarganya yang ikut aktif

dalam pertunjukan, dan observasi dilakukan di asrama Ngesti Pandawa

Semarang yang merupakan tempat tinggal pemain wanita Wayang Orang

Ngesti Pandawa Semarang. Alat Bantu yang disiapkan adalah pedoman

observasi yang berisi apa saja yang harus diobservasi serta keadaan apa

saja yang diharapkan dari hasil observasi. Hal-hal yang diobservasi adalah

tempat pertunjukan Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang, karena di

tempat inilah pemain wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang,

melakukan pertunjukan atau bekerja dan tempat-tempat diluar pemain

wanita melakukan pewarisan kesenian terhadap keluarganya.

2. Wawancara

Nawawi dalam Subiarti (2001: 37) mengatakan bahwa wawancara

adalah usaha megumpulkan informasi dengan mengajukan sejumlah

pertanyaan secara lisan dan dijawab secara lisan pula. Ciri utama

wawancara adalah kontak langsung atau tatap muka antara pencari

informasi dengan sumber informasi.

Wawancara yang dipakai dalam penelitian ini adalah wawancara

individual, terbuka dan terpimpin, yaitu wawancara yang dilakukan oleh

pewawancara dengan responden tunggal atau perseorangan, yang

berdasarkan pertanyaan yang tidak terbatas jawabannya, dengan memakai


33

pertanyaan yang sudah disiapkan sebelumnya. Hal-hal yang dilakukan

adalah mencari informasi sedetail mungkin tentang pola pewarisan dan

motivasi-motivasinya sehingga dapat menjawab masalah dan sesuai

dengan panduan wawancara. Sasaran yang diwawancarai adalah pemain

wanita wayang orang dan keluarga pemain wanita yang terlibat dalam

pementasan Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang.

3. Dokumentasi

Teknik dokumentasi dilakukan untuk menelusuri dan menghimpun

data, dokumen atau arsip yang ada. Metode dokumentasi adalah mencari

data mengenai hal-hal atau variael yang berupa catatan, transkrip, buku,

surat kabar majalah, prasasti, notulen rapat, dan sebagainya (Arikunto,

1997: 236). Teknik dokumentasi dilakukan dengan menghimpun data dan

menelusuri dokumen atau arsip yang ada pada Paguyuban Wayang Orang

Ngesti Pandawa Semarang baik didalam gedung pertunjukan, di

perumahan Ngesti Pandawa Semarang atau di dalam keluarga pemain

wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang, sehingga data tersebut

mampu mengungkap pola pewarisan pemain wanita Wayang Orang Ngesti

Pandawa Semarang. Data tersebut dapat berupa dokumen atau arsip,

naskah-naskah dari surat kabar, majalah, buku, foto atau gambar saat

proses pewarisan, lingkungan, kondisi pemain wanita Wayang Orang

Ngesti Pandawa Semarang dan hasil dari pola pewarisan pemain wanita

Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang yang dapat dijadikan sumber

informasi pendukung penelitian.


34

D. Teknik Keabsahan Data

Teknik keabsahan data merupakan teknik atau cara mengukur

kerelevanan data-data yang diperoleh. Teknik keabsahan data pada

penelitian ini menggunakan pendekatan trianggulasi (acuan segitiga), yaitu

membandingkan minimal tiga atau lebih diantara data yang sama dari

sumber yang berbeda, terutama pada saat pengumpulan data dengan teknik

wawancara (Sutopo, 2002:11).

Teknik keabsahan data ini akan dilakukan setelah melakukan

wawancara dari tiga atau lebih informan tentang objek penelitian dan pola

pewarisan di Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang yang dikhususkan

pemain wanita wayang orang, sehingga sajian data yang dipaparkan tidak

bersifat subjektif dan keabsahan dan kebenaran data dapat diungkap secara

obyektif dan valid.

E. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data merupakan upaya mencari dan menata secara

sistematis hasil observasi dan wawancara untuk mengungkapkan kasus

yang diteliti. Semua data dianalisis guna menjelaskan sasaran yang diteliti.

Semua data direduksi/disederhanakan, diklasifikasi dan dideskripsikan

serta diinterpretasikan lebih mendalam kemudian disimpulkan. Jadi dapat

disimpulkan bahwa tenik analisis data dari penelitian ini dengan

mengumpulkan data dari pemain Wayang Orang Ngesti Pandawa

Semarang dan tempat-tempat yang digunakan pemain wanita Wayang


35

Orang Ngesti Pandawa Semarang dalam pewarisan budaya terhadap

keluarganya. Langkah-langkah analisis data dalam penelitian ini dapat di

lihat dalam gambar sebagai berikut:

Pengumpulan data

Penyajian data

Reduksi data

Penarikan simpulan/verifikasi

Model komponen-komponen analisis data kualitatif

(B. Miles & Huberman, 1992: 20)

Dari gambar di atas dimaksudkan adalah bahwa pendekatan

kualitatif dalam analisis data merupakan sistem analisis siklus, di mana

peneliti akan mengumpulkan data, kemudian bergerak dalam tiga

komponen data, reduksi data kemudian verifikasi atau penarikan simpulan.

setelah dari tiga komponen penyajian data, reduksi dan verifikasi

didapatkan kekurangan atau ketidakvalidan data, peneliti akan kembali ke

lokasi untuk mengumpulkan data kembali, sehingga data dan informasi

yang di peroleh dapat dipertanggungjawabkan dan menjawab

permasalahan. Apabila semua data telah terkumpul dan telah melalui tiga

komponen peneliti akan melakukan pencocokan data dengan kembali ke

lapangan guna mendapat keabsahan data di lapangan.


36

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang

Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang didirikan pertama kali

pada tanggal 1 Juli 1943 di kota Madiun. Tokoh pendiri Wayang Orang Ngesti

Pandawa Semarang berjumlah lima orang yaitu: Almarhum Sastro Sabda,

Almarhum Darso Sabda, Almarhum Narta Sabda, Almarhum Sastra Sudirjo,

dan Almarhum Kusni.

Berdasar pada Dokumen dan wawancara, (Cicuk 19 Maret 2005)

Paguyuban di bawah lima tokoh tersebut mengadakan pentas keliling dari satu

kota ke kota yang lain dan diberi nama Ngesti Pandawa. Nama Ngesti

Pandawa berasal dari kata Ngesti berarti menyatu dan Pandawa berarti lima

bersaudara, jadi Ngesti Pandawa adalah lima bersaudara yang bersatu

mendirikan wayang orang atau sebagai pendiri wayang orang.

Sejak berdiri Wayang Orang Ngesti Pandawa memberi fasilitas dan

kenyamanan pada para pemain dan orang-orang yang terlibat dalam

pertunjukan wayang orang, yaitu dengan memberi fasilitas biaya pengobatan,

sekolah anak, perumahan atau asrama bahkan biaya perkawinan anggota

Ngesti Pandawa. Semua biaya tersebut ditanggung oleh pendiri Wayang

Orang Ngesti Pandawa Bapak Narta Sabda. Biaya tersebut didapat dari laba

penjualan karcis pada masa keemasan Wayang Orang Ngesti Pandawa (1950-

1964).

36
37

Cicuk, dalam wawancara (19 Maret 2005) mengemukakan sebelum

mengadakan pementasan di Jawa Tengah Wayang Orang Ngesti Pandawa

mengadakan pementasan keliling di Surabaya Jawa Timur selama setahun

dengan penonton yang cukup banyak, selanjutnya kembali ke madiun, karena

barang-barang yang digunakan dalam pertunjukan masih berupa barang-

barang sewaan atau pinjaman. Keberhasilan Wayang Orang Ngesti Pandawa

ditandai dengan kepemilikan barang-barang pertunjukan sendiri.

Melihat banyaknya penonton dan suksesnya setiap pementasan,

Wayang Orang Ngesti Pandawa mengadakan pementasan di wilayah Jawa

Tengah di daerah Pati, Cepu, Semarang, Pekalongan, dan Tegal. Di Jawa

Tengah wayang Orang Ngesti Pandawa disambut baik dan banyak penonton,

hal tersebut dilihat dengan banyaknya karcis yang terjual dan sampai

mengalami kekurangan tempat duduk bagi penonton.

Perjalanan yang panjang Kelompok Wayang Orang Ngesti Pandawa

diakhiri dengan menetap di Semarang pada tahun 1980 sampai sekarang,

mulai dari gedung GRIS, TBRS, Istana Majapahit dan terakhir kembali ke

TBRS hingga sekarang, sesuai dengan surat pelimpahan kewenangan dari

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan kepada Dinas pariwisata pada Surat

Keputusan Walikotamadya Semarang tertanggal 16 Juli 1980 No.

0588/SK/VII/1980.
38

Gambar No. 1 Gedung Pertunjukan TBRS ( Andi, 02 Juli 2005)

Sesuai perkembangan fasilitas hiburan di kota Semarang, kelompok

Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang mengalami pasang surut dalam

perjalanannya. Perkembangan perjalanan Wayang Orang Ngesti Pandawa

dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Periode tahun 1950 –1978

a). Masa kejayaan (tahun 1950 –1964)

Pada masa ini fasilitas hiburan baik hiburan tradisional

(wayang, ludruk, Kethoprak) maupun hiburan modern (bioskup,

televisi) khususnya di kota Semarang belum banyak. Hal tersebut

memberikan peluang kesenian tradisional wayang orang yang

dipentaskan oleh kelompok Wayang Orang Ngesti Pandawa

mengembangkan kreatifitasnya. Pada masa ini merupakan masa

kejayaan bagi kelompok Wayang Orang Ngesti Pandawa. Setiap


39

mengadakan pementasan gedung pertunjukan selalu di penuhi oleh

penonton, baik yang berasal dari kota Semarang maupun dari luar kota

Semarang. Nama kelompok Wayang Orang Ngesti Pandawa menjadi

perbincangan masyarakat, sehingga seringkali kelompok tersebut

mengadakan pementasan di luar daerah pada acara amal maupun

upacara tradisional misalnya pernikahan. Masa ini juga didukung oleh

pemain yang berkualitas seperti Ki Narto Sabdo sehingga penonton

merasa puas melihat pementasan Wayang Orang Ngesti Pandawa

Semarang. ( Dokumen Paguyuban Wayang Orang Ngesti Pandawa

Semarang)

b). Masa penurunan jumlah penonton (tahun 1965-1978)

Ketika menginjak sekitar tahun 1965-1975 penonton agak

menurun walaupun minat penonton masih tinggi. Hal ini disebabkan

keadaan perekonomian yang sulit, politik yang tidak menentu dan

banyak perusuh di malam hari sehingga membuat orang takut untuk

keluar rumah. Setelah tahun 1975, seiring dengan membaiknya

ekonomi dan politik, penonton mulai menikmati kembali pementasan

wayang orang. Secara berangsur-angsur gedung pertunjukan tempat

pementasan Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang dipenuhi

penonton kembali. Keadaan ini berlangsung sampai sekitar tahun

1978. Setelah tahun itu penonton mulai menurun kembali karena cara

pandang masyarakat mengalani perubahan, yaitu menghendaki yang


40

praktis seperti televisi, bioskop dan video. ( Dokumen ; Cicuk,

Wawancara 19 Maret 2005)

2. Periode tahun 1979 –1990

Pementasan Wayang Orang Ngesti Pandawa pada masa ini

mengalami penurunan drastis. Keadaan perekonomian yang belum pulih,

menyebabkan masyarakat tidak memikirkan hiburan. Selain itu sarana dan

prasarana pementasan yang kurang terawat, waktu pertunjukan yang tidak

tetap dan sikap individualisme masyarakat. Pada masa ini juga telah ada

pementasan wayang orang dan kethoprak di televisi, sehingga masyarakat

melihat pementasan wayang orang di televisi untuk mengurangi

pengeluaran. Akibatnya kelompok Wayang Orang Ngesti Pandawa jarang

sekali mengadakan pertunjukan, karena biaya operasi pementasan dengan

pendapatan dari karcis masuk penonton tidak seimbang. ( Cicuk,

Wawancara 19 Maret 2005; Dokumen)

3. Periode tahun 1991 – 2005

Berpijak keadaan tahun sebelumnya, kelompok Wayang Orang

Ngesti Pandawa pada masa ini mulai menata diri. Jadwal pementasan

mulai disusun rapi setiap malamnya dan dibuat dalam bentuk selebaran

dan dipromosikan melalui media radio. Pada akhir masa ini jadwal

pementasan mulai berkurang, dari seminggu tiga kali menjadi seminggu

satu kali, seperti pada data dibawah ini:


41

NO HARI TANGGAL JUDUL CERITA

1 Sabtu 2 Juli 2005 Abimanyu Gendong /


Semar Tambal
2 Sabtu 9 Juli2005 Alap-alapan Sukesi

3 Sabtu 16 Juli 2005 Dewa Ruci

4 Sabtu 23 Juli 2005 Bambang Darma Sejati

Tabel no. 1. Jumlah Pementasan dalam bulan Juli 2005

Berdasarkan tabel nomor 1 dapat disimpulkan Wayang Orang

Ngesti Pandawa Semarang mengurangi jumlah jadwal pementasan, selain

tidak seimbangnya biaya operasional juga menurunnya jumlah penonton

dalam setiap pementasan.

Menurunnya durasi pementasan Wayang Orang Ngesti Pandawa

Semarang juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan yaitu dengan adanya

taman hiburan Wonderia ( sebuah taman bermain keluarga yang menarik)

yang terletak di sebelah barat gedung TBRS, yang diharapkan mampu

mengangkat Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang, tetapi masyarakat

kota Semarang lebih tertarik pergi ke Wonderia dibanding ke pertunjukan

Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang yang dianggap kuno dan

membosankan.
42

Gambar No. 2 Taman Hiburan Wonderia (dok. Anik purwati, 25 Juni 2005)

Gambar nomor 2 merupakan bentuk taman hiburan yang menjadi

pesaing yang kuat bagi Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang, dengan

melihat kondisi sosial masyarakat yang lebih menginginkan suatu bentuk

hiburan modern. Dampak dari keberadaan taman hiburan Wonderia dapat

terlihat dari jumlah penonton dalam setiap pementasan yang berkisar 20

sampai 30 orang.
43

Gambar No. 3 Jumlah penonton ( Andi, 19 maret 2005)

Berdasarkan gambar nomor 3, dapat dilihat bahwa peminat

terhadap Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang telah banyak

mengalami penurunan penonton secara drastis berbeda pada masa

kejayaan yang dipenuhi penonton sampai di luar gedung. Data ini di ambil

pada saat pertunjukan telah sampai adegan goro-goro atau adegan 10,

dimana pertunjukan terdiri dari 14 adegan.

B. Karakteristik Pemain Wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang

Kebudayaan tradisional yang beranggapan bahwa seorang wanita

pekerja seni atau wayang orang yang bekerja pada malam hari adalah

pekerjaan yang tidak baik karena menyimpang akan norma tradisi wanita

ketimuran. Pekerjaan sebagai seorang seniman wayang orang bagi seorang

wanita merupakan suatu keputusan yang sangat berat.


44

Anggapan yang klasik tersebut tidak menjadi halangan bagi seorang

seniman Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang. Seniman wanita wayang

orang yakin akan segala keputusan dan resiko yang dihadapi, dengan

melaksanakan tugasnya sebagai seorang pekerja seni wayang orang. Pekerjaan

sebagai pemain Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang dewasa ini,

memang tidak menjanjikan dalam hal upah atau gaji, sebagian besar dari

seniman wanita wayang orang menganggap bahwa pekerjaannya sebagai

seniman wayang orang untuk hiburan disamping melestarikan budaya bangsa

yang adiluhung.

Pekerjaan sebagai seniman wayang orang merupakan hasil dari

apresiasi dan pelatihan bermain peran dipanggung seniman wanita dalam

proses yang cukup lama. Apresiasi disini dimaksudkan adalah proses

pengamatan dan pengalaman, seperti dalam data dari beberapa contoh di

bawah ini :

NAMA PEMAIN UMUR LAMA BERAPRESIASI

TALOK 61 Tahun 48 Tahun

MUNJAENAH 57 Tahun 20 Tahun

LILIK 58 Tahun 32 Tahun

PARIAH 60 Tahun 32 Tahun

WIWIK 55 Tahun 21 Tahun

WIYATI 48 Tahun 20 Tahun

NGATIRAH 60 Tahun 40 Tahun

Tabel No. 2

Data Apresiasi Pemain Wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang.


45

Berdasarkan tabel nomor 2 dapat disimpulkan bahwa menjadi pemain

wayang orang melalui proses apresiasi dan pelatihan berperan yang cukup

lama berkisar 20an tahun dan terus menerus guna memperoleh hasil yang

maksimal.

Enam dari data di nomor 2 menyatakan bahwa awal menggeluti

pekerjaan menjadi pemain wayang orang karena mengikuti suami yang

bekerja menjadi pemain wayang orang di Wayang Orang Ngesti Pandawa

Semarang. Enam pemain tersebut antara lain : Munjaenah, Talok, Lilik,

Ngatirah, Pariah dan wiyati. Para pemain Wanita Wayang Orang Ngesti

Pandawa menyatakan bahwa menjadi pemain wayang orang tidak hanya

menjadi bakat tetapi juga merupakan penyaluran hobby dan di dasari oleh rasa

senang dan bangga menjadi pemain Wayang Orang Ngesti Pandawa

Semarang.

Setelah mengalami perjalanan 20 tahun mengikuti pertunjukan, pemain

wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang merasakan fasilitas-fasilitas

atau kesejahteraan yang diperoleh dari pertunjukan, seperti :

1. Bebas biaya sekolah untuk semua anak pemain Wayang Orang Ngesti

Pandawa Semarang

Biaya sekolah semua anak dari pemain wayang Orang Ngesti

Pandawa semarang ditanggung oleh pendiri Wayang Orang Ngesti

Pandawa bapak Narta Sabda. Penanggungan biaya ini berlangsung sampai

tahun 1979, karena pada tahun 1979 wayang orang sudah mengalami masa

sulit dan kondisi negara yang masih labil. Penaggungan biaya sekolah
46

anak diakhiri dengan penjualan satu set alat gamelan karena

tidakbanyaknya penjualan karcis.

2. Bebas biaya pengobatan

Biaya pengobatan disini dimaksudkan bahwa setiap pemain

Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang mendapat biaya bebas berobat

selama menjadi pemain Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang. Biaya

pengobatan tersebut didapat dari penjualan karcis setiap pertunjukan.

Penanggungan biaya pengobatan ini juga berakhir pada tahun 1979, karena

penjualan karcis tidak sebanding dengan biaya operasi pementasan dan

pengeluaran pihak Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang.

3. Biaya melahirkan

Biaya melahirkan juga termasuk fasilitas pemain Wayang Orang

Ngesti Pandawa Semarang, biaya dan semua yang bersangkutan dengan

persalinan di rumah sakit dibiayai oleh Paguyuban Wayang Orang Ngesti

Pandawa Semarang. Pemberian biaya ini juga berakhir pada tahun 1979.

Layaknya pekerja wanita pada umumnya, pemain wanita Wayang Orang

Ngesti Pandawa Semarang juga mendapat dispensasi sampai dengan

anaknya bisa ditinggal bekerja dan biasanya dijaga oleh saudara pemain

wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang.

4. Asrama pemain Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang

Demi kelancaran dan kekeluargaan seluruh pemain dan

management wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang, pendiri Wayang

Orang Ngesti Pandawa Semarang memberikan fasilitas perumahan untuk


47

semua pemain dan management wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang

sebagai tempat tinggal. Fasilitas ini di berikan untuk mempermudah dalam

lobby dan hubungan secara cepat dan terjaga kerukunan sesama pemain

Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang.

Gambar No. 4 Perumahan / Asrama Ngesti Pandawa Semarang (Andi 02 Juli

2005).

Melihat gambar nomor 4 dapat disimpulkan bahwa penberian

fasilitas pada pemain Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang, tidak

hanya berkisar pada kebutuhan yang berskala kecil tetapi lebih pada

kesejahteraan dari pemain Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang

sendiri.
48

Pemberian fasilitas-fasilitas pada pemain Wayang Orang Ngesti

Pandawa Semarang sangat menunjang kelangsungan hidup Pemain Wanita

Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang, sehingga Pemain wanita

Wayang Orang Ngesti Pndawa Semarang merasa berhutang budi dan

berterima kasih kepada pendiri Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang,

dengan terus mengadakan pementasan dan berusaha menanamkan jiwa

seni terhadap anaknya agar terjaga keeksisan Wayang Orang Ngesti

Pandawa Semarang.

Penurunan penonton yang drastis dan kondisi keuangan yang tidak

mampu mencukupi kesejahteraan pemainWayang Orang Ngesti Pandawa

Semarang, membuat Pemain Wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa

Semarang mencari pekerjaan lain untuk mencukupi semua kebutuhan

hidup, seperti yang dialami oleh munjaenah (57 Tahun) yang selain

pekerja sebagai seniman wayang orang Ngesti Pandawa Semarang, juga

bekerja sebagai pedagang makanan di kantin sebuah toko buku terkemuka

di Semarang.
49

Gambar No. 5 Kerja sampingan salah satu Pemain Wanita Wayang Orang Ngesti
Pandawa Semarang ( Andi, 02 Juli 2005).

Melihat gambar nomor 5, menjelaskan bahwa pekerjaan sebagai

pemain Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang sudah tidak dapat dijadikan

pekerjaan tempat menggantungkan ekonomi keluarga.

Modernnya jaman yang menindas kehidupan kesenian tradisional,

menetapkan Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang melakukan

pementasan di TBRS (Taman Budaya Raden Saleh) dan memperkecil durasi

pementasan karena menurunnya minat penonton, kenyataan akan

perkembangan Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang membuat Pemain

Wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang, mempunyai waktu banyak

dalam membimbing anak-anaknya, karena Wayang Orang Ngesti Pandawa

Semarang pada dewasa ini hanya melakukan pementasan satu kali dalam

seminggu.
50

Seorang ibu rumah tangga akan berkurang tanggung jawabnya apabila

anak-anaknya telah mandiri dalam pemenuhan kebutuhan baik jasmani

maupun rohaninya. Para pemain wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa

Semarang mampu menamatkan pendidikan anak-anaknya sampai strata SMA,

setelah SMA anak-anaknya dituntut dapat mandiri dalam pemenuhan segala

kebutuhannya.

C. Pola Pewarisan Pemain Wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa


Semarang

Pola pewarisan Pemain Wanita Wayang orang Ngesti Pandawa

Semarang merupakan cara Pemain Wanita Wayang Orang ngesti pandawa

Semarang dalam melakukan pewarisan sebagai Pemain Wayang Orang Ngesti

Pandawa Semarang. Cara Pemain Wanita Wayang Orang Ngesti pandawa

Semarang dimaksudkan adalah strategi yang digunakan Pemain Wanita

Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang dalam memberikan materi sebagai

pemain wayang orang, yaitu melalui proses enkulturasi dan melalui

pembelajaran materi sebagai pemain wayang orang, yang dilakukan secara

tidak sengaja dan terus menerus sehingga tercipta suatu kondisi pembiasaan

anak terhadap lingkungan pertunjukan wayang orang.

Sistem pembelajaran secara tidak sengaja ini di sebut sebagai

pembelajaran sistem tradisional atau sistem pembelajaran tidak formal dan

tidak terstruktur. Sistem pembelajaran yang bersifat pembiasaan ini terjadi

dalam kehidupan sehari-hari baik di lingkungan keluarga atau dalam suasana


51

menuju pertunjukan wayng orang, seperti: pada waktu latihan bersama, waktu

persiapan pementasan, saat berias atau berbusana.

1. Pewarisan melalui pembelajaran

Proses pembelajaran tradisional yang dilakukan secara pembiasaan

dimulai dari alam pikiran, baik dari dalam keluarga maupun lingkungan

bermain atau bergaul. Berawal dari lingkungan keluarga yang berciri keluarga

seniman, sehingga proses interaksi dan kebiasaan anak pemain Wanita

Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang lebih terarah pula pada kehidupan

seorang seniman wayang orang.

Penanaman pemahaman akan kegiatan berperan, berolah rasa seni

dibina dan ditanam keluarga dengan proses baik dalam perilaku, bertutur kata,

maupun berperasaan. Hal tersebut didukung oleh kondisi lingkungan dari

keluarga maupun sekitar rumah atau tetangga. Komplek perumahan Arya

Mukti VIII-IX atau perumahan Ngesti Pandawa Semarang yang merupakan

komplek perumahan khusus para pemain Wayang Orang Ngesti Pandawa

Semarang mempengaruhi anak pemain wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa

Semarang dalam hal moral dan berperilaku sopan serta pola pikir dalam

menyikapi situasi dan kondisi, misalnya : cara menghormati orang tua, cara

bergaul dengan sesama teman dalam paguyuban Wayang Orang Ngesti

Pandawa Semarang maupun dengan teman bermain (Wawancara, Sihanto, 19

Mei 2005).
52

Besarnya keinginan didukung motivasi dari orang tua agar dapat ikut

aktif dalam menjaga keberadaan atau eksistensi Wayang Orang Ngesti

Pandawa Semarang, anak pemain wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa

Semarang giat dalam berlatih dan berapresiasi dengan memperhatikan peran-

peran atau karakter-karakter serta semua materi yang dibutuhkan sebagai

seorang pemain wayang orang mulai dari gerak tari, rias busana, antawecana

(percakapan), karakter serta penguasaan gending (irama). Motivasi-motivasi

terwujud dipengaruhi oleh keluarga yang berciri seniman dan lingkungan

pementasan yang mendukung.

Keadaan perkembangan Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang

yang semakin terhimpit oleh seni hiburan modern membuat anak pemain

wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang semakin bersemangat dalam

mendalami bidang seni sebagai pemain wayang orang.

Agus (22 tahun) (Wawancara, 20 Mei 2005) anak pemain wanita

Wayng Orang Ngesti Pandawa Semarang mengatakan:

“saya sangat prihati dengan perkembangan wayang orang


sekarang, khususnya Ngesti Pandawa ini. Wayang orang inikan
warisan nenek moyang yang kayaknya sudah mau punah. Jadi
saya ikut Ngesti ini, karena saya senang bermain wayang orang
dan tidak ingin wayang orang khususnya Ngesti ini tutup atau
bubar”.

Menilik pernyataan Agus tersebut, dapat dijelaskan bahwa motivasi

dan minat sebagai pemain wayang orang sangat besar dan berusaha ikut

berpartisipasi menjaga keeksisan dan perkembangan Wayang Orang Ngesti

Pandawa Semarang.
53

Pola pewarisan sebagai pemain Wayang Orang Ngesti Pandawa

Semarang, tidak lepas akan proses enkulturasi yang sama dalam diri pemain

wanita wayang orang, yaitu dengan proses apresiasi yang cukup lama dan

motivasi dalam diri anak Pemain Wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa

Semarang, serta lingkungan yang kondusif akan membakatnya naluri sebagai

seorang generasi penerus Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang.

Kurangnya waktu membimbing pada waktu siang hari, tidak menutup

kemungkinan pemain wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang

membawa anak-anaknya bekerja pada malam hari atau pada waktu anak libur

sekolah. Lingkungan yang kondusif memberi peluang pada anak pemain

wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang dalam berapresiasi

membentuk jiwa akan hasrat ikut berperan seperti orang tuanya. Situasi

pertunjukan yang menyenangkan dan dapat berperan dihadapan orang banyak

mendorong anak-anak pemain wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa

Semarang menjadi tergerak untuk ikut ambil bagian dalam pementasan.

Proses apresiasi anak pemain wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa

Semarang dilakukan dengan melihat dan mengamati setiap kegiatan serta

seluk beluk pementasan mulai dari gerak tari, iringan, rias busana, antawecana

dan karakter. Setelah melakukan pengamatan anak pemain wanita Wayang

Orang Ngesti Pandawa Semarang mencoba ikut berpartisipasi, seperti:

mempersiapkan kostum, menabuh iringan yang berpola pukul mudah dan ikut

menari walau hanya sebagi sajian awal pementasan.


54

Setiap pengamatan, anak pemain wanita Wayang Orang Ngesti

Pandawa Semarang bertanya tentang hal-hal kegiatan yang diamati dan

mencoba mengetahui kegiatan tersebut secara detail. Proses apresiasi anak ini

disambut baik oleh pemain wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang

dengan memberikan penjelasan tentang apa yang ditanyakan anaknya,

sehingga anaknya benar-benar mengerti dan mengetahui kegiatan tersebut,

seperti : dalam hal penguasaan iringan, pemain wanita Wayang Orang Ngesti

Pandawa Semarang menjelaskan setiap gerakan dimulai pada ketukan yang

sesuai, misalnya sabetan pada kempul kosong, besut pada kempul isi dan

sebagainya.

Kegiatan apresiasi inipun didukang dan dimotivasi dari keluarga

dengan memberi pertanyaan pertanyaan kecil tentang hal-hal kegiatan

pertunjukan wayang orang baik dari ibu maupun keluarga yang lain, misalnya:

meminta komentar anak pemain wanita tentang hal-hal salah satu kegiatan

dalam pementasan dan anak pemain wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa

Semarang sangat berminat dan tertarik dengan menganalisa setiap masukan

yang ada dipementasan dan mencocokkan pada kegiatan yang ada di

pementasan/lapangan.

Pemain wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang merasa

senang dan bangga apabila anaknya ada yang mewarisi sebagai pemain

Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang, hal tersebut dikarenakan berawal

dari nenek moyang pemain wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang

juga mewariskan secara turun temurun, sehingga menjadi suatu penghormatan


55

sendiri dan bagi anak pemain wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa

Semarang juga merupakan salah satu bentuk menghormati warisan nenek

moyang. Di samping itu minat anak yang sangat besar terhadap kelestarian

wayang orang. Pemahaman anak dan pemain wanita Wayang Orang Ngesti

Pandawa Semarang sangat membantu kelestarian Wayang Orang Ngesti

Pandawa Semarang yang telah banyak ditinggal peminatnya.

Pola pewarisan sebagai pemain Wayang Orang Ngesti Pandawa

Semarang melalui proses pembelajaran yang cukup lama. Proses pewarisan

untuk menjadi seorang pemain wayang orang, dilakukan Pemain Wanita

Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang agar tercipta seorang generasi

penerus pemain wayang orang yang baik dan sesuai dengan kreteria sebagai

pemain wayang orang.

Proses pembelajaran yang dilakukan secara tidak sengaja ini membantu

keterampilan dan keahlian dalam berperan di atas panggung. Keterampilan

yang dimaksudkan di sini adalah materi yang dibutuhkan sebagai seorang

pemain wayang orang, yaitu : gerak tari, rias dan busana, antawecana, karakter

dan penguasaan iringan.

a. Pewarisan materi gerak tari.

Gerak tari dalam wayang orang sangatlah penting dalam

pementasan, karena merupakan unsur yang utama dari sebuah pertunjukan

wayang orang. Gerak tari dalam wayang orang selalu berkaitan dengan

unsur-unsur yang lain, seperti: hubungan gerak tari dengan karakter

wayang yang meliputi strata atau pembagian-pembagian tersendiri antara


56

lanyap, luruh, mbranyak dan telang, begitu juga gerak tokoh wanita dan

gerak tokoh laki-laki.

Proses pembelajaran dari unsur gerak diawali dengan apresiasi

anak yang tinggi dan naluri bakat yang mengalir dalam diri anak. Hal

yang dilakukan Pemain Wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang

dalam mendukung dan membimbing gerak tari anaknya dengan memberi

penjelasan tentang perbedaan gerak dan menunjukkan contoh yang ada

pada pementasan, sehingga anak secara nyata mengetahui bentuk gerak,

seperti sabetan, besut, srisik, dan sebagainya kemudian dipraktekkan dan

anak-anaknya mulai memperagakan gerak-gerak tari tersebut (hal ini

dilakukan pada waktu anak masih pada tahap awal sebagai pemain

wayang orang, setelah mengetahui dan paham dengan jelas pemain wanita

wayang orang membebaskan anak dalam berperan dengan dibimbing

pemain wayang orang yang lain yang sudah mahir dalam bagiannya

masing-masing).
57

Gambar No. 6 Anak Pemain Wanita pada Waktu Menari dalam Salah Satu
Adegan Wayang ( Andi, 25 Juni 2005).

Perasaan senang dan bangga akan anaknya yang memiliki bakat

dalam berperan wayang, selain mendapat perhatian khusus dalam hal

gerak, para pemain wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang

mengikutkan latihan tari bersama dengan anak pemain Wayang Orang

Ngesti Pandawa Semarang yang lain, agar proses pewarisan dari gerak

dalam diri anaknya dapat dengan tehnik dan bentuk yang benar. Di bawah

ini merupakan gambar, dimana semua anak dari Pemain Wanita Wayang

Orang Ngesti Pandawa Semarang mengikuti latihan, yang dibimbing atau

dilatih oleh instrutur tari pemain Wayang Orang Ngesti Pandawa

Semarang.
58

Gambar No. 7 Tempat Belajar Anak Pemain Wanita Wayang Orang Ngesti
Pandawa Semarang ( anik Purwati, 02 juli 2005).

Berdasarkan gambar nomor 7 dapat di simpulkan bahwa pola

pewarisan sebagai Pemain Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang

dalam gerak tari di latih secara bersama-sama dengan anak pemain

Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang yang lain.

Pada dasarnya semua anak dari Pemain Wanita Wayang Orang

Ngesti Pandawa Semarang mempunyai bakat menari, tetapi yang

mempunyai simpati untuk menjadi pemain Wayang Orang Ngesti

Pandawa Semarang hanya satu atau dua orang anak, seperti anak dari Bu

Pariah yang memiliki delapan anak, tetapi hanya satu yang mewarisi

menjadi pemain wayang orang, meskipun begitu sudah membahagiakan

Pemain Wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang, karena sudah


59

ada generasi penerus dikeluarganya, yang ikut aktif dalam perkembangan

Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang.

b. Pewarisan materi Rias dan Busana.

Rias dan busana adalah aspek yang sangat mempengaruhi

penampilan dan merupakan simbul dari karakter yang diperankan

sehingga penonton dapat secara langsung mengetahui peran apa yang

dibawakan.

Proses belajar rias dan busana wayang orang memerlukan proses

yang sangat lama, hal inipun perlu apresiasi yang terus menerus. Setiap

peranan mempunyai ciri khas dan bentuk rias busana yang berbeda,

sehingga anak pemain wayang orang harus memperhatikan hal-hal yang

bersangkutan dengan rias dan busana, seperti: penggunaan sinwit, pidih,

irah-irahan, perlengkapan kostum dan sebagainya.

Proses belajar dari rias dan busana wayang orang, pemain wanita

wayang orang ngesti pandawa Semarang mengajarkan secara tidak

sengaja dan apabila anaknya belum ikut dalam pementasan, pemain

wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang akan menyampaikan

dengan contoh praktek sendiri atau menunjuk salah satu pemain sesuai

dengan bentuk rias yang ditanyakan anaknya, apabila telah ikut berperan

dalam pertunjukan pemain wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa

Semarang hanya memberi cara-cara pemakaiannya dengan

mempraktekkan secara langsung, yaitu memakaikannya dahulu dengan

menjelaskan teknik penggunaan ( hal ini di lakukan jika anak pemain


60

wanita wayang orang seorang wanita, jika laki-laki diserahkan pada

pemain wayang orang laki-laki yang mahir pada rias busana karakternya

masing-masing).

Biasanya anak-anak pemain wanita wayang orang ngesti pandawa

Semarang mempunyai cara belajar rias busana mengkaitkan dengan

karakter yang akan diperankan, sehingga proses belajar rias dan busana

dapat berjalan dengan cepat. Proses pembelajaran ini berlangsung sampai

pada anak menguasai teknik rias dan busana, setelah memahami dan

mampu untuk mandiri anak pemain wanita akan dibebaskan untuk mandiri

dan biasanya rias dan busana dilakukan secara bersama-sama, dengan

pemain wayang orang yang lain agar dapat saling membantu.

Gambar No.8 Proses Rias dan Busana Anak Pemain Wanita yang dilakukan
secara bersama sama ( Andi, 25 Juni 2005).
61

Proses pembelajaran rias dan busana bagi Pemain Wanita Wayang

Orang Ngesti Pandawa Semarang tidaklah sulit, karena banyak yang

membantu dan mengarahkan anak-anaknya dari para seniman Wayang

Orang Ngesti Pandawa Semarang yang lain, seperti: untuk membawakan

peran luruh anak-anaknya akan bertanya, dan mendapatkan masukan dari

seniman yang sudah biasa membawakan peran luruh, dan sebagainya. Jadi

dapat disimpulkan proses belajar rias dan busana anak-anak Pemain

Wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang berjalan pada waktu

akan pentas dan tidak tergantung pada diri Pemain Wanita Wayang Orang

Ngesti Pandawa Semarang saja tetapi dapat meminta masukan dari

pemain wayang orang ngesti pandawa yang lain.

c. Pewarisan materi antawecana (percakapan).

Wayang orang merupakan aktualisasi dan realisasi dari wayang

kulit dengan diperankan oleh manusia, sehingga wayang orang selain

menggunakan gerak tari juga menggunakan antawecana atau percakapan.

Antawecana atau percakapan sangat penting dari wayang orang.

Antawecana atau percakapan memiliki beberapa tingkatan, dan tingkatan-

tingkatan dalam percakapan berkaitan dengan karakter dari tokoh yang

diperankan. Tokoh arjuna misalnya, berbeda dengan antawecana tokoh

buto / raksasa ataupun punokawan.

Proses pembelajaran antawecana atau percakapan wayang orang,

Pemain Wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang hanya

memberikan inti-inti perbedaan suara pada anaknya dengan menunjukkan


62

beberapa suara tokoh dalam pementasan, kemudian anaknya melihat

perbedaan itu dari apresiasinya terhadap wayang orang. Apabila anak

masih kurang jelas, pemain wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa

Semarang menyuarakan beberapa tokoh tertentu yang ditanyakan

anaknya, dan bahkan anaknya langsung di bawa kepada pemain wayanmg

orang telah biasa membawakan timbre suara yang di maksud, karena

timbre suara dipengaruhi oleh keahlian dan fisik manusia.

Antawecana bagi anak-anak pemain wanita wayang orang ngesti

pandawa Semarang memang sangat sulit dan perlu keahlian khusus untuk

menyuarakan timbre suara atau warna suara yang berbeda dari setiap

peran. Biasanya proses pembelajaran dari antawecana akan berhasil jika

telah memakan waktu yang lama, dan benar-benar dapat menyuarakan

warna suara atau timbre suara dengan fasih dan jelas.

Wayang orang tradisional biasanya menggunakan skenario atau

naskah cerita tidak secara tertulis, wayang orang tradisional dalam

menyampaikan cerita yang dipentaskan hanya berupa penuangan-

penuangan secara lisan, dan para pemain melakukan atau mencari kata-

kata yang diucapkan di atas panggung, sesuai dengan karakter dan cerita

yang dipentaskan dan tidak boleh menyimpang dari lakon yang

dipentaskan. Jadi untuk antawecana bagi anak-anak yang masih di bawah

umur 25 tahun, biasanya hanya sedikit dan sekedar menjawab pertanyaan

dari lawan pemain wayang orang. Di bawah ini sepenggal antawecana


63

yang di lakukan anak Pemain Wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa

Semarang dalam lakon Gatotkaca Wisuda :

Brojo Musti : ”Jare Pringgondani nggone wong sekti kabeh, kowe

percoyo opo ora ?”

Prajurit : “Ora,ora aku ora percoyo!”

Brojo Musti : “Yen ora percoyo ayo dibuktikno !”

Keterangan :

Prajurit diperankan oleh anak-anak pemain wanita wayang orang.

d. Pewarisan materi Karakter.

Karakter adalah watak atau perangai yang harus dibawakan oleh

seorang pemain wayang orang sesuai dengan tokoh yang diperankan.

Karakter dari seorang tokoh akan keluar didukung dengan gerak tari, rias

busana dan antawecana atau percakapan. Karakter wayang orang dari

seorang tokoh wayang merupakan hal yang muncul dengan sendirinya

dari seorang pemain wayang orang. (Wawancara; Wiyoso, 19 Februari

2005).

Pengetahuan tentang karakter, Pemain Wanita Wayang Orang

Ngesti Pandawa Semarang, dalam memberikan pengetahuan berkisar pada

tingkatan dan pembagian karakter dengan menunjukkan beberapa contoh

di atas panggung, atau dengan menghubungkan karakter dengan kostum

yang digunakan dan postur tubuh, misalnya: karakter cakil, harus

mempunyai tubuh kurus dan gesit dalam gerak. Selain hal tersebut,

biasanya anak Pemain Wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang


64

bertanya dan meminta penjelasan pada pemain wayang orang lain yang

telah biasa membawakan perannya secara detail. Pembagian karakter ini

sama seperti pembagian gerak tari dan antawecana yaitu: luruh, lanyap,

mbranyak dan teleng.

Karakter wayang orang dari tokoh wayang yang diperankan akan

muncul dari seorang seniman berdasarkan pengetahuan, kemampuan dan

apresiasi anak Pemain Wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang.

Biasanya setelah mengalami perjalanan pembelajaran yang cukup lama,

anak Pemain Wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang akan

menemukan karakter dari tokoh wayang yang cocok dengan dirinya. Di

bawah ini adalah gambar karakter yang diperankan oleh anak dari pemain

wanita wayang orang.

Gambar No. 9 Peran Cakil yang Di perankan anak Pemain Wanita Wayang
Orang (Andi, 25 Juni 2005).
65

Jadi pembelajaran karakter wayang, Pemain Wanita Wayang

Orang Ngesti pandawa Semarang hanya memberikan inti-inti pembagian

karakter, mengkaitkan kostum dan postur tubuh.

e. Pewarisan materi Penguasaan Gending atau Iringan.

Seorang pemain wayang orang harus menguasai gending,

setidaknya sebatas bentuk irama gending. Penguasaan gending dari

iringan pementasan wayang orang juga merupakan unsur yang penting,

dengan menguasai gending pemain wayang orang dapat memulai gerak

tarinya, misalnya: memulai gerak sabetan, besut, sindet, srisig dan

sebagainya.

Waktu libur sekolah atau keadaan waktu membimbing anak

kurang, pemain wanita wayang orang ngesti pandawa Semarang

membawa dan mengajak anak-anaknya ikut ke lokasi pementasan yaitu di

gedung TBRS. Melalui membawa anaknya, anaknya menjadi terbiasa

dengan adanya musik gamelan atau gending pengiring wayang orang, dan

tak jarang dari anak-anak Pemain Wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa

Semarang ikut berpartisipasi menabuh atau memukul gamelan.


66

Gambar No. 10 Anak Pemain Wanita Ikut Berpartisipasi dalam Memukul Iringan
Wayang Orang ( Andi, 25 Juni 2005).

Anak-anak Pemain Wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa

Semarang, ikut berpartisipasi dalam memukul alat gamelan atas dorongan

orang tuanya, walaupun sebatas ikut-ikutan dengan melihat dan

merasakan dahulu, kemudian ikut memukul alat gamelan. Anak-anak

Pemain Wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang dalam belajar

mendapat arahan dan bimbingan dari para pengrawit atau pemukul

gamelan, sedangkan para Pemain Wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa

Semarang menunjukkan, dimana gerak yang akan dilakukan seperti:

gerakan sabetan dimulai dari kempul kosong, gerak besut dimulai dari

kempul isi dan sebagainya, serta beberapa jenis iringan ang mempengaruhi

karakter gerak.
67

Gambar No.11 Penguasaan Iringan dalam Gerak Tari Bondoyudo sebagai tari
pembuka pementasan ( Andi, 25 Juni 2005).

Jadi dalam penguasaan gending, pemain wanita ngesti pandawa

Semarang dalam membelajarkan anak-anaknya mengkaitkan iringan

dengan ragam gerak tari yang digunakan, serta beberapa jenis iringan

yang mempengaruhi gerak tari, seperti: lancaran kebo giro, lancaran singo

nebah dan sebagainya.

D. Faktor Yang Mempengaruhi Pola Pewarisan Sebagai Pemain Wayang


Orang Ngesti Pandawa Semarang

Pola pewarisan sebagai pemain wayang orang dari para Pemain Wanita

Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang, tidak mutlak dari peran Pemain

Wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang dalam mewujudkan adanya

regenerasi dalam keluarganya. Banyak faktor yang mempengaruhi munculnya

generasi penerus dalam keluarga Pemain Wanita Wayang Orang Ngesti

Pandawa Semarang.
68

Wiyoso mengatakan bahwa dalam bermain atau bekerja di paguyuban

Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang tidak bisa disebut pekerjaan karena

gaji / upah tidak menguntungkan. Wiyoso berpartisipasi di Wayang Orang

Ngesti Pandawa Semarang semata-mata untuk melestarikan budaya nenek

moyang yang sudah dibangun sejak dahulu, jadi model perekrutan generasi

pemain Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang baru sangat terbuka, siapa

saja yang mau berpartisipasi dalam pementasan dipersilahkan dengan

konsekuensi mampu menari, antawecana dan penguasaan gending serta tidak

mengharapkan gaji yang lebih. (Wawancara; Wiyoso, 19 Februari 2005).

Faktor yang mempengaruhi pola pewarisan pemain wanita Wayang

Orang Ngesti Pandawa Semarang antara lain :

1. Faktor Intern

Faktor intern adalah faktor yang muncul dari pemain wanita

Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang, sehingga terjsdi pola

pewarisan sebagai pemain wayang orang dalam keluarganya.

a. Motivasi orang tua

Pola pewarisan sebagai pemain wayang orang merupakan pola

pewarisan yang terjadi secara turun temurun di dalam keluarga

pemain wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang,

sehingga dengan adanya peristiwa yang turun temurun dalam

mewariskan mendorong dan memotivasi pemain wanita Wayang

Orang Ngesti Pandawa Semarang dalam mewariskan kesenian

wayang orang kepada anaknya.


69

Pola pewarisan pemain wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa

Semarang sangat senang dan bangga apabila berhasil dalam

mewariskan kesenian wayang orang kepada anaknya karena di

anggap wayang orang merupakan warisan nenek moyang yang

perlu dilestarikan dan dikembangkan.

Pemain wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang

dalam memotivasi anak dengan cara memberikan arahan,

pengertian, pemahaman, serta pengetahuan tentang wayang orang

kepada anak sehingga jiwa seni terhadap wayang orang dapat

tertanam dalam diri anak. Pemain wanita Wayang Orang Ngesti

Pandawa Semarang berharap kepada anaknya yang mewarisi

kesenian wayang orang dapat mengembangkan, melestarikan,

berpartisipasi aktif dan dapat mewariskan keanaknya kelak. Jadi

dapat disimpulakan bahwa motivasi orang tua terhadap pola

pewarisan sangat mempengaruhi proses pewarisan ke generasi

berikutnya.

b. Kemampuan orang tua

Kemampuan pemain wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa

Semarang telah teruji selama berkisar 20-30 tahun dalam berperan

di Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang. Sehingga tidak

diragukan lagi tentang pengetahuan, pengalaman, keterampilan dan

keahlian sebagai pemain wayang orang. Pemain wanita Wayang

Orang Ngesti Pandawa Semarang merupakan salah satu faktor


70

yang mempengaruhi karena anak dapat belajar, berapresiasi dan

berlatih secara langsung dengan orang tuanya.

Kemampuan pemain wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa

Semarang tidak hanya berkisar pada keahlian dan kepandaian

dalam berpreran tetapi lebih pada kemampuan mewariskan

kesenian wayang orang kepada anaknya baik dalam hal materi

keterampilan maupun sikap dan perilaku sebagai pemain wayang

orang.

Kemampuan pemain wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa

Semarang dapat di lihat pada hasil belajar dan sikap anak saat

berperan di panggung dan dilingkungannya sehari-hari, kemahiran

dan kepandaian anak di pengaruhi oleh kemampuan pemain wanita

Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang dalam mewariskan

kesenian wayang orang kepada anaknya.

2. Faktor Ekstern

Faktor ekstern adalah faktor yang mempengaruhi dari luar pemain

wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang sehingga

mendukung pola pewarisan pemain wanita Wayang Orang Ngesti

Pandawa Semarang terhadap keluarganya.

a. Keluarga

Pola pewarisan sebagai pemain wayang orang dalam keluarga

pemain wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang, sangat

dipengaruhi oleh latar belakang keluarga yang berciri seniaman


71

wayang orang, di mana dunia wayang orang tidak asing bagi

kehidupan anak pemain wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa

Semarang.

Melihat situasi keluarga yang mendukung, anak pemain wanita

Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang tidak sulit untuk

menjadi pemain wayang orang, karena selain mendapat arahan dari

keluarga juga kedekatan anak terhadap ibu atau pemain wanita

Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang serta motivasi pemain

wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang terhadap

anaknya untuk ikut berpartisipasi dalam pertunjukan.

b. Lingkungan yang kondusif

Hasil pola pewarisan sebagai pemain wayang orang selain dari

bimbingan orang tua generasi penerus, juga di dukung oleh

lingkungan yang kondusif, sehingga membentuk jiwa dan bakat

serta perasaan untuk menjadi Pemain Wayang Orang Ngesti

Pandawa Semarang. Proses apresiasi yang lama sejak anak-anak

menjadikan anak Pemain Wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa

Semarang menjadi terbiasa dengan lingkungan berkesenian

wayang orang sehingga tidak terlalu kesulitan untuk beradaptasi

menjadi pemain Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang.

Lingkungan yang kondusif dimaksudkan adalah adanya sarana

prasarana seperti kostum, sanggar latihan, iringan dan panggung

proskenium sebagai tempat berekspresi paguyuban Wayang Orang

Ngesti Pandawa Semarang dan adanya pembimbing atau pelatih


72

yaitu Pemain Wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang

dan Pemain Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang yang lain,

serta dari Paguyuban Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang,

yaitu: dengan adanya perekrutan generasi penerus Wayang Orang

Ngesti Pandawa Semarang yang terbuka, dan dukungan pemain

Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang yang lain.

Cicuk (sutradara pementasan) (Wawancara; 20 Maret 2005)

mengatakan bahwa sangat senang dan bangga akan adanya pemain

Wayang orang Ngesti Pandawa Semarang yang baru, sehingga

paguyuban Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang dapat

bertahan terus dilestarikan serta dikembangkan,karena biasanya

anak-anak muda sangat kreatif dan penuh dengan ide baru. Jadi

untuk generasi baru yang mau ikut berpartisipasi di berikan

kesempatan yang selebar-lebarnya.

Berdasar pemaparan dari sutradara pementasan dapat

disimpulkan bahwa paguyuban Wayang Orang Ngesti Pandawa

Semarang tidak menutup kesempatan bagi siapapun yang ikut

berpartisipasi dalam pementasan wayang orang.

Widayat mengatakan bahwa sangat mendukung adanya

generasi baru yang ikut berperan dalam pementasan, sehingga

semakin banyak generasi baru, maka semakin membantu wayang

Orang Ngesti Pandawa Semarang dalam berkembang dan tidak

hanya sekedar bertahan ( Wawancara; 20 Maret 2005). Widayat

merupakan salah satu pemain Wayang Orang Ngesti pandawa


73

Semarang yang senang membantu generasi baru dalam proses

pembelajaran materi sebagai seorang pemain wayang orang.

c. Minat anak pemain wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa

Semarang

Perasaan bangga dan senang akan anaknya mewarisi sebagai

pemain wayang orang mendorong anak pemain wanita Wayang

Orang Ngesti Pandawa Semarang bersemangat dalam pementasan

dan mengetahui seluruh keterampilan dan pengetahuan sebagai

pemain wayang orang dengan bertanya dan mempelajari semua

materi dengan serius.

Pola pewarisan pemain wanita Wayang Orang Ngesti

Pandawa Semarang dipengaruhi oleh minat dari anak pemain

wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang sendiri, di mana

minat anak Pemain Wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa

Semarang dapat dilihat dari semangat anak Pemain Wanita

Wayang Orang dalam setiap pementasan. Sihanto (anak Pemain

Wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang) mengatakan :

“Saya ikut Wayang Orang Ngesti Pandawa


Semarang ini agar tetap bertahan dan lebih baik. Saya
ikut disini juga karena disini dapat berkumpul dengan
teman-teman seniman muda lainnya dalam pementasan,
dan yang lebih penting dari semua itu adalah saya ingin
Wayang Orang Ngesti Pandawa ini terus bertahan dan
budaya bangsa yang hampir punah ini dapat bertahan”.(
Wawancara; 20 Maret 2005).
74

Berdasarkan pernyataan Sihanto yang juga merupakan generasi

penerus dan anak dari Pemain Wanita Wayang Orang Ngesti

Pandawa Semarang dapat dijelaskan bahwa anak Pemain Wanita

Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang mempunyai minat dan

keinginan yang kuat dalam perkembangan Wayang Orang ngesti

Pandawa Semarang.
75

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Pola pewarisan sebagai pemain wayang orang diwariskan oleh pemain

wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang dengan cara enkulturasi dan

pembelajaran tradisional yang lebih bersifat pembiasaan anak terhadap materi

dan lingkungan Wayang orang Ngesti Pandawa Semarang. Pembelajaran

materi terjadi secara tidak sengaja dan bersifat tanya jawab biasa. Materi yang

diwariskan oleh pemain wanita Wayang Orang Ngeti Pandawa Semarang

antara lain: gerak tari, rias busana, antawecana, karakter dan penggarapan

gending.

Seluruh materi diwariskan dengan sistem teaching and learning by

doing yaitu mengajar dan belajar sambil bekerja, di mana proses pewarisan

materi terjadi setiap saat baik sebelum pementasan, saat pementasan maupun

di rumah.

Faktor yang mempengaruhi pola pewarisan pemain wanita Wayang

Orang Ngesti pandawa Semarang adalah faktor intern yang terdiri motivasi

orang tua, dan kemempuan orang tua, sedangkan faktor ekstern terdiri dari

keluarga, lingkungan yang kondusif dan minat anak pemain wanita Wayang

Orang Ngesti Pandawa Semarang.

75
76

B. Saran-saran

1. Dalam proses pewarisan sebagai pemain wayang orang berjalan secara

alamiah, akan lebih terarah dan tercapai secara maksimal jika ada

penanganan secara kolektif dan bersama sama dari pihak paguyuban

Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang.

2. Proses pewarisan sebagai pemain wayang orang akan berjalan dengan

maksimal apabila diadakan semacam sanggar khusus bagi pemain Wayang

Orang Ngesti Pandawa Semarang yang baru, dimana pelatihan materi

sebagai pemain wayang orang dapat diajarkan secara teoritis dan praktis

dengan teknik yang benar.


77

DAFTAR PUSTAKA

Bandem, I Made. 2001. Wayang Wong Yogyakarta. Bali. Mangsi Press

Cahyono, Agus. 2000.”Kehidupan Seni Pertunjukan Tayub di Blora dan Sistem


Transmisinya”, Dalam Tesis S-2 Program Studi Seni Pengkajian Seni
Pertunjukan Ilmu-ilmu Humaniora. Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta.

Ratih, Endang dkk. 2000.”Peran Ganda Wanita Pemain Wayang Orang (Study
Peranan Wanita pada Kelompok Wayang Orang di Jawa Tengah)”,
Dalam Sari Hasil Penelitian Th. 1999 / 2000. Lembaga Penelitian
Universitas Negeri Semarang.

Hersapandi. 1999. Wayang Wong Sri Wedari. Yogyakarta. Adikarya IKAPI.

J, Susetyo EY dan Djoko D. 1999. “Peranan dan Fungsi Wanita dalam Industri
Logam Tradisional di Yogyakarta dan Jawa Tengah : Study
Etnoarkeologi”, dalam Humaniora no. 12 September-desember 1999
Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Jazuli, M. 1994. Telaah Teoritis Seni Tari. Semarang IKIP Semarang Press.

------------. 2001. Paradigma Seni Pertunjukan. Yogyakarta. Lentera.

Koentjaraningrat. 1996. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta. PT Dian


Rakyat.

Linsay. J. 1991. Klasik, Kitch Dalam Kontemporer: Study Tentang Seni


Pertunjukan Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.

Masrukhi. 2000. “Konflik Peran Ganda Wanita Pekerja”. Dalam Sari Hasil
Penelitian Th. 2000. Lembaga Penelitian Universitas Negeri Semarang.

Miles, M.B., dan A.M. Hubberman, 1992, Analisis Data kualitatif, diterjemahkan
oleh Tjetjep R.R., Jakarta: UI Press.

Mustikawati, Diah. 2002. “Persepsi Pemain Wayang Orang Ngesti Pandawa


Semarang Dengan Kehadiran Pemain Luar”, Dalam Skripsi S 1 Jurusan
Sendratasik Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang.

Murtiningsih, Sri. 2000. “Fenomena Pariwisata Budaya: Pariwisata dan Seni


Pertunjukan Wayang Orang”. Dalam Ekspresi Vol 3, th 1. lembaga
penelitian ISI Yogyakarta.

77
78

Palupi, Tri D. 1999.”Bentuk Rias dan Busana Karakter Tokoh Wayang Orang
Kajian Pada Pertunjukan Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang”,
dalam Skripsi S 1 Jurusan Sendratasik Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Semarang.

Poerwanto, Hari.2000. Kebudayaan Lingkungan dalam Prespektif Antropologi.


Yogyakarta. Pustaka Pelajar.

Rokhman, Fathur.2005.” Metodologi Penelitian Kualitatif”. Makalah untuk


Peserta Lomba Karya Tulis Ilmiah.7 Februari 2005.

Rohendi R, Tjetjep. 2000. Kesenian dalam Pendekatan Kebudayaan. Bandung.


STISI Bandung Press.

-----------. 2001. Pendekatan Sistem Sosial Budaya dalam Pendidikan. IKIP


Semarang Press.

Sedyawati, Edi. 1991. Seni Dalam Masyarakat Indonesia. Surakarta. Djambatan.

Soedarsono, R.M..2000. Wayang Wong: The State Ritual Dance Drama in The
Court of Yogyakarta, Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

-------------. 1998. Seni Pertunjukan Indonesia Di Era Globalisasi. Jakarta.


Depdikbud.

Subyantoro dkk. 2000.” Persepsi Karyawan terhadap Kemampuan Daya Sosial,


Managemen Perempuan”. Dalam Sari Hasil Penelitian Th. 2000.
Lembaga Penelitian Universitas Negeri Semarang.

-----------. 2001.” Kode Bahasa Tuturan Wanita dalam Pengasuhan”. Dalam Sari
Hasil Penelitian Th. 2001. Lembaga Penelitian Universitas Negeri
Semarang.

Subiarti, Kanti. 2001. “ Upaya Inovasi Bentuk Penyajian Wayang Orang Ngesti
Pandawa Semarang dan Pengaruhnya bagi Penonton”, Dalam Skripsi S 1
Jurusan Sendratasik Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri
Semarang.

Suharsini, Arikunto. 1997. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.


Yogyakarta. Rineka Cipta Yogyakarta.

Sutopo, HB. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta. University Press.

Triyanto. 1993. “Pendidikan Seni sebagai Proses Enkulturasi Nilai-nilai Budaya”.


Dalam Media no. 4 th XVI FBS IKIP Semarang.
79

----------.1997. “Pelestarian Kesenian Tradisional Melalui Pendidikan Keluarga:


Kasus Pendidikan Seni Keramik Tradisional dalam Lingkungan
Keluarga Pengrajin di Desa Mayong Lor Jepara”. Dalam Laporan
penelitian Th. 1997. FPBS IKIP Semarang.

----------. 1998. “Seni Sebagai Ekspresi Budaya: Fenomena Wanita dan


Kewanitaan dalam Karya Seni”. Dalam Lingua Artistika no. 1 th XXI.
Jurnal bahasa dan seni FPBS IKIP Semarang.

Yayat. 9 Desember 2004. Budpar Diskusikan Kesenian Yang Hampir Punah.


Internet. WWW. MSPI. Orang. 16 April 2005

Zuriah, Siti. 2004. “Pola Pewarisan Kesenian Tradisional Emprak Sido Mukti di
Desa Kepuh Kec Bangsri Kab Jepara”, Dalam Skripsi S 1 Jurusan
Sendratasik Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang.
LAMPIRAN 1

DENAH LOKASI GEDUNG KI NARTA SABDA TBRS SEMARANG

Jl. Singosari
PS Peterongan

Jl. M T Haryono

Jl. Sriwijaya

Bioskop
lama
Gd.
Ke Solo

Perwil wanita

Perwil
Jl. Tegal Sari

Jl. Genuk krajan

Jl. Genuk Karanglo


T. Seni
Rupa
Wonderia Java Super
Gd. TBRS Mall
Teater Joglo
terbuka
80

Gd. Serba Gd. Serba


Guna Guna
81

LAMPIRAN 2

DAFTAR INFORMAN

1. Cicuk Sastro Sudirjo, 55 tahun, sutradara pementasan.

2. Wiyoso, 36 tahun, pemain wayang orang.

3. Widayat, 33 tahun, pemain wayang orang.

4. Sihanto, 36 tahun, anak pemain wayang orang.

5. Joko Sungkono, 57 tahun, pemain wayang orang.

6. Sucipto Diharjo, 71 tahun, pemain wayang orang.

7. Pariah, 60 tahun, pemain wayang orang.

8. Talok, 61 tahun, pemain wayang orang.

9. Munjaenah, 57 tahun, pemain wayang orang.

10. Lilik, 58 tahun, pemain wayang orang.

11. Wiwik, 55 tahun, pemain wayang orang.

12. Wiyati, 48 tahun, pemain wayang orang.

13. Ngatirah, 60 tahun, pemain wayang orang.

14. Agus, 22 tahun, anak pemain wanita wayang orang.


82

LAMPIRAN 3

PEDOMAN WAWANCARA

1. Tujuan

Wawancara dilakukan untuk mengetahui dan mengungkap tentang pola

pewarisan wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang.

2. Pembatasan

Dalam melaksanakan wawancara, peneliti membatasi materi pada :

- Pola pewarisan sebagai pemain wayang orang.

- Faktor pendukung pola pewarisan pemain wanita Wayang Orang Ngesti

Pandawa Semarang.

Dalam melaksanakan wawancara dilakukan kepada :

a. Pemain wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang.

1). Siapa nama ibu ?

2). Siapa nama suami ibu ?

3). Siapa nama anak ibu yang ikut wayang orang ?

4). Berapa umur ibu pada awal masuk Wayang Orang Ngesti Pandawa

Semarang ?

5). Berapa umur ibu sekarang ?

6). Apa pendidikan terakhir anda ?

7). Berapa penghasilan per bulan anda ?

8). Sejak kapan menggeluti profesi sebagai pemain wayang orang ?

9). Mengapa tertarik menjadi pemain wayang orang ?


83

10). Apa yang mendorong anda untuk menjadi pemain wayang orang ?

11). Apakah anda termasuk keluarga seniman ?

12). Bagaimana tanggapan keluarga, Khususnya suami anda tentang

pekerjaan anda ?

13). Bagaimana tanggapan anak-anak anda ?

14). Apakah lingkungan tempat tinggal anda termasuk lingkungan seni ?

15). Bagaimana tanggapan lingkungan terhadap profesi anda ?

16). Setelah berjalan beberapa tahun, apa yang anda rasakan, apakah

wayang orang ini bisa dianggap pekerjaan atau hanya sekedar

hiburan ?

17). Melihat kondisi wayang orang sekarang ini, bagaimana komentar

anda ?

18). Apa yang akan anda lakukan setelah melihat kondisi Wayang Orang

Ngesti Pandawa Semarang seperti saat ini ?

19). Apakah anda bangga dengan profesi anda sebagai pemain wayang

orang ?

20). Bagaimanakah suka dukanya sebagai pemain wayang orang ?

21). Selama ibu hamil, apakah ada tunjangan atau dispensasi waktu ?

22). Selama menjadi pemain wayang orang, bagaimana cara ibu dalam

membimbing anak (waktu), khususnya pada waktu malam hari ?

23). Setelah Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang mengurangi

durasi waktu pementasan, tentunya dalam hal ekonomi tidak

mencukupi, lalu apa yang anda lakukan ?


84

24). Jika anak ikut, apakah anda memotifasi anak anda untuk

memperhatikan dan mempelajari wayang orang ?, dan bagaimana

memotifasinya ?

25). Sampai kapan anda menggeluti profesi ini?

26). Apa harapan terhadap anak yang berprofesi sama dengan anda ?

27). Bagaimana cara mengajarkan semua materi wayang orang pada anak

anda ?

28). Apakah anda berencana untuk mewariskan pekerjaan sebagai

pemain wayang orang kepada anak anda ?

29). Bagaimana perasaan anda apabila berperan dalam satu panggung

dengan nak anda ?

30). Hal apa saja yang mendukung pewarisan sebagai pemain wayang

orang ?

b. Anak pemain wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa semarang.

1). Bagaimana pendapat anda tentang Wayang Oranbg Ngesti Pandawa

Semarang ?

2). Hal apa yang memotivasi anda untuk ikut berpartisipasi dalam

pertunjukan ini ?

3). Bagaimana cara anda dalam menguasai materi sebagai seorang pemain

wayang orang ?

4). Materi apa yang paling sulit selama ini ?

5). Kepada siapa saja anda belajar materi sebagai pemain wayang orang ?

6). Hal apa aja yang harus anda kuasai untuk sebai pemain wayang orang?
85

7). Apa harapan anda kedepan terhadap wayang orang ini ?

8). Apakah pekerjaan sebagai pemain wayang ini akan anda jadikan

profesi selama hidup anda seperti orang tua anda ?

c. Pemain Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang.

1). Bagaimana kesan anda terhadap pewarisan sebagai pemain wayang

orang dalam lingkup keluarga ?

2). Bagaimana harapan anda terhadap pemain wayang orang yang baru ?

3). Apakah berpengaruh dengan anda dengan adanya pemain wayang

orang yang baru ?

d. Manajemen Wayang Orang Ngesti pandawa Semarang.

1). Bagaimana proses perekrutan pemain baru Wayang Orang Ngesti

Pandawa Semarang ini ?

2). Dengan bertambahnya pemain baru apakah mempersulit proses

manajemen dari wayang orang ini ?

3). Bagaimana proses kedepan dari pemain wayang orang yang lama dan

baru ?

4). Bagaimana harapan pihak manajemen terhadap pemain baru ?


86

LAMPIRAN 4

PEDOMAN DOKUMENTASI

1. Tujuan
Peneliti dimaksudkan untuk kelengkapan data berkaitan dengan pola
pewarisan pemain wanita Wayang Orang ngesti pandawa Semarang.
2. Pembatasan
Dalam penelitian ini, penghimpunan data berupa dokumen dengan cara
menghimpun data berupa :
a. Gambar atau foto saat proses pewarisan, lingkungan, kondisi pemain
wanita Wayang Orang Ngesti pandawa Semarang, dan hasil pewarisan
pemain wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang.
b. Naskah-naskah dari surat kabar.
c. Buku.
d. Penelitian terdahulu.
e. Majalah-majalah tentang pemain wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa
Semarang.
Data-data tersebut ditelusuri, dan dianalisis dikaitkan dengan masalah yang di
kaji.
87

3. LAMPIRAN 5

PEDOMAN OBSERVASI

1. Tujuan
Observasi pada penelitian dimaksudkan untuk mengetahui pola pewarisan
pemain wanita Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang.
2. Hal-hal yang diobservasi
a. Gedung TBRS sebagai tempat pementasan Wayang Orang Ngesti
Pandawa Semarang, sarana dan prasarana pementasan, lingkungan, letak
geografis, denah gedung dan penonton.
b. Perumahan Arya Mukti (asrama pemain Wayang Orang Ngesti Pandawa

Semarang).

c. Pelaksanaan pola pewarisan sebagai pemain Wayang Orang Ngesti

Pandawa Semarang

1. Pemain wanita, yang diobservasi karakteristik pemain wanita dan pola

pewarisan.

2. Anak pemain wanita yang diobservasi, materi yang diterima dan

proses penerimaan materi.

3. Materi yang diobservasi, macam-macam materi berdasar proses

dilapangan.

3. Pelaksanaan observasi

Dalam melakukan observasi peneliti melakukan beberapa tahap, yaitu: (1)

mengamati proses pertunjukan anak pemain wanita Wayang Orang Ngesti

Pandawa Semarang, (2) mengamati dan menggali proses dan pola pewarisan

berdasar pada materi dan faktor pendukungnya, (3) menarik kesimpulan.

Anda mungkin juga menyukai