Anda di halaman 1dari 4

Begini Ketentuan Jalur Evakuasi Gedung

Jika Terjadi Bencana


Bahaya Gempa Bumi dan Kebakaran Pada Bangunan Gedung

Terletak pada pertemuan tiga lempeng yaitu lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia dan
Lempeng Pasifik, Indonesia rawan terjadi bencana gempa bumi. Ditambah lagi, dengan
kemungkinan potensi bahaya kebakaran. Oleh karena itu, bangunan gedung berpotensi
menghadapi bahaya bencana alam maupun bencana non alam.

Berdasarkan data BPS Provinsi DKI Jakarta, pada laman berjudul Jumlah Peristiwa
Kebakaran Menurut Benda yang Terbakar dan Kota Administrasi di Provinsi DKI
Jakarta 2018-2020, di DKI Jakarta jumlah kebakaran pada tahun 2018 hingga tahun 2020
naik cukup tinggi, yaitu untuk perumahan pada tahun 2018 sejumlah 552 kasus dan tahun
2020 mencapai 1898 kasus. Kemudian untuk bangunan umum tahun 2018 sejumlah 262
kasus dan tahun 2020 meningkat menjadi 429 kasus.

Maka dari itu, bangunan gedung harus memenuhi standar teknis bangunan gedung
sebagaimana diatur PP 16/2021.

Jalur Evakuasi Bangunan Gedung

Salah satu pemeriksaan keandalan bangunan gedung adalah pemenuhan persyaratan


keselamatan bangunan gedung[1] untuk mengetahui kondisi nyata mengenai: [2]

a. sistem struktur bangunan gedung;


b. sistem proteksi kebakaran;
c. sistem proteksi petir;
d. sistem instalasi listrik; dan
e. jalur evakuasi (mean of egress).

Salah satu pemeriksaan sistem proteksi kebakaran adalah sarana penyelamatan yang
merupakan akses eksit, eksit, keandalan sarana jalan keluar, pintu, ruang terlindung dan
proteksi tangga, jalur terusan eksit, kapasitas sarana jalan keluar, jarak tempuh eksit, jumlah
sarana jalan keluar, susunan sarana jalan keluar, eksit pelepasan, iluminasi sarana jalan
keluar, pencahayaan darurat, penandaan sarana jalan keluar, sarana penyelamatan sekunder,
rencana evakuasi, sistem peringatan bahaya bagi pengguna, area tempat berlindung (refuge
area), titik berkumpul, dan lift kebakaran.[3]

Pemeriksaan sistem proteksi kebakaran, keselamatan dan kesehatan kerja, instalasi listrik,
dan pengendalian dampak lingkungan dilakukan dengan melibatkan instansi terkait.[4]
Instansi terkait yang dimaksud dalam pemeriksaan sistem proteksi kebakaran adalah Dinas
Pemadam Kebakaran.

Selanjutnya, pengaturan sistem proteksi kebakaran diatur secara lebih rinci dalam:

1. Permen PU 25/PRT/M/2008 yang mengatur Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran


disusun oleh Bupati/Walikota dan khusus untuk DKI Jakarta disusun oleh Gubernur untuk
menindaklanjuti RTRW pada bidang pencegahan dan penanggulangan kebakaran serta
bencana lain.[5]
2. Permen PU 26/PRT/M/2008 yang mengatur pedoman dalam mewujudkan penyelenggara
bangunan gedung yang aman terhadap bahaya kebakaran.[6]
3. Permen PU 20/PRT/M/2009 yang mengatur manajemen proteksi kebakaran di perkotaan
yang diatur meliputi:[7]

a. proteksi kebakaran di kota;


b. proteksi kebakaran di lingkungan termasuk ketentuan mengenai Sistem Ketahanan
Kebakaran Lingkungan (SKKL); dan
c. proteksi kebakaran di bangunan gedung termasuk panduan penyusunan model Rencana
Tindakan Darurat Kebakaran (RTDK/Fire Emergency Plan) pada bangunan gedung, serta
pembinaan dan pengendaliannya.

Ruang lingkup persyaratan teknis sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan
lingkungan meliputi:[8]

1. ketentuan umum;
2. akses dan pasokan air untuk pemadaman kebakaran;
3. sarana penyelamatan;
4. sistem proteksi kebakaran pasif;
5. sistem proteksi kebakaran aktif;
6. utilitas bangunan gedung;
7. pencegahan kebakaran pada bangunan gedung;
8. pengelolaan sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung; dan
9. pengawasan dan pengendalian.

Setiap bangunan gedung harus dilengkapi dengan sarana jalan ke luar yang dapat
digunakan oleh penghuni bangunan gedung, sehingga memiliki waktu yang cukup untuk
menyelamatkan diri dengan aman tanpa terhambat hal-hal yang diakibatkan oleh keadaan
darurat.[9]

Sarana jalan ke luar dari bangunan gedung harus disediakan agar penghuni bangunan gedung
dapat menggunakannya untuk penyelamatan diri dengan jumlah, lokasi dan dimensi sesuai
dengan: [10]

a. jarak tempuh;
b. jumlah, mobilitas dan karakter lain dari penghuni bangunan gedung;
c. fungsi atau penggunaan bangunan gedung;
d. tinggi bangunan gedung; dan
e. arah sarana jalan ke luar apakah dari atas bangunan gedung atau dari bawah level
permukaan tanah.

Jalan ke luar harus ditempatkan terpisah dengan memperhitungkan: [11]

a. jumlah lantai bangunan gedung yang dihubungkan oleh jalan ke luar tersebut;
b. sistem proteksi kebakaran yang terpasang pada bangunan gedung;
c. fungsi atau penggunaan bangunan gedung;
d. jumlah lantai yang dilalui; dan
e. tindakan petugas pemadam kebakaran.
Sebagai contoh, ketika berada di gedung-gedung seperti hotel, perkantoran, mal, tak jarang
kita melihat ada tanda informasi berupa denah atau rambu jalur evakuasi serta pedoman
evakuasi, misalnya gambar seperti di bawah ini:

Gambar: Simbol untuk arah eksit darurat

Pentingnya persyaratan teknis setiap bangunan gedung merupakan bagian dari mitigasi bencana
sehingga mencegah atau meminimalkan akibat bencana termasuk bahaya kebakaran. Namun
demikian, kewajiban penyelenggara bangunan gedung juga perlu didukung partisipasi masyarakat
untuk mentaati setiap petunjuk yang telah disediakan. Sebagai tips, jika berada pada bangunan
terutama bangunan bertingkat tinggi selalu perhatikan informasi setiap arah evakuasi sebagai
antisipasi jika terjadi keadaan darurat.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Dasar Hukum:

1. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-


Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung;
2. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 25/PRT/M/2008 tentang Pedoman Teknis
Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran;
3. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26/PRT/M/2008 tentang Persyaratan
Teknis Sistem Proteksi Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan;
4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20/PRT/M/2009 tentang Pedoman Teknis
Manajemen Proteksi Kebakaran di Perkotaan.
Referensi:
BPS Provinsi DKI Jakarta. Jumlah Peristiwa Kebakaran Menurut Benda yang Terbakar dan
Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta 2018-2020, yang diakses pada 15 Maret 2022,
pukul 17.00 WIB.

[1] Pasal 215 ayat (5) huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (“PP
16/2021”)
[2] Pasal 220 ayat (1) PP 16/2021
[3] Pasal 220 ayat (5) huruf b PP 16/2021
[4] Pasal 228 ayat (1) PP 16/2021
[5] Pasal 3 ayat (1) dan (2) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 25/PRT/M/2008
tentang Pedoman Teknis Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran
[6] Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26/PRT/M/2008 tentang
Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan
(“Permen PU 26/PRT/M/2008”)
[7] Pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20/PRT/M/2009 tentang
Pedoman Teknis Manajemen Proteksi Kebakaran di Perkotaan
[8] Pasal 3 ayat (1) Permen PU 26/PRT/M/2008
[9] Bab III Lampiran Permen PU 26/PRT/M/2008, hal. 33
[10] Bab III Lampiran Permen PU 26/PRT/M/2008, hal. 33
[11] Bab III Lampiran Permen PU 26/PRT/M/2008, hal. 33

Anda mungkin juga menyukai