Oleh:
Rizky Sunandi (D1031191047)
Nuralif Duan Yuhende (D1031191020)
Malahayati Nurfathiah (D1031201037)
2021
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2O2I
TENTANG
PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2OO2
TENTANG
BANGUNAN GEDUNG
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: Bangunan Gedung adalah
wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian
atau seluruhnya berada di atas dan latau di dalam tanah dan/atau air, yang berrungsi sebagai
tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan
keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus.
ASPEK KESELAMATAN
Dalam pasal 28 ditulis bawha setiap Bangunan Gedung sesuai fungsi dan
klasifikasinya, harus memenuhi ketentuan aspek keselamatan Bangunan Gedung. Ketentuan
aspek keselamatan Bangunan Gedung meliputi:
A. Ketentuan kemampuan Bangunan Gedung terhadap beban muatan
Beban meliputi beban muatan tetap yaitu beban muatan mati atau berat sendiri
Bangunan Gedung dan beban muatan hidup yang timbul akibat fungsi Bangunan Gedung dan
beban muatan sementara yaitu selain gempa dan angin, termasuk beban muatan yang timbul
akibat benturan atau dorongan angin, dan lain-lain.
Dalam Pasal 29 ayat 1 Ketentuan teknis kemampuan Bangunan Gedung terhadap
beban muatan meliputi : ketentuan sistem struktur Bangunan Gedung; ketentuan pembebanan
pada struktur Bangunan Gedung; ketentuan material struktur dan konstruksi; dan ketentuan
kelaikan fungsi struktur Bangunan Gedung. Struktur Bangunan Gedung harus direncanakan
kuat, stabil, dan memenuhi ketentuan pelayanan (seruiceabilitg) dalam memikul beban
selama umur layanan yang direncanakan dengan mempertimbangkan fungsi Bangunan
Gedung, lokasi, keawetan, dan kemudahan pelaksanaan konstruksi.
Ketentuan teknis mengenai standar sistem struktur Bangunan Gedung meliputi:
struktur atas Bangunan Gedung; dan struktur bawah Bangunan Gedung.
Ketentuan pembebanan pada struktur Bangunan Gedung memperhitungkan
kemampuan struktur dalam memikul beban yang mungkin bekerja selama umur layanan
struktur. Selain pengaruh beban, perencanaan struktur harus memperhitungkan pengaruh
korosi, jamur, dan serangga perusak agar struktur dapat mencapai umur layanannya.Dalam
perencanaan struktur Bangunan Gedung terhadap pengaruh gempa, struktur Bangunan
Gedung harus diperhitungkan pengaruh gempa rencana sesuai dengan tingkat risiko gempa
dantingkat kinerja struktur.
Ketentuan teknis mengenai material konstruksi meliputi: konstruksi beton; konstruksi
baja konstruksi kayu; konstruksi bambu; dan konstruksi dengan bahan dan teknologi khusus.
Untuk memenuhi ketentuan kelaikan fungsi strukturBangunan Gedung, perencanaan
struktur harus dilakukan dengan perhitungan mekanika teknik.
B. Ketentuan kemampuan Bangunan Gedung terhadap bahaya kebakaran
Dalam pasal 30 ayat 1-4 disebutkan bahwa : Setiap Bangunan Gedung harus
dilindungi dengan sistem proteksi bahaya kebakaran; Sistem proteksi bahaya kebakaran
bertujuan untuk melindungi Pengguna dan harta benda dari bahaya serta kerusakan fisik pada
saat terjadi kebakaran.; Sistem proteksi bahaya kebakaran harus dapat memberikan waktu
kepada Pengguna dan/atau Pengunjung untuk menyelamatkan diri pada saat terjadi
kebakaran; Sistem proteksi bahaya kebakaran sebagaimana pada Bangunan Gedung harus
mempertimbangkan efisiensi waktu, mutu, dan biaya pada tahap perawatan dan pemulihan
setelah kebakaran.
Dalam pasal 31 menyebutkan tentang ketentuan teknis kemampuan Bangunan
Gedung terhadap bahaya kebakaran meliputi :
a. Sistem proteksi pasif, sistem ini memiliki ketentuan teknis yang meliputi : pengaturan
komponen arsitektur dan struktur; akses dan pasokan air untuk pemadam kebakaran; dan
sarana penyelamatan. Sistem proteksi pasif juga mempertimbangkan fungsi, klasifikasi,
risiko kebakaran, geometri ruang, bahan bangunan terpasang, dan/atau jumlah dan kondisi
Pengguna dan/atau Pengunjung dalam Bangunan Gedung.
b. Sistem proteksi aktif, sistem ini memiliki ketentuan teknis yang meliputi: sistem pemadam
kebakaran; sistem deteksi, alarm kebakaran, dan sistem komunikasi; sistem pengendalian
asap kebakaran; dan pusat pengendali kebakaran. Sistem proteksi aktif juga
mempertimbangkan fungsi, klasifikasi, luas, ketinggian, volume bangunan, danfatau jumlah
dan kondisi Pengguna dan/atau Pengunjung dalam Bangunan Gedung.
c. Manajemen kebakaran. Ketentuan teknis mengenai manajemen kebakaran
mempertimbangkan fungsi, klasifikasi, luas, jumlah lantai, dan/atau dengan jumlah Pengguna
dan/atau Pengunjung tertentu. Penggunaan peralatan Bangunan Gedung harus
memperhatikan risiko terhadap kebakaran. Dalam hal diperlukan penentuan sifat bahan
Bangunan Gedung dan tingkat ketahanan api komponen struktur Bangunan Gedung,
dilakukan pengujian api. Pengujian api dilakukan sesuai standar metode uji oleh lembaga uji
yang terakreditasi. Untuk mendukung kemampuan Bangunan Gedung terhadap bahaya
kebakaran, Pemerintah Daerah kabupaten kota menyusun dan menerapkan rencana
manajemen kebakaran skala perkotaan dan rencana induk sistem proteksi kebakaran kota.
C. Ketentuan kemampuan Bangunan Gedung terhadap bahaya petir dan bahaya
kelistrikan.
Dalam pasal 33 terdapat Ketentuan kemampuan Bangunan Gedung terhadap bahaya
petir meliputi ketentuan teknis mengenai: sistem proteksi petir eksternal yang meliputi;
terminal udara; konduktor turun; pembumian; dan sistem pengawasan dan sistem proteksi
petir internal yang berupa proteksi peralatan elektronik terhadap efek dari arus petir.
Dalam pasal 34 terdapat ketentuan kemampuan Bangunan Gedung terhadap bahaya
kelistrikan yang digunakan untuk perencanaan, pemasangan, pemeriksaan, dan Pemeliharaan
instalasi listrik. Setiap Bangunan Gedung yang ditengkapi dengan instalasi listrik dan sumber
daya listriknya, harus dijamin aman dan andal. Ketentuan teknisi kemampuan Bangunan
Gedung terhadap bahaya kelistrikan meliputi; sumber listrik; instalasi listrik; panel listrik;
dan sistem pembumian.
ASPEK KESEHATAN
Dalam pasal 35 ditulus bahwa setiap Bangunan Gedung sesuai fungsi dan klasifikasi
harus memenuhi ketentuan aspek kesehatan Bangunan Gedung. Ketentuan aspek kesehatan
Bangunan Gedung yang meliputi :
A. Sistem penghawaan Bangunan Gedung
Dalam pasal 36 di tulis bahwa Setiap Bangunan Gedung sesuai dengan fungsi dan
klasifikasi harus dilengkapi dengan sistem penghawaan. Sistem penghawaan ini bertujuan
untuk menjamin terjadinya pergantian udara segar, menjaga kualitas udara sehat dalam
ruangan dan dalam bangunan, serta menghilangkan kelembaban, bau, asap, panas, bakteri,
partikel debu, dan polutan di udara sesuai kebutuhan. Ketentuan teknisi sistem penghawaan
Bangunan Gedung meliput : ventilasi alami; dan ventilasi mekanis. Dalam hal ketentuan
ventilasi jika tidak dapat dipenuhi, harus disediakan ventilasi mekani. Penerapan sistem
ventilasi harus dilakukan dengan mempertimbangkan prinsip penghematan energi dalam
Bangunan Gedung.
B. Sistem pencahayaan Bangunan Gedung
Dalam pasal 37 ditulis bahwa setiap Bangunan Gedung sesuai dengan fungsi dan
klasifikasinya, harus dilengkapi dengan sistem pencahayaan. Sistem pencahayaan ini
bertujuan agar kegiatan pada Bangunan Gedung dapat dilaksanakan secara efektif, nyaman,
dan hemat energi. Ketentuan teknis sistem pencahayaan Bangunan Gedung meliputi: sistem
pencahayaan alami; dan sistem pencahayaan buatan. Ketentuan sistem pencahayaan
digunakan untuk perencanaan, pemasangan, dan Pemeliharaan sistem pencahayaan pada
Bangunan Gedung. Sistem pencahayaan buatan termasuk pencahayaan darurat. Pencahayaan
darurat harus dipasang pada Bangunan Gedung dengan fungsi tertentu, dapat bekerja secara
otomatis, dan mempunyai tingkat pencahayaan yang cukup untuk evakuasi yang aman.
C. Sistem pengelolaan air pada Bangunan Gedung
Dalam pasal 38 ditulis bahwa setiap Bangunan Gedung sesuai dengan fungsi dan
klasifikasinya, harus dilengkapi dengan sistem pengelolaan air. Sistem pengelolaan air
bertujuan untuk: mencukupi kebutuhan dasar Pengguna agar mendapatkan kehidupan yang
sehat, bersih, dan produktif; menjamin terselenggaranya pengelolaan air limbah pada
Bangunan Gedung sesuai standar kesehatan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan; dan mempertahankan kondisi hidrologi alami, dengan cara memaksimalkan
pemanfaatan air hujan, infiltrasi air hujan, dan menyimpan sementara air hujan untuk
menurunkan debit banjir melalui optimasi pemanfaatan elemen alam dan pemanfaatan
elemen buatan. Ketentuan teknis sistem pengelolaan air pada Bangunan Gedung meliputi:
sistem penyediaan air minum; sistem pengelolaan air limbah; dan sistem pengelolaan air
hujan pada Bangunan Gedung dan persilnya. Ketentuan sistem pengelolaan air digunakan
untuk perencanaan, pemasangan, dan Pemeliharaan sistem pengelolaan air pada Bangunan
Gedung.
D. Sistem pengelolaan sampah pada Bangunan Gedung
Dalam pasal 39 ditulis bahwa setiap Bangunan Gedung sesuai dengan fungsi dan
klasifikasinya, harus dilengkapi dengan sistem pengelolaan sampah. Sistem pengelolaan
sampah ini bertujuan agar penanganan sampah tidak mengganggu kesehatan penghuni,
Masyarakat, dan lingkungannya Sistem pengelolaan sampah digunakan untuk perencanaan,
pembangunan, pengoperasian dan Pemeliharaan, serta pemantauan dan evaluasi penanganan
sampah. Ketentuan sistem pengelolaan sampah pada Bangunan Gedung meliputi: sampah
rumah tangga; sampah sejenis rumah tangga; dan sampah spesifik.
E. Penggunaan bahan Bangunan Gedung
Dalam pasal 40 ditulis bahwa setiap Bangunan Gedung harus menggunakan bahan
bangunan yang aman bagi kesehatan Pengguna dan tidak menimbulkan dampak negatif
terhadap lingkungan. Penggunaan bahan bangunan yang aman bagi kesehatan Pengguna
harus tidak mengandung bahan berbahaya atau beracun bagi kesehatan, dan aman bagi
Pengguna. Penggunaan bahan bangunan yang tidak berdampak negatif terhadap lingkungan
harus: menghindari timbulnya efek silau dan pantulan bagi Pengguna lain, Masyarakat, dan
lingkungan sekitarnya; menghindari timbulnya efek peningkatan suhu lingkungan di
sekitarnya; mempertimbangkan prinsip konservasi energi; dan mewujudkan Bangunan
Gedung yang serasi dan selaras dengan lingkungannya. Bangunan Gedung harus
mempertimbangkan penggunaan bahan bangunan lokal yang memperhatikan Pelestarian
lingkungan.
ASPEK KESELAMATAN DAN KESEHATAN BANGUNAN GEDUNG
DALAM
PERATURAN MENTERI
A. ASPEK KESELAMATAN
Peraturan menteri adalah suatu naskah dinas yang memuat kebijakan pokok suatu
instansi, provinsi, kabupaten/kota/kebijakan sebagai penjabaran kebijakan umum presiden
dalam menyelenggarakan tugas umum pemerintahan. Sudah menjadi informasi umum bahwa
Peraturan Menteri memiliki andil yang besar dalam menjalankan suatu negara dan sudah
lama juga diterapkan di Indonesia. Kebijakan ini juga menyinggung aspek Keselamatan dan
Kesehatan dalam Bangunan Gedung, hingga pada saat ini sudah banyak peraturan yang
dikeluarkan dari aspek aspek tersebut.
Mampu menahan Beban yang keluar dari aktivitas manusia dan perilaku alam
Menjamin Kesehatan manusia dari Kecelakaan atau Luka dari Bangunan
Menjamin manusia dari rasa kehilangan dan kerusakan dari struktur bangunan
Menjamin perlindungan property dari kerusakan fisik akibat kagagalan struktur
Menjamin pemasangan Instalasi Gas secara aman
Menjamin terpenuhi nya pemakaian gas yang aman dan cukup
menjamin upaya beroperasinya peralatan dan perlengkapan gas secara baik
Mampu menahan Beban yang keluar dari aktivitas manusia dan perilaku alam pada
saat terjadi kebakaran
Mampu stabil secara strukturral selama kebakaran sehingga cukup waktu bagi
penghuni untuk evakuasi, cukup waktu untuk pemadam api memadamkan api di
lokasi, dapat menghindari kerusakan pada property lainnya.
Menjamin terpasangnya instalasi listrik secara cukup dan aman
Memiliki keamanan dan perlindungan terhadap bahaya akibat petir
Menjamin tersedia nya sarana komunikasi yang memadai
Dari hasil lampiran diatas, maka dapat dilihat bahwa struktur lah yang memiliki
peranan penting dalam Keselamatan suatu bangunan. Seperti pada lampiran Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 29/Prt/M/2006 Tentang Pedoman Persyaratan Teknis
Bangunan Gedung. Pada Bagian III Persyaratan Teknis dijelaskan bahwa struktur Bangunan
Gedung memiliki persyaratan seperti memiliki perencanaan yang memenuhi keselamatan (
Safety ), memiliki kemampuan memikul beban, memilliki perencanaan terhadap bencana
gempa, memiliki perencanaan yang daktail, memiliki perencanaan yang mampu menahan
gaya likuifaksi tanah, pemeriksaan keandalan struktur bangunan secara berkala, segera
melakukan perbaikan jika diperlukan, melakukan perencanaan perawatan dan pelaksanaan
struktur, dan pembongkaran bangunan gedung diperlukan apabila bangunan sudah tidak laik
fungsi.
Selain sturktur yang menjadi poin penting keselamatan bangunan, banyak aspek
lainnya yang juga harus diperhatikan dalam meninjau keselamatan bangunan seperti yang
tercantum di dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 29/Prt/M/2006 Tentang
Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung, Bagian III Persyaratan Teknis. Di peraturan
itu dijelaskan mengenai Persyaratan Kemampuan Bangunan Gedung terhadap bahaya
kebakaran yang menjabarkan menyediakan sistem proteksi pasif, sistem proteksi aktif,
persyaratan jalan keluar dan aksesibilitas untuk pemadaman kebakaran, persyaratan
pencahayaan darurat, penyediaan tanda arah keluar/eksit, penyediaan sistem peringatan
bahaya, persyaratan komunikasi dalam bangunan gedung, perencanaan komunikasi dalam
gedung, dan persyaratan instalasi bahan bakar gas.
B. ASPEK KESEHATAN
Untuk aspek kesehatan juga dijelaskan lebih rinci dalam Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum Nomor : 29/Prt/M/2006 Tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung.
Yang menjelaskan turunan Aspek Kesehatan dalam bangunan gedung yaitu Aspek
Penghawaan , Aspek Pencahayaan, Aspek Sanitasi Air dan Sampah, Penggunaan Bahan
Bangunan. Aspek tersebut dijelaskan lebih lanjut dalam Bagian III Persyaratan Teknis,
iii.3.2. persyaratan kesehatan bangunan gedung.
Untuk aspek sanitasi air dan persampahan juga di jelaskan secara detail pada bagian
yang sama dengan aspek penghawaan dan pencahayaan. Aspek ini juga memiliki persyaratan
berupa menyediakan perencanaan sumber air minum, kualitas air bersih, sistem distribusi,
dan penampungannnya. Untuk air hujan dapat disediakan dengan mempertimbangkan
ketinggian permukaan air tanah, permeabilitas tanah, dan ketersediaan jaringan drainase
lingkungan/kota. Untuk air kotor harus direncanakan dan dipasang dengan
mempertimbangkan jenis dan tingkat bahayanya. Untuk sistem pembuangan sampah padat
direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan fasilitas penampungan dan jenisnya,
kemudian ada pertimbangan fasilitas penampungan diwujudkan dalam bentuk penyediaan
tempat penampungan kotoran dan sampah pada masing-masing bangunan gedung, yang
diperhitungkan berdasarkan fungsi bangunan, jumlah penghuni, dan volume kotoran dan
sampah.
Perlu diperhatikan bahwa sistem proteksi petir tidaklah dapat mencegah terjadinya petir
Suatu sistem proteksi petir yang dirancang dan dipasang sesuai dengan standar ini, dapat
menjamin proteksi terhadap bangunan gedung, manusia atau obyek secara mutlak; namun
demikian penggunaan Standar ini akan mengurangi secara nyata risiko kerusakan yang
disebabkan petir terhadap bangunan gedung yang diproteksinya. Jenis dan lokasi sistem
proteksi petir sebaiknya dipertimbangkan secara seksama pada tahap perancangan suatu
bangunan gedung baru, sehingga bagian bangunan gedung yang secara listrik bersifat
konduktif dapat dimanfaatkan secara maksimum. Dengan demikian rancangan dan konstruksi
instalasi secara keseluruhan akan lebih mudah dilaksanakan dan efektivitas sistem proteksi
petir dapat ditingkatkan dengan biaya dan usaha yang minimum.