Anda di halaman 1dari 12

RESUME KENYAMANAN DAN KEMUDAHAN BANGUNAN GEDUNG

Dosen Pengampu : Yudi Purnomo, ST, MT

Oleh:
Rizky Sunandi (D1031191047)
Nuralif Duan Yuhende (D1031191020)
Malahayati Nurfathiah (D1031201037)

PRODI ARSITEKTUR FAKULTAS


TEKNIK UNIVERSITAS
TANJUNGPURA

2021
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2O2I
TENTANG
PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2OO2
TENTANG
BANGUNAN GEDUNG
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: Bangunan Gedung adalah
wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian
atau seluruhnya berada di atas dan latau di dalam tanah dan/atau air, yang berrungsi sebagai
tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan
keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus.
ASPEK KESELAMATAN
Dalam pasal 28 ditulis bawha setiap Bangunan Gedung sesuai fungsi dan
klasifikasinya, harus memenuhi ketentuan aspek keselamatan Bangunan Gedung. Ketentuan
aspek keselamatan Bangunan Gedung meliputi:
A. Ketentuan kemampuan Bangunan Gedung terhadap beban muatan
Beban meliputi beban muatan tetap yaitu beban muatan mati atau berat sendiri
Bangunan Gedung dan beban muatan hidup yang timbul akibat fungsi Bangunan Gedung dan
beban muatan sementara yaitu selain gempa dan angin, termasuk beban muatan yang timbul
akibat benturan atau dorongan angin, dan lain-lain.
Dalam Pasal 29 ayat 1 Ketentuan teknis kemampuan Bangunan Gedung terhadap
beban muatan meliputi : ketentuan sistem struktur Bangunan Gedung; ketentuan pembebanan
pada struktur Bangunan Gedung; ketentuan material struktur dan konstruksi; dan ketentuan
kelaikan fungsi struktur Bangunan Gedung. Struktur Bangunan Gedung harus direncanakan
kuat, stabil, dan memenuhi ketentuan pelayanan (seruiceabilitg) dalam memikul beban
selama umur layanan yang direncanakan dengan mempertimbangkan fungsi Bangunan
Gedung, lokasi, keawetan, dan kemudahan pelaksanaan konstruksi.
Ketentuan teknis mengenai standar sistem struktur Bangunan Gedung meliputi:
struktur atas Bangunan Gedung; dan struktur bawah Bangunan Gedung.
Ketentuan pembebanan pada struktur Bangunan Gedung memperhitungkan
kemampuan struktur dalam memikul beban yang mungkin bekerja selama umur layanan
struktur. Selain pengaruh beban, perencanaan struktur harus memperhitungkan pengaruh
korosi, jamur, dan serangga perusak agar struktur dapat mencapai umur layanannya.Dalam
perencanaan struktur Bangunan Gedung terhadap pengaruh gempa, struktur Bangunan
Gedung harus diperhitungkan pengaruh gempa rencana sesuai dengan tingkat risiko gempa
dantingkat kinerja struktur.
Ketentuan teknis mengenai material konstruksi meliputi: konstruksi beton; konstruksi
baja konstruksi kayu; konstruksi bambu; dan konstruksi dengan bahan dan teknologi khusus.
Untuk memenuhi ketentuan kelaikan fungsi strukturBangunan Gedung, perencanaan
struktur harus dilakukan dengan perhitungan mekanika teknik.
B. Ketentuan kemampuan Bangunan Gedung terhadap bahaya kebakaran
Dalam pasal 30 ayat 1-4 disebutkan bahwa : Setiap Bangunan Gedung harus
dilindungi dengan sistem proteksi bahaya kebakaran; Sistem proteksi bahaya kebakaran
bertujuan untuk melindungi Pengguna dan harta benda dari bahaya serta kerusakan fisik pada
saat terjadi kebakaran.; Sistem proteksi bahaya kebakaran harus dapat memberikan waktu
kepada Pengguna dan/atau Pengunjung untuk menyelamatkan diri pada saat terjadi
kebakaran; Sistem proteksi bahaya kebakaran sebagaimana pada Bangunan Gedung harus
mempertimbangkan efisiensi waktu, mutu, dan biaya pada tahap perawatan dan pemulihan
setelah kebakaran.
Dalam pasal 31 menyebutkan tentang ketentuan teknis kemampuan Bangunan
Gedung terhadap bahaya kebakaran meliputi :
a. Sistem proteksi pasif, sistem ini memiliki ketentuan teknis yang meliputi : pengaturan
komponen arsitektur dan struktur; akses dan pasokan air untuk pemadam kebakaran; dan
sarana penyelamatan. Sistem proteksi pasif juga mempertimbangkan fungsi, klasifikasi,
risiko kebakaran, geometri ruang, bahan bangunan terpasang, dan/atau jumlah dan kondisi
Pengguna dan/atau Pengunjung dalam Bangunan Gedung.
b. Sistem proteksi aktif, sistem ini memiliki ketentuan teknis yang meliputi: sistem pemadam
kebakaran; sistem deteksi, alarm kebakaran, dan sistem komunikasi; sistem pengendalian
asap kebakaran; dan pusat pengendali kebakaran. Sistem proteksi aktif juga
mempertimbangkan fungsi, klasifikasi, luas, ketinggian, volume bangunan, danfatau jumlah
dan kondisi Pengguna dan/atau Pengunjung dalam Bangunan Gedung.
c. Manajemen kebakaran. Ketentuan teknis mengenai manajemen kebakaran
mempertimbangkan fungsi, klasifikasi, luas, jumlah lantai, dan/atau dengan jumlah Pengguna
dan/atau Pengunjung tertentu. Penggunaan peralatan Bangunan Gedung harus
memperhatikan risiko terhadap kebakaran. Dalam hal diperlukan penentuan sifat bahan
Bangunan Gedung dan tingkat ketahanan api komponen struktur Bangunan Gedung,
dilakukan pengujian api. Pengujian api dilakukan sesuai standar metode uji oleh lembaga uji
yang terakreditasi. Untuk mendukung kemampuan Bangunan Gedung terhadap bahaya
kebakaran, Pemerintah Daerah kabupaten kota menyusun dan menerapkan rencana
manajemen kebakaran skala perkotaan dan rencana induk sistem proteksi kebakaran kota.
C. Ketentuan kemampuan Bangunan Gedung terhadap bahaya petir dan bahaya
kelistrikan.
Dalam pasal 33 terdapat Ketentuan kemampuan Bangunan Gedung terhadap bahaya
petir meliputi ketentuan teknis mengenai: sistem proteksi petir eksternal yang meliputi;
terminal udara; konduktor turun; pembumian; dan sistem pengawasan dan sistem proteksi
petir internal yang berupa proteksi peralatan elektronik terhadap efek dari arus petir.
Dalam pasal 34 terdapat ketentuan kemampuan Bangunan Gedung terhadap bahaya
kelistrikan yang digunakan untuk perencanaan, pemasangan, pemeriksaan, dan Pemeliharaan
instalasi listrik. Setiap Bangunan Gedung yang ditengkapi dengan instalasi listrik dan sumber
daya listriknya, harus dijamin aman dan andal. Ketentuan teknisi kemampuan Bangunan
Gedung terhadap bahaya kelistrikan meliputi; sumber listrik; instalasi listrik; panel listrik;
dan sistem pembumian.
ASPEK KESEHATAN
Dalam pasal 35 ditulus bahwa setiap Bangunan Gedung sesuai fungsi dan klasifikasi
harus memenuhi ketentuan aspek kesehatan Bangunan Gedung. Ketentuan aspek kesehatan
Bangunan Gedung yang meliputi :
A. Sistem penghawaan Bangunan Gedung
Dalam pasal 36 di tulis bahwa Setiap Bangunan Gedung sesuai dengan fungsi dan
klasifikasi harus dilengkapi dengan sistem penghawaan. Sistem penghawaan ini bertujuan
untuk menjamin terjadinya pergantian udara segar, menjaga kualitas udara sehat dalam
ruangan dan dalam bangunan, serta menghilangkan kelembaban, bau, asap, panas, bakteri,
partikel debu, dan polutan di udara sesuai kebutuhan. Ketentuan teknisi sistem penghawaan
Bangunan Gedung meliput : ventilasi alami; dan ventilasi mekanis. Dalam hal ketentuan
ventilasi jika tidak dapat dipenuhi, harus disediakan ventilasi mekani. Penerapan sistem
ventilasi harus dilakukan dengan mempertimbangkan prinsip penghematan energi dalam
Bangunan Gedung.
B. Sistem pencahayaan Bangunan Gedung
Dalam pasal 37 ditulis bahwa setiap Bangunan Gedung sesuai dengan fungsi dan
klasifikasinya, harus dilengkapi dengan sistem pencahayaan. Sistem pencahayaan ini
bertujuan agar kegiatan pada Bangunan Gedung dapat dilaksanakan secara efektif, nyaman,
dan hemat energi. Ketentuan teknis sistem pencahayaan Bangunan Gedung meliputi: sistem
pencahayaan alami; dan sistem pencahayaan buatan. Ketentuan sistem pencahayaan
digunakan untuk perencanaan, pemasangan, dan Pemeliharaan sistem pencahayaan pada
Bangunan Gedung. Sistem pencahayaan buatan termasuk pencahayaan darurat. Pencahayaan
darurat harus dipasang pada Bangunan Gedung dengan fungsi tertentu, dapat bekerja secara
otomatis, dan mempunyai tingkat pencahayaan yang cukup untuk evakuasi yang aman.
C. Sistem pengelolaan air pada Bangunan Gedung
Dalam pasal 38 ditulis bahwa setiap Bangunan Gedung sesuai dengan fungsi dan
klasifikasinya, harus dilengkapi dengan sistem pengelolaan air. Sistem pengelolaan air
bertujuan untuk: mencukupi kebutuhan dasar Pengguna agar mendapatkan kehidupan yang
sehat, bersih, dan produktif; menjamin terselenggaranya pengelolaan air limbah pada
Bangunan Gedung sesuai standar kesehatan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan; dan mempertahankan kondisi hidrologi alami, dengan cara memaksimalkan
pemanfaatan air hujan, infiltrasi air hujan, dan menyimpan sementara air hujan untuk
menurunkan debit banjir melalui optimasi pemanfaatan elemen alam dan pemanfaatan
elemen buatan. Ketentuan teknis sistem pengelolaan air pada Bangunan Gedung meliputi:
sistem penyediaan air minum; sistem pengelolaan air limbah; dan sistem pengelolaan air
hujan pada Bangunan Gedung dan persilnya. Ketentuan sistem pengelolaan air digunakan
untuk perencanaan, pemasangan, dan Pemeliharaan sistem pengelolaan air pada Bangunan
Gedung.
D. Sistem pengelolaan sampah pada Bangunan Gedung
Dalam pasal 39 ditulis bahwa setiap Bangunan Gedung sesuai dengan fungsi dan
klasifikasinya, harus dilengkapi dengan sistem pengelolaan sampah. Sistem pengelolaan
sampah ini bertujuan agar penanganan sampah tidak mengganggu kesehatan penghuni,
Masyarakat, dan lingkungannya Sistem pengelolaan sampah digunakan untuk perencanaan,
pembangunan, pengoperasian dan Pemeliharaan, serta pemantauan dan evaluasi penanganan
sampah. Ketentuan sistem pengelolaan sampah pada Bangunan Gedung meliputi: sampah
rumah tangga; sampah sejenis rumah tangga; dan sampah spesifik.
E. Penggunaan bahan Bangunan Gedung
Dalam pasal 40 ditulis bahwa setiap Bangunan Gedung harus menggunakan bahan
bangunan yang aman bagi kesehatan Pengguna dan tidak menimbulkan dampak negatif
terhadap lingkungan. Penggunaan bahan bangunan yang aman bagi kesehatan Pengguna
harus tidak mengandung bahan berbahaya atau beracun bagi kesehatan, dan aman bagi
Pengguna. Penggunaan bahan bangunan yang tidak berdampak negatif terhadap lingkungan
harus: menghindari timbulnya efek silau dan pantulan bagi Pengguna lain, Masyarakat, dan
lingkungan sekitarnya; menghindari timbulnya efek peningkatan suhu lingkungan di
sekitarnya; mempertimbangkan prinsip konservasi energi; dan mewujudkan Bangunan
Gedung yang serasi dan selaras dengan lingkungannya. Bangunan Gedung harus
mempertimbangkan penggunaan bahan bangunan lokal yang memperhatikan Pelestarian
lingkungan.
ASPEK KESELAMATAN DAN KESEHATAN BANGUNAN GEDUNG
DALAM
PERATURAN MENTERI
A. ASPEK KESELAMATAN

Peraturan menteri adalah suatu naskah dinas yang memuat kebijakan pokok suatu
instansi, provinsi, kabupaten/kota/kebijakan sebagai penjabaran kebijakan umum presiden
dalam menyelenggarakan tugas umum pemerintahan. Sudah menjadi informasi umum bahwa
Peraturan Menteri memiliki andil yang besar dalam menjalankan suatu negara dan sudah
lama juga diterapkan di Indonesia. Kebijakan ini juga menyinggung aspek Keselamatan dan
Kesehatan dalam Bangunan Gedung, hingga pada saat ini sudah banyak peraturan yang
dikeluarkan dari aspek aspek tersebut.

Seperi pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 29/Prt/M/2006 Tentang


Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung, yang juga memaparkan informasi terkait
keselamatan dalam bangunan gedung. Disitu dijelaskan dalam Poin 6 di bagan I.1. Maksud
Dan Tujuan dalam Bagian 1 Pengantar, bahwa sebuah bangunan gedung memiliki
Persyaratan Keselamatan Bangunan Gedung yang meliputi :

 Mampu menahan Beban yang keluar dari aktivitas manusia dan perilaku alam
 Menjamin Kesehatan manusia dari Kecelakaan atau Luka dari Bangunan
 Menjamin manusia dari rasa kehilangan dan kerusakan dari struktur bangunan
 Menjamin perlindungan property dari kerusakan fisik akibat kagagalan struktur
 Menjamin pemasangan Instalasi Gas secara aman
 Menjamin terpenuhi nya pemakaian gas yang aman dan cukup
 menjamin upaya beroperasinya peralatan dan perlengkapan gas secara baik
 Mampu menahan Beban yang keluar dari aktivitas manusia dan perilaku alam pada
saat terjadi kebakaran
 Mampu stabil secara strukturral selama kebakaran sehingga cukup waktu bagi
penghuni untuk evakuasi, cukup waktu untuk pemadam api memadamkan api di
lokasi, dapat menghindari kerusakan pada property lainnya.
 Menjamin terpasangnya instalasi listrik secara cukup dan aman
 Memiliki keamanan dan perlindungan terhadap bahaya akibat petir
 Menjamin tersedia nya sarana komunikasi yang memadai

1. STANDAR STRUKTUR BANGUNAN

Dari hasil lampiran diatas, maka dapat dilihat bahwa struktur lah yang memiliki
peranan penting dalam Keselamatan suatu bangunan. Seperti pada lampiran Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 29/Prt/M/2006 Tentang Pedoman Persyaratan Teknis
Bangunan Gedung. Pada Bagian III Persyaratan Teknis dijelaskan bahwa struktur Bangunan
Gedung memiliki persyaratan seperti memiliki perencanaan yang memenuhi keselamatan (
Safety ), memiliki kemampuan memikul beban, memilliki perencanaan terhadap bencana
gempa, memiliki perencanaan yang daktail, memiliki perencanaan yang mampu menahan
gaya likuifaksi tanah, pemeriksaan keandalan struktur bangunan secara berkala, segera
melakukan perbaikan jika diperlukan, melakukan perencanaan perawatan dan pelaksanaan
struktur, dan pembongkaran bangunan gedung diperlukan apabila bangunan sudah tidak laik
fungsi.

2. STANDAR PROTEKSI KEBAKARAN BANGUNAN

Selain sturktur yang menjadi poin penting keselamatan bangunan, banyak aspek
lainnya yang juga harus diperhatikan dalam meninjau keselamatan bangunan seperti yang
tercantum di dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 29/Prt/M/2006 Tentang
Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung, Bagian III Persyaratan Teknis. Di peraturan
itu dijelaskan mengenai Persyaratan Kemampuan Bangunan Gedung terhadap bahaya
kebakaran yang menjabarkan menyediakan sistem proteksi pasif, sistem proteksi aktif,
persyaratan jalan keluar dan aksesibilitas untuk pemadaman kebakaran, persyaratan
pencahayaan darurat, penyediaan tanda arah keluar/eksit, penyediaan sistem peringatan
bahaya, persyaratan komunikasi dalam bangunan gedung, perencanaan komunikasi dalam
gedung, dan persyaratan instalasi bahan bakar gas.

3. STANDAR KEAMANAN TERHADAP BAHAYA PETIR


Kemudian disinggung juga mengenai proteksi terhadap bahaya petir , dalam
peraturan yang sama juga dijelaskan berbagai persyaratan yang harus dipenuhi seperti
persyaratan instalasi proteksi petir dan persyaratan sistem kelistrikan,

B. ASPEK KESEHATAN

Untuk aspek kesehatan juga dijelaskan lebih rinci dalam Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum Nomor : 29/Prt/M/2006 Tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung.
Yang menjelaskan turunan Aspek Kesehatan dalam bangunan gedung yaitu Aspek
Penghawaan , Aspek Pencahayaan, Aspek Sanitasi Air dan Sampah, Penggunaan Bahan
Bangunan. Aspek tersebut dijelaskan lebih lanjut dalam Bagian III Persyaratan Teknis,
iii.3.2. persyaratan kesehatan bangunan gedung.

1. STANDAR PENGHAWAAN BANGUNAN GEDUNG

Dijelaskan bahwa aspek Penghawaan menjadi bahan pertimmbangan dalam


Kesehatan dalam bangunan gedung yang meliputi penyediaan ventilasi sebagai sirkulasi
udara, ventilasi ini dapat berupa ventilasi alami ataupun buatan. Selain itu ada juga
Pencahayaan yang menjadi bahan pertimbangan dan sudah meiliki persyaratan tersendiri
yaitu memiliki pencahayaan alami atau buatan, memiliki bukaan untuk pencahayaan alami,
pencahayaan alami yang optimal, pencahayaan buatan harus direncanakan berdasarkan
tingkat iluminasi, memiliki pencahayaan buatan untuk pencahayaan darurat, Pencahayaan
alami ataupun buatan harus di terapkan baik didalam ataupun diluar gedung.

2. STANDAR SANITASI DAN PERSAMPAHAN BANGUNAN GEDUNG

Untuk aspek sanitasi air dan persampahan juga di jelaskan secara detail pada bagian
yang sama dengan aspek penghawaan dan pencahayaan. Aspek ini juga memiliki persyaratan
berupa menyediakan perencanaan sumber air minum, kualitas air bersih, sistem distribusi,
dan penampungannnya. Untuk air hujan dapat disediakan dengan mempertimbangkan
ketinggian permukaan air tanah, permeabilitas tanah, dan ketersediaan jaringan drainase
lingkungan/kota. Untuk air kotor harus direncanakan dan dipasang dengan
mempertimbangkan jenis dan tingkat bahayanya. Untuk sistem pembuangan sampah padat
direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan fasilitas penampungan dan jenisnya,
kemudian ada pertimbangan fasilitas penampungan diwujudkan dalam bentuk penyediaan
tempat penampungan kotoran dan sampah pada masing-masing bangunan gedung, yang
diperhitungkan berdasarkan fungsi bangunan, jumlah penghuni, dan volume kotoran dan
sampah.

3. STANDAR BAHAN BANGUNGAN GEDUNG

Yang terakhir adalah pertimbangan aspek penggunaaan bahan bangunan yang


memiliki persyaratan seperti bahan bangunan harus aman bagi kesehatan manusia dan
lingkungan dan harus menggunakan bahan bangunan yang menunjang pelestarian
lingkungan. Maksud dari aman bagi kesehatan manusia adalah pengguna bangunan gedung
harus tidak mengandung bahanbahan berbahaya/ beracun bagi kesehatan, aman bagi
pengguna bangunan gedung, sedangkan maksud dari aman bagi lingkungan adalah :

 menghindari timbulnya efek silau dan pantulan bagi pengguna bangunan


gedung lain, masyarakat, dan lingkungan sekitarnya
 menghindari timbulnya efek peningkatan temperature lingkungan di
sekitarnya
 mempertimbangkan prinsip-prinsip konservasi energi
 menggunakan bahan-bahan bangunan yang ramah lingkungan

ASPEK KESELAMATAN BANGUNAN GEDUNG


DALAM
STANDAR NASIONAL INDONESIA
SNI-03-1727-1989
Ketentuan kemampuan Bangunan Gedung terhadap beban muatan
Tentang Pedoman perencanaan pembebanan untuk rumah dan gedung. Maksud dan
tujuan Pedoman Pembebanan untuk Rumah dan Gedung ini adalah memberikan pedoman
dalam merencanakan beban yang diijinkan untuk rumah dan gedung, termasuk beban-beban
hidup untuk atap miring, gedung parkir bertingkat dan landasan helikopter pada atap gedung
tinggi dimana parameter-parameter pesawat helikopter yang dimuat praktis sudah mencakup
semua jenis pesawat yang biasa dioperasikan. Termasuk juga reduksi beban hidup untuk
perencanaan balok induk dan portal serta peninjauan gempa, yang pemakaiannya optional
bukan keharusan, terlebih bila reduksi tersebut membahayakan konstruksi atau unsur
konstruksi yang ditinjau.
Pengertian
BEBAN MATI ialah berat dari semua bagian dari suatu gedung yang bersifat tetap,
termasuk segala unsur tambahan, penyelsaian-penyelesaian, mesin-mesin serta peralatan
tetap yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung itu. BEBAN HIDUP ialah
semua bebanyang terjadi akibat penghunian atau penggunaan suatu gedung, dan ke dalamnya
termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari barang-barang yang dapat berpindah,
mesin-mesin serta peralatan yang tidak merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung
dan dapat diganti selama masa hidup dari gedung itu, sehingga mengakibatkan perubahan
dalam pembebanan lantai dan atap tersebut. Khusus pada atap ke dalam beban hidup dapat
termasuk beban yang berasal dari air hujan, baik akibat genangan maupun akibat tekanan
jatuh (energi kinetik) butiran air. Ke dalam beban hidup tidak termasuk beban angin, beban
gempa dan beban khusus. BEBAN ANGIN ialah semua beban yang bekerja pada gedung
atau bagian gedung yang disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara. BEBAN GEMPA
ialah semua beban statik ekwivalen yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang
menirukan pengaruh dari gerakan tanah akibat gempa itu. Dalam hal pengaruh gempa pada
struktur gedung ditentukan berdasarkan suatu analisa dinamik, maka yang diartikan dengan
beban gempa di sini adalah gaya-gaya di dalam struktur tersebut yang terjadi oleh gerakan
tanah akibat gempa itu. BEBAN KHUSUS ialah semua beban yang bekerja pada gedung atau
bagian gedung yang terjadi akibat selisih suhu, pengangkatan dan pemasangan, penurunan
fondasi, susut, gaya-gaya tambahan yang berasl dari beban hidup seperti gaya rem yang
berasal dari keran, gaya sentrifugal dan gaya dinamis yang berasal dari mesin-mesin, serta
pengaruh-pengaruh khusus lainnya.
Ketentuan-ketentuan mengenai pembebanan
Struktur gedung harus direncanakan kekuatannya terhadap pembebanan-pembebanan
oleh: Beban Mati, dinyatakan dengan lambang M Beban Hidup, dinyatakan dengan lambang
H Beban Angin, dinyatakan dengan lambang A Beban Gempa, dinyatakan dengan lambang
G Beban Khusus, dinyatakan dengan lambang K. Kombinasi pembebanan yang harus ditinjau
adalah sebagai berikut: Pembebanan Tetap : m + H ; Pembebanan Sementara: M + H + A M
+ H + G ; Pembebanan Khusus : M + H + K M + H + A + K M + H + G + K ;. Apabila beban
hidup, baik yang membebani gedung atau bagian gedung secara penuh maupun sebagian,
secara tersendiri atau dalam kombinasi dengan beban-beban lain, memberikan pengaruh yang
menguntungkan bagi struktur atau unsur struktur gedung iru, maka pembebanan atau
kombinasi pembebanan tersebut tidak boleh ditinjau dalam perencanaan struktur atau unsur
struktur tersebut. Untuk keadaan-keadaan tertentu beban mati, beban hidup dan beban angin
dapat dikalikan dengan satu koefisien reduksi. Pengurangan beban-beban tersebut harus
dilakukan apabila hal itu menghasilkan keadaan yang lebih berbahaya untuk struktur atau
unsur struktur yang ditinjau.
SNI-03-1736-2000
Ketentuan kemampuan Bangunan Gedung terhadap bahaya kebakaran
Tentang Tata cara perencanaan sistem protekasi pasif untuk pencegahan bahaya kebakaran
pada bangunan rumah dan gedung.
Istilah dan definisi.
Bahaya kebakaran merupakanbahaya yang diakibatkan oleh adanya ancaman potensial dan
derajat terkena pancaran api sejak dari awal terjadi kebakaran hingga penjalaran api, asap dan
gas yang ditimbulkan.
Standar ini ditujukan untuk mengamankan dan menyelamatkan jiwa, harta benda dan
kelangsungan fungsi bangunan. Standar ini mencakup ketentuan-ketentuan yang
memperkecil resiko bahaya kebakaran pada bangunan itu sendiri, maupun resiko perambatan
api terhadap bangunanbangunan yang berdekatan sehingga pada saat terjadi kebakaran,
bangunan tersebut masih stabil dan tahan terhadap robohnya bangunan. Standar ini juga
mencakup ketentuan-ketentuan pencegahan perluasan api antara bagian-bagian bangunan.
Standar ini menetapkan kriteria minimal untuk perancangan sistem proteksi pasif sehingga
usaha mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran pada bangunan gedung dapat
tercapai.
SNI-03-7015-2004
Tentang Sistem proteksi petir pada bangunan gedung. Standar ini menetapkan persyaratan
untuk sistem proteksi petir yang berlaku secara umum pada bangunan gedung dan peralatan
yang ada di dalamnya. Tujuan standar ini adalah memberikan petunjuk untuk perancangan,
instalasi, pemeliharaan sistem efektif untuk proteksi bangunan gedung dan peralatan listrik
terhadap petir dan inspeksi sistem proteksi petir.
Pengecualian Standar ini tidak mencakup penerapan pada : sistem rel kereta api; sistem
transmisi, distribusi, dan pembangkitan listrik di luar bangunan; sistem telekomunikasi di luar
bangunan ; dan instalasi kendaraan, kapal laut, pesawat udara, dan lepas pantai.
Prinsip proteksi petir

Perlu diperhatikan bahwa sistem proteksi petir tidaklah dapat mencegah terjadinya petir
Suatu sistem proteksi petir yang dirancang dan dipasang sesuai dengan standar ini, dapat
menjamin proteksi terhadap bangunan gedung, manusia atau obyek secara mutlak; namun
demikian penggunaan Standar ini akan mengurangi secara nyata risiko kerusakan yang
disebabkan petir terhadap bangunan gedung yang diproteksinya. Jenis dan lokasi sistem
proteksi petir sebaiknya dipertimbangkan secara seksama pada tahap perancangan suatu
bangunan gedung baru, sehingga bagian bangunan gedung yang secara listrik bersifat
konduktif dapat dimanfaatkan secara maksimum. Dengan demikian rancangan dan konstruksi
instalasi secara keseluruhan akan lebih mudah dilaksanakan dan efektivitas sistem proteksi
petir dapat ditingkatkan dengan biaya dan usaha yang minimum.

ASPEK KESEHATAN BANGUNAN GEDUNG


DALAM
STANDAR NASIONAL INDONESIA

Sistem pencahayaan Bangunan Gedung


Dalam perancangan cahaya alami dapat dilihat dalam SNI 03-2396-2001 tentanng Tata cara
perancangan sistem pencahayan alami pada bangunan gedung yang meliputi pembahasan :
• Sebagai Pedoman untuk para perancang dan pelaksana pembangunan gedung
• Agar diperoleh sistem pencahayaan alami siang hari yang sesuai dengan syarat
kesehatan, kenyamanan, dan sesuai dengan ketentuan lain
Sedangkan untuk cahaya buatan sudah dirancang dalam SNI 03-6575-2001 tentang Tata cara
perancangan sistem pencahayan buatan pada bangunan gedung yang memaparkan :
• Sebagai Pedoman untuk para perancang dan pelaksana pembangunan gedung
• Sebagai pegangan untuk para pemilik dan pengelola dalam menggunakan dan
menngelola gedung
• Agar diperoleh sistem pencahayaan buatan yang sesuai dengan syarat kesehatan,
kenyamanan, dan sesuai dengan ketentuan lain.
Sistem penghawaan Bangunan Gedung
Untuk sistem penghawaan sudah doatur dalam SNI 03-2396-2001 tentang Tata cara
perancangan sistem penghawaan pada bangunan gedung, yang mana membahas tentang :
• sebagai pedoman minimal bagi semua pihak yang terlibat dalam
perencanaan,pembangunan dan pengelolaan gedung
• bertujuan untuk memperoleh kenyamanan dan keamanan bagi tamu dan penghuni
yang berada maupun yang menempati gedung tersebut
• Diberlakukan untuk kinerja peralatan dan komponen sesuai kriteria penggunaan
energi yang efektip
Sistem pengelolaan air pada Bangunan Gedung
Terkait plambing, sudah terteran pada SNI 03–6481-2000 tentang Tata cara perancangan
sistem plambing pada bangunan gedung yang menjabarkan bahwa :
• Standar sistem plambing ini berlaku bagi sistem plambing yang baru dan bagian dari
padanya yang dipasang setelah standar ini dinyatakan efektif berlaku.
• Sistem plambing yang sudah ada mencakup bagian umum, penambahan atau
perubahan, dan Perbaikan atau penggantian

Anda mungkin juga menyukai