BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bangunan Gedung
Bangunan gedung merupakan hasil wujud dari pekerjaan konstruksi yang
berada di atas tanah dan/atau air, yang dapat digunakan sebagai tempat manusia
melakukan aktivitas atau kegiatannya. Terdapat beberapa fungsi dari bangunan
gedung
yaitu sebagai tempat hunian, tempat berwirausaha, tempat keagamaan dan
sosial budaya serta tempat dengan fungsi khusus. Bangunan gedung tersebut harus
dibuat kokoh, aman dan nyaman agar mendukung tercapainya tujuan-tujuan dan
terlaksananya fungsi-fungsi pokok organisasi pemakai atau pengguna bangunan
secara optimal.
Komponen Bangunan
2.1.2
Persyaratan Bangunan Gedung
Salah satu persyaratan bangunan yang harus dipenuhi adalah persyaratan
rencana kerja dan syarat sesuai dengan fungsi bangunan. Persyaratan teknis
berupa persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan. Dalam
Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2002 tentang bangunan gedung menjelaskan
muatan hidup dan beban muatan mati, serta mampu mencegah dan
menanggulangi bahaya kebakaran melalui sistem proteksi kebakaran pasif
dan aktif dan mampu memberi keamanan terhadap bahaya petir melalui
sistem penangkal petir.
Kesehatan
Persyaratan kesehatan pada bangunan meliputi sistem penghawaan yang
dibutuhkan sebagai kebutuhan sirkulasi udara melalui ventilasi alami atau
ventilasi buatan, sistem pencahayaan yang perlu disediakan melalui
pencahayaan alami dan pencahayaan darurat, dan sistem sanitasi yang perlu
disediakan untuk memenuhi kebutuhan air bersih dan pembuangan air kotor
atau limbah agar tidak membahayakan serta tidak mengganggu lingkungan.
Kenyamanan
Persyaratan kenyamanan meliputi kenyamanan ruang gerak merupakan
tingkat kenyamanan yang diperoleh dari dimensi ruang dan tata letak ruang,
hubungan antar ruang untuk kenyamanan sirkulasi antar ruang dalam
bangunan tersebut, kondisi udara dalam ruang merupakan tingkat
kenyamanan yang diperoleh dari temperatur dan kelembaban ruangan, serta
tingkat getaran dan tingkat kebisingan yang ditentukan oleh suatu keadaan
dimana pengguna bangunan tidak terganggu oleh getaran atau kebisingan
yang timbul baik dari dalam bangunan maupun lingkungannya.
Kemudahan
Persyaratan kemudahan pada bangunan meliputi tersedianya fasilitas dan
aksesbilitas yang mudah, aman dan nyaman untuk masuk dan keluar gedung
termasuk bagi penyandang cacat dan lanjut usia serta kelengkapan prasarana
dan sarana seperti penyediaan fasilitas yang cukup untuk ruang ibadah, ruang
ganti, ruang bayi, toilet/wc, tempat parkir serta fasilitas komunikasi dan
informasi.
2.1.3 Daur Hidup Bangunan Gedung
Setiap komponen yang berada di dalam bangunan gedung akan mengalami
penurunan mutu dan kualitas disepanjang masa pakainya. Penurunan kualitas dan
perbaikan yang terjadi berulang-ulang dimulai dari awal pemakaian hingga masa
kadaluarsanya sering disebut siklus hidup bangunan.
Siklus hidup bangunan di mulai dari tahap perancangan, tahap pelaksanaan
konstruksi, masa pemeliharaan dan yang terakhir tahap pemeliharaan/perawatan
seperti terlihat pada Gambar 2.2. Tahap pemeliharaan dan perawatan bangunan
dilakukan untuk setiap komponen yang terdapat pada bangunan tersebut sampai
dengan umur bangunan yang telah direncanakan. Pada setahun pasca konstruksi
pemeliharaan dan perawatan dilakukan oleh kontraktor sebagai tahap
pemeliharaan dan perawatan. Setelah lebih dari satu tahun, pemeliharaan dan
perawatan akan dilakukan oleh pemilik bangunan dengan metode kerja dan
anggaran biaya yang terencana. Sehingga dalam masa pakainya, bangunan gedung
tersebut akan terjaga keandalannya agar tetap laik fungsi.
2.2.1
Maksud dan Tujuan Pemeliharaan dan Perawatan Bangunan Gedung
Menurut Sjafei Amri, ST., Dipl. E.Eng (2006) menyebutkan bahwa maksud
dari pekerjaan pemeliharaan adalah untuk mempertahankan kualitas suatu
komponen konstruksi pada bangunan, sedangkan perawatan atau perbaikan adalah
untuk
mencegah penurunan mutu serta mengembalikannya pada kondisi semula.
Selain itu, ada pula tujuan dari pekerjaan pemeliharaan dan perawatan ini adalah
untuk mengupayakan tercapainya umur pakai rencana komponen bangunan serta
meningkatkan fungsi serta kekuatan bangunan.
2.2.3
Lingkup Pemeliharaan dan Perawatan Bangunan Gedung
A. Lingkup Pemeliharaan Bangunan Gedung
Pekerjaan pemeliharaan yaitu meliputi jenis pembersihan, pemeriksaan,
perbaikan dan penggantian perlengkapan bangunan gedung berdasarkan
pedoman pengoperasian dan pemeliharaan bangunan gedung.
Arsitektural
Lingkup pemeliharaan komponen arsitektural yaitu meliputi
pemeliharaan sarana dan prasarana bagi penghuni bangunan, pemeliharaan
lingkungan sekitar bangunan agar tetap bersih, pemeliharaan perlengkapan
ornamen arsitektural dan dekorasi.
a. Plafon
Plafon adalah bagian konstruksi yang merupakan lapis pembatas
antara rangka bangunan dengan rangka atapnya. Plafon juga biasa
disebut langit-langit yang merupakan bidang atas bagian dalam
ruangan bangunan. Fungsi dari plafon adalah melindungi ruangan dari
rembesan air yang masuk dari atap dan juga sebagai isolasi panas yang
datang dari atap. Plafon untuk ruangan pada umumnya menggunakan
papan gypsum, tripleks, metal dan kayu. Menurut Peraturan Menteri
Kesehatan No. 24 Tahun 2016 menyatakan bahwa langit-langit pada
rumah sakit harus kuat, memiliki warna terang, mudah dipelihara dan
dibersihkan, tidak mengandung unsur yang membahayakan pasien
dan tidak mudah berjamur. Tinggi langit-langit untuk ruangan
minimal 2,8 meter dan untuk selasar (koridor) minimal 2,4 meter.
b. Lantai
Lantai adalah bagian dasar dari sebuah ruang yang memiliki
peranan penting untuk ruangan tersebut. Fungsi lantai adalah
menunjang aktivitas dan membentuk karakter suatu ruangan. Lantai
harus terbuat dari bahan yang tahan lama, kedap air, permukaan rata,
tidak licin, mudah dibersihkan dan berwarna netral. Pada lantai rumah
sakit tidak menggunakan lapisan permukaan lantai yang memiliki
nilai porositas tinggi yang dapat menyimpan debu. Pada umumnya
lantai ditutupi oleh keramik, tetapi untuk fungsi tertentu ada beberapa
yang menggunakan kayu, batu dan marmer. Pada bangunan rumah
sakit, lantai dengan ruangan yang memiliki tingkat kebersihan yang
tinggi maka pertemuan antara lantai dengan dinding dibuat
melengkung untuk memudahkan pembersihan lantai (hospital plint).
Selain itu, pada ruangan yang terdapat peralatan medik dengan
muatan listrik yang sangat besar, lantai pada ruangan tersebut harus
dapat menghilangkan muatan listrik dari peralatan tersebut sehingga
tidak membahayakan petugas kesehatan
c. Pintu dan Jendela
Pintu dan jendela adalah sebuah bukaan pada dinding/bidang yang
memudahkan sirkulasi antar ruang-ruang yang dilingkupi oleh
dinding tersebut. Pintu berfungsi sebagai jalan keluar masuknya
manusia atau barang. Sedangkan jendela berfungsi sebagai jalan
keluar masuknya cahaya matahari kedalam ruangan untuk membantu
sirkulasi udara. Sistem pencahayaan alami pada rumah sakit harus
direncanakan sesuai fungsi ruangan tersebut dengan
mempertimbangkan efisiensi, hemat energi dan penempatan yang
tidak menimbulkan silau pada mata atau pantulan.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No.24 Tahun 2016
menyebutkan bahwa pintu utama dan pintu yang dilalui tempat tidur
pasien memiliki lebar bukaan minimal 120 cm dan pintu yang tidak
dilalui tempat tidru pasien memiliki lebar bukaan 90 cm. Disekitar
pintu masuk tidak boleh ada perbedaan ketinggian lantai dan tidak
boleh ada ram. Pada pintu kamar mandi harus dibuat terbuka ke luar
dan lebar, daun pintu minimal 85 cm.
d. Dinding
Dinding merupakan salah satu elemen bangunan yang berfungsi
sebagai pembatas ruang. Dinding bangunan dapat dibuat dari
beberapa jenis material sesuai kebutuhan antara lain: dinding batu
bata, dinding batu alam, dinding kayu dan dinding beton. Pada
umumnya untuk bangunan gedung pencakar langit jenis material yang
digunakan adalah dinding beton. Dinding dibuat bertujuan untuk
melindungi manusia atau harta benda terhadap gangguan dari luar
seperti: sinar matahari, isolasi terhadap suhu, air hujan, dan hembusan
angin. Selain itu, dinding juga dapat berfungsi untuk penahan
kebisingan antar ruang dan penahan radiasi sinar atau zat-zat tertentu
khususnya rumah sakit. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 24
pemeriksaan instalasi listrik dan penerangan, melakukan pemeriksaan,
serta melakukan pemeriksaan jaringan tanda bahaya.
a. Air Conditioner (AC)
Pengkondisian udara di dalam gedung rumah sakit mempunyai
peranan penting terhadap kenyamanan dan keselamatan penghuninya
ruangan yang terdapat kipas angin udaranya akan lebih segar dan
bersih.
c. Alat Pemadam Api Ringan (APAR)
Alat pemadam api ringan atau APAR merupakan alat yang
digunakan untuk memadamkan api atau mengendalikan kebakaran.
Pada umumnya alat pemadam api ringan ini berbentuk tabung yang
diisikan dengan bahan pemadam api yang bertekanan tinggi. Jenis alat
pemadam api ringan di sesuaikan dengan klasifikasi bahaya
kebakaran yang telah ditentukan. Alat ini merupakan peralatan yang
wajib dimiliki pada setiap bangunan untuk keselamatan para
pengguna bangunan tersebut. Menurut Pedoman Teknis Prasarana
Rumah Sakit untuk Sistem Proteksi Kebakaran Aktif menyebutkan
bahwa jarak tempuh penempatan alat pemadam api ringan dari setiap
titik didalam bangunan tidak lebih dari 25 meter. Selain itu setiap
ruangan pada bangunan rumah sakit harus dilengkapi minimal sebuah
alat pemadam api ringan berukuran 2kg sesuai klasifikasi ruangan.
d. Generator Set (Genset)
Genset atau generator set merupakan suplai cadangan listrik yang
dapat membantu ketika terjadi pemadaman catu daya utama (PLN)
terjadi. Sistem kerja genset ini otomatis, sehingga apabila pada suatu
waktu terjadi padam listrik, genset ini akan otomatis menyala dan
berfungsi sebagai sumber listrik. Genset ini seringkali ditemukan pada
bangunan gedung rumah sakit dan industri yang membutuhkan
pasokan daya tinggi.
e. Lampu
Lampu merupakan sumber utama penerangan buatan pada
ruangan. Lampu tersebut dapat menjadi pendukung manusia dalam
menjalani aktivitasnya di dalam ruangan. Dalam operasinya lampu
menggunakan listrik sebagai sumber utamanya. Pada lampu rumah
sakit terutama pada ruangan-ruangan yang membutuhkan tingkat
kebersihan tinggi maka lampu tersebut dipasang tertanam pada plafon.
f. Stop Kontak dan Saklar
Stop kontak berfungsi sebagai tempat sumber tegangan listrik
sedangkan saklar berfungsi untuk menghubungkan dan memutuskan
rangkaian listrik. Keduanya merupakan komponen instalasi listrik
yang selalu digunakan pada ruangan-ruangan.
Plambing
Lingkup pemeliharaan komponen plambing yaitu melakukan
2. Pengambilan sampel yaitu kegiatan untuk mengetahui keadaan
air secara detail dengan memeriksakannya pada laboratorium
terdekat untuk mengetahui bau, rasa, kekeruhan, suhu
air,kejernihan, Ph, dan sisa chlor.
3. Pencatatan analisis yaitu kegiatan yang dilakukan untuk menjadi
tersebut mengandung senyawa organik yang sangat tinggi sehingga
dapat menimbulkan penyakit terhadap masyarakat disekitarnya.
Secara umum, air limbah rumah sakit mengandung buangan kotoran
pasien, buangan alat kesehatan bekas pasien, bahan buangan
laboratorium yang mengandung bahan kimia, dan sisa makanan
dapur. Oleh karena itu, air limbah rumah sakit diperlukan pengolahan
khusus agar air limbah yang tersebar di lingkungan masyarakat telah
memenuhi persyaratan yang berlaku sehingga tidak menimbulkan
bahaya penyakit.
Limbah yang dihasilkan oleh rumah sakit terbagi menjadi 2 jenis
limbah yaitu sebagai berikut:
1. Limbah Domestik yaitu limbah yang dihasilkan dari kegiatan di
luar medis yang berasal dari dapur, buangan kamar mandi serta
kegiatan pengunjung pasien dan karyawan perkantoran.
Penyimpanan limbah ini menggunakan tempat sampah berplastik
hitam.
2. Limbah Medik yaitu limbah yang dihasilkan dari kegiatan medis
rumah sakit terutama kegiatan dalam penyembuhan pasien.
Limbah ini terdiri dari dua jenis yaitu limbah padat dan limbah
cair. Limbah ini berbahaya sehingga dalam pengolahannya
diperlukan agar limbah tersebut tidak mencemari lingkungan.
Pengolahan air limbah rumah sakit diolah dan diproses pada satu
unit Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Pengelolaan air limbah
tersebut dilakukan pada bak penampung yang dibuat untuk mengelola
air limbah agar tidak mencemari lingkungan dan tidak berbahaya.
Berikut dapat dilihat pada Gambar 2.3 diagram pengelolaan air limbah
rumah sakit.
Restorasi
Memperbaiki dan/atau mengganti komponen bangunan yang
mengalami rusak berat sebagian dengan maksud menggunakan fungsi
tertentu yang dapat tetap atau berubah dengan tetap mempertahankan
arsitektur bangunannya sedangkan struktur dan utilitas bangunannya dapat
berubah.
2.2.4 Klasifikasi Jenis Kerusakan
Menurut Ditjen Cipta Karya (2006) dalam jurnal Kristianto Usman
(2009:159)
menyebutkan bahwa klasifikasi identifikasi komponen terbagi
menjadi 3 kondisi atau keadaan yaitu rusak ringan, rusak sedang dan rusak berat.
Klasifikasi kerusakan pada bangunan untuk kerusakan komponen arsitektur dan
kerusakan komponen utilitas sebagai berikut :
1. Kerusakan Arsitekur
Rusak ringan yaitu kerusakan yang dialami komponen dengan tidak
mengganggu fungsi dari segi arsitektur bangunan tersebut serta tidak
menimbulkan gangguan dan bahaya kepada penghuni bangunan. Contoh:
cat yang mengelupas.
Rusak sedang yaitu kerusakan yang dialami komponen dan dapat
menggangu fungsi arsitektur yaitu mengurangi kenyamanan dan estetika
pada bangunan tersebut. Contoh: pecah pada kaca jendela dan pintu yang
rusak.
Rusak berat yaitu kerusakan pada komponen yang sangat menggangu
fungsi arsitektur bangunana serta menghilangkan rasa nyaman dan nilai
estetika dari bangunan tersebut.
2. Kerusakan Utilitas
Rusak ringan yaitu rusak atau tidak berfungsinya suatu bagian komponen
yang tidak mengakibatkan gangguan atau mengurangi fungsi komponen
utilitas bangunan tersebut. Contoh: kerusakan pada instalasi listrik yaitu
tidak berfungsinya salah satu lampu pada suatu ruangan.
Rusak sedang yaitu rusak atau tidak berfungsinya suatu bagian komponen
yang mengakibatkan gangguan dan mengurangi fungsi utilitas bangunan
tersebut. Contoh: kerusakan pada instalasi telepon sehingga menyebabkan
matinya saluran telepon pada ruangan tersebut.
Rusak berat yaitu rusak atau tidak berfungsinya suatu bagian komponen
2.2.5 Faktor Penyebab Kerusakan Bangunan Gedung
Menurut Sjafei Amri, ST., Dipl. E.Eng (2006) bangunan mulai dari awal
perencanaan, pelaksanaan hinga dengan masa penggunaannya akan mengalami
kerusakan yang diakibatkan oleh beberapa faktor sebagai berikut:
1. Faktor Umur Bangunan
2. Faktor Kondisi Tanag dan Air Tanah
3. Faktor Angin
4. Faktor Gempa
5. Faktor Longsor
6. Faktor Kebakaran
7. Faktor Petir
8. Faktor Kualitas Bahan
9. Faktor Hama
10. Faktor Kualitas Perencanaan
11. Faktor Kesalahan Pelaksanaan
12. Faktor Perubahan Fungsi dan Bentuk Bangunan
a. Pencegahan (Preventive)
Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan untuk mencegah timbulnya
kerusakan yang tidak terduga dan tidak terprediksi serta menentukan
kondisi atau keadaan yang menyebabkan suatu komponen mengalami
kerusakan sehingga tidak dapat difungsikan sebagaimana mestinya.
Pemeliharaan ini telah direncanakan dan akan dilakukan secara rutin atau
berulang untuk setiap jangka waktu tertentu. Kegiatan ini biasanya berupa
inspeksi, pembersihan, pelumasan untuk peralatan-peralatan dan
sebagainya.
b. Korektif (Corrective)
2.2.7
Program Kegiatan Pemeliharaan dan Perawatan Bangunan Gedung
Beberapa program pemeliharaan dan perawatan dilakukan agar umur
bangunan sesuai dengan yang telah direncanakan. Program tersebut dilakukan
sebagai berikut:
1.
Pengujian
5.
Perkuatan
Pekerjaan perkuatan dilakukan apabila komponen bangunan tidak
berfungsi sesuai yang direncanakan sehingga diperlukan perkuatan agar
komponen tersebut dapat kembali sesuai dengan fungsinya. Perkuatan
tersebut harus dipertimbangkan secara matang agar tidak merusak atau
2.3 Metode Kerja Pemeliharaan dan Perawatan
2.3.1 Metode Kerja Pemeliharaan
a. Pemeriksaan Komponen
Pemeriksaan komponen atau sering kali disebut dengan inspeksi adalah
kegiatan pemeliharaan rutin yang telah direncanakan untuk memeriksa
kondisi suatu komponen. Pemeriksaan tersebut dilakukan secara detail dan
menyeluruh disesuaikan dengan jenis dan spesifikasi komponen. Hasil
inspeksi atau pemeriksaan tersebut ditulis dalam suatu dokumen yang
berbentuk form untuk mengetahui siklus keadaan komponen sepenuhnya.
Didalam pemeriksaan atau inspeksi terdapat hal yang harus diperhatikan
yaitu jadwal pemeriksaan. Pemeriksaan dalam suatu komponen dapat
dijadwalkan pada hitungan harian, mingguan, bulanan dan tahunan.
Pemeriksaan tersebut ditentukan berdasarkan jenis dan spesifikasi
komponen serta paduan dari pedoman pemeliharaan bangunan Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum No.16 Tahun 2010. Pembuatan jadwal ini akan
memberi kemudahan kepada petugas untuk melakukan pemeliharaan secara
berkala.
b. Pembersihan Komponen
Pembersihan komponen dilakukan secara rutin untuk membersihkan
komponen dari debu dan kotoran. Pada umumnya pembersihan ini
dilakukan oleh tim kebersihan atau sering disebut cleaning service. Dalam
pembersihan ini alat dan bahan yang sering digunakan adalah sapu, kain lap
dan sabun pembersih.
Pada bangunan rumah sakit kebersihan merupakan faktor utama yang
harus selalu diperhatikan. Setiap komponen yang ada dilakukan
pembersihan secara rutin agar tetap bersih dan steril sehingga tidak menjadi
sumber penyebaran penyakit terhadap pasien, pengantar pasien maupun
karyawan rumah sakit
2.3.2 Metode Kerja Perawatan
a. Perbaikan Komponen
Perbaikan merupakan suatu kegiatan memperbaiki komponen yang
mengalami kerusakan dan tidak berfungsi sehingga dapat digunakan
kembali sebagaimana mestinya. Perbaikan ini dilakukan secara emergency
atau tak terduga sehingga tidak dapat dijadwalkan. Setiap komponen yang
mengalami kerusakan harus dengan cepat dilakukan perbaikan agar tidak
mengganggu kegiatan. Pada umumnya perbaikan dilakukan pada komponen
yang mengalami kerusakan ringan dan sedang.
Dalam hal perbaikan yang perlu diperhatikan adalah metode perbaikan
yang baik dan benar, apabila dilakukan metoda perbaikan yang tidak tepat
maka akan menimbulkan kerusakan baru. Sehingga pemilihan metode yang
tepat merupakan hal yang sangat penting dalam melakukan suatu perbaikan.
Pemilihan metode dilakukan berdasarkan jenis kerusakan dan spesifikasi
komponen tersebut. Oleh karena itu, sebelum dilakukan perbaikan maka
diperlukan identifikasi kerusakan terlebih dahulu untuk mengetahui
kerusakan yang terjadi. Setelah itu, dilakukan pemilihan metode sesuai
dengan hasil identifikasi. Selain itu, hal yang harus diperhatikan pada saat
perbaikan adalah waktu pengerjaan. Dimana pada saat melakukan pekerjaan
perbaikan tersebut tidak boleh mengganggu aktivitas rumah sakit sehingga
diperlukan pemilihan waktu yang tepat.
b. Penggantian Komponen
Penggantian merupakan kegiatan mengganti suatu komponen yang lama
atau yang tidak berfungsi dengan yang baru. Penggantian ini dilakukan
apabila terjadi kerusakan yang signifikan atau kerusakan yang terjadi akibat
umur pemakaian yang telah melampaui batas. Setiap komponen memiliki
umur pemakaian yang berbeda-beda sesuai dengan kapasitas komponen
tersebut. Sebagai contoh komponen lampu. Pada umumnya komponen
lampu hanya kuat digunakan 1 tahun. Sehingga pada saat umur
pemakaiannya telah lebih dari 1 tahun maka perlu dilakukan penggantian
Pemeliharaan dan Perawatan
Komponen Bangunan
Preventive Corrective
Maintenance Maintenance
Pemeliharaan
Perawatan Komponen
Komponen
Memperbaiki dan/atau
Menjaga keandalan
mengganti bagian
komponen bangunan
komponen bangunan
gedung agar tetap
gedung agar tetap
layak fungsi
layak fungsi
Perbaikan plafon
Kebersihan
yang bocor
Housekeeping
Perbaikan keramik
Kebersihan alat-
pecah
alat sanitair
Perbaikan AC
Pemeriksaan alat
tidak menyala
pemadam
Penggantian
kebakaran ringan
lampu
Pemeriksaan
Penggantian kipas
genset
angin
2.4.1
Work Breakdown Structure (WBS)
WBS merupakan suatu metode pemecahan tiap item pekerjaan menjadi
lebih detail agar saat pelaksanaan menjadi lebih mudah. Pada prinsipnya WBS ini
membagi suatu pekerjaan ke dalam bagian terkecil (sub bagian). WBS disusun
berdasarkan
gambar dan spesifikasi tiap komponen. Setiap item pekerjaan
diuraikan menjadi bagian-bagian dengan pola struktur dan hirarki tertentu menjadi
item pekerjaan yang terperinci. Manfaat dari penggunaan WBS adalah
mempermudah pekerjaan, menjadi dasar penjadwalan dan anggaran biaya, serta
dapat membantu mempercepat suatu pekerjaan.
alat yang telah dipilih tidak terbuang atau tidak terpakai karena terlalu
berlebih.
2. Harga satuan tenaga kerja
Satuan tenaga kerja dinyatakan dalam rupiah dan dihitung dalam
satu hari. Besarnya upah tenaga kerja telah ditentukan oleh peraturan
setiap daerah.
b. Analisa Harga Satuan (AHS) Pekerjaan
Analisa harga satuan (AHS) memiliki fungsi sebagai pedoman pemula
atau awal perhitungan rancangan anggaran biaya (RAB) yang di dalamnya
terdapat tabel yang berisikan angka koefisien alat, bahan dan tenaga kerja
serta harga satuan pekerjaan. Secara umum proses perhitungan analisa
harga satuan pekerjaan dengan metode lapangan adalah sebagai berikut:
1. Membuat daftar harga satuan material dan harga satuan upah
2. Menghitung koefisien bahan atau upah tenaga kerja dalam satu
pekerjaan
3. Mengkalikan koefisien dengan daftar harga satuan yang telah dibuat
Penentuan koefisien analisa harga satuan pekerjaan dapat dilakukan
dengan 2 cara yaitu melihat Standar Nasional Indonesia (SNI) dan
menghitung sendiri koefisien dengan rumus sebagai berikut:
1
Koefisien =
Produktivitas
2.4.4
Rekapitulasi Rancangan Anggaran Biaya (RAB) Pekerjaan
Untuk menghitung rancangan anggaran biaya digunakan rumus sebagai
berikut:
RAB = Σ(Volume Pekerjaan x Harga Satuan Pekerjaan)
Pada rekapitulasi ini semua item pekerjaan dijabarkan untuk dilakukan
perhitungan dengan mengkalikan volume pekerjaan dengan harga satuan
pekerjaan yang telah dihitung pada analisa harga satuan. Rekapitulasi ini
merupakan
jumlah atau total biaya yang dikeluarkan pada suatu pekerjaan.
2.4.5 Future Value (FV)
Future value merupakan nilai uang di masa yang akan datang dengan
memperhitungkan tingkat bunga pada setiap periode selama jangka waktu
tertentu. Future value atau nilai yang akan datang dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
FV = PV x (1 + i)ⁿ
Keterangan:
PV = Nilai sekarang pada tahun ke-0
i = Interest Rate = 47.5 % = 0.0475
n = Jangka waktu (tahun)