Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Pembangunan Proyek Percepatan Pembangkit Tenaga Listrik berbahan bakar
batubara menurut Peraturan Presiden RI Nomor 71 Tahun 2006 tanggal 05 Juli
2006 tentang penugasan kepada PT. PLN (Persero) guna melakukan Percepatan
Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik yang menggunakan batubara.[1]
Perpres ini merupakan dasar untuk pembangunan 10 buah PLTU yang berada di
pulau Jawa dan 25 PLTU di Luar pulau Jawa Bali atau yang dikenal sebagai nama
Proyek Percepatan PLTU 10.000 MW. Pembangunan proyek – proyek PLTU
tersebut guna mengejar pasokan tenaga listrik yang akan mengalami defisit
sampai beberapa tahun mendatang, serta menunjang program diversifikasi energi
untuk pembangkit tenaga listrik ke non bahan bakar minyak (BBM) dengan
memanfaatkan batubara berkalori rendah (4200 kcal/kg).
Dengan mulai beroperasinya PLTU Rembang yang terletak pada Desa Sluke
Rembang pada bulan September 2011 ikut mendukung tercapainya percepatan
proyek 10.000 MW. PLTU Rembang terdiri dari 2 buah generator dengan
kapasitas 300 MW yang berperan guna menyuplai daya untuk jaringan transmisi
150 KV guna mencukupi kebutuhan pelanggan, khusus nya di sistem Jawa
Tengah (Pati dan Rembang) maka membutuhkan keandalan sistem kelistrikan
serta kontinuitas dari operasi pembangkit.
Transformator adalah peralatan listrik yang berguna untuk menyalurkan
daya/tenaga dari tegangan tinggi ke tegangan rendah atau sebaliknya.[2]
Transformator menggunakan prinsip hukum induksi faraday dan hukum lorentz
dalam menyalurkan daya, dimana arus bolak balik atau alternating current (AC)
yang mengalir mengelilingi suatu inti besi maka inti besi itu akan berubah
menjadi magnet.Dan jika magnet tersebut dikelilingi oleh suatu belitan maka pada
kedua ujung belitan tersebut akan menghasilkan beda potensial. Arus yang
mengalir pada belitan primer akan menginduksi inti besi transformator sehingga
didalam inti besi akan mengalir flux magnet dan flux magnet ini akan
menginduksi belitan sekunder sehingga pada ujung belitan sekunder akan terdapat
beda potensial.
Partial Discharge (PD) ialah peluahan sebagian pada transformator, yakni
kerusakan pada bagian-bagian tertentu pada transformator.[3] PD bukan hanya
disebabkan oleh trafo itu sendiri, namun juga dipengerahui oleh bagian luar trafo
atau lingkungan sekitar. Jangka pendek yang disebabkan PD tidak lansung tampak
pada operasional, namun PD akan berakibat fatal apabila dibiarkan terus-menerus.
Monitoring terjadwal dan perawatan secara rutin akan memberikan dampak positif
terhadap transformator, sehingga proses produksi menjadi lancar dan mengurangi
resiko kecelakan kerja.
Seiring kemajuan teknologi, kinerja transformator dapat dianalisa sebelum
terjadi kerusakan dan mempunyai akurasi tinggi. Dengan Instrumen pendukung
yang baik, seperti Dissolved Gas Analysis (DGA) sangat membantu teknisi secara
tepat menangani Partial Discharge karena instrumen tersebut memberikan
gambaran secara keseluruhan keadaan transformator, sehingga PD dapat segera
ditanggulangi.

I.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang penulisan masalah dapat diketahui bahwa rumusan
masalah dari penelitian yang akan dilakukan yaitu :
a) Bagaimana analisa yang akan dilakukan jika terjadi partial discharge
yang terjadi pada transformator PLTU Rembang.

I.3 Batasan Masalah

Terdapat batasan masalah dalam penelitian yang akan dilakukan, yaitu :


a) Partial discharge merupakan kegagalan isolasi yang dapat terjadi
pada isolasi padat, cair, maupun gas.
b) Kegagalan isolasi berupa partial discharge yang terjadi pada
transformator PLTU Rembang.
c) Tidak membahas mengenai akibat terjadinya gas-gas yang terlarut
minyak transformator
I.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian yang akan dilaksanakan,
yaitu :
a) Menganalisa partial discharge pada transformator PLTU Rembang
menggunakan metode Dissolved Gas Analysis (DGA)

I.5 Manfaat Penelitian


Dalam menganalisa terjadinya partial discharge diharapkan dapat mengurangi
terjadinya kegagalan kegagalan yang menyebabkan kerusakan pada transformator
PLTU Rembang.

I.6 Sistematika Penulisan


Untuk memudahkan dalam memberikan penyusunan, penyajian, dan
pembahasan, maka, akan dibagi dalam 5 bab yang tersusun sebagai berikut :

Bab I Pendahuluan : Pada bab I berisikan tetang Latar belakang, Rumusan


Masalah, Batasan masalah, Tujuan penelitian, Manfaat penelitian, Sistematika
penelitian.

Bab II Tinjauan Pustaka : Pada bab II memberikan informasi tentang Penelitian


sebelumnya, Teori Dasar, Pengertian Metode Dissolved Gas Analysis (DGA).

Bab III Metode Penelitian : Pada bab III menjelaskan tentang Lokasi, Waktu,
Diagram alur penelitian, Tahapan penelitian, Langkah-langkah metode penelitian.

Bab IV Analisa dan Pembahasan : Pada bab IV menjelaskan tetang monitoring


dan analisa partial discharge yang dilakukan pada transformator PLTU Rembang
menggunakan metode Dissolved Gas Analysis (DGA).

Bab V Penutup : Pada bab V tentang kesimpulan penelitian yang telah


dilakukan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Penelitian Sebelumnya


Beberapa penelitian sebelumnya yang fokus pada partial dispatch pada
transformator :
Menurut penelitian [3], “Evaluasi Dan Analisa Partial Discharge
Terhadap Isolator Pada Transformator-Aplikasi Pada PT. Indah Kiat Pulp And
Paper Perawang”. Transformator memilki peranan penting dalam dunia Industri
khususnya tegangan tinggi tegangan menengah. Pemilihan isolasi trafo dan
perawatan rutin harus berjalan searah untuk menjaga keandalan kinerja trafo dan
keselamatan kerja, Partial discharge disebabkan oleh banyak faktor, baik dari
trafo itu sendiri yakni, tegangan tembus (Breakdown) dan pemakaian trafo yang
lama. Faktor dari luar berupa suhu disekitar traf yang mengakibatkan turunnya
keandalan isolator. Standar yang digunakan adalah IEEE Std C57.104™- 2008
yang merupakan revisi dari IEEE Std C57.104-1991. Indikasi terjadinya Partial
discharge (PD) terjadi pada trafo di MCC CLO2 (trafo 1) dimana nilai TDCG
25975 ppm dan Ttrafo EN-2M juga terjadi Partial Discharge (trafo 2) dengan nilai
TDCG 5920.6 ppm, sedangkan pada trafo VE-12 (trafo 3) masih dalam kondisi
normal dimana nilai TDCG hanya 630 ppm.
Menurut Penelitian [4], “Analisis Minyak Transformator Daya
Berdasarkan Dissolved Gas Analysis (DGA) Menggunakan Data Mining Dengan
Algoritma J48 “Diagnosis gangguan transformator daya sangat penting untuk
menjaga kontinuitas penyaluran tenaga listrik, gangguan pada transformator daya
mengakibatan gagalnya sistem isolasi minyak yang dapat diketahui dari
kandungan gas yang terlarut, analisis gas yang terlarut dikenal dengan dissolved
gas analysis (DGA). Gangguan pada transformatorterhadap konsentrasi gas yang
terlarut terjadi dengan pola yang acak sehingga tidak linier dan sulit dipetakan
secara matematis. Solusi diperlukan adalah membangun sebuah pola pendekatan
model non- matematis yang dapat memetakan hubungan antara input yang berupa
data hasil pengukuran DGA dengan output berupa jenis gangguan yang
dihasilkan. Untuk itu diperlukan metode lainya untuk melihat pola prediksi dari
setiap atribut- atribut yang terdapat pada data pengukuran minyak transformator.
Data mining dan J48 bisa menjadi solusi bagi masalah ini karena data mining
merupakan kegiatan meliputi pengumpulan, pemakaian data historis untuk
menemukan keteraturan, pola atau hubungan dalam set data berukuran besar.
Akurasi pola prediksi yang diperoleh dapat mencapai 92.12 % dengan waktu yang
sangat singkat 0,01 seconds. Akurasi tersebut dihasilkan dari uji coba dengan
mengunakan data pengukuran minyak transformator yang telah dilakukan oleh
berbagai macam perusahan mulai dari tahun 1972 sampai dengan 1992 sebagai
data testing.
Menurut Penelitian [5], “Analisis Kegagalan Transformator Di PT
Asahimas Chemical Banten Berdasarkan Hasil Uji DGA Dengan Metode Roger’s
Ratio”. Transformator digunakan secara luas, baik bidang tenaga listrik maupun
elektronika. Didalam transformator secara umum berisikan minyak yang berguna
sebagai isolator. Biasanya minyak ini juga berfungsi sebagai pendingin agar trafo
tidak panas. Namun didalam kandungan minyak terdapat kandungan gas-gas yang
dapat menyebabkan kegagalan transformator. Kegagalan gas tersebut biasa
disebut sebagai fault gas dimana permasalahan transformator tersebut merupakan
kegagalan termal dan kegagalan elektris. Dengan mengidentifikasi jenis dan
jumlah kandungan gas yang terlarut pada minyak transformator dapat memberi
informasi akan adanya indikasi kegagalan yang terjadi pada transformator.
Penelitian ini akan mengulas tentang bagaimana uji DGA (Dissolved Gas
Analysis) dapat mengidentifikasi indikasi kegagalan yang terjadi pada
transformator di PT Asahimas Chemical dengan menggunakan metode rasio
roger. Metode rasio roger adalah metode interpretasi uji DGA (Dissolved Gas
Analysis) dengan menggunakan magnitude rasio lima jenis fault gas. Berdasarkan
hasil percobaan yang diperoleh, kegagalan yang terjadi pada transformator di PT
Asahimas Chemical disebabkan oleh kegagalan isolasi dimana fungsi minyak
transformator sebagai bahan isolasi tidak menjalankan fungsinya dengan baik. Hal
ini dibuktikan dengan nilai kandungan gas pada minyak dimana nilai kandungan
gas H2, C2H2, C2H4, CO melebihi standar yang ditetapkan. Semakin tinggi
temperatur yang dihasilkan oleh minyak transformator, maka fungsi dari minyak
sebagai bahan isolator akan menurun.
Menurut penelitian [6], “Analysis of Partial Discharge Phenomena in
Paper-Oil Insulation Systems as a Basis for Risk Assessment Evaluation”.
Penilaian risiko berbasis Partial Discharge dalam sistem isolasi listrik menjadi
efektif hanya jika sifat dari peluahan sebagian kerusakan dapat dipastikan. Dalam
sistem isolasi minyak / kertas, ini adalah item mendasar sejak awal, misalkan
bahaya pelepasan parsial yang dihasilkan oleh gelembung gas jauh lebih kecil
daripada Partial Discharge yang terjadi antara lapisan kertas, untuk alasan
tersebut, analisa Partial Discharge dari sistem isolasi minya atau kertas sering
kali tidak memiliki korelasi yang jelas antara penyebab dan efeknya.
II.2 Transformator

Transformator ialah suatu peralatan listrik yang berfungsi untuk


menaikkan dan menurunkan tegangan. Trafo step-up guna untuk menaikkan
tegangan, sedangkan trafo step-down adalah sebaliknya yaitu berguna untuk
menurunkan tegangan.

II.2.1 Transformator Daya


Transformator daya adalah suatu peralatan tenaga listrik yang berfungsi
untuk menyalurkan daya listrik dari tegangan tinggi ke tengangan rentah maupun
sebaliknya
II.2.2 Bagian Bagian Transformator
Transformator terdiri dari :
1. Inti besi
Inti besi pada transformator berfungsi untuk mempermudah jalan
fluksi yang ditimbulkan oleh arus listrik yang melewati kumparan.
Dibuat dari lempengan-lempengan besi tipis yang berisolasi, untuk
mengurangi panas (sebagai rugi-rugi besi) yang ditimbulkan oleh arus
eddy.
2. Kumparan Transformator
Adalah b=eberapa lilitan kawat berisolasi yang membentuk suatu
kumparan. Kumparan tersebut terdiri kumparan primer dan kumparan
sekunder yang diisolasi baik terhadap inti besi maupun terhadap
antara kumparan dengan isolasi padat seperti karton, pertinak dan
lain-lain. Kumparan tersebut sabagai alat transformasi tegangan dan
arus.
Besarnya arus yang mengalir melalui kumparan pada transformator
dapat dihitung dengan rumus

Pout trafo
I Ls= (2,1)
√3 . VLS . COSφ

Dengan : ILs : Arus line sekunder (A)


Pout : Daya keluaran transformator (W)
VLs : Tegangan sekunder (V)
Cos φ : Faktor daya

Pin = Pout + Rugi-rugi


Dengan : Pin : Daya masuk (W)
Pout : Daya keluar (W)
Pada transformator terdapat luas penampang yang dapat
mempengaruhi nilai dari kerapatan arus. Dimana kerapatan arus dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan

I
δ= (2,2)
A

Dengan : δ : Rapat arus (A/mm2 )


I : Besarnya arus (A)
A : Luas penampang (mm2 )

3. Bushing

Bushing merupakan suatu peralatan listrik yang menyediakan


titik persambungan sehingga memungkinkan aliran listrik dapat
mengalir dari atau ke peralatan tenaga listrik. Bushing berfungsi
sebagai pengisolasi secara elektrik antara sambungan yang menuju
ke peralatan tegangan tinggi dan dinding peralatan tersebut.
Bushing layaknya seperti sebuah jembatan dimana potensial
listriknya merupakan panjang dari jembatan dan semakin panjang
jembatan tersebut maka akan semakin mendukung isolasi
hubungan dengan dinding peralatan tenaga yang dihubung
tanahkan. Jumlah arus yang dapat mengalir pada konduktor
bushing dinterpretasikan sebagai jumlah jalur lintasan pada
jembatan. Jika jumlah jalur lintasan dikurangi pada lalu lintas yang
padat, maka penumpukan kendaraan dalam jumlah banyak akan
terjadi.
Ada dua faktor penting yang harus diperhatikan karena
mempengaruhi kinerja sebuah bushing yaitu:

a. Sistem isolasi, untuk mencegah kegagalan pada kondisi


over voltage
b. Lintasan konduktor, untuk mencegah kegagalan pada kondisi
over current
Over voltage akan mengakibatkan flash over pada isolasi dan over
current akan mengakibatkan panas berlebih pada konduktor
dengan memperhatikan losses berupa I2R.

Jenis-jenis Bushing :

Bushing yang diaplikasikan pada tegangan tinggi seperti


transformator dan breaker dibuat dengan berbagai macam prinsip
seperti :

a. Composite bushing, merupakan sebuah bushing yang isolasinya


terdiri dari 2 atau lebih lapisan coaxial yang berbeda material
isolasinya.
b. Compound-Filled bushing, bushing dengan space antara isolasi
utama dan konduktor diisi dengan senyawa yang memiliki sifat
isolasi.
c. Condenser bushing, merupakan bushing dengan lapisan-lapisan
penghantar silender yang disusun berdasarkan coaxial antara
material konduktor dan isolatornya. Panjang dan diameter
silinder didisain sedemikian rupa untuk mengatur distribusi
medan listrik dan dan permukaan luar dan dalam bushing.
d. Dry or unfilled type bushing, terdiri dari tabung porselin yang
tidak ada pengisi antara lapisan luar dan konduktor. Bushing
jenis ini biasanya digunakan pada tegangan 25kV kebawah.
e. Oil-filled bushing, bushing dengan celah antara isolasi dan
permukaan dalam konduktor diisi oleh minyak isolasi.
f. Oil Immersed bushing, bushing yang tersusun dari sistem
isolasi utama yang merendam bushing dalam kolam minyak
isolasi.
g. Oil-impregnated paper-insulated bushing, bushing yang berada
dalam struktur internal yang terbuat dari material selulosa
impregnated dengan minyak.
h. Resin-bonded, paper insulated bushing, bushing yang isolasi
utamanya terdiri dari material selulosa yang dicampur resin.
i. Solid (ceramic) bushing, bushing dengan isolasi utama terdiri
dari keramik.

4. Tanki Konversator
Saat terjadi kenaikan suhu operasi pada transformator, minyak
isolasi akan memuai sehingga volumenya bertambah. Sebaliknya
saat terjadi penurunan suhu operasi, maka minyak akan menyusut
dan volume minyak akan turun.Konservator digunakan untuk
menampung minyak pada saat transformator mengalamui kenaikan
suhu.Seiring dengan naik turunnya volume minyak dikonservator
akibat pemuaian dan penyusutan minyak, volume udara didalam
konservator akan bertambah dan berkurang. Penambahan atau
pembuangan udara didalamkonservator akan berhubungan dengan
udara luar. Agar minyak isolasi transformator tidak terkontaminasi
oleh kelembaban dan oksigen dari luar, maka udara yang akan
masuk kedalam konservator akan difilter melalui silicagel.

5. Pendingin
Pada inti besi dan kumparankumparan akan timbul panas akibat
rugi-rugi besi dan rugirugi tembaga. Bila panas tersebut
mengakibatkan kenaikan suhu yang berlebihan, akan merusak
isolasi di dalam transformator, maka untuk mengurangi kenaikan
suhu yang berlebihan tersebut transformator perlu dilengkapi
dengan sistem pendingin untuk menyalurkan panas keluar
transformator. Media yang digunakan pada sistem pendingin dapat
berupa: Udara/gas, minyak dan air. Pada cara alamiah (natural),
pengaliran media sebagai akibat adanya perbedaan suhu media dan
untuk mempercepat perpindahan panas dari media tersebut ke
udara luar diperlukan bidang perpindahan panas yang lebih luas
antara media (minyak-udara/gas), dengan cara melengkapi
transformator dengan sirip-sirip (Radiator). Bila diinginkan
penyaluran panas yang lebih cepat lagi,cara natural/alamiah
tersebut dapat dilengkapi dengan peralatan untuk mempercepat
sirkulasi media pendingin dengan pompa-pompa sirkulasi minyak,
udara dan air. Cara ini disebut pendingin paksa (Forced)

6. Tap Changer (Perubah Tap)


Kestabilan tegangan dalam suatu jaringan merupakan salah satu
hal yang dinilai sebagai kualitas tegangan. Transformator dituntut
memiliki nilai tegangan output yang stabil sedangkan besarnya
tegangan input tidak selalu sama. Dengan mengubah banyaknya
belitan pada sisi primer diharapkan dapat merubah ratio antara
belitan primer dan sekunder dan dengan demikian tegangan
output/sekunder pun dapat disesuaikan dengan kebutuhan sistem
berapapun tegangan input/primernya. Penyesuaian ratio belitan ini
disebut Tap changer.Proses perubahan ratio belitan ini dapat
dilakukan pada saat transformator sedang berbeban (On load tap
changer) atau saat transformator tidak berbeban (Off load tap
changer). Tap changer terdiri dari :
• Selector Switch
• Diverter Switch
• Tahanan transisi
Dikarenakan aktifitas tap changer lebih dinamis dibanding
dengan belitan utama dan inti besi, maka kompartemen antara
belitan utama dengan tap changer dipisah. Selector switch
merupakan rangkaian mekanis yang terdiri dari terminal-terminal
untuk menentukan posisi tap atau ratio belitan primer. Diverter
switch merupakan rangkaian mekanis yang dirancang untuk
melakukan kontak atau melepaskan kontak dengan kecepatan yang
tinggi. Tahanan transisi merupakan tahanan sementara yang akan
dilewati arus primer pada saat perubahan tap.

7. Alat Pernapasan
Karena pengaruh naik turunnya beban transformator maupun
suhu udara luar, maka suhu minyak pun akan berubah-ubah
mengikuti keadaan tersebut. Bila suhu minyak tinggi, minyak akan
memuai dan mendesak udara di atas permukaan minyak keluar dari
tangki, sebaliknya apabila suhu minyak turun, minyak menyusut
maka udara luar akan masuk ke dalam tangki. Kedua proses di atas
disebut pernapasan transformator. Akibat pernapasan transformator
tersebut maka permukaan minyak akan selalu bersinggungan
dengan udara luar. Udara luar yang lembab akan menurunkan nilai
tegangan tembus minyak transformator, maka untuk mencegah hal
tersebut, pada ujung pipa penghubung udara luar dilengkapi
dengan alat pernapasan, berupa tabung kaca berisi kristal zat
hygroskopis sehingga dapat dilihat warnanya yang biasa disebut
juga sebagai silicagel, dimana silicagel ini sebagai pengontrol
kelembaban dan dapat berubah warna tergantung dari kadar
kelembaban transformator.

8. Indikator
Untuk mengawasi selama transformator beroperasi, maka perlu
adanya indikator pada transformator sebagai berikut:
• Indikator suhu minyak
• Indikator permukaan minyak
• Indikator sistem pendingin
• Indikator kedudukan tap
II.3 Minyak Transformator
Isolator merupakan suatu sifat bahan yang mampu untuk memisahkan dua
buah penghantar atau lebih yang berdekatan untuk mencegah adanya kebocoran
arus/hubung singkat, maupun sebagai pelindung mekanis dari kerusakan yang
diakibatkan oleh korosif atau stressing. Minyak isolator yang dipergunakan dalam
transformator daya mempunyai beberapa tugas utama, yaitu :
1. Media isolator
2. Media pendingin
3. Media/alat untuk memadamkan busur api
4. Perlindungan terhadap korosi atau oksidasi
II.3.1 Karakteristik Minyak Terhadap Temperatur
Kenaikan temperatur akan mengkatalis terjadinya oksidasi di dalam
minyak transformator. Dengan semakin tingginya pembebanan transformator
maka reaksi kimia yang terjadi didalam minyak transformator akan semakin cepat
sehingga kandungan asam akan semakin tinggi. Dengan meningkatnya kandungan
asam dalam minyak, maka kualitas minyak menjadi menurun.
Untuk mengetahui nilai temperatur, menurut IEEE Std. C57. 104-1991
dapat menggunakan rumus.
T (°C) = (100 . C2H4/C2H6) + 150 (2,3)
Kenaikan temperatur yang terjadi pada transformator dapat dipengaruhi
oleh arus yang mengalir pada transformator, dimana kinerja transformator dapat
dipengaruhi oleh temperatur. Kenaikan temperatur yang berpengaruh oleh arus
dapat dihitung dengan menggunakan persamaan.

2
Is . ρ .t
θ= 2
αs . g .h
(2,4)
Dengan: θ : kenaikan temperatur (°C)
Is : arus yang mengalir (A)
ρ : resistivitas (Ωm)
αs : luas penampang konduktor (mm2 )
t : waktu (s)
g : rapat material konduktor (kg/m3 )
h : panas material konduktor (J/kg-°C)
II.4 Kegagalan Bahan Isolasi

Isolasi adalah salah satu persoalan yang memegang peranan penting


dalam teknik tenaga listrik, terutama pada persoalan teknik tegangan tinggi.
Isolasi pada tegangan tinggi dimaksudkan sebagai suatu bahan yang dapat
menghindarkan suatu peralatan dari kerusakan akibat lompatan arus dari suatu
konduktor ke konduktor lainnya.

Kegagalan isolasi berkaitan erat dengan partial discharge. Partial


discharge (peluahan parsial) merupakan peristiwa terjadinya pelepasan bunga
api listrik pada suatu bagian isolasi sebagai akibat adanya perbedaan potensial
yang sangat tinggi dalam bahan isolasi tersebut. Kegagalan isolasi pada
peralatan tegangan tinggi akan sangat berpengaruh pada operasi peralatan
tersebut dan akan mengganggu kestabilan sistem. Partial discharge dapat terjadi
pada material isolasi padat, cair maupun gas.
II.4.1 Kegagalan isolasi padat

Mekanisme kegagalan pada bahan isolasi padat meliputi kegagalan


asasi (intrinsik), elektro mekanik, streamer, thermal dan kegagalan erosi.
Mekanisme ini merunut kepada fungsi waktu penerapan tegangannya. Hal ini
ditunjukkan sebagai berikut.

Gambar 2.1 Grafik Kegagalan Isolasi Padat

a) Kegagalan intrinsik, kegagalan yang berhubungan dengan jenis dan


suhu bahan tanpa menghiraukan berbagai faktor lain sebagai pengaruh
luar seperti tekanan, bahan elektroda, ketidakmurnian dan kantong
udara. Kegagalan terjadi saat tegangan dinaikkan sehingga
meningkatkan tekanan listrik yang terjadi pada bahan isolasi hingga
106volt/cm dalam waktu yang sangat singkat sekitar 10 -8 detik.
Kegagalan ini terjadi pada lapisan dielektrik yang tipis dengan tegangan
tinggi yang diterapkan. Dengan waktu yang singkat dan medan listrik
yang tinggi memungkinkan elektron mendapatkan energi tambahan
untuk melintasi forbidden energy gap hingga mencapai lapisan
konduksi.

b) Kegagalan Elektromagnetik kegagalan yang berhubungan dengan


tekanan listrik pada bahan isolasi yang diakibatkan oleh perbedaan
polaritas antara elektroda yang mengapit isolasi tersebut. Tekanan
listrik tersebut menimbulkan tekanan mekanik yang berupa gaya yang
bekerja pada suatu bahan yang berhubungan dengan Modulus Young.
c) Kegagalan Streamer, kegagalan yang terjadi sesudah suatu banjiran
elektron. Sebuah elektron yang memasuki band conduction di katoda
akan bergerak menuju anoda dibawah pengaruh medan memperoleh
energi antara benturan dan kehilangan energi pada waktu membentur.
Jika lintasan bebas cukup panjang maka tambahan energi yang
diperoleh melebihi pengionisasi latice. Akibatnya dihasilkan tambahan
elektron elektron pada saat terjadi benturan. Jika suatu tegangan V
dikenakan terhadap elektroda bola, maka pada media yang berdekatan
timbul tegangan. Karena gas mempunyai permitivitas lebih rendah dari
zat padat sehingga gas akan mengalami tekanan listrik yang besar.
Akibatnya gas tersebut akan mengalami kegagalan sebelum zat padat
mencapai kekuatan asasinya. Karena kegagalan tersebut maka akan
jatuh sebuah muatan pada permukaan zat padat sehingga medan yang
tadinya seragam terganggu. Bentuk muatan pada ujung pelepasan ini
dalam keadaan tertentu dapat menimbulkan medan lokal yang cukup
tinggi (sekitar 10 MV/cm). karena medan ini melebihi kekuatan
intrinsiknya maka akan terjadi kegagalan pada zat padat. Proses
kegagalan ini terjadi sedikit demi sedikit yang dapat menyebabkan
kegagalan total.
d) Kegagalan thermal, kegagalan yang berhubungan dengan kecepatan
pembangkitan panas disuatu titik melebihi laju kecepatan
pembuangannya. Sehingga terjadi penumpukan energi panas pada titik
tersebut dan akan mengakibatkan keadaan tidak stabil sehingga
berdampak pada kegagalan.
e) Kegagalan Erosi, kegagalan yang diakibatkan oleh ketidaksempurnaan
bahan isolator yang digunakan seperti terdapat rongga dalam isolasi
tersebut. Hal ini berakibat pada nilai tegangan normal kekuatan medan
pada rongga dapat bernilai melebihi kekuatan kegagalan, sehingga
dapat menyebabkan kegagalan. Hal ini dikarenakan rongga tersebut
memiliki kekuatan medan atau kekuatan dielektrik yang berbeda
dengan kekuatan dielektrik dari bahan isolasi. Kekuatan medan dalam
rongga ditentukan oleh perbandingan dari permitivitas dan bentuk
rongga. Pada setiap pelepasan muatan maka energi berupa panas juga
dihasilkan, akumulasi panas yang berlebihan akan menghasilkan
karbonisasi pada rongga tersebut sehingga merusak susunan kimia
bahan isolasi tersebut.
II.4.2 Kegagalan Isolasi Cair

Isolasi berupa cairan rentan terhadap pengotor maupun zat lain seperti
gelembung udara, partikel asing dan lain-lain yang mengisi bahan tersebut
sehingga tingkat kemurniannya tidak begitu tinggi. Tentu hal ini
mengakibatkan berkurangnya ketahanan isolasi cair terhadap kegagalan.
Beberapa teori yang menjelaskan mekanisme kegagalan bahan isolasi cair saat
ini belum mampu menjelaskan proses kegagalan dalam zat cair yang benar-
benar sesuai antara keadaan secara teoritis dan keadaan sebenarnya. Beberapa
teori yang sering dikemukakan antara lain :

a. Kegagalan Elektronik, kegagalan yang diakibatkan oleh permukaan


konduktor yang tidak rata sehingga memiliki bagian yang lebih runcing
yang mengakibatkan daerah tersebut memiliki kuat medan terkuat. Hal
ini mengakibatkan elektron awal dilepaskan sebagai permulaan
terbentuknya banjiran elektron. Kemudian elektron- elektron berikutnya
dihasilkan yang kemudian menyebabkan timbulnya arus konduksi
dalam bahan isolasi cair pada kuat medan yang tinggi.
b. Kegagalan Kavitasi, kegagalan yang terjadi pada isolasi cair yang
diakibatkan oleh adanya gelembung-gelembung udara di dalamnya.
Medan listrik dalam gelembunggas yang ada dalam isolasi cair.
c. Kegagalan Bola Cair, kegagalan yang diakibatkan jika suatu zat isolasi
mengandung sebuah bola cair dari jenis lain, maka dapat terjadi
kegagalan akibat ketidakstabilan bola cair tersebut dalam medan listrik.
Medan listrik akan menyebabkan tetesan bola cair yang tertahan
didalam minyak memanjang searah medan listrik
d. Kegagalan Butiran Padat, kegagalan yang disebabkan oleh adanya
butiran zat padat didalam isolasi cair yang akan memulai terjadi
kegagalan.
II.4.3 Kegagalan Isolasi Gas

Ion merupakan atom atau gabungan atom yang memiliki muatan listrik,
ion terbentuk apabila pada peristiwa kimia suatu atom unsur menangkap
atau melepaskan elektron. Proses terbentuknya ion-ion ini disebut ionisasi. Jika
diantara dua elektroda yang dimasukkan dalam media gas diterapkan tegangan
V maka akan timbul suatu medan listrik E yang mempunyai besar dan arah
tertentu yang akan mengakibatkan elektron bebas mendapatkan energi yang
cukup kuat menuju ke arah anoda sehingga dapat merangsang timbulnya proses
ionisasi.

Jika gradien tegangan yang ada cukup tinggi maka jumlah elektron
yang diionisasikan akan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah ion yang
ditangkap melalui oksigen. Tiap-tiap elektron ini kemudian akan berjalan
menuju anoda secara kontinyu dan selama perjalan ini elektron- elektron
tersebut juga akan membentur atom-atom lain sehingga membebaskan elektron
lebih banyak lagi. Ionisasi karena benturan ini merupakan proses dasar
terjadinya kegagalan isolasi udara atau gas.

Proses kegagalan dalam gas ditandai dengan adanya percikan secara


tiba-tiba, percikan ini dapat terjadi karena adanya pelepasan yang terjadi pada
gas tersebut. Proses dasar yang paling penting dalam kegagalan gas adalah
proses ionisasi karena benturan, tetapi proses ini tidak cukup untuk
menghasilkan kegagalan. Proses lain yang terjadi dalam kegagalan gas adalah
mekanisme primer dan mekanisme sekunder.

Mekanisme primer banyak dipengaruhi oleh proses katoda, pada proses


ini diawali dengan pelepasan elektron oleh suatu elektroda yang diuji, peristiwa
ini akan mengawali terjadinya kegagalan percikan (spark breakdown).
Elektroda yang memiliki potensial rendah (katoda) akan menjadi elektroda
yang melepaskan elektron. Elektron awal yang dilepaskan oleh katoda akan
memulai terjadinya banjiran elektron dari permukaan katoda. Jika jumlah
elektron yang dibebaskan makin lama makin banyak atau terjadinya
peningkatan banjiran maka arus akan bertambah dengan cepat sampai terjadi
perubahan pelepasan dan peralihan pelepasan ini akan menimbulkan percikan
atau kegagalan dalam gas.
II.5 Partial Discharge

IEC Standard, IEC 60270 menyatakan partial discharge adalah “


alocalised electric discharge that only partially bridges the insulation between
conductors and which may or may not occur adjacent to a conductor”. Partial
discharge merupakan peluahan listrik secara lokal yang menghubungkan
secara parsialatau sebagian dari isolasi diantara konduktor dan yang terjadi
baik dipermukaan maupun didalam.

Partial discharge merupakan peristiwa pelepasan/loncatan bunga api


listrik (spark) yang terjadi pada suatu bagian isolasi baik pada rongga dalam
atau pada permukaan bahan isolasi tersebut sebagai akibat adanya beda
potensial yang sangat tinggi dalam isolasi tersebut. Partial discharge juga
dapat didefinisikan sebagai akibat dari konsentrasi electrical stress pada
suatu lokasi didalam atau pada permukaan isolasi. Secara umum discharge
terlihat sebagai pulsa atau signal dengan durasi jauh lebih kecil dari 1µs.

Energi yang dibebaskan oleh partial discharge akan menyebabkan


penurunan kualitas (degradasi) dari bahan isolasi. Hal ini dapat berakibat
terbentuknya lintasan (track) menyerupai pohon yang dapat di sepanjang
permukaan atau bahkan menembus bahan isolasi tersebut. Lintasan yang
terbentuk ini dapat berubah fungsi menjadi bahan konduksi karena adanya
karbon dari hasil degradasi kualitas isolasi. Jika partial disharge ini terjadi
secara terus menerus, maka tekanan listrik akan selalu terkonsentrasi pada
ujung rambatan pohon sehingga panjang rambatannya akan semakin
memanjang. Partial discharge terjadi pada bahan isolasi yang waktu
pemakaiannya sudah lama, isolasi yang cacat atau kualitas yang buruk dari
isolasi dan kegagalan isolasi ini akan terus merambat dan berkembang hingga
isolasi tidak mampu lagi menahan tegangan listrik sehingga berakibat
terjadinya flasover dan kegagalan isolasi total.

Ketika partial discharge terjadi, akan menghasilkan beberapa gejala


timbulnya energi yang dilepaskan, beberapa bentuk dari energi tersebut antara
lain :
a. Elektromagnet : radio, cahaya dan panas
b. Akustik : audio dan ultrasonik
c. Gas : ozon dan oksida nitrat

Pengukuran partial discharge pada peralatan tegangan tinggi


merupakan hal yang penting karena dari pengukuran akan didapatkan data
yang dapat menginterpretasikan dan menentukan reability (kehandalan) suatu
peralatan yang disebabkan oleh ageing (penuaan) dan resiko kegagalan yang
selanjutnya dapat dianalisa.

Partial discharge dapat dijadikan indikator awal terjadinya kegagalan


isolasi. Cacat ini kemudian terus berkembang sehingga dapat mengakibatkan
kegagalan isolasi secara keseluruhan. Semakin tinggi tegangan yang
diterapkan akan semakin tinggi pula resiko kegagalan yang akan didapat.
Fenomena partial discharge hanya terjadi pada tegangan bolak-balik
(alternating current) dengan tegangan diatas 2000 V atau lebih.

Kuantitas dari partial discharge menunjukkan seberapa besar kegagalan


tersebut terjadi. Ada beberapa parameter kuantitas partial discharge yang
dapat dilihat dari sebuah pendeteksian :

a. Magnitudepartial disharge, dengan satuan milivolt (mV) atau


picocoulumb (pC) yaitu ukuran atau volume kegagalan
b. Pulse count, dengan satuan pulse per second (pps) menunjukkan jumlah
atau pertumbuhan kegagalan
c. Intensitas atau daya partial discharge, dengan satuan miliwatt (mW)
yaitu sejumlah daya perusak yang dihasilkan oleh kegiatan partial
discharge
d. Partial discharge signature, yaitu menunjukkan fasa dan tipe dari
kegagalan.
Berdasarkan magnitude partial discharge, ada beberapa bentuk kegagalan yang
dapat terjadi, yaitu :

a. 10 – 50 pC belum terjadi kegagalan isolasi,


b. <300 – 500 pC awal terjadinya penurunan kualitas isolasi
c. 1000 – 3000 pC perkembangan kegagalan, pada isolasi kertas sudah
terjadi kegagalan sempurna
d. 10.000 – 100.000 pC terjadinya kerusakan tahanan isolasi minyak.
II.6 Metode Pengujian DGA (Dissolved Gas Analysis)
II.6.1 Definisi DGA
Kegagalan isolasi berupa partial discharge umumnya pada isolasi cair
menghasilkan gas-gas berbahaya yang biasa dikenal dengan fault gas.
Kebanyakan bushing menggunakan minyak isolasi yang fungsinya sebagai
pendingin juga sebagai pelarut gas-gas berbahaya agar tidak beredar bebas.
Identifikasi jenis dan jumlah konsentrasi gas yang terlarut pada minyak dapat
memberikan informasi akan adanya indikasi kegagalan seperti partial
discharge. Metode untuk mengidentifikasi dan menganalisis gas-gas terlarut
ini dikenal dengan DGA (Dissolved Gas Analysis).

Sejumlah sampel minyak diambil dari peralatan tenaga listrik seperti


bushing dan kemudian dimasukkan ke dalam peralatan uji DGA. Hasilnya
adalah sejumlah data yang menunjukkan tingkat konsentrasi fault gas. Setelah
diperoleh sejumlah data, dilakukan berbagai metode analisis untuk mengetahui
indikasi kegagalan yang ada pada bushing yang diujikan.

Metode ini banyak digunakan pada pengujian partial discharge di


transformator, tapi mengingat bushing juga memiliki isolasi cair yang
memungkinkan gas hasil reaksi kimia partial discharge terlarut dalam isolasi
bushing dapat dianalisis dengan metode ini. Hambatan yang dihadapi dengan
metode ini adalah hasil yang didapatkan merupakan hasil yang bersifat
kumulatif yang artinya hasil yang didapatkan bukan kondisi real time saat
dilakukan pendeteksian tetapi merupakan hasil akumulasi terjadinya kegagalan
berupa partial dischage selama bushing dioperasikan.
II.6.2 Metode Ekstrasi Gas
1) Gas Chromotograph
Adalah sebuah teknik untuk memisahkan zatzat tertentu dari sebuah
senyawa gabungan, biasanya zat-zat tersebut dipisahkan berdasarkan
tingkat penguapannya.
2) Photo-Acoustic Spectroscopy
Proses pengukuran dengan metode PAS dimulai dengan sumber radiasi
yang menciptakan radiasi gelombang elektromagnetik sinar infra merah.
Radiasi tersebut dipantulkan pada cermin parabolic lalu menuju piringan
pemotong yang berputar dengan kecepatan konstan dan menghasilkan efek
stoboskopik terhadap sumber cahaya. Radiasi ini diteruskan melalui filter
optic, yaitu filter yang secara selektif dapat meneruskan sinar dengan
karakteristik tertentu (biasanya oanjang gelombang tertentu) dan
memblokir sinar lain yang karakteristiknya tidak diinginkan.

II.6.3 Metode Interprestasi Data Uji DGA


1. Standar IEEE
IEEE menetapkan standarisasi untuk melakukan analisis
berdasarkan jumlah gas terlarut pada sampel minyak

Tabel 2.1. Batas konsentrasi gas terlarut dalam satuan ppm


(part per million)

a. Pada kondisi 1, transformator beroperasi normal. Namun, tetap perlu


dilakukan pemantauan kondisi gas-gas tersebut.
b. Pada konsdisi 2, tingkat TDCG mulai tinggi. Ada kemungkinan timbul
gejala gejala kegagalan yang harus mulai diwaspadai, perlu dilakukan
pengambilan sampel minyak yang lebih rutin dan sering.
c. Pada kondisi 3, TDCG menunjukkan adanya dekomposisi dari isolasi
kertas minyak transformator. Berbagai kegagalan pada kondisi ini
mungkin sudah terjadi dan trasnformator harus sudah diwaspadai dan
diperlukan perawatan yang lebih lanjut.
d. Pada kondisi 4, TDCG pada tingkat ini menunjukkan adanya kerusakan
pada isolator kertas dan kerusakan minyak trafo pada kondisi ini sudah
meluas.
2. Roger’s Ratio
Magnitude ratio empat jenis fault gas digunakan untuk menciptakan
empat digit kode. Kode-kode tersebut akan menunjukkan indikasi dari
penyebab munculnya fault gas.

Kode Ratio Gas


CH4 : H2 C2H6 : CH4 C2H4 : C2H6 C2H2 : C2H4 Diagnosis
0 0 0 0 Normal
5 0 0 0 Partial Discharge
Over Heating
1-2 0 0 0 (>150℃)
Over Heating (150℃
1-2 1 0 0 - 200℃)
Over Heating
0 1 0 0 (2000℃ - 300℃)
Arus Pusar Pada
1 0 0 0 Belitan
Arus pusar pada
tangka dan inti, over
heating pada
1 0 2 0 sambungan
Flash over tanpa
0 0 0 0 diikuti daya
Arching dengan
0 0 1-2 1-2 diikuti daya
Adanya sparking
0 0 2 2 yang kontinu
Partial Discharge
berkaitan dengan gas
5 0 0 1-2 CO
Tabel 2.2 Analisis Dengan Menggunakan Metode Roger’s Ratio
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

III.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian ini menggunakan metode Roger’s Ratio yang dimana guna
untuk menganalisa adanya gangguan Partial Discharge pada sebuah
transformator yang dapat menyebabkan kerusakan pada transformator tersebut
bila minyak transformator semakin memburuk efesiensinya.
III.2 Diagram Alur Penelitian
Sebelum melakukan penelitian, maka tahapan-tahapan penelitian harus
ditentukan terlebih dahulu sehingga penelitian yang dilakukan akan lebih jelas
dan juga memudahkan dalam menganalisa permasalahan yang ada. Tahap
dalam analisa dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.1 berikut:

Start

Pengambilan
sample minyak

Ekstrasi gas
Interpretasi data TDCG mengacu
pada standar IEEE Std. C57.105-
1991

Uji DGA dengan


TDCG <700 ppm methode Roger’s
Ratio

A B

A B

Memantau trafo
secara periodik

Perhitungan dan analisis


minyak transformator

Pengambilan kesimpulan
dan saran

Selesai

Gambar 3.1 Diagram Alur Penelitian

III.3 Tahapan Penelitian


Adapun tahapan-tahapan penelitian yang akan dilakukan dapat dilihat sebagai
berikut.
III.3.1 Studi Literatur
Mempelajari teori-teori terkait dengan penelitian yang akan dilakukan dari
berbagai sumber. Adapun studi literatur yang dilakukan adalah mempelajari
tentang sistem jaringan distribusi dan keandalan sistem distribusi dari jurnal yang
terkait.
A. Spesifikasi transformator
B. Jenis gas yang terlarut
III.3.2 Analisa dan Pembahasan
Analisa dan pembahasan ini bertujuan untuk memperjelas hasil dari
pengolahan data. Dan hasil dari analisis ini akan digunakan untuk mengetahui
jenis gas yang terlarut dalam minyak transformator, temperatur yang dihasilkan
dari jenis dan kualitas minyak pada transformator.
1. Pengambilan Sample Minyak
Pengujian dilakukan dengan cara pengambilan sampel minyak
dengan cepat dan kemudian diujikan pada laboraotium untuk mengetahui
kandungan gas yang terdapat pada minyal yang diujikan.

Tabel 3.1 Contoh data pengambilan minyak


Keterangan :
1a : pengujian 1 minyak trafo yang masih baru
1b : pengujian 2 minyak trafo yang masih baru
2a : pengujian 1 minyak trafo yang masih aktif
2b : pengujian 2 minyak trafo yang masih aktif
3a : pengujian 1 minyak trafo yang sudah rusak
3b : pengujian 2 minyak trafo yang sudah rusak
2. Pengujian Arus Yang Mengalir
Pengujian dilakukan dengan cara mengumpulkan data beban pada
PT.Asahimas Chemical, kemudian dilakukan perhitungan arus agar dapat
diketahui apakah terjadi overload arus atau tidak. Perhitungan dilakukan
dengan menggunakan rumus :
Pout trafo
I Ls=
√3 . VL s . COSφ
Dengan : ILs : Arus line sekunder (A)
Pout : Daya keluaran transformator (W)
VLs : Tegangan sekunder (V)
Cos φ : Faktor daya
Pin = Pout + Rugi-rugi
Dengan : Pin : Daya masuk (W)
Pout : Daya keluar (W)

3. Pengujian Kenaikan Temperatur


Besar luas penampang yang terdapat pada sisi sekunder dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut
I
s
A
Dengan menggunakan rumus berikut dapat dibuktikan bahwa dengan
meningkatnya nilai arus yang ada pada transformator, maka akan mempengaruhi
nilai dari temperatur
2
Is . ρ .t
θ= 2
αs . g .h
Dengan: θ : kenaikan temperatur (°C)
Is : arus yang mengalir (A)
ρ : resistivitas (Ωm)
αs : luas penampang konduktor (mm2 )
t : waktu (s)
g : rapat material konduktor (kg/m3 )
h : panas material konduktor (J/kg°C)
Minggu ke--
No Jenis kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Study pustaka
2 Persiapan
Pelaksanaan penelitian
3 dan pengumpulan data
terkait penelitian
4 Penganalisa data
Penyusunan laporan
5 penelitian dan Seminar
hasil penelitian
Tabel 3.2 Jadwal Penelitian
SISTEM TENAGA
PROPOSAL SKRIPSI
ANALISA PARTIAL DISCHARGE PADA TRANSFORMATOR
DENGAN UJI DISSOLVED GAS ANALYSIS
MENGGUNAKAN METODE ROGER’S RATIO PADA PLTU
UBJOM REMBANG

Disusun Oleh:
Dany Aryanto
NPM: 03.2015.1.07184
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
FALKUTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI ADHI TAMA SURABAYA
2019

Anda mungkin juga menyukai