PENDAHULUAN
Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) adalah sumber energi
terbarukan yang bersifat ramah lingkungan dan berkelanjutan. Menurut Puji
Suharmanto dkk. (2015), secara lokasi geologis Indonesia berada pada pertemuan
antara tiga patahan tektonik terbesar yaitu patahan Eurasia, Indo-Australia dan
Pasifik. Kondisi secara geologis ini memberikan kontribusi nyata pada
ketersediaan dari energi panas bumi di Indonesia. Di mana Indonesia memiliki
potensi geothermal terbesar di dunia yang tersimpan sebesar 40% dari sumber
geothermal di seluruh dunia. PLTP Gunung Salak merupakan salah satu
pembangkit listrik di Indonesia yang memanfaatkan energi panas bumi, sehingga
memiliki peranan yang strategis dalam penyediaan energi listrik bagi
keberlangsungan dan peningkatan roda pembangunan yang semakin hari semakin
menuntut peningkatan kapasitas pasokan energi listrik. PT. Indonesia Power adalah
salah satu perusahaan yang mengelola PLTP Gunung Salak dengan kapasitas 3x60
MW.
Sumber uap panas bumi dari PLTP Gunung Salak memiliki kualitas uap (x)
±20% uap dan ±80% air. Menurut Yildrim dan Gokcen (2015), pada seluruh siklus
PLTP konvensional (dry dan flashed-steam) mengandung Non-Condensable Gas
(NCG) dengan konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan pembangkit
listrik bahan bakar fosil. Jumlah NCG yang terkandung pada uap panas bumi
memiliki dampak yang signifikan terhadap kinerja produksi daya pada PLTP.
Kandungan NCG pada uap panas bumi dapat mengganggu proses perpindahan
panas di dalam condenser dengan membentuk efek ‘gas-blanketing’, dengan
meningkatnya temperatur condenser dan tekanan balik pada turbin sehingga
menurunkan daya keluaran turbin. Menurut Vorum dan Fritzler (2000) dalam jurnal
Yildirim dan Gocken (2015), Pada praktiknya, untuk mengatasi efek NCG hanya
dapat dilakukan dengan mengeluarkan NCG bersama dengan sebagian uap. Di
samping itu, menurut Montero (1990) dalam jurnal Yildirim dan Gocken (2015),
NCG adalah faktor yang dapat mengganggu kinerja dari sistem PLTP,
sehingga kinerja peralatan GRS perlu dijaga. Untuk menjaga kinerja tersebut perlu
diketahui kinerja per peralatan. Salah satu peralatan yang penting adalah ejector
tingkat 1. Oleh karena itu, pada rumusan masalah tugas akhir ini adalah bagaimana
kinerja ejector tingkat 1 no. B GRS unit 1 PLTP Gunung Salak PT. Indonesia
Power. Dengan mengetahui kinerja ejector, dapat diketahui kondisi kerja operasi
ejector dan bagaimana mengoptimalkan kerja operasi ejector tingkat 1 no. B
dengan dimensi yang sudah ada yang dapat dilakukan dengan pengaturan aliran
motive steam.
Salah satu indikasi kinerja Unit 1 PLTP Gunung Salak PT. Indonesia Power
adalah dipengaruhi oleh GRS, sehingga perlu diketahui kinerja ejector sebagai
bagian dari peralatan GRS. Tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah analisis
kinerja ejector tingkat 1 no. B dapat digunakan sebagai dasar kebijakan untuk
optimalisasi kerja operasi ejector tingkat 1 no. B GRS unit 1 PLTP Gunung Salak
PT. Indonesia Power yang sudah ada.
Batasan masalah tugas akhir ini adalah pada data fluida motive steam dan
NCG sebagai data input serta output ejector tingkat 1 no. B GRS Unit 1 PLTP
Gunung Salak. Dapat dilihat data desain fluida ejector tingkat 1 sebagai berikut
sebagai berikut:
Motive
No. Parameter Simbol Satuan NCG
Steam
1 Laju Aliran kg/s 3,79 2,25
o
2 Temperatur Masuk Tin C 161 28
o
3 Temperatur Keluar Tout C 108 108
4 Tekanan Masuk Pin bar 6,3 0,085
5 Tekanan Keluar Pout bar 0,31 0,31
Penulisan tugas akhir ini disajikan menjadi beberapa bab dan sub bab yang
tujuannya untuk mempermudah penuangan ide dan proses pemeriksaan, secara
umum sistematika penulisannya adalah sebagai berikut:
BAB 1. PENDAHULUAN
Pada bab pendahuluan dibahas tentang latar belakang penelitian pada kinerja
ejector sebagai peralatan GRS yang mempengaruhi kinerja PLTP.
Penelitian kinerja ejector tingkat 1 no. B GRS unit 1 PLTP Gunung Salak
dilaksanakan pada.
Waktu : Bulan Januari - Juni 2018
Tempat : Unit 1 PLTP Gunung Salak UPJP. Kamojang
PT. Indonesia Power