Anda di halaman 1dari 11

ANALISIS HUKUM EKONOMI SYARIAH TERHADAP PENGGUNAAN

HEDGING

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis mendalam terhadap
penggunaan hedging dalam konteks Hukum Ekonomi Syariah. Hedging, sebagai
strategi manajemen risiko yang lazim dalam lingkungan bisnis, menuntut
pemahaman dan implementasi prinsip-prinsip ekonomi syariah untuk
memastikan kesesuaian dengan nilai-nilai Islam. Dalam menghadapi
kompleksitas risiko, terutama fluktuasi harga dan nilai tukar, penting untuk
memahami sejauh mana praktik hedging dapat diterapkan tanpa melanggar
prinsip-prinsip ekonomi syariah. Penelitian ini menganalisis konsep-konsep
utama dalam Hukum Ekonomi Syariah yang relevan dengan penggunaan hedging,
termasuk larangan riba, ketidakpastian berlebihan (gharar), dan prinsip keadilan
dalam transaksi ekonomi. Hasil analisis menunjukkan bahwa ada alternatif-
alternatif syariah, seperti takaful dan kontrak salam, yang dapat digunakan sebagai
instrumen hedging yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Dengan demikian,
penelitian ini memberikan wawasan penting bagi praktisi, akademisi, dan
regulator dalam merancang kebijakan yang mendukung praktik hedging yang
sesuai dengan hukum dan etika Islam. Kontribusi penelitian ini terletak pada
pembukaan jalan untuk pengembangan praktik-praktik hedging syariah yang
memperkuat pondasi ekonomi syariah dan memberikan solusi yang sesuai dengan
nilai-nilai Islam dalam manajemen risiko perusahaan.
Kata Kunci: Hedging, Ekonomi Syariah, Prinsip Islam

PENDAHULUAN
Pengelolaan risiko merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam
manajemen perusahaan. Risiko-risiko yang muncul dalam berbagai aspek bisnis,
seperti fluktuasi harga komoditas, perubahan suku bunga, dan perubahan nilai tukar
mata uang, dapat memiliki dampak signifikan pada kinerja keuangan suatu
perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan sering menggunakan alat-alat
manajemen risiko, seperti hedging, untuk melindungi diri dari dampak negatif risiko-
risiko ini.(Muftiasa dkk., 2023)
Di dunia keuangan, terdapat dua pendekatan utama dalam penggunaan
hedging, yaitu Hukum Ekonomi Syariah dan Hukum Ekonomi Konvensional.
Hukum Ekonomi Syariah didasarkan pada prinsip-prinsip Islam dan mengikuti
pedoman yang diatur dalam Al-Qur'an dan Hadis. Di sisi lain, Hukum Ekonomi
Konvensional mengikuti prinsip-prinsip hukum sekuler dan praktik-praktik
keuangan yang umum digunakan di seluruh dunia.(Gayo & Taufik, 2012) Penting
untuk memahami bahwa penggunaan hedging dalam konteks Hukum Ekonomi
Syariah dan Konvensional dapat berbeda secara signifikan. Perbedaan-perbedaan ini
bisa mencakup aspek-aspek seperti jenis instrumen hedging yang diperbolehkan,
batasan-batasan dalam pelaksanaan hedging, dan tujuan akhir dari penggunaan
hedging. Oleh karena itu, analisis perbandingan antara kedua pendekatan ini menjadi
sangat relevan dalam konteks manajemen risiko perusahaan.
Pentingnya analisis perbandingan ini tidak hanya berkaitan dengan
memahami perbedaan dalam pelaksanaan hedging, tetapi juga dampak-dampaknya
terhadap perusahaan, termasuk implikasi etis dan keuangan. Penelitian ini bertujuan
untuk menyelidiki dan memahami bagaimana Hukum Ekonomi Syariah dan Hukum
Ekonomi Konvensional mempengaruhi penggunaan hedging dalam manajemen
risiko perusahaan, serta bagaimana perbandingan ini dapat memberikan wawasan
yang berharga kepada perusahaan-perusahaan yang beroperasi dalam lingkungan
ekonomi yang beragam. Melalui analisis perbandingan ini, diharapkan dapat
ditemukan kesamaan dan perbedaan dalam penggunaan hedging antara kedua
pendekatan, serta implikasinya terhadap keputusan bisnis dan kinerja perusahaan.
Penelitian ini juga akan membahas isu-isu etis yang mungkin muncul dalam konteks
penggunaan hedging dalam Hukum Ekonomi Syariah dan Konvensional. Dengan
demikian, penelitian ini akan memberikan kontribusi penting dalam pemahaman dan
pengembangan praktik-praktik manajemen risiko yang sesuai dengan nilai-nilai dan
aturan hukum yang berlaku dalam suatu entitas perusahaan.

PEMBAHASAN
A. Hedging (Lindung Nilai)
Hedging adalah suatu strategi atau tindakan yang dilakukan oleh individu
atau perusahaan untuk melindungi diri dari risiko yang mungkin timbul dari
fluktuasi harga atau nilai aset, komoditas, mata uang, suku bunga, atau instrumen
keuangan lainnya.(Anita Sri, 2022) Tujuan utama dari hedging adalah mengurangi
atau menghilangkan eksposur terhadap risiko, sehingga jika nilai aset atau instrumen
tertentu berfluktuasi, dampak negatifnya dapat diimbangi atau diredam oleh
tindakan lain.(Putro & Chabachib, 2012)
Hedging dapat dilakukan dengan berbagai cara, tergantung pada jenis risiko
yang ingin dihindari. Contoh-contoh strategi hedging termasuk penggunaan kontrak
berjangka (futures contracts), opsi (options), derivatif, kontrak swap (swap contracts),
dan instrumen keuangan lainnya.(Tjahjarijadi, 2013) Hedging dapat digunakan
dalam berbagai konteks, termasuk manajemen risiko perusahaan, perdagangan
internasional, investasi, dan manajemen portofolio keuangan. Penting untuk diingat
bahwa hedging bukanlah suatu tindakan spekulatif yang dimaksudkan untuk
menghasilkan keuntungan besar, tetapi lebih sebagai upaya untuk menjaga stabilitas
atau melindungi nilai aset atau posisi dalam menghadapi perubahan yang tidak
diinginkan. Hedging dapat memberikan perlindungan dan stabilitas finansial,
terutama dalam situasi-situasi di mana ketidakpastian pasar adalah faktor yang
signifikan.
Hedging dalam konteks Hukum Ekonomi Syariah adalah strategi manajemen
risiko yang mematuhi prinsip-prinsip dan nilai-nilai Islam. Dalam Hukum Ekonomi
Syariah, hedging juga dapat dikenal sebagai "hedging syariah" atau "hedging
Islam."(Wartoyo, 2021) Beberapa aspek kunci dari hedging syariah meliputi:
1. Penghindaran Riba: Hukum Ekonomi Syariah melarang riba atau bunga. Oleh
karena itu, dalam hedging syariah, instrumen keuangan atau kontrak yang
mengandung unsur riba tidak diperbolehkan. Hal ini membatasi penggunaan
beberapa instrumen derivatif konvensional, seperti swap suku bunga
konvensional, yang mengandung unsur bunga.(Gunarsa, 2019)
2. Gharar (Ketidakpastian): Hedging syariah menghindari instrumen yang
memiliki tingkat ketidakpastian yang berlebihan (gharar). Dalam konteks ini,
alat hedging yang terlalu spekulatif atau tidak jelas dalam aspek
ketidakpastian tidak sesuai dengan prinsip-prinsip Hukum Ekonomi
Syariah.(Kornitasari dkk., 2023)
3. Pematuhan Prinsip Salam (Kontrak Syariah): Hedging syariah harus mematuhi
prinsip-prinsip kontrak yang sah dalam Islam, seperti prinsip salam (kontrak
jual beli yang disepakati di awal tanpa penundaan). Ini berarti bahwa kontrak
hedging harus transparan dan tidak boleh melibatkan unsur perjudian atau
penundaan dalam pembayaran.
4. Penggunaan Alternatif Syariah: Dalam hedging syariah, alternatif-alternatif
syariah dapat digunakan untuk mengelola risiko, seperti takaful (asuransi
syariah), wakalah (agen atau kuasa), dan mudarabah (kerjasama usaha
berbasis bagi hasil).
5. Pertimbangan Etis: Hedging syariah juga harus mempertimbangkan aspek-etis
dalam pengambilan keputusan. Prinsip-prinsip etika dalam Islam seperti
keadilan, kejujuran, dan tanggung jawab sosial harus dipertimbangkan dalam
penggunaan strategi hedging.
Hedging syariah bertujuan untuk melindungi perusahaan dari fluktuasi nilai
aset atau risiko bisnis tanpa melanggar prinsip-prinsip dan hukum Islam. Ini
melibatkan pemahaman yang mendalam tentang prinsip-prinsip ekonomi Islam, dan
perusahaan atau individu yang beroperasi dalam lingkungan ekonomi yang
mematuhi Hukum Ekonomi Syariah harus memastikan bahwa seluruh praktik
hedging mereka mematuhi prinsip-prinsip ini. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi
syariah, semakin banyak instrumen dan strategi hedging syariah yang berkembang
untuk memenuhi kebutuhan perusahaan dan individu yang ingin mempraktikkan
manajemen risiko sesuai dengan ajaran Islam.
B. Praktik Hedging Di Indonesia
Praktik hedging di perbankan syariah Indonesia mengacu pada ketentuan dari
Fatwa DSN-MUI, PBI, dan DPS. Praktik hedging ini dilakukan dengan melakukan
akad jual-beli mata uang secara spot di masa yang akan datang, dengan
menggunakan instrumen hedging syariah yang telah disyariatkan dari produk
perbankan konvensional. Dalam praktik hedging, terdapat dua mekanisme yang
digunakan, yaitu at-Tahawwut al Basith (sederhana) dan at-Tawahwut al-Murakkab
(kompleks). Namun, meskipun praktik hedging telah diterapkan, terdapat beberapa
tantangan yang terkait dengan implementasi instrumen hedging syariah. Salah satu
tantangan ini adalah risiko gharar atau ketidakpastian yang tidak dapat dihindarkan
dalam akad jual-beli.(Sholichah, 2020)
Praktik hedging yang dimaksud yaitu, praktik yang dilakukan oleh perbankan
syariah dengan pemohon fasilitas hedging (nasabah), untuk kebutuhan yang sifatnya
mendesak (lil-hajjah) dalam mekanisme forward agreement yaitu saling berkomitmen
(muwa’adah) untuk melakukan akad jual-beli mata uang secara spot di masa yang
akan datang (sesuai kesepakatan), dengan rangkaian at-tahawwuth al-basith
dan/atau at-tahawwut murakkab yaitu lindung nilai syariah (LNS) secara komplek
dan/atau sederhana.(Samsudin dkk., 2023)
Dalam praktik hedging, perbankan syariah dan nasabah (pemohon fasilitas
hedging) saling berkomitmen untuk melakukan akad jual-beli mata uang secara spot
di masa yang akan datang sesuai kesepakatan. Mekanisme transaksinya dapat dilihat
pada ilustrasi berikut:(Chusmita & Thantawi, 2016)
1. Nasabah memohon fasilitas hedging kepada perbankan syariah, dengan
mengindikasikan kebutuhan mendesak dan mencantumkan jumlah mata uang
yang ingin dilindungi nilainya.
2. Perbankan syariah melakukan penilaian terhadap permohonan dari nasabah,
dengan mempertimbangkan aspek kehalalan dan kebutuhan mendesak dari
nasabah.
3. Jika permohonan disetujui, perbankan syariah dan nasabah melakukan
kesepakatan terkait harga (rate) dan waktu pelaksanaan transaksi forward
agreement.
4. Nasabah harus memberikan jaminan kepada perbankan syariah sebagai
bentuk kepercayaan atas fasilitas hedging yang diberikan, misalnya dengan
memberikan jaminan berupa uang muka atau objek yang memiliki nilai uang.
5. Pada waktu yang telah disepakati, perbankan syariah dan nasabah melakukan
akad jual-beli mata uang secara spot. Jumlah mata uang yang dibeli atau dijual
dihitung berdasarkan nilai kontrak yang telah disepakati sebelumnya.
6. Setelah dilakukannya transaksi spot, perbankan syariah akan melakukan
penyelesaian transaksi berdasarkan prinsip amanah, yaitu dengan segera
membayarkan mata uang yang dibeli kepada nasabah atau menerima mata
uang yang dijual dari nasabah.
Dengan adanya mekanisme ini, nasabah dapat melindungi nilai mata uangnya dari
fluktuasi harga yang merugikan dalam jangka waktu tertentu. Praktik hedging ini
dilakukan secara syariah dengan mematuhi prinsip-prinsip yang telah ditetapkan
dalam keuangan syariah.
Majelis Ulama Indonesia, MUI, telah mengeluarkan ketentuan-ketentuan
umum terkait transaksi hedging yang harus dipatuhi dalam konteks syariah di
Indonesia. Beberapa ketentuan tersebut antara lain:(Fauzi & Fahreza, 2018)
1. Lindung Nilai bertujuan untuk melindungi nilai atau mengurangi risiko
fluktuasi harga pasar. Transaksi ini digunakan untuk mengantisipasi
perubahan harga aset atau mata uang.
2. Forward Agreement adalah perjanjian antara dua pihak untuk
melakukan transaksi mata uang asing pada masa yang akan datang
dengan nilai kurs yang sudah disepakati saat perjanjian tersebut dibuat.
3. Transaksi Mata Uang Asing dilakukan secara spot, yang berarti
penyerahan barang atau pembayaran dilakukan pada saat itu juga atau
paling lambat dua hari setelah transaksi dilakukan.
4. Transaksi Lindung Nilai Sederhana mengacu pada transaksi lindung
nilai yang menggunakan skema kontrak Forward Agreement, diikuti
oleh transaksi spot pada saat jatuh tempo dengan penyelesaian dalam
bentuk serah terima mata uang.
5. Transaksi Lindung Nilai Kompleks melibatkan rangkaian transaksi spot
dan Forward Agreement dalam perjanjian lindung nilai. Transaksi spot
dilakukan setelah kontrak Forward Agreement selesai.
6. Transaksi Lindung Nilai melalui Bursa Komoditi Syariah menggunakan
skema kontrak yang melibatkan jual beli komoditi (sil'ah) dalam mata
uang rupiah, diikuti dengan jual beli komoditi (sil'ah) dalam mata uang
asing, dengan penyelesaian transaksi serah terima mata uang pada saat
jatuh tempo.
Dengan adanya ketentuan-ketentuan ini, MUI berusaha memastikan bahwa transaksi
hedging dilakukan sesuai dengan prinsip syariah dan mengikuti peraturan yang
berlaku di Indonesia.
Majlis Ulama Indonesia juga menjelaskan ketentuan dalam Mekanisme
Transaksi lindung nilai secara syariah atas Nilai Tukar, diantaranya:(Suherman, 2022)
1. Mekanisme Transaksi Lindung Nilai Sederhana adalah mekanisme di mana
pihak pembeli dan penjual sepakat untuk melakukan transaksi spot di masa
yang akan datang. Mereka melakukan kesepakatan mengenai mata uang
yang diperjualbelikan, jumlah nominal, kurs atau perhitungan kurs, dan
waktu pelaksanaan. Pada saat waktu yang disepakati, mereka melakukan
transaksi spot dengan harga yang telah disepakati dan melakukan serah
terima mata uang yang dipertukarkan.
2. Mekanisme Transaksi Lindung Nilai Kompleks adalah mekanisme di mana
kedua belah pihak juga melakukan transaksi spot terlebih dahulu. Setelah
itu, mereka saling berjanji untuk melakukan transaksi spot kembali di masa
yang akan datang. Mereka sepakat mengenai mata uang yang
diperjualbelikan, jumlah nominal, kurs atau perhitungan kurs, dan waktu
pelaksanaan. Pada saat waktu pelaksanaan tiba, mereka melakukan
transaksi spot dengan harga dan ketentuan yang telah disepakati.
3. Mekanisme Transaksi Lindung Nilai melalui Bursa Komoditi Syariah
adalah mekanisme di mana bursa komoditi syariah memfasilitasi pelaku
transaksi lindung nilai syariah atas nilai tukar untuk melakukan transaksi
atas komoditi di Bursa Komoditi Syariah. Terdapat dua jenis transaksi,
yaitu:
a. Transaksi pertama terjadi ketika konsumen komoditi memesan (salam)
dan berjanji untuk membeli sil'ah kepada peserta komersial. Kemudian,
peserta komersial melakukan pembelian tunai atas pesanan tersebut ke
pedagang komoditi dan menerima dokumen kepemilikan Surat
Penguasaan Atas Komoditi Tersetujui (SPAKT) dari bursa melalui
sistem. Setelah itu, konsumen komoditi membeli sil'ah dari peserta
komersial dengan akad murabahah dan menyertakan dokumen yang
diatur dalam akad tersebut. Terakhir, konsumen komoditi menjual
sil'ah secara tunai kepada pedagang komoditi.
b. Pada transaksi kedua, konsumen komoditi memberikan kuasa (akad
wakalah) kepada peserta komersial. Selanjutnya, peserta komersial
menggunakan kuasa tersebut untuk membeli sil'ah secara tunai dari
pedagang komoditi, mewakili konsumen. Setelah pembelian dilakukan,
konsumen komoditi menerima dokumen SPAKT (Sertifikat Pembelian
dan Penjualan Komoditi) dari bursa melalui sistem yang digunakan.
Dokumen ini merupakan bukti bahwa konsumen telah melakukan
pembelian komoditi melalui peserta komersial. Selanjutnya, peserta
komersial menjual kembali sil'ah yang dibelinya kepada pedagang
komoditi secara tunai. Transaksi ini dilakukan dengan akad murabahah,
yaitu peserta komersial membayar harga yang telah disepakati
sebelumnya dengan konsumen komoditi. Sebagai hasil dari penjualan,
konsumen komoditi menerima mata uang dari peserta komersial
sebagai bentuk pembayaran atas komoditi yang telah dijual oleh
konsumen.
C. Objek Fatwa dalam Transaksi untuk Hedging
Transaksi keuangan dengan tujuan hedging dalam perbankan syariah dapat
melibatkan beberapa jenis dan variasi. (Suherman, 2022)
1. Transaksi pendapatan. Dalam perbankan konvensional, transaksi ini dikenal
sebagai swap suku bunga atau Interest Rate Swap.
a. Transaksi pendapatan pertama adalah dengan menukar pendapatan
mengambang (floating) dengan pendapatan tetap (fixed). Dalam
perbankan konvensional, hal ini dilakukan dengan menukar suku bunga
mengambang dengan suku bunga tetap. Dengan demikian, bank akan
mendapatkan pendapatan yang tetap setiap bulannya sebagai pengganti
pendapatan yang fluktuatif. Agar bisa mendapatkan pendapatan tetap ini,
bank harus membayar sejumlah fee atau premi yang telah disepakati.
Dalam perbankan syariah, hal ini mungkin dapat dilakukan dengan
menukar jenis pembiayaan, seperti Mudharabah atau Musyarakah, dengan
pembiayaan Murabahah atau Ijarah. Hal ini karena akad Ijarah
memberikan pendapatan tetap sedangkan Mudharabah memiliki potensi
pendapatan yang fluktuatif tergantung pada tingkat pendapatan yang akan
diperoleh.
b. Transaksi pendapatan kedua adalah dengan menukar pendapatan tetap
dengan pendapatan mengambang. Dalam perbankan konvensional, hal ini
dilakukan dengan melakukan swap suku bunga tetap dengan suku bunga
mengambang. Dalam perbankan syariah, hal ini dapat dilakukan dengan
menukar jenis pembiayaan Murabahah atau Ijarah dengan pembiayaan
Mudharabah atau Ijarah. Contohnya adalah dengan menukar akad
Murabahah yang sedang dilakukan antara nasabah dengan akad
Mudharabah. Hal ini dilakukan karena akad Mudharabah memiliki potensi
pendapatan yang lebih besar tetapi juga memiliki risiko yang lebih tinggi,
sedangkan akad Murabahah memberikan pendapatan yang tetap.
Dalam transaksi pendapatan di atas, prinsip hedging dalam perbankan syariah tetap
diikuti dengan menjaga keberlangsungan dan stabilitas pendapatan bank atau
nasabah.
2. Valuta asing (Valas). Dalam perbankan, hedging valuta asing antara lain untuk
tujuan:
a. Dalam menjaga nilai valuta asing semua dana pihak ketiga di sebuah bank,
dilakukan berbagai strategi untuk mempertahankan nilai valuta asing pada
nilai nominalnya saat dibutuhkan. Salah satu strategi yang digunakan
adalah melakukan kontrak penjualan pada saat ini (spot) dan pembelian
kembali dari pihak lain untuk pengiriman pada masa yang akan datang
(forward), atau sebaliknya, membeli pada saat ini dan menjual kepada
pihak lain untuk jangka waktu tertentu. Penjagaan nilai valuta asing ini
penting dilakukan dalam perbankan syariah karena di sisi penghimpunan
dana bank syariah juga membuka rekening giro (wadiah), tabungan
(Mudharabah) dan deposito (Mudharabah) dalam valuta asing. Selain itu,
penempatan antar bank dan pinjaman luar negeri juga dilakukan dengan
melibatkan valuta asing. Sebagai contoh, dalam transaksi giro valas
(dollar), saat nasabah menitipkan uang ke bank, harga dollar adalah 12.000.
Namun, ada potensi bahwa harga dollar akan naik menjadi 12.500. Oleh
karena itu, bank akan melakukan hedging terhadap giro tersebut dengan
menggunakan kurs 12.000, sehingga jika saat nasabah mengambil kembali
uangnya, jumlah dollar yang diterima tetap sesuai dengan kurs awal yaitu
12.000.
b. menjaga nilai mata uang asing untuk aset pembiayaan berarti bank atau
lembaga keuangan melakukan langkah-langkah hedging atau
perlindungan terhadap nilai tukar mata uang asing agar tetap sesuai
dengan yang diharapkan, baik itu dalam jumlah total pembiayaan maupun
cicilan pembayaran. Ini berlaku untuk transaksi pembiayaan seperti
murabahah, mudharabah, dan ijarah yang menggunakan mata uang dollar.
Sebagai contoh, misalkan Bank A memberikan pembiayaan murabahah
kepada nasabahnya untuk membeli traktor. Kemudian, Bank A membeli
traktor dari dealer dalam mata uang dollar. Jika bank ini khawatir bahwa
kurs dollar akan naik, maka bank akan melakukan transaksi hedging
dengan Bank B dengan menggunakan Letter of Credit (LC) sebagai aset
dasar (underlying asset) dan nasabah akan membayar premi. Dalam kedua
transaksi ini, swap yang dilakukan dapat dikembangkan dengan
menambahkan opsi, yaitu variasi syarat dalam transaksi
pembelian/penjualan. Contohnya, Bank A dapat memperoleh opsi untuk
membeli kembali mata uang asing yang telah dijual dengan harga yang
telah disepakati jika harganya lebih tinggi di pasar.

KESIMPULAN
Kesimpulannya, meskipun tantangan dan kompleksitas tetap ada, penggunaan
hedging dapat disesuaikan dengan prinsip-prinsip ekonomi syariah. Ini membuka
peluang bagi perusahaan untuk mengelola risiko mereka tanpa melanggar prinsip-
prinsip Islam. Sementara demikian, diperlukan pemahaman mendalam tentang
prinsip-prinsip ekonomi syariah, dan regulasi yang mendukung praktik hedging
syariah harus terus diperbarui dan dikembangkan.

DAFTAR PUSTAKA
Anita Sri, W. (2022). Analisis Manajemen Risiko Nilai Tukar Valuta Asing (Studi
Kasus Pada Pt. Indofood Sukses Makmur Berdasarkan Laporan Keuangan
Tahun 2019). Doctoral Dissertation, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia
Jakarta.
Chusmita, L. A., & Thantawi, T. R. (2016). Analisis Penerapan Hedging Di Perbankan
Syariah Indonesia. Nisbah: Jurnal Perbankan Syariah, 2(2), Article 2.
Https://Doi.Org/10.30997/Jn.V2i2.224
Fauzi, A., & Fahreza, R. A. (2018). Implementasi Fatwa Dsn-Mui N0.96/Iv/2015
Tentang Transaksi Lindung Nilai Pada Transaksi Forward Exchange Contract.
Jurnal Ekonomi Islam, 9(1).
Gayo, A. A., & Taufik, A. I. (2012). Kedudukan Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis
Ulama Indonesia Dalam Mendorong Perkembangan Bisnis Perbankan Syariah
(Perspektif Hukum Perbankan Syariah). Jurnal Rechts Vinding: Media
Pembinaan Hukum Nasional, 1(2), Article 2.
Https://Doi.Org/10.33331/Rechtsvinding.V1i2.100
Gunarsa, S. M. (2019). Kontrak Berjangka Komoditas Emas Sebagai Instrumen
Transaksi Derivatif Dalam Kajian Hukum Ekonomi Syariah. Undang: Jurnal
Hukum, 2(1), Article 1. Https://Doi.Org/10.22437/Ujh.2.1.95-117
Kornitasari, Y., Nabella, R. S., Ismail, M., & Manzilati, A. (2023). Pengantar Ekonomi
Moneter Islam. Universitas Brawijaya Press.
Muftiasa, A., Wibowo, L. A., Hurriyati, R., & Rahayu, A. (2023). Kebijakan Lindung
Nilai (Hedging) Pada Perusahaan Untuk Menjamin Kinerja Perusahaan.
Akuntansi : Jurnal Akuntansi Integratif, 9(1), 102–118.
Https://Doi.Org/10.29080/Jai.V9i1.1234
Putro, S. H., & Chabachib, M. (2012). Analisis Faktor Yang Mempengaruhi
Penggunaan Instrumen Derivatif Sebagai Pengambilan Keputusan Hedging
(Studi Kasus Pada Perusahaan Automotive And Allied Products Yang
Terdaftar Di Bei Periode 2006-2010). Doctoral Dissertation, Fakultas
Ekonomika Dan Bisnis.
Samsudin, A., N, R. H., Suci, D. W., Bastian, R., Ahmad, H., Firmansyah, B., &
Firmansyah, R. A. (2023). Penerapan Hedging Di Perbankan Syariah Sebagai
Mitigasi Risiko Pasar Akibat Fluktuasi Kurs | El-Mujtama: Jurnal Pengabdian
Masyarakat. El-Mujtama: Jurnal Pengabdian Masyarakat, 3(3).
Https://Journal.Laaroiba.Ac.Id/Index.Php/Elmujtama/Article/View/2996
Sholichah, I. U. (2020). At-Tahawwuth Al-Islami (Islamic Hedging) Perspektif Fatwa,
Regulasi Dan Praktik Dalam Perbankan Syariah. Madani Syari’ah, 3(3), Article
3. Https://Doi.Org/10.51476/Madanisyari'ah.V3i3.154
Suherman, U. (2022). Mekanisme Hedging Syariah Di Indonesia Dan Pandangan Para
Ulama Fiqih. Syntax Literate Jurnal Ilmiah Indonesia, 7(5).
Https://Doi.Org/10.36418/Syntax-Literate.V7i5.7084
Tjahjarijadi, H. (2013). Singkat Jelas Tentang Transaksi Luar Negeri. Elex Media
Komputindo.
Wartoyo, W. (2021). Akselerasi Petumbuhan Ekonomi Syariah Dalam Konteks Politik
Ekonomi Di Indonesia. Profit: Jurnal Kajian Ekonomi Dan Perbankan Syariah,
5(2), Article 2. Https://Doi.Org/10.33650/Profit.V5i2.3269

Anda mungkin juga menyukai