Anda di halaman 1dari 3

Mengenal tijari dalam persfektif hokum ekonomi syariah

"Tijari" adalah kata dalam bahasa Melayu yang berarti "perdagangan" atau "niaga". Istilah ini
umumnya digunakan untuk merujuk pada berbagai aktivitas komersial dan perdagangan, termasuk
jual beli barang dan jasa, investasi, distribusi, dan kegiatan ekonomi lainnya yang berhubungan
dengan bisnis dan perniagaan. Dalam konteks yang lebih luas, "tijari" mencakup segala hal yang
terkait dengan aktivitas ekonomi dan perdagangan.

Dalam perspektif syariah (hukum Islam), "tijari" atau perdagangan memiliki prinsip-prinsip khusus
yang harus dipatuhi agar sesuai dengan ajaran Islam. Prinsip-prinsip ini mengacu pada hukum-
hukum ekonomi Islam yang dikenal sebagai "muamalat". Berikut adalah beberapa prinsip penting
dalam tijari dari perspektif syariah:

1. Larangan Riba (Bunga): Riba adalah praktik mengambil atau memberikan tambahan dalam
transaksi pinjaman uang atau utang. Dalam perdagangan, ini berarti menghindari kontrak
atau transaksi yang menghasilkan keuntungan atau bunga tanpa pertukaran barang atau
jasa yang sesuai.

2. Larangan Gharar (Ketidakpastian yang Berlebihan): Gharar adalah ketidakpastian atau


ketidakjelasan yang berlebihan dalam suatu transaksi. Dalam konteks tijari, ini mencakup
transaksi yang tidak jelas, spekulatif, atau mempunyai risiko yang terlalu tinggi.

3. Larangan Maisir (Perjudian): Maisir adalah praktik perjudian atau taruhan yang dianggap
merugikan karena bergantung pada kebetulan dan spekulasi semata. Transaksi yang
dianggap sebagai perjudian tidak diperbolehkan dalam tijari syariah.

4. Prinsip Keadilan dan Keterbukaan: Transparansi dan keadilan dalam transaksi perdagangan
sangat diutamakan dalam syariah. Semua pihak yang terlibat dalam transaksi harus
mendapatkan informasi yang akurat dan jujur tentang barang atau jasa yang
diperdagangkan.

5. Larangan Memanipulasi Harga: Praktik memanipulasi harga untuk mendapatkan


keuntungan yang tidak wajar atau tidak adil dihindari dalam tijari syariah.

6. Larangan Perdagangan Barang Haram: Barang-barang yang dianggap haram dalam Islam,
seperti alkohol, daging babi, dan produk yang melanggar prinsip-prinsip syariah lainnya,
tidak boleh diperdagangkan.

7. Larangan Memanfaatkan Kelemahan Pihak Lain: Dalam transaksi tijari, tidak diperbolehkan
memanfaatkan kelemahan atau ketidaktaatan pihak lain untuk mendapatkan keuntungan
yang tidak adil.

Penting untuk diingat bahwa prinsip-prinsip ini bukanlah daftar lengkap, dan interpretasi dan
implementasi prinsip-prinsip syariah dalam tijari dapat berbeda-beda tergantung pada pendekatan
dan pandangan masing-masing ulama atau otoritas keagamaan.

Ruang lingkup "tijari" atau perdagangan cukup luas dan mencakup berbagai aspek kegiatan ekonomi
dan bisnis. Di bawah ini adalah beberapa elemen yang termasuk dalam ruang lingkup tijari:

1. Jual Beli Barang dan Jasa: Ini adalah inti dari kegiatan perdagangan. Melibatkan pertukaran
barang atau jasa dengan nilai uang. Baik penjual maupun pembeli harus mematuhi prinsip-
prinsip syariah dan prinsip-prinsip ekonomi yang adil.

2. Investasi: Termasuk dalam perdagangan adalah aktivitas investasi di mana individu atau
entitas menanamkan dana atau modal dalam aset atau proyek dengan harapan
mendapatkan keuntungan di masa depan.

3. Distribusi: Perdagangan juga mencakup distribusi barang dari produsen atau pemasok ke
konsumen atau pengecer. Ini melibatkan rantai pasokan, logistik, dan manajemen stok.
4. Pasar Keuangan: Termasuk di dalamnya adalah perdagangan instrumen keuangan seperti
saham, obligasi, komoditas, dan mata uang. Dalam konteks ini, prinsip-prinsip syariah juga
dapat diterapkan, yang dikenal sebagai "perdagangan syariah" atau "keuangan syariah."

5. Kewirausahaan: Melibatkan penciptaan dan operasi bisnis baru atau usaha mandiri,
termasuk perencanaan bisnis, manajemen, pemasaran, dan pengembangan produk.

6. Pasar Internasional: Perdagangan juga dapat mencakup perdagangan antarnegara, impor,


dan ekspor barang dan jasa, serta kerjasama bisnis lintas negara.

7. E-Commerce (Perdagangan Elektronik): Dengan perkembangan teknologi, perdagangan


melalui platform online atau e-commerce telah menjadi bagian integral dari ruang lingkup
perdagangan modern.

8. Pertukaran dan Perdagangan Valuta Asing: Aktivitas perdagangan valuta asing (forex) dan
pertukaran mata uang juga merupakan bagian dari ruang lingkup tijari.

9. Bisnis Pembiayaan Syariah: Ini mencakup layanan pembiayaan atau pinjaman yang sesuai
dengan prinsip-prinsip syariah, seperti pembiayaan tanpa bunga (mudarabah, musharakah)
dan pembiayaan sewa-menyewa (ijarah).

10. Layanan Keuangan Syariah: Ini melibatkan penyediaan layanan keuangan seperti asuransi
syariah, reksa dana syariah, dan produk keuangan lainnya yang sesuai dengan prinsip-prinsip
syariah.

11. Pengembangan dan Inovasi Produk: Perdagangan juga mencakup pengembangan produk
baru, inovasi, dan strategi pemasaran yang sesuai dengan kebutuhan pasar dan prinsip-
prinsip syariah.

12. Bisnis Sosial dan Berkelanjutan: Beberapa jenis perdagangan juga berfokus pada dampak
sosial dan lingkungan positif, seperti bisnis sosial dan bisnis berkelanjutan yang
mempertimbangkan kepentingan berkelanjutan dalam setiap transaksi.

Ruang lingkup tijari terus berkembang seiring perkembangan ekonomi, teknologi, dan tren sosial.
Dalam konteks syariah, penting untuk memastikan bahwa aktivitas perdagangan sesuai dengan
prinsip-prinsip etika dan hukum Islam.

Dalam hukum ekonomi syariah atau tijari, terdapat beberapa sumber hukum utama yang digunakan
sebagai pedoman dalam mengatur aktivitas perdagangan agar sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.
Berikut adalah sumber-sumber hukum utama yang digunakan dalam tijari:

1. Al-Quran: Al-Quran adalah sumber hukum utama dalam Islam. Prinsip-prinsip ekonomi
syariah dapat ditemukan dalam ayat-ayat Al-Quran yang mengatur tentang transaksi,
keadilan, larangan riba, gharar, dan lain-lain.

2. Hadis: Hadis adalah catatan tentang perkataan, tindakan, dan persetujuan Nabi Muhammad.
Hadis-hadis yang berkaitan dengan transaksi dan aktivitas ekonomi memberikan panduan
tentang bagaimana berperilaku dalam bisnis dan perdagangan.

3. Ijma' (Kesepakatan Umat): Ijma' adalah kesepakatan dari ulama atau cendekiawan Islam
tentang suatu masalah tertentu. Kesepakatan ini dapat dijadikan pedoman dalam
menentukan prinsip-prinsip ekonomi syariah.

4. Qiyas (Analogi): Qiyas adalah metode analogi di mana prinsip-prinsip yang ditemukan dalam
sumber-sumber hukum utama diterapkan pada situasi baru yang belum tercakup dalam
hukum yang ada.

5. Ijtihad (Penafsiran Pribadi): Ijtihad adalah usaha untuk menafsirkan dan menerapkan
hukum Islam dalam konteks modern. Ulama atau cendekiawan syariah melakukan ijtihad
untuk mengatasi isu-isu ekonomi yang belum ada panduan langsung dalam sumber-sumber
hukum utama.
6. Fiqh Muamalah: Ini adalah cabang hukum Islam yang mengatur tentang hubungan sosial
dan ekonomi, termasuk transaksi perdagangan. Fiqh muamalah adalah hasil dari penafsiran
dan aplikasi prinsip-prinsip Islam dalam konteks ekonomi dan bisnis.

7. Fatwa: Fatwa adalah pandangan atau pendapat ulama tentang isu tertentu berdasarkan
prinsip-prinsip hukum Islam. Fatwa-fatwa ekonomi dan bisnis dikeluarkan oleh ulama dan
otoritas keagamaan sebagai panduan bagi umat Islam dalam beraktivitas ekonomi.

8. Perjanjian Perdagangan Syariah (Mudarabah dan Musharakah): Dalam jenis perjanjian


perdagangan syariah seperti mudarabah dan musharakah, prinsip-prinsip ekonomi syariah
diterapkan dalam kontrak dan persetujuan antara pihak-pihak yang terlibat.

Sumber-sumber hukum ini, baik secara individual maupun bersama-sama, membentuk dasar bagi
pengaturan aktivitas perdagangan dalam ekonomi syariah. Dalam praktiknya, para ulama,
cendekiawan hukum Islam, dan otoritas agama memiliki peran penting dalam memberikan panduan
dan fatwa terkait dengan aktivitas ekonomi yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.

Alrizal rahmatusyam

Anda mungkin juga menyukai